BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya...
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum - sinta.unud.ac.id II.pdf · persen kekakuan lateral tingkat di atasnya...
10
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Umum
Indonesia merupakan suatu wilayah dengan tingkat resiko gempa yang
cukup tinggi. Hal ini terjadi karena wilayah Indonesia berada pada pertemuan
empat lempeng tektonik. Oleh karena itu dalam perencanaan suatu struktur
bangunan perlu direncanakan sesuai peraturan yang berlaku.
Faktor daktilitas suatu gedung merupakan dasar bagi penentuan beban
gempa yang bekerja pada struktur gedung. Daktilitas adalah kemampuan suatu
struktur untuk mengalami simpangan pasca elastik yang besar secara berulang kali
dan bekerja secara bolak-balik akibat beban gempa, hal ini akan menimbulkan
terjadinya pelelehan pertama sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang
cukup, sehingga struktur tersebut dapat tetap berdiri walaupun sudah berada di
dalam kondisi ambang keruntuhan. Kondisi ini dapat dicapai apabila batang-batang
horizontal (balok) mengalami kerusakan atau retak terlebih dahulu sebelum
terjadinya kerusakan pada batang-batang vertikal (kolom). Hal ini berarti bahwa
akibat pengaruh gempa rencana, sendi-sendi plastis di dalam suatu struktur gedung
hanya terjadi pada ujung-ujung balok dan kaki-kaki kolom.
Sistem Rangka Pemikul Momen adalah sistem rangka ruang di dalam
komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja
melalui aksi lentur, geser, dan aksial. Sistem Rangka Penahan Momen dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau elastik penuh.
Struktur yang memiliki daktilitas dengan nilai skala faktor daktilitas sebesar
1,0 yang harus direncanakan agar tetap berperilaku elastik pada saat terjadi
gempa kuat.
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau daktail parsial.
Struktur gedung dengan nilai skala faktor daktilitas antara gedung yang
elastik penuh sebesar 1,0 dengan gedung yang daktail penuh sebesar 5,3.
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau daktail penuh.
11
Suatu sistem struktur yang mampu mengalami simpangan pasca elastik pada
saat mencapai kondisi ambang keruntuhan yang paling besar, yaitu
mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3.
2.2 Struktur Bangunan Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan
Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2 untuk struktur bangunan gedung harus
diklasifikasikan sebagai gedung beraturan atau tidak. Klasifikasi tersebut harus
didasarkan pada konfigurasi horizontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung.
2.2.1 Ketidakberaturan Horizontal
Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2.1 struktur bangunan gedung yang
mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti tabel 2.1 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan horizontal. Struktur yang dirancang untuk kategori
desain seismik sebagaimana terdaftar dalam tabel harus memenuhi persyaratan
dalam tabel tersebut.
Tabel 2.1 AKetidakberaturan horisontal pada struktur
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal
Referensi
SNI
1726:2012
Penerapan
kategori desain
seismik
1a. Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada
jika simpangan antar lantai tingkat
maksimum, torsi yang dihitung termasuk
tak terduga, di sebuah ujung struktur
melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2
kali simpangan antar lantai tingkat rata -
rata di kedua ujung struktur. Persyaratan
7.3.3.4
7.7.3
7.8.4.3
7.12.1
Tabel 13
12.2.2
D, E, dan F
B, C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
D, E, dan F
B, C, D, E, dan F
Sumber: SNI 1726:2012
Tabel 2.1 (lanjutan 1)
12
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal
Referensi
SNI
1726:2012
Penerapan
kategori
desain
seismik
ketidakberaturan torsi dalam pasal-pasal
referensi berlaku hanya untuk struktur di
mana diafragmanya kaku atau setengah kaku.
1b. Ketidakberaturan torsi berlebihan
didefinisikan ada jika simpangan antar lantai
tingkat maksimum, torsi yang dihitung
termasuk tak terduga, di sebuah ujung
struktur melintang terhadap sumbu lebih dari
1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-
rata di kedua ujung struktur.
Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan
dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya
untuk struktur di mana diafragmanya kaku
atau setengah kaku.
7.3.3.1
7.3.3.4
7.7.3
7.8.4.3
7.12.1
Tabel 13
12.2.2
E dan F
D
B, C, dan D
C dan D
C dan D
D
B, C, dan D
2. Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan
ada jika kedua proyeksi denah struktur dari
sudut dalam lebih besar dari 15 persen
dimensi denah struktur dalam arah yang
ditentukan.
7.3.3.4
Tabel 13
D, E, dan F
D, E, dan F
3. Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma
didefinisikan ada jika terdapat diafragma
dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan
mendadak, termasuk yang mempunyai daerah
terpotong atau terbuka lebih besar dari 50
persen daerah diafragma bruto yang
melingkupinya, atau perubahan kekakuan
7.3.3.4
Tabel 13
D, E, dan F
D, E, dan F
Tabel 2.1 (lanjutan 2)
13
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal
Referensi
SNI
1726:2012
Penerapan
kategori
desain
seismik
diafragma efektif lebih dari 50 persen dari
suatu tingkat ke tingkat
selanjutnya.
4. Ketidakberaturan pergeseran melintang
terhadap bidang didefinisikan ada jika
terdapat diskontinuitas dalam lintasan
tahanan gaya lateral, seperti pergeseran
melintang terhadap bidang elemen vertikal.
7.3.3.3
7.3.3.4
7.7.3
Tabel 13
12.2.2
B, C, D,E,
dan F
D, E, dan F
B, C, D, E,
dan F
D, E, dan F
B, C, D, E,
dan F
5. Ketidakberaturan sistem nonparalel
didefninisikan ada jika elemen penahan gaya
lateral vertikal tidak paralel atau simetris
terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama
sistem penahan gaya gempa.
7.5.3
7.7.3
Tabel 13
12.2.2
C, D, E, dan
F
B, C, D, E,
dan F
D, E, dan F
B, C, D, E,
dan F
2.2.2 Ketidakberaturan Vertikal
Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.3.2.2 struktur bangunan gedung yang
mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti tabel 2.2 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan vertikal. Struktur yang dirancang untuk kategori
desain seismik sebagaimana terdaftar dalam tabel harus memenuhi persyaratan
dalam tabel tersebut.
14
Tabel 2.2 BKetidakberaturan vertikal pada struktur
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal
Referensi
SNI
1726:2012
Penerapan
kategori
desain
seismik
1a. Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak
didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di
mana kekakuan lateralnya kurang dari 70
persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga
tingkat di atasnya.
Tabel 13 D, E, dan F
1b. Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak
Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu
tingkat di mana kekakuan
lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan
lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70
persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di
atasnya.
7.3.3.1
Tabel 13
E dan F
D, E, dan F
2. Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan
ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari
150 persen massa efektif tingkat di dekatnya.
Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya
tidak perlu ditinjau.
Tabel 13 D, E, dan F
3. Ketidakberaturan Geometri Vertikal
didefinisikan ada jika dimensi horisontal sistem
penahan gaya gempa di semua tingkat lebih
dari 130 persen dimensi horisontal sistem
penahan gaya gempa tingkat di dekatnya.
Tabel 13 D, E, dan F
4. Diskontinuitas Arah Bidang dalam
Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya
Lateral Vertikal didefinisikan gaya lateral lebih
besar dari panjang elemen itu atau terdapat
7.3.3.3
7.3.3.4
Tabel 13
B, C, D, E,
dan F
D, E, dan F
Sumber: SNI 1726:2012
15
Tabel 2.2 (lanjutan)
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal
Referensi
SNI
1726:2012
Penerapan
kategori
desain
seismik
reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di
bawahnya.
D, E, dan
F
5a. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat
Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat
lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral
tingkat di atasnya.Kuat lateral tingkat adalah
kuat lateral total semua elemen penahan
seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah
yang ditinjau.
7.3.3.1
Tabel 13
E dan F
D, E, dan F
5b. Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat
Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan
ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65
persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat
tingkat adalah kuat total semua elemen penahan
seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah
yang ditinjau.
7.3.3.1
7.3.3.2
Tabel 13
D, E, dan F
B dan C
D, E, dan F
2.3 Analisa Pembebanan
Berdasarkan SNI 1727:2013, beban yang bekerja pada struktur dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu beban vertikal yang meliputi beban mati dan
beban hidup, serta beban horizontal yang berupa beban gempa dan beban angin.
16
2.3.1 Beban Vertikal
1. Beban Mati
Beban mati mencakup semua bagian struktur gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak
terpisah dari suatu gedung.
2. Beban Hidup
Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat dipindah.
2.3.2 Beban Horisontal
1. Beban Angin
Mencakup semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian yang
disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Dalam perencanaan gedung ini beban
horizontal akibat angin diabaikan karena pengaruhnya relatif lebih kecil
dibandingkan dengan beban horizontal akibat gempa.
2. Beban Gempa
Dalam SNI 1726:2012 terdapat beberapa perubahan cara perhitungan beban
gempa dibanding dengan peraturan sebelumnya, seperti perubahan peta gerak tanah
seismik, penambahan kategori desain seismik, perubahan grafik respon spektrum
desain dan lain-lain. Untuk perhitungan gaya geser akibat gempa digunakan analisis
dinamis respon spektrum sebagai berikut:
a. Menentukan nilai spektral percepatan gempa Ss dan S1
Nilai spektral percepatan gempa untuk perioda pendek (Ss) dan spektral
percepatan gempa untuk perioda 1 detik (S1) didapat dari peta gempa dalam
SNI 1726:2012.
b. Menentukan kategori risiko bangunan dan faktor keutamaan gempa (Ie)
Menurut SNI 1726:2012 pasal 4.2.1 untuk berbagai kategori resiko struktur
gedung dan non gedung sesuai tabel 2.3, pengaruh gempa rencananya harus
dikalikan dengan faktor keutamaan (Ie) menurut tabel 2.4.
17
Tabel 2.3 CKategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industry
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit
gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV,
yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang
besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat
III
Sumber: SNI 1726:2012
18
Tabel 2.3 (lanjutan 1)
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan
bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya,
atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun
atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai
batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur
stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur
rumah atau struktur pendukung air atau material atau
IV
19
Tabel 2.3 (lanjutan 2)
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk
beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko
IV.
Tabel 2.4 DFaktor keutamaan gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa (Ie)
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber: SNI 1726:2012
c. Menentukan klasifikasi situs
Menurut SNI 1726:2012 pasal 5.3 klasifikasi kelas situs dibagi menjadi 6
diantaranya SA, SB, SC, SD, SE, dan SF. Kelas situs tersebut meliputi
batuan keras, batuan, tanah keras, sangat padat dan batuan lunak, tanah
sedang, tanah lunak, dan tanah khusus yang membutuhkan investigasi
geoteknik spesifik dan analisis respon spesifik. Kelas situs tersebut
didefinisikan secara lebih rinci seperti pada tabel 2.5.
20
Tabel 2.5 EKlasifikasi situs
Kelas Situs �̅�𝑠 (m/detik) �̅� 𝑎𝑡𝑎𝑢 �̅�𝑐ℎ �̅�𝑢 (kPa)
SA(batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak)
350 sampai 750 >50 ≥100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
SF (tanah khusus yang
membutuhkan investigasi
geoteknik spesifik dan
analisis respon spesifik-
situs yang mengikuti
6.10.1)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
atau lebih dari karateristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung
sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut
(ketebalan H > 3 m)
Sumber: SNI 1726:2012
d. Menentukan koefisien situs Fa dan Fv
Menurut SNI 1726:2012 pasal 6.1.2 koefisien situs Fa (faktor amplifikasi
terkait percepatan pada getaran perioda pendek) dan Fv (faktor amplifikasi
terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik) harus mengikuti
tabel 2.6 dan tabel 2.7.
21
Tabel 2.6 FKoefisien situs (Fa)
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, SS
SS 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
Sumber: SNI 1726:2012
Tabel 2.7 GKoefisien situs (Fv)
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
terpetakan pada perioda 1 detik, S1
S1 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
Sumber: SNI 1726:2012
CATATAN:
Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linear
SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik,
lihat pasal 6.10.1 SNI 1726:2012
e. Menentukan percepatan spektral desain SDS dan SD1
𝑆𝐷𝑆 = 23⁄ (𝐹𝑎𝑆𝑆) (2.1)
𝑆𝐷1 = 23⁄ (𝐹𝑣𝑆1) (2.2)
22
f. Menentukan kategori desain seismik
Menurut SNI 1726:2012 pasal 6.5 suatu struktur harus ditetapkan kategori
desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons
spektral percepatan desainnya sesuai pada tabel 2.8 dan tabel 2.9. Selain itu,
menurut SNI 1726:2012 struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang
berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada
perioda 1 detik (S1) lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan
sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang
berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral
percepatan terpetakan pada perioda 1 detik (S1) lebih besar dari atau sama
dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain
seismik F.
