BAB II Compatible - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2NoPass/Bab 2_09-73..pdfCustomer...
Transcript of BAB II Compatible - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2NoPass/Bab 2_09-73..pdfCustomer...
6
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Customer – Centered Strategy
Seiring ekonomi modern mengarah ke bisnis berbasis pelayanan, banyak
perusahaan memperoleh keuntungan dari penciptaan dan mempertahankan hubungan
mereka dengan pelanggan. Dalam lingkungan seperti ini, marketing berperan
memaksimalkan customer lifetime value (CLV) dan customer equity, yang merupakan
hitungan lifetime value pelanggan. Artikel ini membahas sejumlah model CLV yang
dapat diimplementasikan yang berguna bagi segmentasi pasar dan alokasi sumber-
sumber marketing untuk akuisisi, retensi, dan cross-selling.
Pertama, adanya tekanan yang semakin meningkat di perusahaan untuk
mempertanggung jawabkan marketing. Metrik marketing tradisional seperti brand
awareness, sikap, atau bahkan sales dan share tidaklah cukup untuk menunjukkan
hasil investasi marketing. Nyatanya, kegiatan marketing yang meningkatkan sales
atau share sebenarnya bisa membahayakan keuntungan jangka panjang suatu merek.
Hal ini persis seperti yang ditemukan Yoo dan Hanssens (2005) ketika mereka
meneliti pasar mobil mewah.
Kedua, metrik keuangan seperti harga saham dan jumlah keuntungan
perusahaan atau suatu unit bisnis juga tidak menyelesaikan masalah. Walaupun
ukuran ini berguna, didalamnya masih terdapat batasan kemampuan diagnosa.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tidak semua pelanggan adalah profitabel
secara merata. Dengan demikian, dimungkinan untuk “menghilangkan” beberapa
7
pelanggan atau mengalokasikan sumber-sumber berbeda ke kelompok pelanggan
berbeda (Blattberg, Getz, dan Thomas 2001; Gupta dan Lehmann 2005; Rus, Lemon,
dan Zeithaml 2004). Diagnosa seperti ini tidaklah mungkin dari ukuran keuangan.
Sebaliknya, CLV adalah metrik terpisah yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pelanggan yang profitable dan mengalokasikan sumber-sumber
secara merata (Kumar dan Reinartq 2006). Pada saat yang sama, CLV dari pelanggan
yang ada dan yang akan ada di masa datang (disebut juga customer equity atau CE)
merupakan suatu contoh baik dari nilai perusahaan secara keseluruhan (Gupta,
Lehmann, dan Stuart 2004).
Ketiga, perkembangan di bidang teknologi informasi telah memudahkan
perusahaan-perusahaan mendapatkan data-data transaksi pelanggan. Hal ini
memudahkan perusahaan menggunakan data-data berdasarkan pilihan yang muncul
daripada tujuan. Selain daripada itu, sampling tidak lagi diperlukan ketika semua data
pelanggan yang ada sudah didapatkan. Teknologi yang sekarang ada memungkinkan
pemahaman ini ditingkatkan dan program marketing dibuat untuk pelanggan individu.
(Modelling customer lifetime value Journal, 2006)
Customer Lifetime Value menggambarkan nilai sekarang arus laba masa
depan yang diharapkan selama pembelian seumur hidup pelanggan. Perusahaan harus
mengurangi dari pendapatan yang diharapkan, biaya untuk menarik, menjual, dan
melayani pelanggan itu. (Kotler, 2005).
8
2.2 The True Lifetime Value of the Customer
Fokus hanya pada produk dapat membahayakan bagi perusahaan tetapi
bagaimana perusahaan menilai performa melalui hubungan yang terbina baik dengan
para pelanggan. Kunci dari penilaian ini adalah dengan mengevaluasi lifetime value
dari pelanggan untuk mengukur dan memonitor customer equity.
2.2.1 The Continuing Customer Relationship
Perubahan yang terjadi pada dua puluh tahun terakhir dari developed
economies menjadi service economies merupakan perhatian dari perubahan
pemasaran yang transactions menjadi relationships. Perubahan ini belum banyak
dimengerti oleh banyak pelaku bisnis, tetapi dapat membentuk metode yang efektif
dalam menjalankan bisnis.
2.2.1.1 Transaction Vs Relationship
Pada abad 20 pemasaran melalui media masa seperti radio dan televisi sering
dilakukan, produksi masal ini diperkuat dengan metode assembly-line
standardization. Pada era produk fokus ini antara tahun 1920 sampai 1960 didapat
seluruh penjualan didapat dari transaksi. Dimisalkan, sebuah perusahaan
mengiklankan produk dengan merk A, banyak pelanggan yang terpengaruh dengan
iklan dan membeli produk bermerk A, kemudian pada minggu atau bulan selanjutnya
gelombang baru iklan mencoba menstimulasi lebih penjualan. Fokus terdapat pada
brand dan dan iklan. Penjualan dan keuntungan diperkirakan pada periode waktu
tertentu misalnya satu tahun.
