BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf ·...

33
7 BAB II DESKRIPSI PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka Mauidzoh Hasanah 1. Pengertian Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Secara bahasa metode berasal dari dua kata ‘’meta’’ (melalui) dan ‘’hodos’’ (jalan, cara). 1 Dengan demikian kita dapatkan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut thariq. 2 Maka metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. 3 Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmu adalah sebagai berikut: a. Pendapat Bakhial Khauli, adalah dakwah suatu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. b. Pendapat Syaikh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaaan dunia dan akhirat. 4 Pengertian di atas menunjukkan bahwa metode dakwah adalah cara cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus 1 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Cet ke 1, Jakarta, 1991, hlm. 61. 2 Hasanuddin, Hukum Dakwah, Pedoman Ilmu Jaya , 1996, hlm. 35. 3 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, PT Raja Grafindo Persada, Cet ke 1, Jakarta, 2011 hlm. 242. 4 Ibid., hlm. 243.

Transcript of BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf ·...

Page 1: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

7

BAB II

DESKRIPSI PUSTAKA

A. Deskripsi Pustaka Mauidzoh Hasanah

1. Pengertian Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah

Secara bahasa metode berasal dari dua kata ‘’meta’’ (melalui) dan

‘’hodos’’ (jalan, cara).1 Dengan demikian kita dapatkan bahwa metode

adalah cara atau jalan yang harus dilalui mencapai suatu tujuan.

Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa

jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani

metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab

disebut thariq. 2

Maka metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses

pemikiran untuk mencapai suatu maksud.3 Sedangkan arti dakwah

menurut pandangan beberapa pakar ilmu adalah sebagai berikut:

a. Pendapat Bakhial Khauli, adalah dakwah suatu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu

keadaan kepada keadaan yang lain.

b. Pendapat Syaikh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia

untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh

mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar

mereka mendapat kebahagiaaan dunia dan akhirat. 4

Pengertian di atas menunjukkan bahwa metode dakwah adalah cara

cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada

mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih

sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus

1 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Cet ke 1, Jakarta, 1991, hlm. 61. 2 Hasanuddin, Hukum Dakwah, Pedoman Ilmu Jaya , 1996, hlm. 35. 3 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, PT Raja Grafindo Persada, Cet ke 1, Jakarta,

2011 hlm. 242. 4 Ibid., hlm. 243.

Page 2: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

8

bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan

penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu

mau’izhah dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza-

ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan

dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan sayyi’ah yang

artinya kebaikan lawannya kejelekan.

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara

lain:

a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh

Wahidin Saputra dalam bukunya yang berjudul ‘’, Pengantar Ilmu

Dakwah’, al-Mauidzoh Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang

tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat

dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al Qur’an.5

b. Menurut Abdul Hamid al-Bilali yang dikutip oleh Wahidin Saputra

dalam bukunya yang berjudul ‘’ Pengantar Ilmu Dakwah’’ merupakan

salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan

Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah

lembut agar mereka mau berbuat baik.6

c. Menurut Ali Musthafa Yakub yang dikutib oleh Samsul Munir Amin

dalam bukunya yang berjudul ‘’ Ilmu Dakwah’’, menyatakan bahwa

mauidzoh hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat baik dan

bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-

argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat

membenarkan apa yang disampaikan oleh subyek dakwah.7

Dari beberapa definisi di atas, mauidhah hasanah tersebut dapat

diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, nssihat atau petuah, bimbingan,

pengajaran (pendidikan), kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan

(al-basyir wa al-nadzir), dan wasiat (pesan positif).

5 Ibid., hlm. 251. 6 Hasanudin, Op. Cit., hlm. 37. 7 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Amzah, Jakarta, 2009, hlm. 100.

Page 3: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

9

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan

bahwa pengertian metode mauidzoh hasanah adalah cara-cara tertentu

yang dilakukan oleh da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai

suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang yang dilakukan dengan

perkataan-perkataan yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih

sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan tidak

membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab

kelemahlembutan dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati

yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar ia lebih mudah melahirkan

kebaikan daripada larangan dan ancaman.

2. Sumber Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah

a. Al-Qur’an

Islam telah menempuh jalan yang paling indah untuk sampai ke

dalam jiwa manusia dengan cara petunjuk, dakwah kepada iman dan

hikmah dalam ajaran yang baik, ayat-ayat dan hadist menjadi solusi.

Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang

masalah dakwah. Di antara ayat-ayat ada yang berhubungan dengan

kisah para rasul dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat

yang ditujukan kepada Nabi Muhammad ketika beliau melancarkan

dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebut menunjukkan metode yang harus

dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan

menceritakan agar dijadikan suri tauladan dan dapat membantu dalam

rangka menjalankan dakwah berdasarkan metode-metode yang tersurat

dan tersirat dalam al-Qur’an.8

Allah SWT berfirman dalam surat Huud ayat 120, sebagai berikut:

8 Wahidin Saputra, Op. Cit., hlm. 255.

Page 4: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

10

Artinya: ‘’Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman’’.9

Oleh karena itu sudah selayaknya jika al-Qur’an dijadikan sebagai

pedoman dan sumber dakwah karena tujuan dakwah adalah mengajak

ke jalan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an. Sumber dakwah

sebagaimana dijelaskan dalam surat An Nahl ayat 125

Artinya: “Serulah ( manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl 125)

b. Sunnah Rasul

Di dalam sunnah Rasul banyak kita temui hadits-hadits yang

berkaitan dengan dakwah. Begitu juga dalam sejarah hidup dan

perjuangannya dan cara-cara yang dipakai beliau dalam menyiarkan

dakwahnya baik ketika beliau berjuang di Makkah maupun di Madinah.

Semua ini memberikan contoh dalam metode dakwahnya. Karena

setidaknya kondisi yang dihadapi Rasulullah ketika itu dialami juga

oleh juru dakwah sekarang ini.

9 Al-Qur’an Surat Huud ayat 120, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran

Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1967, hlm. 345.

Page 5: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

11

Setiap Rasul mempunyai ciri khas tersendiri dalam berdakwah

walaupun demikian ciri tersebut dapat disebutkan secara umum yang

dapat dijadikan sebagai tauladan oleh para da’i di masa sekarang.10

c. Sejarah hidup Para Sahabat dan Fuqaha’

Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fuqaha’

cukuplah memberikan contoh baik yang sangat berguan bagi juru

dakwah. Karena mereka adalah orang yang expert dalam bidang agama.

