BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya...

42
10 BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Indonesia merupakan suatu wilayah dengan tingkat resiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena wilayah Indonesia berada pada pertemuan empat lempeng tektonik. Oleh karena itu dalam perencanaan suatu struktur bangunan perlu direncanakan sesuai peraturan yang berlaku. Faktor daktilitas suatu gedung merupakan dasar bagi penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali dan bekerja secara bolak-balik akibat beban gempa, hal ini akan menimbulkan terjadinya pelelehan pertama sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur tersebut dapat tetap berdiri walaupun sudah berada di dalam kondisi ambang keruntuhan. Kondisi ini dapat dicapai apabila batang-batang horizontal (balok) mengalami kerusakan atau retak terlebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan pada batang-batang vertikal (kolom). Hal ini berarti bahwa akibat pengaruh gempa rencana, sendi-sendi plastis di dalam suatu struktur gedung hanya terjadi pada ujung-ujung balok dan kaki-kaki kolom. Sistem Rangka Pemikul Momen adalah sistem rangka ruang di dalam komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser, dan aksial. Sistem Rangka Penahan Momen dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau elastik penuh. Struktur yang memiliki daktilitas dengan nilai skala faktor daktilitas sebesar 1,0 yang harus direncanakan agar tetap berperilaku elastik pada saat terjadi gempa kuat. 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau daktail parsial. Struktur gedung dengan nilai skala faktor daktilitas antara gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dengan gedung yang daktail penuh sebesar 5,3. 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau daktail penuh.

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya...

Page 1: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

10

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum

Indonesia merupakan suatu wilayah dengan tingkat resiko gempa yang

cukup tinggi. Hal ini terjadi karena wilayah Indonesia berada pada pertemuan

empat lempeng tektonik. Oleh karena itu dalam perencanaan suatu struktur

bangunan perlu direncanakan sesuai peraturan yang berlaku.

Faktor daktilitas suatu gedung merupakan dasar bagi penentuan beban

gempa yang bekerja pada struktur gedung. Daktilitas adalah kemampuan suatu

struktur untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali

dan bekerja secara bolak-balik akibat beban gempa, hal ini akan menimbulkan

terjadinya pelelehan pertama sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang

cukup, sehingga struktur tersebut dapat tetap berdiri walaupun sudah berada di

dalam kondisi ambang keruntuhan. Kondisi ini dapat dicapai apabila batang-batang

horizontal (balok) mengalami kerusakan atau retak terlebih dahulu sebelum

terjadinya kerusakan pada batang-batang vertikal (kolom). Hal ini berarti bahwa

akibat pengaruh gempa rencana, sendi-sendi plastis di dalam suatu struktur gedung

hanya terjadi pada ujung-ujung balok dan kaki-kaki kolom.

Sistem Rangka Pemikul Momen adalah sistem rangka ruang di dalam

komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja

melalui aksi lentur, geser, dan aksial. Sistem Rangka Penahan Momen dapat

digolongkan sebagai berikut:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau elastik penuh.

Struktur yang memiliki daktilitas dengan nilai skala faktor daktilitas sebesar

1,0 yang harus direncanakan agar tetap berperilaku elastik pada saat terjadi

gempa kuat.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau daktail parsial.

Struktur gedung dengan nilai skala faktor daktilitas antara gedung yang

elastik penuh sebesar 1,0 dengan gedung yang daktail penuh sebesar 5,3.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau daktail penuh.

Page 2: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

11

Suatu sistem struktur yang mampu mengalami simpangan pasca elastik pada

saat mencapai kondisi ambang keruntuhan yang paling besar, yaitu

mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3.

2.2 Struktur Bangunan Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan

Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2 untuk struktur bangunan gedung harus

diklasifikasikan sebagai gedung beraturan atau tidak. Klasifikasi tersebut harus

didasarkan pada konfigurasi horizontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung.

2.2.1 Ketidakberaturan Horizontal

Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2.1 struktur bangunan gedung yang

mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti tabel 2.1 harus dianggap

mempunyai ketidakberaturan horizontal. Struktur yang dirancang untuk kategori

desain seismik sebagaimana terdaftar dalam tabel harus memenuhi persyaratan

dalam tabel tersebut.

Tabel 2.1 AKetidakberaturan horisontal pada struktur

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Pasal

Referensi

SNI

1726:2012

Penerapan

kategori desain

seismik

1a. Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada

jika simpangan antar lantai tingkat

maksimum, torsi yang dihitung termasuk

tak terduga, di sebuah ujung struktur

melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2

kali simpangan antar lantai tingkat rata -

rata di kedua ujung struktur. Persyaratan

7.3.3.4

7.7.3

7.8.4.3

7.12.1

Tabel 13

12.2.2

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

C, D, E, dan F

C, D, E, dan F

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2.1 (lanjutan 1)

Page 3: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

12

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Pasal

Referensi

SNI

1726:2012

Penerapan

kategori

desain

seismik

ketidakberaturan torsi dalam pasal-pasal

referensi berlaku hanya untuk struktur di

mana diafragmanya kaku atau setengah kaku.

1b. Ketidakberaturan torsi berlebihan

didefinisikan ada jika simpangan antar lantai

tingkat maksimum, torsi yang dihitung

termasuk tak terduga, di sebuah ujung

struktur melintang terhadap sumbu lebih dari

1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-

rata di kedua ujung struktur.

Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan

dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya

untuk struktur di mana diafragmanya kaku

atau setengah kaku.

7.3.3.1

7.3.3.4

7.7.3

7.8.4.3

7.12.1

Tabel 13

12.2.2

E dan F

D

B, C, dan D

C dan D

C dan D

D

B, C, dan D

2. Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan

ada jika kedua proyeksi denah struktur dari

sudut dalam lebih besar dari 15 persen

dimensi denah struktur dalam arah yang

ditentukan.

7.3.3.4

Tabel 13

D, E, dan F

D, E, dan F

3. Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma

didefinisikan ada jika terdapat diafragma

dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan

mendadak, termasuk yang mempunyai daerah

terpotong atau terbuka lebih besar dari 50

persen daerah diafragma bruto yang

melingkupinya, atau perubahan kekakuan

7.3.3.4

Tabel 13

D, E, dan F

D, E, dan F

Tabel 2.1 (lanjutan 2)

Page 4: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

13

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Pasal

Referensi

SNI

1726:2012

Penerapan

kategori

desain

seismik

diafragma efektif lebih dari 50 persen dari

suatu tingkat ke tingkat

selanjutnya.

4. Ketidakberaturan pergeseran melintang

terhadap bidang didefinisikan ada jika

terdapat diskontinuitas dalam lintasan

tahanan gaya lateral, seperti pergeseran

melintang terhadap bidang elemen vertikal.

