BAB II Final -...
Transcript of BAB II Final -...
-
BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1. Susu Umum
2.1.1. Conceptual Framework Susu Umum
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, isu bisnis yang dihadapi oleh
divisi Marketing PT Ultrajaya adalah rendahnya tingkat konsumsi susu cair di
Indonesia jika dibandingkan dengan susu bubuk. Guna mengetahui akar
permasalahan dari isu tersebut maka terlebih dahulu diidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan industri susu secara umum. Hal ini dilakukan
karena perkembangan industri susu secara umum ini tentunya akan mempengaruhi
industri susu cair. Berikut conceptual framework industri susu secara umum.
Gambar 2.1. Conceptual Framework Industri Susu
19
-
2.1.2. Analisis Situasi Bisnis Susu Umum
Faktor-faktor yang membentuk conceptual framework industri susu secara umum
diperoleh dari studi literatur dan wawancara dengan pihak perusahaan. Adapun
penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ekonomi
Seiring perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat maka tingkat konsumsi
susu dalam negeri pun akan meningkat. Pada gambar di bawah ini dapat
dilihat bahwa krisis moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan daya beli
masyarakat melemah ikut memberi dampak pada menurunnya tingkat
konsumsi susu di Indonesia.
Gambar 2.2. Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia
(Kompas.com, 2002; Media Indonesia, 2001:4; e-bursa.com, 2006)
2. Natalitas
Gambar 2.3. Pertumbuhan Penduduk Indonesia
(Sensus Penduduk 2000, BPS)
20
-
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat mengindikasikan
bahwa Indonesia merupakan pasar potensial bagi industri susu karena
industri susu di Indonesia masih terus bertumbuh.
3. Regulasi
Regulasi pemerintah terhadap produk susu dapat mempengaruhi pasar susu
secara umum. Saat ini pemerintah Indonesia menetapkan regulasi yang
menargetkan peningkatan konsumsi susu di Indonesia sebesar 16 liter per
kapita pada tahun 2010 (Kompas co.id, 2003). Regulasi ini dapat ikut
mempengaruhi pertumbuhan konsumsi susu di Indonesia. Untuk mengetahui
pengaruh regulasi terhadap kondisi industri susu dibuatlah skenario analisis
seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.4. Skenario Analisis Faktor Regulasi
21
-
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa skenario analisis yang
berhubungan dengan regulasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama,
pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mendukung konsumsi susu . Kedua,
pemerintah tidak peduli terhadap konsumsi susu di Indonesia. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
Pemerintah Mengeluarkan Regulasi/Kebijakan Untuk Mendukung
Konsumsi Susu Di Indonesia
Skenario ini dapat terjadi jika pemerintah memiliki visi untuk
meningkatkan konsumsi susu masyarakat Indonesia. Guna mencapai visi
tersebut pemerintah dapat mengadakan kampanye minum susu, yang
bertujuan untuk menyadarkan pentingnya minum susu kepada masyarakat.
Jika skenario ini benar-benar terjadi maka pasar susu di Indonesia akan
semakin berkembang.
Skenario pertama ini dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu regulasi
pemerintah yang cukup ketat untuk produk impor dan regulasi pemerintah
yang menjamin ketersediaan produk susu di Indonesia. Hal tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut :
Regulasi Pemerintah Yang Cukup Ketat Untuk Produk Impor
Dalam skenario ini, walaupun memiliki visi untuk meningkatkan
konsumsi susu di Indonesia, tapi pemerintah juga mengambil
kebijakan untuk tetap menjaga kelangsungan hidup perusahaan-
perusahaan susu lokal yang ada, dengan membatasi impor susu di
Indonesia. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut akan
membuat perusahaan-perusahaan asing sulit untuk dapat memasarkan
produk-produknya di pasar Indonesia. Dengan demikian hal-hal yang
mungkin terjadi pada skenario ini adalah bertambahnya para pemain
lokal, para pemain lokal yang ada meningkatkan kapasitas
produksinya, atau malah para perusahaan asing membangun pabriknya
di Indonesia. Hal ini dapat didukung oleh pernyataan menteri pertanian
Anton Apriantono, dalam acara Temu Wicara dengan Gabungan Kelompok
22
-
Petani (Gapoktan) se-Jawa Barat, di Desa Goalpara, Kecamatan Sukaraja,
Sukabumi yaitu Guna melindungi produksi susu nasional, pemerintah
akan mengenakan bea masuk bagi susu impor, sehingga produksi susu
nasional mampu bersaing dengan produksi susu impor (Website Dinas
Perindustrian & Perdagangan Jawa Barat, 2005).
Regulasi Pemerintah Yang Menjamin Ketersediaan Produk Susu Di
Indonesia
Dalam skenario ini, pemerintah akan berusaha menjamin ketersediaan
produk susu di Indonesia dengan tetap mengijinkan masuknya produk
impor ke Indonesia. Sebenarnya, kebijakan ini sudah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia sampai sekarang yaitu dengan menetapkan tarif
impor produk jadi susu sebesar 5% dari harga jual susu. Hal ini
mengakibatkan harga susu dalam negeri tidak kompetitif
(PikiranRakyat.com,2005).
Dengan demikian hal ini akan memberikan jalan yang cukup lebar bagi
produk-produk impor untuk masuk ke pasar Indonesia. Sebaliknya,
kebijakan ini sebenarnya membuat para produsen susu lokal
kewalahan dalam menghadapi masuknya produk-produk susu impor.
Hal ini dikarenakan tarif masuk produk jadi susu cair tersebut masih
lebih kecil daripada tarif PPN yang ditanggung para produsen lokal.
Dengan demikian, hal ini pun dapat membuat para produsen susu di
Indonesia berpikir lebih baik membangun pabrik di luar negeri, dan
kemudian memasarkan produknya di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan oleh seorang bekas pengurus Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) Pusat, Jakarta "produk susu pesaing bisa leluasa
berkeliaran di pasar Indonesia menjarah pasar Nestle. Sementara
Dancow memikul beban biaya produksi termasuk pajak-pajak,
termasuk pula komitmen untuk mengolah susu produk peternak dalam
negeri, yang membuat produk Nestle kalah kompetisi" (Kompas.com,
2004).
23
-
Jika hal ini terjadi maka jumlah pemain yang ada di pasar susu di
Indonesia ini akan semakin banyak. Para produsen susu tersebut
kemungkinan akan melakukan komunikasi dan edukasi juga dalam
memasarkan produknya. Dengan dilakukannya komunikasi tersebut
sudah pasti akan menambah awareness pada masyarakat mengenai
produk susu baik dalam hal fungsi, brand, dsb.
Pemerintah Tidak Peduli Terhadap Konsumsi Susu Di Indonesia
Jika skenario ini terjadi maka tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia
ini hanya akan bergantung pada edukasi dan strategi pemasaran yang
dilakukan oleh para produsen susu yang sudah ada.
4. Produk Substitusi
Konsumsi susu bertujuan agar memperoleh asupan gizi yang lengkap misalnya
vitamin, mineral, protein, lemak, dan karbohidrat. Untuk memperoleh asupan
gizi yang lengkap tersebut, konsumen tidak harus minum susu tetapi dapat
diganti dengan mengkonsumsi produk-produk supplement kesehatan (contoh:
Scott Emulsion, Redoxon). Hal ini dapat menghambat perkembangan pasar
susu di Indonesia.
5. Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku ikut mempengaruhi pertumbuhan industri susu di
Indonesia. Saat ini bahan baku yang tersedia belum memadai. Menurut Eny
Ratnaningtyas, Besarnya impor komoditas susu ini disebabkan struktur
industri susu nasional yang lemah, mengingat 70% bahan bakunya masih
impor (Suara Merdeka, 2005). Keterbatasan bahan baku ini dapat ikut
mempengaruhi pertumbuhan industri susu di Indonesia.
24
-
6. Kompetisi
Kompetisi yang terjadi dapat dilihat pada product market structure. Menurut
David W. Cravens dan Nigel F. Pierce, brand suatu perusahaan akan
bersaing dengan brand dari perusahaan lain dalam konteks generic, tipe
produk, maupun varian produk. (2006, 67) Dari product market structure
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. dapat dilihat bahwa produk susu sapi
dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu :
Pasteurisasi
Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar
63-72oC selama 15 detik dengan tujuan untuk membunuh bakteri
patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-6oC) dan
memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.
Ultra High Temperature (UHT)
Susu UHT merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan
dengan suhu tinggi (135-145oC) dalam waktu yang singkat selama 2-5
detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh
mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu
pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai
gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif
tidak berubah seperti susu segarnya.
Powder milk
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller
dryer. Pada saat proses pengeringan, sebagian protein akan rusak
sehingga para produsen susu bubuk biasanya menambahkan berbagai
vitamin. Namun penambahan zat gizi ini tidak sepenuhnya seperti
semula. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan
penanganan yang baik dan benar.
Sweetened condensed milk
Produk susu kental manis diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian
air melalui proses evaporasi (penguapan) sehingga diperoleh kepekatan
tertentu. Kandungan vitaminnya rendah, kandungan gula serta lemaknya
sangat tinggi. Susu jenis ini tidak ditujukan untuk pemenuhan pola 4
25
-
sehat 5 sempurna, namun lebih banyak digunakan sebagai campuran
bahan masakan. Produk ini memiliki masa kadaluwarsa panjang karena
tingginya kandungan gula yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba.
Kemasan yang belum dibuka mampu bertahan sampai 2 tahun.
Susu fermentasi
Susu fermentasi merupakan susu yang diolah dengan bantuan bakteri.
Susu fermentasi ini ada beberapa jenis, seperti yoghurt dan kefir.
Masing-masing kategori tersebut terdiri dari banyak produsen susu. Hal ini
mengakibatkan ketatnya kompetisi di industri susu. Untuk melihat kompetisi
di masing-masing kategori secara mendetail dapat dilihat pada product market
structure yang terdapat di Lampiran N.
Gambar 2.5. Product Market Structure
Semakin banyaknya produsen baru baik dalam negeri maupun luar negeri
serta semakin banyaknya varian baru dapat menyebabkan kompetisi di industri
susu semakin ketat. Akan tetapi, hal ini dapat berdampak positif bagi
perkembangan industri ini karena dengan banyaknya pemain baru dapat
membantu mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi susu.
