BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

41
10 BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM LINGKUP HAK CIPTA A. Pokok-pokok pengaturan hak cipta Hak cipta merupakan bagian dari perlindungan kekayaan intelektual yang berada dalam kategori tersendiri, tidak termasuk dalam hak milik perindustrian. Dengan demikian perlindungan hak cipta tidak mensyaratkan perlu digunakan dalam kegiatan industri. Prinsip dasar perlindungan hak cipta adalah penuangan pemikiran, imajinasi, ide dari pencipta dalam wujud yang nyata dan memiliki sifat yang khas dan pribadi. Artinya, ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta adalah benar-benar ciptaan si pencipta. 1 Perlindungan hak cipta dalam kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek perlindungan yang paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni, sastra (art and literary), serta mencakup pula program komputer. Perlindungan yang sangat luas dalam hak cipta mendukung perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi andalan perkembangan perekonomian di indonesia. Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang memadai terhadap hak cipta sehingga menjadi faktor pendorong para pencipta untuk berkreasi. Adanya perlindungan hak cipta juga berarti terdapat pengakuan terhadap hak moral dan hak ekonomi para pencipta yang akan memotivasi tumbuhnya kreativitas para pencipta dan pada akhirnya berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi kreatif bangsa dan akan memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. 1 Indirani Wauran-Wicaksono, Op. Cit., Hlm. 52.

Transcript of BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

Page 1: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

10

BAB II

DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM

LINGKUP HAK CIPTA

A. Pokok-pokok pengaturan hak cipta

Hak cipta merupakan bagian dari perlindungan kekayaan intelektual yang

berada dalam kategori tersendiri, tidak termasuk dalam hak milik perindustrian.

Dengan demikian perlindungan hak cipta tidak mensyaratkan perlu digunakan

dalam kegiatan industri. Prinsip dasar perlindungan hak cipta adalah penuangan

pemikiran, imajinasi, ide dari pencipta dalam wujud yang nyata dan memiliki sifat

yang khas dan pribadi. Artinya, ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta

adalah benar-benar ciptaan si pencipta.1

Perlindungan hak cipta dalam kekayaan intelektual yang memiliki ruang

lingkup objek perlindungan yang paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan,

seni, sastra (art and literary), serta mencakup pula program komputer.

Perlindungan yang sangat luas dalam hak cipta mendukung perkembangan

ekonomi kreatif yang menjadi andalan perkembangan perekonomian di indonesia.

Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang memadai terhadap hak cipta

sehingga menjadi faktor pendorong para pencipta untuk berkreasi. Adanya

perlindungan hak cipta juga berarti terdapat pengakuan terhadap hak moral dan

hak ekonomi para pencipta yang akan memotivasi tumbuhnya kreativitas para

pencipta dan pada akhirnya berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi

kreatif bangsa dan akan memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

1 Indirani Wauran-Wicaksono, Op. Cit., Hlm. 52.

Page 2: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

11

Hak cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hak” berarti suatu kewenangan yang

diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak.

Sedangkan kata “cipta” atau “ciptaan” tertuju pada hasil karya manusia dengan

menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman.

Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual

manusia.

Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh Sultan Mohammad Syah,

SH pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang kemudian di

terima di kongres itu) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap

kurang luas cakupan pengertiannya, karena istilah hak pengarang itu memberikan

kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh pengarang itu hanyalah

hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan karang-

mengarang saja, padahal tidak demikian. Istilah hak pengarang itu sendiri

merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.2 Secara

yuridis, istilah Hak Cipta telah dipergunakan dalam Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam

Auteurswet 1912.

Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau

Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah

gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk

menyalin suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga

sekaligus memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan,

2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 85.

Page 3: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

12

dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak

eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa

membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa

berlaku tertentu yang terbatas.3

WIPO (World Intellectual Property Organization) mengatakan copyright is

legal from describing right given to creator for their literary and artistic works.

Yang artinya hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak

yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan

sastra. Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si

pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi

juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang

diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang

dilindungi oleh perjanjian ini.

Istilah hak cipta dalam pengertian seperti dijelaskan di atas, merupakan

salah satu kekayaan intelektual yang diatur hukum positif nasional dan

internasional dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan siapa yang berhak atas

suatu ciptaan dan bagaimana cara memanfaatkan atau mengeksploitasi suatu

ciptaan yang dilindungi hukum? Pencipta dan ciptaan merupakan dua hal yang

masing-masing mempunyai konsepnya sendiri dan keduanya berkenaan dengan

hak cipta.

Pencipta mempunyai hak-hak yang dinamakan hak moral dan hak ekonomi.

Yang dinamakan hak moral tetap berada pada pencipta, tidak dapat dialihkan

kepada pihak lain. Hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan (= hak ekonomi)

3 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,

Paten, Merek dan Seluk- beluknya), Erlangga, Jakarta, 2008, hlm. 14.

Page 4: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

13

seperti halnya hak moral, pada mulanya ada pada pencipta. Namun, jika pencipta

tidak akan mengeksploitasi sendiri, pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak

lain yang kemudian menjadi pemegang hak.

Dalam rangka pembahasan pengalihan hak cipta pencipta, yang perlu juga

dibahas dan diketahui adalah tentang adanya tindakan-tindakan tertentu yang oleh

hukum hak cipta diperkenankan untuk dilakukan oleh siapapun juga tanpa perlu

adanya persetujuan pencipta atau pemegang hak cipta, sehingga tidak melanggar

hukum hak cipta ciptaan yang bersangkutan.

1) Pengertian pencipta

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pencipta

adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melahirkan

suatu ciptaan. Selanjutnya, dapat pula diterangkan bahwa yang mencipta suatu

ciptaan menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.

Copinger dalam bukunya4 merumuskan artian ini dalam kalimat sebagai berikut:

... the “author” of a work is to be the first owner of the copyright therein.

UUHC Pasal 1(2) mendefinisikan pencipta5 secara rinci sebagai berikut:

4 Copinger and Skone James on Copyright, London: Sweet & Maxwell, 1971, Hlm. 135;

bandingkan dengan artian pencipta yang dirumuskan sebagai definisi dalam:

a. Black’s law dictionary, West Group, Eight Edition, 2007, Hlm. 121:

One who produces, by his own intellectual labor applied to the materials of his composition,

an arrangement or compilation new in itself. . .

b. WIPO Glossary of terms of the law of Copyright and Neighbouring Rights, 1980, Hlm. 17:

A person who creates a work.

5 Bagian keempat UUHC mengatur orang perorangan dan badan hukum yang dapat menjadi

pencipta dalam penggolongan:

a. Seorang tertentu

b. Dua atau lebih orang

c. Seorang karyawan

d. Instansi pemerintah

e. Badan hukum

Pembedaan pencipta dalam beberapa golongan implikasinya sangat penting terhadap hak dan

kewajiban pencipta, pendaftaran ciptaan, lama berlaku hak cipta dan pertanggungjawaban dalam

hal terjadinya pelanggaran hak cipta.

Page 5: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

14

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri

atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan

pribadi.

Beberapa definisi di atas, menjelaskan bahwa pada dasarnya secara

konvensional yang digolongkan sebagai pencipta adalah seseorang yang

melahirkan suatu ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama

yang mempunyai hak-hak sebagai pencipta yang sebutan ringkasnya untuk

kepraktisannya disebut hak pencipta, dan lebih ringkas lagi menjadi hak cipta.6

Pada mulanya, untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari

suatu ciptaan tertentu tidaklah terlalu sulit. Misalnya, pencipta suatu ciptaan

karangan ilmiah adalah seorang yang menulis tulisan ilmiah bersangkutan.

Meskipun demikian, dengan semakin berkembangnya teknologi canggih, untuk

menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari suatu ciptaan tertentu,

memerlukan penjelasan dengan suatu pendekatan yang agak berbeda. Terutama

dalam menentukan pencipta dan ciptaan-ciptaan yang tergolong hak terkait

dengan hak cipta.

Dalam rangka menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian pencipta pertama,

perlu dikemukakan siapa yang merupakan pencipta pertama suatu ciptaan adalah

sangat signifikan, karena:7

1. Hak-hak yang dimiliki seorang pencipta pertama sangat berbeda dengan

hak-hak pencipta terhadap hak terkait dengan hak cipta.

2. Masa berlakunya perlindungan hukum bagi pencipta pertama biasanya

lebih lama dari mereka yang bukan pencipta pertama.