7.3.3.3

7.3.3.4

7.7.3

Tabel 13

12.2.2

B, C, D,E,

dan F

D, E, dan F

B, C, D, E,

dan F

D, E, dan F

B, C, D, E,

dan F

5. Ketidakberaturan sistem nonparalel

didefninisikan ada jika elemen penahan gaya

lateral vertikal tidak paralel atau simetris

terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama

sistem penahan gaya gempa.

7.5.3

7.7.3

Tabel 13

12.2.2

C, D, E, dan

F

B, C, D, E,

dan F

D, E, dan F

B, C, D, E,

dan F

2.2.2 Ketidakberaturan Vertikal

Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2.2 struktur bangunan gedung yang

mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti tabel 2.2 harus dianggap

mempunyai ketidakberaturan vertikal. Struktur yang dirancang untuk kategori

desain seismik sebagaimana terdaftar dalam tabel harus memenuhi persyaratan

dalam tabel tersebut.

Page 5: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

14

Tabel 2.2 BKetidakberaturan vertikal pada struktur

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Pasal

Referensi

SNI

1726:2012

Penerapan

kategori

desain

seismik

1a. Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak

didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di

mana kekakuan lateralnya kurang dari 70

persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau

kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga

tingkat di atasnya.

Tabel 13 D, E, dan F

1b. Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak

Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu

tingkat di mana kekakuan

lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan

lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70

persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di

atasnya.

7.3.3.1

Tabel 13

E dan F

D, E, dan F

2. Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan

ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari

150 persen massa efektif tingkat di dekatnya.

Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya

tidak perlu ditinjau.

Tabel 13 D, E, dan F

3. Ketidakberaturan Geometri Vertikal

didefinisikan ada jika dimensi horisontal sistem

penahan gaya gempa di semua tingkat lebih

dari 130 persen dimensi horisontal sistem

penahan gaya gempa tingkat di dekatnya.

Tabel 13 D, E, dan F

4. Diskontinuitas Arah Bidang dalam

Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya

Lateral Vertikal didefinisikan gaya lateral lebih

besar dari panjang elemen itu atau terdapat

7.3.3.3

7.3.3.4

Tabel 13

B, C, D, E,

dan F

D, E, dan F

Sumber: SNI 1726:2012

Page 6: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

15

Tabel 2.2 (lanjutan)

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Pasal

Referensi

SNI

1726:2012

Penerapan

kategori

desain

seismik

reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di

bawahnya.

D, E, dan

F

5a. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat

Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat

lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral

tingkat di atasnya.Kuat lateral tingkat adalah

kuat lateral total semua elemen penahan

seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah

yang ditinjau.

7.3.3.1

Tabel 13

E dan F

D, E, dan F

5b. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat

Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan

ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65

persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat

tingkat adalah kuat total semua elemen penahan

seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah

yang ditinjau.

7.3.3.1

7.3.3.2

Tabel 13

D, E, dan F

B dan C

D, E, dan F

2.3 Analisa Pembebanan

Berdasarkan SNI 1727:2013, beban yang bekerja pada struktur dapat

digolongkan menjadi dua bagian yaitu beban vertikal yang meliputi beban mati dan

beban hidup, serta beban horizontal yang berupa beban gempa dan beban angin.

Page 7: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

16

2.3.1 Beban Vertikal

1. Beban Mati

Beban mati mencakup semua bagian struktur gedung yang bersifat tetap,

termasuk segala unsur tambahan serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak

terpisah dari suatu gedung.

2. Beban Hidup

Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau

penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat dipindah.

2.3.2 Beban Horisontal

1. Beban Angin

Mencakup semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian yang

disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan gedung ini beban

horizontal akibat angin diabaikan karena pengaruhnya relatif lebih kecil

dibandingkan dengan beban horizontal akibat gempa.

2. Beban Gempa

Dalam SNI 1726:2012 terdapat beberapa perubahan cara perhitungan beban

gempa dibanding dengan peraturan sebelumnya, seperti perubahan peta gerak tanah

seismik, penambahan kategori desain seismik, perubahan grafik respon spektrum

desain dan lain-lain. Untuk perhitungan gaya geser akibat gempa digunakan analisis

dinamis respon spektrum sebagai berikut:

a. Menentukan nilai spektral percepatan gempa Ss dan S1

Nilai spektral percepatan gempa untuk perioda pendek (Ss) dan spektral

percepatan gempa untuk perioda 1 detik (S1) didapat dari peta gempa dalam

SNI 1726:2012.

b. Menentukan kategori risiko bangunan dan faktor keutamaan gempa (Ie)

Menurut SNI 1726:2012 pasal 4.2.1 untuk berbagai kategori resiko struktur

gedung dan non gedung sesuai tabel 2.3, pengaruh gempa rencananya harus

dikalikan dengan faktor keutamaan (Ie) menurut tabel 2.4.

Page 8: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

17

Tabel 2.3 CKategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk gempa

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk, antara lain:

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam

kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industry

- Fasilitas manufaktur

- Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk:

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit

gawat darurat

- Fasilitas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV,

yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang

besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat

III

Sumber: SNI 1726:2012

Page 9: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

18

Tabel 2.3 (lanjutan 1)

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak

dibatasi untuk:

- Pusat pembangkit listrik biasa

- Fasilitas penanganan air

- Fasilitas penanganan limbah

- Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko

IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,

penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan

bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya,

atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun

atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai

batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup

menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang

penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan-bangunan monumental

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki

fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,

serta garasi kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

tempat perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan

fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang

dibutuhkan pada saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur

stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur

rumah atau struktur pendukung air atau material atau

IV

Page 10: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

19

Tabel 2.3 (lanjutan 2)

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk

beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan

fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko

IV.

Tabel 2.4 DFaktor keutamaan gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa (Ie)

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber: SNI 1726:2012

c. Menentukan klasifikasi situs

Menurut SNI 1726:2012 pasal 5.3 klasifikasi kelas situs dibagi menjadi 6

diantaranya SA, SB, SC, SD, SE, dan SF. Kelas situs tersebut meliputi

batuan keras, batuan, tanah keras, sangat padat dan batuan lunak, tanah

sedang, tanah lunak, dan tanah khusus yang membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan analisis respon spesifik. Kelas situs tersebut

didefinisikan secara lebih rinci seperti pada tabel 2.5.

Page 11: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

20

Tabel 2.5 EKlasifikasi situs

Kelas Situs �̅�𝑠 (m/detik) �̅� 𝑎𝑡𝑎𝑢 �̅�𝑐ℎ �̅�𝑢 (kPa)

SA(batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) <175 <15 <50

SF (tanah khusus yang

membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan

analisis respon spesifik-

situs yang mengikuti

6.10.1)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu

atau lebih dari karateristik berikut:

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat

beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung

sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut

(ketebalan H > 3 m)

Sumber: SNI 1726:2012

d. Menentukan koefisien situs Fa dan Fv

Menurut SNI 1726:2012 pasal 6.1.2 koefisien situs Fa (faktor amplifikasi

terkait percepatan pada getaran perioda pendek) dan Fv (faktor amplifikasi

terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik) harus mengikuti

tabel 2.6 dan tabel 2.7.

