BAB II FIX - Perpustakaan Digital...
Transcript of BAB II FIX - Perpustakaan Digital...
10
BAB II
EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1. Kerangka Pemikiran
“Positioning is the battle for a place in the consumer’s mind”. Menjadi top of mind
adalah suatu impian dari setiap manajer brand perusahaan. Walaupun suatu
brand telah menjadi spontaneous brand, tetap memerlukan kerja keras agar dapat
menggeser posisi brand yang menjadi top of mind di kategorinya. Jika dilihat dari
hasil survei majalah Swa tentang brand awareness, saat ini Tabungan BRI BritAma
masih menjadi spontaneous brand, yaitu jawaban spontan kedua terhadap
pertanyaan yang dilontarkan. Pihak manajemen BRI melihat hal tersebut,
kemudian bertindak dengan mengeluarkan undian berskala nasional Untung
Beliung BritAma secara spektakuler untuk meningkatkan awareness masyarakat
terhadap Tabungan BRI BritAma. Tentu saja brand awareness yang kuat juga
harus didukung oleh value yang dimiliki oleh produk tersebut, sehingga produk
tidak terjebak kepada situasi over promise under deliver product.
Ketika kita menentukan positioning dan kemudian memenuhi janji yang
tercermin di dalam positioning tersebut dengan diferensiasi kokoh, maka
sesungguhnya kita sedang membangun merek (Hermawan Kertajaya,
Yuswohady, Jacky Mussry, dan Taufik, 2004). Kita tidak dapat memisahkan
brand dengan positioning dalam suatu pembahasan, karena hal tersebut memiliki
keterkaitan yang tidak terpisahkan. Jika kita dapat memosisikan diri dengan
tepat, maka brand equity yang kita dapatkan akan sangat tinggi. Ketika positioning
kita tepat, maka brand equity kita pun tidak akan lekang oleh waktu, dan hal ini
telah dibuktikan oleh brand sepanjang masa Dji Sam Soe. Faktor‐faktor yang
mempengaruhi ekuitas dari brand Tabungan BRI BritAma dapat dijabarkan
sebagai berikut:
11
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Brand Equity Tabungan BritAma
2.1.1. Kebijakan Pemerintah
Sesuai dengan UU Perbankan tahun 1998, ada dua jenis Bank di Indonesia, yaitu
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun secara syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum
menawarkan berbagai jasa keuangan termasuk transaksi devisa.
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. BPR menerima simpanan nasabah, namun tidak
memiliki akses terhadap sistem pembayaran. Selain bank, juga terdapat lembaga‐
lembaga kecil non‐bank seperti Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana dan
Kredit Pedesaan (LDKP).
12
Krisis moneter perbankan yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia merupakan
awal dari keterpurukan bisnis perbankan di Indonesia. Besaran biaya dalam
mengatasi krisis perbankan di Indonesia mencapai 58% dari GDP yang
merupakan biaya krisis tertinggi di seluruh negara yang terkena krisis serupa
(Krisna Wijaya, 2005). Krisis ini menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan
masyarakat pada sistem perbankan sebagai akibat dari terlikuidasinya 16 bank.
Pemerintah kemudian membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau
Indonesia Deposit Insurance Corporation. Lembaga tersebut adalah suatu lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di
Indonesia (Wikipedia.org, 2008). Badan ini dibentuk berdasarkan Undang‐
undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang‐undang ini mulai berlaku
efektif 12 bulan sejak diundangkan, sehingga pendirian dan operasional LPS
dimulai pada 22 September 2005. Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di
wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Tujuan pendirian Penjaminan Simpanan bukan hanya untuk melindungi
penyimpan kecil saja, tetapi lebih kepada mendorong secara sistem agar bank
menjalankan fungsi intermediasinya dengan lebih efisien dan efektif, dan
penjamin simpanan dapat berfungsi untuk mencegah “pemborosan” biaya
likuidasi suatu bank gagal (Krisna Wijaya, 2005). Jaminan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pada awalnya merupakan blanket guarantee atau jaminan atas seluruh
kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat. Jaminan ini
ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang ʺJaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umumʺ dan Keputusan Presiden Nomor
193 Tahun 1998 tentang ʺJaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank
Perkreditan Rakyatʺ.
13
Pelaksanaan blanket guarantee menyebabkan timbulnya moral hazard, baik dari
pengelola bank, maupun masyarakat. Secara logika para pengelola bank
mungkin saja akan berlaku asal‐asalan dalam menjalankan bisnisnya, mereka
tidak perlu khawatir untuk terkena likuidasi, karena ada yang akan menjamin
membayarkan kewajiban‐kewajiban mereka. Perubahan yang signifikan dalam
skema penjaminan LPS adalah dihapuskannya blanket guarantee dan digantikan
dengan penjaminan terbatas (limited guarantee). Sesuai dengan Pasal 11 UU LPS,
LPS menjamin simpanan setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp 100
juta dengan tahapan transisi sebagai berikut:
• Sejak 22 September 2005 s/d 21 Maret 2006, seluruh simpanan dijamin;
• Sejak 22 Maret 2006 s/d 21 September 2006, simpanan yang dijamin
maksimum Rp 5 milyar;
• Sejak 22 September 2006 s/d 21 Maret 2007, simpanan yang dijamin
maksimum Rp1 Milyar;
• Sejak 22 Maret 2007, simpanan yang dijamin maksimum Rp100 juta.
Bentuk simpanan yang dijamin LPS meliputi tabungan, deposito, giro, sertifikat
deposito, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Selain itu, LPS juga
menjamin simpanan di bank syariah yang berbentuk giro wadiah, tabungan
wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah (lps press release,
2007).
