BAB II Final -...

download BAB II Final - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/544/jbptitbpp-gdl-royhassyim-27198-3... · Produk susu kental manis diperoleh dengan cara ... pengolahan, dan produk

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II Final -...

  • BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

    2.1. Susu Umum

    2.1.1. Conceptual Framework Susu Umum

    Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, isu bisnis yang dihadapi oleh

    divisi Marketing PT Ultrajaya adalah rendahnya tingkat konsumsi susu cair di

    Indonesia jika dibandingkan dengan susu bubuk. Guna mengetahui akar

    permasalahan dari isu tersebut maka terlebih dahulu diidentifikasi faktor-faktor

    yang mempengaruhi perkembangan industri susu secara umum. Hal ini dilakukan

    karena perkembangan industri susu secara umum ini tentunya akan mempengaruhi

    industri susu cair. Berikut conceptual framework industri susu secara umum.

    Gambar 2.1. Conceptual Framework Industri Susu

    19

  • 2.1.2. Analisis Situasi Bisnis Susu Umum

    Faktor-faktor yang membentuk conceptual framework industri susu secara umum

    diperoleh dari studi literatur dan wawancara dengan pihak perusahaan. Adapun

    penjelasan dari faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Ekonomi

    Seiring perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat maka tingkat konsumsi

    susu dalam negeri pun akan meningkat. Pada gambar di bawah ini dapat

    dilihat bahwa krisis moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan daya beli

    masyarakat melemah ikut memberi dampak pada menurunnya tingkat

    konsumsi susu di Indonesia.

    Gambar 2.2. Tingkat Konsumsi Susu di Indonesia

    (Kompas.com, 2002; Media Indonesia, 2001:4; e-bursa.com, 2006)

    2. Natalitas

    Gambar 2.3. Pertumbuhan Penduduk Indonesia

    (Sensus Penduduk 2000, BPS)

    20

  • Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia

    cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat mengindikasikan

    bahwa Indonesia merupakan pasar potensial bagi industri susu karena

    industri susu di Indonesia masih terus bertumbuh.

    3. Regulasi

    Regulasi pemerintah terhadap produk susu dapat mempengaruhi pasar susu

    secara umum. Saat ini pemerintah Indonesia menetapkan regulasi yang

    menargetkan peningkatan konsumsi susu di Indonesia sebesar 16 liter per

    kapita pada tahun 2010 (Kompas co.id, 2003). Regulasi ini dapat ikut

    mempengaruhi pertumbuhan konsumsi susu di Indonesia. Untuk mengetahui

    pengaruh regulasi terhadap kondisi industri susu dibuatlah skenario analisis

    seperti pada gambar berikut.

    Gambar 2.4. Skenario Analisis Faktor Regulasi

    21

  • Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa skenario analisis yang

    berhubungan dengan regulasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama,

    pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mendukung konsumsi susu . Kedua,

    pemerintah tidak peduli terhadap konsumsi susu di Indonesia. Penjelasannya

    adalah sebagai berikut :

    Pemerintah Mengeluarkan Regulasi/Kebijakan Untuk Mendukung

    Konsumsi Susu Di Indonesia

    Skenario ini dapat terjadi jika pemerintah memiliki visi untuk

    meningkatkan konsumsi susu masyarakat Indonesia. Guna mencapai visi

    tersebut pemerintah dapat mengadakan kampanye minum susu, yang

    bertujuan untuk menyadarkan pentingnya minum susu kepada masyarakat.

    Jika skenario ini benar-benar terjadi maka pasar susu di Indonesia akan

    semakin berkembang.

    Skenario pertama ini dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu regulasi

    pemerintah yang cukup ketat untuk produk impor dan regulasi pemerintah

    yang menjamin ketersediaan produk susu di Indonesia. Hal tersebut akan

    dijelaskan sebagai berikut :

    Regulasi Pemerintah Yang Cukup Ketat Untuk Produk Impor

    Dalam skenario ini, walaupun memiliki visi untuk meningkatkan

    konsumsi susu di Indonesia, tapi pemerintah juga mengambil

    kebijakan untuk tetap menjaga kelangsungan hidup perusahaan-

    perusahaan susu lokal yang ada, dengan membatasi impor susu di

    Indonesia. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut akan

    membuat perusahaan-perusahaan asing sulit untuk dapat memasarkan

    produk-produknya di pasar Indonesia. Dengan demikian hal-hal yang

    mungkin terjadi pada skenario ini adalah bertambahnya para pemain

    lokal, para pemain lokal yang ada meningkatkan kapasitas

    produksinya, atau malah para perusahaan asing membangun pabriknya

    di Indonesia. Hal ini dapat didukung oleh pernyataan menteri pertanian

    Anton Apriantono, dalam acara Temu Wicara dengan Gabungan Kelompok

    22

  • Petani (Gapoktan) se-Jawa Barat, di Desa Goalpara, Kecamatan Sukaraja,

    Sukabumi yaitu Guna melindungi produksi susu nasional, pemerintah

    akan mengenakan bea masuk bagi susu impor, sehingga produksi susu

    nasional mampu bersaing dengan produksi susu impor (Website Dinas

    Perindustrian & Perdagangan Jawa Barat, 2005).

    Regulasi Pemerintah Yang Menjamin Ketersediaan Produk Susu Di

    Indonesia

    Dalam skenario ini, pemerintah akan berusaha menjamin ketersediaan

    produk susu di Indonesia dengan tetap mengijinkan masuknya produk

    impor ke Indonesia. Sebenarnya, kebijakan ini sudah dilakukan oleh

    pemerintah Indonesia sampai sekarang yaitu dengan menetapkan tarif

    impor produk jadi susu sebesar 5% dari harga jual susu. Hal ini

    mengakibatkan harga susu dalam negeri tidak kompetitif

    (PikiranRakyat.com,2005).

    Dengan demikian hal ini akan memberikan jalan yang cukup lebar bagi

    produk-produk impor untuk masuk ke pasar Indonesia. Sebaliknya,

    kebijakan ini sebenarnya membuat para produsen susu lokal

    kewalahan dalam menghadapi masuknya produk-produk susu impor.

    Hal ini dikarenakan tarif masuk produk jadi susu cair tersebut masih

    lebih kecil daripada tarif PPN yang ditanggung para produsen lokal.

    Dengan demikian, hal ini pun dapat membuat para produsen susu di

    Indonesia berpikir lebih baik membangun pabrik di luar negeri, dan

    kemudian memasarkan produknya di Indonesia. Hal ini sesuai dengan

    yang dikatakan oleh seorang bekas pengurus Gabungan Koperasi Susu

    Indonesia (GKSI) Pusat, Jakarta "produk susu pesaing bisa leluasa

    berkeliaran di pasar Indonesia menjarah pasar Nestle. Sementara

    Dancow memikul beban biaya produksi termasuk pajak-pajak,

    termasuk pula komitmen untuk mengolah susu produk peternak dalam

    negeri, yang membuat produk Nestle kalah kompetisi" (Kompas.com,

    2004).

    23

  • Jika hal ini terjadi maka jumlah pemain yang ada di pasar susu di

    Indonesia ini akan semakin banyak. Para produsen susu tersebut

    kemungkinan akan melakukan komunikasi dan edukasi juga dalam

    memasarkan produknya. Dengan dilakukannya komunikasi tersebut

    sudah pasti akan menambah awareness pada masyarakat mengenai

    produk susu baik dalam hal fungsi, brand, dsb.

    Pemerintah Tidak Peduli Terhadap Konsumsi Susu Di Indonesia

    Jika skenario ini terjadi maka tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia

    ini hanya akan bergantung pada edukasi dan strategi pemasaran yang

    dilakukan oleh para produsen susu yang sudah ada.

    4. Produk Substitusi

    Konsumsi susu bertujuan agar memperoleh asupan gizi yang lengkap misalnya

    vitamin, mineral, protein, lemak, dan karbohidrat. Untuk memperoleh asupan

    gizi yang lengkap tersebut, konsumen tidak harus minum susu tetapi dapat

    diganti dengan mengkonsumsi produk-produk supplement kesehatan (contoh:

    Scott Emulsion, Redoxon). Hal ini dapat menghambat perkembangan pasar

    susu di Indonesia.

    5. Bahan Baku

    Ketersediaan bahan baku ikut mempengaruhi pertumbuhan industri susu di

    Indonesia. Saat ini bahan baku yang tersedia belum memadai. Menurut Eny

    Ratnaningtyas, Besarnya impor komoditas susu ini disebabkan struktur

    industri susu nasional yang lemah, mengingat 70% bahan bakunya masih

    impor (Suara Merdeka, 2005). Keterbatasan bahan baku ini dapat ikut

    mempengaruhi pertumbuhan industri susu di Indonesia.

    24

  • 6. Kompetisi

    Kompetisi yang terjadi dapat dilihat pada product market structure. Menurut

    David W. Cravens dan Nigel F. Pierce, brand suatu perusahaan akan

    bersaing dengan brand dari perusahaan lain dalam konteks generic, tipe

    produk, maupun varian produk. (2006, 67) Dari product market structure

    yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. dapat dilihat bahwa produk susu sapi

    dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu :

    Pasteurisasi

    Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar

    63-72oC selama 15 detik dengan tujuan untuk membunuh bakteri

    patogen. Susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-6oC) dan

    memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari.

    Ultra High Temperature (UHT)

    Susu UHT merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan

    dengan suhu tinggi (135-145oC) dalam waktu yang singkat selama 2-5

    detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh

    mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu

    pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai

    gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif

    tidak berubah seperti susu segarnya.

    Powder milk

    Pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller

    dryer. Pada saat proses pengeringan, sebagian protein akan rusak

    sehingga para produsen susu bubuk biasanya menambahkan berbagai

    vitamin. Namun penambahan zat gizi ini tidak sepenuhnya seperti

    semula. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan

    penanganan yang baik dan benar.

    Sweetened condensed milk

    Produk susu kental manis diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian

    air melalui proses evaporasi (penguapan) sehingga diperoleh kepekatan

    tertentu. Kandungan vitaminnya rendah, kandungan gula serta lemaknya

    sangat tinggi. Susu jenis ini tidak ditujukan untuk pemenuhan pola 4

    25

  • sehat 5 sempurna, namun lebih banyak digunakan sebagai campuran

    bahan masakan. Produk ini memiliki masa kadaluwarsa panjang karena

    tingginya kandungan gula yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba.

    Kemasan yang belum dibuka mampu bertahan sampai 2 tahun.

    Susu fermentasi

    Susu fermentasi merupakan susu yang diolah dengan bantuan bakteri.

    Susu fermentasi ini ada beberapa jenis, seperti yoghurt dan kefir.

