BAB II _gol.obat_

16
Farmasi Direktorat pembinaan SMK (2008) 39 Standar Kompetensi : Memahami Pendaftaran dan Penggolongan Obat Kompetensi Dasar : 2.1 Menjelaskan pendaftaran (registrasi) obat 2.2 Menjelaskan golongan obat bebas dan golongan obat bebas terbatas 2.3 Menjelaskan golongan obat keras dan obat wajib apotek 2.4 Menjelaskan golongan obat psikotropika 2.5 Menjelaskan golongan obat narkotika 2 PENGGOLONGAN OBAT

description

golongan penting obat

Transcript of BAB II _gol.obat_

Page 1: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 39

Standar Kompetensi : Memahami Pendaftaran dan Penggolongan Obat

Kompetensi Dasar :

2.1 Menjelaskan pendaftaran (registrasi) obat

2.2 Menjelaskan golongan obat bebas dan golongan obat bebas terbatas

2.3 Menjelaskan golongan obat keras dan obat wajib apotek

2.4 Menjelaskan golongan obat psikotropika

2.5 Menjelaskan golongan obat narkotika

2 PENGGOLONGAN

OBAT

Page 2: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 40

2.1 Penggolongan Obat

Mengingat peredaran obat sa-

at ini jumlahnya lebih dari 5000 jenis

obat, maka perlu mengenal peng-

golongan obat yang beredar. Hal ini

sangat diperlukan karena seperti

yang dikatakan dalam pengertian

penggolongan obat yang menyata-

kan bahwa penggolongan obat di-

maksudkan untuk peningkatan kea-

manan dan ketepatan penggunaan

serta pengamanan distribusi.

Pengertian tersebut tercantum

dalam Peraturan Menteri Kesehatan

RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1999

yang kini telah diperbaiki dengan

Permenkes RI Nomor 949/Menkes-

/Per/IV/2000. Penggolongan obat ini

terdiri dari obat bebas, obat bebas

terbatas, obat wajib apotek, obat

keras, Psikotropika dan narkotika

2.1.1 Golongan Obat Bebas

Dalam beberapa peraturan

Per UU an yang dikeluarkan oleh

Depkes pengertian obat bebas jarang

didefinisikan, namun pernah ada

salah satu Peraturan Daerah Tingkat

II Tangerang yakni Perda nomor 12

Tahun 1994 tentang Izin Pedagang

Eceran Obat memuat pengertian

obat bebas adalah obat yang dapat

dijual bebas kepada umum tanpa

resep dokter, tidak termasuk dalam

daftar narkotika, psikotropika, obat

keras, obat bebas terbatas dan

sudah terdaftar di Depkes RI.

Contoh :

• Minyak Kayu Putih

• Obat Batuk Hitam

• Obat Batuk Putih

• Tablet Paracetamol

• Tablet Vitamin C, B Kom-

pleks, E dan lain-lain.

Penandaan :

Penandaan obat bebas diatur berda-

sarkan S.K. Menkes RI Nomor 2380-

/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus

untuk obat bebas dan obat bebas ter-

batas.

Tanda khusus untuk obat bebas yaitu

lingkaran bulat berwarna hijau de-

ngan garis tepi warna hitam, seperti

terlihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Logo Golongan Obat

Bebas

Page 3: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 41

2.1.2 Golongan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas atau

obat yang masuk dalam daftar “W”,

menurut bahasa Belanda “W” sing-

katan dari “Waarschuwing” artinya

peringatan. Jadi maksudnya obat

yang pada penjualannya disertai de-

ngan tanda peringatan.

Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan RI yang menetapkan

obat-obatan ke dalam daftar obat

bebas terbatas adalah Obat Keras

yang dapat diserahkan kepada

pemakainya tanpa resep dokter, bila

penyerahannya memenuhi persyarat-

an sebagai berikut:

• Obat tersebut hanya boleh di-

jual dalam bungkusan asli dari

pabriknya atau pembuatnya.