26
-
7. Teknologi
Perkembangan teknologi di masa mendatang tidak dapat diramalkan secara
pasti. Teknologi yang akan mempengaruhi industri susu secara umum yaitu
dari teknologi yang berhubungan dengan sistem peternakan susu sampai
menjadi produk susu olahan. Perkembangan teknologi ini ikut mempengaruhi
pertumbuhan industri susu karena dengan kemajuan teknologi memungkinkan
para pemain di industri susu menghasilkan produk yang beragam dan
berkualitas dengan biaya yang lebih rendah.
Untuk mengetahui pengaruh teknologi terhadap kondisi industri susu
dibuatlah skenario analisis seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.6. Skenario Analisis Faktor Ketersediaan Bahan Baku
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, arah perkembangan teknologi ke
depan belum diketahui. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa teknologi
dapat berkembang ke arah kemasan, pengolahan, dan produk baru yang
memiliki manfaat seperti susu. Perkembangan teknologi tersebut dapat
menunjang baik pasar susu bubuk maupun susu cair.
27
-
8. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin tinggi menyebabkan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya minum susu. Selain itu,
semakin tinggi tingkat pendidikan maka masyarakat akan semakin memiliki
pengetahuan yang benar mengenai susu. Sebagai salah satu contoh, selama ini
salah satu persepsi yang ada di masyarakat adalah bahwa susu menyebakan
kegemukan. Namun sebenarnya jika memiliki pengetahuan yang cukup,
persepsi seperti itu tidak akan ada lagi, karena sebenarnya susu tidak
menyebabkan kegemukan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Pakar Gizi dari
IPB, Prof. Dr. Made Astawan bahwa susu dengan kandungan asam butirat,
asam linoleat terkonjugasi (ALT) secara otomatis juga akan mampu
mengontrol lemak dan perkembangan berat badan (republika.co.id,2005).
2.1.3. Kesimpulan Mengenai Potensi Industri Susu di Indonesia
Berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor yang membentuk conceptual
framework industri susu diatas dapat disimpulkan bahwa industri susu di
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bertumbuh. Momentum
pertumbuhan industri susu tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan
oleh semua produsen susu baik susu cair, susu bubuk, maupun susu kental manis.
Dalam hal ini, PT Ultrajaya tentunya dapat memanfaatkan peluang tersebut.
Adapun faktor-faktor yang memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan
industri susu di Indonesia yaitu ekonomi, natalitas, regulasi pemerintah,
kompetisi, teknologi, dan pendidikan.
2.2. Susu Cair
Seperti telah dibahas sebelumnya, industri susu memiliki potensi yang besar untuk
dimasuki oleh PT Ultrajaya. Namun untuk menggarap potensi tersebut, terdapat
tantangan yang harus dihadapi PT Ultrajaya. Guna mendapatkan pemahaman akan
tantangan yang ada maka dilakukan analisis conceptual framework susu cair di
bawah ini.
28
-
2.2.1. Conceptual Framework Susu Cair
Faktor-faktor yang terdapat dalam conceptual framework susu cair diperoleh dari
studi literatur, wawancara dengan pihak perusahaan, serta hasil FGD (Focus
group Discussion). Conceptual framework susu cair ini dapat dilihat pada Gambar
2.7.
Gambar 2.7. Conceptual Framework Susu Cair
2.2.2. Analisis Situasi Bisnis Susu Cair
Adapun penjelasan dari faktor-faktor yang membentuk conceptual framework
susu cair di atas adalah :
1. Varian Produk
Beberapa produsen susu di Indonesia mulai gencar untuk melakukan
penambahan varian baru, hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Frisian Flag
Indonesia dan PT Ultrajaya.
PT Frisian Flag Indonesia
Varian-varian baru yang dikeluarkan oleh PT Frisian Flag Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
29
-
Tabel 2.1. Varian Baru dari PT Frisian Flag Indonesia
Brand Ukuran Rasa Frisian Flag 190 ml Coklat 800 ml Strawberry 1000 ml Plain Pisang Yes! 90 ml Coklat 175 ml Mango Grape Orange Strawberry
(corporate website, 2006)
PT Ultrajaya
Varian-varian baru yang dikeluarkan oleh PT Ultrajaya dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Varian Baru dari PT Ultrajaya
Brand Ukuran Rasa Ultra 125 ml Coklat 200 ml Strawberry Plain Ultra Mimi 125 ml Coklat Strawberry Susu Sehat 200 ml Coklat 500 ml Strawberry 1000 ml Plain
(corporate website, 2006)
Semakin banyaknya varian produk, baik dalam hal rasa maupun ukuran
memicu pertumbuhan pasar susu cair di Indonesia. Sebagai contoh, konsumen
yang tidak menyukai susu plain (susu putih) dapat membeli susu dengan rasa
lain. Hal ini terbukti melalui kutipan bahwa Pada bulan Januari 2006, pasar
minuman susu cair dengan varian rasa tumbuh sebesar 37,8% karena respon positif
dari penyediaan produksi susu rasa buah 90 ml asal Frisian Flag Indonesia di
Jawa. (wartaekonomi.com, 2007)
30
-
Namun demikian, sebenarnya varian produk baru pada susu cair tersebut
masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan varian produk pada susu bubuk.
Varian produk pada susu cair hanya berdasarkan ukuran, rasa, dan jenis
kemasan. Sedangkan, varian produk pada susu bubuk berdasarkan ukuran,
rasa, jenis kemasan, umur konsumen, serta manfaat spesifik susu. Masing-
masing varian produk dapat dilihat pada Lampiran O.
2. Bahan Baku
Bahan baku untuk susu cair hanya dapat diperoleh dari dalam negeri karena
bahan baku ini harus langsung diproses (dari peternak ke produsen 2 jam)
agar tetap terjaga kualitasnya. Hal ini dikarenakan jika lebih dari 2 jam
dikhawatirkan bahan baku susu cair segar tersebut akan rusak sesuai dengan
kutipan berikut Perjalanan dari koperasi ke pabrik hanya membutuhkan
waktu kurang dari dua jam sehingga tingkat kesegaranya masih tetap terjaga.
Begitu sampai di pabrik harus langsung diolah(KeluargaSehat.com, n.d.)
Pada saat ini sebenarnya para produsen susu cair di Indonesia mengalami
kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dari para peternak lokal. Masalah ini
dapat disebabkan oleh dua hal yang pertama yaitu kuantitas sapi perah di
Indonesia yang masih sedikit. Kedua, disebabkan oleh kualitas produk susu
segar yang dihasilkan. Di Indonesia sekarang ini hanya memiliki 380,000 ekor
sapi perah, dengan kapasitas produktivitas 10 liter per hari untuk setiap
ekornya. Jumlah ini dapat dikatakan sangat kecil jika dibandingkan dengan
produktivitas yang dimiliki oleh sapi perah di negara lain yang mencapai 30
liter per hari untuk setiap ekornya. Hal ini sesuai dengan perkataan Dirjen
Peternakan Deptan, Mathur Riady yang menyatakan bahwa kendala yang
dihadapi dalam peningkatan produksi susu yakni rendahnya populasi sapi
perah dalam negeri yang saat ini kurang dari 1 juta ekor. Dari jumlah itu,
65% sapi betina yang 45%-nya merupakan laktasi/sapi siap produksi
(PikiranRakyat.com, 2007).
31
-
Dengan terbatasnya suplai bahan baku dari peternak dan teknologi penyediaan
bahan baku yang masih tradisional dapat menyebabkan harga bahan baku
menjadi tinggi. Hal ini dapat menghambat perkembangan pasar susu cair di
Indonesia. Dapat dilihat bahwa masalah ketersediaan bahan baku ini sangat
berpengaruh pada perkembangan industri susu cair. Pengaruh ketersediaan
bahan baku terhadap industri susu cair dapat dilihat pada skenario analisis
berikut :
Gambar 2.8. Skenario Analisis untuk Ketersediaan Bahan Baku
32
-
Dari gambar diatas dapat dilihat bagaimana kondisi industri susu cair jika bahan
baku tersedia dan tidak tersedia. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Bahan Baku Tersedia
Walaupun kenyataan yang ada sekarang ini adalah bahan baku susu segar dari
peternak lokal tidak mencukupi kebutuhan industri pengolahan susu (IPS) di
Indonesia, terutama untuk produsen susu cair, namun sepertinya pemerintah
Indonesia sedang berusaha untuk memperbaiki hal ini. Sehingga untuk
kedepannya ada kemungkinan bahwa bahan baku yang berasal dari para
peternak lokal dapat mencukupi kebutuhan industri produsen susu di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari usaha pemerintah yang "menargetkan
peningkatan sapi perah sebanyak 10.000 ekor sehingga dari yang saat ini
sebanyak 380.000 ekor menjadi 390.000 ekor(PikiranRakyat.com,2007).
Selain itu pemerintah juga menargetkan produksi susu nasional sampai 2009
bisa ditingkatkan menjadi 15 Liter/laktasi/hari dari yang sekarang hanya 10
Liter/laktasi/hari(PikiranRakyat.com,2007).
Apabila skenario bahan baku tersedia ini terjadi, maka terdapat tiga
kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu :
Harga Produk Susu Cair Dapat Bersaing Dengan Harga Produk Susu
Bubuk
Jika skenario tersedianya bahan baku di pasar lokal ini dapat terjadi,
dimana bahan baku susu segar dari peternak lokal mencukupi
kebutuhan para produsen susu cair, maka akan menyebabkan para
produsen susu cair dapat memperoleh bahan baku susu segar dengan
harga yang lebih murah. Dan dengan demikian akan menyebabkan
harga produk jadi susu cair dapat bersaing dengan harga produk jadi
susu bubuk. Hal ini menyebabkan peluang yang dimiliki oleh para
produsen susu cair untuk memasarkan produknya akan semakin besar.