Tabel 2.8 HKategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan
pada periode pendek
Nilai SDS Kategori risiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B B
0,33 ≤ SDS < 0,50 C C
0,50 ≤ SDS D D
Sumber: SNI 1726:2012
Tabel 2.9 IKategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan
pada periode 1 detik
Nilai SD1 Kategori risiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B B
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C C
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber: SNI 1726:2012
23
g. Pemilihan sistem struktur
Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi salah
satu tipe yang ditunjukkan dalam tabel 2.10.
Tabel 2.10 JFaktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa
Sistem penahan-gaya seismik R Ω0 Cd
Batasan sistem struktur
dan batasan tinggi struktur
B C D E F
Rangka beton bertulang
pemikul momen khusus 8 3 5,5 TB TB TB TB TB
Rangka beton bertulang
pemikul momen menengah 5 3 4,5 TB TB TI TI TI
Rangka beton bertulang
pemikul momen biasa 3 3 2,5 TB TI TI TI TI
Sumber: SNI 1726:2012
CATATAN:
TB = Tidak Dibatasi TI = Tidak Diijinkan
h. Membuat spektrum respon desain
Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 6.4 kurva spektrum respon desain harus
dikembangkan dan mengacu pada gambar 2.1 dan mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
- Untuk perioda yang lebih kecil dari T0
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6𝑇
𝑇0) (2.3)
- Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respon percepatan desain (Sa) sama
dengan SDS
- Untuk perioda yang lebih besar dari TS
𝑆𝑎 =𝑆𝐷1
𝑇 (2.4)
dimana:
𝑆𝑎 = respon spektrum desain
24
𝑇 = perioda getar fundamental struktur
𝑇0 = 0,2𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆 (2.5)
𝑇𝑆 =𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆 (2.6)
Rumusan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk kurva spektrum desain
sebagai berikut:
Gambar 2.1KSpektrum respons desain Sumber: SNI 1726:2012
i. Skala gaya
Apabila kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt) lebih kecil dari
85% dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya lateral
ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85 V/Vt.
25
2.4 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan ketetapan yang
terdapat dalam SNI 1727:2013 pasal 2.3.2 adalah:
1. Kuat Perlu
U = 1,4D
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0L atau 0,5W)
U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2D + 1,0E + 1,0L
U = 0,9D + 1,0W
U = 0,9D + 1,0E
2. Kuat Rencana
Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen
struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban
normal, geser dan torsi , harus diambil sebagai kuat nominal yang dihitung
berdasarkan ketentuan dan asumsi dari SNI 2847:2013 pasal 9.3, dengan
suatu faktor reduksi kekuatan Ø. Faktor reduksi kekuatan Ø ditentukan
sebagai berikut:
a. Penampang tarik Ø = 0,9
b. Penampang tekan
Komponen struktur dengan tulangan spiral Ø = 0,75
Komponen struktur berlulangan lainnya Ø = 0,65
c. Geser dan torsi Ø = 0,75
2.5 Simpangan Antar Lantai
Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (∆) harus dihitung sebagai
perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau.
Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk
menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa
tingkat di atasnya.
26
Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C,D, E atau F
yang memiliki ketidakberaturan horisontal Tipe 1a atau 1b pada tabel 2.1,
simpangan antar lantai desain (∆) harus dihitung sebagai selisih terbesar dari
defleksi titik-titik di atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya
segaris secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepi struktur.
Faktor pembesaran defleksi (Cd) sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.2.2 dan
defleksi pusat massa di tingkatx (𝛿𝑥) (mm) harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut:
𝛿𝑥 =𝐶𝑑𝛿𝑥𝑒
𝐼𝑒 (2.7)
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar
lantai tingkat ijin (∆𝑎) seperti pada tabel 2.11 untuk semua tingkat dengan hsx adalah
tinggi tingkat dibawah tingkat x.
Tabel 2.11 LSimpangan antar lantai tingkat ijin (∆a)
Struktur Kategori risiko
I dan II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding geser
batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan
dinding interior, partisi, langit-langit dan
sistem dinding eksterior yang telah didesain
untuk mengakomodasi simpangan antar
lantai tingkat.
0,025 ℎ𝑠𝑥 0,020 ℎ𝑠𝑥 0,015 ℎ𝑠𝑥
Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 ℎ𝑠𝑥 0,007 ℎ𝑠𝑥 0,007 ℎ𝑠𝑥
Semua struktur lainnya 0,020 ℎ𝑠𝑥 0,015 ℎ𝑠𝑥 0,010 ℎ𝑠𝑥
Sumber: SNI 1726:2012
27
2.6 Perencanaan Pelat
Pelat merupakan struktur kaku yang secara khas terbuat dari material
monolit dengan dimensi tinggi/tebal yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
dimensi-lebarnya. Untuk merencanakan pelat beton bertulang perlu
mempertimbangkan faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari
peraturan yang ada.
Pada perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat
berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir. Dalam pelaksanaannya,
pelat akan dicor bersamaan dengan balok.
Metode analisis pelat juga bergantung pada dimensi bidangnya. Apabila
ly/lx ≤ 2 harus dianalisa sebagai struktur pelat dua arah, sedangkan jika ly/lx > 2
harus dianalisa sebagai struktur pelat satu arah, dimana ly = panjang bentang
terpanjang dan lx = panjang bentang terpendek
Gambar 2.2MDimensi bidang pelat
2.6.1 Perencanaan Tebal Pelat
Penentuan tebal pelat sesuai SNI 2487:2002, tebal minimum pelat dengan
balok yang membentang di antara tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus memenuhi ketentuan
pasal 9.5.3.2 atau tabel 9.5(c) SNI 2847:2013.
28
2. Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat
minimum harus memenuhi:
2,0536
14008,0
m
y
n
fL
h
(2.8)
dan tidak boleh kurang dari 125 mm.