Page 12: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

21

Tabel 2.6 FKoefisien situs (Fa)

Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, SS

SS 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2.7 GKoefisien situs (Fv)

Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda 1 detik, S1

S1 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Sumber: SNI 1726:2012

CATATAN:

Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linear

SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik,

lihat pasal 6.10.1 SNI 1726:2012

e. Menentukan percepatan spektral desain SDS dan SD1

𝑆𝐷𝑆 = 23⁄ (𝐹𝑎𝑆𝑆) (2.1)

𝑆𝐷1 = 23⁄ (𝐹𝑣𝑆1) (2.2)

Page 13: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

22

f. Menentukan kategori desain seismik

Menurut SNI 1726:2012 pasal 6.5 suatu struktur harus ditetapkan kategori

desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons

spektral percepatan desainnya sesuai pada tabel 2.8 dan tabel 2.9. Selain itu,

menurut SNI 1726:2012 struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang

berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada

perioda 1 detik (S1) lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan

sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang

berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral

percepatan terpetakan pada perioda 1 detik (S1) lebih besar dari atau sama

dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain

seismik F.

Tabel 2.8 HKategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan

pada periode pendek

Nilai SDS Kategori risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 ≤ SDS < 0,33 B B

0,33 ≤ SDS < 0,50 C C

0,50 ≤ SDS D D

Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2.9 IKategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan

pada periode 1 detik

Nilai SD1 Kategori risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,067 A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B B

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C C

0,20 ≤ SD1 D D

Sumber: SNI 1726:2012

Page 14: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

23

g. Pemilihan sistem struktur

Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah

satu tipe yang ditunjukkan dalam tabel 2.10.

Tabel 2.10 JFaktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa

Sistem penahan-gaya seismik R Ω0 Cd

Batasan sistem struktur

dan batasan tinggi struktur

B C D E F

Rangka beton bertulang

pemikul momen khusus 8 3 5,5 TB TB TB TB TB

Rangka beton bertulang

pemikul momen menengah 5 3 4,5 TB TB TI TI TI

Rangka beton bertulang

pemikul momen biasa 3 3 2,5 TB TI TI TI TI

Sumber: SNI 1726:2012

CATATAN:

TB = Tidak Dibatasi TI = Tidak Diijinkan

h. Membuat spektrum respon desain

Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 6.4 kurva spektrum respon desain harus

dikembangkan dan mengacu pada gambar 2.1 dan mengikuti ketentuan

sebagai berikut:

- Untuk perioda yang lebih kecil dari T0

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6𝑇

𝑇0) (2.3)

- Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari

atau sama dengan Ts, spektrum respon percepatan desain (Sa) sama

dengan SDS

- Untuk perioda yang lebih besar dari TS

𝑆𝑎 =𝑆𝐷1

𝑇 (2.4)

dimana:

𝑆𝑎 = respon spektrum desain

Page 15: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

24

𝑇 = perioda getar fundamental struktur

𝑇0 = 0,2𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (2.5)

𝑇𝑆 =𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (2.6)

Rumusan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk kurva spektrum desain

sebagai berikut:

Gambar 2.1KSpektrum respons desain Sumber: SNI 1726:2012

i. Skala gaya

Apabila kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt) lebih kecil dari

85% dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya lateral

ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85 V/Vt.

Page 16: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

25

2.4 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan ketetapan yang

terdapat dalam SNI 1727:2013 pasal 2.3.2 adalah:

1. Kuat Perlu

U = 1,4D

U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)

U = 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0L atau 0,5W)

U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5 (Lr atau R)

U = 1,2D + 1,0E + 1,0L

U = 0,9D + 1,0W

U = 0,9D + 1,0E

2. Kuat Rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen

struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban

normal, geser dan torsi , harus diambil sebagai kuat nominal yang dihitung

berdasarkan ketentuan dan asumsi dari SNI 2847:2013 pasal 9.3, dengan

suatu faktor reduksi kekuatan Ø. Faktor reduksi kekuatan Ø ditentukan

sebagai berikut:

a. Penampang tarik Ø = 0,9

b. Penampang tekan

Komponen struktur dengan tulangan spiral Ø = 0,75

Komponen struktur berlulangan lainnya Ø = 0,65

c. Geser dan torsi Ø = 0,75

2.5 Simpangan Antar Lantai

Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (∆) harus dihitung sebagai

perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau.

Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk

menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa

tingkat di atasnya.

Page 17: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

26

Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C,D, E atau F

yang memiliki ketidakberaturan horisontal Tipe 1a atau 1b pada tabel 2.1,

simpangan antar lantai desain (∆) harus dihitung sebagai selisih terbesar dari

defleksi titik-titik di atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya

segaris secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepi struktur.

Faktor pembesaran defleksi (Cd) sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.2.2 dan

defleksi pusat massa di tingkatx (𝛿𝑥) (mm) harus ditentukan sesuai dengan

persamaan berikut:

𝛿𝑥 =𝐶𝑑𝛿𝑥𝑒

𝐼𝑒 (2.7)

Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar

lantai tingkat ijin (∆𝑎) seperti pada tabel 2.11 untuk semua tingkat dengan hsx adalah

tinggi tingkat dibawah tingkat x.

Tabel 2.11 LSimpangan antar lantai tingkat ijin (∆a)

Struktur Kategori risiko

I dan II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser

batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan

dinding interior, partisi, langit-langit dan

sistem dinding eksterior yang telah didesain

untuk mengakomodasi simpangan antar

lantai tingkat.

0,025 ℎ𝑠𝑥 0,020 ℎ𝑠𝑥 0,015 ℎ𝑠𝑥

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 ℎ𝑠𝑥 0,007 ℎ𝑠𝑥 0,007 ℎ𝑠𝑥

Semua struktur lainnya 0,020 ℎ𝑠𝑥 0,015 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥

Sumber: SNI 1726:2012

Page 18: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

27

2.6 Perencanaan Pelat

Pelat merupakan struktur kaku yang secara khas terbuat dari material

monolit dengan dimensi tinggi/tebal yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

dimensi-lebarnya. Untuk merencanakan pelat beton bertulang perlu

mempertimbangkan faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari

peraturan yang ada.

Pada perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat

berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir. Dalam pelaksanaannya,

pelat akan dicor bersamaan dengan balok.