Produsen lokal akan semakin bertambah
Perkembangan pasar yang terjadi pasti merupakan daya tarik bagi para
pebisnis lokal terutama untuk masuk ke industri susu cair karena bahan
baku susu cair segar tersedia di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat
33
-
dari contoh yang sudah terjadi pada industri minuman lainnya, seperti
minuman isotonik. Pada saat itu hanya beberapa pemain asing saja
yang mencoba menggarap industri tersebut di Indonesia seperti Pocari
Sweat dan Powerade. Namun seiring dengan edukasi yang dilakukan
oleh produsen asing tersebut pasar pun semakin berkembang. Dan
sekarang ini para pemain lokal yang ikut bermain di industri tersebut
juga semakin banyak.
Efek selanjutnya yang terjadi karena bertambahnya produsen susu cair
lokal adalah persaingan yang ada di dalam industri tersebut.
Persaingan yang paling terutama adalah persaingan harga. Ketatnya
persaingan akan berdampak persaingan harga susu. Para produsen susu
dapat menurunkan harga susu untuk bersaing. Dan apabila produk
lokal ini memiliki kualitas yang sama dengan produk impor, maka
dengan turunnya harga dapat menyebabkan produk impor akan
semakin kesulitan untuk bersaing di pasar Indonesia.
Produsen Asing Membangun Pabrik di Indonesia
Pada era globalisasi, dengan berkembangnya pasar susu di Indonesia
dan tersedianya bahan baku susu cair segar yang dibutuhkan oleh
produsen susu cair, maka muncul kemungkinan bahwa produsen susu
cair asing akan membangun pabriknya di Indonesia. Apabila hal ini
terjadi, produk impor yang tadinya diproduksi di luar negeri akan
diproduksi di Indonesia, sehingga harganya dapat bersaing dengan
produk-produk lokal yang ada di pasaran.
Bahan Baku Tidak Tersedia
Seperti telah dibahas sebelumnya, peternakan yang ada di Indonesia ini
tidak mendukung ketersediaan bahan baku berupa susu segar bagi Industri
Pengolahan Susu (IPS), dimana yang paling terpengaruh dengan kondisi
seperti ini adalah para produsen susu cair. Hal ini dikarenakan semakin
sedikitnya bahan baku yang tersedia bagi produsen susu cair akan
34
-
menyebabkan tidak tercapainya skala ekonomis produksi susu cair,
akibatnya produk susu cair akan lebih mahal daripada produk susu bubuk.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Samudera Prawirawidjaya,
direktur PT Ultrajaya bahwa Perkembangan peternakan juga kurang
menunjang industri susu cair. Hal ini membuat industri susu cair masih
berproduksi dengan biaya tinggi. Akibatnya, konsumen mendapati harga
susu cair segar lebih mahal daripada susu bubuk'' (Republika Online,
2005).
Sedangkan untuk para produsen susu bubuk, bahan baku yang tidak
terpenuhi dari para peternak lokal dapat dipenuhi dari luar negeri karena
bahan baku untuk produk susu bubuk dapat berupa skimmilk powder yang
lebih tahan lama. Bahan baku yang diimpor dari luar negeri ini memiliki
bea masuk yang cukup rendah jika dibandingkan komponen-komponen
pendukung susu cair seperti gula dan kemasan. Bea masuk ini dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Bea Masuk
Produk Tarif Produk Jadi Susu Cair 5% Condensed Milk 40% Susu Bubuk 30% Mentega 30% Keju 20% Skimmilk Powder 15% Gula 40% Bahan Kemasan 20%
(Departemen Pertanian, 2004)
Jika bahan baku tidak tersedia ada tiga skenario yang mungkin terjadi
yaitu :
Produk Impor Semakin Bertambah
Jika bahan baku susu cair segar tidak tersedia di Indonesia maka
produsen susu cair yang ada di Indonesia tidak dapat memenuhi
permintaan konsumen akan susu cair. Ketidakmampuan produsen susu
35
-
cair ini merupakan peluang bagi produsen susu cair luar negeri untuk
mengimpor produknya.
Pemain Lokal Melakukan Impor Bahan Baku
Agar dapat memanfaatkan opportunity berkembangnya pasar susu di
Indonesia, maka para pemain lokal harus melakukan impor bahan
baku untuk memenuhi permintaan konsumen. Impor bahan baku ini
kemungkinan besar akan mengakibatkan meningkatnya harga produk
susu di Indonesia. Dan seperti telah diketahui, skenario ini tidak dapat
dilakukan oleh produsen susu cair.
Pemain Lokal Membuat Pabrik di Luar Negeri
Untuk para produsen susu cair mungkin skenario ini juga dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan bahan baku yang terjadi.
Dengan dibangunnya pabrik susu cair di luar negeri, para produsen
susu cair lokal dapat melakukan impor produk susu cair dalam
kemasan, dengan demikian waktu pengiriman yang lama sudah tidak
menjadi masalah karena susu cair yang dikemas lebih tahan lama.
Namun hal ini juga memberikan dampak yang sama dengan skenario
di atas, dimana hal ini kemungkinan akan membuat harga produk susu
tersebut akan semakin mahal.
3. Kompetisi
Semakin banyaknya produsen baru baik dalam negeri maupun luar negeri,
serta semakin banyaknya varian baru dapat menyebabkan kompetisi di industri
susu cair semakin ketat. Akan tetapi, hal ini dapat berdampak positif bagi
perkembangan industri ini karena dengan banyaknya pemain baru dapat
membantu mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi susu cair.
Namun demikian, kompetisi di industri susu di Indonesia sekarang ini
sebenarnya lebih didominasi oleh produsen susu bubuk. Dengan banyaknya
pemain di kategori susu bubuk menyebabkan proses edukasi mengenai
36
-
manfaat susu dan keunggulan susu bubuk lebih intensif daripada susu cair.
Sehingga mengakibatkan kuatnya persepsi masyarakat bahwa susu bubuk
lebih baik dibandingkan dengan susu cair. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Samudra Prawirawidjaya, direktur PT Ultrajaya bahwa
anomali pola konsumsi susu di Indonesia terjadi karena beberapa sebab,
terutama gencarnya iklan yang dilancarkan oleh produsen susu bubuk. Selain
itu masyarakat lebih memilih susu bubuk juga karena penyimpanannya mudah
dan tahan lama( Republika Online, 2005).
4. Teknologi
Perkembangan teknologi pemrosesan dan pengemasan memungkinkan para
pemain di industri susu cair untuk menghasilkan produk yang beragam dan
berkualitas dengan biaya yang lebih rendah, seperti dikembangkannya
kemasan bantal. Teknologi kemasan bantal ini dijadikan salah satu strategi
oleh PT Ultrajaya untuk menggarap segmen menengah bawah. Terdapat
perbedaan harga yang cukup besar antara produk susu ULTRA dan susu
Sehat, walaupun kedua produk tersebut memiliki isi yang sama. Perbandingan
antara kedua produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Perbandingan antara Susu ULTRA dan Susu Sehat
Brand Kemasan Ukuran Harga (Rupiah)* ULTRA Tetra Pak 200 mL 2150
Susu Sehat Bantal 200 mL 1550
* Harga di salah satu retail di Bandung per tanggal 30 Januari 2007
Strategi yang serupa pun dilakukan oleh PT Frisian Flag Indonesia. Hal ini
dikatakan oleh Hendro Poerjono, general affairs director PT Frisian Flag
Indonesia bahwa Positioning produk kita menengah ke atas dan agar produk
kita terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah, maka packaging dari
produk kita disesuaikan (warta ekonomi.com, 2005). Dengan demikian para
produsen susu cair dapat mengatasi masalah harga ketika menyasar segmen
menengah bawah. Hal ini dapat menunjang pertumbuhan pasar susu cair
dalam negeri.
37
-
5. Konsumen
Faktor konsumen baik itu faktor persepsi maupun perilaku konsumen
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri
susu cair. Faktor konsumen tersebut secara umum dapat dilihat pada skenario
analisis pada gambar berikut.
Gambar 2.9. Skenario Analisis Faktor Konsumen
Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan hal-hal berikut :
Persepsi Konsumen
Pada saat ini, kondisi yang terjadi di masyarakat Indonesia adalah adanya
persepsi bahwa susu bubuk lebih baik dibandingkan dengan susu cair. Hal
ini dapat dilihat dari tingginya konsumsi susu bubuk di Indonesia
dibandingkan konsumsi susu cairnya, dimana tingkat konsumsi susu cair di
Indonesia berkebalikan dengan perilaku konsumsi susu di negara lain.
Profil konsumsi susu di Indonesia adalah susu putih cair segar hanya
mampu memberikan kontribusi sebesar 17,9 % dari total konsumsi.
Sementara sisanya sekitar 82,1% merupakan konsumsi susu putih bubuk
(Banjarmasin Post Cyber Media, 2003).
38
-
Terdapat beberapa perilaku masyarakat Indonesia yang pada akhirnya
menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi susu cair, yaitu :
Susu Cair Dipersepsi Mengandung Bahan Pengawet
Berdasarkan hasil FGD yang telah dilakukan dan hasil kuesioner maka
dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia menganggap susu cair
produksi pabrik lebih cenderung mengandung bahan pengawet jika
dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini dapat terjadi karena
masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang proses pengolahan susu
cair tersebut. Dimana faktor yang sebenarnya dapat membuat susu cair
produksi pabrik tahan lama adalah proses produksi produk susu cair
tersebut, yaitu proses UHT. Proses tersebut akan mematikan bakteri dan
memungkinkan susu cair dapat langsung dikemas secara vakum dengan
kemasan Tetra-Pak yang terdiri dari 6 lapisan agar bakteri dan sinar
matahari tidak dapat masuk. Dengan demikian, penyebab susu cair
produksi pabrik tahan lama bukan karena adanya kandungan bahan
pengawet dalam susu cair tersebut.
Susu Cair Dipersepsi Merupakan Barang Premium
Berdasarkan hasil FGD dapat diketahui bahwa susu merupakan barang
yang harganya relatif mahal. Selain itu, hal ini juga didukung oleh
Kompas.com yang mengatakan bahwa Susu cair masih dianggap
sebagai barang premium, dimana saat ini harga susu sekitar Rp 1.800
per liter atau setara dengan harga 1/2 kg beras (Kompas.com, 2002).
Terjadinya persepsi ini disebabkan karena masyarakat Indonesia tidak
mengerti mengenai kualitas susu cair seperti diungkapkan oleh Prof.
