BAB II DBD

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (4) 2.2. Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

description

demam berdarah dengue, DHF, DD, tinjuan pustaka

Transcript of BAB II DBD

Page 1: BAB II DBD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang

disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok(4)

2.2. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4

yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue

keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain

seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus(4)

2.3. Epidemiologi

Penyakit demam berdarah biasanya didahului dengan adanya demam

tinggi, nyeri pada kepala dan otot. Dilaporkan sebanyak 5% dari kasus DBD

cenderung akan mengalami perdarahan. Transmisi penyakit DBD berawal dari

gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung virus dengue sebagai penyebab

demam berdarah(5)

Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi

kesehatan manusia, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue.

Page 2: BAB II DBD

Penyakit ini terus menyebar luas di negara tropis dan subtropis. Sekitar 2,5 milyar

orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai risiko untuk terkena infeksi virus dengue.

Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam

berdarah dengue, lebih kurang 500.000 kasus setiap tahun dirawat di rumah sakit

dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia(6)

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat

dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh

wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000

penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar

biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas

DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999(4)

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes

(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi

nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan

tempat penampungan air lainnya)(4)

2.4. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue

dan sindrom renjatan dengue(4)

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody

dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

Page 3: BAB II DBD

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus

dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi

anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang

tinggi(4)

Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;

menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi

di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan

aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon

gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi

berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor),

IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan

terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh

kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma(4).

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1) Supresi sumsum tulang, dan

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan

keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan

terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi

trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,

konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.

Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

Page 4: BAB II DBD

peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda

degranulasi tromobosit(4)

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik

(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia

namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (4)

2.5. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue

atau sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan

tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan

tidak adekuat(4)

Page 5: BAB II DBD

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di

bawah ini dipenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD

adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma(4)

Sindrom Syok Dengue (SSD).

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi

dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah(4)

2.9. Derajat penyakit infeksi virus dengue

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui

klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel: (4)

Page 6: BAB II DBD

2.6. Pemeriksaan penunjang

2.6.1. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,

jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis

relative disertai gambaran limfosit plasma biru(4)

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih

rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap

dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok

akan meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai

pada hari ke-3 demam.

Page 7: BAB II DBD

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan

pembekuan darah.

Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan

transfusi darah atau komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai

terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari

ke-2.

Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang

dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans(4)

Pemeriksaan hematologis rutin merupakan perhitungan untuk menilai

berat DBD, dan uji serologis dapat digunakan sebagai pengenalan dini penyakit

DBD, terutama pada infeksi sekunder. Penanganan DBD terutama infeksi

sekunder harus diwaspadai, kecenderungan ke arah DSS lebih besar. Dengan

demikian uji serologis sebaiknya dilakukan sebagai sarana diagnosis dini DBD

dan perhitungan untuk penanganan penderita. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk menekan angka kesakitan maupun kematian penderita akibat penyakit

DBD(7)

2.6.2. Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada

kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG(4)

Page 8: BAB II DBD

2.15. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue, prinsip utamanya adalah

terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat angka kematian dapat

diturunkan samapi kurang dari 1 %. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan

cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral tidak

dapat dipertahankan maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk

mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi(4)

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama

dengan devisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi

Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol

penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai

atas indikasi

Praktis dalam pelaksanaanya

Mempertimbangkan cost of effectiveness(4)

Protokol 1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

Untuk memberiksan pertolonga pertama pada DBD atau yang diduga DBD di

IGD dan juga dipakai untuk memutuskan indikasi rawat sebagai berikut:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 – 150.000

dapat rawat jalan dan kontrol di poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya

(dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau

bila keadaanya memburuk segera kembali ke IGD

Hb dan Ht normal tapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk rawat inap

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk

rawat(4)

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Page 9: BAB II DBD

Pasien DBD tanpa perdarahan masif dan syok maka di ruang inap diberirikan

cairan infus kristaloid dengan jumlah sesuai rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut:

1500 + (20 x (BB dalam kg – 20))

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb dan Ht setiap 24 jam:

Bila Hb dan Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah cairan

tetap seperti rumus diatas dan pemantauan Hb, Ht dan trombosit setiap 12

jam

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian

cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan

Ht > 20%

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Keadaan ini menunjukan tubuh mengalami defisit cairan > 5% dan diterapi

dengan memberikan cairan infus kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam lalu dipantau

selama 3-4 jam. Bila terjadi perbaikan ditandai dengan hematokrit turun, frekuensi

nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan

infus dikurangi menjadi 5 mg/kg/jam. Dua jam kemudian dipantau kembali dan

bila keadaan membaik jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 mg/kg/jam. Bila

dalam pemantaun keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat

dihentikan dalan 24-48 jam kemudain(4)

Bila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kg/jam keadaan tidak

membaik yang ditandai dengan hematokrit dan frekuensi nadi meningkat serta

tekanan darah turun <20 mmHg dan produksi urin turun maka kita tingkatkan

jumlah infus menjadi 10 ml/kg/jam. Dua jam kemudain dipantau dan bila telah

menunjukan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam tetapi

bila tidak menunjukan perbaikan maka cairan infus dinaikan menjadi 15

ml/kg/jamdan bila dalam perkembanganya memburuk dan didapatkan tanda-tanda

syok maka ditangani dengan tatalaksana syok sindrom dengue pada dewasa. Bila

Page 10: BAB II DBD

syok teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

awal(4)

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif adalah: epistaksis yang tak terkendali

walaupun dengan tampon hidung, hematemesis, melenea, hematokesia, hematuria,

perdarahan otak dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kg/jam. Jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainya.

Pemberian heparin deiberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan

tanda-tanda koagulasi intravaskular deseminata(4)

Protokol 5. Tatalaksana syok sidrom dengue pada dewasa

Pada kasus ini pemebrian cairan kristaloid adalah pilihan utama. Pasien

juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal cairan kristaloid diguyur

sebanyak 10-20 ml/kgBB dan evaluasi setelah 15-30 menit. Bola syok teratasi

yang ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih

dari 20 mmHg, frekusnsi nadi kurang dari 100 kali per menit, akral hangat dan

kulit tidak pucat serta diuresis 0.5-1 ml/kgBB maka jumlah cairan dikurangi

menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap

stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kg/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan

terasatasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka

infus dapat dihentikan karena jika reabsosrbsi cairan plasma yang mengalami

ekstravasasi telah terjadi ditandai dengan turunya hematokrit, cairan infus terus

diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru dan gagal jantung dapat

terjadi(4)

2.17. Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

pemberian antipiretik, nafsu makan membaik, tampak terdapat perbaikan secara

Page 11: BAB II DBD

klinis, Ht stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit >50.000/ul dan

cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distress pernafasan yang biasanya

disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis