BAB II DASAR TEORI 2.1 Sampah - IMISSU Single Sign On of .... BAB II... · untuk dijadikan produk...
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Sampah - IMISSU Single Sign On of .... BAB II... · untuk dijadikan produk...
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sampah
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
suatu sumber hasil aktivitas manusia atau proses-proses alam yang tidak mempunyai
nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam
penanganannya baik untuk membuang maupun membersihkannya memerlukan biaya
yang relatif besar. Sampah adalah merupakan material sisa yang tidak diinginkan
setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat
pemakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang
ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan
konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Gambar 2.1 Tumpukan sampah di salah satu depo pembuangan (sumber: http://www.jurnal.koranjuri.com/bank-foto/depo_sampah.jpg diakses 2-2-2015)
Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)
Sampah Organik yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos.
2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)
Sampah Anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik
wadah pembungkus makanan, plastik mainan, botol, gelas minuman, kaleng, dan
7
sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual
untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
perabotan rumah tangga berbahan plastik, botol, gelas bekas minuman, kaleng, dan ban
bekas.
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste)
adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dari
batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena
sudah tidak berguna.
Adapun komposisi sampah di setiap kota atau negara hampir sama.
Tabel 2.1 Komposisi sampah di Sarbagita Bali
(Sumber : Made Gunamantha, dkk. Jurnal Purifikasi, Vol. 11, No. 1, Juli 2010: 41 – 52)
Sampah juga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
• Sampah basah yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup
(material biologis) yang dapat membusuk dengan mudah, misalnya sisa
makanan, dedaunan kering, buah, dan sayuran. Sampah basah memiliki
kandungan air diatas 30%.
• Sampah kering atau anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan baku
non biologis dan sulit terurai, sehingga seringkali menumpuk di lingkungan.
Sampah anorganik atau disebut juga sampah kering sulit diuraikan secara
alamiah, sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut. Yang tergolong ke
8
dalam sampah anorganik yaitu botol plastik, logam, kaca, sterofoam, dan
kaleng. Sampah kering memiliki kadar air di bawah 30%.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah.
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk.
Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau
ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas
penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas
pembangunan, perdagangan, industri, dan sebagainya.
2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika
dibandingkan dengan truk.
3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali.
Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi
bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan,
jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.
4. Faktor geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah, pantai,
atau di dataran rendah.
5. Faktor waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah
sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada
siang hari lebih banyak daripada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di
daerah pedesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu.
6. Faktor sosial ekonomi dan budaya
Contoh, adat-istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.
7. Pada musim hujan, sampah mungkin akan tersangkut pada selokan, pintu
air, atau penyaringan air limbah.
8. Kebiasaan masyarakat
Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau
tanaman, sampah makanan itu akan meningkat.
9
9. Kemajuan teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh,
plastik, kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas, dan sebagainya.
10. Jenis sampah
Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula
macam dan jenis sampahnya.
2.3 Hubungan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Menurut Chandra, Budiman (2006) pengelolaan sampah di suatu daerah akan
membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri.
Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada yang negatif.
Pengaruh positif dari pengelolaan sampah ini terhadap masyarakat dan
lingkungan, antara lain :
a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa
dan dataran rendah.
b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses
pengelolaan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah
pengaruh buruk sampah terhadap ternak.
d. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang
biak serangga atau binatang pengerat.
e. Menurunkan kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan
sampah.
f. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
g. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya
masyarakat.
h. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana
kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan
lain.
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi
kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat
seperti berikut:
10
A. Pengaruh terhadap kesehatan
• Pengolahan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai
tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus.
• Penyakit demam berdarah akan meningkat karena berkembang biak dalam
sampah kaleng maupun ban bekas yang berisi air hujan.
• Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan
misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.
B. Pengaruh terhadap lingkungan
• Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
• Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-
gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
• Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya
kebakaran yang lebih luas.
• Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan
aliran air terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal.
• Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan
banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau
sumur dangkal.
• Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat seperti
jalan, jembatan, dan saluran air.
C. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
• Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial
budaya masyarakat setempat.
• Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat
dan hasrat orang lain untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
• Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan
pihak pengelola (misalnya kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi).
• Angka kasus wabah penyakit meningkat dan mengurangi hari kerja dan
produktifitas masyarakat menurun.
11
• Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar
sehingga dana untuk sektor lain berkurang.
• Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan
yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.
• Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun
dan tidak memiliki nilai ekonomis.
• Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalulintas
yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.
2.4 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah kegiatan sistematis dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah sangat penting
untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah
harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif
bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu
pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat
berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara
menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam
pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan
bau, tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk megurangi volume sampah,
(Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau dihancurkan.