Made Astawan seorang pakar gizi dari IPB Kandungan gizi susu bubuk
lebih kecil dibandingkan susu cair (Republika co.id, 2005). Dengan
kandungan gizi yang lebih banyak tersebut maka susu cair akan
memberikan lebih banyak benefit jika dibandingkan susu bubuk. Dengan
demikian sebenarnya susu cair bukan merupakan barang premium karena
harga susu cair yang tinggi didukung pula dengan banyaknya benefit
yang diberikan oleh susu cair tersebut.
39
-
Value Proposition = Benefit - Cost
Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan edukasi oleh PT
Ultrajaya. Edukasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan
keunggulan kualitas susu cair jika dibandingkan dengan susu bubuk.
Rendahnya Tingkat Pemahaman Bahwa Susu Cair Lebih Bernutrisi
Daripada Susu Bubuk
Dari hasil FGD dan hasil kuesioner, masyarakat Indonesia menganggap
bahwa susu bubuk memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik
dibandingkan susu cair. Persepsi ini dapat timbul karena masyarakat
telah lama mengkonsumsi susu bubuk sehingga sudah memperoleh
pengalaman yang banyak akan susu bubuk. Pengalaman ini kemudian
diteruskan secara turun temurun kepada penerusnya dengan menyarankan
penerusnya untuk mengkonsumsi susu bubuk. Selain itu, banyaknya
pemain di industri susu bubuk menyebabkan gencarnya promosi dan
edukasi yang menyatakan bahwa susu bubuk memiliki kualitas yang
baik. Promosi dan edukasi ini membentuk belief yang kuat di masyarakat
Padahal menurut para ahli, susu cair memiliki kandungan gizi yang lebih
tinggi daripada susu bubuk.
Adanya Persepsi Bahwa Susu Cair Dapat Menyebabkan Kegemukan
Dari hasil FGD dan hasil kuesioner, diketahui bahwa di masyarakat
berkembang persepsi mengenai susu cair yang dapat menyebabkan
kegemukan. Hal ini juga didukung oleh hasil kuesioner yang menyatakan
bahwa susu cair dipersepsi lebih memicu kegemukan jika dibandingkan
dengan susu bubuk. Persepsi ini dapat timbul dari pengalaman
masyarakat bahwa susu cair memiliki rasa yang lebih manis dan
mengenyangkan. Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka berpendapat
bahwa susu cair mengandung banyak kandungan gula dan lemak yang
dapat memicu kegemukan jika dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini
dapat disebabkan karena susu bubuk harus dicairkan terlebih dahulu.
Dimana ada kemungkinan susu bubuk dapat terasa lebih tidak manis dan
40
-
tidak mengenyangkan karena jumlah air yang ditambahkan lebih banyak
dari takaran yang seharusnya.
Susu Cair Hanya Digunakan Untuk Jajan Bukan Konsumsi Sehari-Sehari
Pada saat ini keunggulan yang dimiliki oleh susu cair yaitu kepraktisan,
ternyata membuat produk susu cair dipersepsikan hanya untuk diminum
pada saat melakukan aktivitas di luar rumah (untuk jajan, bekal, dan
sebagainya). Sedangkan untuk konsumsi wajib sehari-hari, susu bubuk
merupakan pilihan yang utama.
Dari keseluruhan persepsi konsumen yang telah disebutkan diatas, dapat
dilihat bahwa kondisi tersebut tidaklah menguntungkan bagi PT Ultrajaya
selaku produsen susu cair. Dan jika dianalisis lebih dalam, dapat disimpulkan
bahwa kondisi ini dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai produk susu cair.
Perilaku Konsumen
Seiring perkembangan jaman, tingkat kesibukan semakin tinggi, ibu-ibu
rumah tangga pun tak jarang turut memberi andil dalam pemasukan keuangan
keluarga. Waktu senggang yang berkurang mendorong orang-orang untuk
memilih sesuatu yang praktis. Pola hidup praktis ini dapat dilihat dari
banyaknya produk-produk instan (mie instan, kopi 3 in 1, dan lain-lain). Di
Indonesia, konsumsi mie instant meningkat dari 4.7 milyar bungkus pada
tahun 1992 menjadi 8.7 milyar bungkus pada tahun 1997, dan menjadikan
Indonesia sebagai negara terbesar kedua dalam konsumsi mie instant
(dfat.gov.au., 2004).
Produsen susu melihat adanya perkembangan pola hidup praktis ini sebagai
opportunity bisnis. Perkembangan ke arah pola hidup praktis ini akan
memperbesar peluang bahwa konsumen susu memilih susu cair UHT yang
menyediakan kepraktisan karena dikemas dalam kemasan kotak siap minum.
41
-
Kepraktisan yang diperoleh dari susu cair UHT adalah kemudahan untuk
dibawa kemana saja dan tidak perlu adanya penyeduhan.
Jika dilihat dari perilaku konsumsi susu cair di Indonesia saat ini, sepertinya
perilaku konsumen yang menyukai kepraktisan ini belum dapat dimanfaatkan
oleh para produsen susu cair. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
adanya persepsi konsumen terhadap susu cair seperti yang telah disebutkan di
atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi produk susu cair di
Indonesia dapat ditingkatkan, jika para produsen susu cair dapat merubah
persepsi yang ada saat ini.
2.2.3. Kesimpulan Mengenai Potensi Pertumbuhan Sektor Susu Cair di
Indonesia
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang membentuk conceptual
framework susu cair di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tantangan yang
berat bagi PT Ultrajaya maupun produsen susu cair lain untuk memanfaatkan
momentum pertumbuhan yang terjadi pada industri susu. Adapun faktor-faktor
yang menjadi tantangan bagi PT Ultrajaya maupun produsen susu cair lain adalah
price, people, dan product. Masing-masing faktor tersebut akan dianalisis secara
lebih dalam pada sub bab selanjutnya agar dapat diketahui akar permasalahannya.
2.3. Akar Masalah
Dari hasil analisis terhadap conceptual framework di atas dan hasil FGD, dapat
diketahui bahwa tantangan terberat bagi produsen susu cair di Indonesia adalah
rendahnya tingkat konsumsi susu cair jika dibandingkan susu bubuk. Guna
mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya tantangan tersebut,
menurut Davis, Aquilano, dan Richard Cause-and-effect diagrams (also known
as fishbone diagrams or Ishikawa diagrams, after their inventor) are used to
identified the causes that lead to a particular outcome or effect (2003:253).
Diagaram Ishikawa ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.
42
-
Gambar 2.10. Diagram Ishikawa Rendahnya Tingkat Konsumsi Susu Cair
2.3.1. People
Pada Gambar 2.10 diatas dapat dilihat bahwa rendahnya tingkat konsumsi susu
cair di Indonesia juga dapat disebabkan karena perilaku masyarakat itu sendiri.
Seperti telah dibahas sebelumnya, pembentuk perilaku tersebut adalah persepsi
negatif terhadap susu cair dan juga persepsi masyarakat yang menganggap susu
cair merupakan barang premium. Adapun persepsi negatif terhadap susu cair
yaitu:
Mengandung bahan pengawet.
Susu bubuk lebih bernutrisi daripada susu cair.
Dapat menyebabkan kegemukan.
Tidak dapat mencegah osteoporosis
2.3.2. Harga
Rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan susu bubuk di Indonesia juga dapat
disebabkan oleh anggapan bahwa harga produk susu cair lebih mahal jika
dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia
lebih memilih susu cair. Seperti yang dikatakan Schipper yaitu Rendahnya
43
-
konsumsi susu di Indonesia itu disebabkan banyak faktor, misalnya, susu
dianggap mahal, sehingga daya beli masyarakat kecil (gizi.net, 2001).
Tingginya harga produk susu cair dibandingkan produk susu bubuk ini disebabkan
oleh dua hal yaitu lebih mahalnya harga kemasan produk susu cair dibandingkan
kemasan produk susu bubuk dan bahan baku dari peternak lokal yang kurang
memadai. Mengenai kemasan produk dan bahan aku yang kurang memadai ini
akan dibahas lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
2.3.2.1. Kemasan Produk
Seperti telah diketahui produk susu cair membutuhkan kemasan yang khusus,
yaitu kemasan aseptik multilapis. Sehingga sudah dapat dipastikan harga kemasan
untuk susu cair UHT ini pasti lebih mahal dibandingkan dengan harga kemasan
susu bubuk. Tetapi kemasan tersebutlah yang membuat susu cair tetap terjaga
kualitasnya.
Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. (WASPADA.Online, 2005)
2.3.2.2. Rendahnya Pasokan Bahan Baku Lokal
Mengenai pengaruh rendahnya pasokan bahan baku ini sudah dibahas pada sub
bab sebelumnya. Dimana rendahnya pasokan bahan baku yang berasal dari
peternak lokal ini sangat berpengaruh bagi produsen susu cair. Karena seperti
telah dijelaskan di atas, produsen susu bubuk memiliki alternatif yang lebih
banyak dalam hal pasokan bahan baku. Kondisi pasokan bahan baku lokal yang
kurang memadai ini dapat menyebabkan para produsen susu cair kesulitan untuk
mencapai skala ekonomis produksi pabriknya. Dan hal ini tentu saja akan
44
-
membuat harga produk susu cair akan lebih mahal dibandingkan dengan harga
susu bubuk.
2.3.3. Produk
Rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan konsumsi susu bubuk juga dapat
disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara kedua produk tersebut. Dimana
produk susu bubuk memiliki keunggulan dalam hal penyimpanannya yang lebih
tahan lama dan lebih mudah, dan juga banyaknya variasi fungsi.
2.3.3.1. Ketahanan Produk
Keunggulan susu bubuk dibandingkan dengan susu cair dalam hal penyimpanan
ini disebabkan oleh proses pembuatannya. Proses pembuatan susu bubuk dalam
suhu yang sangat tinggi menyebabkan semua bakteri yang terkandung dalam susu
segar mati, dan karena bentuknya yang berupa padatan menyebabkan tidak ada
media yang dapat ditinggali oleh bakteri.