3. Pengidentifikasian pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi

keabsahan pendaftaran ciptaan (Pasal 31 UUHC), walaupun pendaftaran

tidak mutlak harus dilakukan.

6 Eddy Damian, Op. Cit., hlm. 131.

7 Ibid., hlm. 132.

Page 6: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

15

Yang perlu juga dijelaskan mengenai pengertian pencipta pertama suatu

ciptaan, adalah tentang adanya beberapa cara untuk menjadi pencipta pertama:8

1. Seorang individu dapat secara mandiri menjadi pencipta pertama suatu

ciptaan dengan cara menciptakan suatu ide dan mewujudkannya secara

materiil

2. Seorang majikan dapat menyuruh pegawainya yang bekerja penuh

padanya untuk membuat suatu ciptaan berdasarkan suatu perintah kerja;

dalam hal yang demikian si majikan adalah pencipta pertama ciptaan

yang diperintahkan kepada pekerjanya.

3. Dua atau lebih orang atau badan hukum/usaha dapat menjadi pencipta

bersama dari suatu ciptaan bersama.

Dengan salah satu cara di atas, seseorang dapat menjadi pencipta pertama.

Kendati demikian, seseorang yang mempunyai ide yang kemudian diwujudkan

menjadi suatu ciptaan, belum tentu menjadi seorang pencipta. Selanjutnya secara

ringkas pengertian tentang hak-hak pencipta. Hak-hak ini secara otomatis

diperoleh pencipta setelah suatu ciptaan terwujud dan sifatnya eksklusif atau

khusus, sebagaimana diatur Pasal 1 ayat 1 UUHC:

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Ketentuan diatas ini menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta

untuk melarang atau atau memberi izin menyewakan ciptaan-ciptaannya. Yang

dimaksud dengan hak eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh

melakukan hak itu, kecuali dengan izin pencipta.

Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki pencipta, adalah hak

untuk:

1. Mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi;

8 Ibid.

Page 7: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

16

2. Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara

menjualnya, menitipjualbelikan, menyewakan, atau cara-cara lain;

3. Pencipta pertama memberi izin kepada seorang yang menciptakan hak

terkait dengan hak cipta dengan cara menderevasikan ciptaannya dan

kemudian mengeksploitasi ciptaan pencipta pertama.

Istilah-istilah hak untuk mengumumkan atau hak untuk memperbanyak

seperti dikemukakan di atas padanan katanya kedua istilah ini dalam bahasa asing:

right to publish dan right to copy. Istilah hak mengumumkan sering digunakan

bagi perwujudan suatu ide dengan cara-cara pembacaan, penyiaran, pameran,

penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apa pun termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga

suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

Hak untuk mengumumkan seringkali digunakan untuk mengumumkan

pelbagai ciptaan oleh pencipta dibanding ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Hak

untuk mengumumkan berbeda arti dengan hak memperbanyak (right to copy)

yang juga merupakan suatu bentuk perwujudan suatu ide. Perwujudan ide dengan

suatu perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-

bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara

permanen atau temporer. Perbanyakan oleh pencipta dapat dilakukan atas pelbagai

ciptaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 40(1) UUHC.

2) Ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta

Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan

bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan

Page 8: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

17

melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah

dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.9

Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan

perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta.

Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan

bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan

keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya

yang bersifat pribadi.

UUHC telah merinci sembilan belas ciptaan, sesuai dengan jenis dan sifat

ciptaan. Ciptaan-ciptaan yang dikelompokkan merupakan ciptaan-ciptaan yang

tergolong tradisional dan yang tergolong baru. Pada dasarnya yang dilindungi

UUHC adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam

bentuk khas dan menunjukan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra. Perlu ada keahlian intelektual pencipta untuk dapat menciptakan karya

cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang

khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan

dan kreativitas yang bersifat pribadi pencipta.

Dengan perkataan lain, ciptaannya harus mempunyai unsur refleksi pribadi

pencipta. Tanpa adanya ego(kepribadian) pencipta yang tereflesikan pada

ciptaannya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Keseluruhan

substansi tentang refleksi pribadi pencipta ini, tercermin dari ketentuan Pasal 1(3)

UUHC yang menetapkan:

9 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 121.

Page 9: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

18

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,

dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,

kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Untuk mengetahui ciptaan-ciptaan apa saja di bidang ilmu pengetahuan,

seni atau sastra yang dilindungi hak cipta, Pasal 1(3) ini perlu dihubungkan

dengan ketentuan Pasal 40 yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi

adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup:

1. ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra, terdiri atas:

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis

lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni

pahat, patung, kolase;

g. Karya seni terapan;

h. Karya arsitektur;

i. Peta;

j. Karya seni batik atau seni motif lain;

k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya

tradisional;

p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program

Komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya

yang asli;

r. Permainan video; dan

s. Program Komputer.

2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan

tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk perlindungan

terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah

diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga menjelaskan

pengertian dari jenis ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam

Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut:

a. perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical

arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini

Page 10: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

19

mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf

indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas;

b. alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang

berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain;

c. lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang

bersifat utuh;

d. gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur warna dan

bentuk huruf indah. kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan

(misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan pada permukaan sketsa atau

media karya;

e. karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan seni pada

suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara

lain penggunaan gambar, motif, atau ornament pada suatu produk;

f. karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan, gambar

rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket bangunan;

g. peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di

atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar

dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital;

h. karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan

bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam

kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna. Karya seni motif lain

adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai

daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain

yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;

i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera;

j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving images) antara

lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan

skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita

video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk

dipertunjukkan di bioskop,layar lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi

merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual;

k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi karya tulis

pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam

dalam kaset, cakram optik atau media lain. Basis data adalah kompilasi data dalam

bentuk apapun yang dapat dibaca oleh komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang

karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi

intelektual.Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak mengurangi hak

para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan dalam basis data tersebut. Adaptasi adalah

mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku

menjadi film. Karya lain dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi

format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.

Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:10

1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;

2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data

walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau

digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan

3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan

masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan

fungsional.

10

Pasal 41 ayat (2) UUHC.

Page 11: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

20

Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga

negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat

pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol

keagamaan.11

Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah: 12

a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra

b. Ciptaan yang tidak orisinil

c. Ciptaan yang bersifat abstrak

d. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum

e. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak

Cipta.

3) Plagiarisme sebagai pelanggaran UU hak cipta

Mencerna kembali arti dari plagiarisme13

dan plagiat memiliki beberapa

pendefinisian. Plagiarisme sebenarnya dapat dianalogikan dengan istilah

perbanyakan pada Hak Cipta yaitu penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara

keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial. Hanya saja pada plagiarisme

ditambahkan dengan kata tanpa memberikan informasi yang cukup tentang

sumber aslinya dan mengakuinya sebagai karyanya sendiri.

Sementara itu Paul Goldstein dalam bukunya Hak Cipta: Dahulu, kini dan

Esok14

mengatakan bahwa ”plagiat atau menjiplak sering dianggap orang banyak

memiliki kaitan yang erat dengan Hak Cipta”. Menurut Paul Goldstein definisi

11

Pasal 42 UUHC. 12

Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Op.Cit., hlm.18. 13

Kamus wikipedia yang merupakan kamus bebas, mendefinisikan bahwa plagiarisme atau

penjiplakan adalah penggunaan gagasan, informasi, atau tuisan orang lain tanpa memberikan

informasi yang cukup tentang sumber aslinya. Dikatakan lebih lanjut dalam kamus ini bahwa

plagiarisme berbeda dengan pelanggaran hak cipta (pelanggaran terhadap hak pemanfaatan

terhadap suatu karya). 14

Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, diterjemahkan oleh Masri Maris, hlm. 13.

Page 12: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

21

plagiat yang diberikan oleh Martial lebih tepat yaitu pengarang yang mengatakan

karya orang lain sebagai karangannya.15

Goldstein mengatakan:

. . . Adalah benar bahwa plagiat adalah suatu pelanggaran etika, bukan

merupakan pelanggaran hukum dan penegakannya berada ditangan pejabat

berwenang dunia akademik, bukan berada dalam lingkup kompetensi pengadilan.

Plagiat terjadi bila seseorang mahasiswa yang dikejar masa studinya, atau seorang

guru besar yang alpa (Neglectful professor) atau seorang penulis yang kurang

cermat, secara tidak jujur mengakui ciptaan karya tulis orang lain sebagai

ciptaanya sendiri. Sudah barang tentu, terjadi pelanggaran hak cipta, bila ciptaan

yang dijiplak merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta16

Pada umumnya, plagiat dianggap sebagai bukan suatu permasalahan hukum.