Gambar 2.2 Siklus pengelolaan sampah
Sampah Warga
Non-Organik Organik
Kompos Tidak bisa di daur ulang
Tidak bisa di daur ulang
Bisa di daur ulang
Di bakar Di jual Di jual Di bakar
12
2.4.1 Faktor Pengolahan Sampah
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengolahan sampah:
1. Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat
untuk mengelola dan memahami masalah persampahan.
2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan
keselarasan pengetahuan tentang persampahan.
3. Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan, dan konstruksi di segala bidang
termasuk bidang persampahan.
4. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar,
menimbulkan pencemaran air, udara, dan tanah, sehingga juga
memperbanyak populasi faktor pembawa penyakit seperti lalat dan tikus.
5. Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas
juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga
cepat rusak, ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya,
sehingga cepat menjadi sampah.
6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir
(TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi
pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan
penggunaan tanah.
7. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya
dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.
8. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.
9. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca
yang semakin panas.
10. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kebersihan.
2.5 Metode Pengolahan Sampah
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya
dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep
penanganan sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali),
Recycle (mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai
dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan
13
Replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk
dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan
efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.
Gambar 2.3 Reduce, Replace, Recycle
(Sumber: http://www.eltetetpm.com/wp-content/uploads/2012/02/3R_reduce_replace_recycle-
300x153.jpg )
2.5.1 Reduce
Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi
barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material,
semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
program reduce:
• Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah
dalam jumlah besar.
• Gunakan kembali wadah atau kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi
lain.
• Gunakan baterai yang dapat di charge kembali.
• Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan.
• Ubah pola makan (pola makan sehat: mengkonsumsi makanan segar,
kurangi makanan kaleng atau instan).
2.5.2 Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-barang
yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari pemakaian barang-barang yang
hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum
menjadi sampah.
14
Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
program reuse:
• Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang.
• Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill).
• Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.
• Plastik kresek digunakan untuk tempat sampah.
• Kaleng atau baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah.
• Gelas atau botol plastik untuk pot bibit dan macam-macam kerajinan.
• Potongan kain atau baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain.
2.5.3 Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang
sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang,
namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang
memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
program recycle:
• Mengubah sampah plastik menjadi kerajinan seperti tas.
• Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos.
• Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau topeng.
2.5.4 Replace
Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan barang yang
digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai
sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan
bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan
keranjang saat berbelanja atau hindari penggunaan styrofoam karena banyak
mengandung zat kimia berbahaya.
2.5.5 Replant
Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar
baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain.
15
Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari
sampah.
2.6 Pengomposan
Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga
berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Pengomposan
merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga
mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat
dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan (Santoso,
2008).
Usaha pengomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang dapat
ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan maupun kesehatan.
Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :
1. Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah
dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang
canggih dengan peralatan modern.
2. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga
modal yang dibutuhkan relatif murah untuk mengejar skala produksi yang
tinggi.
Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat secara
ekonomis, yaitu :
1. Pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi
biaya operasional pemusnahan sampah.
2. Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang
lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian
akan mengurangi investasi lahan tempat pembuangan akhir (TPA).
3. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman.
Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetitif dan ekonomis yang berarti
kompos dapat dijual.
4. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan
efisiensi penggunaannya.
16
Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembuatan
kompos adalah :
1. Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat.
2. Proses pengomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat
mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah
(Santoso, 2008).
2.7 Hambatan dalam Pengelolaan Sampah
Masalah pengelolaan sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit.
Berikut beberapa penghambat pengeleloaan sampah.
1. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan
masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan sampah.
2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan
keselarasan pengetahuan tentang sampah.
3. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien menimbulkan
pencemaran udara, tanah, air, gangguan estetika, dan memperbanyak
populasi lalat dan tikus.
4. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir
sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan
sampah, juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah.
5. Semakin banyaknya masyarakat yang tidak setuju jika daerahnya dipakai
tempat pembuangan sampah.
6. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.
7. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca
yang panas.
8. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kebersihan.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor yang lebih dominan menimbulkan
hambatan dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya pengetahuan, tentang
pengelolaan sampah, kebiasaan pengelolaan sampah yang kurang baik dan kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
17
2.8 Poros
Poros merupakan bagian terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin
menggunakan poros untuk meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan
utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.
2.8.1 Macam-macam Poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai
berikut :
1. Poros Transmisi
Poros macam ini mendapatkan beban puntir murni atau puntir dan lentur.
Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk
atau sproket, rantai.
2. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya yang harus kecil dan bentuk serta
ukurannya harus teliti.
3. Gandar
Poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut
gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakan
oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban putir juga. Menurut
bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol
sebagai poros utama dari mesin totak dan lain-lain.
2.8.2 Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Poros
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut yang perlu diperhatikan:
1. Kekuatan Poros
Suatu proses transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan diatas. Juga ada
poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling
kapal atau turbin. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan
bila diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai
18
alur pasak, yang harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan
hingga cukup kuat untuk menahan beban.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekutan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak
telitian atau getaran dan suara. Karena itu disamping kekutan poros
kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin
yang akan digunakan dengan poros.
3. Putaran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran
bertemu maka terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut
putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik,
dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya.
Jika mungkin poros harus direncakan sedemikian rupa hingga putaran
kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros
propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.
Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi dan poros-poros
mesin yang sering berhenti lama sampai batas-batas tertentu dapat pula
dilakukan perlindungan terhadap korosi.
5. Beban Poros
Poros pada mesin umumnya terbuat dari baja batang yang
ditarik dingin dan difinis. Meskipun demikian, bahan tersebut kelurusannya
agak kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang
kurang seimbang misalnya jika diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa
dalam terasnya. Akan tetapi, penarikan dingin juga dapat membuat
permukaannya menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar.
2.9 Pasak
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-
bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling pada poros. Momen diteruskan
poros ke naf atau dari naf ke poros. Fungsi yang serupa dengan pasak dilakukan pula
19
oleh seplain dan gerigi yang mempunyai gigi luar pada poros dan gigi dalam dengan
jumlah gigi yang sama pada naf dan saling terkait yang satu dengan yang lain. Gigi
pada seplain adalah besar-besar, sedang pada gerigi adalah keci-kecil dengan jarak bagi
yang kecil pula. Kedua-duanya dapat digeser secara aksial pada waktu meneruskan
daya.
Pasak pada umumnya dapat digolongkan atas beberapa macam yaitu menurut
letaknya pada poros dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan
pasak singgung yang umumnya berpenampang segiempat.
2.10 Sabuk
Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan
tetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan
yang besar (Gambar 2.4). Sabuk-V dibelitkan disekeliling alur pulli yang berbentuk V
pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada pulli ini mengalami lengkungan
sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.
Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan
menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan sabuk–V dibandingkan dengan sabuk rata.
Gambar 2.4 Kontruksi sabuk-V (Sularso, 1987)
Proporsi penampang sabuk-V ada beberapa tipe yaitu: tipe A, tipe B, tipe C, tipe
D dan tipe E dimana yang membedakanya adalah dimensinya dan kekuatannya. Atas
dasar daya rencana dan putaran poros penggerak, penampang sabuk-V yang sesuai.
Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang akan diteruskan dengan
faktor koreksi. Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang
sejajar dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau
rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang
ditransmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah.
Keterangan : 1. Terpal 2. Bagian penarik 3. Karet pembungkus 4. Bantal karet
20
Jarak sumbu poros harus sebesar 1.5 sampai 2 kali diameter pulli besar.
Didalam perdagangan terdapat berbagai panjang sabuk-V. Nomor nominal sabuk-V
dinyatakan dalam panjang kelilingnya dalam inch. Diameter pulli yang terlalu kecil
akan memperpendek umur sabuk.
2.11 Jenis-jenis Pisau Potong
Adapun jenis jenis pisau potong yang sudah digunakan di pasaran adalah seperti
gambar di bawah. Variasi bentuk pisau potong sangat bermacam-macam dan juga
variasi dilakukan pada sudut mata pisau. Variasi pisau pencacah dipasaran umumnya
berbentuk sama namun pemasangan pada poros dibedakan dengan sudut
pemasangannya.
Gambar 2.5 Jenis Pisau Potong 1
(sumber: https://daurulanghijau.wordpress.com/2010/11/22/mesin-kompos-pencacah-daun/ diakses: 7-2-2015)
Gambar 2.6 Jenis Pisau Potong 2
(sumber: http://www.groen-indonesia.com/products.php?lang=id diakses:7-2-2015)
21
Gambar 2.7 Jenis Pisau Potong 3
(sumber: http://kencanaonline.com/index.php?route=product/product&product_id=137 diakses: 7-2-2015
2.11.1 Variasi Jenis Mata Pisau Potong
Pada penelitian ini terdapat tiga variasi mata pisau potong. Variasi tersebut
terdiri dari mata pisau tipe 10°, mata pisau tipe 30° dan tipe mata pisau 45° . Berikut
contoh tiga variasi mata pisau potong.