Dengan adanya skim penjaminan maksimum Rp 100 juta, maka para nasabah
dituntut untuk semakin hati‐hati. Nasabah akan memilih bank yang sehat untuk
dipercayakan menyimpan uangnya. Bank yang sehat akan semakin dipercaya
oleh masyarakat. Oleh karena itu para pemain di bidang perbankan harus dapat
meyakinkan para nasabahnya agar tetap loyal sekalipun skim penjaminannya
14
terbatas, sehingga faktor kepercayaan merupakan penentu dalam pemilihan
produk.
Sejak terjadi krisis finansial pada tahun 1998, pemerintah dan DPR menyepakati
revisi terhadap UU perbankan tahun 1992, kemudian disusul revisi UU tentang
Bank Indonesia yang menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang
independen. Bank Indonesia selanjutnya mengeluarkan peraturan –peraturan
yang mengatur kegiatan perbankan di Indonesia, diantaranya adalah (Gandung
Troy, 2007):
• Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Audit dan Kepatuhan yang
mendefinisikan persyaratan untuk fungsi audit dan kepatuhan di bank.
• PBI No. 3/10/PBI/2001 tentang Know Your Customer (2001) yang
menetapkan prosedur dan praktek yang harus digunakan bank untuk
mengenali nasabah dan memonitor aktivitas rekeningnya.
• PBI No. 5/25/PBI/2003 tentang Uji Kelayakan dan Kepatutan yang
menetapkan persyaratan modal minimum untuk bank umum dengan
memperhatikan posisi risiko pasarnya.
• PBI tentang Uji Kelayakan dan Kepatutan (2003) yang menetapkan uji
kelayakan dan kepatutan yang di laksanakan Bank Indonesia untuk
pemegang saham pengendali dan manajemen senior bank.
• Masih pada tahun 2003, dikeluarkan PBI tentang Risiko Pasar yang
mengatur persyaratan modal minimum untuk bank umum dengan
memperhatian posisi risiko pasarnya.
• PBI tentang Manajemen Risiko (2003) yang menetapkan persyaratan
infrastruktur Manajemen Risiko Bank.
• Pada 2004 dikeluarkan PBI tentang Rencana Bisnis Bank Umum yang
mewajibkan bank umum untuk menyusun dan menyampaikan rencana
bisnis jangka pendek dan menengah.
15
• Pada 2005 BI mengeluarkan empat PBI. Pertama, PBI tentang Batas
Maksimum Pembelian Kredit, kedua, PBI tentang Sistem Informasi
Debitur yang mempersyaratkan bank untuk menyampaikan informasi
mengenai seluruh debiturnya kepada seluruh pusat informasi kredit,
ketiga, PBI tentang Sekuritisasi Aset yaitu menetapkan prinsip‐prinsip
yang harus diikuti bank dalam menggunakan dan melaksanakan
Sekuritisasi Aset dan yang keempat, PBI Tentang Sertifikasi Manajemen
Risiko bagi pengurus bank pejabat bank umum yang menyetakan bahwa
setiap pengurus dan pejabat bank umum wajib memiliki sertifikat
manajemen risiko.
• Pada tahun 2006 BI mengeluarkan tiga PBI. Pertama, PBI tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/25/PBI/2005 tentang
Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum
yang berisi mengenai dibukanya kembali program Eksekutif dalam
pelaksanaan Sertifikasi Manajemen Risiko.
Peraturan kedua, tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
(GCG) bagi Bank Umum.
Peraturan ketiga, PBI tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/4/ PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum.
Prinsip kehati‐hatian mengelola bank (prudential) merupakan suatu komitmen
dari pemilik bank untuk menjaga operasional banknya yang dilakukan melalui
pemenuhan modal minimum. Kebijakan pemerintah melalui Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) yaitu meningkatkan permodalan bank umum
menjadi minimum Rp. 80 milliar pada tahun 2008. Kebijakan ini dilakukan
dalam rangka mengantisipasi pemberlakuan API pada tahun 2010 dengan
kebijakan permodalan minimum perbankan Rp. 100 miliar. Kebijakan ini
memiliki tujuan untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
16
Untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5%‐6% setiap
tahunnya, diperlukan dukungan kredit perbankan sebesar 22% setiap tahunnya.
Namun demikian, potensi permodalan perbankan saat ini hanya sanggup untuk
mendorong pertumbuhan kredit maksimum 16% saja, sehingga untuk mencapai
target pertumbuhan kredit sebesar 22% setiap tahunnya diperlukan adanya
penambahan modal perbankan. (Agus Sugiarto; 2004)
Dijelaskan oleh BI di mana bank dapat menambah modal melalui setoran dari
pemilik, merger dengan bank yang lebih besar, atau melalui penerbitan saham
baru. Di dalam API ditegaskan bahwa pada tahun 2010, perbankan nasional akan
dibagi menjadi empat kategori yaitu, Bank Internasional dengan modal
minimum di atas Rp 50 triliun, kedua, Bank Nasional denga modal di atas Rp 10
triliun sampai dengan Rp 50 triliun, ketiga Bank Fokus, yaitu bank dengan modal
di atas Rp 100 miliar sampai dengan Rp 10 triliun, dan keempat, Bank dengan
kegiatan usaha tebatas dengan modal di bawah Rp 100 miliar. Data BI
menunjukkan bahwa pada saat ini sekitar 75% pangsa pasar aset perbankan
hanya dikuasai oleh sekitar 15 bank besar saja. Dengan demikian, sekitar 115
bank beroperasi dengan skala yang tidak efisien, jangkauan layanan yang
terbatas, dan sulit dikembangkan.
2.1.2. Analisa Pasar
Industri perbankan merupakan suatu komponen penting dalam perekonomian
suatu negara. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi selama
2008 hanya mencapai sekitar 6,2 persen atau lebih rendah dari usulan
pemerintah sebesar 6,4 persen. Sedangkan pertumbuhan pada tahun 2007 adalah
sebesar 6,3 % yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah krisis
ekonomi terjadi pada tahun 1998. Komponen yang menjadi motor penggerak
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,3 persen pada tahun 2007 adalah
sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan
17
dan komunikasi menjadi pendorong terbesar terhadap pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) .