9
Bisnis secara berangsur-angsur berubah, pelayanan (service) menjadi paling
penting dalam developed economy, dan hal-hal yang menjadi masalah pada pelayanan
juga berbeda. Hubungan antara pelanggan dengan penyedia pelayanan menjadi lebih
penting dibandingkan semua iklan (Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine
N. Lemon: Driving Customer Equity (p.32-33; 2000).
Sumber : Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.33; 2000)
Gambar 2.1 Product View vs Customer View
Period 1
Product A Sales
Period 2
Product A Sales
Period 3
Product A Sales
Product View (Transaction)
Customer View (Relationships)
A A B B B B B A
B BB
B BC C C
B
A A B B C C
Customer 1
Customer 3
Customer 2
Period 1 Period 3 Period 2
Customer’s Choice of Brand (A,B,C) Over Time
$ $ $
10
2.2.1.2 Current Sales Vs Future Sales
Penjualan saat ini (Current sales) merupakan gambaran yang belum
sempurna, yang lebih penting bagi perusahaan modern saat ini adalah prospek
penjualan dimasa mendatang (Future sales). Secara berangsur-angsur tetapi tidak
mempengaruhi, bisnis secara tradisional berkosentrasi pada periode penjualan saat
ini, profitability, dan efektivitas iklan dari setiap produk yang ditawarkan kini sudah
berganti. Pada perusahaan modern, pokok permasalahan atau fokus saat ini adalah
penjualan masa mendatang dan profitability, kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) dan retensi (retention), efektivitas hubungan dari setiap pelanggan.
Sebagai tolak ukur organisasi yang sehat adalah perusahaan harus mulai
menyadari tidak hanya performa saat ini dari setiap produk tetapi juga performa dari
hubungan dengan pelanggan dimasa mendatang. Pelanggan dan kelompok pelanggan
harus di evaluasi berdasarkan proyeksi lifetime value bagi perusahaan (Roland T.
Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.34;
2000).
2.2.2 Monitoring the Benefits from Customer
Memonitor lifetime value dari pelanggan merupakan definisi pertama dari
keuntungan atau manfaat yang berasal dari pealanggan, untuk itu perusahaan
sebaiknya menegaskan pendapatan keseluruhan, keuntungan keseluruhan, atau
kontribusi keseluruhan.
11
a) Revenue
Awal dari memperhitungkan lifetime value dari pelanggan berdasarkan dari
memperhitungkan pendapatan masa mendatang. Membutuhkan bangunan database
yang menyimpan alur transaksi dari setiap pelanggan keseluruhan, termasuk
pendapatan dari setiap transaksi.
Menjaga alur dari pendapatan merupakan awal yang baik, beberapa transaksi
(misal, rutin mengecek aktifitas rekening di bank) dengan low-margin, atau tidak
menguntungkan. Sementara beberapa transaksi lainnya (misal, deposito) biasanya
mempunyai margin yang tinggi. Ini berarti bahwa seorang pelanggan yang
menciptakan pendapatan yang besar dengan margin yang rendah pada transaksi boleh
jadi pelanggan yang memberikan nilai terkecil dibandingkan pelanggan yang
menciptakan pendapatan yang kecil dari margin yang tinggi dari transaksi.
b) Profit
Banyaknya pelanggan yang puas pada database merupakan alur dari profit
yang diberikan pelanggan. Sangat sulit bagi organisasi untuk berlaku adil
mengalokasikan fixed costs. Pengeluaran yang tersentral tidak langsung berhubungan
dengan pelanggan seperti pengeluaran manajemen, bangunan, peralatan, dll, yang
bisa dialokasikan kepada pelanggan dengan barbagai cara misalnya, berdasarkan
penjualan, banyaknya transaksi, direct cost, dan beberapa cara lainnya. Ini membuat
sangat sulit untuk mempertahankan alur profitabilitas pelanggan.
12
c) Contribution
Kontribusi pada profit didefinisikan sebagai pendapatan yang dihasilkan dari
pelanggan, dikurangi direct cost dari pelayanan pada pelanggan. Pendekatan ini
membutuhkan pengumpulan data pendapatan yang diberikan pelanggan per transaksi
(atau per periode), dan juga data direct cost per transaksi (atau per periode). Dari sini
kontribusi diperoleh.