Muadz bin Jabal dan sahabat lainnya merupakan figur yang patut

dicontoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan visi dakwah.

d. Pengalaman

Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya

pengaruh besar bagi orang-orang yang suka bergaul dengan orang

banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan hasil pergaulannya

dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika

berdakwah.11

Selain itu mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah

sepantasnya kita menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan

aktivitas dakwah yang harus disesuaikan dengan kondisi yang terjadi.

3. Bentuk-bentuk Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa mauidzoh hasanah tersebut

bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:

a. Nasihat atau Petuah

1) Pengertian nasihat

Kata nasihat berasal dari bahasa Arab dari kata kerja

‘’Nashaha’’ (نصح ) yang berarti khalasha ( خلص ) yaitu murni dan

bersih dari segala kotoran, juga berarti ‘’katta’’ ( ط خا ) yaitu

menjahit.12 Dan dikatakan bahwa kata nasihat berasal dari kata

بھ ثو ارجلھ نصح (orang yang menjauhinya) apabila ia menjahutnya,

maka mereka mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu

10 Wahidin Saputra, Op. Cit., hlm. 256. 11 Ibid., hlm. 256.

Page 6: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

12

menginginkan kebaikan orang yang dinasihatinya. Dengan jalan

memperbaiki pakaiannya yang robek. Secara terminologi nasihat

adalah memerintah atau melarang, menganjurkan yang dibarengi

dengan motivasi dan ancaman. Dalam kamus bahasa Indonesia

Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk ke jalan yang benar.

Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara

melunakkan hati, nasihat harus berkesan dalam jiwa atau mengikat

jiwa dengan keimanan atau petunjuk.13 Al-Ashfani memberikan

pemahaman terhadapa term tersebut dengan makna al-mau’idzoh

hasanah yaitu merupakan tindakan mengingatkan seseorang

dengan baik dan lemah lembut agar dapat melunakkan hati.

2) Metode Dalam Memberikan Nasihat

Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang

dihadapi seorang pendakwah secara garis besar membagi 3

golongan yang masing-masing harus dihadapai dengan cara yang

berbeda-beda pula :

a) Ada golongan yang cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran

dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti

persoalan. Mereka harus dipanggil atau diseru diberi nasihat

dengan hikmah, yaitu dengan alasan-alasan, dengan dalil-dalil

dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan do’a mereka.

b) Ada golongan awam, yang kebanyakan yang belum dapat

berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap

pengertian yang tinggi-tinggi, mereka ini diseru diberi nasihat

dengan cara ‘’Mauidzatun Hasanah’’ dengan anjuran dan

didikan yang baik-baik dengan ajaran-ajaran yang mudah

dipahami.

c) Ada golongan yang kecerdasannya di antara kedua golongan

tersebut, belum dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak

13 Harjani Hefni dan Munzier Suparta (ed.), Metode Dakwah, Kencana, Cet. Ke-1, Jakarta,

2003, hlm. 243.

Page 7: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

13

sesuai juga bila dinasihati seperti golongan orang awam, mereka

suka membahas sesuatu, tetapi tidak hanya dalam batas yang

tertentu, tidak sanggup mendalam benar. Mereka ini diseru atau

dinasihati dengan cara ‘’Mujadalah billati hiya Ahsan’’ yakni

dengan cara bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir

secara sehat dan lainnya dengan yang lebih baik.14

Pokok persoalan bagi seseorang da’i dalam menyampaikan

nasihat ialah bagaimana menentukan cara yang tepat dan efektif

dalam menghadapi suatu golongan tertentu dalam suatu keadaan

dan suasana yang tertentu. Ringkasnya, jika seorang da’i

menginginkan setiap nasihatnya dapat berkesan dan meresap ke

dalam hati pendengarnya, sebaiknya ada beberapa yang harus

dilakukan, yaitu antara lain :

a) Melihat secara langsung atau bisa juga mendengar dari

pembicaraan orang tentang kemungkinan yang tengah

merajalela.

b) Memprioritaskan kemungkaran mana yang lebih besar

bahayanya atau paling besar dampak negatifnya untuk

dijadikan bahan pembicaraan atau nasihat.

c) Menganalisa setiap hal yang membahayakan dari kemungkinan

yang ada. Apakah berupa kerusakan moral, kemusyarakatan,

kesehatan, atau harta benda.

d) Menukil nash-nash Al Qur’an dan hadist shahih perkataan

sahabat.

Dari beberapa metode atau cara memberikan nasihat kita

gunakan, maka tentunya kita harapkan orang yang mendengar

nasihat kita berbuat amal saleh yang bermanfaat dan terkadang pula

dalam memberikan nasihat dengan motivasi dan ancaman.15

14 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Op. Cit., hlm. 253. 15 Ibid., hlm. 254.

Page 8: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

14

b. Bimbingan, Pengajaran

Pengertian bimbingan menurut beberapa para ahli diantaranya:

1) Menurut Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya yang berjudul

‘’Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah’’ bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan

kepada individu tersebut dapat memahami dirinya dan dapat

bertindak secara wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan

lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada

umumnya.16

2) Menurut Rochman Natawidjaja dalam bukunya yang berjudul ‘’

Landasan bimbingan dan Konseling’’ bahwa bimbingan adalah

suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan

secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat

memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan

dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan

lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada

umumnya. 17

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu

untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya sehingga dia

sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai

dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, agar

memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.18

Bimbingan tidak sama dengan pendidikan, walaupun

pendidikan sering disebut juga sebagai bimbingan. Bimbingan

merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih luas cakupannya

dibandingkan dengan bimbingan. Bimbingan sendiri didefinisikan

16 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 19. 17 Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, PT Remaja

Rosda Karya, Bandung, 2002, hlm. 6. 18 Ibid., hlm. 6.

Page 9: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

15

orang bermacam-macam ada yang sedimikian itu singkat rumusnya,

ada pula yang amat panjang dengan merinci berbagai aspek yang

terkandung dalam proses atau kegiatan bimbingan tersebut.19

Pendidikan dan pengajaran dapat pula dijadikan sebagai

metode dakwah. Hakikat pendidikan agama adalah penanaman moral

beragama kepada seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan

pengajaran agama adalah pemberian pengetahuan-pengetahuan agama

kepada seseorang atau sekelompok orang. Antara aktifitas pengajaran

agama dan pendidikan agama, keduanya saling berkaitan bahkan

pengajaran merupakan alat perantara pendidikan.20

Sedangkan pengajaran adalah alat perantara bagi

pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu cara

yang ditempuh untuk mencapai tujuan dakwah. Oleh karena itu, aspek-

aspek yang ada pada dakwah yang terpenting dan harus mendapatkan

perhatian yang serius adalah pembiasaan untuk menjalankan syariat

agama dan menjauhkan larangan, sebab bila seseorang sudah bisa

melakukan perbuatan yang baik, beribadah, berbudi pekerti yang baik

dan sebagainya, imannya akan menjadi kuat. Selain itu perlu juga

adanya nasihat-nasihat, pengajaran, peringatan, teguran dan sebagainya

agar tujuan pendidikan atau dakwah dapat berhasil dengan baik.21

c. Kisah-kisah

Di dalam al-Qur’an terdapat berbagai metode untuk

mengajak manusia ke jalan yang benar, antara lain adalah dengan

kisah atau cerita. al-Qur’an dan hadist banyak memuat kisah-kisah

sejarah umat terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan yang dapat

menjadikan perbandingan untuk menjalankan aktifitas kita dalam

berdakwah.22

19 Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press, Yogyakarta,

2001, hlm 5-9. 20 Asmuni Syakir, Op. Cit., hlm.15. 21 Ibid., hlm. 5-9 22 Harjani Hefni, Op. Cit., hlm. 290.

Page 10: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

16

1) Pengertian Qashash

Secara epistimologis lafadzh qashash merupakan jamak

dari kata qishah, lafaddz ini merupakan bentuk masdar dari kata

qassa ya qussu’. Dari lafadz qashash dapat diklasifikasikan ke

dalam dua (2) makna, yaitu qashash berarti menceritakan dan

lafadz qashash mengandung arti menelusuri atau mengikuti jejak.23

Secara terminologis qashash berarti:

a) Menurut Abdul Karim al-Khatib, kisah-kisah al-Qur’an adalah

berita Al Qur’an tentang umat terdahulu.

b) Kisah-kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan ihwal umat-

umat terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa

yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan

datang.24

2) Macam-Macam Kisah

Dalam bentuk menuturkan tentang kisah-kisah keadaan umat

masa lalu, baik yang taat menjalankan perintah Allah SWT, seperti

para Rasul para sahabat ra, orang –orang yang shaleh dan lain-lain,

maupun orang yang durhaka seperti malapetaka yang menimpa

Fir’aun yang mengakui dirinya Tuhan, Qorun yang musnah dengan

kejayaannya, Abu Jahal dan lain-lainnya.25

Di dalam al-Qur’an kita mendapatkan banyak kisah nabi dan

umat terdahulu, maka yang dimaksudkan dengan kisah adalah

pengajaran dan petunjuk yang berguna bagi para penyeru

kebenaran dan bagi orang yang diseru kepada kebenaran.26

Lantaran inilah maka al-Qur’an tidak menguraikan kisahnya

seperti kitab sejarah tetapi memberi petunjuk. Petunjuk itu bukan

dalam mengetahui kelahiran Rasul dan keturunan serta kejadian-

23 Ibid., hlm. 291. 24 Abdul Djalil H.A, Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya, 2000, hlm. 296. 25 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Al-Amin Press, Yogyakarta, 1997,

hlm. 26. 26 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an Tafsir,

PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002 hlm. 123.

Page 11: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

17

kejadiannya. Tetapi petunjuk itu didapatkan dalam cara Rasul

mengembangkan kebenaran dan dalam penderitaan yang dialami

oleh para Rasul.

Maka di antara maksud-maksud yang paling nyata dari kisah

al-Qur’an ialah pengajaran yang tinggi yang menjadi cermin

perbandingan bagi semua umat. Di dalamnya kita mendapatkan

akibat kesabaran, sebagaimana sebaliknya kita mendapatkan

akibat keingkaran.27

Dalam bentuk kisah yang bermacam-macam maka para ahli

mengklasifikasikan muatan kisah-kisah dalam al-Qur’an yang

dikemukakan oleh Abdul Djalil yang dikutip oleh Harjani Hefni

dalam bukunya yang berjudul ‘’Metode Dakwah’’, yaitu tentang

a) Qashash jika ditinjau dari segi waktu

Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam al-Qur’an ada tiga (3) macam yaitu :

1) Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu, yaitu kisah yang

menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa

ditangkap panca indera dan terjadi di masa lampau, seperti

kisah-kisah para nabi.

2) Kisah hal-hal ghaib pada masa kini, yaitu kisah yang

menerangkan hal-hal yang ghaib pada masa sekarang (meski

sudah ada sejak dahulu dan masih akan tetap ada sampai

pada masa yang akan datang) dan menyingkap rahasia

orang-orang munafik.

3) Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang yang

belum pernah terjadi pada waktu turunnya al-Qur’an,

kemudian peristiwa itu betul-betul terjadi.

b) Qashash ditinjau dari segi materi

1) Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka

dan pemenang serta pengikut mereka

27 Ibid., hlm. 124.

Page 12: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

18

2) Kisah-kisah orang yang belum tentu nabi dan kelompok

manusia tertentu, seperti kisah Lukmanul Hakim, Ashabul

Kahfi dan lain-lain.28

3) Tujuan Kisah

Makna Khalil al-Qatthan memberikan pemaparan tersendiri

tentang tujuan adanya kisah-kisah tersebut antara lain :

a) Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT dan

keterangan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh masing-

masing nabi dan rasul.

b) Memantapkan hati Rasulullah serta umatnya serta

memperkuat keyakinan kaum muslimin terhadap kebenaran

yang benar dan kehancuran yang fatal.

c) Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan

keyakinan dalam jiwa pendengarnya, karena kisah-kisah itu

merupakan salah satu bentuk peradaban.

d) Menanamkan pendidikan akhlakul karimah karena dari

keterangan kisah-kisah yang baik itu dapat meresap ke

dalam hati nurani dengan mudah dan baik serta mendidik

dalam meneladani perbuatan baik dan menghindari dari

perbuatan buruk.

4) Fungsi atau Peranan Kisah

a) Memberikan pelajaran untuk dijadikan teladan yang baik.

b) Mengubah hati untuk memahami hal-hal yang bersifat

maknawi, pengaruhnya.

c) Menciptakan bagian dari kesenangan manusia.29

28 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Op. Cit., hlm. 293-297. 29 Ibid., hlm. 298.