Namun, dalam prakteknya istilah plagiat sudah digunakan secara meluas yang

membentuk konsep peniruan terhadap karya-karya sebelumnya tanpa memberikan

perbedaan yang berarti dengan karya penirunya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) juga membedakan antara plagiat dengan plagiarisme. KBBI menyatakan

bahwa plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar Hak Cipta.17

Sementara

plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah

karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya

sendiri. Maka berkiblat pada definisi KBBI, diputuskan dalam penelitian ini

bahawa terminologi yang lebih tepat untuk digunakan adalah plagiarisme dan

bukan plagiat.

Secara filosofis, UU Hak Cipta menempatkan pencipta dan karya ciptanya

dalam kedudukan yang terhormat dan tinggi. Manusia sebagai pencipta tidak

diperlakukan seperti mesin produksi yang bekerja secara mekanis dan jauh dari

cita manusiawi. Sebaliknya, pencipta diperlakukan secara terhormat sebagai

15

Ibid., hlm 43. 16

Sebagaimana dikutip oleh Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.

265. Kutipan bersumber dari Paul Goldstein, Copyright’s Highway (Harper Collins, 1994), hlm

12. 17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 881.

Page 13: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

22

pribadi-pribadi yang berbudi, bermartabat dan berbudaya. Manusia, merupakan

sumber inspirasi, ide, gagasan yang mampu mengekspresikannya ke dalam kreasi

ciptaan yang berwujud, bernilai dan bermanfaat. Itu sebabnya, ciptaan kerap

dianggap sebagai refleksi pribadi pencipta karena ciptaan benar-benar berasal dari

diri pencipta (stem from the author).

Ciptaan dibuat dan dihasilkan dari ide, gagasan, kreativitas, serta

keterampilan pencipta. Oleh karena itu, ciptaan yang dilahirkan harus

diperlakukan secara layak dan pantas, terhormat dan terjaga integritasnya.

Pemahaman seperti itu memang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam UU Hak

Cipta. Namun demikian, undang-undang pernah mensyaratkan suatu ciptaan harus

asli, memiliki bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Syarat keaslian atau

orisinalitas ciptaan ini sesunggunhnya memiliki alur logika yang berbanding lurus

dengan konsepsi itu. Seiring dengan itu, UU Hak Cipta juga memiliki misi

stategis, terutama dalam upaya mengembangkan kultur akademi dan nilai-nilai

budaya hukum. Itu semua berlangsung secara implisit melalui norma-norma,

kaedah, tuntuan dan larangan, berikut nilai-nilai kepatutan yang dijaga dan

dilestarikan oleh masyarakat.

Plagiarisme merupakan tindakan pelanggaran hukum, yakni melanggar

UUHC dan juga berseberangan dengan etika. Hal paling utama yang dilanggar

adalah hak moral pencipta yang ciptaannya diplagiat. Ketentuan Pasal 5(1) UUHC

menyebutkan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada

diri pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada

salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. Tujuannya,

selain untuk menjaga identitas pencipta, dalam norma ini melekat pula kewajiban

Page 14: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

23

menjaga integritasnya. Pengutipan dengan parafrase yang ceroboh dan tidak

cermat akan dapat mengubah makna gagasan yang disampaikan. Tindakan seperti

itu jelas mengganggu integritas pencipta, meski sumber kutipannya disebutkan.

Kedua elemen hak moral tersebut, yakni right of paternity (merupakan hak

pencipta untuk dicantumkan namanya pada hasil ciptaannya) dan right of

integrity18

(merupakan hak pencipta untuk mencegah perubahan yang terjadi

dalam hasil ciptaannya) telah dikukuhkan menjadi norma hukum disertai sanksi

dalam UUHC. pendeknya, sistem dan norma hukumnya jelas, apalagi dengan

stelsel delik biasa yang tidak mensyaratkan adanya aduan dari pihak manapun.

B. Doktrin Fair Use dalam Karya Tulis

1. Fair Use

a. Definisi Doktrin Fair Use

Fair use adalah pembatasan mengenai penggunaan karya cipta tanpa izin

pencipta. Fair use juga didefinisikan sebagai prinsip hak cipta berdasarkan

kepercayaan bahwa publik berhak menggunakan secara bebas porsi materi karya

cipta untuk tujuan komentar dan kritik. Berdasarkan definisi tersebut, fair use

adalah doktrin atau prinsip yang memperbolehkan pihak lain untuk menggunakan

kreasi hak cipta tertentu untuk kepentingan atau tujuan yang spesifik. Fair use

dapat digunakan sebagai konteks dengan menggunakan bagian dari buku tanpa

mencari otorisasi dari pemegang hak cipta. Jika pemegang hak cipta keberatan

atas hal tersebut maka kemudian pemegang atau pemilik hak cipta yang

bersangkutan dapat menggugat pemakai karya cipta tanpa izin sebagai

18

Robert merkin, copyright, designs and patents: the new law, first edition, longman group Ltd,

london, 1990, hlm. 233-234.

Page 15: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

24

pelanggaran hak cipta dan pengguna dapat menggunakan pembelaan affirmative

sebagai sebuah fair use.19

Doktrin fair use tidak memiliki definisi yang seragam, menurut Prof. Eddy

Damian dengan adanya pengaturan hukum penggunaan yang wajar (fair use),

hukum hak cipta memperkenankan seseorang (pihak ketiga) menggunakan atau

mengeksploitasi suatu ciptaan tanpa perlu izin dari pencipta, asalkan masih dalam

batas-batas yang diperkenankan.20

Penjelasan Pasal 44 ayat 1 huruf a UUHC

mengatur tentang kepentingan yang wajar atas pengecualian hak cipta yang

didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu

ciptaan. Ketentuan tentang kepentingan yang wajar (fair use) merupakan asas

anglo-saxon yang di adopsi kedalam sistem hukum indonesia (sebagai warisan

sistem eropa kontinental). Terlepas dari perbedaan sistem hukum, kepentingan

yang wajar dalam pengecualian hak cipta masih tetap tidak jelas dalam hal

pengaturan parameter pengecualiannya. Menurut Paul Goldstein, fair use secara

umum didefinisikan sebagai:

“a privilege in others than the owner of a copyright to use the copyrighted

material in a a reasonable manner without his consent, nothwithstanding

the monopoly granted to the owner by the copyright.”21

Hal tersebut diuraikan lebih jelas oleh Ralph S. Brown dengan mendefinisikan

doktrin fair use sebagai:

“a legal doctrine the portions of copyrighted materials may be used without

permission of the copyright owner provided the use is fair and reasonable,

19

Richard Stim, Oktober 2010, the content for the copyright and Fair use overview, tersedia pada

website; stanford universities libraries and academic information sources, justia, NOLO,

librarylaw.com&onecle, chapter 9: Fair use and what is Fair use, measuring Fair use: the fourth

factors dalam

http://fairU.S.e.stanford.edu/copyright_and_fair_use_overview/chapter9/index.html/. Diakses pada

tanggal 5 desember 2017 20

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, hlm. 115. 21

Carl-Bernd Kaehlig, Indonesian copyright law: including licensing and registration

requirements, (tatanusa, jakarta: 2011), hlm. 7.

Page 16: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

25

does not substantially impair the value of the materials, and does not curtail

the profits reasonably expected by the owner”22

Berdasarkan doktrin fair use hukum memungkinkan pengguna untuk

menggunakan karya cipta tanpa izin dari pemilik hak cipta dengan penggunaan

wajar, yaitu pembelaan terhadap pelanggaran hak cipta. Ini berarti bahwa

penggunaan yang tidak sah dari materi berhak cipta dimaafkan jika menggunakan

prinsip penggunaan wajar, meskipun hukum tidak memberikan pedoman untuk

membuat penilaian ini, penentuan penggunaan wajar tidak selalu mudah karena

merupakan wilayah abu-abu hukum. Akibatnya, pengadilan membuat keputusan

atas dasar kasus per kasus.

Menurut Thomas Reuters dalam analisisnya terhadap kasus Folsom vs

Marsh mendefinisikan doktrin fair use sebagai doktrin yang memungkinkan

penggunaan karya berhak cipta tanpa memperoleh izin dari pemegang hak

ciptanya dan ini adalah salah satu jenis pembatasan dan pengecualian terhadap

hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta termasuk

komentar, kritik, parodi, pelaporan berita, penelitian, pengajaran, pengarsipan

perpustakaan dan untuk kepentingan beasiswa dapat dikategorikan sebagai

pembatasan hak cipta asalkan memenuhi empat faktor yang harus dipenuhi agar

dapat dikategorikan sebagai penggunaan karya secara wajar atau termasuk

kedalam doktrin fair use.