• Pada penyerahannya oleh

pembuat atau penjual harus

mencantumkan tanda peri-

ngatan yang tercetak sesuai

contoh. Tanda peringatan ter-

sebut berwarna hitam, beru-

kuran panjang 5 cm, lebar 2

cm dan memuat pemberita-

huan berwarna putih sebagai

berikut:

P No. 1 : Awas ! Obat Keras Bacalah aturan memakainya P No. 2 : Awas ! Obat Keras Hanya untuk kumur jangan ditelan P No. 3 : Awas ! Obat Keras Hanya untuk bagian luar dari badan P No. 4 : Awas ! Obat Keras Hanya untuk dibakar P No. 5 : Awas ! Obat Keras Tidak boleh ditelan P No. 6 : Awas ! Obat Keras Obat wasir, jangan ditelan

Penandaan:

Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83

tanda khusus untuk obat bebas

terbatas berupa lingkaran berwarna

biru dengan garis tepi berwarna

hitam, seperti terlihat pada gambar

berikut:

Gambar 7. Logo Golongan Obat

Bebas Terbatas

Page 4: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 42

2.1.3 Obat Keras

Obat keras atau obat

daftar G menurut bahasa Belan-

da “G” singkatan dari “Ge-

vaarlijk” artinya berbahaya mak-

sudnya obat dalam golongan ini

berbahaya jika pemakaiannya

tidak berdasarkan resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Ke-

sehatan RI yang menetapkan/

memasukkan obat-obatan ke

dalam daftar obat keras, mem-

berikan pengertian obat keras

adalah obat-obat yang ditetap-

kan sebagai berikut:

• Semua obat yang pada

bungkus luarnya oleh si pem-

buat disebutkan bahwa obat

itu hanya boleh diserahkan

dengan resep dokter.

• Semua obat yang dibungkus

sedemikian rupa yang nyata-

nyata untuk dipergunakan

secara parenteral, baik de-

ngan cara suntikan maupun

dengan cara pemakaian lain

dengan jalan merobek rang-

kaian asli dari jaringan.

• Semua obat baru, kecuali

apabila oleh Departemen Ke-

sehatan telah dinyatakan se-

cara tertulis bahwa obat baru

itu tidak membahayakan ke-

sehatan manusia.

• Semua obat yang tercantum

dalam daftar obat keras: obat

itu sendiri dalam substansi

dan semua sediaan yang

mengandung obat itu, terke-

cuali apabila di belakang na-

ma obat.

Penandaan:

Berdasarkan Keputusan Menteri Ke-

sehatan Republik Indonesia No. 023-

96/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khu-

sus Obat Keras daftar G adalah

“Lingkaran bulat berwarna merah

dengan garis tepi berwarna hitam de-

ngan huruf K yang menyentuh garis

tepi”, seperti yang terlihat pada gam-

bar berikut:

Gambar 8. Logo Golongan

Obat Keras

Page 5: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 43

2.1.4 Obat Wajib Apotek

Peraturan tentang Obat Wajib

Apotek berdasarkan Keptusuan Men-

teri Kesehatan RI No. 347/Menkes-

/SK/VII/1990 yang telah diperbaharui

dengan Keputusan Menteri Kesehat-

an No. 924/MEnkes/Per/X/1993, di-

keluarkan dengan pertimbangan se-

bagai berikut:

1. Pertimbangan yang utama un-

tuk obat wajib apotek ini sama

dengan pertimbangan obat

yang diserahkan tanpa resep

dokter, yaitu meningkatkan ke-

mampuan masyarakat dengan

menolong dirinya sendiri guna

mengatasi masalah kesehatan,

dengan meningkatkan peng-

obatan sendiri secara tepat,

aman dan rasioanal.

2. Pertimbangan yang kedua un-

tuk peningkatan peran apoteker

di apotek dalam pelayanan ko-

munikasi, informasi dan edukasi

serta pelayanan obat kepada

masyarakat.

3. Pertimbangan ketiga untuk pe-

ningkatan penyediaan obat

yang dibutuhkan untuk pengo-

batan sendiri.

Obat wajib apotek adalah obat keras

yang dapat diserahkan oleh apoteker

di apotek tanpa resep dokter.

Pada penyerahan obat wajib apotek

ini terhadap apoteker terdapat

kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

1. Memenuhi ketentuan dan ba-

tasan tiap jenis obat perpasien

yang disebutkan dalam obat wa-

jib apotek yang bersangkutan.

2. Membuat catatan pasien serta

obat yang diserahkan.

3. Memberikan informasi meliputi

dosis dan aturan pakai, kontra

indikasi, efek samping, dan lain-

lain yang perlu diperhatikan oelh

pasien.