Metode analisis pelat juga bergantung pada dimensi bidangnya. Apabila

ly/lx ≤ 2 harus dianalisa sebagai struktur pelat dua arah, sedangkan jika ly/lx > 2

harus dianalisa sebagai struktur pelat satu arah, dimana ly = panjang bentang

terpanjang dan lx = panjang bentang terpendek

Gambar 2.2MDimensi bidang pelat

2.6.1 Perencanaan Tebal Pelat

Penentuan tebal pelat sesuai SNI 2487:2002, tebal minimum pelat dengan

balok yang membentang di antara tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus memenuhi ketentuan

pasal 9.5.3.2 atau tabel 9.5(c) SNI 2847:2013.

Page 19: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

28

2. Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat

minimum harus memenuhi:

2,0536

14008,0

m

y

n

fL

h

(2.8)

dan tidak boleh kurang dari 125 mm.

3. Untuk m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang

dari:

936

14008,0

y

n

fL

h (2.9)

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

dimana:

Ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi dua

arah yang diukur dari muka ke muka balok

fy = Tegangan leleh baja

β = ratio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah

memendek dari pelat dua arah

m = Nilai rata-rata dari ratio kekakuan lentur balok terhadap kekuatan

pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat

2.6.2 Perhitungan Penulangan Pelat

Pelat dihitung berdasarkan momen ultimate dengan menganggap tumpuan

pelat terjepit elastis pada sisinya.

u

n

MM (2.10)

dimana:

Mn = Momen lentur nominal

Mu = Momen Ultimate

= Fartor reduksi kekuatan

Page 20: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

29

2.db

MR n

n (2.11)

dimana:

Rn = Koefisiaen ketahanan

b = Lebar penampang

d = Tinggi efektif penampang, diukur dari serat tekan terluar ke pusat tulangan

tarik

yf

4,1min (2.12)

y

c

f

f

4

'min , pilih yang terbesar (2.13)

yy

cb

ff

f

600

600'.85,0 1. (2.14)

bmaks .75,0 (2.15)

c

y

f

fm

'.85,0 (2.16)

y

nanalitis

f

Rm

m

..211

1 (2.17)

dbAS .. (2.18)

Untuk 30' cf MPa maka 85,01 sedangkan

Untuk 30' cf MPa maka )30'(008,085,01 cf ≥ 0,65

dimana:

ρ = Rasio luas tulangan terhadap luas penampang beton

ρmaks = Rasio luas tulangan maksimum

ρmin = Rasio luas tulangan minimum

f’c = Kuat tekanan beton

fy = Kuat leleh baja tulangan

As = Luas tulangan

Page 21: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

30

2.7 Perencanaan Balok Portal dengan SRPMK

Dalam perencanaan balok portal dengan SRPMK harus memperhatikan

beberapa hal, yaitu: ketentuan dimensi balok, ketentuan tulangan longitudinal

balok, ketentuan tulangan transversal balok, persyaratan kuat geser.

2.7.1 Ketentuan Dimensi Balok

Balok harus memikul gaya akibat beban gempa dan direncanakan memikul

lentur. Komponen struktur ini juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan

sebagai berikut:

1. Gaya aksial tekan terfaktor (Pu) pada komponen struktur tidak boleh

melebihi 0,1.Ag.f’c.

2. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi

efektif atau Ln ≥ 4d.

3. Perbandingan lebar terhadap tinggi (b/h) tidak boleh kurang dari 0,3.

4. Lebar tidak boleh:

a. Kurang dari 250 mm.

b. Lebih dari lebar komponen struktur pendukung (diukur pada bidang

tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur)

ditambah jarak pada tiap sisi komponen struktur pendukung yang tidak

melebihi tiga perempat tinggi komponen struktur lentur.

2.7.2 Ketentuan Tulangan Longitudinal Balok

1. Pada setiap irisan penampang komponen struktur lentur, jumlah tulangan

atas dan bawah tidak boleh kurang dari yang ditentukan persamaan

dbf

fA w

y

c

s ..4

'min dan tidak boleh kurang dari

y

w

f

db ..4,1 dan rasio tulangan

ρ tidak boleh melebihi 0,025. Sekurang-kurangnya harus ada dua batang

tulangan atas dan dua batang tulangan bawah yang dipasang secara

menerus.

Page 22: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

31

2. Kuat lentur positf komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh

lebih kecil dari setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik

kuat lentur positif maupun kuat negatif pada setiap penampang disepanjang

bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar yang

disediakan pada kedua muka kolom tersebut.

Pada ujung-ujung balok Mn+

tumpuan ≥ 0,5 Mn-tumpuan

Pada sembarang penampang Mn+ dan Mn

- ≥ 0,25 Mn-tumpuan terbesar.

Mn-

A = bw.d atau < (A atau A ) < 0,025 bw.ds min

f'c

4.fy

1,4b .d

f y

ws-

s+

Mn+

Mn-

M dan M > 0,25 Mn+

n-

n tumpuan max-

Mn-

M > 0,5 Mn+

n-

M > 0,5 Mn+

n-

Gambar 2.3NPersyaratan tulangan longitudinal untuk balok

3. Sambungan lewatan pada tulangan lentur hanya diijinkan jika ada tulangan

spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan. Spasi

sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tersebut tidak boleh

melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan:

a. Pada daerah hubungan balok kolom.

b. Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom.

c. Pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihatkan

kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastik

struktur rangka.

Page 23: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

32

h

Hoops Spasi < d/4 atau 100 mm

> 2h

Sambungan lewatan jika

digunakan pada hoops

dan diluar sendi plastis.

Gambar 2.4 Persyaratan sambungan lewatan tulangan longitudinal

Gambar 2.4OPersyaratan sambungan lewatan tulangan longitudinal

2.7.3 Ketentuan Tulangan Transversal Balok

1. Sengkang tertutup harus dipasang pada komponen struktur pada daerah

dibawah ini:

a. Pada daerah hingga dua kali tinggi balok (2h) diukur dari muka tumpuan

kearah tengah bentang, di kedua ujung komponen struktur lentur.

b. Pada sepanjang daerah dua kali tinggi balok (2h) pada kedua sisi dari

suatu penampang dimana leleh lentur diharapkan dapat terjadi

sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastik struktur rangka.

2. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka

tumpuan. Jarak maksimum sengkang tertutup tidak boleh melebihi:

a. d/4

b. 6 kali diameter terkecil tulangan memanjang.

c. 150 mm.

3. Pada daerah yang memerlukan sengkang tertutup, tulangan memanjang

pada perimeter harus mempunyai pendukung lateral yang didapat dari sudut

sebuah sengkang atau kait-kait yang sudut dalamnya tidak lebih dari 135o

dan tidak boleh ada batang tulangan disepanjang masing-masing sisi

sengkang atau sengkang kait yang jarak bersihnya lebih dari 150 mm

terhadap batang tulangan yang didukung secara lateral.

4. Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan

kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih

dari d/2 di sepanjang bentang struktur.

Page 24: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

33

2h

< 50 mm

S < d/2

Hoops

S maks < d/4

6 x (diameter tulangan longitudinal minimum)150 mm

h

Gambar 2.5PPersyaratan tulangan transversal dari komponen struktur lentur

2.7.4 Perencanaan Balok Terhadap Lentur

Dalam mendesain tulangan longitudinal untuk komponen struktur pemikul

lentur (balok) pada tugas akhir ini dianalisis menggunakan tulangan rangkap.

Tujuan dari pemasangan tulangan tekan pada penampang balok adalah mengurangi

lendutan balok akibat penyusutan dan rangkak bahan, disamping meningkatkan

kapasitas penampang (Nasution, 2009). Prosedur perencanaan tulangan rangkap

sebagai berikut:

1. Menetapkan nilai Mnd

𝑀𝑛𝑑 = 𝑀𝑢

2. Menetapkan rasio tulangan tekan terhadap tulangan tarik

𝛼 =𝐴𝑠′

𝐴𝑠→ 0 < 𝛼 ≤ 1 (2.19)

3. Mencari batasan minimum dan maksimum luas tulangan

Luas tulangan minimum diambil nilai terbesar dari persamaan berikut:

𝐴𝑚𝑖𝑛 =√𝑓𝑐′

4 𝑓𝑦𝑏𝑑

𝐴𝑚𝑖𝑛 =1,4

𝑓𝑦𝑏𝑑

𝐴𝑚𝑖𝑛 = (0,85𝑓𝑐′𝑏

𝑓𝑦) (𝑑 − √𝑑2 −

2𝑀𝑟

0,85𝑓𝑐′𝑏) (2.20)

𝑀𝑟 = 0,54√𝑓𝑐′𝑏𝑑2

6 (2.21)

Page 25: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

34

Luas tulangan maksimum:

𝐴𝑚𝑎𝑥 =0,6375. 𝑓𝑐′. 𝛽1. 𝑏. 𝑐𝑏

𝑓𝑦 − 𝛼𝑓𝑠′ (2.22)

4. Kontrol dimensi penampang (M max ≥ Mnd)

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 0,85𝑓𝑐′(𝛽1(0,75𝑐𝑏)𝑏 − 𝛼𝐴𝑚𝑎𝑥) (𝑑 −𝛽1(0,75𝑐𝑏)

2)

+ (𝛼𝐴𝑚𝑎𝑥𝑓𝑠′)(𝑑 − 𝑑′) (2.23)

5. Untuk mendapatkan nilai As, ditetapkan secara uji coba-coba terlebih

dahulu nilai a. nilai a berkisar antara d’≤ a ≤ab. Nilai a memberikan nilai c,

sehingga regangan dan tegangan diketahui. Dari nilai-nilai tsb diperoleh

nilai As dan Mnk. Nilai Mnk tersebut harus sama atau lebih besar dari nilai

Mnd.

𝑐 =𝑎

𝛽1 (2.24)

휀𝑠′ = (𝑐 − 𝑑′

𝑐) 0,003 (2.25)

휀𝑦 =𝑓𝑦

𝐸𝑠 (2.26)

𝐴𝑠 =0,85𝑓𝑐′𝑎𝑏

𝑓𝑦 + 𝛼(0,85𝑓𝑐′ − 𝑓𝑠′) (2.27)

𝑀𝑛𝑘 = 0,85𝑓𝑐′(𝑎𝑏 − 𝛼𝐴𝑠) (𝑑 −𝑎

2) + 𝛼𝐴𝑠𝑓𝑠′(𝑑 − 𝑑′) (2.28)

6. Tulangan As perlu diperiksa terhadap batasan tulangan minimum dan

maksimum.

7. Kontrol kapasitas balok terhadap gaya terfaktor.

d = h − d"

Asumsi bahwa tulangan tarik sudah leleh dan tulangan tekan belum leleh.

εs ≥ εy → fs = fy → tulangan tarik sudah leleh

ε′s < εy → f′s = ε′sEs → tulangan tekan belum leleh

Page 26: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

35

Gambar 2.6QDiagram tegangan-regangan balok tulangan rangkap

∑ H = 0

Cc + Cs − Ts = 0

{0,85fc′(ab − As′)} + {As′. fs′} − {As. fy} = 0

{0,85fc′(β1cb − As′)} + {As′. (c − d′

c0,003) Es} − {As. fy} = 0

→ Es = 200.000 Mpa

{0,85fc′β1cb − 0,85fc′As′}c + {As′((c − d′)600)} − {As. fy}c = 0

{0,85fc′β1c2b − 0,85fc′As′c} + {As′c. 600 − As′d′. 600} − {As. fy}c = 0

[0,85fc′β1b]c2 + [As′600 − 0,85fc′As′ − As. fy]c − [As′d′. 600] = 0

c1,2 =−b ± √b2 − 4ac

2a

c1,2 =−(−24.099,943) ± √(−24.099,943)2 − 4(5.418,75)(40.487.903,64)

2(5.418,75)

a = β1xc

Kontrol keserasian regangan yang terjadi:

εy =fy

Es=

400

200.000= 0,002

ε′s =c − d′

cεcu

ε′s < εy → Tulangan tekan belum leleh (asumsi benar)

fs′ = ε′s. Es

εs =d − c

cεcu

εs > εy → Tulangan tarik sudah leleh (asumsi benar) → fs = fy

d'

h

b

d

c a

ɛcu

ɛs’

ɛs Ts

Cc

Cs

d-a

/2

d-d

d"

0,85f’c

As

As’

Page 27: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

36

Cc = 0,85fc′(ab − As′)

Cs = As′. fs′

Ts = As. fs

Mnk = Cc (d −a

2) + Cs(d − d′)

Mnd =Mud

Mnk > Mnd → OK

2.7.5 Perencanaan Balok Terhadap Torsi (Puntir)

Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 11.5.1, dimana pengaruh puntir dapat

diabaikan bila nilai momen puntir terfaktor Tu besarnya kurang dari:

1. Untuk komponen struktur non-prategang

∅√𝑓′𝑐

12(

𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝) (2.29)

2. Untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau

tekan aksial

∅√𝑓′𝑐

12(

𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝) √1 +

3. 𝑁𝑢

𝐴𝑔√𝑓′𝑐 (2.30)

Ukuran penampang memenuhi gaya akibat torsi apabila memenuhi:

√(𝑉𝑢

𝑏𝑤𝑑 )

2

+ (𝑇𝑢. 𝑃ℎ

1,7𝐴0ℎ2)

2

≤ ∅ (𝑉𝑐

𝑏𝑤𝑑 +

2√𝑓′𝑐

3) (2.31)

Pasal 11.5.3.5, tulangan yang dibutuhkan untuk menahan puntir harus

ditentukan dari ∅𝑇𝑛 ≥ 𝑇𝑢 dengan Tu adalah momen puntir terfaktor pada

penampang yang ditinjau dan Tn adalah kuat momen puntir nominal penampang.