Thomas juga mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, doktrin fair use ini

dikembangkan oleh lembaga peradilan dan sekarang ditetapkan kedalam statuta

22

Ralph. S. Brown, copyright: unfair competition and related topics bearing onthe protecion of

works of autoship, (foundation pres, new york:2010), hlm. 65.

Page 17: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

26

yang menyeimbangkan hak dari pencipta dan kepentingan publik. Doktrin fair use

di Amerika Serikat dapat dilihat sebagai berikut:23

“untuk tujuan seperti kritik, komentar, laporan berita, pengajaran (termasuk

beberapa salinan untuk penggunaan dalam kelas), keilmuan, atau penelitian,

bukanlah suatu pelanggaran dari hak cipta

1. Tujuan dalam karakter dari suatu penggunaan, termasuk apakah

penggunaan tersebut bersifat komersial atau tujuan pendidikan yang

nirlaba

2. Sifat dari suatu ciptaan

3. Jumlah dan kekukuhan dari bagian yang digunakan dalam kaitannya

dengan ciptaan secara keseluruhan

4. Efek dari penggunaan terhadap pasar potensial bagi suatu ciptaan atau

nilai dari satu ciptaan”

Berdasarkan definisi fair use tersebut fair use juga dapat digunakan untuk

kepentingan kritik, komentar, laporan berita, pengajaran, dan penelitian.

Penentuannya akan mempertimbangkan maksud dan karakter pengguna, meliputi

apakah digunakan untuk kepentingan komersial atau untuk kepentingan

pendidikan yang bersifat nonprofit. Sifat dari karya ini sendiri; porsi substansi

yang digunakan dalam hubungan dengan karya cipta secara keseluruhan, dampak

dari pengguna diatas nilai pasar secara potensial atau nilai karya cipta.

b. Keberlakuan Doktrin Fair Use Terhadap Ciptaan

Melihat pada pengertian doktrin fair use, yaitu doktrin yang

memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta tanpa izin

dari pencipta atau pemegang hak cipta maka terlihat bahwa doktrin fair use

berlaku hanya ketika suatu ciptaan yang digunakan secara wajar tersebut

23

Diterjemahkan secara bebas oleh peneliti dengan teks asli “for purposes such as criticism,

comment, news reporting, teaching (including multiple copies for classroom use), scholarship, or

research, is not infringement of copyright. In determining whether the use made of a work in any

particular case is a Fair use the factors to be considered shall include: 1) the purpose and

character of the use, including whether such use is a commercial nature or is for nonprofit

educational purposes; 2) the nature of the copyrighted work; 3) the amount and substantial of the

portion used in relation to the copyrighted work as a whole; and 4) the effect of the use upon the

potential market value or value of the copyrighted work.” (USA, Copyright Act of 1976, Section

107)

Page 18: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

27

dilindungi oleh hak cipta. Artinya, doktrin fair use di amerika serikat tidak

berlaku bagi ciptaan atau karya yang tidak mendapat perlindungan hak cipta

berdasarkan Copyright act 1976.

Menurut Martine Courant Rife, menyatakan bahwa doktrin fair use menjadi

irrelevant ketika hak cipta tidak melindungi suatu ciptaan. Selanjutnya, menurut

Martine Courant Rife, ada beberapa hal yang dapat membuat doktrin fair use

menjadi tidak berlaku pada suatu ciptaan, yaitu:

1. Ciptaan tersebut sudah berada dalam domain publik, artinya masa

perlindungan hak cipta sudah habis.

2. Ciptaan yang diciptakan oleh pemerintah amerika serikat, seperti antara

lain, putusan pengadilan, statuta, dan peraturan-peraturan lainnya.

3. Ciptaan yang tidak orisinal

4. Penggunaan ciptaan yang de minimalis, artinya penggunaan ciptaan

tersebut tidak cukup melibatkan kuantitas dari ciptaan yang disalin

untuk membuat adanya kesamaan subtansial.

5. Penggunaan ciptaan dengan seizin dari penciptanya.24

Selain lima ciptaan di atas, terdapat juga ciptaan yang tidak mendapat

perlindungan hak cipta, yaitu ciptaan yang melanggar hukum. Terhadap ciptaan-

ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum ini, Paul Goldstein

menyatakan bahwa pertimbangan untuk menentukan suatu muatan yang

melanggar hukum ini, pada intinya, terdapat pada hukum negara bagian dan nilai-

nilai yang dianut masyarakat setempat.25

Sama seperti di Amerika Serikat, doktrin fair use di Indonesia juga hanya

berlaku pada ciptaan-ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta karena doktrin

fair use adalah doktrin yang memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang

dilindungi hak cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Artinya,

24

Martis Courant Rife, “The Fair use doctrine: history, application, and implications for (new

media) writing teachers,“ Depatment of Communication, Lansing Community College, USA:

2007, http://www.msu.edu/-mcgrat71/writing/fair_use_rife.pdf, hlm. 161. 25

Paul Goldstein, Copyright, Volume I, hlm. 85-87.

Page 19: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

28

pemberlakuan doktrin fair use haruslah terdapat ciptaan yang memiliki

perlindungan hak cipta saja.

Dengan demikian, ada beberapa ciptaan dalam hukum hak cipta Indonesia

yang tidak dapat memberlakukan doktrin fair use, yaitu:

1. Ciptaan berdasarkan Pasal 41 UUHC, yaitu: hasil karya yang belum

diwujudkan dalam bentuk nyata; setiap ide, prosedur, sistem, metode,

konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan,

dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah

ciptaan; dan alat benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk

menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan

untuk kebutuhan fungsional.

2. Ciptaan yang telah habis masa perlindungannya. Ketika suatu ciptaan

telah habis masa perlindungan hak ciptanya maka segala hak ekonomi

yang dimiliki oleh pencipta, ahli waris pencipta dan pemegang hak

cipta tidak memiliki perlindungan lagi, hak moral berkenaan dengan

larangan untuk mengubah suatu ciptaan juga tidak berlaku.26

Hanya hak

moral pencipta untuk tetap dicantumkan atau tidak dicantumkan

namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk

umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

mempertahankan haknya dalam terjadi distorsi ciptaan, mutilasi

ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan

kehormatan diri atau reputasinya, tidak mengenal batas waktu

berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UUHC

26

Zen Umar Purba, Hak kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Edisi pertama, Cetakan ke-1, (alumni,

bandung:2005), hlm. 123

Page 20: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

29

3. Ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan

Pasal 1 angka 3 UUHC. Ciptaan yang mendapat perlindungan hak cipta

adalah ciptaan yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan

Pasal 1 angka 3 UUHC. Apabila suatu ciptaan tidak memenuhi unsur

tersebut maka ciptaan tersebut tidaklah mendapat perlindungan hak

cipta.

Apabila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam hukum hak cipta

Amerika Serikat, UUHC tidak mengatur mengenai tidak adanya perlindungan hak

cipta terhadap ciptaan yang mengandung muatan yang melanggar hukum.

Amerika Serikat memiliki pengaturan terhadap ciptaan yang mengandung muatan

melanggar hukum melalui praktik pengadilan dan berdasarkan praktik pengadilan

itu dapat terlihat bahwa ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum.

Terhadap semua ciptaan tersebut, tidak terdapat perlindungan hak cipta. Sama

dengan US Copyright Act 1976, UUHC tidak mengatur mengenai bentuk ciptaan

ini.

c. Pengaturan Doktrin Fair Use Pada Perjanjian Internasional

Ketentuan terhadap pembatasan dan/atau pengecualian di dalam TRIP‟s,

terdapat pada pasal 13 yang berbunyi: “di dalam hal-hal tertentu, Anggota dapat

menentukan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang diberikan

sepanjang tidak bertentangan dengan tata cara eksploitasi dari karya yang

bersangkutan secara normal dan tidak mengurangi kepentingan sah dari pemegang

hak secara tidak wajar.” Kata hak eksklusif dalam pasal 13 ini menimbulkan

penafsiran bahwa ketentuan ini berlaku terhadap semua hak eksklusif dari

Page 21: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

30

pemegang hak cipta dan merupakan syarat untuk penentuan pengecualian dan

pembatasan hak cipta yang baru.

Perjanjian TRIP’s mengadopsi doktrin Three-Step-Test atau tiga langkah

pengujian sebagai acuan aturan untuk melindungi karya cipta dari pencipta.

Doktrin Three-Step-Test ini memiliki keterkaitan dengan pembatasan dan

pengecualian atas reproduksi dari hak cipta. Akan tetapi, doktrin Three-Step-Test

pada perjanjian ini diperluas,27

dimana pada awal mulanya hanya terkait dengan

hak reproduksi, dalam perjanjian ini diperluas menjadi hak eksklusif pencipta.

Terkait dengan pembatasan dan pengecualian hak cipta disebutkan dalam

Pasal 13 Trips Agreement sebagai berikut:

Members shall confine limitations or exceptions to exclusive rights to

certain special cases which do not conflict with a normal exploitation of the work

and do not unreasonably prejudice the legitimate interests of the right holder.

Maksud dari pasal tersebut bahwa setiap negara anggota dalam perjanjian

ini memberikan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang

dimiliki pencipta atas suatu karyanya terhadap kasus-kasus tertentu yang tidak

bertentangan dengan eksploitasi dan dengan secara tidak wajar tidak merugikan

kepentingan pencipta.

Secara lebih jelas lagi, tiga langkah pengujian yang terkait dengan

pembatasan dan pengecualian hak cipta28

adalah sebagai berikut:

1) Suatu karya sastra dan seni dapat diperbolehkan untuk direproduksi di

suatu kondisi atau kasus-kasus tertentu.

Maksud dari kondisi atau kasus-kasus tertentu adalah dalam hal

melakukan reproduksi karya cipta tersebut dilakukan sebatas untuk

27

Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 30 TRIPs Agreement. 28

TRIPs, Art. 13.

Page 22: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

31

kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, penelitian, dan

pengembangan serta kegiatan lain yang bersifat nonkomersial.

2) Selama reproduksi tersebut tidak bertentangan dengan eksploitasi atau

penggunaan yang wajar atas suatu karya.

Terkait dengan seberapa banyak suatu karya dapat direproduksi tidak

diatur dengan jelas dalam perjanjian ini, akantetapi, ada hak moral dari

pencipta yang harus dihormati dan dijaga. Penggunaan ciptaan pihak

lain yang sudah melebihi setengah dari bagian substansial dari karya

tersebut, dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan hal itu dikatakan

sebagai tindakan eksploitasi atas suatu karya cipta.

3) Selama tidak secara tidak wajar merugikan kepentingan

pengarang/pencipta.

Tidak diatur secara lebih rinci lagi terkait batasan penggunaan ciptaan

pihak lain untuk direproduksi, namun para negara anggota telah

bersepakat bahwa diperbolehkan untuk dilakukan reproduksi atas suatu

karya dengan tidak melanggar kepentingan yang wajar dari pencipta.

Kepentingan yang wajar dalam hal ini dikaitkan dengan hak ekonomi,

artinya, jika dalam mereproduksi suatu karya itu ada unsur materi di

dalamnya, maka pihak yang mereproduksi wajib meminta izin terlebih

dulu kepada penciptanya sebagai pemegang hak eksklusif atas suatu

karya cipta.

d. Perbandingan Pengaturan Doktrin Fair Use

Pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC mengutamakan

pencantuman sumber dalam setiap penggunaan. Hal ini berhubungan dengan hak

Page 23: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

32

moral dari pencipta, yaitu hak agar namanya dicantumkan dalam setiap

pengambilan ciptaan. Hal ini sejalan dengan fokus utama perlindungan hak cipta

di Indonesia, yaitu perlindungan kepada pencipta. Sedangkan di Amerika Serikat,

pencantuman sumber tidak menjadi syarat utama karena fokus perlindungan hak

cipta Amerika Serikat adalah kepada pemegang hak cipta.

Apabila dibandingkan, pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC

tidak memiliki faktor-faktor yang secara tegas diberikan oleh pembuat undang-

undang untuk menentukan apakah terdapat suatu penggunaan yang wajar atau

tidak. Pembuat UUHC mengatur bentuk-bentuk tindakan penggunaan yang dapat

dianggap sebagai penggunaan yang wajar, seperti pengutipan, pengambilan

bagian ciptaan, pengubahan bentuk, perbanyakan ciptaan, dan pembuatan salinan

untuk program komputer. Pengaturan bentuk-bentuk penggunan tersebut disertai

dengan tujuan atau kepentingan masing-masing.

Sehubungan dengan perbedaan pengaturan tersebut, akan leih mudah bagi

hakim untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar apabila diberikan faktor-

faktor pertimbangan seperti Copyright Act. Dengan memberikan faktor-faktor

pertimbangan, hakim dapat mengelaborasikan faktor-faktor tersebut dengan fakta

yang terjadi untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar (fair use). Namun,

konsekuensi dari pemberian faktor-faktor pertimbangan adalah tidak akan atau

mungkin jarang sekali terjadi persamaan pandangan terhadap adanya suatu

penggunaan yang wajar karena semua bergantung pada penafsiran hakim. Dengan

demikian, pendekatan kasus sangat diperlukan dalam menentukan suatu

penggunaan yang wajar.

Page 24: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

33

2. Karya Tulis

a. Lingkup Pengaturan

Konvensi Bern29

dan undang-undang hak cipta berbagai negara30

menempatkan karya tulis sebagai salah satu jenis ciptaan yang dilindungi.

Perlindungan hukum diberikan untuk selama waktu tertentu memiliki hak

eksklusif berdasarkan kaedah-kaedah, norma dan bahkan etika yang berlaku.

Obyek perlindungan hak cipta meliputi karya ilmu pengetahuan, termasuk karya

tulis dan karya seni. Sebagai karya cipta, karya tulis merupakan media tempat

pengekspresian ide atau gagasan-gagasan pencipta guna membangun dialektika

dengan pembaca.31

Karena dianggap pula sebagai media untuk sarana

komunikasi, karya tulis memiliki format tertentu yang harus diperhatikan dan

dipatuhi oleh penulisnya. Sama seperti media komunikasi lain, karya tulis juga

mengenal bentuk, format dan sistematika, termasuk kaedah-kaedah penulisan

serta rambu-rambu teknis dan etika yang harus diindahkan.

Adapun pengertian karya tulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI)32

adalah Secara bahasa karya tulis disusun dari dua kata yang berbeda

yaitu karya dan tulis. Kata karya dalam KBBI memiliki arti pekerjaan, buatan,

ciptaan dan hasil perbuatan (terutama untuk hasil karangan). Sedangkan tulis

berarti sebuah huruf atau angka yang dibuat dengan pena atau alat tulis lainnya.

Dari pengertian masing-masing kata, maka dapat diartikan bahwa karya tulis

adalah sebuah karangan yang kita tuliskan dalam suatu bidang. Atau sebuah

29

Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886, yang telah beberapa

kali direvisi, terakhir tahun 1971 di Paris. Andrew Christie and Stephen Gare, 2001, Black Stone’s

Statutes on Intellectual Property, Blackstone Press, London, Hlm. 416. 30

Negara-negara Anggota WIPO/UN menggunakan Konvensi Bern sebagai acuan dasar

kepatuhan dalam pengaturan Hak Cipta pada Undang-undang nasional masing-masing. 31

Henry Soelistyo, Op. Cit., Hlm, 27. 32

https://kbbi.web.id, dikunjungi pada tanggal 29 Mei 2018.

Page 25: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

34

karangan hasil dari sebuah pemikiran, pengamatan dalam bidang tertentu yang

ditulis secara terarah.

Dalam UUHC (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf a) terdapat rumusan

pengertian karya tulis sebagai berikut “Yang dimaksud dengan "perwajahan karya

tulis" adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical

arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis.

Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau

tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas”.

Sedangkan dalam Konvensi Bern menyebutkan salah satu ciptaan yang dilindungi

adalah buku, pamflet, dan tulisan lainnya. Namun tidak ada uraian tegas dalam

Konvensi Bern mengenai ciptaan yang dilindungi ini.

berdasarkan beberapa pengertian karya tulis diatas, dapat disimpulkan

bahwa karya tulis memiliki banyak ragam pengertian. Dengan demikian dalam

Skripsi ini yang dimaksud dengan karya tulis adalah mengacu pada pengertian

dalam UUHC.

b. Jenis Karya Tulis

Karya tulis mempunyai banyak ragam tergantung dari tujuan, manfaat,

sumber penulisan, dan aspek-aspek lainnya. Berdasarkan sumbernya, secara

umum karya tulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:33

1. Karya Fiksi (tidak ilmiah)

Karya fiksi merupakan karya tulis yang sumbernya semata-mata imajinasi,

fantasi atau rekaan dari si penulis. Tujuan seseorang menulis fiksi biasanya untuk

menghibur atau untuk mengungkapkan isi hati penulis. Karya tulis fiksi

33

http://www.kampus-info.com/2012/08/pengertian-karya-tulis-dan-karya-ilmiah.html, diakses

tanggal 20 Januari 2018.