3. Untuk m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang
dari:
936
14008,0
y
n
fL
h (2.9)
dan tidak boleh kurang dari 90 mm.
dimana:
Ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi dua
arah yang diukur dari muka ke muka balok
fy = Tegangan leleh baja
β = ratio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah
memendek dari pelat dua arah
m = Nilai rata-rata dari ratio kekakuan lentur balok terhadap kekuatan
pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat
2.6.2 Perhitungan Penulangan Pelat
Pelat dihitung berdasarkan momen ultimate dengan menganggap tumpuan
pelat terjepit elastis pada sisinya.
u
n
MM (2.10)
dimana:
Mn = Momen lentur nominal
Mu = Momen Ultimate
= Fartor reduksi kekuatan
29
2.db
MR n
n (2.11)
dimana:
Rn = Koefisiaen ketahanan
b = Lebar penampang
d = Tinggi efektif penampang, diukur dari serat tekan terluar ke pusat tulangan
tarik
yf
4,1min (2.12)
y
c
f
f
4
'min , pilih yang terbesar (2.13)
yy
cb
ff
f
600
600'.85,0 1. (2.14)
bmaks .75,0 (2.15)
c
y
f
fm
'.85,0 (2.16)
y
nanalitis
f
Rm
m
..211
1 (2.17)
dbAS .. (2.18)
Untuk 30' cf MPa maka 85,01 sedangkan
Untuk 30' cf MPa maka )30'(008,085,01 cf ≥ 0,65
dimana:
ρ = Rasio luas tulangan terhadap luas penampang beton
ρmaks = Rasio luas tulangan maksimum
ρmin = Rasio luas tulangan minimum
f’c = Kuat tekanan beton
fy = Kuat leleh baja tulangan
As = Luas tulangan
30
2.7 Perencanaan Balok Portal dengan SRPMK
Dalam perencanaan balok portal dengan SRPMK harus memperhatikan
beberapa hal, yaitu: ketentuan dimensi balok, ketentuan tulangan longitudinal
balok, ketentuan tulangan transversal balok, persyaratan kuat geser.
2.7.1 Ketentuan Dimensi Balok
Balok harus memikul gaya akibat beban gempa dan direncanakan memikul
lentur. Komponen struktur ini juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
1. Gaya aksial tekan terfaktor (Pu) pada komponen struktur tidak boleh
melebihi 0,1.Ag.f’c.
2. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi
efektif atau Ln ≥ 4d.
3. Perbandingan lebar terhadap tinggi (b/h) tidak boleh kurang dari 0,3.
4. Lebar tidak boleh:
a. Kurang dari 250 mm.
b. Lebih dari lebar komponen struktur pendukung (diukur pada bidang
tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur)
ditambah jarak pada tiap sisi komponen struktur pendukung yang tidak
melebihi tiga perempat tinggi komponen struktur lentur.
2.7.2 Ketentuan Tulangan Longitudinal Balok
1. Pada setiap irisan penampang komponen struktur lentur, jumlah tulangan
atas dan bawah tidak boleh kurang dari yang ditentukan persamaan
dbf
fA w
y
c
s ..4
'min dan tidak boleh kurang dari
y
w
f
db ..4,1 dan rasio tulangan
ρ tidak boleh melebihi 0,025. Sekurang-kurangnya harus ada dua batang
tulangan atas dan dua batang tulangan bawah yang dipasang secara
menerus.
31
2. Kuat lentur positf komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh
lebih kecil dari setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik
kuat lentur positif maupun kuat negatif pada setiap penampang disepanjang
bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar yang
disediakan pada kedua muka kolom tersebut.
Pada ujung-ujung balok Mn+
tumpuan ≥ 0,5 Mn-tumpuan
Pada sembarang penampang Mn+ dan Mn
- ≥ 0,25 Mn-tumpuan terbesar.
Mn-
A = bw.d atau < (A atau A ) < 0,025 bw.ds min
f'c
4.fy
1,4b .d
f y
ws-
s+
Mn+
Mn-
M dan M > 0,25 Mn+
n-
n tumpuan max-
Mn-
M > 0,5 Mn+
n-
M > 0,5 Mn+
n-
Gambar 2.3NPersyaratan tulangan longitudinal untuk balok
3. Sambungan lewatan pada tulangan lentur hanya diijinkan jika ada tulangan
spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan. Spasi
sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tersebut tidak boleh
melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan:
a. Pada daerah hubungan balok kolom.
b. Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom.
c. Pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihatkan
kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastik
struktur rangka.
32
h
Hoops Spasi < d/4 atau 100 mm
> 2h
Sambungan lewatan jika
digunakan pada hoops
dan diluar sendi plastis.
Gambar 2.4 Persyaratan sambungan lewatan tulangan longitudinal
Gambar 2.4OPersyaratan sambungan lewatan tulangan longitudinal
2.7.3 Ketentuan Tulangan Transversal Balok
1. Sengkang tertutup harus dipasang pada komponen struktur pada daerah
dibawah ini:
a. Pada daerah hingga dua kali tinggi balok (2h) diukur dari muka tumpuan
kearah tengah bentang, di kedua ujung komponen struktur lentur.
b. Pada sepanjang daerah dua kali tinggi balok (2h) pada kedua sisi dari
suatu penampang dimana leleh lentur diharapkan dapat terjadi
sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastik struktur rangka.
2. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka
tumpuan. Jarak maksimum sengkang tertutup tidak boleh melebihi:
a. d/4
b. 6 kali diameter terkecil tulangan memanjang.
c. 150 mm.
3. Pada daerah yang memerlukan sengkang tertutup, tulangan memanjang
pada perimeter harus mempunyai pendukung lateral yang didapat dari sudut
sebuah sengkang atau kait-kait yang sudut dalamnya tidak lebih dari 135o
dan tidak boleh ada batang tulangan disepanjang masing-masing sisi
sengkang atau sengkang kait yang jarak bersihnya lebih dari 150 mm
terhadap batang tulangan yang didukung secara lateral.
4. Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan
kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih
dari d/2 di sepanjang bentang struktur.
33
2h
< 50 mm
S < d/2
Hoops
S maks < d/4
6 x (diameter tulangan longitudinal minimum)150 mm
h
Gambar 2.5PPersyaratan tulangan transversal dari komponen struktur lentur
2.7.4 Perencanaan Balok Terhadap Lentur
Dalam mendesain tulangan longitudinal untuk komponen struktur pemikul
lentur (balok) pada tugas akhir ini dianalisis menggunakan tulangan rangkap.
