BAB II Emulsi
-
Upload
priscawicita -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
Transcript of BAB II Emulsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat/bahan
pengemulsi yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua
zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain (1).
Menurut FI IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi
ini dapat distabilkan dengan penambahan zat pengemulsi (2).
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
yang lainnya. Sistem ini, biasanya distabilkan dengan emulgator (3).
Emulsi berasal dari kata “emulgo” yang artinya menyerupai susu, dan
warna emulsi memang putih seperti susu. Pada abad XVII hanya dikenal
emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi
semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, dimana protein bertindak
sebagai emulgator dari campuran lemak atau minyak dengan air yang
terdapat dalam biji-bijian tersebut (2).
Pada pertengahan abad XVII, seorang ahli farmasi dari Perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari Oleum Olivarum, Oleum Anisi, dan
eugenol oil dengan menggunakan penambahan Gom Arab, tragakan, dan
kuning telur sebagai emulgator. Emulsi yang terbentuk karena penambahan
emulgator dari luar ini disebut emulsi spuria atau emulsi buatan (2).
II.1.2 Komponen Emulsi
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu (2) :
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di
dalam emulsi, terdiri atas :
3
4
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase
dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di
dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat
cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan
pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan
ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya
corrigen saporis, odoris, colouris, pengawet (preservative), dan
antioksidan.
II.1.3 Tipe-tipe Emulsi
Bedasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun fase eksternal, emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu (2) :
1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air), adalah
emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase
eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau M/A (minyak dalam air), adalah
emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi
kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase
eksternal.
II.1.4 Zat pengemulsi (Emulgator)
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil. Untuk itu kita
memerlukan suatu zat penstabil yang disebut zat pengemulsi atau
emulgator. Tanpa adanya emulgator, maka emulsi akan segera pecah dan
terpisah menjadi fase terdispersi dan medium pendispersinya, yang ringan
terapung di atas yang berat. Adanya penambahan emulgator dapat
menstabilkan suatu emulsi karena emulgator menurunkan tegangan
permukaan secara bertahap. Adanya penurunan tegangan permukaan secara
5
bertahap akan menurunkan energi bebas yang diperlukan untuk
pembentukan emulsi menjadi semakin minimal. Artinya emulsi akan
menjadi stabil bila dilakukan penambahan emulgator yang berfungsi untuk
menurunkan energi bebas pembentukan emulsi semaksimal mungkin.
Semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi maka emulsi akan
semakin mudah terbentuk. Tegangan permukaan menurun karena terjadi
adsorpsi oleh emulgator pada permukaan cairan dengan bagian ujung yang
polar berada di air dan ujung hidrokarbon pada minyak (4).
Berdasarkan sumbernya, terdapat dua jenis emulgator, yaitu emulgator
alam dan emulgator sintetis (buatan) (2).
1. Emulgator alam
Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa
proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga penggolongan,
yaitu (2) :
Emulgator dari tumbuh-tumbuhan.
Pada umumnya, termasuk golongan karbohidrat dan
merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan
alkohol kadar tinggi, dan dapat dirusak oleh bakteri. Oleh karena
itu, pembuatan emulsi dengan emulgator ini haru selalu
menambahkan bahan pengawet.
a. Gom Arab
b. Tragakan
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Emulgator hewani
a. Kuning telur
Kuning telur mengandung lesitin (golongan protein atau
asam amino) dan kolesterol, yang kesemuanya itu dapat
berfungsi sebagai emulgator. Lesitin adalah emulgator tipe
o/w, sedangkan kolesterol adalah tipe w/o; kemampuan lesitin
6
lebih besar dari pada kolesterol sehingga total kuning telur
merupakan emulgator tipe o/w. lesitin ini mampu
mengemulsikan minyak lemak empat kali bobotnya dan
minyak menguap dua kali bobotnya.
b. Adeps lanae
Zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan
emulgator tipe w/o dan banyak digunakan untuk pemakaian
luar. Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan
minyak untuk meenyerap air. Dalam keadaan kering dapat
menyerap air dua kali bobotnya.
Emulgator dari mineral
a. Magnesium aluminium silikat (veegum)
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri atas garam-
garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini,
emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w, sedangkan
pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusu
untuk pemakaian luar.
b. Bentonit
Tanah liat terdiri atas alumminium silikat yang dapat
mengabsorpsikan sejumlah air sehingga membentuk massa
seperti partikel gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai
sebanyak 5%.
2. Emulgator sintetis
Sabun
Emulgator tipe ini banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat
peka terhadap elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator
tipe o/w maupun w/o, tergantung pada valensinya. Sabung
bervalensi satu, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe
o/w, sedangkan sabun bervalensi dua, misalknya sabun kalsium,
merupakan emulgator tipe w/o
7
Tween 20, 40, 60, 80
Span 20, 40, 60, 80
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi (2) :
1. Anionik : Sabun alkali, Na-lauri sulfat
2. Kationik : Senyawa ammonium kuartener
3. Nonionik : Tween dan span
4. Amfoter : Protein, lesitin
II.1.5 Mekanisme Emulgator
Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan tiga
mekanisme (5):
1. Mengurangi tegangan permukaan-stabilisasi termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku-pembatas mekanik
untuk penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap- penghalang elektrik untuk
mendekati partikel-partikel.