    Masing-masing kategori tersebut terdiri dari banyak produsen susu. Hal ini

    mengakibatkan ketatnya kompetisi di industri susu. Untuk melihat kompetisi

    di masing-masing kategori secara mendetail dapat dilihat pada product market

    structure yang terdapat di Lampiran N.

    Gambar 2.5. Product Market Structure

    Semakin banyaknya produsen baru baik dalam negeri maupun luar negeri

    serta semakin banyaknya varian baru dapat menyebabkan kompetisi di industri

    susu semakin ketat. Akan tetapi, hal ini dapat berdampak positif bagi

    perkembangan industri ini karena dengan banyaknya pemain baru dapat

    membantu mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi susu.

    26

  • 7. Teknologi

    Perkembangan teknologi di masa mendatang tidak dapat diramalkan secara

    pasti. Teknologi yang akan mempengaruhi industri susu secara umum yaitu

    dari teknologi yang berhubungan dengan sistem peternakan susu sampai

    menjadi produk susu olahan. Perkembangan teknologi ini ikut mempengaruhi

    pertumbuhan industri susu karena dengan kemajuan teknologi memungkinkan

    para pemain di industri susu menghasilkan produk yang beragam dan

    berkualitas dengan biaya yang lebih rendah.

    Untuk mengetahui pengaruh teknologi terhadap kondisi industri susu

    dibuatlah skenario analisis seperti pada gambar berikut.

    Gambar 2.6. Skenario Analisis Faktor Ketersediaan Bahan Baku

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, arah perkembangan teknologi ke

    depan belum diketahui. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa teknologi

    dapat berkembang ke arah kemasan, pengolahan, dan produk baru yang

    memiliki manfaat seperti susu. Perkembangan teknologi tersebut dapat

    menunjang baik pasar susu bubuk maupun susu cair.

    27

  • 8. Pendidikan

    Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin tinggi menyebabkan

    meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya minum susu. Selain itu,

    semakin tinggi tingkat pendidikan maka masyarakat akan semakin memiliki

    pengetahuan yang benar mengenai susu. Sebagai salah satu contoh, selama ini

    salah satu persepsi yang ada di masyarakat adalah bahwa susu menyebakan

    kegemukan. Namun sebenarnya jika memiliki pengetahuan yang cukup,

    persepsi seperti itu tidak akan ada lagi, karena sebenarnya susu tidak

    menyebabkan kegemukan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Pakar Gizi dari

    IPB, Prof. Dr. Made Astawan bahwa susu dengan kandungan asam butirat,

    asam linoleat terkonjugasi (ALT) secara otomatis juga akan mampu

    mengontrol lemak dan perkembangan berat badan (republika.co.id,2005).

    2.1.3. Kesimpulan Mengenai Potensi Industri Susu di Indonesia

    Berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor yang membentuk conceptual

    framework industri susu diatas dapat disimpulkan bahwa industri susu di

    Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bertumbuh. Momentum

    pertumbuhan industri susu tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan

    oleh semua produsen susu baik susu cair, susu bubuk, maupun susu kental manis.

    Dalam hal ini, PT Ultrajaya tentunya dapat memanfaatkan peluang tersebut.

    Adapun faktor-faktor yang memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan

    industri susu di Indonesia yaitu ekonomi, natalitas, regulasi pemerintah,

    kompetisi, teknologi, dan pendidikan.

    2.2. Susu Cair

    Seperti telah dibahas sebelumnya, industri susu memiliki potensi yang besar untuk

    dimasuki oleh PT Ultrajaya. Namun untuk menggarap potensi tersebut, terdapat

    tantangan yang harus dihadapi PT Ultrajaya. Guna mendapatkan pemahaman akan

    tantangan yang ada maka dilakukan analisis conceptual framework susu cair di

    bawah ini.

    28

  • 2.2.1. Conceptual Framework Susu Cair

    Faktor-faktor yang terdapat dalam conceptual framework susu cair diperoleh dari

    studi literatur, wawancara dengan pihak perusahaan, serta hasil FGD (Focus

    group Discussion). Conceptual framework susu cair ini dapat dilihat pada Gambar

    2.7.

    Gambar 2.7. Conceptual Framework Susu Cair

    2.2.2. Analisis Situasi Bisnis Susu Cair

    Adapun penjelasan dari faktor-faktor yang membentuk conceptual framework

    susu cair di atas adalah :

    1. Varian Produk

    Beberapa produsen susu di Indonesia mulai gencar untuk melakukan

    penambahan varian baru, hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Frisian Flag

    Indonesia dan PT Ultrajaya.

    PT Frisian Flag Indonesia

    Varian-varian baru yang dikeluarkan oleh PT Frisian Flag Indonesia dapat

    dilihat pada Tabel 2.1.

    29

  • Tabel 2.1. Varian Baru dari PT Frisian Flag Indonesia

    Brand Ukuran Rasa Frisian Flag 190 ml Coklat 800 ml Strawberry 1000 ml Plain Pisang Yes! 90 ml Coklat 175 ml Mango Grape Orange Strawberry

    (corporate website, 2006)

    PT Ultrajaya

    Varian-varian baru yang dikeluarkan oleh PT Ultrajaya dapat dilihat pada

    Tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Varian Baru dari PT Ultrajaya

    Brand Ukuran Rasa Ultra 125 ml Coklat 200 ml Strawberry Plain Ultra Mimi 125 ml Coklat Strawberry Susu Sehat 200 ml Coklat 500 ml Strawberry 1000 ml Plain

    (corporate website, 2006)

    Semakin banyaknya varian produk, baik dalam hal rasa maupun ukuran

    memicu pertumbuhan pasar susu cair di Indonesia. Sebagai contoh, konsumen

    yang tidak menyukai susu plain (susu putih) dapat membeli susu dengan rasa

    lain. Hal ini terbukti melalui kutipan bahwa Pada bulan Januari 2006, pasar

    minuman susu cair dengan varian rasa tumbuh sebesar 37,8% karena respon positif

    dari penyediaan produksi susu rasa buah 90 ml asal Frisian Flag Indonesia di

    Jawa. (wartaekonomi.com, 2007)

    30

  • Namun demikian, sebenarnya varian produk baru pada susu cair tersebut

    masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan varian produk pada susu bubuk.

    Varian produk pada susu cair hanya berdasarkan ukuran, rasa, dan jenis

    kemasan. Sedangkan, varian produk pada susu bubuk berdasarkan ukuran,

    rasa, jenis kemasan, umur konsumen, serta manfaat spesifik susu. Masing-

    masing varian produk dapat dilihat pada Lampiran O.

    2. Bahan Baku

    Bahan baku untuk susu cair hanya dapat diperoleh dari dalam negeri karena

    bahan baku ini harus langsung diproses (dari peternak ke produsen 2 jam)

    agar tetap terjaga kualitasnya. Hal ini dikarenakan jika lebih dari 2 jam

    dikhawatirkan bahan baku susu cair segar tersebut akan rusak sesuai dengan

    kutipan berikut Perjalanan dari koperasi ke pabrik hanya membutuhkan

    waktu kurang dari dua jam sehingga tingkat kesegaranya masih tetap terjaga.

    Begitu sampai di pabrik harus langsung diolah(KeluargaSehat.com, n.d.)

    Pada saat ini sebenarnya para produsen susu cair di Indonesia mengalami

    kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dari para peternak lokal. Masalah ini

    dapat disebabkan oleh dua hal yang pertama yaitu kuantitas sapi perah di

    Indonesia yang masih sedikit. Kedua, disebabkan oleh kualitas produk susu

    segar yang dihasilkan. Di Indonesia sekarang ini hanya memiliki 380,000 ekor

    sapi perah, dengan kapasitas produktivitas 10 liter per hari untuk setiap

    ekornya. Jumlah ini dapat dikatakan sangat kecil jika dibandingkan dengan

    produktivitas yang dimiliki oleh sapi perah di negara lain yang mencapai 30

    liter per hari untuk setiap ekornya. Hal ini sesuai dengan perkataan Dirjen

    Peternakan Deptan, Mathur Riady yang menyatakan bahwa kendala yang

    dihadapi dalam peningkatan produksi susu yakni rendahnya populasi sapi

    perah dalam negeri yang saat ini kurang dari 1 juta ekor. Dari jumlah itu,

    65% sapi betina yang 45%-nya merupakan laktasi/sapi siap produksi

    (PikiranRakyat.com, 2007).

    31

  • Dengan terbatasnya suplai bahan baku dari peternak dan teknologi penyediaan

    bahan baku yang masih tradisional dapat menyebabkan harga bahan baku

    menjadi tinggi. Hal ini dapat menghambat perkembangan pasar susu cair di

    Indonesia. Dapat dilihat bahwa masalah ketersediaan bahan baku ini sangat

    berpengaruh pada perkembangan industri susu cair. Pengaruh ketersediaan

    bahan baku terhadap industri susu cair dapat dilihat pada skenario analisis

    berikut :

    Gambar 2.8. Skenario Analisis untuk Ketersediaan Bahan Baku

    32

  • Dari gambar diatas dapat dilihat bagaimana kondisi industri susu cair jika bahan

    baku tersedia dan tidak tersedia. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

    Bahan Baku Tersedia

    Walaupun kenyataan yang ada sekarang ini adalah bahan baku susu segar dari

    peternak lokal tidak mencukupi kebutuhan industri pengolahan susu (IPS) di

    Indonesia, terutama untuk produsen susu cair, namun sepertinya pemerintah

    Indonesia sedang berusaha untuk memperbaiki hal ini. Sehingga untuk

    kedepannya ada kemungkinan bahwa bahan baku yang berasal dari para

    peternak lokal dapat mencukupi kebutuhan industri produsen susu di

    Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari usaha pemerintah yang "menargetkan

    peningkatan sapi perah sebanyak 10.000 ekor sehingga dari yang saat ini

    sebanyak 380.000 ekor menjadi 390.000 ekor(PikiranRakyat.com,2007).

    Selain itu pemerintah juga menargetkan produksi susu nasional sampai 2009

    bisa ditingkatkan menjadi 15 Liter/laktasi/hari dari yang sekarang hanya 10

    Liter/laktasi/hari(PikiranRakyat.com,2007).

    Apabila skenario bahan baku tersedia ini terjadi, maka terdapat tiga

    kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu :

    Harga Produk Susu Cair Dapat Bersaing Dengan Harga Produk Susu

    Bubuk

    Jika skenario tersedianya bahan baku di pasar lokal ini dapat terjadi,

    dimana bahan baku susu segar dari peternak lokal mencukupi

    kebutuhan para produsen susu cair, maka akan menyebabkan para

    produsen susu cair dapat memperoleh bahan baku susu segar dengan

    harga yang lebih murah. Dan dengan demikian akan menyebabkan

    harga produk jadi susu cair dapat bersaing dengan harga produk jadi

    susu bubuk. Hal ini menyebabkan peluang yang dimiliki oleh para

    produsen susu cair untuk memasarkan produknya akan semakin besar.