Lalu ditemukan cara pengawetan yang membuat susu segar jadi susu bubuk kering dengan pemanasan 80C selama 30 detik, dikeringkan dengan spray dryer atau roller dryer sekitar dua jam per ton pada suhu 180C, Susu pun bisa awet sampai dua tahun dalam kemasan aluminium dan kotak karton. (Departemen Kesehatan Indonesia, 2007)
Namun demikian akibat proses produksinya tersebut, susu bubuk pun memiliki
kelemahan, dimana pada saat proses tersebut hampir sebagian besar gizi sperti
vitamin, protein yang terkandung di dalam susu bubuk menjadi rusak. Akibat
kurangnya pemahaman konsumen akan hal ini, maka jangka waktu penyimpanan
yang lama ini oleh konsumen dipersepsikan sebagai keunggulan susu bubuk di
bandingkan susu cair.
Ali menjelaskan gizi yang tersisa pada susu yang telah mengalami pemrosesan menjadi bubuk tidak begitu banyak. Sebagian besar vitamin dan mineral hilang selama pemrosesan berlangsung. Retensi gizi terbaik bisa didapatkan pada susu putih cair segar. (Republika Online, 2005)
Oleh karena itu, jika produsen susu cair dapat mengedukasi agar kesadaran
masyarakat akan keunggulan susu cair dan kesadaran minum susu meningkat,
45
-
maka jangka waktu simpan yang sempit pada produk susu cair tersebut tidak lagi
merupakan kelemahan.
2.3.3.2. Kemudahan untuk Disimpan
Keunggulan lain yang dimiliki oleh susu bubuk adalah penyimpanannya yang
lebih mudah dibandingkan dengan susu cair. Seperti telah diketahui bahwa
penyimpanan produk susu cair memerlukan perlakuan khusus (contohnya untuk
susu cair UHT harus disimpan di kulkas apabila kemasan telah dibuka).
Umur simpan susu UHT bisa mencapai 1 tahun terhitung sejak tanggal produksi, tergantung proses dan produsennya. Dengan catatan, jika sudah dibuka, maka umur simpan (yang berbulan-bulan itu) tidak berlaku lagi dan sisa susu (jika tidak langsung habis diminum) harus disimpan di lemari pendingin. (Lita, 2007)
Hal ini menyebabkan konsumen yang tidak memiliki kulkas akan cenderung
memilih susu bubuk. Namun demikian, jika masyarakat sudah sadar akan
pentingnya minum susu serta keunggulan produk susu cair akan membuat umur
simpan susu cair yang ada saat ini sudah lebih dari cukup. Jadi yang perlu
diperhatikan disini adalah bagaimana agar konsumen dapat memahami mengenai
keunggulan teknologi UHT dan kemasan Tetra-Pak ini sekaligus juga
meningkatkan kesadaran akan pentingnya minum susu. Untuk itu, pihak PT
Ultrajaya perlu mengedukasi masyarakat Indonesia agar mengerti tentang hal ini.
2.3.3.3. Variasi Fungsi
Seperti dapat dilihat pada Lampiran N mengenai Product Market Structure,
produk susu bubuk memiliki variasi fungsi yang lebih banyak daripada susu cair.
Produk susu bubuk dipasarkan berdasarkan segmentasi yang beragam, baik itu
berdasarkan usia maupun berdasarkan fungsional dengan penambahan zat-zat
aditif (contoh dengan penambahan AA dan DHA). Hal ini membuat konsumen
lebih yakin bahwa produk tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan tidak
ada produk susu cair yang meggunakan strategi segmentasi secara fungsional
seperti itu, dimana hal ini menyebabkan produk susu bubuk spesial tersebut
dianggap lebih unggul dibandingkan dengan produk susu cair yang ada. Padahal
46
-
zat aditif tersebut sebenarnya lebih sulit untuk diserap oleh tubuh. Sebagai contoh,
penambahan zat AA dan DHA pada produk susu bubuk sebenarnya belum
terbukti manfaatnya dapat meningkatkan kecerdasan otak.
Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang berlebihan akan membahayakan metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa dibebani pekerjaan yang lebih berat untuk mengeluarkan asam lemak esensial tersebut. Spesialis penyakit anak Dr. Utami Roesli MBA,mengutip hasil penelitian yang dilaksanakan di Australia, Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di tiga kawasan negara maju ini, belum dihasilkan efektifitas dari penambahan DHA dalam produk susu maupun makanan bayi dan anak anak termasuk untuk ibu hamil.(BKBN, 2006)
Sedangkan produk susu cair yang mengandung bahan alami dan kandungan gizi
yang tinggi sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia.
Oleh sebab itu, hal terpenting yang perlu dilakukan PT Ultrajaya adalah
melakukan edukasi untuk memberikan pemahaman kepada konsumen akan hal
ini.
2.4. Kesimpulan Mengenai Akar Masalah
Berdasarkan hasil analisis pada sub bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa
akar masalah dari rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan susu bubuk adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai produk susu cair. Guna
memecahkan masalah tersebut, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan marketing communication yang bertujuan untuk mengedukasi
masyarakat Indonesia mengenai manfaat maupun keunggulan dari produk susu
cair. Menurut Tom Duncan sebelum melakukan marketing communication (MC)
perlu dilakukan perencanaan awal dengan menentukan beberapa hal yaitu apa
tujuan dari MC, siapakah yang menjadi target audiences, bagaimanakah strategi
MC yang tepat sesuai dengan tujuan MC dan target audiences-nya, apa peluang
dan tantangan yang dihadapi dalam melakukan MC (2005:172).
2.4.1. Target Edukasi
Pemilihan target edukasi ini dilakukan berdasarkan hasil FGD dan brainstorming.
FGD dilakukan terhadap empat kelompok dimana terbagi atas dua kelompok
konsumen dengan status ekonomi A1-B (menengah atas) dan dua kelompok
47
-
konsumen dengan status ekonomi C1-C2 (menengah bawah). Peserta FGD adalah
ibu rumah tangga karena berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan pihak
perusahaan diketahui bahwa pengambil keputusan dalam pembelian susu pada
suatu keluarga adalah ibu-ibu.
Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa ibu rumah tangga lebih memilih untuk
membeli susu bubuk daripada susu cair bagi anak-anaknya. Agar ibu-ibu tersebut
mau memilih susu cair untuk dikonsumsi anak-anaknya maka PT Ultrajaya perlu
melakukan edukasi terhadap ibu-ibu. Disisi lain, berdasarkan hasil FGD jika
edukasi dilakukan terhadap ibu-ibu terdapat beberapa masalah signifikan yang
akan dihadapi yaitu :
Karakteristik ibu rumah tangga yang kurang terbuka dan tidak percaya
terhadap informasi baru, melainkan lebih percaya terhadap sesuatu yang
bersifat turun temurun (heritage).
Adanya persepsi negatif dari ibu rumah tangga tentang susu cair seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian conceptual framework susu
cair.
Terdapat psychological barrier dimana ibu-ibu cenderung tidak mau
mengganti brand susu yang biasa dibeli. Hal ini dikarenakan ibu-ibu
tersebut tidak mau bereksperimen pada anaknya. Ibu-ibu takut jika
anaknya tidak cocok terhadap brand susu lain. Keluhan dari ibu-ibu saat
FGD, apabila tidak cocok maka dapat menyebabkan diare. Jika untuk
mengganti brand susu saja ibu-ibu tersebut enggan apalagi untuk
mengganti jenis susu, tentunya akan lebih sulit lagi.
Berdasarkan masalah-masalah diatas dapat disimpulkan bahwa apabila PT
Ultrajaya hendak mengedukasi para ibu ini, tentunya akan sulit, memakan waktu
yang lama dan biaya yang besar. Guna mengatasi kesulitan dalam mengedukasi
para ibu maka berdasarkan hasil brainstorming dipilihlah mahasiswi S1 sebagai
target edukasi. Adapun alasan pemilihan mahasiswi sebagai target edukasi adalah:
Decision maker adalah ibu-ibu. Mahasiswi S1 dalam hal ini merupakan
calon ibu yang akan menjadi decision maker dalam pembelian susu.
48
-
Mahasiswi S1 merupakan educated people sehingga mereka lebih terbuka
atas informasi dan selektif atas informasi yang ada.
Psychological barrier dalam mengedukasi mahasiswi lebih kecil jika
dibandingkan dengan mengedukasi ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan
bagi para mahasiswi, mencoba brand susu ataupun jenis susu lain hanya
akan berpengaruh bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, dapat dikatakan
resikonya lebih kecil. Sehingga kemungkinan para mahasiswi untuk
mencoba brand susu ataupun jenis susu lain akan lebih besar daripada
segmen ibu.
Guna mengetahui karakteristik dan perilaku dari target edukasi, maka dilakukan
penyebaran kuesioner. Target responden dari kuesioner ini adalah mahasiswi S1
dari empat perguruan tinggi ternama dan cukup besar di kota Bandung (bigs.or.id,
2005), yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD),
Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), dan Universitas Kristen Maranatha.
Alasan pemilihan empat perguruan tinggi ternama tersebut berdasarkan asumsi
bahwa background mahasiswi akan lebih bervariasi karena keempat perguruan
tinggi tersebut terkenal di Indonesia, sehingga banyak mahasiswi dari luar kota
Bandung yang menempuh pendidikan di perguruan-perguruan tinggi tersebut.
Dengan background yang bervariasi tersebut data/persepsi yang diperoleh dapat
mewakili keragaman mahasiswi yang ada di kota Bandung.
Kuesioner dibagikan kepada 252 orang mahasiswi dari empat perguruan tinggi
tersebut. Jumlah tersebut telah memenuhi kriteria kecukupan data untuk tingkat
kepercayaan 93%. Untuk lebih lengkapnya, perhitungan kecukupan data dapat
dilihat pada Lampiran J.
Untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam mengedukasi target konsumen ini
akan diuraikan mengenai data demografis responden, perilaku konsumsi susu,
preferensi atribut susu, persepsi terhadap susu cair, serta pembentuk kepercayaan
pada sub bab berikut.
49
-
2.4.1.1. Demografis
Bagian demografis responden terdiri atas :
1. Usia Responden
Gambar 2.11. Usia Responden
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 74% responden berusia
18 - 21 tahun, 22% berusia 22 - 25 tahun, dan 4% berusia lebih besar
daripada 25 tahun.