Jumlah perbankan di daerah Jawa Barat adalah 66 Bank, belum termasuk Bank
Syariah 47 dan jumlah bank BPR 448 Bank (Bank Indonesia, 2007). Dapat
dikatakan kompetisi perbankan dalam rangka menghimpun dana pihak ketiga
saat ini semakin intens. Posisi simpanan masyarakat di Bank untuk daerah
Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi mengalami peningkatan
pada periode Agustus tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006. Namun
untuk kota Cimahi terjadi penurunan pada bulan Juli 2007.
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Jawa Barat Bank Indonesia Vol. 7 No.9
Gambar 2.2. Posisi Simpanan Masyarakat Wilayah Bandung, Kabupaten Bandung dan Cimahi.
Peningkatan posisi simpanan masyarakat salah satunya dipicu dengan adanya
berbagai undian yang dikala itu digelar besar‐besaran diantaranya Undian
Untung Beliung Britama, Rejeki Durian Runtuh, Mandiri Fiesta dan Gebyar
Tahapan BCA. Tiap‐tiap produk berusaha memberikan nilai lebih kepada para
18
nasabah, dimulai dari keunggulan‐keunggulan produk, hingga pelayanan plus
yang diberikan.
Dibawah ini adalah Tabel hasil penelusuran perbandingan kekuatan pendukung
produk tabungan yang dimiliki oleh beberapa Bank. Terdapat variasi saldo awal
minimum dan biaya administrasi yang disyaratkan oleh Bank. Dimulai dari
saldo awal minimum Rp. 50.000,‐ sampai Rp. 500.000,‐ dan untuk biaya
administrasi dari Rp. 2000,‐ sampai dengan Rp. 12.500,‐. Hal ini juga dapat
menjadi tolak ukur segmentasi mana yang ditargetkan oleh pihak manajemen
bank tersebut.
19
Tabel 2.1. Perbandingan Produk Tabungan
Nama Produk
Perusahaan Saldo Awal
Minimum
Biaya Administrasi (per Bulan)
Jumlah Unit
Kerja di Bandung
Jaringan Pendukung
Jumlah ATM di Bandung
Program Undian
BritAma BRI 200.000
Rp. 7.500,‐ 133 Link Bersama Prima Cirrus Maestro
Mastercard Bank Card
68 Untung Beliung Britama
Simpedes BRI 100.000 Rp. 2.000,‐ s/d Rp. 5.000,‐
133 Link Bersama Prima Cirrus Maestro
Mastercard Bank Card
68 Undian Simpedes
Tahapan BCA
BCA 500.000,‐ Rp.10.000
40 * 253 Gebyar Tahapan BCA
Tabungan Mandiri
MANDIRI 50.000,‐ Rp. 9.000,‐ 37 Visa Bersama Link
126 Mandiri Fiesta
Taplus BNI BNI 500.000,‐ Rp. 6.000,‐ * Link Visa
Maestro Bersama
Master Card Cirrus Plus
* Rejeki Durian Runtuh
Tabungan Batara
BTN 200.000 Rp. 4.000,‐ s/d Rp. 5.000,‐
* Link * Kejutan rumah 1 milyar
Danamon Danamon 250.000 Rp. 12.500 16 Alto Bersama Cirrus DBS
37 Danamon Menjemput Impian
Keterangan : * Data tidak tersedia Sumber : www.bca.com,
www.bni.com, www.danamon.com, www.mandiri.com,, call mandiri 14000 www.btn.com
20
2.1.3. Service Quality
Produk yang ditawarkan oleh industri perbankan dewasa ini umumnya
menawarkan produk yang sama dengan teknologi yang hampir sama pula.
Ketika suatu diferensiasi atau keunggulan telah menjadi standar dalam suatu
industri. Mau tidak mau kita harus mengejar ketertinggalan dengan mencapai
standar pasar tersebut. MRI merupakan suatu lembaga riset yang melakukan
penilaian kemudian memberikan serta peringkat terhadap pelayanan perbankan
dari hasil riset yang telah mereka lakukan. Dan hasil riset MRI tahun 2006
menunjukkan bahwa peringkat pelayanan yang dilakukan oleh para frontliners
BRI berada pada peringkat ke 19 dari 20 bank yang dinilai.
Pihak manajemen Bank Rakyat Indonesia mulai melirik permasalahan ini dengan
sangat serius, sehingga saat ini manajemen BRI memberikan punished dan rewards
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan penerapan standar layanan
BRI. Walau bagaimana pun hasil penilaian indepen tersebut nantinya akan
disebarluaskan ke masyarakat, dan hasil tersebut dapat menjadi tolak ukur serta
memberikan persepsi kepada konsumen seberapa buruknya pelayanan yang
diberikan oleh BRI. Dan tentu saja memberikan pengaruh negatif terhadap brand
equity dari segala macam produk BRI yang ditawarkan.
Parameter mutu pelayanan bagi perusahaan jasa (termasuk perbankan) telah
diteliti oleh Parasuraman, Zeithaml, dan L. Berry pada tahun 1990 dalam lima
dimensi pengukuran yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan
emphaty (Prima Ariestonandri, 2006).
• Tangible
Meliputi aspek aspek yang berhubungan dengan fasilitas fisik,
perlengkapan, personel, serta materi komunikasi.
21
• Reliability
Meliputi aspek aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mewujudkan layanan yang telah dijanjikan secara tepat.
• Responsiveness
Aspek aspek yang berhubungan dengan kecepatan dalam menanggapi
permasalahan serta memberikan layanan yang dibutuhkan.
• Assurance
Meliputi aspek aspek yang berhubungan dengan jaminan atas layanan
yang diberikan sesuai dengan kompetensi standar dan harapan dari
konsumen.