• Mata Pisau Tipe 10°
Mata pisau tipe 10° memiliki bentuk lurus meruncing berbentuk segitiga sama
kaki. Mata pisau ini memiliki kontak yang lebih besar (L) pada bidang sampah
(Ls). Gaya yang diberikan searah dengan (F) terlihat pada gambar 2.8. Hasil
dari penelitian awal massa pemotongan sampah yang dibutuhkan untuk
mencacah lebih besar.
Gambar 2.8 Mata pisau potong tipe 10°
22
• Mata Pisau Tipe 30°
Mata pisau tipe 30° mata pisau ini berbetuk seperti sirip ikan hiu. Bagian yang
memotong adalah bagian luar pisau. Mata pisau ini memotong dengan cara
mengiris dari pangkal hingga ujung dan mungkin tidak seluruhnya mengalami
kontak dengan bidang sampah. Hasil dari penelitian awal massa pemotongan
yang dibutuhkan tidak terlalu besar seperti mata pisau 10°. Gaya yang terjadi
tidak sama disepanjang (L) sesuai arah gaya yang diberikan (F).
Gambar 2.9 Mata pisau potong tipe 30°
• Mata Pisau Tipe 45°
Mata pisau tipe 45° mata pisau ini berbetuk seperti sirip ikan hiu sama seperti
mata pisau 30° namun memiliki sudut lebih miring. Mata pisau ini memotong
dengan cara mengiris dari pangkal hingga ujung dan mungkin tidak seluruhnya
mengalami kontak dengan bidang sampah. Hasil dari penelitian awal massa
pemotongan yang dibutuhkan untuk memotong tidak terlalu besar seperti mata
pisau 10° dan mata pisau 30°. Gaya yang terjadi tidak sama disepanjang (L)
sesuai arah gaya yang diberikan (F).
Gambar 2.10 Mata pisau potong tipe 45°
23
2.12 Menghitung Putaran Pada Poros Mesin Penggerak
Dengan mengetahui putaran pada poros mata pisau maka dapat ditentukan
putaran pada mesin penggerak yang dapat diketahui dengan persamaan berikut: 𝑛1𝑛2
= 𝑑1𝑑2
………………………………………………………………... (2.1)
Dimana:
𝑛1 = putaran pulley penggerak (rpm)
𝑛2 = putaran pulley yang digerakkan (rpm)
𝑑1 = diameter pulley pada poros mata pisau pencacah (mm)
𝑑2 = diameter pulley pada poros mesin penggerak (mm)
2.13 Daya Potong Pisau
Pada proses pencacahan sampah direncanakan daya potong pisau yang akan
mencacah sampah. Gaya pemotongan sampah yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus yaitu:
𝑊 = 𝑚 . g ………………………………………………………………… (2.2)
Dimana:
𝑊 = daya potong (N)
𝑚 = massa yang diperlukan untuk memotong (kg)
g = gravitasi (𝑚 𝑠2⁄ )
2.14 Gaya Potong Seluruh Mata Pisau
Gaya potong dari seluruh mata pisau pencacah sampah dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 = 𝐹𝑘 . 𝑍 ………………………………………………………………….. (2.3)
Dimana:
𝐹𝑘 = gaya geser pisau pencacah
𝑍 = jumlah mata pisau
2.15 Menentukan Kecepatan Keliling Pisau Pencacah
Menetukan kecepatan keliling mata pisau pencacah dapat dihitung dengan cara
berikut:
24
𝑉𝑘 = 𝜋(𝐿𝑘+𝑑𝑝)𝑛260.100
……………………………………………………… (2.4)
Dimana:
𝑉𝑘 = kecepatan mata pisau pencacah (𝑚 𝑠2⁄ )
π = 3,14
𝐿𝑘 = panjang pisau (𝑐𝑚)
𝑑𝑝 = diameter poros mata pisau pencacah (𝑐𝑚)
𝑛2 = putaran pada poros mata pisau pencacah (𝑟𝑝𝑚)
2.16 Daya Pemotongan Pada Mata Pisau Pencacah
Daya pemotongan pada mata pisau pencacah dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
𝑃𝑃𝑜𝑡 = 𝐹𝑘.𝑉 ………………………………………………………… (2.5)
Dimana:
𝑃𝑝𝑜𝑡 = daya pemotongan (𝑤𝑎𝑡𝑡)
𝐹𝑘 = gaya potong seluruh pisau (𝑁)
𝑉𝑘 = kecepatan keliling mata pisau pencacah (𝑚/𝑠2)