    Produsen lokal akan semakin bertambah

    Perkembangan pasar yang terjadi pasti merupakan daya tarik bagi para

    pebisnis lokal terutama untuk masuk ke industri susu cair karena bahan

    baku susu cair segar tersedia di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat

    33

  • dari contoh yang sudah terjadi pada industri minuman lainnya, seperti

    minuman isotonik. Pada saat itu hanya beberapa pemain asing saja

    yang mencoba menggarap industri tersebut di Indonesia seperti Pocari

    Sweat dan Powerade. Namun seiring dengan edukasi yang dilakukan

    oleh produsen asing tersebut pasar pun semakin berkembang. Dan

    sekarang ini para pemain lokal yang ikut bermain di industri tersebut

    juga semakin banyak.

    Efek selanjutnya yang terjadi karena bertambahnya produsen susu cair

    lokal adalah persaingan yang ada di dalam industri tersebut.

    Persaingan yang paling terutama adalah persaingan harga. Ketatnya

    persaingan akan berdampak persaingan harga susu. Para produsen susu

    dapat menurunkan harga susu untuk bersaing. Dan apabila produk

    lokal ini memiliki kualitas yang sama dengan produk impor, maka

    dengan turunnya harga dapat menyebabkan produk impor akan

    semakin kesulitan untuk bersaing di pasar Indonesia.

    Produsen Asing Membangun Pabrik di Indonesia

    Pada era globalisasi, dengan berkembangnya pasar susu di Indonesia

    dan tersedianya bahan baku susu cair segar yang dibutuhkan oleh

    produsen susu cair, maka muncul kemungkinan bahwa produsen susu

    cair asing akan membangun pabriknya di Indonesia. Apabila hal ini

    terjadi, produk impor yang tadinya diproduksi di luar negeri akan

    diproduksi di Indonesia, sehingga harganya dapat bersaing dengan

    produk-produk lokal yang ada di pasaran.

    Bahan Baku Tidak Tersedia

    Seperti telah dibahas sebelumnya, peternakan yang ada di Indonesia ini

    tidak mendukung ketersediaan bahan baku berupa susu segar bagi Industri

    Pengolahan Susu (IPS), dimana yang paling terpengaruh dengan kondisi

    seperti ini adalah para produsen susu cair. Hal ini dikarenakan semakin

    sedikitnya bahan baku yang tersedia bagi produsen susu cair akan

    34

  • menyebabkan tidak tercapainya skala ekonomis produksi susu cair,

    akibatnya produk susu cair akan lebih mahal daripada produk susu bubuk.

    Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Samudera Prawirawidjaya,

    direktur PT Ultrajaya bahwa Perkembangan peternakan juga kurang

    menunjang industri susu cair. Hal ini membuat industri susu cair masih

    berproduksi dengan biaya tinggi. Akibatnya, konsumen mendapati harga

    susu cair segar lebih mahal daripada susu bubuk'' (Republika Online,

    2005).

    Sedangkan untuk para produsen susu bubuk, bahan baku yang tidak

    terpenuhi dari para peternak lokal dapat dipenuhi dari luar negeri karena

    bahan baku untuk produk susu bubuk dapat berupa skimmilk powder yang

    lebih tahan lama. Bahan baku yang diimpor dari luar negeri ini memiliki

    bea masuk yang cukup rendah jika dibandingkan komponen-komponen

    pendukung susu cair seperti gula dan kemasan. Bea masuk ini dapat dilihat

    pada Tabel 2.3.

    Tabel 2.3. Bea Masuk

    Produk Tarif Produk Jadi Susu Cair 5% Condensed Milk 40% Susu Bubuk 30% Mentega 30% Keju 20% Skimmilk Powder 15% Gula 40% Bahan Kemasan 20%

    (Departemen Pertanian, 2004)

    Jika bahan baku tidak tersedia ada tiga skenario yang mungkin terjadi

    yaitu :

    Produk Impor Semakin Bertambah

    Jika bahan baku susu cair segar tidak tersedia di Indonesia maka

    produsen susu cair yang ada di Indonesia tidak dapat memenuhi

    permintaan konsumen akan susu cair. Ketidakmampuan produsen susu

    35

  • cair ini merupakan peluang bagi produsen susu cair luar negeri untuk

    mengimpor produknya.

    Pemain Lokal Melakukan Impor Bahan Baku

    Agar dapat memanfaatkan opportunity berkembangnya pasar susu di

    Indonesia, maka para pemain lokal harus melakukan impor bahan

    baku untuk memenuhi permintaan konsumen. Impor bahan baku ini

    kemungkinan besar akan mengakibatkan meningkatnya harga produk

    susu di Indonesia. Dan seperti telah diketahui, skenario ini tidak dapat

    dilakukan oleh produsen susu cair.

    Pemain Lokal Membuat Pabrik di Luar Negeri

    Untuk para produsen susu cair mungkin skenario ini juga dapat

    dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan bahan baku yang terjadi.

    Dengan dibangunnya pabrik susu cair di luar negeri, para produsen

    susu cair lokal dapat melakukan impor produk susu cair dalam

    kemasan, dengan demikian waktu pengiriman yang lama sudah tidak

    menjadi masalah karena susu cair yang dikemas lebih tahan lama.

    Namun hal ini juga memberikan dampak yang sama dengan skenario

    di atas, dimana hal ini kemungkinan akan membuat harga produk susu

    tersebut akan semakin mahal.

    3. Kompetisi

    Semakin banyaknya produsen baru baik dalam negeri maupun luar negeri,

    serta semakin banyaknya varian baru dapat menyebabkan kompetisi di industri

    susu cair semakin ketat. Akan tetapi, hal ini dapat berdampak positif bagi

    perkembangan industri ini karena dengan banyaknya pemain baru dapat

    membantu mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi susu cair.

    Namun demikian, kompetisi di industri susu di Indonesia sekarang ini

    sebenarnya lebih didominasi oleh produsen susu bubuk. Dengan banyaknya

    pemain di kategori susu bubuk menyebabkan proses edukasi mengenai

    36

  • manfaat susu dan keunggulan susu bubuk lebih intensif daripada susu cair.

    Sehingga mengakibatkan kuatnya persepsi masyarakat bahwa susu bubuk

    lebih baik dibandingkan dengan susu cair. Hal ini sesuai dengan yang

    dikatakan oleh Samudra Prawirawidjaya, direktur PT Ultrajaya bahwa

    anomali pola konsumsi susu di Indonesia terjadi karena beberapa sebab,

    terutama gencarnya iklan yang dilancarkan oleh produsen susu bubuk. Selain

    itu masyarakat lebih memilih susu bubuk juga karena penyimpanannya mudah

    dan tahan lama( Republika Online, 2005).

    4. Teknologi

    Perkembangan teknologi pemrosesan dan pengemasan memungkinkan para

    pemain di industri susu cair untuk menghasilkan produk yang beragam dan

    berkualitas dengan biaya yang lebih rendah, seperti dikembangkannya

    kemasan bantal. Teknologi kemasan bantal ini dijadikan salah satu strategi

    oleh PT Ultrajaya untuk menggarap segmen menengah bawah. Terdapat

    perbedaan harga yang cukup besar antara produk susu ULTRA dan susu

    Sehat, walaupun kedua produk tersebut memiliki isi yang sama. Perbandingan

    antara kedua produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.

    Tabel 2.4. Perbandingan antara Susu ULTRA dan Susu Sehat

    Brand Kemasan Ukuran Harga (Rupiah)* ULTRA Tetra Pak 200 mL 2150

    Susu Sehat Bantal 200 mL 1550

    * Harga di salah satu retail di Bandung per tanggal 30 Januari 2007

    Strategi yang serupa pun dilakukan oleh PT Frisian Flag Indonesia. Hal ini

    dikatakan oleh Hendro Poerjono, general affairs director PT Frisian Flag

    Indonesia bahwa Positioning produk kita menengah ke atas dan agar produk

    kita terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah, maka packaging dari

    produk kita disesuaikan (warta ekonomi.com, 2005). Dengan demikian para

    produsen susu cair dapat mengatasi masalah harga ketika menyasar segmen

    menengah bawah. Hal ini dapat menunjang pertumbuhan pasar susu cair

    dalam negeri.

    37

  • 5. Konsumen

    Faktor konsumen baik itu faktor persepsi maupun perilaku konsumen

    merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri

    susu cair. Faktor konsumen tersebut secara umum dapat dilihat pada skenario

    analisis pada gambar berikut.

    Gambar 2.9. Skenario Analisis Faktor Konsumen

    Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan hal-hal berikut :

    Persepsi Konsumen

    Pada saat ini, kondisi yang terjadi di masyarakat Indonesia adalah adanya

    persepsi bahwa susu bubuk lebih baik dibandingkan dengan susu cair. Hal

    ini dapat dilihat dari tingginya konsumsi susu bubuk di Indonesia

    dibandingkan konsumsi susu cairnya, dimana tingkat konsumsi susu cair di

    Indonesia berkebalikan dengan perilaku konsumsi susu di negara lain.

    Profil konsumsi susu di Indonesia adalah susu putih cair segar hanya

    mampu memberikan kontribusi sebesar 17,9 % dari total konsumsi.

    Sementara sisanya sekitar 82,1% merupakan konsumsi susu putih bubuk

    (Banjarmasin Post Cyber Media, 2003).

    38

  • Terdapat beberapa perilaku masyarakat Indonesia yang pada akhirnya

    menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi susu cair, yaitu :

    Susu Cair Dipersepsi Mengandung Bahan Pengawet

    Berdasarkan hasil FGD yang telah dilakukan dan hasil kuesioner maka

    dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia menganggap susu cair

    produksi pabrik lebih cenderung mengandung bahan pengawet jika

    dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini dapat terjadi karena

    masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang proses pengolahan susu

    cair tersebut. Dimana faktor yang sebenarnya dapat membuat susu cair

    produksi pabrik tahan lama adalah proses produksi produk susu cair

    tersebut, yaitu proses UHT. Proses tersebut akan mematikan bakteri dan

    memungkinkan susu cair dapat langsung dikemas secara vakum dengan

    kemasan Tetra-Pak yang terdiri dari 6 lapisan agar bakteri dan sinar

    matahari tidak dapat masuk. Dengan demikian, penyebab susu cair

    produksi pabrik tahan lama bukan karena adanya kandungan bahan

    pengawet dalam susu cair tersebut.