Page 13: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

19

d. Kabar gembira dan Peringatan (al-Basyir wa al- Nadzir)

1) Pengertian Tabsyir

Tabsyir secara bahasa dari basyara yang mempunyai arti

memperhatikan, merasa senang. Menurut Quraish Shihab basyara

berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah.30

Menurut Harjani Hefni dan Munzier Suparta, secara

terminologi tabsyir dalam konteks dakwah adalah informasi, berita

yang baik dan indah sehingga bisa membuat orang gembira untuk

menguatkan keimanan sekaligus sebagai sebuah harapan dan

menjadi motivasi dalam beribadah serta beramal shalih.31

Tabsyir juga diartikan sebagai pengumuman berita yang

menggembirakan. Basyir, mubasyir, artinya pembawa kabar

gembira, yakni da’i atau muballigh yang menyampaikan berita

gembira tentang rahmat dan nikmat yang akan diperoleh bagi

orang-ornag yang beriman.32

2) Tujuan Tabsyir

Kegiatan dakwah sesungguhnya mempunyai orientasi yang

jelas, yaitu mengajak, mengarahkan orang untuk mengikuti jalan

yang benar, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Adapun

tujuan-tujuan tabsyir antara lain sebagai berikut : menguatkan atau

memperkokoh keimanan, memberi harapan, menumbuhkan

semangat untuk beramal, menghilangkan sifat keragu-raguan.33

Tujuan-tujuan di atas diharapkan menjadi motivasi di dalam

melaksanakan ajaran-ajaran agama Adapun motivasi tersebut oleh

Said Ali al-Qahtani dibagi menjadi dua yaitu Pertama, pemberian

motivasi dengan janji, kedua pemberian motivasi dengan

30 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Mizan, Cet Ke 1, Bandung, 1996, hlm. 279. 31 Ibid., hlm..257. 32 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1997,

hlm. 50. 33 Harjani Hefni, Op. Cit., hlm. 259.

Page 14: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

20

menyebutkan bermacam-macam ketaatan. Adapun penjelasan

masing-masing secara singkat adalah sebagai berikut :

a) Pemberian motivasi dengan janji

(1) Janji berupa kehidupan yang baik, yakni selamat dari segala

yang dibenci Allah.

(2) Janji berupa pemberian kekuasaan di atas bumi.

(3) Janji berupa segal penambahan kebaikan yang disertai

dengan rasa syukur.

(4) Janji berupa umur panjang.

(5) Janji berupa pertolonngan dan taufik-Nya

b) Menyebutkan motivasi dengan menyebutkan bermacam-

macam kekuatan

Motivasi ini dimaksudkan untuk mengajak manusia agar

berlomba-lomba buat bermacam-macam ketaatan. Seorang da’i

harus memperhatikan hal ini, yaitu senantiasa mendorong agar

orang-orang mau mengerjakan shalat, zakat, haji, shodaqoh,

jihad, silaturahim dan sebagainya.34

3) Pengertian Tandzir

Kata tandzkir atau indzar secara bahasa berasal dari kata

nadza-ra, menurut Ahmad bin Faris adalah suatu kata yang

menunjukkan untuk penakutan (takhwif). Adapaun tandzir menurut

istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa

peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat

dengan segala konsekuensinya.35 Sedang indzar artinya memberi

peringatan atau mengingatkan umat manusia agar selalu

menjauhkan perbuatan yang menyesatkan serta agar selalu ingat

kepada Allah SWT dimana saja berada.36

Jadi tandzir adalah ungkapan yang mengandung unsur

peringatan kepada orang yang tidak beriman atau kepada orang

34 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Loc. Cit., hlm. 262. 35 Ibid., hlm. 263. 36 Asmuni Syukir,Op. Cit., hlm. 26.

Page 15: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

21

yang melakukan perbuatan dosa atau hanya untuk tindakan

preventif agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan bentuk

ancaman berupa siksaan di hari kiamat.

4) Bentuk Tandzir

Adapun bentuk-bentuk tandzir adalah sebagai berikut :

penyebutan nama Allah, menunjukkan keburukan, pengungkapan

bahayanya, penegasan adanya bencana segera, penyebutan

peristiwa akhirat.37

e. Wasiat (Pesan-pesan Positif)

1) Pengertian Wasiat

Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa Arab,

terambil dari kata washa-washiya-washiyah ( ة صیا و-وصیا -ص و )

yang berarti pesan penting berhubungan dengan sesuatu hal.

Secara terminologi ada beberapa pendapat yang akan

dikemukakan berikut ini :

a) Wasiat adalah sekumpulan kata-kata yang berupa peringatan,

support, dan perbaikan.

b) Wasiat adalah pelajaran tentang amar ma’ruf nahi mungkar

atau berisi anjuran berbuat baik dan ancaman berbuat jahat.

c) Wasiat adalah pesan kepada seseorang untuk melaksanakan

sesuatu sesudah orang berwasiat meninggal disampaikan

kepada seseorang.

d) Wasiat adalah ucapan yang mengandung perintah tentang

sesuatu yang bewrmanfaat dan mencakup kebaikan yang

banyak.38

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka wasiat dapat

dibagi pada dua (2) kategori, yaitu :

a) Wasiat orang masih hidup kepada orang hidup, yaitu berupa

ucapan, pelajaran, arahan tentang sesuatu.

37 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Op. Cit., hlm. 265-268. 38 Ibid., hlm. 274.

Page 16: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

22

b) Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajalnya

tiba) kepada orang masih hidup berupa ucapan atau berupa

harta benda atau warisan.

Oleh karena itu, pengertian wasiat dalam konteks dakwah

adalah ucapan berupa arahan (taujih) kepada orang lain (mad’u)

terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran Sayaqa

Mua’yan)

2) Konsepsi wasiat Dalam Dakwah

a) Esensi Wasiat dalam Dakwah

Bila dikaitkan dengan kebenaran, wasiat adalah profil

paling cemerlang untuk tegak menjaga kebenaran dan

kebaikan. Bila dikaitkan dengan kesabaran, wasiat mampu

menggerakkan potensi umat untuk semakin kuat dan tegar

dalam kebenaran. Bila dikaitkan dengan kasih sayang, wasiat

adalah upaya menyebarluaskan perasaan kasih sayang, dan

saling mencintai sesama umat sehingga bangunan umat

semakin solid. Maka esensi wasiat dalam dakwah adalah

ucapan seorang da’i berupa peran penting dalam upaya

mengarahkan (taujih) mad’u tentang suatu yang bermanfaat

dan bermuatan kebaikan.39

b) Kapan wasiat diberikan ke mad’u

Seorang da’i harus sensitif dan cerdas dalam menangkap

kondisi mad’u. Wasiat yang merupakan peran penting seorang

da’i kepada mad’u, maka perlu dicari saat yang tepat dalam

memberikan wasiat. Ketepatan yang dimaksud disini adalah

ketepatan waktu dan terkait dengan model dan media dakwah

yang dipakai oleh da’i. Namun prinsip umum dalam

memberikan wasiat kepada mad’u, bila seruan dakwah telah

39 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Loc. Cit., hlm. 269.