• Emphaty
Meliputi aspek‐aspek yang berhubungan dengan kemampuan memahami
komunikasi perasaan meliputi emosional dan empati terhadap konsumen.
Dari hasil tersebut, jelas BRI memiliki permasalahan serius dalam pelayanannya.
Karena bagaimanapun ketika produk yang ditawarkan dalam suatu industri
sama, maka brand akan mempengaruhi keputusan dalam menentukan pilihan.
Apabila brand image yang terbentuk terlanjur negatif, hal ini akan berakibat
buruk bagi perusahaan.
2.1.4. Keunggulan kompetitif
Keunggulan adalah suatu value yang tidak dimiliki oleh kompetitor sehingga
dapat pula dikatakan diferensiasi dari produk. Ketika augmented product telah
menjadi suatu expected product atau bahkan basic product maka hal tersebut tidak
dapat disebut menjadi suatu keunggulan lagi. Seperti halnya e‐banking, ketika
pertama kali e‐banking diperkenalkan fitur ini menjadi suatu augmented product,
namun saat ini fitur tersebut telah dimiliki oleh hampir semua produk tabungan
sehingga fitur ini telah menjadi expected product.
22
Gambar 2.3. Five Product Levels (Kotler; 2003)
Sesuai dengan program pemerintah swasembada pangan pada tahun 1971 yang
mengharuskan Bank Rakyat Indonesia berada di setiap Kecamatan di wilayah
Republik Indonesia dalam rangka pembiayaan kredit yang dikucurkan oleh
pemerintah, maka saat ini lokasi BRI berada luas di seluruh Indonesia. Hal ini
tentu saja menjadi suatu keunggulan yang sangat kompetitif yang belum tentu
dapat disaingi dalam 10 tahun ke depan. Dengan memiliki jaringan yang luas
tentu saja dapat meraup nasabah yang besar pula. Hal ini saya anggap menjadi
keunggulan utama yang perlu ditonjolkan oleh BRI dalam memasarkan
tabungan BritAma. Didukung dengan fasilitas Real time Online yang terus
diimplementasi pada setiap unit kerja, memantapkan langkah BRI sebagai Bank
dengan jaringan terbesar. Fasilitas Real Time Online memudahkan nasabah dalam
bertransaksi cepat dan tepat. Pemasaran utama tabungan BritAma berada
ditingkat Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu (KCP) sehingga dapat
dipastikan setiap tabungan BritAma memiliki fasilitas Real Time Online.
Satu fasilitas yang jarang diketahui oleh nasabah adalah fasilitas Personal
Accident gratis yang didapat untuk nasabah yang memiliki saldo di atas Rp.
23
500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pertanggungan dapat diberikan apabila
nasabah mengajukan klaim. Pertanggungan yang diberikan adalah sebesar 250%
dari saldo akhir atau maksimal sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Fasilitas ini membedakan tabungan BritAma dari tabungan lainnya. Dan fasilitas
ini menjadi value offer yang dapat diunggulkan dari tabungan BritAma. Namun
sayangnya keunggulan ini belum dikomunikasikan dengan baik kepada para
nasabah BRI.
Hal lain yang dapat diunggulkan dari tabungan BritAma adalah Bank Rakyat
Indonesia itu sendiri. Bank Rakyat Indonesia sebagai bank pemerintah tentunya
didukung sepenuhnya oleh pemerintah dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini
tentunya memberikan rasa aman kepada para nasabah terkait dengan kebijakan
pemerintah tentang penjaminan uang oleh pemerintah. Ditambah pula dengan
keunggulan BRI sebagai bank dengan profit terbesar, tentunya memberikan nilai
tambah dalam kredibilitas BRI.
2.2. Teori
2.2.1. Brand
“Apa arti sebuah nama” merupakan quote yang tidak berlaku di dunia
marketing. Menurut American Marketing Association (AMA) dalam buku
Strategic Brand Management karangan Keller Brand adalah sebuah nama,
terminologi, tanda simbol, atau design, atau kombinasi antara yang lainnya,
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari suatu penjual
dengan penjual lainnya dan untuk membedakan mereka pada suatu kompetisi
(2008:2).
24
Terkadang Brand menjadi penentu bagi pembelian pelanggan. Segala upaya
strategi pemasaran yang dilakukan merupakan salah satu upaya membangun
Brand. Brand merupakan simbol yang sangat kompleks yang dapat
menyampaikan 6 tingkat arti (Kotler et.al, 2003; 420) Atribut, Benefit, Values,
Culture, Personality dan Users. Brand merepresentasikan values dan culture yang
dibawa dari perusahaan. Brand membawa beberapa atribut seperti harga yang
mahal, well‐built, dan high prestige merupakan atribut yang dibawa oleh Mercedes
Benz. Atribut atribut yang dibawa kemudian harus dapat diartikan kedalam
fungsional dan emosional benefit. Dan Brand juga secara tidak langsung
memberikan kesan atas siapa para penggunanya, sehingga dapat dikatakan
keseluruhan identitas pemakai dan pembuat dapat terbentuk dalam Brand.
Brand merupakan janji dari para pemasar dalam memberikan seperangkat fitur,
benefit juga servis secara spesifik dan konsisten kepada konsumen. Sebuah brand
haruslah jujur dalam memberikan janji‐janjinya. Para pemasar harus berfikir
bahwa mereka sedang menawarkan sebuah “kontrak” tentang apa yang
ditawarkan oleh brand‐nya. Brand yang memberikan value yang besar bagi
konsumennya, secara otomatis akan meningkatkan pula ekuitas brand atau
intangible aset yang dimiliki oleh perusahaan.
2.2.2. Brand Equity
Menurut Aaker Brand Equity merupakan aset atau liabilities yang biasanya
berhubungan dengan nama dan simbol dari Brand, yang dapat memberikan nilai
tambah bagian dari nilai yang dihasilkan oleh suatu produk atau jasa kepada
suatu perusahaan dan/atau konsumen perusahaan tersebut. Aset aset tersebut
terbagi kedalam empat dimensi, brand awareness, perceived quality, brand
associations dan brand loyalty.