    Susu Cair Dipersepsi Merupakan Barang Premium

    Berdasarkan hasil FGD dapat diketahui bahwa susu merupakan barang

    yang harganya relatif mahal. Selain itu, hal ini juga didukung oleh

    Kompas.com yang mengatakan bahwa Susu cair masih dianggap

    sebagai barang premium, dimana saat ini harga susu sekitar Rp 1.800

    per liter atau setara dengan harga 1/2 kg beras (Kompas.com, 2002).

    Terjadinya persepsi ini disebabkan karena masyarakat Indonesia tidak

    mengerti mengenai kualitas susu cair seperti diungkapkan oleh Prof.

    Made Astawan seorang pakar gizi dari IPB Kandungan gizi susu bubuk

    lebih kecil dibandingkan susu cair (Republika co.id, 2005). Dengan

    kandungan gizi yang lebih banyak tersebut maka susu cair akan

    memberikan lebih banyak benefit jika dibandingkan susu bubuk. Dengan

    demikian sebenarnya susu cair bukan merupakan barang premium karena

    harga susu cair yang tinggi didukung pula dengan banyaknya benefit

    yang diberikan oleh susu cair tersebut.

    39

  • Value Proposition = Benefit - Cost

    Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan edukasi oleh PT

    Ultrajaya. Edukasi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan

    keunggulan kualitas susu cair jika dibandingkan dengan susu bubuk.

    Rendahnya Tingkat Pemahaman Bahwa Susu Cair Lebih Bernutrisi

    Daripada Susu Bubuk

    Dari hasil FGD dan hasil kuesioner, masyarakat Indonesia menganggap

    bahwa susu bubuk memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik

    dibandingkan susu cair. Persepsi ini dapat timbul karena masyarakat

    telah lama mengkonsumsi susu bubuk sehingga sudah memperoleh

    pengalaman yang banyak akan susu bubuk. Pengalaman ini kemudian

    diteruskan secara turun temurun kepada penerusnya dengan menyarankan

    penerusnya untuk mengkonsumsi susu bubuk. Selain itu, banyaknya

    pemain di industri susu bubuk menyebabkan gencarnya promosi dan

    edukasi yang menyatakan bahwa susu bubuk memiliki kualitas yang

    baik. Promosi dan edukasi ini membentuk belief yang kuat di masyarakat

    Padahal menurut para ahli, susu cair memiliki kandungan gizi yang lebih

    tinggi daripada susu bubuk.

    Adanya Persepsi Bahwa Susu Cair Dapat Menyebabkan Kegemukan

    Dari hasil FGD dan hasil kuesioner, diketahui bahwa di masyarakat

    berkembang persepsi mengenai susu cair yang dapat menyebabkan

    kegemukan. Hal ini juga didukung oleh hasil kuesioner yang menyatakan

    bahwa susu cair dipersepsi lebih memicu kegemukan jika dibandingkan

    dengan susu bubuk. Persepsi ini dapat timbul dari pengalaman

    masyarakat bahwa susu cair memiliki rasa yang lebih manis dan

    mengenyangkan. Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka berpendapat

    bahwa susu cair mengandung banyak kandungan gula dan lemak yang

    dapat memicu kegemukan jika dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini

    dapat disebabkan karena susu bubuk harus dicairkan terlebih dahulu.

    Dimana ada kemungkinan susu bubuk dapat terasa lebih tidak manis dan

    40

  • tidak mengenyangkan karena jumlah air yang ditambahkan lebih banyak

    dari takaran yang seharusnya.

    Susu Cair Hanya Digunakan Untuk Jajan Bukan Konsumsi Sehari-Sehari

    Pada saat ini keunggulan yang dimiliki oleh susu cair yaitu kepraktisan,

    ternyata membuat produk susu cair dipersepsikan hanya untuk diminum

    pada saat melakukan aktivitas di luar rumah (untuk jajan, bekal, dan

    sebagainya). Sedangkan untuk konsumsi wajib sehari-hari, susu bubuk

    merupakan pilihan yang utama.

    Dari keseluruhan persepsi konsumen yang telah disebutkan diatas, dapat

    dilihat bahwa kondisi tersebut tidaklah menguntungkan bagi PT Ultrajaya

    selaku produsen susu cair. Dan jika dianalisis lebih dalam, dapat disimpulkan

    bahwa kondisi ini dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan masyarakat

    mengenai produk susu cair.

    Perilaku Konsumen

    Seiring perkembangan jaman, tingkat kesibukan semakin tinggi, ibu-ibu

    rumah tangga pun tak jarang turut memberi andil dalam pemasukan keuangan

    keluarga. Waktu senggang yang berkurang mendorong orang-orang untuk

    memilih sesuatu yang praktis. Pola hidup praktis ini dapat dilihat dari

    banyaknya produk-produk instan (mie instan, kopi 3 in 1, dan lain-lain). Di

    Indonesia, konsumsi mie instant meningkat dari 4.7 milyar bungkus pada

    tahun 1992 menjadi 8.7 milyar bungkus pada tahun 1997, dan menjadikan

    Indonesia sebagai negara terbesar kedua dalam konsumsi mie instant

    (dfat.gov.au., 2004).

    Produsen susu melihat adanya perkembangan pola hidup praktis ini sebagai

    opportunity bisnis. Perkembangan ke arah pola hidup praktis ini akan

    memperbesar peluang bahwa konsumen susu memilih susu cair UHT yang

    menyediakan kepraktisan karena dikemas dalam kemasan kotak siap minum.

    41

  • Kepraktisan yang diperoleh dari susu cair UHT adalah kemudahan untuk

    dibawa kemana saja dan tidak perlu adanya penyeduhan.

    Jika dilihat dari perilaku konsumsi susu cair di Indonesia saat ini, sepertinya

    perilaku konsumen yang menyukai kepraktisan ini belum dapat dimanfaatkan

    oleh para produsen susu cair. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh

    adanya persepsi konsumen terhadap susu cair seperti yang telah disebutkan di

    atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi produk susu cair di

    Indonesia dapat ditingkatkan, jika para produsen susu cair dapat merubah

    persepsi yang ada saat ini.

    2.2.3. Kesimpulan Mengenai Potensi Pertumbuhan Sektor Susu Cair di

    Indonesia

    Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang membentuk conceptual

    framework susu cair di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tantangan yang

    berat bagi PT Ultrajaya maupun produsen susu cair lain untuk memanfaatkan

    momentum pertumbuhan yang terjadi pada industri susu. Adapun faktor-faktor

    yang menjadi tantangan bagi PT Ultrajaya maupun produsen susu cair lain adalah

    price, people, dan product. Masing-masing faktor tersebut akan dianalisis secara

    lebih dalam pada sub bab selanjutnya agar dapat diketahui akar permasalahannya.

    2.3. Akar Masalah

    Dari hasil analisis terhadap conceptual framework di atas dan hasil FGD, dapat

    diketahui bahwa tantangan terberat bagi produsen susu cair di Indonesia adalah

    rendahnya tingkat konsumsi susu cair jika dibandingkan susu bubuk. Guna

    mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya tantangan tersebut,

    menurut Davis, Aquilano, dan Richard Cause-and-effect diagrams (also known

    as fishbone diagrams or Ishikawa diagrams, after their inventor) are used to

    identified the causes that lead to a particular outcome or effect (2003:253).

    Diagaram Ishikawa ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.

    42

  • Gambar 2.10. Diagram Ishikawa Rendahnya Tingkat Konsumsi Susu Cair

    2.3.1. People

    Pada Gambar 2.10 diatas dapat dilihat bahwa rendahnya tingkat konsumsi susu

    cair di Indonesia juga dapat disebabkan karena perilaku masyarakat itu sendiri.

    Seperti telah dibahas sebelumnya, pembentuk perilaku tersebut adalah persepsi

    negatif terhadap susu cair dan juga persepsi masyarakat yang menganggap susu

    cair merupakan barang premium. Adapun persepsi negatif terhadap susu cair

    yaitu:

    Mengandung bahan pengawet.

    Susu bubuk lebih bernutrisi daripada susu cair.

    Dapat menyebabkan kegemukan.

    Tidak dapat mencegah osteoporosis

    2.3.2. Harga

    Rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan susu bubuk di Indonesia juga dapat

    disebabkan oleh anggapan bahwa harga produk susu cair lebih mahal jika

    dibandingkan dengan susu bubuk. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia

    lebih memilih susu cair. Seperti yang dikatakan Schipper yaitu Rendahnya

    43

  • konsumsi susu di Indonesia itu disebabkan banyak faktor, misalnya, susu

    dianggap mahal, sehingga daya beli masyarakat kecil (gizi.net, 2001).

    Tingginya harga produk susu cair dibandingkan produk susu bubuk ini disebabkan

    oleh dua hal yaitu lebih mahalnya harga kemasan produk susu cair dibandingkan

    kemasan produk susu bubuk dan bahan baku dari peternak lokal yang kurang

    memadai. Mengenai kemasan produk dan bahan aku yang kurang memadai ini

    akan dibahas lebih lanjut pada sub bab berikutnya.

    2.3.2.1. Kemasan Produk

    Seperti telah diketahui produk susu cair membutuhkan kemasan yang khusus,

    yaitu kemasan aseptik multilapis. Sehingga sudah dapat dipastikan harga kemasan

    untuk susu cair UHT ini pasti lebih mahal dibandingkan dengan harga kemasan

    susu bubuk. Tetapi kemasan tersebutlah yang membuat susu cair tetap terjaga

    kualitasnya.

    Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih, Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. (WASPADA.Online, 2005)

    2.3.2.2. Rendahnya Pasokan Bahan Baku Lokal

    Mengenai pengaruh rendahnya pasokan bahan baku ini sudah dibahas pada sub

    bab sebelumnya. Dimana rendahnya pasokan bahan baku yang berasal dari

    peternak lokal ini sangat berpengaruh bagi produsen susu cair. Karena seperti

    telah dijelaskan di atas, produsen susu bubuk memiliki alternatif yang lebih

    banyak dalam hal pasokan bahan baku. Kondisi pasokan bahan baku lokal yang

    kurang memadai ini dapat menyebabkan para produsen susu cair kesulitan untuk

    mencapai skala ekonomis produksi pabriknya. Dan hal ini tentu saja akan

    44

  • membuat harga produk susu cair akan lebih mahal dibandingkan dengan harga

    susu bubuk.

    2.3.3. Produk

    Rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan konsumsi susu bubuk juga dapat

    disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara kedua produk tersebut. Dimana

    produk susu bubuk memiliki keunggulan dalam hal penyimpanannya yang lebih

    tahan lama dan lebih mudah, dan juga banyaknya variasi fungsi.

    2.3.3.1. Ketahanan Produk

    Keunggulan susu bubuk dibandingkan dengan susu cair dalam hal penyimpanan

    ini disebabkan oleh proses pembuatannya. Proses pembuatan susu bubuk dalam

    suhu yang sangat tinggi menyebabkan semua bakteri yang terkandung dalam susu

    segar mati, dan karena bentuknya yang berupa padatan menyebabkan tidak ada

    media yang dapat ditinggali oleh bakteri.