2. Tempat Tinggal Responden
Gambar 2.12. Tempat Tinggal Responden
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
tinggal bersama orang tua (52%) dan juga tinggal sendiri atau kos
(40%). Sedangkan mereka yang tinggal bersama saudara (7%) dan
teman (1%) tidaklah terlalu signifikan jumlahnya.
50
-
3. Besar Pengeluaran Per Bulan
Gambar 2.13. Besar Pengeluaran Responden per Bulan
Pengeluaran per bulan yang dimaksudkan di sini yaitu total pengeluaran
sebulan, bagi mereka yang tinggal sendiri (kos) tidak termasuk biaya
tempat tinggal. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 23%
responden memiliki total pengeluaran per bulan dalam rentang Rp.
250.000,- sampai Rp. 500.000,-. 20% responden memiliki total
pengeluaran per bulan dalam rentang Rp. 750.000,- sampai Rp.
1.000.000,-. 19% responden memiliki total pengeluaran per bulan
dalam rentang Rp. 500.000,- sampai Rp. 750.000,-.
4. Besar Pengeluaran untuk Membeli Susu Per Bulan
Gambar 2.14. Besar Pengeluaran Responden untuk Membeli Susu per Bulan
51
-
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(52%) hanya mengeluarkan biaya Rp. 1000,- hingga Rp. 30.000,- untuk
membeli susu. Hal ini berarti sebagian besar responden masih kurang
dalam membeli susu. Kategori pengeluaran untuk membeli susu dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5. Pengeluaran untuk Membeli Susu
Pengeluaran untuk Membeli Susu (Rupiah)
Persentase Kategori
< 1000 8% Sangat kurang 1000 x < 30000 52% Kurang 30000 x
-
Gambar 2.15. Frekuensi Minum Susu per Minggu
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 36% responden
meminum susu sebanyak 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Bahkan
sebesar 26% responden hanya meminum susu sebanyak 0 sampai 1 kali
dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka untuk
minum susu sangat kurang. Kesadaran ini dapat dibandingkan dengan
konsumsi susu di luar negeri yang sangat sering (minimal 7 kali dalam
seminggu).
2. Cara Minum Susu
Gambar 2.16. Cara Minum Susu
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(67%) memiliki kebiasaan hanya meminum susu saja. Sebagian besar
responden dalam hal ini tidak menjadikan susu sebagai pendamping
53
-
makanan lain (roti, marie, dan sebagainya) ataupun mencampurkannya
dengan makanan atau minuman lain (cereal, teh, kopi, dan sebagainya).
3. Susu Sebagai Pendamping Makanan Lain
Gambar 2.17. Susu Sebagai Pendamping Makanan Lain
Dari 19% responden yang menjadikan susu sebagai pendamping
makanan lain, 56% nya menggunakan susu bubuk dan 44% nya
menggunakan susu cair.
4. Susu Dicampur dengan Makanan atau Minuman Lain
54
-
Gambar 2.18. Susu Dicampur dengan Makanan atau Minuman Lain
Dari 14% responden yang mencampurkan susu dengan makanan
ataupun minuman lain, 56% nya menggunakan susu bubuk dan 44%
nya menggunakan susu cair.
5. Decision Maker
Gambar 2.19. Decision Maker
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa decision maker dalam
pembelian susu adalah mereka sendiri (83%). Sedangkan yang decision
maker-nya adalah orang tua hanya sebesar 17%.
6. Influencer
55
-
Gambar 2.20. Influencer
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam pembelian susu
sebagian besar dari responden (54%) tidak dipengaruhi oleh siapapun.
Orang tua dan iklan dapat menjadi influencer dalam melakukan
pembelian susu, dimana 20% responden dipengaruhi oleh orang tua dan
14% responden dipengaruhi oleh iklan.
7. Buyer
Gambar 2.21. Buyer
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar dari responden
(71%) melakukan pembelian susu sendiri.
8. Frekuensi Membeli Susu Per Bulan
56
-
Gambar 2.22. Frekuensi Pembelian Susu Dalam Satu Bulan
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 42% responden
membeli susu sebanyak 2 sampai 3 kali dalam sebulan. 35% responden
membeli susu sebanyak 0 sampai 1 kali dalam sebulan.
9. Total Konsumsi Susu Per Minggu
Gambar 2.23. Total Konsumsi Susu per Minggu
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 41% responden
mengkonsumsi susu sebanyak 500 sampai 1000 mL dalam seminggu.
Bahkan sebesar 31% responden hanya mengkonsumsi susu kurang dari
57
-
500 mL dalam seminggu. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi susu
responden cukup rendah jika dibandingkan konsumsi di luar negeri.
10. Penggantian Brand Susu Per Bulan
Gambar 2.24. Switching Brand Susu
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(62%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi karena mereka
tidak pernah mengganti brand dalam 1 bulan.
11. Pemanfaatan Waktu Luang
Gambar 2.25. Pemanfaatan Waktu Luang
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 30% dari responden
memanfaatkan waktu luang dengan menonton televisi, 20% dari
responden memanfaatkan waktu luang dengan jalan-jalan ke mall, dan
58
-
16% dari responden memanfaatkan waktu luang dengan surfing
internet.
B. Susu Cair
Bagian ini telah spesifik membahas mengenai susu cair, adapun yang dibahas
pada bagian ini yaitu :
1. Frekuensi Minum Susu Cair Per Minggu
Gambar 2.26. Frekuensi Minum Susu Cair per Minggu
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa konsumsi susu cair sangat
rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dari 47% responden hanya
mengkonsumsi susu cair sebanyak 0-1 kali dalam seminggu dan 35%
responden hanya mengkonsumsi susu cair sebanyak 2-3 kali dalam
seminggu. Sedangkan responden yang mengkonsumsi susu cair 4-5
kali dalam seminggu hanya sebesar 8%, responden yang mengkonsumsi
susu cair 6-7 kali dalam seminggu hanya sebesar 6%, dan responden
yang mengkonsumsi susu cair lebih dari 7 kali dalam seminggu hanya
sebesar 4%.
2. Kapan Mengkonsumsi Susu Cair
59
-
Gambar 2.27. Konsumsi Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(50%) mengkonsumsi susu cair ketika berada di rumah. Sedangkan
sisanya 17% dari responden mengkonsumsi susu cair ketika berada di
lingkungan kampus, 13% dari responden mengkonsumsi susu cair
ketika sedang sakit, 9% dari responden mengkonsumsi susu cair ketika
sedang tamasya/rekreasi, 7% dari responden mengkonsumsi susu cair
ketika sedang ujian, dan 4% dari responden mengkonsumsi susu cair
ketika berolahraga.
3. Jenis Susu Cair yang Dibeli
Gambar 2.28. Produsen
60
-
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(91%) mengkonsumsi susu cair yang diproduksi oleh pabrik susu
seperti Ultra, Indomilk, Frisian Flag, dan sebagainya. Sedangkan hanya
sebagian kecil dari responden yaitu sebesar 9% mengkonsumsi susu
cair yang diproduksi oleh peternak seperti susu murni dari Lembang.
4. Ukuran Susu Cair
Gambar 2.29. Ukuran Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(42%) membeli susu cair yang berukuran 250 ml. Sedangkan 19% dari
responden membeli susu cair yang berukuran 1000 ml, 17% dari
responden membeli susu cair yang berukuran 200 ml, dan 15% dari
responden membeli susu cair yang berukuran 125 ml. Sisanya, membeli
susu cair yang berukuran 500 ml, 180 ml, dan 800 ml.
5. Kemasan Susu Cair
61
-
Gambar 2.30. Kemasan Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(82%) paling sering membeli susu cair dalam kemasan kotak. Sisanya,
11% dari responden membeli susu cair dalam kemasan botol dan 7%
dari responden membeli susu cair dalam kemasan bantal.
6. Tujuan Pembelian Susu Cair
Gambar 2.31. Tujuan Pembelian Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(53%) paling sering membeli susu cair dalam jumlah lebih dari satu
untuk digunakan sebagai persediaan. Sedangkan sisanya (47%)
membeli susu cair untuk keperluan satu hari saja.
7. Perilaku Pembelian Susu Cair
62
-
Gambar 2.32. Perilaku Pembelian Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(73%) tidak ada perencanaannya sebelumnya untuk membeli susu cair.
Sisanya (27%) membeli susu cair karena sudah direncanakan
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa impuls dari produsen/retail
sangat penting untuk mendorong konsumen untuk membeli susu cair.
8. Tempat Pembelian Susu Cair
Gambar 2.33. Tempat Membeli Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(69%) paling sering membeli susu cair di supermarket/hypermarket.
Sisanya, 24% dari responden membeli susu cair di minimarket dan 7%
dari responden membeli susu cair di warung/toko. Hal ini menunjukkan
63
-
shopping habit dari para konsumen yang saat ini lebih cenderung
mengunjungi supermarket/hypermarket dibandingkan minimarket dan
warung/toko.
9. Penggantian Brand Susu Cair Per Bulan
Gambar 2.34. Switching Brand Susu Cair
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
(65%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi terhadap susu cair
karena mereka tidak pernah mengganti brand dalam 1 bulan.
2.4.1.3 Preferensi Atribut Susu dan Persepsi terhadap Susu Cair
Untuk dapat melakukan edukasi yang efektif, maka tema edukasi yang dilakukan
harus berdasarkan pada preferensi atribut susu dan persepsi mahasiswi terhadap
susu cair saat ini. Dimana preferensi atribut susu dan persepsi terhadap susu cair
ini diperoleh dari hasil FGD dan diperkuat lagi oleh hasil kuesioner. Berdasarkan
hasil FGD diketahui bahwa :
Alasan utama mengkonsumsi susu adalah untuk kecerdasan, daya tahan
tubuh, mencegah osteoporosis, dan untuk pertumbuhan.
Faktor terpenting yang dijadikan pertimbangan untuk membeli susu adalah
kandungan gizinya.
Ibu-ibu belum mengetahui kandungan gizi, manfaat dan keunggulan susu
cair.
64
-
Susu cair dipersepsi dapat menimbulkan kegemukan.
Semua susu mengandung bahan pengawet, terutama susu cair.