Contoh obat wajib apotek No. 1 (arti-

nya yang pertama kali ditetapkan)

1. Obat kontrasepsi: Linestrenol

2. Obat saluran cerna: Antasid

dan Sedativ/ Spasmodik

3. Obat mulut dan tenggorokan:

Hexetidine

Contoh obat wajib apotek No. 2:

1. Bacitracin

2. Clindamicin

3. Flumetason, dan lain-lain

Contoh obat wajib apotek No. 3:

1. Ranitidin

2. Asam Fusidat

3. Alupurinol dan lain-lain

Page 6: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 44

2.1.5 Obat Golongan Narkotika

2.1.5.1 Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui,

narkotika di satu sisi merupakan obat

atau bahan yang bermanfaat di

bidang pengobatan atau pelayanan

kesehatan dan pengembangan ilmu

pengetahuan, tetapi di sisi lain sangat

merugikan apabila dipergunakan tan-

pa pengendalian dan pengawasan

yang ketat dan seksama misalnya

ketergantungan obat.

Juga menanam, menyimpan,

mengimpor, memproduksi, mengedar-

kan dan menggunakan narkotika

tanpa pengendalian dan tanpa meng-

indahkan peraturan perundang-un-

dangan yang berlaku adalah suatu

kejahatan karena sangat merugikan

dan menimbulkan bahaya yang sa-

ngat besar. Kejahatan narkotika saat

ini telah bersifat transnasional/ inter-

nasional yang dilakukan dengan

menggunakan modus operandi tinggi

dan teknologi canggih, oleh karena itu

UU No. 9 tahun 1976 tentang Narko-

tika, sudah tidak sesuai lagi, maka

perlu dibuat UU baru tentang Nar-

kotika, yaitu UU No. 22 tahun 1997.

2.1.5.2 Pengertian

Beberapa istilah penting yang

perlu diketahui dalam UU RI No. 22

tahun 1997 antara lain:

1. Narkotika adalah zat atau obat

yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintetis mau-

pun semi sintetis yang dapat me-

nyebabkan penurunan atau peru-

bahan kesadaran, hilang rasa,

mengurangi sampai menghilang-

kan rasa nyeri, dan dapat menim-

bulkan ketergantungan.

2. Peredaran gelap narkotika adalah

setiap kegiatan atau serangkaian

kegiatan yang dilakukan secara

tanpa hak dan melawan hukum

yang ditetapkan sebagai tindak

pidana narkotika.

3. Pecandu adalah orang yang

menggunakan atau menyalahgu-

nakan narkotika dan dalam kea-

daan ketergantungan pada nar-

kotika, baik secara fisik maupun

psikis.

4. Ketergantungan narkotika adalah

gejala dorongan untuk menggu-

nakan narkotika secara terus-me-

nerus, toleransi dan gejala putus

narkotika apabila penggunaan di-

hentikan.

5. Penyalahguna adalah orang yang

menggunakan narkotika tanpa

sepengetahuan dan pengawasan

dokter.

6. Rehabilitasi medis adalah suatu

proses kegiatan pengobatan se-

cara terpadu untuk membebas-

kan pecandu dari ketergantungan

narkotika.

2.1.5.3 Pengaturan

1. Pengaturan narkotika bertujuan

untuk :

• Menjamin ketersediaan narko-

tika untuk kepentingan pela-

yanan kesehatan dan/atau pe-

ngembangan ilmu pengetahu-

an.

• Mencegah terjadinya penya-

lahgunaan narkotika dan

Page 7: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 45

• Memberantas peredaran gelap

narkotika.

2. Narkotika hanya dapat dipergu-

nakan untuk kepentingan pela-

yanan kesehatan dan/atau pe-

ngembangan ilmu pengetahuan.

3. Narkotika golongan I hanya dapat

digunakan untuk kepentingan pe-

ngembangan ilmu pengetahuan

dan dilarang digunakan untuk

kepentingan lainnya.

2.1.5.4 Penggolongan

Berdasarkan UU RI No. 22 Th

1997, narkotika dibagi atas 3 go-

longan :

1. Golongan I

Golongan I adalah narkotika yang

hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan

tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat

tinggi mengakibatkan ketergan-

tungan.

Contoh terdiri dari 26 macam,

antara lain :

a. Tanaman Papaver somnife-

rum L dan semua bagian-

bagiannya termasuk buah

dan jeraminya, kecuali biji-

nya.

b. Opium mentah, yaitu getah

yang membeku sendiri, di-

peroleh dari buah tanaman

Papaver somniferum L yang

hanya mengalami pengolah-

an sekedar untuk pembung-

kus dan pengangkutan tanpa

memperhatikan kadar morfin-

nya.

c. Opium masak terdiri dari :

• Candu, hasil yang diper-

oleh dari opium mentah

melalui suatu rentetan

pengolahan khususnya

dengan pelarutan, pema-

nasan dan peragian de-

ngan atau tanpa penam-

bahan bahan-bahan lain,

dengan maksud mengu-

bahnya menjadi suatu

ekstrak yang cocok untuk

pemadatan.