    Lalu ditemukan cara pengawetan yang membuat susu segar jadi susu bubuk kering dengan pemanasan 80C selama 30 detik, dikeringkan dengan spray dryer atau roller dryer sekitar dua jam per ton pada suhu 180C, Susu pun bisa awet sampai dua tahun dalam kemasan aluminium dan kotak karton. (Departemen Kesehatan Indonesia, 2007)

    Namun demikian akibat proses produksinya tersebut, susu bubuk pun memiliki

    kelemahan, dimana pada saat proses tersebut hampir sebagian besar gizi sperti

    vitamin, protein yang terkandung di dalam susu bubuk menjadi rusak. Akibat

    kurangnya pemahaman konsumen akan hal ini, maka jangka waktu penyimpanan

    yang lama ini oleh konsumen dipersepsikan sebagai keunggulan susu bubuk di

    bandingkan susu cair.

    Ali menjelaskan gizi yang tersisa pada susu yang telah mengalami pemrosesan menjadi bubuk tidak begitu banyak. Sebagian besar vitamin dan mineral hilang selama pemrosesan berlangsung. Retensi gizi terbaik bisa didapatkan pada susu putih cair segar. (Republika Online, 2005)

    Oleh karena itu, jika produsen susu cair dapat mengedukasi agar kesadaran

    masyarakat akan keunggulan susu cair dan kesadaran minum susu meningkat,

    45

  • maka jangka waktu simpan yang sempit pada produk susu cair tersebut tidak lagi

    merupakan kelemahan.

    2.3.3.2. Kemudahan untuk Disimpan

    Keunggulan lain yang dimiliki oleh susu bubuk adalah penyimpanannya yang

    lebih mudah dibandingkan dengan susu cair. Seperti telah diketahui bahwa

    penyimpanan produk susu cair memerlukan perlakuan khusus (contohnya untuk

    susu cair UHT harus disimpan di kulkas apabila kemasan telah dibuka).

    Umur simpan susu UHT bisa mencapai 1 tahun terhitung sejak tanggal produksi, tergantung proses dan produsennya. Dengan catatan, jika sudah dibuka, maka umur simpan (yang berbulan-bulan itu) tidak berlaku lagi dan sisa susu (jika tidak langsung habis diminum) harus disimpan di lemari pendingin. (Lita, 2007)

    Hal ini menyebabkan konsumen yang tidak memiliki kulkas akan cenderung

    memilih susu bubuk. Namun demikian, jika masyarakat sudah sadar akan

    pentingnya minum susu serta keunggulan produk susu cair akan membuat umur

    simpan susu cair yang ada saat ini sudah lebih dari cukup. Jadi yang perlu

    diperhatikan disini adalah bagaimana agar konsumen dapat memahami mengenai

    keunggulan teknologi UHT dan kemasan Tetra-Pak ini sekaligus juga

    meningkatkan kesadaran akan pentingnya minum susu. Untuk itu, pihak PT

    Ultrajaya perlu mengedukasi masyarakat Indonesia agar mengerti tentang hal ini.

    2.3.3.3. Variasi Fungsi

    Seperti dapat dilihat pada Lampiran N mengenai Product Market Structure,

    produk susu bubuk memiliki variasi fungsi yang lebih banyak daripada susu cair.

    Produk susu bubuk dipasarkan berdasarkan segmentasi yang beragam, baik itu

    berdasarkan usia maupun berdasarkan fungsional dengan penambahan zat-zat

    aditif (contoh dengan penambahan AA dan DHA). Hal ini membuat konsumen

    lebih yakin bahwa produk tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan tidak

    ada produk susu cair yang meggunakan strategi segmentasi secara fungsional

    seperti itu, dimana hal ini menyebabkan produk susu bubuk spesial tersebut

    dianggap lebih unggul dibandingkan dengan produk susu cair yang ada. Padahal

    46

  • zat aditif tersebut sebenarnya lebih sulit untuk diserap oleh tubuh. Sebagai contoh,

    penambahan zat AA dan DHA pada produk susu bubuk sebenarnya belum

    terbukti manfaatnya dapat meningkatkan kecerdasan otak.

    Tingkat konsumsi Docosahexanoic Acid (DHA) yang berlebihan akan membahayakan metabolisme tubuh. Sebab tubuh terpaksa dibebani pekerjaan yang lebih berat untuk mengeluarkan asam lemak esensial tersebut. Spesialis penyakit anak Dr. Utami Roesli MBA,mengutip hasil penelitian yang dilaksanakan di Australia, Amerika Serikat maupun Eropa, bahwa di tiga kawasan negara maju ini, belum dihasilkan efektifitas dari penambahan DHA dalam produk susu maupun makanan bayi dan anak anak termasuk untuk ibu hamil.(BKBN, 2006)

    Sedangkan produk susu cair yang mengandung bahan alami dan kandungan gizi

    yang tinggi sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia.

    Oleh sebab itu, hal terpenting yang perlu dilakukan PT Ultrajaya adalah

    melakukan edukasi untuk memberikan pemahaman kepada konsumen akan hal

    ini.

    2.4. Kesimpulan Mengenai Akar Masalah

    Berdasarkan hasil analisis pada sub bab sebelumnya maka dapat diketahui bahwa

    akar masalah dari rendahnya konsumsi susu cair dibandingkan susu bubuk adalah

    kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai produk susu cair. Guna

    memecahkan masalah tersebut, satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah

    dengan melakukan marketing communication yang bertujuan untuk mengedukasi

    masyarakat Indonesia mengenai manfaat maupun keunggulan dari produk susu

    cair. Menurut Tom Duncan sebelum melakukan marketing communication (MC)

    perlu dilakukan perencanaan awal dengan menentukan beberapa hal yaitu apa

    tujuan dari MC, siapakah yang menjadi target audiences, bagaimanakah strategi

    MC yang tepat sesuai dengan tujuan MC dan target audiences-nya, apa peluang

    dan tantangan yang dihadapi dalam melakukan MC (2005:172).

    2.4.1. Target Edukasi

    Pemilihan target edukasi ini dilakukan berdasarkan hasil FGD dan brainstorming.

    FGD dilakukan terhadap empat kelompok dimana terbagi atas dua kelompok

    konsumen dengan status ekonomi A1-B (menengah atas) dan dua kelompok

    47

  • konsumen dengan status ekonomi C1-C2 (menengah bawah). Peserta FGD adalah

    ibu rumah tangga karena berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan pihak

    perusahaan diketahui bahwa pengambil keputusan dalam pembelian susu pada

    suatu keluarga adalah ibu-ibu.

    Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa ibu rumah tangga lebih memilih untuk

    membeli susu bubuk daripada susu cair bagi anak-anaknya. Agar ibu-ibu tersebut

    mau memilih susu cair untuk dikonsumsi anak-anaknya maka PT Ultrajaya perlu

    melakukan edukasi terhadap ibu-ibu. Disisi lain, berdasarkan hasil FGD jika

    edukasi dilakukan terhadap ibu-ibu terdapat beberapa masalah signifikan yang

    akan dihadapi yaitu :

    Karakteristik ibu rumah tangga yang kurang terbuka dan tidak percaya

    terhadap informasi baru, melainkan lebih percaya terhadap sesuatu yang

    bersifat turun temurun (heritage).

    Adanya persepsi negatif dari ibu rumah tangga tentang susu cair seperti

    yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian conceptual framework susu

    cair.

    Terdapat psychological barrier dimana ibu-ibu cenderung tidak mau

    mengganti brand susu yang biasa dibeli. Hal ini dikarenakan ibu-ibu

    tersebut tidak mau bereksperimen pada anaknya. Ibu-ibu takut jika

    anaknya tidak cocok terhadap brand susu lain. Keluhan dari ibu-ibu saat

    FGD, apabila tidak cocok maka dapat menyebabkan diare. Jika untuk

    mengganti brand susu saja ibu-ibu tersebut enggan apalagi untuk

    mengganti jenis susu, tentunya akan lebih sulit lagi.

    Berdasarkan masalah-masalah diatas dapat disimpulkan bahwa apabila PT

    Ultrajaya hendak mengedukasi para ibu ini, tentunya akan sulit, memakan waktu

    yang lama dan biaya yang besar. Guna mengatasi kesulitan dalam mengedukasi

    para ibu maka berdasarkan hasil brainstorming dipilihlah mahasiswi S1 sebagai

    target edukasi. Adapun alasan pemilihan mahasiswi sebagai target edukasi adalah:

    Decision maker adalah ibu-ibu. Mahasiswi S1 dalam hal ini merupakan

    calon ibu yang akan menjadi decision maker dalam pembelian susu.

    48

  • Mahasiswi S1 merupakan educated people sehingga mereka lebih terbuka

    atas informasi dan selektif atas informasi yang ada.

    Psychological barrier dalam mengedukasi mahasiswi lebih kecil jika

    dibandingkan dengan mengedukasi ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan

    bagi para mahasiswi, mencoba brand susu ataupun jenis susu lain hanya

    akan berpengaruh bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, dapat dikatakan

    resikonya lebih kecil. Sehingga kemungkinan para mahasiswi untuk

    mencoba brand susu ataupun jenis susu lain akan lebih besar daripada

    segmen ibu.

    Guna mengetahui karakteristik dan perilaku dari target edukasi, maka dilakukan

    penyebaran kuesioner. Target responden dari kuesioner ini adalah mahasiswi S1

    dari empat perguruan tinggi ternama dan cukup besar di kota Bandung (bigs.or.id,

    2005), yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD),

    Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), dan Universitas Kristen Maranatha.

    Alasan pemilihan empat perguruan tinggi ternama tersebut berdasarkan asumsi

    bahwa background mahasiswi akan lebih bervariasi karena keempat perguruan

    tinggi tersebut terkenal di Indonesia, sehingga banyak mahasiswi dari luar kota

    Bandung yang menempuh pendidikan di perguruan-perguruan tinggi tersebut.

    Dengan background yang bervariasi tersebut data/persepsi yang diperoleh dapat

    mewakili keragaman mahasiswi yang ada di kota Bandung.

    Kuesioner dibagikan kepada 252 orang mahasiswi dari empat perguruan tinggi

    tersebut. Jumlah tersebut telah memenuhi kriteria kecukupan data untuk tingkat

    kepercayaan 93%. Untuk lebih lengkapnya, perhitungan kecukupan data dapat

    dilihat pada Lampiran J.

    Untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam mengedukasi target konsumen ini

    akan diuraikan mengenai data demografis responden, perilaku konsumsi susu,

    preferensi atribut susu, persepsi terhadap susu cair, serta pembentuk kepercayaan

    pada sub bab berikut.