Page 26: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

35

merefleksikan situasi masyarakat tertentu. Contoh dari karya tulis jenis ini adalah

dongeng, novel, cerpen, drama, dan roman.34

2. Karya Non-fiksi (ilmiah)

Karya ilmiah (scientific paper) adalah tulisan atau laporan tertulis yang

memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu masalah oleh seseorang atau

sebuah kelompok dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan

dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Data, simpulan, dan informasi lain yang

terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan

lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya ilmiah

berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

berupa penjelasan (explanation), prediksi (prediction), dan pengawasan (control).

Contoh dari karya tulis jenis ini adalah makalah, skripsi, tesis, surat pembaca,

proposal penelitian, dan resensi.35

Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan karya non-ilmiah

antara lain:36

a. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran)

dalam pembahasan masalah;

b. Lugas, tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan

interpretasi lain;

c. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten;

d. Efektif, ringkas, dan padat;

e. Efisien, hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan

mudah dipahami;

f. Objektif berdasarkan fakta, setiap informasi dalam kerangka ilmiah

selalu apa adanya;

g. Sistematis, baik penulisan dan pembahasan sesuai dengan prosedur dan

sistem yang berlaku.

34

https://karyapemuda.com/karya-tulis/#1_Karya_Tulis_Ilmiah, diakses tanggal 20 Januari 2018. 35

Ibid. 36

http://www.komunikasipraktis.com/2014/09/karya-tulis-ilmiah-pengertian.html, diakses 20

Januari 2018.

Page 27: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

36

Karya ilmiah ditulis dengan mendasarkan pada aturan dan teknik-teknik

tertentu.37

Materinya, dapat berupa karya ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.

Karya ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun

secara logis dan konsisten dengan memperhitungkan sebab dan akibat.38

Dalam

kerangka pengaturan hak cipta, karya semacam ini lazim disebut literary works,

yaitu ciptaan selain karya drama atau musik yang diwujudkan secara tertulis, atau

diucapkan atau didendangkan yang meliputi pula tabel dan kompilasi data, (di luar

data base), program komputer berikut persiapan desain materi untuk program

komputer.

Sedangkan teknologi adalah gagasan pemecahan masalah yang bersifat

konkrit. Dengan dua kemungkinan lingkup materi itu, penulisan karya tulis

lazimnya diawali dengan suatu gagasan atau ide yang jelas. Lazimnya, ide itu

telah diendapkan dan dimatangkan ke dalam topik yang eksak dan jelas serta

mencerminkan esensi gagasannya. Dari segi proses, penulisan karya ilmiah

memerlukan langkah-langkah persiapan seperti penelusuran (searching) guna

pengumpulan bahan dan melengkapi referensi. Lebih banyak karya tulis yang

dibaca lebih lengkap referensi yang dapat dikumpulkan. Ini berarti, lebih luas

wawasan yang ditulis, serta lebih komprehensif pemikiran ataupun pandangan-

pandangan yang disampaikan. Kesemuanya itu menggambarkan suatu proses

bahwa tulisan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa berkembang di

atas hamparan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada sebelumnya.

37

Sri Hartinah, Penulisan Karya Ilmiah Bagi Pustakawan, Makalah disampaikan pada Diklat Alih

Ajar se Provinsi Jawa Tengah, hlm. 2, 38

Kamus bahasa indonesia online, http://www.kamusbahasaindonesia.org, diakses tanggal 2

november 2017.

Page 28: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

37

Dengan basis state of the art atau prior art39

seperti itu karya-karya ilmu

pengetahuan dan teknologi terus tumbuh dan berkembang mengisi kebutuhan

untuk peningkatan kemaslahatan hidup masyarakat.

Dalam dunia akademik, karya tulis merupakan media penyampaian konsep

yang berisi ide dan gagasan.40

Gagasan seperti itu dikomunikasikan dalam bentuk

tulisan untuk dipahami, diuji, ditanggapi atau dimengerti layaknya sebagai

informasi bagi masyarakat yang berkepentingan. Oleh karena itu, tulisan harus

dirancang dan diarahkan sesuai dengan minat pembaca yang menjadi sasarannya.

Dalam konteks yang lebih personal, tulisan adalah sarana dialog antara penulis

dengan pembaca. Itu yang harus disadari dan mengharuskan perlunya segmen

pembaca ditentukan sesuai dengan topik karya tulisnya.

Sejauh ini telah banyak referensi teknis yang mengajarkan bagaimana

menulis karya ilmiah yang baik dan efektif untuk menyampaikan gagasan, ide

atau konsep penulis. Aturan dan pedoman juga telah secara lengkap tersedia untuk

menuntun dan mengarahkan proses penulisan. Demikian pula rambu-rambu teknis

yang telah lama digunakan untuk mendampingi aktivitas kreatif masyarakat

melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat melarang maupun membolehkan

sesuatu tindakan dilakukan. Esensinya, ketentuan yang menuntun dan

mengarahkan perilaku masyarakat. Demikian pula norma-norma hukum yang

memagari dan menetapkan sanksi-sanksi bila rambu-rambu dan pagar-pagar itu

dilanggar. Selebihnya, dalam derajat yang lebih longgar, etika dan tatanan moral

memayungi aktivitas masyarakat agar terbebas dari cela dan kecaman.

39

State of the art atau prior art adalah status teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya.

Pengungkapan atau disclosure seperti itu mencakup semua literatur paten dan dokumen lain yang

bukan merupakan literatur paten. Baca ketentuan pasal 3 UU Paten No. 14 Tahun 2001, berikut

penjelasannya. 40

Henry Soelistyo, Op. Cit., Hlm, 30.

Page 29: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

38

Dalam kegiatan tulis menulis, seorang dosen atau mahasiswa memiliki

semuanya. Memiliki pedoman teknis penulisan karya imiah yang lengkap dan

memadai. Mereka juga memiliki aturan hukum, yang harus dipahami secara

seksama dan dipedomani agar tidak terseret pada tindakan pelanggaran hak cipta.

Terakhir, nilai-nilai etika yang sarat dengan arahan kepada terwujudnya perilaku

yang baik dalam menulis dan menghindari yang buruk dalam mengeksplorasi

gagasan. kesemuanya menuju pada sasaran tunggal, yaitu mewujukan karya tulis

ilmiah yang terbebas dari pelanggaran hak cipta maupun pelanggaran niali-nilai

etika. Singkatnya, terbebas dari tindak plagiarisme, baik plagiat ide maupun

plagiat tulisan. Apapun dua filter hukum dan etika itu telah dapat menjaga

legalitas dan kepatutan tulisan, maka yang berikutnya perlu memperoleh perhatian

adalah aturan mengenai tulisan. Sudah tentu ini lebih merupakan masalah teknis

yang berpangkal pada soal keterampilan atau writing skill. Hal yang terakhir ini

diantaranya mencakup bagaimana cara mengutip tulisan orang lain dengan benar.

Bagaimana bila kutipan itu menyangkut frasa yang panjang, bagaimana membuat

kutipan pendek, bagaimana pula cara melakukan parafrase atau membuat ekstrak

gagasan.

Harus diakui, kesemuanya menjadi penting dan relevan untuk dipahami,

penting untuk dipedomani para dosen dan mahasiswa termasuk para peneliti dan

tenaga kependidikan dalam rangka penulisan karya ilmiah, baik selaku

pembimbing, promotor, penguji maupun penyusun langsung karya tulis, disertasi

atau tesis, atau penulisan makalah, ataupun laporan hasil penelitian. Karya tulis

yang menjadi basis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik untuk

masa kini maupun pada masa yang akan datang. Yang pasti, segala format tulisan

Page 30: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

39

karya ilmiah itu, termasuk karya tulis lainnya, merupakan karya intelektual yang

dilindungi hak cipta.