2.2.3 The Nature of Repeat Purchase
Perhitungan kontibusi profit dari pelanggan yang ada merupakan langkah
yang penting, tetapi ini tidak cukup memadai untuk menghitung lifetime value dari
pelanggan. Ini dikarenakan berubah-ubahnya keinginan dari pelanggan. Pelanggan
datang dan pergi, meskipun pelanggan menguntukan saat ini, tahun depan (atau
transaksi berikutnya) mungkin saja mereka memutuskan untuk pergi. Untuk alasan
ini, perusahaan harus mempunyai konsep kerangka kerja untuk menganalisa
pergerakan ini.
a) Retention
Cara untuk memperhitungkan pergerakan pelanggan ialah dengan cara
customer retention. Frederick Reichheld menuliskan bahwa customer retention dilihat
dari beberapa sudut pandang merupakan kemungkinan pelanggan untuk berpindah
atau pergi di setiap periode atau transaksi. sebagai contoh, jika seorang pelanggan
mempunyai 90% kesempatan untuk dipertahankan dari period ke periode, maka sudut
pandang ini akan mengatakan bahwa probability mereka akan dipertahankan setelah
13
satu periode adalah 90%, setelah periode kedua 90% X 90% = 81%, setelah periode
ketiga 90% X 90% X 90% = 72.9% dan seterusnya.
US
THEM
Sumber : Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.36; 2000)
Gambar 2.2 Retention View vs Switching View
Retention View
US US
THEM
Time
Purchase 1
Purchase 2
Purchase 3
US US
THEM
Time
Purchase 1
Purchase 2
Purchase 3
(Gone forever)
US
THEM (Gone temporarily)
Switching View
US
Purchase 4
14
b) Switching
Professor Grahame Dowling dan Mark Uncles mengemukakan pendapat
dengan melihat loyalitas pelanggan dari cara pandang berbeda. Mengikuti pendekatan
yang dipergunakan para peneliti pada consumer packaged goods mereka
menempatkan perpindahan pelanggan dari satu merk ke merk lainnya dan
kemungkinan kembali lagi. Mereka menyebutnya “polygamous loyalty”. Brand yang
dipilih sekarang mempengaruhi pemilihan brand dimasa mendatang.
2.2.4 Calculating the Lifetime Value of a Customer
Perhitungan lifetime value dari pelanggan meliputi:
1. Periode waktu yang akan di analisis (misal, bulan, tahun, quarter)
2. Discount Rate (Cost of Capital perusahaan)
3. Planning horizon perusahaan (berapa periode?)
4. Frekuensi pembelian dari pelanggan di setiap periode pada product category
5. Rata-rata kontribusi pembelian dari brand
6. Brand yang paling sering dipilih oleh pelanggan
7. Estimasi probability pelanggan dari pemilihan setiap brand pada pembelian
berikutnya
Berikut model perhitungan Customer Lifetime Value:
Customer Lifetime Value Berdasarkan Time Horizon
Sumber: Journal of Service Research: Modelling Customer Lifetime Value (2006)
15
Dimana:
p1 = Price paid by a consumer at time t,
c1 = Direct cost of servicing the customer at time t,
i =Discount rate or cost of capital for the firm,
r1 = Probability of customer repeat buying or being ”alive” at time t,
AC = Acquisition cost, and
T = Time horizon for estimating CLV
Beberapa penjelasan tambahan akan membantu. Frekuensi pembelian disetiap
periode, dan rata-rata kontibusi pembelian dari brand pada setiap periode, biasanya
tidak dapat diketahui pada periode kedepan, tetapi dapat diperkirakan melalui
frekuensi dan kontribusi sekarang. Ini kadangkala dapat diatur, jika ada penjelasan
tambahan tentang bagaimana pelanggan merubah pengeluaran keseluruhan. Sebagai
contoh, dapat diketahui dari data empirik bahwa rata-rata pelanggan pada suatu
kategori produk meningkatkan pengeluaran untuk kategori produk 2% per tahun.
Rata-rata waktu pembelian pelanggan pada periode waktu adalah waktu
diantara pembelian. Ini dapat diperhitungkan dengan 1/ (rata-rata pembelian per
periode).
2.2.4.1 Projecting Share of Wallet
Dari brand yang sering dipilih dan estimasi probability pemilihan brand
berikutnya akan membangun matrix yang menggabungkan informasi ini (dapat dilihat
pada gambar 2.3). tabel pada kolom paling atas yang terjadi pada pelanggan yang saat
16
ini membeli Brand A. dapat dilihat bahwa 70% dari mereka membeli Brand A pada
pembelian berikutnya, 20% akan membeli Brand B, dan 10% akan membeli Brand C.