Hasil FGD tersebut diperkuat dengan hasil kuesioner untuk mengetahui tema
edukasi yang perlu disampaikan.
Hasil kuesioner yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :
1. Tingkat Kepentingan (Preferensi) Atribut Susu
Tabel 2.6. Tingkat Kepentingan Atribut Susu
Atribut Importance Tingkat
Kepentingan Kandungan Gizi Yang Tinggi 2.6310 1 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.9841 2 Kandungan Bahan Pengawet 4.1349 3 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.6111 4 Dapat Memicu Kegemukan 4.7183 5 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.7341 6 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.9246 7 Menunjang Kepraktisan 6.2302 8
Dari tabel di atas, dapat dilihat urutan atribut yang dianggap penting
oleh responden dalam memilih sebuah produk susu. Atribut yang
dianggap paling penting oleh responden dalam memilih produk susu
adalah kandungan gizi yang tinggi karena memiliki nilai paling kecil.
Nilai yang paling kecil ini menunjukkan urutan paling penting
sedangkan nilai yang paling besar menunjukkan urutan yang dianggap
tidak penting oleh responden.
2. Persepsi Konsumen terhadap Atribut Susu pada Susu Cair dan Bubuk
Tabel 2.7. Persepsi Atas Atribut Susu Cair dan Bubuk
65
-
Atribut Persepsi Kandungan Bahan Pengawet 3.3373 Kandungan Gizi Yang Tinggi 4.3730 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.6454 Dapat Memicu Kegemukan 3.1944 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.8968 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.1587 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.2937 Menunjang Kepraktisan 2.6270
Tabel di atas menunjukkan rata-rata persepsi responden terhadap atribut
yang dimiliki oleh produk susu. Semakin kecil nilainya berarti atribut
tersebut lebih condong ke arah susu cair, sebaliknya semakin besar
nilainya berarti atribut tersebut lebih condong ke arah susu bubuk. Dari
setiap atribut yang ada, atribut yang paling condong ke susu cair adalah
atribut kepraktisan. Sedangkan atribut yang paling condong ke susu
bubuk adalah atribut osteoporosis.
Berdasarkan tingkat kepentingan dan persepsi atas masing-masing
atribut maka dapat dihitung seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.8. Urutan Atribut Susu Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Persepsi
Ranking Atribut Importance Perception Normal
Importance Normal
Perception Total
1 Kandungan Gizi Yang Tinggi 2.6310 4.3730 0.3801 4.3730 1.6621
2 Kandungan Bahan Pengawet 4.1349 3.3373 0.2418 4.6627 1.1276
3 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.6111 4.8968 0.2169 4.8968 1.0620
4 Dapat Memicu Kegemukan 4.7183 3.1944 0.2119 4.8056 1.0185
5 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.9841 3.6454 0.2510 3.6454 0.9150
6 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.7341 4.2937 0.2112 4.2937 0.9070
7 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.9246 4.1587 0.2031 4.1587 0.8445
8 Menunjang Kepraktisan 6.2302 2.6270 0.1605 2.6270 0.4217
Keterangan :
Total = normal importance x normal perception
66
-
Normal importance = 1/importance
Semakin besar nilai normal importance berarti atribut tersebut
semakin penting bagi responden ketika mengevaluasi produk susu.
Normal perception = 4 + (4 - Perception)
Normal perception dilakukan hanya pada atribut kandungan bahan
pengawet dan memicu kegemukan karena kedua atribut tersebut
memiliki makna negatif.
Apabila nilai normal perception melebihi angka 4 berarti susu cair
memiliki atribut yang lebih buruk dibandingkan dengan susu
bubuk.
Jadi berdasarkan hasil FGD dan hasil kuesioner, tema edukasi yang harus
disampaikan oleh produsen susu cair adalah atribut kandungan gizi yang tinggi,
kandungan bahan pengawet, dapat mencegah osteoporosis, dan dapat memicu
kegemukan.
2.4.1.4 Pembentuk Kepercayaan
Berdasarkan hasil FGD dan brainstorming diperoleh hal-hal apa saja yang dapat
membentuk kepercayaan seseorang. Hasil tersebut kemudian diperkuat dengan
hasil kuesioner untuk mengetahui seberapa besar hal tersebut dapat membentuk
kepercayaan seseorang sehingga dapat diketahui cara-cara mengedukasi yang
tepat. Adapun hasil kuesioner-nya sebagai berikut :
1. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan
Hasil kuesioner untuk urutan atribut pembentuk kepercayaan dapat
dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan
Kode Atribut Bobot Urutan
67
-
E Pengalaman pribadi 3.055556 1 D Ada pembuktian secara langsung 2.420635 2 C Pendapat ahli 1.93254 3 F Pengalaman orang lain 0.686508 4 J Brand/merek ternama 0.551587 5 H Reputasi produsen yang baik 0.150794 6 I Banyak yang mengkonsumsi 0.063492 7
M Kunjungan ke perusahaan -0.61508 8 N Produk dijual di luar negeri -0.70635 9 G Harga -0.71429 10 K Ulasan media mengenai produk tersebut -0.77778 11 A Informasi dari perusahaan -0.96032 12 L Kemasan -1.17063 13 B Informasi dari artis -4.01587 14
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai yang semakin besar
menunjukkan bahwa atribut tersebut semakin dapat membentuk
kepercayaan responden. Sebaliknya semakin kecil nilainya
menunjukkan bahwa atribut tersebut semakin tidak dapat membentuk
kepercayaan responden. Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa yang
paling dapat membentuk kepercayaan responden adalah pengalaman
pribadi. Sedangkan yang paling tidak dapat membentuk kepercayaan
responden adalah informasi dari artis.
2. Persepsi Konsumen terhadap Atribut Pembentuk Kepercayaan
68
-
Tabel 2.10. Persepsi Atas Atribut Pembentuk Kepercayaan
Kode Atribut Persepsi A Informasi dari perusahaan 3.531746 B Informasi dari artis 1.948413 C Pendapat ahli 4.702381 D Ada pembuktian secara langsung 5.003968 E Pengalaman pribadi 5.876984 F Pengalaman orang lain 4.484127 G Harga 3.329365 H Reputasi produsen yang baik 4.642857 I Banyak yang mengkonsumsi 4.805556 J Brand/merek ternama 4.75 K Ulasan media mengenai produk tersebut 4.388889 L Kemasan 4.27381 M Kunjungan ke perusahaan 4.222222 N Produk dijual di luar negeri 3.873016
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin besar nilainya
berarti responden semakin setuju terhadap atribut tersebut. Sebaliknya
semakin kecil nilainya berarti responden semakin tidak setuju dengan
atribut tersebut. Pada tabel diatas atribut yang paling disetujui oleh
responden adalah pengalaman pribadi dan yang paling tidak disetujui
oleh responden adalah informasi dari artis.
Berdasarkan urutan atribut pembentuk kepercayaan dan persepsi atas
masing-masing atribut maka dapat dihitung seperti pada tabel berikut.
69
-
Tabel 2.11. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan Berdasarkan Bobot dan Persepsi
Ranking Kode Atribut Bobot Persepsi Total 1 E Pengalaman pribadi 3.0556 5.8770 17.9575 2 D Ada pembuktian secara langsung 2.4206 5.0040 12.1128 3 C Pendapat ahli 1.9325 4.7024 9.0875 4 F Pengalaman orang lain 0.6865 4.4841 3.0784 5 J Brand/merek ternama 0.5516 4.7500 2.6200 6 H Reputasi produsen yang baik 0.1508 4.6429 0.7001 7 I Banyak yang mengkonsumsi 0.0635 4.8056 0.3051 8 G Harga -0.7143 3.3294 -2.3781 9 M Kunjungan ke perusahaan -0.6151 4.2222 -2.5970
10 N Produk dijual di luar negeri -0.7063 3.8730 -2.7357 11 A Informasi dari perusahaan -0.9603 3.5317 -3.3916 12 K Ulasan media mengenai produk tersebut -0.7778 4.3889 -3.4136 13 L Kemasan -1.1706 4.2738 -5.0031 14 B Informasi dari artis -4.0159 1.9484 -7.8246
Nilai total diatas merupakan hasil perkalian antara bobot dan persepsi.
Jadi yang memiliki nilai total terbesar adalah atribut yang paling dapat
membentuk kepercayaan responden. Sebaliknya atribut yang memiliki
nilai total paling kecil adalah atribut yang paling tidak dapat
membentuk kepercayaan responden. Dari tabel diatas, atribut yang
paling dapat membentuk kepercayaan responden adalah pengalaman
pribadi. Sedangkan atribut yang paling tidak dapat membentuk
kepercayaan responden adalah informasi dari artis.
2.4.2. Peluang dan Tantangan Edukasi
Tentu saja dalam pemilihan mahasiswi sebagai target edukasi, terdapat peluang
dan tantangan yang harus dihadapai. Peluang dan tantangan yang ada dapat dilihat
pada sub bab berikut.
2.4.2.1. Peluang
70
-
Edukasi kepada mahasiswi ini memberikan peluang yang cukup besar guna
merubah perilaku konsumsi susu di Indonesia. Peluang ini dapat dilihat dari sisi
psikologis mahasiswi tersebut yaitu :
1. Keterbukaan Terhadap Informasi
Segmen wanita memiliki perilaku yang terbuka terhadap informasi dan
terutama mengenai informasi-informasi yang berhubungan dengan kesehatan.
Wanita yang mengakses internet lebih banyak mengakses informasi yang berhubungan dengan situs kesehatan, fashion, dan kecantikan. Sedangkan pria, di lain pihak, lebih suka mengunjungi situs olah raga, berita, dan situs-situs hiburan lainnya. (kompas.com, 2004)
Berdasarkan pada pernyataan bahwa Berdasarkan profesi menunjukkan
bahwa mahasiswa/mahasiswi yang paling banyak menggunakan internet
(39%) (Iptek.net.id, 2006), dapat disimpulkan bahwa wanita yang memiliki
perilaku cenderung mencari informasi mengenai kesehatan di internet adalah
segmen mahasiswi. Selain itu berdasarkan umur mahasiswi yang masih
cukup muda dan berpendidikan maka mahasisiwi tersebut akan lebih cepat
beradaptasi dalam menggunakan teknologi seperti internet.