25
Gambar 2.4. Kerangka Pembentuk Brand Equity
a) Brand Awareness
Langkah pertama dalam membangun Brand Equity yaitu memasukkan Brand
kedalam pikiran konsumen. Brand awareness adalah kemampuan konsumen
untuk mengingat dan mengenali sebuah brand, ditunjukkan dengan
kemampuan mereka untuk mengidentifikasi suatu brand dalam kondisi yang
berbeda‐beda (Keller, 2003)
Brand Awareness terdiri atas Brand Recognition dan Brand Recall. Brand
Recognition merupakan kemampuan konsumen dalam mengkonfirmasi brand
setelah diberikan informasi tentang brand tersebut sebelumnya. Sedangkan
Brand Recall adalah kemampuan konsumen untuk mengingat brand setelah
diingatkan kembali dari memori.
b) Perceived Quality
Perceived Quality merupakan persepsi keseluruhan dari kualitas atau
keunggulan dari produk atau servis dibandingkan dengan alternatif lainnya
berkaitan dengan maksud yang diharapkan.
26
c) Brand associations
Brand associations adalah hal‐hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai
brand. Biasanya asosiasi tersebut timbul akibat pengalaman dari waktu ke
waktu, pengetahuan tentang brand yang mereka ketahui, penglihatan,
pendengaran serta pengetahuan lain yang telah mereka rasakan sebelumnya.
d) Brand Loyalty
Kotler (2003; 423) memberikan 5 tingkatan perilaku konsumen terhadap
Brand, dari perilaku terendah sampai tertinggi adalah:
1. Konsumen akan mengganti brand‐nya terutama karena alasan harga.
2. Konsumen puas, dan tidak ada alasan untuk mengganti brand‐nya.
3. Konsumen puas, dan akan mendatangkan biaya karena mengganti
brand
4. Konsumen menghargai brand, dan memperlakukaknnya sebagai
teman.
5. Konsumen setia terhadap brand.
Brand Equity dapat memberikan beberapa competitive advantage (Kotler, 2003)
diantaranya;
1. Perusahaan dapat memiliki pengaruh yang lebih besar dalam bargaining
power kepada distributor dan retailer karena para konsumen
menginginkan Brand kita tersedia.
2. Perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih tinggi daripada
kompetitornya karena Brand memiliki perceived quality yang lebih tinggi.
3. Perusahaan dapat dengan mudah meluncurkan extension, karena Brand
membawa kredibilitas tinggi.
4. Brand dapat melindungi perusahaan dari perang harga yang terjadi akibat
dari kompetisi.
Semua hal di atas dapat terilustrasi pada Virgin Company, dimulai dari Virgin
Music, saat ini Branson’s Virgin Group Ltd telah menyebar di 3 benua dengan
27
membangun 170 bisnis, dan kesemua bisnis tersebut meraih sukses di bidangnya
masing‐masing
Brand Equity muncul akibat dari perbedaan respon konsumen. Bila tidak
terdapat perbedaan respon konsumen, maka produk hanya akan menjadi suatu
komoditas atau produk generik, dan kompetisi kemudian akan terjadi hanya
berdasarkan harga.
Perbedaan ini merupakan hasil dari pengetahuan konsumen tentang brand,
seperti apa yang telah mereka pelajari, rasakan, lihat dan dengar tentang brand
sebagai pengalaman dari waktu ke waktu. Walaupun secara kuat dipengaruhi
oleh aktivitas marketing dari perusahaan, brand equity akhirnya tergantung pada
apa yang masih terletak di pikiran konsumen. Dan perbedaan respon konsumen
yang menghasilkan brand equity terefleksikan pada persepsi, preferences, dan
perilaku yang dipengaruhi oleh semua aspek dari brand marketing, termasuk
dalam penentuan brand, advertising, respon atas sales promotion, dan sebagainya.
2.3. Kerangka Pemikiran Tabungan BritAma
2.3.1. Produk
Seperti halnya sebuah bank, yang memiliki fungsi intermedier dalam
masyarakat, Bank Rakyat Indonesia memiliki pelayanan bank utama dalam
bentuk usaha simpanan dan pinjaman serta jasa lainnya seperti transfer,
pembayaran tagihan kartu kredit, pembayaran tagihan kendaraan bermotor,
pembayaran payment point, pembayaran tagihan telepon seluler, pembelian pulsa
seluler, ticketing, penerimaan setoran universitas, Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH), Penyaluran dana, Setoran Online Payment Pertamina (SOPP) dan lainnya.
28
Gambar 2.5. Product Line PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Bank Rakyat Indonesia mengeluarkan berbagai macam produk simpanan
tabungan yang bervariasi tergantung kebutuhan masyarakat dan segmennya.
Tabungan Simpedes yang sudah dikenal lebih dahulu memiliki keunggulan
biaya administrasi yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Dari
keunggulan keungulan tersebut memantapkan simpedes sebagai tabungan yang
diperuntukan untuk masyarakat mikro yang telah meluas dikenal oleh
masyarakat. Tabungan BRI BritAma diluncurkan oleh BRI untuk segmentasi
perkotaan dan korporat. BritAma Primecard yang menjadi satu kesatuan dengan
tabungan ini menjadi tambahan keunggulan dibandingkan tabungan simpedes.
Kerjasama dengan jaringan ATM Link, ATM Bersama, ATM Prima, Bank Card,
ATM Cirrus memberikan aksesibilitas yang tinggi terhadap Tabungan BRI
BritAma.