Page 17: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

23

diterima, bila dakwah belum diterima maka wasiat tidak tepat

diberikan.40

3) Materi Wasiat

Materi wasiat yang diberikan kepada obyek dakwah adalah

materi wasiat berdasarkan al-Qur’an dan Al Hadist, maka materi

dapat dikategorikan sebagai berikut :

a) Materi secara umum

Materi yang berupaya menggiring mad’u menuju

ketakwaan yang ada gilirannya mampu berorientasi hidup

bersih.

b) Materi secara khusus

Diantara materi wasiat khusus itu adalah sebagai berikut :

larangan menyekutukan Allah, berbuat baik kepada orang tua,

larangan menghilangkan nyawa orang lain, larangan berbuat

keji baik terang-terangan maupun bersembunyi, larangan

menggunakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak benar,

perintah menepati janji, perintah berkata dengan baik, perintah

bersabar, perintah menegakkan kebenaran, dan perintah saling

menyayangi.

Perlu diperhatikan dalam penyampaian materi tersebut

harus menyentuh akal dan perasaan. Seorang da’i harus mampu

menggugah daya nalar mad’u dan menggugah daya nalar

mad’u dan menggugah daya ingat untuk selalu berbuat

kebaikan. Begitu juga seorang da’i harus mampu menajamkan

perasaan mad’u untuk istiqomah dalam menjalankan perintah

Allah.41

40 Ibid., hlm. 288. 41 Harjani Hefni dan Munzier Suparta, Loc. Cit hlm. 290.

Page 18: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

24

4) Efek Wasiat bagi Mad’u

Efek wasiat terhadap mad’u antara lain sebagai berikut :

a) Dapat mengarahkan mad’u untuk dalam merealisasikan

keterikatan yang erat antara materi dakwah yang telah

disampaikan dengan pengalaman menuju ketakwaan.

b) Memberdayakan daya nalar intelektual mad’u untuk

memahami ajaran-ajaran Islam.

c) Membnagun daya ingat (remember) mad’u secar kontinu,

karena ada persoalan agama yang sulit untuk dianalisa.

d) Mengembalikan (irja’) umat atau mad’u kepada eksistensi

ajaran Islam untuk selalu menjaga amal Islami.

e) Membangun nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran

bagi kehidupan mad’u atau umat.42

B. Keberagamaan

1. Pengertian Keberagamaan

‘’Keberagamaan’’ dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti

perihal beragama.43 Keberagamaan berasal dari kata beragama yang

menurut Ma’mun Mu’min dalam bukunya yang berjudul ‘’ Teknologi

Beragama’’ didefinisikan sebagai buah/hasil kepercayaan dalam hati yaitu

ibadah yang muncul lantaran ada keyakinan terlebih dahulu menuntut

serta patuh karena iman.44

Keberagamaan merupakan gejala yang terbentuk dari berbagai

unsur, di mana satu dengan yang lainnya berkaitan untuk melahirkan

suatu kesatuan pengalaman yaitu pengalaman beragama.

Inti beragama adalah iman, dalam iman terdapat unsur pelakunya

memahami isi wahyu, berarti memahami al-Qur’an dan As-Sunnah.

42 Ibid., hlm. 290-291. 43 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm. 12. 44 Ma’mun Mu’min Teknologi Beragama (Suatu Ikhtiar Implementasi Islam Praktis dalam

Menyongsong Era Global, STAIN Kudus Press, Kudus, 2006, hlm. 106.

Page 19: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

25

Pemahaman al-Qur’an dan As-Sunnah seharusnya tercermin dalam

pembenaran (tasdiq), perkataan (qaul) dan amal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

keberagamaan adalah sesuatu yang didasarkan pada nilai-nilai agama.

Dalam hal ini tentu saja nilai ajaran Islam hasil keimanannya terhadap

Allah SWT.

2. Faktor-faktor Keberagamaan

Menurut Robert H. Thoules dalam bukunya yang berjudul ‘’

Pengantar Ilmu Jiwa Agama’’ mengemukakan empat faktor

keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:45

a. Pengaruh-pengaruh sosial

b. Berbagai pengalaman

c. Kebutuhan

d. Proses pemikiran

Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam

perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi-

tradisi sosial dan tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan

diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.

Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama

adalah kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna,

sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama.

Kebutuhan–kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian,

antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan

untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya

kematian.

Faktor terakhir adalah pemikiran yang relevan untuk masa

remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi

soal-soal keagamaan, terutapa bagi mereka yang mempunyai keyakinan

secara sadar dan bersikap terbuka.

45 Raharjo, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, hlm. 38.

Page 20: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

26

3. Dimensi Keberagamaan

Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi

kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya yang berkaitan

dengan aktivitas (ibadah) yang tampak dan dapat dilihat mata saja, tetapi

juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena

itu keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau

dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi

banyak.46

Menurut Glock & Stark, ada lima macam dimensi keberagamaan,

yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek

agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperensial), dimensi

pengetahuan agama (intelektual), dimensi pengamalan agama

(konsekuensial).

a. Dimensi keyakinan

Dimensi ini, berisi pengharapan-pengharapan di mana orang

religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan

mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut

Dalam Islam, dimensi keyakinan menunjuk pada seberapa

tingkat keyakinan Muslim terhadap ajaran-ajaran yang bersifat

fundamental atau dogmatik. Dimensi ini menyangkut keyakinan

kepada Allah, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan

neraka, serta qadha dan qadar.47

b. Dimensi Praktik Agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-

hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap

agama yang dianutnya.

Dalam Islam, dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat

kepatuhan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya,

terutama ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik.

46 Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 76.

47 Ibid., hlm. 77.

Page 21: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

27

Dimensi peribadatan ini menyangkut pelaksaaan shalat, puasa, zakat,

haji, membaca al-Qur’an, doa, zikir, ibadah kurban, iktikaf di masjid di

bulan puasa, dan sebagainya.48

c. Dimensi Penghayatan

Dimensi pengalaman atau penghayatan menunjuk seberapa

jauh tingkat manusia dalam merasakan dan mengalami perasaan-

perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam Islam, dimensi

ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, khusuk

ketika melaksanakan shalat atau berdo’a, perasaan sabar ketika

mendapat cobaan dari Allah, tergetar ketika mendengar adzan atau

ayat-ayat al-Qur’an, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan

dari Allah.49

d. Dimensi Pengetahuan Agama

Dalam Islam, dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat

pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya,

seperti : pengetahuan tentang isi al-qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus

diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan rukun iman), hukum-hukum

Islam dan sebagainya.

e. Dimensi Pengalaman Agama

Dimensi pengamalan menunjuk pada seberapa tingkatan

muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu

bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan

manusia lain. Dalam Islam, dimensi ini meliputi perilaku suka

menolong, bekerjasama, berlaku jujur, tidak mencuri, tidak menipu,

tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi

norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup

sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya.