• Jicing, sisa-sisa candu se-

telah dihisap, tanpa mem-

perhatikan apakah candu

itu dicampur dengan daun

atau bahan lain.

• Jicingko, hasil yang di-

peroleh dari pengolahan ji-

cing.

d. Tanaman koka seperti Ery-

throxylon coca, semua tana-

man dari genus Erythroxylon

dari keluarga Erythroxyla-

ceae termasuk buah dan

bijinya.

e. Daun koka, daun yang belum

atau sudah dikeringkan atau

dalam bentuk serbuk dari

semua tanaman genus Ery-

throxylon dari keluarga Ery-

throxylaceae yang mengha-

silkan kokain secara lang-

sung atau melalui perubahan

kimia.

f. Kokain mentah, semua hasil-

hasil yang diperoleh dari

daun koka yang dapat diolah

secara langsung untuk men-

dapatkan kokaina.

Page 8: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 46

g. Kokaina, metil ester-I-bensoil

ekgonina.

h. Tanaman ganja (Cannabis

indica), semua tanaman ge-

nus cannabis dan semua ba-

gian dari tanaman termasuk

biji, buah jerami, hasil olahan

tanaman ganja atau bagian

tanaman ganja termasuk da-

mar ganja dan hashis.

i. Tetrahydrocannabinol, dan

semua isomer serta semua

bentuk stereo kimianya.

j. Delta 9 tetrahidrocannabinol

dan semua bentuk stereo

kimianya.

k. Asetorfina

l. Etorfina

m. Heroina

n. Tiofentanil

2. Golongan II

Golongan II adalah narkotika

yang berkhasiat pengobatan di-

gunakan sebagai pilihan terakhir

dan dapat digunakan dalam te-

rapi dan/atau untuk tujuan pe-

ngembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

Contoh terdiri dari 87 macam,

antara lain:

a. Morfina

b. Opium

c. Dihidromorfina

d. Petidina

e. Tebaina

3. Golongan III

Golongan III adalah narkotika

yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi

dan/atau tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempu-

nyai potensi ringan mengakibat-

kan ketergantungan.

Contoh antara lain terdiri dari :

a. Asetildihidrokodeina

b. Dekstropropoksifena

c. Dihidrokodeina

d. Etilmorfina

e. Kodeina

Penandaan:

Penandaan narkotika berdasarkan

peraturan yang terdapat dalam

Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang

Medali Merah”.

Gambar 9. Logo Golongan Obat

Narkotika

Page 9: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 47

2.1.6 Obat Golongan Psikotropika

2.1.6.1 Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui psi-

kotropika sangat bermanfaat dan di-

perlukan untuk kepentingan pelayan-

an kesehatan dan ilmu pengetahuan,

sehingga ketersediaannya perlu dija-

min. Tetapi penyalahgunaan psiko-

tropika dapat merugikan kehidupan

manusia dan kehidupan bangsa

sehingga dapat mengancam keta-

hanan nasional. Juga makin pesat-

nya kemajuan iptek, transportasi,

komunikasi dan informasi telah me-

ngakibatkan gejala peredaran gelap

psikotropika yang makin meluas dan

berdimensi internasional. Oleh ka-

rena itu dipandang perlu ditetapkan

UU tentang Psikotropika yaitu UU RI

No. 5 tahun 1997.

2.1.6.2 Pengertian

Berdasarkan UU RI No. 5

tahun 1997 Psikotropika adalah zat

atau obat baik alamiah atau sintetis,

bukan narkotika yang berkhasiat

psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada SSP yang menyebabkan pe-

rubahan khas pada aktivitas mental

dan perilaku.

2.1.6.3 Pengaturan

1. Tujuan pengaturan di bidang psi-

kotropika adalah:

a. Menjamin ketersediaan

psikotropika guna kepen-

tingan pelayanan kesehat-

an dan ilmu pengetahuan.

b. Mencegah terjadinya pe-

nyalahgunaan psikotropi-

ka.

c. Memberantas peredaran

gelap psikotropika.