Pasal 11.5.3.6, tulangan sengkang untuk menahan puntir harus direncanakan

berdasarkan persamaan berikut:

𝑇𝑛 =2. 𝐴0. 𝐴𝑡. 𝑓𝑦𝑣

𝑠𝑐𝑜𝑡 𝜃 ;

𝐴𝑡

𝑠=

𝑇𝑛

2. 𝐴0. 𝑓𝑦𝑣 . 𝑐𝑜𝑡 𝜃 (2.32)

Pasal 11.5.3.7, tulangan longitudinal tambahan untuk menahan puntir tidak boleh

kurang daripada:

Page 28: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

37

𝐴𝑙 =𝐴𝑡

𝑠𝑃ℎ .

𝑓𝑦𝑣

𝑓𝑦𝑙. 𝑐𝑜𝑡2𝜃 (2.33)

Luas total minimum tulangan puntir longitudinal adalah:

𝐴1𝑚𝑖𝑛 =5√𝑓′𝑐. 𝐴𝑐𝑝

12𝑓𝑦𝑙− (

𝐴𝑡

𝑠) 𝑃ℎ .

𝑓𝑦𝑣

𝑓𝑦𝑙 (2.34)

dengan 𝐴𝑡

𝑠< 0,175

𝑏𝑤

𝑓𝑦𝑣

2.7.6 Perencanaan Balok Terhadap Geser

Untuk menjamin tercapainya kuat lentur maksimum balok di daerah sendi

plastis, maka keruntuhan akibat gaya geser harus dicegah. Gaya geser balok

kemudian dihitung berdasarkan kuat lentur maksimum balok (Mpr) dengan 1,25 fy

dan ϕ = 1. Gaya geser terfaktor pada muka tumpuan dihitung sebagai berikut:

𝑉𝑒 =𝑀𝑝𝑟1 + 𝑀𝑝𝑟2

𝐿±

𝑊𝑢 . 𝐿

2 (2.35)

L

Wu = 1,2 D + 1,0 LVe

Ve

M pr2

M pr1

Gambar 2.7RPerencanaan geser balok

Perencanaan geser di daerah sendi plastis (2h dari muka kolom) berdasarkan

nilai terbesar dari gaya geser terfaktor pada muka tumpuan (Ve) dengan gaya geser

analisis struktur, sedangkan di luar sendi plastis dapat dilakukan setiap segmen

tertentu berdasarkan beban geser terfaktor maksimum pada segmen tersebut.

Kapasitas geser balok untuk setiap segmen harus memenuhi:

𝑉𝑒 ≤ 𝑉𝑛 (2.36)

𝑉𝑒 ≤ ∅(𝑉𝑐 + 𝑉𝑠) (2.37)

Page 29: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

38

𝑉𝑐 =(√𝑓′𝑐)

6. 𝑏𝑤 . 𝑑 (2.38)

Nilai Vc = 0 apabila memenuhi kedua keadaan berikut:

1. Gaya geser gempa akibat Mpr balok < setengah dari gaya geser perlu

2. Gaya aksial ultimate (Pu) < Ag fc'

20

Luas tulangan tranversal total akibat geser dan torsi = 2 𝑥𝐴𝑡

𝑠+

𝐴𝑣

𝑠 (2.39)

2.8 Perencanaan Kolom dengan SRPMK

Dalam perencanaan kolom dengan SRPMK harus memperhatikan beberapa

hal, yaitu: ketentuan dimensi kolom, ketentuan kuat lentur minimum kolom,

ketentuan tulangan memanjang kolom, ketentuan tulangan transversal kolom,

persyaratan kuat geser kolom.

2.8.1 Ketentuan Dimensi Kolom

Kolom harus memikul gaya akibat beban gempa dan direncanakan untuk

menerima beban aksial terfaktor yang lebih besar dari pada 0,1.Ag.f’c.

Komponen struktur ini juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui titik pusat

geometris penampang tidak kurang dari 300 mm.

2. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam

arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.

2.8.2 Ketentuan Kuat Lentur Minimum Kolom

1. Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan:

∑ 𝑀𝑒 ≥ 6/5 ∑ 𝑀𝑔 (2.40)

∑Me adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan

dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-

kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial

Page 30: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

39

terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang

menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.

∑Mg adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan

dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan

balok-kolom tersebut.

2. Jika persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kekuatan lateral dan kekakuan

kolom yang merangka ke dalam join tersebut harus diabaikan bilamana

menentukan kekuatan dan kekakuan struktur yang dihitung dan kolom

tersebut direncanakan dengan memberikan tulangan transversal yang

dipasang di sepanjang tinggi kolom.

2.8.3 Ketentuan Tulangan Memanjang Kolom

1. Rasio tulangan ρg tidak boleh kurang dari 0,01 atau tidak boleh lebih dari

0,06.

2. Sambungan lewatan hanya diijinkan di lokasi setengah panjang elemen

struktur yang berada ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan

tarik, dan harus diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup.

2.8.4 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom

1. Ketentuan mengenai jumlah tulangan transversal di bawah ini harus

dipenuhi:

a. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, ρs tidak boleh

kurang dari persamaan berikut:

yh

cs

f

f '.12,0 (2.41)

Tidak boleh kurang dari :

y

c

c

g

sf

f

A

A '.145,0

(2.42)

b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari

pada yang ditentukan pada persamaan berikut:

Page 31: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

40

1.

'..3,0

ch

g

yh

c

cshA

A

f

fhsA (2.43)

yh

c

cshf

fhsA

'...09,0 (2.44)

dengan:

Ash = Luas penampang total tulangan transversal (termasuk

sengkang pengikat) dalam rentang spasi s dan tegak lurus

terhadap dimensi hc, mm2.

Ach = Luas penampang komponen struktur dari sisi luar ke sisi luar

tulangan transversal, mm2.

s = Spasi tulangan transversal diukur sepanjang sumbu

longitudinal komponen struktur, mm.

hc = Dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu

tulangan pengekang, mm.

c. Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk.

Tulangan pengikat silang dengan diameter dan spasi yang sama dengan

diameter dan spasi sengkang tertutup boleh digunakan. Tiap ujung

tulangan pengikat silang harus terkait pada tulangan longitudinal terluar.

d. Bila tebal selimut beton diluar tulangan transversal pengekang melebihi

100 mm, tulangan transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi

tidak melebihi 300 mm.

2. Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak lebih dari dari:

a. 4

1 dari dimensi terkecil komponen struktur.

b. 6 kali diameter tulangan longitudinal.

c. Sx sesuai dengan persamaan berikut :

3

350100 x

x

hs

(2.45)

Nilai sx tidak perlu lebih besar dari pada 150 mm dan tidak perlu lebih

kecil dari pada 100 mm.Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang

dengan spasi lebih dari pada 350 mm dari sumbu-sumbu dalam arah

tegak lurus sumbu komponen struktur.

Page 32: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

41

3. Tulangan transversal harus dipasang sepanjang lo dari setiap muka

hubungan balok-kolom dan juga sepanjang lo pada kedua sisi dari setiap

penampang yang berpotensi membentuk leleh lentur akibat deformasi

lateral inelastic struktur rangka.

lo ditentukan tidak kurang dari:

a. Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-

kolom.

b. 1/6 bentang bersih komponen struktur.

c. 450 mm.

s < 50mmlo >

c1

(16)/lo

450 mm

s <14 c2

6 D1

sx = 100 +350 - hx

3

s < d/2600 mm

C1

C2 0,09(s.hc(f'c/f yh))

0,3(s.hc(f'c/f yh))((Ag/Ach)-1)A >

sh

Gambar 2.8SPemasangan tulangan geser dan pengekangan pada kolom

2.8.5 Perencanaan Kolom Terhadap Lentur

1. Cek kelangsingan kolom

𝑘. 𝐿𝑢

𝑟≤ 22 → kolom pendek (2.46)

Page 33: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

42

𝑘. 𝐿𝑢

𝑟> 22 → kolom langsing (2.47)

Faktor pembesaran momen apabila kolom langsing:

δs =1

1 −∑ Pu

0,75 ∑ Pc

→ dimana 0 < δs < 2,5 (2.48)

2. Menentukan nilai r dengan grafik interaksi kolom tabel CUR 4 (Grafik dan

Tabel Perhitungan Beton Bertulang)

Sumbu Vertikal ∶ 𝑁𝑢𝑘

∅. 𝐴𝑔𝑟 . 0,85. 𝑓′𝑐 (2.49)

Sumbu Horizontal ∶ 𝑁𝑢𝑘

∅. 𝐴𝑔𝑟 . 0,85. 𝑓′𝑐

𝑒𝑡

ℎ (2.50)

Luas tulangan yang diperlukan

𝜌 = 𝑟. 𝛽 (2.51)

𝐴𝑠 = 𝜌. 𝐴𝑔𝑟

3. Kontrol kapasitas beban aksial maksimum

∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,8. ∅[0,85. 𝑓′𝑐. (𝐴𝑔𝑟 − 𝐴𝑠𝑡) + 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠𝑡] (2.52)

∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 > 𝑁𝑢𝑘

4. Kontrol kapasitas penampang kolom

2.8.6 Perencanaan Kolom Terhadap Geser

Gaya geser rencana (Ve) harus ditentukan dengan memperhitungkan gaya-

gaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada setiap

ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka hubungan balok-kolom tersebut

harus ditentukan menggunakan kuat momen maksimum (Mpr) dari komponen

struktur tersebut yang terkait dengan beban-beban aksial terfaktor yang bekerja.

Persyaratan perencanaan kolom terhadap beban geser sebagai berikut:

𝑉𝑒 =𝑀𝑝𝑟3 + 𝑀𝑝𝑟4

𝐻𝑛 (2.53)

dimana:

Ve = Gaya geser rencana

Mpr3 = Momen lentur maksimum atas

Mpr4 = Momen lentur maksimum bawah

Hn = Tinggi bersih dari kolom yang ditinjau

Page 34: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

43

1. Momen ujung Mpr kolom tidak perlu lebih besar daripada momen yang

dihasilkan oleh Mpr balok yang merangka pada hubungan balok kolom.

2. Ve ≥ Vu

3. Tulangan transversal sepanjang lo harus direncanakan untuk menahan geser

Ve dengan menganggap Vc = 0 bila kedua syarat berikut terpenuhi:

a. Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan Mpr mewakili

50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian sepanjang lo.

b. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak

melampaui:

𝐴𝑔. 𝑓′𝑐

10

4. Bila Vc diperhitungkan, maka:

𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢

14. 𝐴𝑔) (

√𝑓′𝑐

6) . 𝑏𝑤 . 𝑑 (2.54)

H

Pu

Mpr3

Ve

Pu

Ve

Mpr4

Gambar 2.9TPerencanaan geser untuk kolom

Page 35: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

44

2.9 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom (Join) dengan SRPMK

Integritas menyeluruh dari Sistem Rangka Pemikul Momen sangat

tergantung pada perilaku hubungan balok-kolom. Degragasi pada hubungan balok-

kolom akan menghasilkan deformasi lateral besar yang dapat menyebabkan

kerusakan berlebihan atau bahkan keruntuhan (Purwono, 2005).

Dalam perencanaan hubungan balok-kolom (join) dengan SRPMK harus

memperhatikan beberapa hal, yaitu: ketentuan umum, ketentuan tulangan

transversal, ketentuan kuat geser.

2.9.1 Ketentuan Umum

1. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-

kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan

tarik lentur adalah 1,25 fy.

2. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus

diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom dan diangkur.

3. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan

balok-kolom, dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan

longitudinal balok tidak boleh kurang dari pada 26 kali diameter tulangan

longitudinal terbesar balok.

2.9.2 Ketentuan Tulangan Transversal

1. Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup harus dipasang dalam

daerah hubungan balok-kolom.

2. Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok dengan lebar setidak-

tidaknya sebesar 4

3 lebar kolom, merangka pada keempat sisinya harus

dipasang tulangan transversal setidak-tidaknya 0,5 dari Ash. Tulangan

transversal ini dipasang di daerah hubungan balok-kolom setinggi balok

terendah yang merangka kehubungan tersebut. Pada daerah tersebut, spasi

tulangan transversal yang ditentukan sebesar sx dapat diperbesar menjadi

150 mm.

Page 36: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

45

3. Tulangan balok longitudinal di luar inti kolom harus dikekang dengan

tulangan transversal yang melewati kolom apabila pengekangan tersebut

tidak disediakan oleh balok yang merangka ke dalam join.

2.9.3 Ketentuan Kuat Geser

1. Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar

dari pada ketentuan berikut ini:

a. Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya,

jcn AfV .'7,1 (2.55)

b. Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi

berlawanan jcn AfV .'2,1 (2.56)

c. Untuk hubungan lainnya jcn AfV .'0,1 (2.57)

Luas efektif hubungan balok-kolom Aj ditunjukkan pada gambar berikut:

bh

x

Luas efektif Lebar efektif join b+h

b+2xh, tinggi pada join

bidang tulangan

penyebab geser.