Ketika suatu karya tulis telah menjadi ciptaan dengan label hak cipta, maka

secara yuridis tidak hanya berhak mendapatkan perlindungan hak cipta, tetapi juga

mendapatkan pengakuan, penghormatan dan penghargaan masyarakat secara

sepantasnya. Perlakuan seperti itu ditumbuhkan dari basis konsep hak moral yang

dimiliki pencipta. Atas dasar alasan itu pula, maka plagiarisme secara langsung

membentur norma moral dan etika. Prinsipnya, merupakan tindakan yang tidak

patut dan selayaknya dikecam bila seseorang melakukan plagiarisme.

C. Batasan Penerapan Prinsip Fair use Dalam Karya Tulis

1) Penggunaan Yang Wajar Dalam Karya Tulis Menurut UUHC

Mengenai Doktrin Fair use pada penggunaan karya tulis dalam Pasal yang

berkaitan dengan penggunaan karya cipta untuk tujuan pendidikan dan

pengelolaan karya tulis oleh perpustakaan. Pada UUHC diatur pada Pasal 44

mengenai penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu

ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial

tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau

dicantumkan secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan,

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak

cipta. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa syarat mencantumkan sumber

adalah sebuah syarat mutlak untuk dapat terbebas dari pelanggaran hak cipta.

Pasal 47 UUHC menyebutkan bahwa setiap perpustakaan atau lembaga

arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau

Page 31: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

40

bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dengan cara

penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan pengumuman,

diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat

perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan

digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian, penggandaan tersebut

dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, penggandaan

tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan tidak ada

lisensi yang ditawarkan oleh lembaga manajemen kolektif kepada perpustakaan

atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan. Selain itu

pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang

rusak, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari

koleksi permanen di perpustakan atau lembaga arsip lain dengan syarat.

Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang

dilindungi hak ciptanya, Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas

akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya

melekat hak cipta. Oleh karena itu perpustakaan sebenarnya sangat erat

hubungannya dengan hak cipta. Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan melekat

hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-

hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru

perpustakan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta. Untuk itu dalam

memberikan layanan pada berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka

perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada

masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta dan

Page 32: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

41

idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta

dan sosialisasi hak cipta.

Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber

ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap, artinya, dengan

mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan

nama penerbit jika ada. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan yang

wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta adalah suatu kepentingan yang

didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu

ciptaan.41

Aturan mengenai pembatasan hak cipta diatur di dalam Pasal 43 sampai

dengan Pasal 51 Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku sampai saat ini. Secara

lebih khusus aturan pembatasan hak cipta yang berkaitan dengan bidang karya

tulis ilmiah terdapat di dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a UUHC, yaitu, penggunaan,

pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk

hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai

pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara

lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Walaupun hak cipta itu merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh

pencipta atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya

berfungsi sosial, karena ada pembatasan-pembatasan tertentu yang telah diatur di

dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dengan kata lain, hasil karya cipta atau

41

Sophar Maru Hutagalung, Op.Cit., hlm. 21.

Page 33: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

42

ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh penciptanya saja, tetapi juga dapat

dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan

itu mempunyai nilai guna, di samping nilai moral dan ekonomis.42

Pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan dimaksud sudah

tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta

harus sesuai dengan tujuannya. Sebenarnya, yang dikehendaki dalam pembatasan

terhadap hak cipta ini agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan

haknya secara sewenang-wenang. Setiap penggunaan hak cipta harus diperhatikan

terlebih dahulu apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan

kepentingan umum.Ini menimbulkan kesan sesungguhnya hak individu itu

dihormati. Namun, dengan adanya pembatasan, sesungguhnya pula dalam

penggunaannya tetap didasarkan atas kepentingan umum. Oleh karena itu,

Indonesia tidak menganut paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak

individu dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Untuk itulah, Undang-Undang Hak Cipta inipun bertolak dari perpaduan antara

sistem individu dengan sistem kolektif.43

Dari ketentuan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang boleh

saja mengutip karya orang lain untuk kepentingan yang bersifat nonkomersial

dengan syarat harus menyebutkan atau mencantumkan sumbernya. Jika sudah ada

nilai ekonomi di dalamnya, maka pengutip berkewajiban untuk meminta izin

kepada penciptanya, dan dalam hal pencipta sudah meninggal dunia maka

pengutip dapat meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan memberikan

42

Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 87. 43

Ibid.

Page 34: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

43

sejumlah royalti yang besarnya ditentukan oleh kedua belah pihak untuk

menghindari terjadinya pelanggaran hukum atau plagiarisme.

2) Penggunaan yang wajar dalam karya tulis menurut Copyright

Act

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa belum ada kasus mengenai

penggunaan yang wajar (fair use) mengenai karya tulis di Indonesia. Ketiadaan

kasus tersebut yang membuat peneliti harus menafsirkan penggunaan yang wajar

dalam karya tulis dengan menggunakan putusan yang ada di Amerika Serikat

melalui perkara Wright v. Warner Books, Inc.

Posisi kasus:

Hal ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi

almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright, yang dikenal dengan karyanya

Native Son dan Black Boy. Penggugat memegang hak cipta dalam karya yang

dipublikasi dan tidak dipublikasikan oleh suaminya yang meninggal tahun 1960.

Biografi tersebut, yang berjudul Richard Wright Daemonic Genius, ditulis oleh

seorang kenalan Wright, tergugat Dr. Margaret Walker, dan diterbitkan oleh

tergugat Warner Books, Inc tahun 1988.

Perselisihan ini telah berlangsung tiga putaran, masing-masing telah

mempersempit ketidaksetujuan pihak-pihak yang ada. Pertama-tama Dr. Walker

melengkapi draf biografinya tentang Richard Wright pada awal hingga

pertengahan 1980an. Penerbitnya pada saat itu, Howard University Press,

meminta ijin penggugat pada tahun 1984 untuk menggunakan sejumlah besar

karya Wright yang tidak dipublikasi dan telah dipublikasi pada biografinya.

Penggugat menolaknya. Apakah karena ketidakmampuannya untuk mendapatkan

Page 35: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

44

persetujuan penggugat atau faktor lain yang tidak terkait dengan perselisihan ini,

Howard University Press memutuskan untuk tidak menerbitkan buku Dr. Walker

pada tahun 1986. Penerbit kedua, Dodd, Mead, setuju untuk menerbitkan buku

tersebut. Namun penerbit ini kemudian menarik komitmennya untuk menerbitkan

biografi tersebut, untuk berbagai alasan yang tidak relevan dengan perselisihan

ini. Versi biografi tersebut tidak pernah diterbitkan.

Karena tidak bisa mendapatkan persetujuan penggugat, Dr. Walker menulis

ulang gagasan naskah awal dengan menggunakan lebih sedikit karya Wright yang

sudah dipublikasi dan tidak dipublikasikan. Versi yang dihilangkan bagian-

bagiannya diterbitkan oleh Warner Books pada November 1988. Penggugat

meresponnya dengan melakukan tuntutan pada bulan Mei 1989. Keluhannya

adalah menentang penggunaan sejumlah besar karya Wright dalam biografi

tersebut: surat-surat ke Dr. Walker yang ditulis pada 1930, surat-surat ke

penerjemah Wright yaitu Margrit de Sabloniere, jurnal, dan essai “i Choose

Exile”, dan karyanya yang dipublikasikan termasuk Black Boy, Native Son, dan

Pagan Spain. Penggugat menyebutkan bahwa dia dirugikan atas pelanggaran hak

cipta, false designation of origin, pelanggaran persetujuan tentang akses naskah

asli antara Yale University dan Dr. Walker yang mana perjanjian tersebut menurut

penggugat merupakan warisan dari pihak ketiga dan fitnah/pencemaran nama. Dia

juga meminta penetapan permanen yang melarang penerbitan dan distribusi

biografi tersebut.

Setelah alat bukti tertulis dilengkapi, penggugat menyiapkan summary

judgment mengenai tuntutan hak cipta. Kemudian penggugat membuat summary

judgment pada semua hal dalam keluhan. Karena tidak menemukan perselisihan

Page 36: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

45

faktual material, pengadilan distrik menggunakan empat faktor fair use yang

disebutkan dalam 17 U.S.C. § 107 dan semuanya memenangkan tergugat dan

memberikan summary judgment kepada mereka. Pengadilan menolak permintaan

penggugat atas penetapan permanen dan tuntutannya bahwa penggunaan jurnal

Wright pada biografi merupakan pelanggaran perjanjian penelitian antara Dr.

Walker dan Perpustakaan Beinecke Universitas Yale. Penggugat secara sukarela

menarik tuntutannya atas false designation of origin. Pengadilan menolak tanpa

prasangka tuntutan pencemaran nama karena tidak mencukupinya yurisdiksi.