48 Ibid., hlm. 78. 49 Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Op. Cit., hlm. 80.

Page 22: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

28

4. Sikap Keberagamaan

a. Keberagamaan Ekstrinsik

Keberagamaan ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu

yang dimanfaatkan, dan bukan untuk kehidupan. Orang berpaling

kepada Tuhan, tetapi tidak berpaling dari dirinya sendiri. Agama

digunakan untuk menunjang motif-motif lain seperti kebutuhan akan

status, rasa aman atau harga diri. Orang yang beragama seperti ini,

melaksanakan bentuk-bentuk luar dari agama, ia puasa, salat, naik haji,

dan sebagainya tetapi tidak di dalamnya.50

b. Keberagamaan Intrinsik

Keberagamaan intrinsik dianggap menunjang kesehatan jiwa

dan kedamaian masyarakat. Agama diterima sebagai faktor pemadu

(unifying factor). Cara beragama seperti ini, terhunjam ke dalam diri

penganutnya. Hanya dengan cara itu kita mampu menciptakan

lingkungan yang penuh kasih sayang.51

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere

yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.

Menurut WHO dalam bukunya yang berjudul “Psikologi

Remaja” bahwa remaja adalah suatu masa di mana individu berkembang

dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya

sampai saat ia mencapai kematangan seksual di mana individu mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

dewasa serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang

penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.52

50 Jalaludin Rahmat, Ceramah-Ceramah di Kampus, Mizan, Cet Ke 1, Bandung, 1986,

hlm. 26. 51 Ibid., hlm. 27. 52 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013,

hlm.10.

Page 23: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

29

Menurut Hurlock dalam bukunya yang berjudul “Psikologi

Remaja” bahwa remaja adalah suatu usia di mana anak tidak merasa

bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan

merasa sama, atau paling tidak sejajar.53

2. Ciri-ciri remaja

Mengingat ciri umum ini banyak ditentukan oleh dunia sekitar,

maka masyarakat sekeliling remaja mengambil peranan penting dalam

terbentuknya ciri-ciri umum mereka. Masyarakat sebagai ruang gerak di

mana para remaja mengembangkan diri dan menempatkan diri, turut

berperan dalam memberikan corak khusus sesuai dengan keadaan yang

khusus pula pada masyarakat.54

a. Remaja dalam menghadapi masyarakat luas, akan selalu berada dalam

keadaan bimbang dalam menghadapi berbagai macam pilihan.

b. Keanekaragaman masyarakat di daerah maupun di kota disebabkan

perbedaan tempat asal, latar belakang kehidupan, norma-norma

kebudayaan, adat-istiadat, nilai moral dan etik, dan nilai sosial.

c. Mudahnya seorang berpindah dan bergerak dalam waktu yang singkat

ke tempat-tempat yang lain. Mudah menghilangnya seseorang di antara

banyak orang

d. Memperoleh tokoh yang konstruktif dan dikagumi, berarti mengikuti

jejak hidup tokoh tersebut yang akan membawa si remaja ke suatu

kehidupan yang wajar.

e. Melakukan pengamatan baik terhadap si remaja itu sendiri maupun

terhadap remaja dalam hubungan dengan lingkungannya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keagamaan Remaja

Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu,

kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih

menggamambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya

53 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Sinar Grafika Offset, Jakarta,

2004, hlm. 9. 54 N. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, PT BPK Gunung

Mulia, Jalarta, 2007, hlm. 71.

Page 24: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

30

dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama ini,

muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.55

Sikap keagamaan adalah suatu kondisi diri seseorang yang dapat

mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya

terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut disebabkan oleh adanya

konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif,

perasaaan unsur agama sebagai unsur efektif, dan perilaku terhadap

agama sebagai unsur konatif.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sikap keagamaan merupakan

integrasi secara kompleks anatara pengetahuan agama, perasaan agama,

serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa

sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala

kejiwaan.

Beranjak dari kenyataan yang ada, sikap keagamaan seseorang

terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.56

a. Faktor Intern

Perkembangan jiwa keagamaan, selain ditentukan oleh faktor

ekstern, juga ditentukan oleh faktor intern seseorang. Seperti halnya

aspek kejiwaan lainnya, para ahli psikologi agama mengemukakan

berbagai teori berdasarkan pendekatan masing-masing. Akan tetapi,

secara garis besarnya, faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa keagamaan, antara lain adalah faktor hereditas,

tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan seseorang.

1) Faktor Hereditas

Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh Johann

Gregor Mendel, telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan

dan manusia. Kajian genetika modern terhadap manusia kemudian

dikembangkan oleh H. Nilsson Ehle dan R. Emerson serta E. East.

Mereka meneliti tentang pengaruh genetika terhadap perbedaan

55 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 76. 56 Bambang Syamsul Arifin, Op. Cit., hlm. 77.

Page 25: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

31

warna kulit manusia.

Selanjutnya kajian mengenai genetika pada manusia

berlanjut hingga ke unsur gen manusia yang terkecil, yaitu

deoxyribonnucleit acid (DNA). Hasil penelitian mengungkapkan

bahwa DNA yang berbentuk tangga yang berpilin itu terdiri atas

pembawa sifat yang berisi informasi gen. Secara garis besarnya,

pembawa sifat turunan itu terdiri atas genotipe dan fenotipe.

Genotipe merupakan keseluruhan faktor bawaan seseorang

walaupun dapat dipengaruhi lingkungan, tak jauh menyimpang dari

sifat dasar yang ada. Fenotipe adalah karakteristik seseorang yang

tampak dan dapat diukur seperti warna mata, warna kulit ataupun

bentuk fisik. Temuan ini menginformasikan bahwa pada manusia

juga terdapat sifat turunan yang abadi.57

Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai

faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan

terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencakup

kognitif, afektif, dan konatif.

2) Tingkat Usia

Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para

remaja menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung

mempengaruhi terjadinya konversi agama. Bahkan menurut

Starbuck pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadi

konversi agama.