    49

  • 2.4.1.1. Demografis

    Bagian demografis responden terdiri atas :

    1. Usia Responden

    Gambar 2.11. Usia Responden

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 74% responden berusia

    18 - 21 tahun, 22% berusia 22 - 25 tahun, dan 4% berusia lebih besar

    daripada 25 tahun.

    2. Tempat Tinggal Responden

    Gambar 2.12. Tempat Tinggal Responden

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    tinggal bersama orang tua (52%) dan juga tinggal sendiri atau kos

    (40%). Sedangkan mereka yang tinggal bersama saudara (7%) dan

    teman (1%) tidaklah terlalu signifikan jumlahnya.

    50

  • 3. Besar Pengeluaran Per Bulan

    Gambar 2.13. Besar Pengeluaran Responden per Bulan

    Pengeluaran per bulan yang dimaksudkan di sini yaitu total pengeluaran

    sebulan, bagi mereka yang tinggal sendiri (kos) tidak termasuk biaya

    tempat tinggal. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 23%

    responden memiliki total pengeluaran per bulan dalam rentang Rp.

    250.000,- sampai Rp. 500.000,-. 20% responden memiliki total

    pengeluaran per bulan dalam rentang Rp. 750.000,- sampai Rp.

    1.000.000,-. 19% responden memiliki total pengeluaran per bulan

    dalam rentang Rp. 500.000,- sampai Rp. 750.000,-.

    4. Besar Pengeluaran untuk Membeli Susu Per Bulan

    Gambar 2.14. Besar Pengeluaran Responden untuk Membeli Susu per Bulan

    51

  • Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (52%) hanya mengeluarkan biaya Rp. 1000,- hingga Rp. 30.000,- untuk

    membeli susu. Hal ini berarti sebagian besar responden masih kurang

    dalam membeli susu. Kategori pengeluaran untuk membeli susu dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2.5. Pengeluaran untuk Membeli Susu

    Pengeluaran untuk Membeli Susu (Rupiah)

    Persentase Kategori

    < 1000 8% Sangat kurang 1000 x < 30000 52% Kurang 30000 x

  • Gambar 2.15. Frekuensi Minum Susu per Minggu

    Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 36% responden

    meminum susu sebanyak 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Bahkan

    sebesar 26% responden hanya meminum susu sebanyak 0 sampai 1 kali

    dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka untuk

    minum susu sangat kurang. Kesadaran ini dapat dibandingkan dengan

    konsumsi susu di luar negeri yang sangat sering (minimal 7 kali dalam

    seminggu).

    2. Cara Minum Susu

    Gambar 2.16. Cara Minum Susu

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (67%) memiliki kebiasaan hanya meminum susu saja. Sebagian besar

    responden dalam hal ini tidak menjadikan susu sebagai pendamping

    53

  • makanan lain (roti, marie, dan sebagainya) ataupun mencampurkannya

    dengan makanan atau minuman lain (cereal, teh, kopi, dan sebagainya).

    3. Susu Sebagai Pendamping Makanan Lain

    Gambar 2.17. Susu Sebagai Pendamping Makanan Lain

    Dari 19% responden yang menjadikan susu sebagai pendamping

    makanan lain, 56% nya menggunakan susu bubuk dan 44% nya

    menggunakan susu cair.

    4. Susu Dicampur dengan Makanan atau Minuman Lain

    54

  • Gambar 2.18. Susu Dicampur dengan Makanan atau Minuman Lain

    Dari 14% responden yang mencampurkan susu dengan makanan

    ataupun minuman lain, 56% nya menggunakan susu bubuk dan 44%

    nya menggunakan susu cair.

    5. Decision Maker

    Gambar 2.19. Decision Maker

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa decision maker dalam

    pembelian susu adalah mereka sendiri (83%). Sedangkan yang decision

    maker-nya adalah orang tua hanya sebesar 17%.

    6. Influencer

    55

  • Gambar 2.20. Influencer

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam pembelian susu

    sebagian besar dari responden (54%) tidak dipengaruhi oleh siapapun.

    Orang tua dan iklan dapat menjadi influencer dalam melakukan

    pembelian susu, dimana 20% responden dipengaruhi oleh orang tua dan

    14% responden dipengaruhi oleh iklan.

    7. Buyer

    Gambar 2.21. Buyer

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar dari responden

    (71%) melakukan pembelian susu sendiri.

    8. Frekuensi Membeli Susu Per Bulan

    56

  • Gambar 2.22. Frekuensi Pembelian Susu Dalam Satu Bulan

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 42% responden

    membeli susu sebanyak 2 sampai 3 kali dalam sebulan. 35% responden

    membeli susu sebanyak 0 sampai 1 kali dalam sebulan.

    9. Total Konsumsi Susu Per Minggu

    Gambar 2.23. Total Konsumsi Susu per Minggu

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 41% responden

    mengkonsumsi susu sebanyak 500 sampai 1000 mL dalam seminggu.

    Bahkan sebesar 31% responden hanya mengkonsumsi susu kurang dari

    57

  • 500 mL dalam seminggu. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi susu

    responden cukup rendah jika dibandingkan konsumsi di luar negeri.

    10. Penggantian Brand Susu Per Bulan

    Gambar 2.24. Switching Brand Susu

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (62%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi karena mereka

    tidak pernah mengganti brand dalam 1 bulan.

    11. Pemanfaatan Waktu Luang

    Gambar 2.25. Pemanfaatan Waktu Luang

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebesar 30% dari responden

    memanfaatkan waktu luang dengan menonton televisi, 20% dari

    responden memanfaatkan waktu luang dengan jalan-jalan ke mall, dan

    58

  • 16% dari responden memanfaatkan waktu luang dengan surfing

    internet.

    B. Susu Cair

    Bagian ini telah spesifik membahas mengenai susu cair, adapun yang dibahas

    pada bagian ini yaitu :

    1. Frekuensi Minum Susu Cair Per Minggu

    Gambar 2.26. Frekuensi Minum Susu Cair per Minggu

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa konsumsi susu cair sangat

    rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dari 47% responden hanya

    mengkonsumsi susu cair sebanyak 0-1 kali dalam seminggu dan 35%

    responden hanya mengkonsumsi susu cair sebanyak 2-3 kali dalam

    seminggu. Sedangkan responden yang mengkonsumsi susu cair 4-5

    kali dalam seminggu hanya sebesar 8%, responden yang mengkonsumsi

    susu cair 6-7 kali dalam seminggu hanya sebesar 6%, dan responden

    yang mengkonsumsi susu cair lebih dari 7 kali dalam seminggu hanya

    sebesar 4%.

    2. Kapan Mengkonsumsi Susu Cair

    59

  • Gambar 2.27. Konsumsi Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (50%) mengkonsumsi susu cair ketika berada di rumah. Sedangkan

    sisanya 17% dari responden mengkonsumsi susu cair ketika berada di

    lingkungan kampus, 13% dari responden mengkonsumsi susu cair

    ketika sedang sakit, 9% dari responden mengkonsumsi susu cair ketika

    sedang tamasya/rekreasi, 7% dari responden mengkonsumsi susu cair

    ketika sedang ujian, dan 4% dari responden mengkonsumsi susu cair

    ketika berolahraga.

    3. Jenis Susu Cair yang Dibeli

    Gambar 2.28. Produsen

    60

  • Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (91%) mengkonsumsi susu cair yang diproduksi oleh pabrik susu

    seperti Ultra, Indomilk, Frisian Flag, dan sebagainya. Sedangkan hanya

    sebagian kecil dari responden yaitu sebesar 9% mengkonsumsi susu

    cair yang diproduksi oleh peternak seperti susu murni dari Lembang.

    4. Ukuran Susu Cair

    Gambar 2.29. Ukuran Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (42%) membeli susu cair yang berukuran 250 ml. Sedangkan 19% dari

    responden membeli susu cair yang berukuran 1000 ml, 17% dari

    responden membeli susu cair yang berukuran 200 ml, dan 15% dari

    responden membeli susu cair yang berukuran 125 ml. Sisanya, membeli

    susu cair yang berukuran 500 ml, 180 ml, dan 800 ml.

    5. Kemasan Susu Cair

    61

  • Gambar 2.30. Kemasan Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (82%) paling sering membeli susu cair dalam kemasan kotak. Sisanya,

    11% dari responden membeli susu cair dalam kemasan botol dan 7%

    dari responden membeli susu cair dalam kemasan bantal.

    6. Tujuan Pembelian Susu Cair

    Gambar 2.31. Tujuan Pembelian Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (53%) paling sering membeli susu cair dalam jumlah lebih dari satu

    untuk digunakan sebagai persediaan. Sedangkan sisanya (47%)

    membeli susu cair untuk keperluan satu hari saja.

    7. Perilaku Pembelian Susu Cair

    62

  • Gambar 2.32. Perilaku Pembelian Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (73%) tidak ada perencanaannya sebelumnya untuk membeli susu cair.

    Sisanya (27%) membeli susu cair karena sudah direncanakan

    sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa impuls dari produsen/retail

    sangat penting untuk mendorong konsumen untuk membeli susu cair.

    8. Tempat Pembelian Susu Cair

    Gambar 2.33. Tempat Membeli Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (69%) paling sering membeli susu cair di supermarket/hypermarket.

    Sisanya, 24% dari responden membeli susu cair di minimarket dan 7%

    dari responden membeli susu cair di warung/toko. Hal ini menunjukkan

    63

  • shopping habit dari para konsumen yang saat ini lebih cenderung

    mengunjungi supermarket/hypermarket dibandingkan minimarket dan

    warung/toko.

    9. Penggantian Brand Susu Cair Per Bulan

    Gambar 2.34. Switching Brand Susu Cair

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

    (65%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi terhadap susu cair

    karena mereka tidak pernah mengganti brand dalam 1 bulan.

    2.4.1.3 Preferensi Atribut Susu dan Persepsi terhadap Susu Cair

    Untuk dapat melakukan edukasi yang efektif, maka tema edukasi yang dilakukan

    harus berdasarkan pada preferensi atribut susu dan persepsi mahasiswi terhadap

    susu cair saat ini. Dimana preferensi atribut susu dan persepsi terhadap susu cair

    ini diperoleh dari hasil FGD dan diperkuat lagi oleh hasil kuesioner. Berdasarkan

    hasil FGD diketahui bahwa :

    Alasan utama mengkonsumsi susu adalah untuk kecerdasan, daya tahan

    tubuh, mencegah osteoporosis, dan untuk pertumbuhan.

    Faktor terpenting yang dijadikan pertimbangan untuk membeli susu adalah

    kandungan gizinya.

    Ibu-ibu belum mengetahui kandungan gizi, manfaat dan keunggulan susu

    cair.

    64

  • Susu cair dipersepsi dapat menimbulkan kegemukan.