Tujuan dari pemasangan tulangan tekan pada penampang balok adalah mengurangi
lendutan balok akibat penyusutan dan rangkak bahan, disamping meningkatkan
kapasitas penampang (Nasution, 2009). Prosedur perencanaan tulangan rangkap
sebagai berikut:
1. Menetapkan nilai Mnd
𝑀𝑛𝑑 = 𝑀𝑢
∅
2. Menetapkan rasio tulangan tekan terhadap tulangan tarik
𝛼 =𝐴𝑠′
𝐴𝑠→ 0 < 𝛼 ≤ 1 (2.19)
3. Mencari batasan minimum dan maksimum luas tulangan
Luas tulangan minimum diambil nilai terbesar dari persamaan berikut:
𝐴𝑚𝑖𝑛 =√𝑓𝑐′
4 𝑓𝑦𝑏𝑑
𝐴𝑚𝑖𝑛 =1,4
𝑓𝑦𝑏𝑑
𝐴𝑚𝑖𝑛 = (0,85𝑓𝑐′𝑏
𝑓𝑦) (𝑑 − √𝑑2 −
2𝑀𝑟
0,85𝑓𝑐′𝑏) (2.20)
𝑀𝑟 = 0,54√𝑓𝑐′𝑏𝑑2
6 (2.21)
34
Luas tulangan maksimum:
𝐴𝑚𝑎𝑥 =0,6375. 𝑓𝑐′. 𝛽1. 𝑏. 𝑐𝑏
𝑓𝑦 − 𝛼𝑓𝑠′ (2.22)
4. Kontrol dimensi penampang (M max ≥ Mnd)
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 0,85𝑓𝑐′(𝛽1(0,75𝑐𝑏)𝑏 − 𝛼𝐴𝑚𝑎𝑥) (𝑑 −𝛽1(0,75𝑐𝑏)
2)
+ (𝛼𝐴𝑚𝑎𝑥𝑓𝑠′)(𝑑 − 𝑑′) (2.23)
5. Untuk mendapatkan nilai As, ditetapkan secara uji coba-coba terlebih
dahulu nilai a. nilai a berkisar antara d’≤ a ≤ab. Nilai a memberikan nilai c,
sehingga regangan dan tegangan diketahui. Dari nilai-nilai tsb diperoleh
nilai As dan Mnk. Nilai Mnk tersebut harus sama atau lebih besar dari nilai
Mnd.
𝑐 =𝑎
𝛽1 (2.24)
휀𝑠′ = (𝑐 − 𝑑′
𝑐) 0,003 (2.25)
휀𝑦 =𝑓𝑦
𝐸𝑠 (2.26)
𝐴𝑠 =0,85𝑓𝑐′𝑎𝑏
𝑓𝑦 + 𝛼(0,85𝑓𝑐′ − 𝑓𝑠′) (2.27)
𝑀𝑛𝑘 = 0,85𝑓𝑐′(𝑎𝑏 − 𝛼𝐴𝑠) (𝑑 −𝑎
2) + 𝛼𝐴𝑠𝑓𝑠′(𝑑 − 𝑑′) (2.28)
6. Tulangan As perlu diperiksa terhadap batasan tulangan minimum dan
maksimum.
7. Kontrol kapasitas balok terhadap gaya terfaktor.
d = h − d"
Asumsi bahwa tulangan tarik sudah leleh dan tulangan tekan belum leleh.
εs ≥ εy → fs = fy → tulangan tarik sudah leleh
ε′s < εy → f′s = ε′sEs → tulangan tekan belum leleh
35
Gambar 2.6QDiagram tegangan-regangan balok tulangan rangkap
∑ H = 0
Cc + Cs − Ts = 0
{0,85fc′(ab − As′)} + {As′. fs′} − {As. fy} = 0
{0,85fc′(β1cb − As′)} + {As′. (c − d′
c0,003) Es} − {As. fy} = 0
→ Es = 200.000 Mpa
{0,85fc′β1cb − 0,85fc′As′}c + {As′((c − d′)600)} − {As. fy}c = 0
{0,85fc′β1c2b − 0,85fc′As′c} + {As′c. 600 − As′d′. 600} − {As. fy}c = 0
[0,85fc′β1b]c2 + [As′600 − 0,85fc′As′ − As. fy]c − [As′d′. 600] = 0
c1,2 =−b ± √b2 − 4ac
2a
c1,2 =−(−24.099,943) ± √(−24.099,943)2 − 4(5.418,75)(40.487.903,64)
2(5.418,75)
a = β1xc
Kontrol keserasian regangan yang terjadi:
εy =fy
Es=
400
200.000= 0,002
ε′s =c − d′
cεcu
ε′s < εy → Tulangan tekan belum leleh (asumsi benar)
fs′ = ε′s. Es
εs =d − c
cεcu
εs > εy → Tulangan tarik sudah leleh (asumsi benar) → fs = fy
d'
h
b
d
c a
ɛcu
ɛs’
ɛs Ts
Cc
Cs
d-a
/2
d-d
’
d"
0,85f’c
As
As’
36
Cc = 0,85fc′(ab − As′)
Cs = As′. fs′
Ts = As. fs
Mnk = Cc (d −a
2) + Cs(d − d′)
Mnd =Mud
∅
Mnk > Mnd → OK
2.7.5 Perencanaan Balok Terhadap Torsi (Puntir)
Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 11.5.1, dimana pengaruh puntir dapat
diabaikan bila nilai momen puntir terfaktor Tu besarnya kurang dari:
1. Untuk komponen struktur non-prategang
∅√𝑓′𝑐
12(
𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝) (2.29)
2. Untuk komponen struktur non-prategang yang dibebani gaya tarik atau
tekan aksial
∅√𝑓′𝑐
12(
𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝) √1 +
3. 𝑁𝑢
𝐴𝑔√𝑓′𝑐 (2.30)
Ukuran penampang memenuhi gaya akibat torsi apabila memenuhi:
√(𝑉𝑢
𝑏𝑤𝑑 )
2
+ (𝑇𝑢. 𝑃ℎ
1,7𝐴0ℎ2)
2
≤ ∅ (𝑉𝑐
𝑏𝑤𝑑 +
2√𝑓′𝑐
3) (2.31)
Pasal 11.5.3.5, tulangan yang dibutuhkan untuk menahan puntir harus
ditentukan dari ∅𝑇𝑛 ≥ 𝑇𝑢 dengan Tu adalah momen puntir terfaktor pada
penampang yang ditinjau dan Tn adalah kuat momen puntir nominal penampang.
Pasal 11.5.3.6, tulangan sengkang untuk menahan puntir harus direncanakan
berdasarkan persamaan berikut:
𝑇𝑛 =2. 𝐴0. 𝐴𝑡. 𝑓𝑦𝑣
𝑠𝑐𝑜𝑡 𝜃 ;
𝐴𝑡
𝑠=
𝑇𝑛
2. 𝐴0. 𝑓𝑦𝑣 . 𝑐𝑜𝑡 𝜃 (2.32)
Pasal 11.5.3.7, tulangan longitudinal tambahan untuk menahan puntir tidak boleh
kurang daripada:
37
𝐴𝑙 =𝐴𝑡
𝑠𝑃ℎ .