2. Psikotropika hanya dapat di-

gunakan untuk kepentingan pela-

yanan kesehatan dan/atau ilmu p-

engetahuan.

3. Psikotropika golongan I hanya da-

pat digunakan untuk tujuan ilmu

pengetahuan.

2.1.6.4 Penggolongan

Menurut UU RI No. 5 ta-

hun 1997, Psikotropika dibagi men-

jadi 4 golongan:

1. Golongan I adalah psikotropika

yang hanya dapat digunakan un-

tuk tujuan ilmu pengetahuan dan

tidak digunakan dalam terapi, ser-

ta mempunyai potensi amat kuat

mengakibatkan sindroma keter-

gantungan. Psikotropika golongan

I terdiri dari 26 macam, antara lain

Lisergida (LSD), MDMA (Metilen

Dioksi Meth Amfetamin), Meska-

lina, Psilosibina, Katinona.

2. Golongan II adalah psikotropika

yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi

dan/atau ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengaki-

batkan sindroma ketergantungan.

Psikotropika golongan II terdiri

dari 14 macam, antara lain Amfe-

tamina, Metakualon, Sekobarbital,

Metamfetamin, Fenmetrazin.

3. Golongan III adalah psikotropika

yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi

Page 10: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 48

dan/atau untuk tujuan ilmu pe-

ngetahuan serta mempunyai po-

tensi sedang mengakibatkan sin-

droma ketergantungan. Psikotro-

pika golongan III terdiri dari 9

macam, antara lain Amobarbital,

Flunitrazepam, Pentobarbital, Si-

klobarbital, Katina.

4. Golongan IV, berkhasiat peng-

obatan dan sangat luas digunakan

dalam terapi dan/atau untuk tu-

juan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan meng-

akibatkan sindroma ketergantung-

an. Psikotropika golongan IV ter-

diri dari 60 macam, antara lain

Allobarbital, Barbital, Bromaze-

pan, Diazepam, Fencamfamina,

Fenobarbital, Flurazepam, Kloba-

zam, Klordiazepoksida, Mepro-

bamat, Nitrazepam, Triazolam

Penandaan:

Untuk Psikotropika penandaan yang

dipergunakan sama dengan penan-

daan untuk obat keras, hal ini mung-

kin karena sebelum diundangkannya

UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psi-

kotroipka, maka obat-obat Psikotro-

pika termasuk obat keras yang pe-

ngaturannya ada di bawah Ordonansi

Obat Keras Stbl 1949 nomor 419,

hanya saja karena efeknya dapat

mengakibatkan sindroma ketergan-

tungan sehingga dulu disebut Obat

Keras Tertentu, seperti berikut:

Gambar 10. Logo Golongan Obat

Psikotropika

Page 11: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 49

2.2 Obat yang Dapat Dise-

rahkan Tanpa Resep

Dokter

Pertimbangan dikeluarkannya

peraturan obat yang dapat diserah-

kan tanpa resep dokter adalah dalam

rangka meningkatkan kemampuan

masyarakat menolong dirinya sendiri,

guna mengatasi masalah kesehatan,

dirasa perlu ditunjang dengan sarana

yang dapat meningkatkan peng-

obatan sendiri secara tepat, aman

dan rasional.

Obat yang dapat diserahkan

tanpa resep dokter ini harus meme-

nuhi kriteria sebagai berikut:

• Tidak dikontra indikasikan un-

tuk penggunaan pada wanita

hamil, anak di bawah umur 2

tahun dan orang tua di atas 65

tahun.

• Pengobatan sendiri dengan

obat dimaksud tidak mem-

berikan resiko pada kelanjutan

penyakit.

• Penggunaannya tidak memer-

lukan cara dan alat khusus

yang harus dilakukan oleh te-

naga kesehatan.

• Penggunaannya diperlukan un-

tuk penyakit yang prevalen-

sinya tinggi di Indonesia.

Obat dimaksud memiliki rasio khasiat

keamanan yang dipertanggung

jawabkan untuk pengobatan sendiri

2.3 Pendaftaran (Registrasi)

Obat

Menurut Permenkes RI No-

mor 949/Menkes/VI/2000, yang men-

jadi pertimbangan adalah untuk me-

lindungi masyarakat dari peredaran

obat jadi yang tidak memenuhi per-

syaratan khasiat, keamanan, mutu

dan kemanfaatannya.