    Semua susu mengandung bahan pengawet, terutama susu cair.

    Hasil FGD tersebut diperkuat dengan hasil kuesioner untuk mengetahui tema

    edukasi yang perlu disampaikan.

    Hasil kuesioner yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :

    1. Tingkat Kepentingan (Preferensi) Atribut Susu

    Tabel 2.6. Tingkat Kepentingan Atribut Susu

    Atribut Importance Tingkat

    Kepentingan Kandungan Gizi Yang Tinggi 2.6310 1 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.9841 2 Kandungan Bahan Pengawet 4.1349 3 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.6111 4 Dapat Memicu Kegemukan 4.7183 5 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.7341 6 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.9246 7 Menunjang Kepraktisan 6.2302 8

    Dari tabel di atas, dapat dilihat urutan atribut yang dianggap penting

    oleh responden dalam memilih sebuah produk susu. Atribut yang

    dianggap paling penting oleh responden dalam memilih produk susu

    adalah kandungan gizi yang tinggi karena memiliki nilai paling kecil.

    Nilai yang paling kecil ini menunjukkan urutan paling penting

    sedangkan nilai yang paling besar menunjukkan urutan yang dianggap

    tidak penting oleh responden.

    2. Persepsi Konsumen terhadap Atribut Susu pada Susu Cair dan Bubuk

    Tabel 2.7. Persepsi Atas Atribut Susu Cair dan Bubuk

    65

  • Atribut Persepsi Kandungan Bahan Pengawet 3.3373 Kandungan Gizi Yang Tinggi 4.3730 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.6454 Dapat Memicu Kegemukan 3.1944 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.8968 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.1587 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.2937 Menunjang Kepraktisan 2.6270

    Tabel di atas menunjukkan rata-rata persepsi responden terhadap atribut

    yang dimiliki oleh produk susu. Semakin kecil nilainya berarti atribut

    tersebut lebih condong ke arah susu cair, sebaliknya semakin besar

    nilainya berarti atribut tersebut lebih condong ke arah susu bubuk. Dari

    setiap atribut yang ada, atribut yang paling condong ke susu cair adalah

    atribut kepraktisan. Sedangkan atribut yang paling condong ke susu

    bubuk adalah atribut osteoporosis.

    Berdasarkan tingkat kepentingan dan persepsi atas masing-masing

    atribut maka dapat dihitung seperti pada tabel berikut.

    Tabel 2.8. Urutan Atribut Susu Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Persepsi

    Ranking Atribut Importance Perception Normal

    Importance Normal

    Perception Total

    1 Kandungan Gizi Yang Tinggi 2.6310 4.3730 0.3801 4.3730 1.6621

    2 Kandungan Bahan Pengawet 4.1349 3.3373 0.2418 4.6627 1.1276

    3 Dapat Mencegah Osteoporosis 4.6111 4.8968 0.2169 4.8968 1.0620

    4 Dapat Memicu Kegemukan 4.7183 3.1944 0.2119 4.8056 1.0185

    5 Bermanfaat bagi Daya Tahan Tubuh 3.9841 3.6454 0.2510 3.6454 0.9150

    6 Bermanfaat bagi Kecerdasan Otak 4.7341 4.2937 0.2112 4.2937 0.9070

    7 Bermanfaat bagi Pertumbuhan Tubuh 4.9246 4.1587 0.2031 4.1587 0.8445

    8 Menunjang Kepraktisan 6.2302 2.6270 0.1605 2.6270 0.4217

    Keterangan :

    Total = normal importance x normal perception

    66

  • Normal importance = 1/importance

    Semakin besar nilai normal importance berarti atribut tersebut

    semakin penting bagi responden ketika mengevaluasi produk susu.

    Normal perception = 4 + (4 - Perception)

    Normal perception dilakukan hanya pada atribut kandungan bahan

    pengawet dan memicu kegemukan karena kedua atribut tersebut

    memiliki makna negatif.

    Apabila nilai normal perception melebihi angka 4 berarti susu cair

    memiliki atribut yang lebih buruk dibandingkan dengan susu

    bubuk.

    Jadi berdasarkan hasil FGD dan hasil kuesioner, tema edukasi yang harus

    disampaikan oleh produsen susu cair adalah atribut kandungan gizi yang tinggi,

    kandungan bahan pengawet, dapat mencegah osteoporosis, dan dapat memicu

    kegemukan.

    2.4.1.4 Pembentuk Kepercayaan

    Berdasarkan hasil FGD dan brainstorming diperoleh hal-hal apa saja yang dapat

    membentuk kepercayaan seseorang. Hasil tersebut kemudian diperkuat dengan

    hasil kuesioner untuk mengetahui seberapa besar hal tersebut dapat membentuk

    kepercayaan seseorang sehingga dapat diketahui cara-cara mengedukasi yang

    tepat. Adapun hasil kuesioner-nya sebagai berikut :

    1. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan

    Hasil kuesioner untuk urutan atribut pembentuk kepercayaan dapat

    dilihat pada Tabel 2.9.

    Tabel 2.9. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan

    Kode Atribut Bobot Urutan

    67

  • E Pengalaman pribadi 3.055556 1 D Ada pembuktian secara langsung 2.420635 2 C Pendapat ahli 1.93254 3 F Pengalaman orang lain 0.686508 4 J Brand/merek ternama 0.551587 5 H Reputasi produsen yang baik 0.150794 6 I Banyak yang mengkonsumsi 0.063492 7

    M Kunjungan ke perusahaan -0.61508 8 N Produk dijual di luar negeri -0.70635 9 G Harga -0.71429 10 K Ulasan media mengenai produk tersebut -0.77778 11 A Informasi dari perusahaan -0.96032 12 L Kemasan -1.17063 13 B Informasi dari artis -4.01587 14

    Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai yang semakin besar

    menunjukkan bahwa atribut tersebut semakin dapat membentuk

    kepercayaan responden. Sebaliknya semakin kecil nilainya

    menunjukkan bahwa atribut tersebut semakin tidak dapat membentuk

    kepercayaan responden. Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa yang

    paling dapat membentuk kepercayaan responden adalah pengalaman

    pribadi. Sedangkan yang paling tidak dapat membentuk kepercayaan

    responden adalah informasi dari artis.

    2. Persepsi Konsumen terhadap Atribut Pembentuk Kepercayaan

    68

  • Tabel 2.10. Persepsi Atas Atribut Pembentuk Kepercayaan

    Kode Atribut Persepsi A Informasi dari perusahaan 3.531746 B Informasi dari artis 1.948413 C Pendapat ahli 4.702381 D Ada pembuktian secara langsung 5.003968 E Pengalaman pribadi 5.876984 F Pengalaman orang lain 4.484127 G Harga 3.329365 H Reputasi produsen yang baik 4.642857 I Banyak yang mengkonsumsi 4.805556 J Brand/merek ternama 4.75 K Ulasan media mengenai produk tersebut 4.388889 L Kemasan 4.27381 M Kunjungan ke perusahaan 4.222222 N Produk dijual di luar negeri 3.873016

    Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin besar nilainya

    berarti responden semakin setuju terhadap atribut tersebut. Sebaliknya

    semakin kecil nilainya berarti responden semakin tidak setuju dengan

    atribut tersebut. Pada tabel diatas atribut yang paling disetujui oleh

    responden adalah pengalaman pribadi dan yang paling tidak disetujui

    oleh responden adalah informasi dari artis.

    Berdasarkan urutan atribut pembentuk kepercayaan dan persepsi atas

    masing-masing atribut maka dapat dihitung seperti pada tabel berikut.

    69

  • Tabel 2.11. Urutan Atribut Pembentuk Kepercayaan Berdasarkan Bobot dan Persepsi

    Ranking Kode Atribut Bobot Persepsi Total 1 E Pengalaman pribadi 3.0556 5.8770 17.9575 2 D Ada pembuktian secara langsung 2.4206 5.0040 12.1128 3 C Pendapat ahli 1.9325 4.7024 9.0875 4 F Pengalaman orang lain 0.6865 4.4841 3.0784 5 J Brand/merek ternama 0.5516 4.7500 2.6200 6 H Reputasi produsen yang baik 0.1508 4.6429 0.7001 7 I Banyak yang mengkonsumsi 0.0635 4.8056 0.3051 8 G Harga -0.7143 3.3294 -2.3781 9 M Kunjungan ke perusahaan -0.6151 4.2222 -2.5970

    10 N Produk dijual di luar negeri -0.7063 3.8730 -2.7357 11 A Informasi dari perusahaan -0.9603 3.5317 -3.3916 12 K Ulasan media mengenai produk tersebut -0.7778 4.3889 -3.4136 13 L Kemasan -1.1706 4.2738 -5.0031 14 B Informasi dari artis -4.0159 1.9484 -7.8246

    Nilai total diatas merupakan hasil perkalian antara bobot dan persepsi.

    Jadi yang memiliki nilai total terbesar adalah atribut yang paling dapat

    membentuk kepercayaan responden. Sebaliknya atribut yang memiliki

    nilai total paling kecil adalah atribut yang paling tidak dapat

    membentuk kepercayaan responden. Dari tabel diatas, atribut yang

    paling dapat membentuk kepercayaan responden adalah pengalaman

    pribadi. Sedangkan atribut yang paling tidak dapat membentuk

    kepercayaan responden adalah informasi dari artis.

    2.4.2. Peluang dan Tantangan Edukasi

    Tentu saja dalam pemilihan mahasiswi sebagai target edukasi, terdapat peluang

    dan tantangan yang harus dihadapai. Peluang dan tantangan yang ada dapat dilihat

    pada sub bab berikut.

    2.4.2.1. Peluang

    70

  • Edukasi kepada mahasiswi ini memberikan peluang yang cukup besar guna

    merubah perilaku konsumsi susu di Indonesia. Peluang ini dapat dilihat dari sisi

    psikologis mahasiswi tersebut yaitu :

    1. Keterbukaan Terhadap Informasi

    Segmen wanita memiliki perilaku yang terbuka terhadap informasi dan

    terutama mengenai informasi-informasi yang berhubungan dengan kesehatan.

    Wanita yang mengakses internet lebih banyak mengakses informasi yang berhubungan dengan situs kesehatan, fashion, dan kecantikan. Sedangkan pria, di lain pihak, lebih suka mengunjungi situs olah raga, berita, dan situs-situs hiburan lainnya. (kompas.com, 2004)

    Berdasarkan pada pernyataan bahwa Berdasarkan profesi menunjukkan

    bahwa mahasiswa/mahasiswi yang paling banyak menggunakan internet

    (39%) (Iptek.net.id, 2006), dapat disimpulkan bahwa wanita yang memiliki

    perilaku cenderung mencari informasi mengenai kesehatan di internet adalah

    segmen mahasiswi. Selain itu berdasarkan umur mahasiswi yang masih

    cukup muda dan berpendidikan maka mahasisiwi tersebut akan lebih cepat

    beradaptasi dalam menggunakan teknologi seperti internet.