Tulangan penyebab geser

Arah gaya penyebab geser

Gambar 2.10 ULuas efektif hubungan balok-kolom

Page 37: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

46

2.10 Perencanaan Pondasi

Pondasi merupakan struktur terbawah dari suatu bangunan konstruksi. yang

berperan sebagai pemikul beban struktur diatasnya. Beban dari struktur atas inilah

yang kemudian diteruskan ke tanah di bawah pondasi. Maka dari itu, pondasi harus

direncanakan untuk dapat menjamin kestabilan dari bangunan terhadap beban-

beban yang bekerja pada bangunan tersebut.

Dalam perencanaan pondasi diklasifikasikan sebagai pondasi dangkal dan

pondasi dalam bergantung pada ukuran pondasi relatif terhadap superstrukturnya.

Apabila daya dukung tanah cukup, pondasi dangkal seperti pondasi telapak atau

footplat dapat dibangun. Sebaliknya, apabila lapisan tanah kurang kuat, maka

pondasi dalam seperti tiang pancang disarankan untuk dipakai (Redana, 2010).

Pada tugas akhir perencanaan gedung ini, jenis pondasi yang digunakan

adalah pondasi telapak setempat berbentuk persegi yang dihitung berdasarkan daya

dukung tanah.

2.10.1 Persyaratan Pondasi Telapak Setempat

Pondasi telapak digunakan untuk mendukung struktur atas bila letak lapisan

tanah keras tidak terlalu dalam, karena dijumpai lapisan tanah yang cukup mampu

memikul beban pondasi. Setelah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan

maka secara keseluruhan pondasi tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara

lain:

1. Dasar pondasi harus diletakkan lebih dalam dari lapisan tanah top soil sebab

pada umumnya lapisan tanah tersebut mengandung organik, merupakan

lapisan tanah timbunan yang tidak homogeny kepadatannya dan tidak padat.

2. Dasar pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang tidak terpengaruhi

oleh sifat kembang susut tanah.

Page 38: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

47

2.10.2 Pembebanan pada Pondasi Telapak Setempat

Pondasi telapak merupakan jenis pondasi langsung yang harus mampu

memikul beban-beban yang berasal dari struktur atas. Adapun tipe beban yang

direncanakan akan dipikul oleh pondasi telapak yaitu:

1. Gaya terpusat yang melalui as kolom, tetapi tidak simetris/eksentris

terhadap berat alas pondasi.

2. Muatan momen, yaitu pada jepitan kolom yang merupakan momen-momen

ujung hasil perhitungan yang terdapat di dasar kolom perlu ditransfer ke

pondasi telapak.

3. Gaya horizontal yang bekerja pada kolom akan dilimpahkan pada pondasi.

4. Muatan terbagi rata, dalam perencanaan pondasi ini hanya akan digunakan

berat tanah diatas pondasi dan berat pondasi.

Gambar 2.11 VBeban yang dipikul pondasi

2.10.3 Daya Dukung Tanah

Distribusi tekanan dukung tanah terhadap pondasi bergantung pada

bagaimana beban dari kolom diteruskan ke slab pondasi dan bergantung pula pada

derajat kekakuan pondasi. Tanah di bawah pondasi dianggap merupakan material

elastis homogen dan pondasinya dianggap kaku seperti halnya jenis-jenis pondasi

yang banyak dijumpai. Dengan demikian tekanan daya dukung tanah dapat

P

H

M

h2

h1 ; γt → q1

; γbt → q2

Page 39: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

48

dipandang terdistribusi merata apabila beban reaksinya mempunyai titik tangkap

yang melalui sumbu slab pondasi. Apabila bebannya tidak memalui sumbu tersebut,

atau tidak bekerja secara simetris, maka distribusi tekanan tanah akan berbentuk

trapezoid sebagai akibat kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Syarat keamanan

daya dukung tanah:

𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠/𝜎𝑚𝑖𝑛 = 𝑃

𝑋. 𝑌±

𝑀

𝑊≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 (2.58)

𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 =𝜎𝑢𝑙𝑡

𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (2.59)

𝑤 =1

6𝑋2𝑌 (2.60)

dimana:

𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = Tegangan maksimum yang terjadi pada tanah akibat beban yang diterima

oleh pondasi dan 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 ≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛

𝜎𝑚𝑖𝑛 = Tegangan minimum yang terjadi pada tanah akibat beban yang diterima

oleh pondasi dan 𝜎𝑚𝑖𝑛 > 0 (tidak terjadi tarik pada tanah)

M = Muatan momen ujung pada dasar kolom yang harus dipikul oleh pondasi

2.10.4 Tinjauan Desain Terhadap Kuat Geser

Kekuatan geser pondasi di sekitar kaki kolom ditentukan oleh kondisi yang

paling berbahaya diantara 2 kondisi di bawah ini:

1. Kuat geser bekerja pada satu arah sumbu (geser balok).

Penampang kritis terhadap geser pada pondasi dianggap terletak pada

bidang yang melintang seluruh lebar, dan terletak pada jarak d dari muka

kolom. Peninjauan geser satu arah seperti gambar berikut:

Page 40: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

49

Gambar 2.12 WLetak penampang kritis pada geser satu arah

a. Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja pada penampang kritis:

𝑉𝑢 = 𝜎 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 1 𝑎𝑟𝑎ℎ

b. Kuat geser nominal beton adalah:

𝑉𝑐 =1

6√𝑓′𝑐𝑏𝑤𝑑

c. Kuat geser rencana ØVc:

∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢

2. Kuat geser bekerja pada dua arah sumbu (pons).

Penampang kritis terhadap geser pada pondasi dianggap terletak pada jarak

d/2 dari muka kolom. Peninjauan geser dua arah seperti gambar berikut:

X

Y

daerah pembebanan yang

diperhitungkan untuk momen

penampang kriris

d

Page 41: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

50

Gambar 2.13 XLetak penampang kritis pada geser dua arah

a. Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja pada penampang kritis:

𝑉𝑢 = 𝜎 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 2 𝑎𝑟𝑎ℎ

b. Kuat geser nominal beton adalah:

c. Kuat geser rencana ØVc:

∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢

Jika dari peninjauan geser untuk kedua kondisi di atas didapat ∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢 maka

pondasi dapat disimpulkan memenuhi syarat geser.

2.10.5 Tinjauan Desain Terhadap Lentur

Dalam perencanaan penulangan lentur pondasi, letak penampang kritis

momen lentur adalah pada bidang muka kolom. Perhitungan penulangan lentur

pada pondasi sama dengan penulangan lentur pada pelat dua arah. Peninjauan

penulangan lentur seperti gambar berikut:

X

Y

daerah pembebanan yang

diperhitungkan untuk momen

penampang kriris

d/2

d/2

Page 42: BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Tabel 13

51

Gambar 2.14 YLetak penampang kritis pada momen

X

Y

1/2(X-B)

daerah pembebanan yang

diperhitungkan untuk momen

penampang kriris

X

h2

h1

B