𝑓𝑦𝑣
𝑓𝑦𝑙. 𝑐𝑜𝑡2𝜃 (2.33)
Luas total minimum tulangan puntir longitudinal adalah:
𝐴1𝑚𝑖𝑛 =5√𝑓′𝑐. 𝐴𝑐𝑝
12𝑓𝑦𝑙− (
𝐴𝑡
𝑠) 𝑃ℎ .
𝑓𝑦𝑣
𝑓𝑦𝑙 (2.34)
dengan 𝐴𝑡
𝑠< 0,175
𝑏𝑤
𝑓𝑦𝑣
2.7.6 Perencanaan Balok Terhadap Geser
Untuk menjamin tercapainya kuat lentur maksimum balok di daerah sendi
plastis, maka keruntuhan akibat gaya geser harus dicegah. Gaya geser balok
kemudian dihitung berdasarkan kuat lentur maksimum balok (Mpr) dengan 1,25 fy
dan ϕ = 1. Gaya geser terfaktor pada muka tumpuan dihitung sebagai berikut:
𝑉𝑒 =𝑀𝑝𝑟1 + 𝑀𝑝𝑟2
𝐿±
𝑊𝑢 . 𝐿
2 (2.35)
L
Wu = 1,2 D + 1,0 LVe
Ve
M pr2
M pr1
Gambar 2.7RPerencanaan geser balok
Perencanaan geser di daerah sendi plastis (2h dari muka kolom) berdasarkan
nilai terbesar dari gaya geser terfaktor pada muka tumpuan (Ve) dengan gaya geser
analisis struktur, sedangkan di luar sendi plastis dapat dilakukan setiap segmen
tertentu berdasarkan beban geser terfaktor maksimum pada segmen tersebut.
Kapasitas geser balok untuk setiap segmen harus memenuhi:
𝑉𝑒 ≤ 𝑉𝑛 (2.36)
𝑉𝑒 ≤ ∅(𝑉𝑐 + 𝑉𝑠) (2.37)
38
𝑉𝑐 =(√𝑓′𝑐)
6. 𝑏𝑤 . 𝑑 (2.38)
Nilai Vc = 0 apabila memenuhi kedua keadaan berikut:
1. Gaya geser gempa akibat Mpr balok < setengah dari gaya geser perlu
2. Gaya aksial ultimate (Pu) < Ag fc'
20
Luas tulangan tranversal total akibat geser dan torsi = 2 𝑥𝐴𝑡
𝑠+
𝐴𝑣
𝑠 (2.39)
2.8 Perencanaan Kolom dengan SRPMK
Dalam perencanaan kolom dengan SRPMK harus memperhatikan beberapa
hal, yaitu: ketentuan dimensi kolom, ketentuan kuat lentur minimum kolom,
ketentuan tulangan memanjang kolom, ketentuan tulangan transversal kolom,
persyaratan kuat geser kolom.
2.8.1 Ketentuan Dimensi Kolom
Kolom harus memikul gaya akibat beban gempa dan direncanakan untuk
menerima beban aksial terfaktor yang lebih besar dari pada 0,1.Ag.f’c.
Komponen struktur ini juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui titik pusat
geometris penampang tidak kurang dari 300 mm.
2. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam
arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
2.8.2 Ketentuan Kuat Lentur Minimum Kolom
1. Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan:
∑ 𝑀𝑒 ≥ 6/5 ∑ 𝑀𝑔 (2.40)
∑Me adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan
dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-
kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial
39
terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang
menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.
∑Mg adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan
dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan
balok-kolom tersebut.
2. Jika persyaratan diatas tidak dipenuhi maka kekuatan lateral dan kekakuan
kolom yang merangka ke dalam join tersebut harus diabaikan bilamana
menentukan kekuatan dan kekakuan struktur yang dihitung dan kolom
tersebut direncanakan dengan memberikan tulangan transversal yang
dipasang di sepanjang tinggi kolom.
2.8.3 Ketentuan Tulangan Memanjang Kolom
1. Rasio tulangan ρg tidak boleh kurang dari 0,01 atau tidak boleh lebih dari
0,06.
2. Sambungan lewatan hanya diijinkan di lokasi setengah panjang elemen
struktur yang berada ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan
tarik, dan harus diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup.
2.8.4 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom
1. Ketentuan mengenai jumlah tulangan transversal di bawah ini harus
dipenuhi:
a. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, ρs tidak boleh
kurang dari persamaan berikut:
yh
cs
f
f '.12,0 (2.41)
Tidak boleh kurang dari :
y
c
c
g
sf
f
A
A '.145,0
(2.42)
b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari
pada yang ditentukan pada persamaan berikut:
40
1.
'..3,0
ch
g
yh
c
cshA
A
f
fhsA (2.43)
yh
c
cshf
fhsA
'...09,0 (2.44)
dengan:
Ash = Luas penampang total tulangan transversal (termasuk
sengkang pengikat) dalam rentang spasi s dan tegak lurus
terhadap dimensi hc, mm2.
Ach = Luas penampang komponen struktur dari sisi luar ke sisi luar
tulangan transversal, mm2.
s = Spasi tulangan transversal diukur sepanjang sumbu
longitudinal komponen struktur, mm.
hc = Dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu
tulangan pengekang, mm.
c. Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk.
Tulangan pengikat silang dengan diameter dan spasi yang sama dengan
diameter dan spasi sengkang tertutup boleh digunakan. Tiap ujung
tulangan pengikat silang harus terkait pada tulangan longitudinal terluar.
d. Bila tebal selimut beton diluar tulangan transversal pengekang melebihi
100 mm, tulangan transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi
tidak melebihi 300 mm.
2. Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak lebih dari dari:
a. 4
1 dari dimensi terkecil komponen struktur.
b. 6 kali diameter tulangan longitudinal.
c. Sx sesuai dengan persamaan berikut :
3
350100 x
x
hs
(2.45)
Nilai sx tidak perlu lebih besar dari pada 150 mm dan tidak perlu lebih
kecil dari pada 100 mm.Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang
dengan spasi lebih dari pada 350 mm dari sumbu-sumbu dalam arah
tegak lurus sumbu komponen struktur.