    Hal ini merupakan peluang yaitu kemudahan bagi PT Ultrajaya dalam

    memberikan informasi. Hal ini dikarenakan jalur-jalur edukasi yang dapat

    digunakan cukup banyak. Selain itu, perilaku segmen wanita yang selalu

    mencari informasi-informasi mengenai kesehatan akan mempermudah proses

    edukasi yang akan dilakukan.

    2. Kemandirian

    Dari hasil kuesioner diketahui bahwa mahasiswi telah mandiri. Hal ini dapat

    dilihat dari analisis berikut :

    Mahasiswa merupakan decision maker dalam pembelian susu

    Berikut adalah gambaran mengenai pengaruh tempat tinggal terhadap

    pengambilan keputusan dalam pembelian susu. Gambaran tersebut

    diperoleh dengan mengaitkan data pada Gambar 2.12 dan 2.19 yang telah

    71

    http://www.kompas.com/

  • disebutkan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, gambaran tersebut juga

    dapat dilihat pada data cross tabulation di Lampiran M.

    Gambar 2.35. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Decision Making

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar, bahkan hampir

    seratus persen mahasiswi merupakan decision maker dalam pembelian

    susu. Hal ini tidak hanya ditunjukakan oleh data mahasiswi yang tinggal

    sendiri tetapi juga oleh data mahasiswi yang tinggal dengan orang tua

    yaitu sebesar 70% keputusan pembelian susu berada di tangan mahasiswi

    itu sendiri. Mahasiswi sudah memiliki preferensi dan cenderung

    memutuskan sendiri dalam hal pemilihan susu yang hendak dikonsumsi.

    Hal ini menunjukkan kemandirian dari mahasiswi dan merupakan peluang

    bagi PT Ultrajaya untuk melakukan edukasi yang efektif. Karena dalam

    72

  • hal ini, edukasi yang dilakukan dapat ditujukan langsung kepada

    penggunanya.

    Tidak ada Influencer dalam pengambilan keputusan pembelian susu

    Berikut adalah gambaran mengenai pengaruh tempat tinggal terhadap

    komposisi influencer bagi responden dalam pengambilan keputusan

    pembelian susu. Gambaran tersebut diperoleh dengan mengaitkan data pada Gambar 2.12 dan 2.20 yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk

    lebih jelasnya, gambaran tersebut juga dapat dilihat pada data cross

    tabulation di Lampiran M.

    Gambar 2.36. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Influencer

    Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar influencer dalam

    pemilihan susu adalah diri sendiri. Jadi dapat dilihat bahwa mulai dari

    pengambilan keputusan maupun yang mempengaruhi keputusan

    pembelian susu, sebagian besar ditentukan oleh diri sendiri. Dapat

    73

  • dikatakan bahwa dalam hal pembelian susu, para mahasiswi sudah

    cenderung labih mandiri. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa

    kemandirian ini merupakan peluang bagi PT Ultrajaya untuk melakukan

    edukasi yang efektif. Mengingat edukasi yang dilakukan dapat ditujukan

    langsung kepada penggunanya.

    3. Brand Loyalty

    Pada Gambar 2.34 dapat dilihat bahwa mahasiswi merupakan konsumen yang

    loyal karena sebesar 62% dari mahasiswi tersebut tidak pernah mengganti

    brand susu. Hal ini berarti apabila PT Ultrajaya mampu meyakinkan target

    segmen mahasiswi untuk menggunakan produk perusahaan, maka di masa

    yang akan datang mahasiswi akan cenderung untuk tetap menggunakan

    produk tersebut. Bahkan ketika telah menjadi seorang ibu maka mahasiswi

    tersebut juga akan memberikan atau merekomendasikan produk yang sama

    kepada keluarganya.

    4. Pola Hidup Praktis

    Gambar 2.37. Distribusi Konsumen Susu Cair Peternak

    Jika dilihat pada Gambar 2.28 di atas, dapat dilihat bahwa kebanyakan

    (sebesar 91%) segmen mahasiswi ini mengkonsumsi produk susu cair yang

    diproduksi oleh pabrik susu. Selain itu, pada Gambar 2.37 dapat dilihat

    74

  • bahwa susu yang diproduksi oleh peternak, seperti susu murni Lembang,

    kebanyakan (sebesar 77%) dikonsumsi oleh mahasiswi yang tinggal bersama

    orang tuanya.

    Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena susu produksi peternak,

    sebelum dapat dikonsumsi, harus melalui proses pemasakan lebih lanjut,

    sedangkan perilaku generasi sekarang ini tidak terlalu menyukai hal-hal yang

    tidak praktis seperti itu. Untuk mahasiswi yang tinggal bersama orang tua

    lebih memudahkan mereka mengkonsumsi susu produksi peternak karena

    proses pemasakan tersebut biasanya tidak dilakukan sendiri melainkan

    dilakukan oleh orang tua atau pembantu. Kecenderungan segmen mahasiswi

    ini lebih menyukai pola hidup praktis merupakan peluang karena hal tersebut

    sesuai dengan keunggulan yang dimiliki produk susu UHT yaitu kepraktisan.

    Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswi merupakan target

    yang tepat untuk edukasi karena memiliki keterbukaan terhadap informasi yang

    akan memudahkan PT Ultrajaya untuk mengedukasi, mandiri, dan loyal sehingga

    setelah diedukasi mahasiswi akan tetap pada pendiriannya. Selain itu mahasiswi

    memiliki pola hidup praktis, dimana hal ini sesuai dengan keunggulan susu cair

    yang dipersepsikan pada saaat FGD. Namun demikian, disamping peluang

    tersebut terdapat juga tantangan dalam mengedukasi mahasiswi yang perlu

    diperhatikan. Tantangan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab

    dibawah ini.

    2.4.2.2. Tantangan

    Tantangan-tantangan jika hendak mengedukasi segmen mahasiswi, yaitu :

    1. Brand Loyalty

    Pada Gambar 2.34. dapat dilihat bahwa segmen mahasiswi ini cenderung

    mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap suatu merek susu. Hal ini dapat

    menjadi tantangan karena jika pada saat ini mahasiswi tersebut sudah

    memiliki preferensi terhadap produk susu kompetitor, maka proses edukasi

    yang akan dilakukan juga akan lebih sulit.

    75

  • 2. Banyaknya Aspek yang Harus Diedukasi

    Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dijelaskan sebelumnya dapat

    diketahui bahwa terdapat cukup banyak persepsi tentang susu cair yang harus

    diedukasi yaitu mengenai kandungan gizi, bahan pengawet, osteoporosis, dan

    kegemukan. Keempat aspek tersebut merupakan persepsi terhadap susu cair

    yang terpenting untuk diedukasi.

    Edukasi mengenai manfaat dan kandungan gizi susu cair perlu dilakukan

    mengingat bahwa pada masa sekarang ini harus disadari bahwa permintaan

    konsumen terhadap suatu produk semakin kompleks. Konsumen dalam

    mengevaluasi produk akan mencari atribut atau produk yang dipersepsikan

    bernilai tinggi oleh konsumen (consumers value perception). Hal ini senada

    seperti yang diungkapkan oleh Muhthasawwar, M., Public Affair Manager

    PT Ultrajaya berikut ini.

    Kalau dimasa lalu konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga, maka sekarang ini dan dimasa yang akan datang, konsumen sudah menuntut atribut yang lebih rinci lagi seperti atribut keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional attributes), atribut nilai (value attributes), atribut pengepakan (package attributes), atribut lingkungan (ecolabel attributes) dan atribut kemanusiaan (humanistic attributes). (Muhthasawwar, M., wawancara pribadi oleh penulis: 13 Februari 2007)

    3. Pembentuk Kepercayaan Pembentuk kepercayaan segmen mahasiswi yang diperoleh dari hasil kuesioner

    dapat dilihat pada Tabel 2.11. Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat bahwa

    pembentuk kepercayaan yang memiliki nilai bobot yang paling tinggi adalah

    pengalaman pribadi. Sehingga dapat dikatakan segmen mahasiswi ini akan

    percaya jika sudah mencoba dan merasakan manfaatnya sendiri. Hal ini tentu

    saja akan membuat proses edukasi yang dilakukan akan lebih sulit, karena

    untuk industri makanan khususnya industri susu ini, manfaat produk tidak

    dapat dirasakan langsung seketika setelah dikonsumsi.

    76

  • 4. Frekuensi Minum Susu yang Rendah

    Pada bagian ini pertama-tama dilakukan crosstabs antara data tempat tinggal

    responden (Gambar 2.12) dengan data frekuensi minum susu (Gambar 2.15).

    Setelah itu, dibentuk kategori berdasarkan frekuensi minum susu per minggu

    yaitu Jarang (0-3 kali), Sedang (4-5 kali), dan Sering (6-di atas 7 kali).

    Kategori ini dibuat berdasarkan jika seseorang sudah memiliki kesadaran

    dalam minum susu, minimal setiap hari satu gelas, berarti frekuensi minum

    susu dalam seminggu adalah tujuh kali. Oleh sebab itu, frekuensi minum susu

    antara enam sampai tujuh kali dalam seminggu ini dapat dikatakan sering,

    dan untuk frekuensi di bawahnya berturut-turut dikategorikan sedang dan

    jarang. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.38.

    77

  • Gambar 2.38. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Frekuensi Minum Susu

    Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa kebanyakan para mahasiswi ini

    masuk dalam kategori Jarang minum susu. Selain itu, para mahasiswi yang

    tidak tinggal bersama orang tua akan lebih jarang minum susu dibandingkan

    yang masih tinggal bersama orang tua. Hal ini dapat disebabkan tingkat

    kesadaran minum susu yang masih rendah. Rendahnya kesadaran untuk

    minum susu tersebut dapat menyebabkan mahasiswi malas untuk membeli

    susu sendiri ataupun enggan menyisihkan uang saku untuk membeli susu.

    Pada Gambar 2.29 dapat dilihat bahwa segmen mahasiswi ini cenderung

    membeli susu cair untuk ukuran kemasan 250 ml (42 %). Selain itu pada

    Gambar 2.32 dapat dilihat bahwa kebanyakan proses pembelian yang

    dilakukan kebanyakan tidak direncanakan (72 %). Sehingga dapat

    disimpulkan bahwa kemungkinan segmen mahasiswi ini cenderung

    melakukan pembelian secara spontan saja, bukan berdasarkan kesadaran akan

    kebutuhan minum susu. Jadi dalam hal ini PT Ultrajaya memiliki tantangan

    untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan mahasiswi akan pentingnya

    minum susu.

    78