Dalam banding, perselisihan ini telah berada pada putaran akhir. Penggugat

telah meninggalkan semua tuntutan awalnya. Dia tidak lagi menantang

penggunaan karya Wright yang dipublikasikan dalam biografi. Dia juga tidak

menantang penggunaan surat yang ditulis Margrit de Sabloniere atau esai “i

Choose Exile”.

Dia juga tidak menantang keputusan pengadilan distrik untuk

menghilangkan tuntutan pencemaran nama baik. Dua dari tuntutan awal

penggugat masih sama: (1) penggunaan surat Wright/Walker dalam biografi dan

pelanggaran jurnal yang tidak dipublikasikan, serta (2) penggunaan jurnal dalam

biografi ini melanggar perjanjian penelitian Dr. Walker dengan Yale University.

Berdasarkan kasus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ringkasan kasus

Kasus mengenai dugaan pelanggaran hukum fair use di Amerika Serikat

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Perkara ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi

almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright yang meninggal pada

Page 37: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

46

tahun 1960 dan kemudian istri nya menjadi pemegang hak cipta atas

karya almarhum suaminya yang telah diterbitkan dan tidak diterbitkan

(penggugat).

2) Pertama-tama Dr. Walker melengkapi draf biografinya tentang Richard

Wright pada awal hingga pertengahan 1980an. Penerbitnya pada saat itu,

Howard University Press, meminta ijin penggugat pada tahun 1984 untuk

menggunakan sejumlah besar karya Wright yang tidak dipublikasi dan

telah dipublikasi pada biografinya. Penggugat menolaknya.

3) Karena tidak bisa mendapatkan persetujuan penggugat, Dr. Walker

menulis ulang gagasan naskah awal dengan menggunakan lebih sedikit

karya Wright yang sudah dipublikasi dan tidak dipublikasikan. Versi yang

dihilangkan bagian-bagiannya diterbitkan oleh Warner Books pada

November 1988.

4) Sebagai tanggapan, penggugat melakukan tuntutan atas pelanggaran hak

cipta tersebut ke pengadilan dan menyatakan bahwa biografi tersebut

melanggar hak ciptanya.

2. Permasalahan hukum

Apakah ada pelanggaran hak cipta seperti yang dituduhkan?

Pengadilan menganalisis fair use dengan melihat pada bukti dan

mengaplikasikannya pada tiap faktor. Berdasarkan faktor tersebut dapat

diketahui apakah tindakan pengguna tadi termasuk fair use atau tidak. Setelah

semua dipertimbangkan, faktor yang paling menonjol harus dipenuhi

sehingga dapat memecahkan isu kemungkinan fair use itu sendiri.44

44

March Lindsey, “ Chapter Five : The Mystic Doctrine of Fair use” in Copyright Law, hlm. 18.

Page 38: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

47

Empat faktor pada undang-undang ini yang digunakan sebagai pedoman

adalah sebagai berikut:45

1. Tujuan dan sifat penggunaan

Pada tahun 1994, The U.S. Supreme Court menyatakan bahwa tujuan

dan karakter penggunaan adalah faktor utama untuk memutuskan apakah

suatu perbuatan termasuk kualifikasi fair use atau tidak. Faktor ini

memfokuskan pada pemeriksaan pengadilan pada tipe penggunaan bukan

tipe pengguna.46

sebagai tambahan, untuk mengevaluasi efek dari faktor

pada fair use dengan tekhnologi, pengadilan harus mengevaluasi karakter

komersial dan keaslian perubahan bentuknya.47

Hal paling penting yang

harus disadari adalah nilai dari karya cipta asli milik pencipta dan informasi

yang ditambahkan. Hal ini berarti bahwa fair use terpenuhi jika faktor

pertama, yaitu orang yang menggunakan karya cipta pencipta menambahkan

suatu informasi baru dan memiliki perbedaan dengan karya asli pencipta

sebelumnya. Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. tujuan dan sifat

penggunaan biografi surat Wright/Walker dan jurnal Wright secara jelas

memberikan dukungan bagi tergugat, Buku Dr. Walker merupakan biografi

ilmiah. Hal ini “sesuai dalam beberapa kategori penggunaan dalam undang-

undang” yang telah diindikasikan penggunaan yang wajar—“ „kritik,‟ „ilmu

pengetahuan,‟ dan „penelitian.‟

2. Sifat karya yang diberi hak cipta

45

17 U.S.C.S Section 107. 46

William F Pantry and Shira Perlmutter, Fair use Misconstrued: Profit, Presumption, and Parody,

11 Cardozo Arts & Ent. L.J. 667,676 (1993) 47

Stanford Universities Libraries and Academic Information Sources, Justia, NOLO,

LibraryLaw.com&Onecle,

Page 39: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

48

Tidak seperti faktor pertama fair use, yang titik beratnya pada hal

salinan atau karya cipta baru hasil dari penggunaan karya cipta asli. Faktor

yang kedua ini menitik beratkan pada orisinalitas. Berdasar dari tidak

seringnya faktor ini muncul pada kasus-kasus, legislatif dan pengadilan

menyatakan bahwa faktor kedua memiliki pengaruh paling sedikit dari

seluruh faktor analisis fair use.48

Keaslian dari karya cipta memiliki

argumen kuat menggunakan doktrin fair use bila si pengguna menggunakan

karya yang telah dipublikasikan atau karya faktual daripada karya yang

belum dipublikasikan atau karya fiksi. Hal ini beralasan sebab orisinalitas

penulis memiliki hak untuk mengontrol penampilan publik pertama kalinya

lewat ekspresi.

Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Pengadilan distrik

menyatakan bahwa faktor dua mendukung tergugat terkait dengan surat

Wright/Walker, meskipun surat tersebut tidak dipublikasikan. Untuk

mendukung kesimpulan ini, pengadilan mencatat bahwa (1) Dr Walker

memparafrasekan surat, dan (2) Dr Walker “menggunakan surat bukan

untuk menciptakan kembali ungkapan kreatif Wright, namun hanya

menetapkan fakta yang dibutuhkan untuk biografinya.

3. Jumlah dan substansialitas dari bagian yang digunakan

Alat yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak jumlah dan

substansi yang digunakan adalah “makin sedikit apa yang diambil, makin

besar pula perbuatan tersebut berada pada kategori doktrin fair use”. Ini

berarti makin sedikit materi yang diambil makin besar kemungkinan bahwa

48

Universal City Studios, Inc v Sony Corp of Am, 659 F.2d 963, 972 (9th Cir 1981), rev’d, 464

U.S. 417 (1984) (“ The legislative history and the case law dealing with this factor rather

sparse..”)

Page 40: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

49

perbuatan tersebut termasuk doktrin fair use dan bukan pelanggaran hak

cipta. Bagaimanapun, doktrin ini tidak akan berlaku

jika porsi yang diambil adalah porsi jantung atau paling penting dari

suatu karya cipta.49

Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Pengadilan

distrik menentukan bahwa faktor ketiga mendukung para tergugat. Faktor

ini membahas “jumlah dan substansial bagian yang digunakan dalam

kaitannya dengan karya berhakcipta secara keseluruhan.” pengadilan

memeriksa volume dan substansi karya yang digunakan dengan mengacu

pada karya berhakcipta, bukan pada karya yang diduga melanggar.

4. Efek dipasar

Faktor keempat ini berhubungan dengan potensi pemasaran atas barang

yang diciptakan menggunakan tindakan fair use. Faktor keempat ini

bertujuan untuk mengevaluasi potensi pasar atas karya cipta baru yang

dihasilkan tersebut.50

Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Faktor

keempat berfokus pada “pengaruh penggunaan terhadap potensi pasar atau

nilai karya berhakcipta. Biografi Dr. Walker tidak menimbulkan ancaman

signifikan terhadap pasar potensial surat atau jurnal Wright.

3. kesimpulan

penggunaan doktrin fair use yang jarang digunakan pada ranah hukum

telah digunakan dalam putusan pengadilan di Amerika Serikat dalam kasus

hak cipta yaitu pada pembatasan hak cipta. Putusan ini mengungkapkan

suatu analisis terhadap makna dari penggunaan yang wajar atau fair use

yang tertuang pada Pasal 17 U.S.C (107), dan di dalamnya terdapat empat

49

March Lindsey, “ Chapter Five : The Mystic Doctrine of Fair use” in Copyright Law,ibid 50

17 U.S.C Section 107 (4) (1994), Ibid

Page 41: BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM …

50

faktor yang menunjukkan suatu karya telah digunakan dengan penggunaan

yang wajar.