41
3. Tulangan transversal harus dipasang sepanjang lo dari setiap muka
hubungan balok-kolom dan juga sepanjang lo pada kedua sisi dari setiap
penampang yang berpotensi membentuk leleh lentur akibat deformasi
lateral inelastic struktur rangka.
lo ditentukan tidak kurang dari:
a. Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-
kolom.
b. 1/6 bentang bersih komponen struktur.
c. 450 mm.
s < 50mmlo >
c1
(16)/lo
450 mm
s <14 c2
6 D1
sx = 100 +350 - hx
3
s < d/2600 mm
C1
C2 0,09(s.hc(f'c/f yh))
0,3(s.hc(f'c/f yh))((Ag/Ach)-1)A >
sh
Gambar 2.8SPemasangan tulangan geser dan pengekangan pada kolom
2.8.5 Perencanaan Kolom Terhadap Lentur
1. Cek kelangsingan kolom
𝑘. 𝐿𝑢
𝑟≤ 22 → kolom pendek (2.46)
42
𝑘. 𝐿𝑢
𝑟> 22 → kolom langsing (2.47)
Faktor pembesaran momen apabila kolom langsing:
δs =1
1 −∑ Pu
0,75 ∑ Pc
→ dimana 0 < δs < 2,5 (2.48)
2. Menentukan nilai r dengan grafik interaksi kolom tabel CUR 4 (Grafik dan
Tabel Perhitungan Beton Bertulang)
Sumbu Vertikal ∶ 𝑁𝑢𝑘
∅. 𝐴𝑔𝑟 . 0,85. 𝑓′𝑐 (2.49)
Sumbu Horizontal ∶ 𝑁𝑢𝑘
∅. 𝐴𝑔𝑟 . 0,85. 𝑓′𝑐
𝑒𝑡
ℎ (2.50)
Luas tulangan yang diperlukan
𝜌 = 𝑟. 𝛽 (2.51)
𝐴𝑠 = 𝜌. 𝐴𝑔𝑟
3. Kontrol kapasitas beban aksial maksimum
∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,8. ∅[0,85. 𝑓′𝑐. (𝐴𝑔𝑟 − 𝐴𝑠𝑡) + 𝑓𝑦 . 𝐴𝑠𝑡] (2.52)
∅𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 > 𝑁𝑢𝑘
4. Kontrol kapasitas penampang kolom
2.8.6 Perencanaan Kolom Terhadap Geser
Gaya geser rencana (Ve) harus ditentukan dengan memperhitungkan gaya-
gaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada setiap
ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka hubungan balok-kolom tersebut
harus ditentukan menggunakan kuat momen maksimum (Mpr) dari komponen
struktur tersebut yang terkait dengan beban-beban aksial terfaktor yang bekerja.
Persyaratan perencanaan kolom terhadap beban geser sebagai berikut:
𝑉𝑒 =𝑀𝑝𝑟3 + 𝑀𝑝𝑟4
𝐻𝑛 (2.53)
dimana:
Ve = Gaya geser rencana
Mpr3 = Momen lentur maksimum atas
Mpr4 = Momen lentur maksimum bawah
Hn = Tinggi bersih dari kolom yang ditinjau
43
1. Momen ujung Mpr kolom tidak perlu lebih besar daripada momen yang
dihasilkan oleh Mpr balok yang merangka pada hubungan balok kolom.
2. Ve ≥ Vu
3. Tulangan transversal sepanjang lo harus direncanakan untuk menahan geser
Ve dengan menganggap Vc = 0 bila kedua syarat berikut terpenuhi:
a. Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan Mpr mewakili
50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian sepanjang lo.
b. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak
melampaui:
𝐴𝑔. 𝑓′𝑐
10
4. Bila Vc diperhitungkan, maka:
𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢
14. 𝐴𝑔) (
√𝑓′𝑐
6) . 𝑏𝑤 . 𝑑 (2.54)
H
Pu
Mpr3
Ve
Pu
Ve
Mpr4
Gambar 2.9TPerencanaan geser untuk kolom
44
2.9 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom (Join) dengan SRPMK
Integritas menyeluruh dari Sistem Rangka Pemikul Momen sangat
tergantung pada perilaku hubungan balok-kolom. Degragasi pada hubungan balok-
kolom akan menghasilkan deformasi lateral besar yang dapat menyebabkan
kerusakan berlebihan atau bahkan keruntuhan (Purwono, 2005).
Dalam perencanaan hubungan balok-kolom (join) dengan SRPMK harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu: ketentuan umum, ketentuan tulangan
transversal, ketentuan kuat geser.
2.9.1 Ketentuan Umum
1. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-
kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan
tarik lentur adalah 1,25 fy.
2. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus
diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom dan diangkur.
3. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan
balok-kolom, dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan
longitudinal balok tidak boleh kurang dari pada 26 kali diameter tulangan
longitudinal terbesar balok.
2.9.2 Ketentuan Tulangan Transversal
1. Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup harus dipasang dalam
daerah hubungan balok-kolom.
2. Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok dengan lebar setidak-
tidaknya sebesar 4
3 lebar kolom, merangka pada keempat sisinya harus
dipasang tulangan transversal setidak-tidaknya 0,5 dari Ash. Tulangan
transversal ini dipasang di daerah hubungan balok-kolom setinggi balok
terendah yang merangka kehubungan tersebut. Pada daerah tersebut, spasi
tulangan transversal yang ditentukan sebesar sx dapat diperbesar menjadi
150 mm.
45
3. Tulangan balok longitudinal di luar inti kolom harus dikekang dengan
tulangan transversal yang melewati kolom apabila pengekangan tersebut
tidak disediakan oleh balok yang merangka ke dalam join.
2.9.3 Ketentuan Kuat Geser
1. Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar
dari pada ketentuan berikut ini:
a. Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya,
jcn AfV .'7,1 (2.55)
b. Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi
berlawanan jcn AfV .'2,1 (2.56)
c. Untuk hubungan lainnya jcn AfV .'0,1 (2.57)
Luas efektif hubungan balok-kolom Aj ditunjukkan pada gambar berikut:
bh
x
Luas efektif Lebar efektif join b+h
b+2xh, tinggi pada join
bidang tulangan
penyebab geser.
Tulangan penyebab geser
Arah gaya penyebab geser
Gambar 2.10 ULuas efektif hubungan balok-kolom
46
2.10 Perencanaan Pondasi
Pondasi merupakan struktur terbawah dari suatu bangunan konstruksi. yang
berperan sebagai pemikul beban struktur diatasnya. Beban dari struktur atas inilah
yang kemudian diteruskan ke tanah di bawah pondasi. Maka dari itu, pondasi harus
direncanakan untuk dapat menjamin kestabilan dari bangunan terhadap beban-
beban yang bekerja pada bangunan tersebut.