29
Gambar 2.6. Fitur Tabungan BRI BritAma
2.3.2. Place
Bank Rakyat Indonesia dalam menjalankan operasionalnya memiliki 14 Kantor
Wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Keberadaan unit kerja yang luas ini
merupakan salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pelaksanaan
pembiayaan kredit pemerintah swasembada pangan pada tahun 1971 yang
mengharuskan Bank Rakyat Indonesia berada di setiap Kecamatan di wilayah
Republik Indonesia. Ketersediaan bank ditingkat kecamatan ini menjadikan Bank
Rakyat Indonesia memiliki channel yang luas dalam menggapai target
konsumennya.
Gambar 2.7. Hirarki Operasional PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.
30
Tabel 2.2. Wilayah Kerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Kantor Wilayah Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Unit
Kantor Wilayah Banda Aceh 10 5 123 Kantor Wilayah Medan 17 13 210 Kantor Wilayah Padang 22 14 212 Kantor Wilayah Palembang 28 17 276 Kantor Wilayah Jakarta 1 25 32 175 Kantor Wilayah Bandung 23 20 554 Kantor Wilayah Semarang 19 18 371 Kantor Wilayah Yogyakarta 29 9 558 Kantor Wilayah Surabaya 35 29 698 Kantor Wilayah Banjarmasin 26 13 178 Kantor Wilayah Denpasar 28 12 231 Kantor Wilayah Manado 14 7 151 Kantor Wilayah Makassar 39 10 312 Kantor Wilayah Jakarta 2 21 30 206
Jumlah Kantor Unit Kerja 334 227 4255
2.3.3. Untung Beliung Britama
Program undian Untung Beliung BritAma (UBB) adalah program undian
berskala nasional yang diselenggarakan oleh BRI untuk para nasabah pemilik
tabungan BritAma. Program ini dimaksudkan untuk mendapatkan awareness
dari masyarakat akan keberadaan tabungan BritAma. Jenis hadiah utama dari
program undian ini adalah mobil Honda All New CR‐V 2000 cc Manual tahun
2007. Periode dari undian ini yaitu dimulai dari 12 Mei – 8 September 2007 atau
16 minggu. Kegiatan yang dilakukan meliputi above the line dan below the line
activity. Aktivitas yang dilakukan meliputi:
I. Awareness Campaign;
Aktivitas ini dilakukan melalui media TVC, print advertising, radio
communication, media luar ruang, kolateral dan materi cetakan.
II. Press Conference
Dimaksudkan untuk mendapatkan liputan media yang lebih luas tentang
serangkaian acara Undian BritAma serta meningkatkan antusiasme &
31
partisipasi publik membuka rekening BritAma guna memenangkan
Honda CRV. Konferensi pers dilaksanakan bekerjasama dengan
wartawan nasional maupun lokal.
III. Kampanye
Aktivitas ini dilakukan dengan cara mengadakan karnaval di 14 kota dan
outdoor show di 3 kota (Jakarta, Surabaya, dan Makasar). Karnaval
dimaksudkan untuk memperkenalkan, mempopulerkan dan
mengundang minat serta antusiasme publik untuk menjadi korban
korban bahagia Untung Beliung BritAma Baru dari Undian BritAma.
Barisan karnaval terdiri atas truk besar yang mengangkut Honda CRV,
marching band, akrobat, barisan orang dan kesenian daerah, serta
karnaval kendaraan seperti becak, andong, motor dan sepeda. Sedangkan
outdoor show dilakukan di tempat finish karnaval yang terdiri atas stand
BRI, hiburan serta atraksi, games outdoor, jumpa artis serta doorprize.
IV. Maraton Akuisisi
Aktivitas ini dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan mini booth di
Mall atau tempat keramaian di 14 kota penyelenggara. Serta melakukan
program zona biru atau membirukan kota selama 10 hari di 14 kota.
Aktivitas ini dimaksudkan untuk menarik perhatian dan minat publik
terhadap undian BritAma dan mendorong akselerasi keputusan publik
untuk membuka rekening dan/atau menambah saldo di Tabungan
BritAma.
V. Big Bang
Merupakan aktivitas puncak dari program zona biru, yaitu penarikan
undian mingguan yang diselenggarakan setiap hari sabtu.
Implementasi dari konsep konsep tersebut menghasilkan 3 buah tag line yang
disuarakan selama program berlangsung, yaitu Kunjung, Tabung, Untung.
32
Gambar 2.8. Implementasi Konsep Untung Beliung BritAma
2.3.4. Price
Untuk membuka Tabungan BRI BritAma, masyarakat memerlukan saldo awal
minimum dua ratus ribu rupiah (Rp. 200.000,‐), dan secara otomatis
mendapatkan BritAma Primecard Classic. Besar jumlah saldo minimum awal
secara tidak langsung dapat dijadikan indikasi segmen target yang diharapkan
oleh perusahaan tersebut. Sebagai contoh Tahapan BCA menentukan saldo
minimum awal untuk pembukaan rekening adalah lima ratus ribu rupiah (Rp.
500.000,‐), tentunya hal ini tidak menjadi masalah bagi para pengusaha dan
tingkat segmentasi menengah ke atas. Namun berbeda halnya dengan simpedes
atau tabungan simpeda dari Bank Jabar & Banten yang menentukan saldo
minimum awal pembukaan rekening seratus ribu rupiah (Rp. 100.000,‐). Bila
dilihat dari positioning map antara saldo minimum awal pembukaan serta biaya
administrasi, maka dapat dilihat bahwa Tabungan BRI BritAma berada di tengah
segmen dengan pesaing terdekat adalah Tabungan Batara dari Bank Tabungan
Negara dan Bank Mandiri.
33
Simpedes
Gambar 2.9. Positioning Tabungan BRI BritAma
2.3.5. Persepsi Konsumen
Image atau persepsi yang terbentuk dalam pikiran konsumen sangat
mempengaruhi ekuitas dari suatu brand. Ketika brand sudah memiliki kedekatan
emosional dengan seorang konsumen maka image brand tersebut dapat
dipastikan akan tertancap pada benak konsumen. Untuk mengetahui persepsi
konsumen Bandung terhadap produk Tabungan BRI BritAma telah dilakukan
penelitian dengan metode sample survey dengan menyebarkan kuesioner kepada
150 responden masyarakat Bandung dan pelaksanaan Focus Group Discussion
yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran C. Dari 127 kuesioner yang
dikembalikan, 68 orang atau 53% adalah user atau pengguna produk.