Selain itu ada beberapa mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu (4)
:
1. Membentuk lapisan monomolekuler : surfaktan yang dapat menstabilkan
emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang
diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara o/w. Menurut
hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi
tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena
pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah
fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren
yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
2. Membentuk lapisan multimolekuler : koloid liofolik membentuk lapisan
multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid
hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan
penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada
kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang
koheren.
8
3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat : mereka menunjukkan
pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik
polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan ‘Kristal Cair’. Jika lebih banyak dikenal melalui
struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat
karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri
dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi
seluruhnya sebagai globul-globul terhadap yang lain. Walaupun
umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi
dapat dapat digunakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat
digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda.
II.1.6 HLB (Hydrophilic Liphophilic Balance)
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya
tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah HLB (Hydrophyl
Lipophyl Balance), yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antar
kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB,
berarti semakin banyak kelompok yang suka air dan bersifat polar artinya
emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya (2).
Metode HLB ini digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang
ditambahkan (3).
Aktivitas
Anti foaming agent
Emulsifyer (w/o)
Wetting Agent (Zat Pembasah)
Emulsifyer (o/w)
Detergents (Zat Pembersih)
Solubilizers (Zat Penambah Kelarutan)
Harga HLB
1-3
4-6
7-9
8-10
13-15
15-18
9
II.1.7 Fenomena Ketidakstabilan Emulsi
Suatu emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal seperti
dibawah ini.
1. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-kelompok globul yang letaknya
tidak beraturan didalam suatu emulsi (3).
2. Creaming adalah terpisahnya suatu emulsi menjadi dua lapisan, yaitu
satu bagian mengandung fase disper lebih banyak dari pada lapisan
yang lain. Creaming bersifat refersibel, artinya juka dikocong
perlahan-lahan akan terdispersi kembali (2).
3. Koalesensi adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase
tunggal yang memisah. Emulsi inibersifat irefersibel (2).
4. Demulsifikasi merupaka proses lebih lanjut dari pada koalesen dimana
kedua fase terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak bercampur
(3).
5. Inverse fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o
secara tiba-tiba atau sebalinya. Sifatnya ireversibel (6).
II.1.8 Penentuan Tipe Emulsi
Dalam penentuan tipe emulsi, telah dikenal beberapa cara untuk
membedakan, yaitu (7) :
1. Dengan penganceran fase
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase eksternalnya. Dengan
prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air dan tipe
w/o dapat diencerkan dalam minyak.
2. Dengan pengecatan atau pewarnaan
Zat warna akan tersebar merata dalam emulsi jika zat tersebut larut
dalam fase eksternal emulsi tersebut. Zat warna yang biasa digunakan
adalah metilen blue.
10
3. Dengan kertas saring atau kertas tisu
Jika emulsi diteteskan pada kertas saring tersebut terjadi noda
minyak, berarti emulsi tersebut tipe w/o, tetapi jika terjadi basak merata
berarti emulsi tersebut tipe o/w.
4. Dengan konduktifitas listrik
Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan K
½ watt dan neon ¼ watt, semua dihubungkan secara seri. Lampo neon
akan menyala jika elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w,
dan akan mati jika dicelupkan pada emulsi tipe w/o.
II.2 Uraian Bahan
1. Air Suling (4)
Nama Resmi : Aqua Destillata
Sinonim : Air Suling, Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur : H H
O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : -
Kegunaan : Fase air
2. Span 80 (3,4)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Sinonim : Sorbitan Laurate; Sorbitan Oleate; Sorbitan
Palmitate; Sorbitan Stearate; Sorbitan
Trioleate; Sorbitan Sesquioleate
RM/BM : C3O6H27Cl17/ 363
11
Rumus Struktur :
Bobot Jenis : 1,01
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan
dapat bercampur dengan alkohol sedikit larut
dalam minyak biji kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB : 4,3
3. Tween 80 (3,4)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
RM/BM : ( C11H23) COO/ 130
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar
larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB : 15
4. Parafin cair (3,4)
Nama resmi : Parafin cair
Nama lain : Paraffinum
12
Sinonim : Paraffinum durum; paraffinum solidum
Bobot Jenis : 0.84–0.89 g/cm3 at 20oC
Pemerian : Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak
berwarna atau putih, tidak berbau, tidak berasa,
agak berminyak. Mineral yang sangat halus putih.
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol; mudah
larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak
menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak
hangat; sukar larut dalam etanol mutlak.
Kegunaan : Fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
HLB :12