Dalam perencanaan pondasi diklasifikasikan sebagai pondasi dangkal dan
pondasi dalam bergantung pada ukuran pondasi relatif terhadap superstrukturnya.
Apabila daya dukung tanah cukup, pondasi dangkal seperti pondasi telapak atau
footplat dapat dibangun. Sebaliknya, apabila lapisan tanah kurang kuat, maka
pondasi dalam seperti tiang pancang disarankan untuk dipakai (Redana, 2010).
Pada tugas akhir perencanaan gedung ini, jenis pondasi yang digunakan
adalah pondasi telapak setempat berbentuk persegi yang dihitung berdasarkan daya
dukung tanah.
2.10.1 Persyaratan Pondasi Telapak Setempat
Pondasi telapak digunakan untuk mendukung struktur atas bila letak lapisan
tanah keras tidak terlalu dalam, karena dijumpai lapisan tanah yang cukup mampu
memikul beban pondasi. Setelah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan
maka secara keseluruhan pondasi tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara
lain:
1. Dasar pondasi harus diletakkan lebih dalam dari lapisan tanah top soil sebab
pada umumnya lapisan tanah tersebut mengandung organik, merupakan
lapisan tanah timbunan yang tidak homogeny kepadatannya dan tidak padat.
2. Dasar pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang tidak terpengaruhi
oleh sifat kembang susut tanah.
47
2.10.2 Pembebanan pada Pondasi Telapak Setempat
Pondasi telapak merupakan jenis pondasi langsung yang harus mampu
memikul beban-beban yang berasal dari struktur atas. Adapun tipe beban yang
direncanakan akan dipikul oleh pondasi telapak yaitu:
1. Gaya terpusat yang melalui as kolom, tetapi tidak simetris/eksentris
terhadap berat alas pondasi.
2. Muatan momen, yaitu pada jepitan kolom yang merupakan momen-momen
ujung hasil perhitungan yang terdapat di dasar kolom perlu ditransfer ke
pondasi telapak.
3. Gaya horizontal yang bekerja pada kolom akan dilimpahkan pada pondasi.
4. Muatan terbagi rata, dalam perencanaan pondasi ini hanya akan digunakan
berat tanah diatas pondasi dan berat pondasi.
Gambar 2.11 VBeban yang dipikul pondasi
2.10.3 Daya Dukung Tanah
Distribusi tekanan dukung tanah terhadap pondasi bergantung pada
bagaimana beban dari kolom diteruskan ke slab pondasi dan bergantung pula pada
derajat kekakuan pondasi. Tanah di bawah pondasi dianggap merupakan material
elastis homogen dan pondasinya dianggap kaku seperti halnya jenis-jenis pondasi
yang banyak dijumpai. Dengan demikian tekanan daya dukung tanah dapat
P
H
M
h2
h1 ; γt → q1
; γbt → q2
48
dipandang terdistribusi merata apabila beban reaksinya mempunyai titik tangkap
yang melalui sumbu slab pondasi. Apabila bebannya tidak memalui sumbu tersebut,
atau tidak bekerja secara simetris, maka distribusi tekanan tanah akan berbentuk
trapezoid sebagai akibat kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Syarat keamanan
daya dukung tanah:
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠/𝜎𝑚𝑖𝑛 = 𝑃
𝑋. 𝑌±
𝑀
𝑊≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 (2.58)
𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 =𝜎𝑢𝑙𝑡
𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 (2.59)
𝑤 =1
6𝑋2𝑌 (2.60)
dimana:
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = Tegangan maksimum yang terjadi pada tanah akibat beban yang diterima
oleh pondasi dan 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 ≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜎𝑚𝑖𝑛 = Tegangan minimum yang terjadi pada tanah akibat beban yang diterima
oleh pondasi dan 𝜎𝑚𝑖𝑛 > 0 (tidak terjadi tarik pada tanah)
M = Muatan momen ujung pada dasar kolom yang harus dipikul oleh pondasi
2.10.4 Tinjauan Desain Terhadap Kuat Geser
Kekuatan geser pondasi di sekitar kaki kolom ditentukan oleh kondisi yang
paling berbahaya diantara 2 kondisi di bawah ini:
1. Kuat geser bekerja pada satu arah sumbu (geser balok).
Penampang kritis terhadap geser pada pondasi dianggap terletak pada
bidang yang melintang seluruh lebar, dan terletak pada jarak d dari muka
kolom. Peninjauan geser satu arah seperti gambar berikut:
49
Gambar 2.12 WLetak penampang kritis pada geser satu arah
a. Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja pada penampang kritis:
𝑉𝑢 = 𝜎 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 1 𝑎𝑟𝑎ℎ
b. Kuat geser nominal beton adalah:
𝑉𝑐 =1
6√𝑓′𝑐𝑏𝑤𝑑
c. Kuat geser rencana ØVc:
∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢
2. Kuat geser bekerja pada dua arah sumbu (pons).
Penampang kritis terhadap geser pada pondasi dianggap terletak pada jarak
d/2 dari muka kolom. Peninjauan geser dua arah seperti gambar berikut:
X
Y
daerah pembebanan yang
diperhitungkan untuk momen
penampang kriris
d
50
Gambar 2.13 XLetak penampang kritis pada geser dua arah
a. Gaya geser total terfaktor (Vu) yang bekerja pada penampang kritis:
𝑉𝑢 = 𝜎 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 2 𝑎𝑟𝑎ℎ
b. Kuat geser nominal beton adalah:
c. Kuat geser rencana ØVc:
∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢
Jika dari peninjauan geser untuk kedua kondisi di atas didapat ∅𝑉𝑐 ≥ 𝑉𝑢 maka
pondasi dapat disimpulkan memenuhi syarat geser.
2.10.5 Tinjauan Desain Terhadap Lentur
Dalam perencanaan penulangan lentur pondasi, letak penampang kritis
momen lentur adalah pada bidang muka kolom. Perhitungan penulangan lentur
pada pondasi sama dengan penulangan lentur pada pelat dua arah. Peninjauan
penulangan lentur seperti gambar berikut:
X
Y
daerah pembebanan yang
diperhitungkan untuk momen
penampang kriris
d/2
d/2
51
Gambar 2.14 YLetak penampang kritis pada momen
X
Y
1/2(X-B)
daerah pembebanan yang
diperhitungkan untuk momen
penampang kriris
X
h2
h1
B