Saldo Awal
Biaya
34
Gambar 2.10. Usia Responden
Gambar 2.11. Jenis Kelamin Responden
Gambar 2.12. Status Perkawinan
35
Gambar 2.13. Jumlah Anggota Keluarga
Gambar 2.14. Profesi responden
Gambar 2.15. Pengeluaran per Bulan Responden
36
2.3.5.1. Brand Awareness
Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan bahwa Top of Mind dari produk
tabungan adalah produk Tahapan BCA (34%). Tabungan BRI BritAma sendiri
menduduki peringkat kedua dengan peroleh 31%, kemudian Tabungan Mandiri
(16%) dan Taplus BNI (10%).
Gambar 2.16. Top of Mind
Gambar 2.17. Brand Recall
37
Setelah diingatkan kembali, 17% responden dapat menyebutkan nama produk
Tabungan BRI BritAma. Namun tetap perolehan terbesar untuk brand recall
adalah Tahapan BCA. Sebanyak 98% responden telah mengenal sebelumnya
tentang produk Tabungan BRI BritAma dan 2 % masih belum mengenal (unaware
brand).
Gambar 2.18. Brand Recognition
2.3.5.2. Perceived Quality
Penilaian perceived quality terdiri atas penilaian terhadap produk dan penilaian
terhadap service baik tingkat kepentingan, atribut maupun performa dari
produk. Hasil yang didapat dari setiap pengurangan antara rata‐rata performa
produk dengan rata‐rata kepentingan atribut menghasilkan atribut atribut mana
saja yang perlu menjadi perhatian untuk dikembangkan dan diperbaiki.
38
Tabel 2.3. Performa dan Kepentingan Tabungan BRI BritAma
Atribut Kode Rata‐Rata
Kepentingan (X)
Rata‐Rata Performa (Y)
Gap (Y‐X)
Biaya administrasi KP1 3,46 3 ‐0,46 Teknologi KP2 4,44 3,01 ‐1,43 Jumlah lokasi ATM KP3 4,29 2,57 ‐1,72 Jumlah lokasi kantor unit kerja
KP4 3,70 3,57
‐0,13
Fitur pembayaran tagihan KP5 3,85 3,02 ‐0,83 Sebagai alat pembayaran (kartu debit)
KP6 4,05 3,09 ‐0,96
Hadiah undian KP7 3,31 3,62 0,31 Kemudahan bertransaksi KP8 4,32 3,12 ‐1,2 Jaringan on‐line KP9 4,32 3,02 ‐1,3 M Banking KP10 3,59 2,72 ‐0,87 Bunga Bank KP11 3,81 3,12 ‐0,69 Kepercayaan keamanan KP12 4,67 4,01 ‐0,66
Tabel 2.4. Performa dan Kepentingan Service Tabungan BRI BritAma
Atribut Kode Rata‐Rata
Kepentingan (X)
Rata‐Rata Performa (Y)
Gap (Y‐X)
Kenyamanan Banking Hall KS1 3,09 4,25 ‐1,16 Kebersihan Banking Hall KS2 3,27 4,49 ‐1,22 Pelayanan satpam KS3 3,25 4,31 ‐1,06 Pelayanan teller KS4 3,49 4,64 ‐1,15 Pelayanan Customer Service KS5 3,30 4,75 ‐1,45 Informasi yang akurat KS6 3, 30 4,74 ‐1,44 Profesionalisme KS7 3,38 4,75 ‐1,37 Kenyamanan Banking Hall KS8 3,09 4,25 ‐1,16 Kebersihan Banking Hall KS9 3,27 4,49 ‐1,22
Pada Tabel 2.3. dapat dilihat bahwa gap Top Two Box terdapat pada atribut
jumlah lokasi ATM dan Teknologi. Para responden menilai bahwa performa
BritAma terhadap dua atribut tersebut belum sesuai dengan apa yang mereka
harapkan. Sedangkan untuk Top Two Box service adalah pelayanan customer
39
service dan informasi yang akurat. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan
dari customer service dan pemberian informasi yang akurat kepada nasabah
belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh nasabah.
Gambar 2.19. Tingkat Kepentingan & Performa Produk
Gambar 2.20. Tingkat Kepentingan & Performa Service
Pemetaan atribut dengan mengunakan metode Importance Performance Analysis
berfungsi untuk mencari prioritas improvement yang dapat dilakukan. Analisis ini
memetakan 4 kuadran yang masing masing adalah :
40
Kuadran I (Possible Overskill) Atribut‐atribut dalam kuadran ini adalah atribut
yang dapat kita kurangi performanya. Sehingga kita dapat lebih fokus kepada
atribut dalam kuadran lain yang memang membutuhkan sumber daya yang
biasa dipakai dalam membentuk atribut kuadran I. Atribut produk yang berada
pada kuadran ini adalah hadiah undian, bunga bank, kemudahan dalam
bertransaksi dan jumlah kantor unit kerja. Sedangkan pada pemetaan service,
tidak terdapat atribut dalam kuadran ini.
Kuadran II (Keeping Up The Good Work). Atribut‐atribut dalam kuadran ini
memiliki performa yang cukup dan harus tetap dipertahankan performanya
serta value‐nya. Atribut produk yang berada pada kuadran ini adalah keamanan
dan alat pembayaran (kartu debit). Artinya kedua atribut ini memiliki value yang
kuat dimata responden. Dan atribut service yang berada dalam kuadran ini
adalah informasi yang akurat, pelayanan teller dan profesionalisme
Kuadran III (Low Priority). Atribut‐atribut di dalam kudran ini merupakan
atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan performansi kecil. Menurut hasil
responden atribut produk yang berada pada wilayah ini adalah m‐banking,
pembayaran tagihan dan biaya administrasi. Sedangkan atribut service yang
berada pada kuadran ini adalah pelayanan satpam, kebersihan banking hall dan
kenyamanan banking hall.