Dalam peraturan tersebut ter-

dapat beberapa pengertian yang ber-

kait dengan pendaftaran obat, antara

lain:

• Obat jadi: adalah sediaan atau

paduan bahan-bahan termasuk

produk biologi dan kontrasepsi,

yang siap digunakan untuk mem-

pengaruhi dan menyelidiki sis-

tem fisiologi atau keadaan pato-

logi dalam rangka penetapan

diagnose, pencegahan, penyem-

buhan, pemulihan dan pening-

katan kesehatan.

• Obat jadi baru: adalah obat jadi

dengan zat berkhasiat atau ben-

tuk sediaan/cara pemberian atau

indikasi atau posologi baru yang

belum pernah disetujui di Indo-

nesia.

• Obat jadi sejenis: adalah obat

jadi yang mengandung zat ber-

khasiat sama dengan obat jadi

yang sudah terdaftar.

• Obat jadi kontrak: adalah obat

jadi yang pembuatannya dilim-

pahkan kepada industri farmasi

lain.

Page 12: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 50

• Obat jadi impor: adalah obat jadi

hasil produksi industri farmasi

luar negeri.

Obat jadi yang dapat memiliki

izin edar harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

1. Khasiat yang meyakinkan dan

keamanan yang memadai dibuk-

tikan melalui percobaan hewan

dan uji klinis atau bukti-bukti lain

sesuai dengan status perkem-

bangan ilmu pengetahuan yang

bersangkutan.

2. Mutu yang memenuhi syarat

yang dinilai dari proses produksi

sesuai CPOB, spesifikasi dan

metoda pengujian terhadap se-

mua bahan yang digunakan ser-

ta produk jadi dengan bukti yang

sahih.

3. Penandaan berisi informasi yang

lengkap dan obyektif yang dapat

menjamin penggunaan obat se-

cara tepat, rasional dan aman.

4. Sesuai dengan kebutuhan nyata

masyarakat.

5. Kriteria lain adalah:

• Khusus untuk psikotropi-

ka harus memiliki keung-

gulan kemanfaatan dan

keamanan dibandingkan

dengan obat standar dan

obat yang telah disetujui

beredar di Indonesia un-

tuk indikasi yang diklaim.

• Khusus kontrasepsi untuk

program nasional dan

obat program lainnya

yang akan ditentukan ke-

mudian, harus dilakukan

uji klinik di Indonesia.

2.3.1 Persyaratan:

1. Obat Jadi Produk Dalam Ne-

geri

• Hanya dilakukan oleh in-

dustri farmasi yang memi-

liki izin sekurang-kurang-

nya izin prinsip.

• Wajib memenuhi CPOB

Pemenuhan persyaratan

CPOB dinyatakan oleh pe-

tugas pengawas farmasi

yang berwenang setelah

dilakukan pemeriksaan se-

tempat pada industri yang

bersangkutan.

2. Obat Jadi Kontrak

• Hanya dilakukan oleh pem-

beri kontrak dengan melam-

pirkan dokumen kontrak.

• Pemberi kontrak adalah in-

dustri farmasi atau badan

lain.

• Pemberi kontrak wajib me-

miliki izin industri farmasi,

sekurang-kurangnya memili-

ki satu fasilitas produksi se-

diaan lain yang telah meme-

nuhi CPOB.

• Industri pemberi kontrak ber-

tanggung jawab atas mutu

obat jadi yang diproduksi

berdasarkan kontrak.

• Penerima kontrak wajib me-

miliki izin industri farmasi

dan fasilitas produksi yang

telah memenuhi persyaratan

Page 13: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 51

CPOB untuk sediaan yang

telah dikontrakkan.

3. Obat Jadi Impor

• Diutamakan untuk obat pro-

gram kesehatan masyarakat

dan registrasinya dilakukan

oleh industri farmasi dalam

negeri atau pedagang besar

yang mendapat persetujuan

tertulis dari industri farmasi

atau pemilik produk di luar

negeri.

• Industri farmasi dalam nege-

ri dimaksud harus menun-

jukkan bukti perimbangan

kegiatan impor dan ekspor

yang dilakukan.

• Industri farmasi di luar ne-

geri harus memenuhi per-

syaratan CPOB.

• Pemenuhan persyaratan

CPOB tersebut harus dibuk-

tikan dengan dokumen yang

sesuai atau jika diperlukan

dilakukan pemeriksaan se-

tempat oleh petugas yang

berwenang tersebut harus

dilengkapi dengan data ins-

peksi terakhir paling lama 2

(dua) tahun yang dikeluar-

kan oleh pejabat berwenang

setempat.

