BAB II Hisprung

download BAB II Hisprung

of 9

description

hisprung

Transcript of BAB II Hisprung

BAB IITINJAUAN TEORIA. DefenisiPenyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).Hirschsprung atau megakolon kongenital adalah penyakit bawaan akibat tidak tercapainya pertumbuhan chepalocaudal Sel-sel parasimpatis myantericus pada segmen usus bagian distal, terbanyak di rektosigmoid. Sehingga tidak ada peristaltik usus yang terkena dan menyebabkan feses tidak bisa keluar sehingga terjadi obstruksi, dilatasi kolon bagian proksimal dan hipertropi dinding ototnya sehingga terbentuk megakolon. (Donna L, Wong, 2003)

Gambar A.1. Bayi berusia 3 hari yang terkena penyakit Hirschsprung.

B. EtiologiPenyakit Hirschprung terjadi akibat aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani internus ke arah proksimal, 75% terbatas didaerah rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.(Budi, 2010)Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus.Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.

Gambar B.2. dilatasi kolon akibat ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)

C. PatofisiologiIstilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas. (Betz, Cecily dan Sowden)Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan melebarnya (membesar) daerah disekitar kolon. (Price, S & Wilson)Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung.

D. Manifestasi KlinisAda trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang ketika mekonium dapat dikeluarkan segera.Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang pada usia berapa saja namun yang paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk, dan disertai demam.Sedangkan manifestasi klinis menurut Suardi (2001) dan Betz cecily &Sowden, (2002), ada 5 tanda dan gejala anak mengalami Hirschsprung :1. Gagalnya mekonium keluar dalam waktu 24 28 jam setelah kelahiran2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan adanya tinja yang menyerupai pita dan berbau busuk3. Obstruksi usus dalam periode neonatal4. Nyeri abdomen dan mabdomen yang mengalami distensi5. Mengalami gangguan pertumbuhan dan terlihat kekurang nutrisi serta mengalami anemia

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung pada anak dengan usia yang lebih besar (> 6 bulan) adalah anak mengalamai konstipasi dan gizi buruk, gerakan peristaltik usus pada dinding abdomen terlihat, pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka fese akan keluar menyemprot dengan konsistensi semi-liquid dan berbau busuk. Anak yang mengalami hirschsprung pola eliminasi feses tidak teratur, hanya sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

E. KlasifikasiBerdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe (Ngastiah, 2002) :1) Penyakit Hirschsprung Segmen PendekSegmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakn 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.2) Penyakit Hirschsprung Segmen PanjangKelainan yang terjadi dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki ataupun anak perempuan.F. Faktor Determinan Penyakit Hirschsprunga) Faktor BayiBayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).b) Riwayat Sindrom DownSekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak.c) Faktor IbuUmur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.d) Ras/EtnisDi Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.

G. KomplikasiKomplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik akan menyebabkan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus.Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding usus mulai dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. Kejadian enterokolitis berdasarkan prosedur operasi yang dipergunakan Swenson sebesar 16,9%, Boley-Soave sebesar 14,8%, Duhamel sebesar 15,4% dan sebesar Lester Martin 20%. Gambaran klinis distensi abdomen ada sebanyak 29 orang, diare sebanyak 38 orang, darah pada feses sebanyak 2 orang , muntah sebanyak 31 orang, dan panas ada sebanyak 22 orang.

H. PenatalaksanaanSampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh.Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang ganglionik dengan bagian bawah rektum.Dikenal beberapa prosedur tindakan definitif yaitu prosedur Swensons sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur Soaves Transanal Endorectal Pull- Through, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur Laparoskopic Pull-Through, prosedur dan prosedur miomektomi anorektal.Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan maka sejumlah tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung. Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad spektrum secara ketat kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus.

I. Pemeriksaan Diagnostik1. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih sulit untukmembedakan usus halus dan usus besar.Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Gambar I.3. foto polos abdomen pada penderita Hirschsprung

Gambar I.4. Foto barium enema pada penderita Hirschsprung2. Pemeriksaan Patologi AnatomiDiagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan melalui prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Di samping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf (parasimpatik). Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi apabila menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut saraf parasimpatik.Biasanya biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu dua, tiga, dan lima sentimeter proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, maka dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi.3. Manometri AnorektalPemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer.Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.

Gambar I.5. Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit Hirschsprung

Gambar I.6. menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada penderita penyakit Hirschsprung

J. Pencegahana) Pencegahan PrimerPencegahan primer pada penderita Hirschsprung dapat dilakukan dengan cara:1. Health PromotionPenyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang disebabkan oleh pengaruh genetik yang tidak terlepas dari pola konsumsi serta asupan gizi dari ibu hamil sehingga ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan disarankan berhatihati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alcohol yang dapat memberikan pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap health promotion ini, sebagai pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya perhatian terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan. Menghindari mengkonsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat yang cukup.2. Spesific ProtectionPada tahap ini pencegahan dilakukan walaupun belum dapat diketahui adanya kelainan maupun tanda-tanda yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung. Pencegahan lebih mengarah pada perlindungan terhadap ancaman agent penyakitnya misalnya melakukan akses pelayanan Antenatal Care (ANC) terutama pada skrining ibu hamil beresiko tinggi, imunisasi ibu hamil, pemberian tablet tambah darah dan pemeriksaan rutin sebagai upaya deteksi dini obstetric dengan komplikasi.

b) Pencegahan SekunderPencegahan sekunder ditujukan guna mengetahui adanya penyakit Hisrchsprung dan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan penyebab kematian seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis. Pada tahun 1946 Ehrenpreis menekankan bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung dapat ditegakkan pada masa neonatal.Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung. Dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rektum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan.

12