Hubungan antara perkembangan usia dan perkembangan

jiwa keagamaan tampaknya tak dapat dihilangkan begitu saja.

Apabila konversi lebih dipengaruhi oleh sugesti, tentunya konversi

akan lebih banyak terjadi pada anak-anak, mengingat pada tibgkat

usia tersebut, mereka lebih bisa menerima sugesti. Namun,

kenyataannya, hingga usia baya pun, masih terjadi konversi agama.

57 Ibid., hlm. 78.

Page 26: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

32

Terlepas dari ada tidaknya hubungan konversi dengan

tingkat usia seseorang, namun hubungan antara tingkat usia dengan

perkembangan jiwa keagamaan barangkali tak dapat diabaikan

begitu saja. Berbagai penelitian psikologi agama menunjukkan

adanya hubungan tersebut, meskipun tingkat usia bukan

merupakan satu-satunya faktor penentu dalam perkembangan jiwa

keagamaan seseorang.58

3) Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua

unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan

antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan inilah yang

membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk

kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan

karakter. Tipologi lebih ditekankan kepada unsur bawaan,

sedangkan karakter lebih ditekankan oleh adanya pengaruh

lingkungan,.

Beranjak dari pemahaman tersebut, para psikolog

cenderung berpendapat bahwa manusia memiliki kepribadian yang

unik dan bersifat individu yang masing-masing berbeda.

Sebaliknya, karakter menunjukkan bahwa kepribadian manusia

terbentuk berdasarkan pengalamannya dengan lingkungan. Dilihat

dari pandangan psikologis, kepribadian manusia tak dapat diubah

karena sudah terbentuk berdasarkan komposisi yang terdapat

dalam tubuh. Sebaliknya, dilihat dari pendekatan karakterologis,

kepribadian manusia dapat diubah dan bergantung pada pengaruh

lingkungan masing-masing.59

Berangkat dari pendekatan tipologis ataupun

karakterologis, terlihat ada unsur-unsur yang bersifat tetap dan

unsur-unsur yang dapat berubah membentuk struktur kepribadian

58 Ibid., hlm. 80. 59 Ibid., hlm. 81.

Page 27: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

33

manusia. Unsur-unsur yang bersifat tetap berasal dari unsur

bawaan, sedangkan yang dapat berubah adalah karakter. Namun

karakter pun menurut Erich Fromm relatif bersifat permanen.

4) Kondisi Kejiwaan

Kondisi kejiwaan terkait dengan kepribadian sebagai

faktor intern. Ada beberapa model pendekatan yang

mengungkapkan hubungan ini. Model psikodinamik yang

dikemukakan Sigmund Freud menunjukkan bahwa gangguan

kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam

ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi gejala kejiwaan

yang abnormal.

Gejala-gejala yang abnormal ini bersumber dari kondisi

syaraf (neurosis), kejiwaan (psychosis), dan kepribadian

(personality). Kondisi kejiwaan yang bersumber dari neurose ini

menimbulkan gejala kecemasan neurose, absesi, dan kompulsi

serta amnesia. Kemudian, kondisi kejiwaan yang disebabkan oleh

gejala psikosis umunya menyebabkan seseorang kehilangan kontak

hubungan dengan dunia nyata. Gejala ini ditemui pada penderita

schizoprenia, paranoia, maniac, serta inflantileautism (berperilaku

seperti anak-anak).60

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern berpengaruh dalam perkembangan jiwa

keagamaan dapat dilihat dari lingkungan tempat seseorang itu hidup.

Umumnya, lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu keluarga,

institusi dan masyarakat

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana

dalam kehidupan manusia. Anggota-anggotanya terdiri atas ayah,

ibu, dan anak-anak. Bagi anak-anak, keluarga merupakan

lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian,

60 Bambang Syamsul Arifin, Loc. Cit., hlm. 81-85.

Page 28: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

34

kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi aqal bagi pembentukan

jiwa keagamaannya.

2) Lingkungan Institusional

Lingkungan institusional ikut mempengaruhi

perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal

seperti sekolah ataupun yang non formal seperti berbagi

perkumpulan dan organisasi.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi

pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak.

Menurut Singgih S. Gunarsa, pengaruh itu dapat dibagi tiga

kelompok, yaitu kurikulum dan anak, hubungan guru dan murid,

dan hubungan antar anak-anak. Dilihat dari kaitannya dengan

perkembangan jiwa keagamaan, ketoga kelompok tersebut ikut

berpengaruh. Sebab, pada prinsipnya, perkembangan jiwa

keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk

kepribadian yang luhur.

3) Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan

yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya

merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang

ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan terkadang

pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan,

baik dalam bentuk positif maupun negatif. Misalnya lingkungan

masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan

berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keagamaan anak,

sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai dan

institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan

berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.

Sebaliknya, dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair

atau bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai.

Kehidupan warganya lebih longgar, sehingga diperkirakan turut

Page 29: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

35

mempengaruhi kondisi kehidupan keagamaan warganya.

4. Sikap Remaja Dalam Beragama

Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:61

a. Percaya ikut-ikutan

Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh pendidikan

agama secara sederhana yaang didapat dari keluarga dan

lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa

remaja awal (13-16 tahun). Setelah itu, biasanya berkembang kepada

cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan fisiknya.

b. Percaya dengan kesadaran

Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang

masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka

ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk

membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara

ikut-ikitan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17

tahun atau 18 tahun. Semangat agama mempunyai dua bentuk:

1) Dalam bentuk positif

Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat

agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal

yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan

agama dari bid’ah dan kurafat, dari kekakuan dan kekolotan.

2) Dalam bentuk negatif

Semanagat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan

menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu

kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar ke dalam

masalh-masalh keagamaan, seperti bid’ah, khurafat, dan

kepercayaan-kepercayaan lainnya.

c. Percaya, tetapi agak ragu-ragu

Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi

menjadi dua:

61 Raharjo, Op. Cit., hlm. 36.

Page 30: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

36

1) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses

perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.

2) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang

dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan

yang dimiliki.

d. Tidak percaya atau cenderung ateis

Perkembangan ke arah tidak percaya pada Tuhan sebenarnya

mempunyai atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa

tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah

memendam suatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya

terhadap kekuasaan apapun, termasuk kekuasaan Tuhan.

D. Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum penelitian ini dilakukan memang sudah ada penelitian yang

sejenis akan tetapi dalam hal tertentu penelitian ini menunjukkan adanya

perbedaan. Berikut ini penelitian sebelumnya yang dapat penulis

dokumentasikan sebagai hasil penelitian terdahulu diantaranya :

Pertama Khaerul Amri (2012) STAIN Kudus dalam skripsinya

yang berjudul ‘’Rebana Al Mubarok sebagai Media Dakwah dalam

Membentuk Keberagamaan Remaja di Madrasah Aliyah Qudsiyyah Kudus’’.

Hasil penelitian ini adalah data berdirinya rebana al mubarok di Madrasah

Qudsiyyah Kudus berdasar akan kecintaan pada Rasulullah, syair-syair dizikir

dan sholawat tercipta dikumandangkan di seluruh pelosok tempat umat

muslim berada. Dalam perkembangannyapun bervariatif, yaitu menyajikan

serangkaian sholawat dengan membubuhkan nilai nilai nasionalisme atau yang

disebut dengan “Sholawat Kebangsaan’’ serta juga ada yang menambahkan

lirik tentang jasa atau profil seorang guru besar,”62

Kedua Fithrotun Niswah (2008) STAIN Kudus dalam skripsinya

yang berjudul ‘’Peranan Kiai dalam Membentuk Perilaku Keberagamaan

62 Khaerul Amri, ‘’Rebana Al Mubarok sebagai Media Dakwah dalam Membentuk Keberagamaan Remaja di Madrasah Aliyah Qudsiyyah Kudus’’, (Skripsi Jurusan Dakwah : STAIN Kudus, 2012).

Page 31: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

37

Santri di Pondok Pesantren Tahfidzh Al Ghuroba Tumpang Krasak Jati

Kudus. Hasil Penelitian ini adalah berdirinya Pondok Pesantren Tahfizh Al

Ghuroba tidak terlepas dari situasi dan kondisi masyarakat yang melatar

belakanginya, yakni sekitar 1995 M. Di Desa ini masyarakatnya cenderung

menginginkan anaknya agar bisa membaca Al Qur’an. Hal ini terbukti dari

banyaknya remaja serta orang tua yang mengikuti pengajian K.H.

Mustamir.”63

Adapun penelitian ketiga Muhammad Nor Rohim (2011) dalam

skrisinya yang berjudul “Peranan Bimbingan Penyuluhan Islam yang

Diselenggarakan oleh Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) dalam Meningkatkan

Perilaku Keberagamaan Remaja di Jambean Kidul, Kecamatan Margo Rejo,

Kabupaten Pati Tahun 2011”. Hasil Penelitian perilaku keberagamaan remaja

di Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margo Rejo, Kabupaten Pati adalah baik.

Hal ini terlihat dari adanya remaja yang sekarang aktif mengikuti kegiatan

keagamaan yang diselenggarakan IRMAS, seperti pengajian selapanan, sholat

berjamaah, melakukan bersih-bersih masjid, tahlilan dan lain sebagainya.

Semua kegiatan di atas telah tercover dalam dimensi keberagamaan, yaitu

dimensi ideologis, ritual konsekuensional, eksperiensial dan intelektual.”64

E. Kerangka Berpikir

Islam adalah agama dakwah, Islam disampaikan dan diperkenalkan

kepada umat manusia melalui aktivitas dakwah, tidak melalui kekerasan,

pemaksaan atau kekuatan senjata tetapi melalui ucapan yang halus dan santun

serta tindakan yang baik. Islam merupakan agama yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.

63 Fithrotun Niswah,‘’Peranan Kiai dalam Membentuk Perilaku Keberagamaan Santri di

Pondok Pesantren Tahfidzh Al Ghuroba Tumpang Krasak Jati Kudus’’, (Skripsi Jurusan Dakwah : STAIN Kudus, 2008)

64 Muhammad Nor Rohim ,“Peranan Bimbingan Penyuluhan Islam yang Diselenggarakan oleh Ikatan Remaja Masjid (IRMAS) dalam Meningkatkan Perilaku Keberagamaan Remaja di Jambean Kidul, Kecamatan Margo Rejo, Kabupaten Pati”, (Skripsi Jurusan Dakwah : STAIN Kudus, 2011)

Page 32: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

38

Sebagaimana diketahui bahwa dakwah adalah usaha yang

dilaksanakan dengan sadar dan terencana. Usaha yang dilakukan adalah

menyeru umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki kondisi yang lebih baik.

Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup

bahagia selamat di dunia dan di akhirat.

Untuk itu dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang pas

dan cocok. Pemakaian metode dan cara yang baik adalah satu bagian dari

keberhasilan dakwah, sebaliknya bila metode dan cara yang digunakan dalam

menyampaikan sesuatu tidak cocok dan tidak pas akan mengakibatkan hal

yang tidak diinginkan.65

Dalam Islam terdapat metode dakwah yang digunakan untuk

menyampaikan pesan dakwah pada manusia, yaitu metode hikmah, mauidzoh

hasanah dan mujadalah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa mauidzoh hasanah adalah

memberikan nasihat yang baik yang berupa petunjuk ke arah kebaikan dengan

bahasa yang mudah dipahami sehingga pihak obyek dakwah dengan rela hati

dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak

subyek dakwah.66

Telah diketahui bersama bahwa remaja mempunyai kecenderungan

untuk meniru segala apa yang dilihatnya dari lingkungan ia berada, karena

lingkungan hidup manusia ada yang merusak dan ada yang baik. Remaja bisa

salah dalam mengambil pegangan pedoman hidupnya, karena lingkungan

tersebut sedikit banyak akan membentuk kepribadian remaja. Oleh sebab itu

perlunya dibentuk suatu lembaga atau wadah bagi remaja yang positif yang

diilhami oleh nilai-nilai sakral keagamaan. Dengan wadah tersebut diharapkan

dapat mencetak generasi yang selalu berpegang pada al-Qur’an dan as-

Sunnah.

65 Samsul Munir Amin,Op. Cit., hlm. 236. 66 Siti Muri’ah, Op. Cit., hlm. 162.

Page 33: BAB II DESKRIPSI PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/779/5/FILE 5.pdf · Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa umat yang dihadapi seorang pendakwah secara

39

Berkaitan dengan hal di atas, IRMAS merupakan kegiatan positif

dikarenakan segala aktivitas (kegiatan) remajanya memuat kegiatan-kegiatan

keagamaan yaitu tadarus al-Qur’an, berjanjen dan santunan anak yatim.

Dengan demikian dalam proses dakwah maka seorang da’i hendaknya

berusaha menjalankan ajaran Islam, sehingga tugas dari da’i dapat terlaksana

dengan baik serta mencetak generasi remaja yang beriman dan mematuhi

perintah Allah SWT sesuai dengan norma serta beradab.