4. Obat Jadi Khusus Ekspor

• Khusus untuk ekspor hanya

dilakukan oleh industri far-

masi.

• Harus memenuhi kriteria-kri-

teria kecuali disertai dengan

persetujuan tertulis dari

Negara tujuan.

5. Obat Jadi yang Dilindungi Pa-

ten

• Hanya dilakukan oleh indus-

tri farmasi dalam negeri pe-

megang hak paten atau in-

dustri farmasi lain atau PBF

yang ditunjuk oleh pemilik

paten. Hak paten harus di-

buktikan dengan sertifikat

paten.

• Hanya boleh dilakukan apa-

bila telah memenuhi keten-

tuan paten yang berlaku di

Indonesia.

2.3.2 Evaluasi

1. Terhadap dokumen registrasi

obat jadi yang telah memenuhi

kelengkapan dilakukan evaluasi

sesuai kriteria pendaftaran.

2. Evaluasi registrasi dikelompok-

kan menjadi obat jadi baru dan

obat jadi sejenis.

3. Pelaksanaan evaluasi melalui ja-

lur I,jalur II atau jalur III .

Obat jadi yang dievaluasi melalui

jalur I adalah:

• Obat esensial generik untuk

program kesehatan masyara-

kat.

• Obat yang diindikasikan untuk

terapi penyakit yang serius

dan penyakit yang mengan-

cam nyawa manusia.

Page 14: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 52

Obat jadi yang dievaluasi melalui

jalur II adalah:

• Obat jadi baru yang sudah di-

setujui dikelompok negara

yang menerapkan sistem eva-

luasi terharmonisasi dan 1

(satu) negara dengan sistem

evaluasi yang telah dikenal

baik yang didukung dengan

laporan hasil evaluasi in-

dependen.

Obat jadi yang tidak termasuk dalam

jalur I dan II evaluasinya dilakukan

melalui jalur III dan hal ini berlaku

untuk obat-obat khusus ekspor.

Untuk melakukan evaluasi dibentuk:

• Komite Nasional Penilai Obat

Jadi (KOMNAS-POJ).

• Panitia Penilai Khasiat Kea-

manan.

• Panitia Penilai Mutu, Tekno-

logi, Penandaan dan Kerasi-

onalan Obat Jadi.

2.3.3 Peninjauan Kembali

• Dalam hal registrasi ditolak,

pendaftar dapat mengajukan

keberatan melalui mekanisme

peninjauan kembali.

• Pengajuan peninjauan kem-

bali harus disertai dokumen

yang berisi data penunjang.

2.3.4 Evaluasi Kembali

1. Terhadap obat jadi yang telah

diberikan ijin edar dapat dila-

kukan evaluasi kembali.

2. Evaluasi kembali dilakukan ter-

hadap:

• Obat dengan resiko efek sam-

ping lebih besar dibandingkan

dengan efektivitasnya yang

terungkap sesudah obat dipa-

sarkan.

• Obat dengan efektivitas tidak

lebih dari placebo.

• Obat yang tidak memenuhi

persyaratan ketersediaan ha-

yati/bioekivalensi.

Terhadap obat yang dilakukan eva-

luasi kembali, industri farmasi/pen-

daftar wajib menarik obat tersebut

dari peredaran. Evaluasi kembali ju-

ga dilakukan untuk perbaikan kom-

posisi dan formula obat jadi.

2.3.5 Pembatalan Ijin Edar

Ditjen POM (sekarang Badan POM)

dapat membatalkan ijin edar apabila

terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan penilaian atau pe-

mantauan dalam penggunaan-

nya setelah terdaftar tidak me-

menuhi kriteria pendaftaran.

2. Penandaan dan promosi me-

nyimpang dari persetujuan ijin

edar.

3. Tidak melaksanakan kewajiban

yang telah ditentukan yaitu :

• Memproduksi atau mengim-

por dan mengedarkan obat

selambat-lambatnya 1 (satu)

tahun setelah tanggal per-

setujuan dikeluarkan.

• Melaporkan pelaksanaannya

kepada Direktur Jenderal

(sekarang kepala Badan

POM).

• Selama 12 bulan berturut-tu-

rut obat jadi yang bersang-

Page 15: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 53

kutan tidak diproduksi, di-

impor atau diedarkan.