Kuadran IV (Concentrate Here). Pada kuadran ini, atribut atribut yang muncul
harus dijadikan skala prioritas yang tinggi. Atribut‐atribut pada kuadran ini
harus dilakukan perubahan dan perbaikan karena performa dari atribut tersebut
masih dianggap rendah oleh nasabah sedangkan kepentingan dari atribut
tersebut tinggi. Atribut produk yang berada pada kuadran ini antara lain
41
teknologi, jaringan on‐line, dan jumlah lokasi ATM. Sedangkan pada pemetaan
service, tidak terdapat atribut yang berada di wilayah kuadran IV.
Gambar 2.21. Peta Importance dan Performance Analysis Produk Tabungan
BRI BritAma
KEPENTINGAN
PERFORMA
I II
III IV
42
Gambar 2.22. Peta Importance dan Performance Analysis Service Produk
Tabungan BRI BritAma
2.3.5.3. Brand Association
Hasil pengujian terhadap 10 asosiasi yang diberikan kepada responden,
menghasilkan Top Two Box yang disajikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.5. Brand Asosiasi Tabungan BRI BRitAma
Brand Tabungan BRI BritAma diasosiasikan sebagai DD Dapat Diandalkan 53 SK Sederhana/Konvensional 51
Dari asosiasi tersebut dapat terlihat bahwa Tabungan BRI BritAma masih lekat
dengan predikat sederhana dan konvensional dan hal ini sangat bertolak
belakang dengan segmen Tabungan BRI BritAma yang menyasar korporat serta
masyarakat kota besar. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebagian besar
PERFORMA
KEPENTINGAN
III IV
I II
43
responden (51%) memberikan jawaban “BRI” ketika ditanyakan hal apa yang
terbersit pertama kali ketika diucapkan kata BritAma. Sehingga image BRI sangat
erat dengan image Tabungan BRI BritAma.
Gambar 2.23. Brand Image Tabungan BRI BritAma
2.3.5.4. Brand Loyalty
Penilaian Brand loyalty dilakukan pada 68 user produk. Pada Gambar 2.18.
terlihat bahwa responden yang telah commited atau loyal kepada produk
Tabungan BRI BritAma sebesar 12%. Nasabah yang telah menyukai merk adalah
15% sedangkan responden yang telah memberikan apresiasi yang baik terhadap
produk sebesar 32%. Hal ini membuktikan bahwa Brand Tabungan BRI BritAma
memiliki kesempatan untuk mendapatkan nasabah yang loyal terhadap produk.
44
Gambar 2.24. Brand Loyalty
2.4. Akar Masalah
Dari hasil analisa yang telah dipaparkan di atas, tabungan BRI BritAma
sebenarnya telah memiliki kustomer yang loyal dan aware terhadap BritAma juga
tidak kalah dibandingkan top of mind dalam kompetisi yaitu Tahapan BCA.
Segementasi awal dari BritAma adalah segmentasi A, yaitu korporat dan
masyarakat perkotaan, atau masyarakat dengan penghasilan Rp. 3.500.000
keatas. Namun yang perlu disoroti adalah image BritAma sebagai produk
tabungan yang sederhana. Sederhana dan konvensional bukanlah asosiasi yang
diharapkan dari suatu produk yang diperuntukkan untuk segmentasi atas (A),
sehingga akar masalah dari penelitian ini adalah Tabungan BRI BritAma tidak
cocok untuk segmentasi A. Faktor faktor yang mendukung terbentuknya
permasalahan tersebut dijabarkan kedalam diagram ishikawa di bawah ini.
45
Gambar 2.25. Diagram Ishikawa
Teknologi yang dimiliki oleh Tabungan BRI BritAma saat ini memang belum
dapat disejajarkan dengan kompetitor lainnya seperti Tahapan BCA dan
Tabungan Mandiri. Sedangkan hal ini merupakan faktor yang krusial dalam
segmen perkotaan. Dengan masyarakat yang memiliki gaya hidup modern dan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka pengembangan teknologi harus
menjadi salah satu prioritas. Dengan kondisi masyarakat yang menginginkan
kemudahan dan kecepatan, perusahaan harus dapat memberikan kebutuhan
tersebut.
Kekuatan dari Bank Rakyat Indonesia dapat menjadi kelemahannya sendiri.
Image Bank Rakyat Indonesia yang memfokuskan diri kepada masyarakat mikro
telah sangat melekat ke dalam benak para konsumen. Tabungan BRI BritAma
46
yang diposisikan untuk membidik segmen korporat dan perkotaan belum dapat
secara tepat menyentuh segmennya. Masyarakat yang hidup di perkotaan
memiliki rasa gengsi yang tinggi, dan BritAma belum dapat memberikan prestige
tersebut selama masih terdapat Gap image.
Kekuatan channel BRI salah satunya didukung oleh keberadaan BRI unit yang
ada pada setiap kecamatan. Namun, prasarana dari sebuah unit tidak sebanding
dengan prasarana kantor cabang. Dengan ruangan yang terbatas, membuat
ruangan banking hall menjadi kurang nyaman dan tidak enak dipandang.
Masalah masalah ini dapat menjadikan image BRI yang kurang baik, dan
akhirnya image tersebut mempengaruhi pula kepada Tabungan BRI BritAma.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan yang menjadi permasalahan
utama adalah masuknya Tabungan BRI BritAma kedalam segmentasi B dan
adanya persepsi bahwa Tabungan BRI BritAma tidak cocok untuk segmentasi A,
sedangkan segmentasi awal dari Tabungan BRI BritAma adalah segementasi A.