Hal ini merupakan peluang yaitu kemudahan bagi PT Ultrajaya dalam
memberikan informasi. Hal ini dikarenakan jalur-jalur edukasi yang dapat
digunakan cukup banyak. Selain itu, perilaku segmen wanita yang selalu
mencari informasi-informasi mengenai kesehatan akan mempermudah proses
edukasi yang akan dilakukan.
2. Kemandirian
Dari hasil kuesioner diketahui bahwa mahasiswi telah mandiri. Hal ini dapat
dilihat dari analisis berikut :
Mahasiswa merupakan decision maker dalam pembelian susu
Berikut adalah gambaran mengenai pengaruh tempat tinggal terhadap
pengambilan keputusan dalam pembelian susu. Gambaran tersebut
diperoleh dengan mengaitkan data pada Gambar 2.12 dan 2.19 yang telah
71
http://www.kompas.com/
-
disebutkan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, gambaran tersebut juga
dapat dilihat pada data cross tabulation di Lampiran M.
Gambar 2.35. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Decision Making
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar, bahkan hampir
seratus persen mahasiswi merupakan decision maker dalam pembelian
susu. Hal ini tidak hanya ditunjukakan oleh data mahasiswi yang tinggal
sendiri tetapi juga oleh data mahasiswi yang tinggal dengan orang tua
yaitu sebesar 70% keputusan pembelian susu berada di tangan mahasiswi
itu sendiri. Mahasiswi sudah memiliki preferensi dan cenderung
memutuskan sendiri dalam hal pemilihan susu yang hendak dikonsumsi.
Hal ini menunjukkan kemandirian dari mahasiswi dan merupakan peluang
bagi PT Ultrajaya untuk melakukan edukasi yang efektif. Karena dalam
72
-
hal ini, edukasi yang dilakukan dapat ditujukan langsung kepada
penggunanya.
Tidak ada Influencer dalam pengambilan keputusan pembelian susu
Berikut adalah gambaran mengenai pengaruh tempat tinggal terhadap
komposisi influencer bagi responden dalam pengambilan keputusan
pembelian susu. Gambaran tersebut diperoleh dengan mengaitkan data pada Gambar 2.12 dan 2.20 yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk
lebih jelasnya, gambaran tersebut juga dapat dilihat pada data cross
tabulation di Lampiran M.
Gambar 2.36. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Influencer
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar influencer dalam
pemilihan susu adalah diri sendiri. Jadi dapat dilihat bahwa mulai dari
pengambilan keputusan maupun yang mempengaruhi keputusan
pembelian susu, sebagian besar ditentukan oleh diri sendiri. Dapat
73
-
dikatakan bahwa dalam hal pembelian susu, para mahasiswi sudah
cenderung labih mandiri. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
kemandirian ini merupakan peluang bagi PT Ultrajaya untuk melakukan
edukasi yang efektif. Mengingat edukasi yang dilakukan dapat ditujukan
langsung kepada penggunanya.
3. Brand Loyalty
Pada Gambar 2.34 dapat dilihat bahwa mahasiswi merupakan konsumen yang
loyal karena sebesar 62% dari mahasiswi tersebut tidak pernah mengganti
brand susu. Hal ini berarti apabila PT Ultrajaya mampu meyakinkan target
segmen mahasiswi untuk menggunakan produk perusahaan, maka di masa
yang akan datang mahasiswi akan cenderung untuk tetap menggunakan
produk tersebut. Bahkan ketika telah menjadi seorang ibu maka mahasiswi
tersebut juga akan memberikan atau merekomendasikan produk yang sama
kepada keluarganya.
4. Pola Hidup Praktis
Gambar 2.37. Distribusi Konsumen Susu Cair Peternak
Jika dilihat pada Gambar 2.28 di atas, dapat dilihat bahwa kebanyakan
(sebesar 91%) segmen mahasiswi ini mengkonsumsi produk susu cair yang
diproduksi oleh pabrik susu. Selain itu, pada Gambar 2.37 dapat dilihat
74
-
bahwa susu yang diproduksi oleh peternak, seperti susu murni Lembang,
kebanyakan (sebesar 77%) dikonsumsi oleh mahasiswi yang tinggal bersama
orang tuanya.
Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena susu produksi peternak,
sebelum dapat dikonsumsi, harus melalui proses pemasakan lebih lanjut,
sedangkan perilaku generasi sekarang ini tidak terlalu menyukai hal-hal yang
tidak praktis seperti itu. Untuk mahasiswi yang tinggal bersama orang tua
lebih memudahkan mereka mengkonsumsi susu produksi peternak karena
proses pemasakan tersebut biasanya tidak dilakukan sendiri melainkan
dilakukan oleh orang tua atau pembantu. Kecenderungan segmen mahasiswi
ini lebih menyukai pola hidup praktis merupakan peluang karena hal tersebut
sesuai dengan keunggulan yang dimiliki produk susu UHT yaitu kepraktisan.
Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswi merupakan target
yang tepat untuk edukasi karena memiliki keterbukaan terhadap informasi yang
akan memudahkan PT Ultrajaya untuk mengedukasi, mandiri, dan loyal sehingga
setelah diedukasi mahasiswi akan tetap pada pendiriannya. Selain itu mahasiswi
memiliki pola hidup praktis, dimana hal ini sesuai dengan keunggulan susu cair
yang dipersepsikan pada saaat FGD. Namun demikian, disamping peluang
tersebut terdapat juga tantangan dalam mengedukasi mahasiswi yang perlu
diperhatikan. Tantangan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab
dibawah ini.
2.4.2.2. Tantangan
Tantangan-tantangan jika hendak mengedukasi segmen mahasiswi, yaitu :
1. Brand Loyalty
Pada Gambar 2.34. dapat dilihat bahwa segmen mahasiswi ini cenderung
mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap suatu merek susu. Hal ini dapat
menjadi tantangan karena jika pada saat ini mahasiswi tersebut sudah
memiliki preferensi terhadap produk susu kompetitor, maka proses edukasi
yang akan dilakukan juga akan lebih sulit.
75
-
2. Banyaknya Aspek yang Harus Diedukasi
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
diketahui bahwa terdapat cukup banyak persepsi tentang susu cair yang harus
diedukasi yaitu mengenai kandungan gizi, bahan pengawet, osteoporosis, dan
kegemukan. Keempat aspek tersebut merupakan persepsi terhadap susu cair
yang terpenting untuk diedukasi.
Edukasi mengenai manfaat dan kandungan gizi susu cair perlu dilakukan
mengingat bahwa pada masa sekarang ini harus disadari bahwa permintaan
konsumen terhadap suatu produk semakin kompleks. Konsumen dalam
mengevaluasi produk akan mencari atribut atau produk yang dipersepsikan
bernilai tinggi oleh konsumen (consumers value perception). Hal ini senada
seperti yang diungkapkan oleh Muhthasawwar, M., Public Affair Manager
PT Ultrajaya berikut ini.
Kalau dimasa lalu konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga, maka sekarang ini dan dimasa yang akan datang, konsumen sudah menuntut atribut yang lebih rinci lagi seperti atribut keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional attributes), atribut nilai (value attributes), atribut pengepakan (package attributes), atribut lingkungan (ecolabel attributes) dan atribut kemanusiaan (humanistic attributes). (Muhthasawwar, M., wawancara pribadi oleh penulis: 13 Februari 2007)
3. Pembentuk Kepercayaan Pembentuk kepercayaan segmen mahasiswi yang diperoleh dari hasil kuesioner
dapat dilihat pada Tabel 2.11. Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat bahwa
pembentuk kepercayaan yang memiliki nilai bobot yang paling tinggi adalah
pengalaman pribadi. Sehingga dapat dikatakan segmen mahasiswi ini akan
percaya jika sudah mencoba dan merasakan manfaatnya sendiri. Hal ini tentu
saja akan membuat proses edukasi yang dilakukan akan lebih sulit, karena
untuk industri makanan khususnya industri susu ini, manfaat produk tidak
dapat dirasakan langsung seketika setelah dikonsumsi.
76
-
4. Frekuensi Minum Susu yang Rendah
Pada bagian ini pertama-tama dilakukan crosstabs antara data tempat tinggal
responden (Gambar 2.12) dengan data frekuensi minum susu (Gambar 2.15).
Setelah itu, dibentuk kategori berdasarkan frekuensi minum susu per minggu
yaitu Jarang (0-3 kali), Sedang (4-5 kali), dan Sering (6-di atas 7 kali).
Kategori ini dibuat berdasarkan jika seseorang sudah memiliki kesadaran
dalam minum susu, minimal setiap hari satu gelas, berarti frekuensi minum
susu dalam seminggu adalah tujuh kali. Oleh sebab itu, frekuensi minum susu
antara enam sampai tujuh kali dalam seminggu ini dapat dikatakan sering,
dan untuk frekuensi di bawahnya berturut-turut dikategorikan sedang dan
jarang. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.38.
77
-
Gambar 2.38. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Frekuensi Minum Susu
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa kebanyakan para mahasiswi ini
masuk dalam kategori Jarang minum susu. Selain itu, para mahasiswi yang
tidak tinggal bersama orang tua akan lebih jarang minum susu dibandingkan
yang masih tinggal bersama orang tua. Hal ini dapat disebabkan tingkat
kesadaran minum susu yang masih rendah. Rendahnya kesadaran untuk
minum susu tersebut dapat menyebabkan mahasiswi malas untuk membeli
susu sendiri ataupun enggan menyisihkan uang saku untuk membeli susu.
Pada Gambar 2.29 dapat dilihat bahwa segmen mahasiswi ini cenderung
membeli susu cair untuk ukuran kemasan 250 ml (42 %). Selain itu pada
Gambar 2.32 dapat dilihat bahwa kebanyakan proses pembelian yang
dilakukan kebanyakan tidak direncanakan (72 %). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemungkinan segmen mahasiswi ini cenderung
melakukan pembelian secara spontan saja, bukan berdasarkan kesadaran akan
kebutuhan minum susu. Jadi dalam hal ini PT Ultrajaya memiliki tantangan
untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan mahasiswi akan pentingnya
minum susu.
78