• Ijin industri farmasi, PBF

yang mendaftarkan, mem-

produksi atau mengedarkan

dicabut.

• Pemilik ijin edar melakukan

pelanggaran di bidang pro-

duksi dan peredaran obat

jadi.

2.3.6 Kode Nomor Pendaftaran

Obat

Nomor pendaftaran untuk

obat terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit

pertama berupa huruf dan 12 digit

lainnya berupa angka. Tiga digit yang

pertama mempunyai arti sebagai

berikut:

1. Digit ke-1 menunjukan jenis atau

kategori obat, seperti:

D � berarti obat dengan merek

dagang (Paten)

G�berarti obat dengan nama

generik

2. Digit ke-2 menunjukkan golongan

obat, seperti:

B � berarti golongan obat bebas

T � berarti golongan obat bebas

terbatas

K � berarti golongan obat keras

P�berarti golongan obat Psikotro-

pika

N�berarti golongan obat Narkoti-

ka

3. Digit ke-3 menunjukkan lokasi

obat tersebut diproduksi atau

tujuan diproduksinya obat ter-

sebut, seperti:

L� berarti obat tersebut dipro-

duksi di dalam negeri atau yang

diproduksi dengan lisensi.

I �berarti obat diproduksi di luar

negeri atau obat impor.

X�berarti obat yang dibuat de-

ngan tujuan khusus atau program

khusus, misalnya obat-obat untuk

program keluarga berencana.

Contoh-contoh arti kode nomor

pendaftaran obat sebagai berikut:

1. DBL , Golongan obat bebas de-

ngan nama dagang (Paten) pro-

duksi dalam negeri atau lisensi

2. DTL, Golongan obat bebas ter-

batas dengan nama dagang (Pa-

ten) produksi dalam Negeri atau

lisensi

3. GKL, Golongan obat keras de-

ngan nama generik produksi da-

lam negeri atau lisensi

4. DKL, Golongan obat keras de-

ngan nama dagang (produksi)

dalam negeri atau lisensi.

5. DKI , Golongan obat keras de-

ngan nama dagang (paten) pro-

duksi luar negeri atau impor

6. GPL, Golongan obat Psikotro-

pika dengan nama generik pro-

duksi dalam negeri atau impor

7. DPL , Golongan obat Psikotropi-

ka dengan nama dagang (paten)

produksi dalam negeri atau lisen-

si

Page 16: BAB II _gol.obat_

Farmasi

Direktorat pembinaan SMK (2008) 54

8. DPI, Golongan obat Psikotropika

dengan nama dagang (paten)

produksi luar negeri

9. NL, Golongan obat Narkotika de-

ngan nama generik produksi da-

lam negeri atau lisensi

10. DNL, Golongan obat Narkotika

dengan nama dagang (paten)

produksi dalam negeri Atau li-

sensi

11. DNI, Golongan obat Narkotika

dengan nama dagang (paten)

produksi luar negeri atau impor

12. DKX, Golongan obat keras de-

ngan nama dagang (paten) un-

tuk program khusus.

2.3.7 Lain-Lain

Prekusor

1. Prekusor Narkotika (Kepmenkes

No. 890/1998)

Prekusor narkotika adalah zat

atau bahan pemula atau bahan

kimia yang dapat digunakan da-

lam pembuatan narkotika. Jenis

prekusor narkotika adalah anhi-

drida asam asetat, aseton, asam

klorida, asam sulfat, etil eter, ka-

lium permangat, metil etil keton

dan toluene.

2. Prekusor Psikotropika (Kepmen-

kes No. 917/1997)

Prekusor psikotropika adalah zat

atau bahan pemula atau bahan

kimia yang dapat digunakan da-

lam pembuatan psikotropika. Je-

nis prekusor psikotropika yaitu

asam N asetil antranilat, efedrin,

ergometrin, ergotamine, isosafrol,

asam lisergat, 3,4 metilen dioksi

fenil propanon, 1-fenil-2-propanon,

piperonal. Pseudo efedrin dan

safrol.

Tabel 1. Perbedaan Antara Psikotropika dan Narkotika

Psikotropika Narkotika

Persamaan Sama-sama bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat

Perbedaan Psikoaktif Adiksi/ketergantungan

Efek utama Terhadap aktifitas mental

dan perilaku

Penurunan/perubahan kesadaran

Hilangnya rasa, mengurangi nyeri

Terapi Gangguan psikiatrik Analgesik,

antitusif.antispasmodik,

premedikasi anaestesi