Pola seperti ini sering dilakukan pada banyak industri, karena Brand A melakukan
program retensi yang tinggi pada semua pelanggannya. Demikian juga bagi para
pelanggan Brand B, 10% akan berpindah pada Brand A, 80% akan tetap pada Brand
B, dan 10% akan berpindah pada Brand C.
Brand Purchased Next Time A B C A B C
Sumber : Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.39; 2000)
Gambar 2.3 The Customer Switching Matrix
20%
10%
10%
10%
25% 15%
70%
80%
60% Bra
nd C
urre
ntly
Pur
chas
ed
(Customer Retention Probabilities Circled)
17
Pada kolom diagonal yang dilingkari adalah probability customer retention
yang perusahaan tabulasikan. Tabel ini juga memperlihatkan bahwa pelanggan dapat
berpindah dari satu brand ke brand lainnya dan kembali lagi.
Sebagai contoh, probability pelanggan yang membeli Brand A akan berpindah
pada Brand B dan akan kembali lagi pada dua pembelian berikutnya adalah 20% (
kemungkinan perpindahan dari A ke B) dibagi 10% (kemungkinan perpindahan dari
B ke A) menghasilkan 2%.
Rata-rata pembelian pelanggan dua kali per periode yaitu AA, AB, AC, BA,
BB, BC, CA, CB, atau CC. setiap kemungkinan memiliki probability yang dapat
dikalkulasikan dari switching matrix, jika kita mengetahui brand apa yang terakhir
dipilih pelanggan. Dari sini kita akan dapatkan ekspektasi “share of wallet”,
persentase ekspektasi bisnis dari pelanggan untuk ketiga brand. Kita dapat
melanjutkan proses ini pada kesempatan pembelian sesuai kebutuhan (menggunakan
rata-rata waktu pembelian pelanggan) diluar planning horizon perusahaan.
2.2.4.2 Obtaining the Lifetime Value
Setelah mendapatkan proyeksi brand’s share of wallet dari pelangan ditambah
list masukan sebelumnya dapat langsung dihitung estimasi customer lifetime value
dari pelanggan. Customer lifetime value adalah total, seluruh periode dimasa
mendatang, kontribusi pelanggan pada profit pada setiap periode. Periode mendatang
sudah didiskontokan untuk merefleksikan fakta bahwa pendapatan dimasa mendatang
yang mungkin berarti dibandingkan pendapatan saat ini. Agar didapat hasil seakurat
mungkin, perhitungan customer lifetime value harus mencakupi kemungkinan
18
pelanggan saat ini untuk berpindah kepada pesaing tetapi akan kembali pada periode
mendatang.
2.2.5 Factors Influencing Lifetime Value
Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa pengaruh beberapa faktor
company-related dapat diprediksi melalui perhitungan customer lifetime value.
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi adalah time horizon dan discount rate.
a) Planning Horizon
Waktu perencanaan (planning horizon) yang pendek akan mengurangkan
customer lifetime value. Pada suatu kasus didapat hanya profit yang diperhitungkan
dan lifetime value pelanggan merupakan nilai dari pelanggan pada periode saat ini.
Selama periode dari planning horizon meningkat maka lifetime value dari pelanggan
ikut meningkat, ini dikarenakan pendapatan masa mendatang mejadi faktor dalam
perhitungan.
b) Discount Rate
Semakin tingginya discount rate perusahaan semakin kecil lifetime value dari
pelanggan. Dalam beberapa keadaan, penjualan di masa mendatang tidak terlalu
berarti dan discount rate yang sangat tinggi. Pada saat ini penjualan diperhitungkan.
Oleh karena itu, hanya penjualan saat ini yang dipermasalahkan. Pada kebanyakan,
perusahaan tidak akan memotivasi untuk meningkatkan sercice dan mensimulasi
19
customer retention. Lifetime value dari pelanggan sebagian besar berasal dari
penjualan saat ini.
Disisi lain, memperhitungkan rendahnya inflasi ekonomi dimana discount rate
rendah. Pada beberapa perusahaan, penjualan masa mendatang menghasilkan net
present value yang berarti, dimana perusahaan termotivasi untuk membangkitkan
penjualan masa mendatang melalui beberapa strategi dan service yang memuaskan.
Lifetime value dari pelanggan sangat dipengaruhi dari penjualan masa mendatang.
2.2.6 Customer Lifetime Value in Business-to-Business Market
a) Share of wallet
Pada pasar business to business pelanggan yang berbentuk perusahaan tidak
terbiasa untuk menggunakan supplier secara bersamaan. Para pelanggan melakukan
ini dikarenakan dengan cara ini mereka akan mendapatkan keuntungan pada harga
negosiasi dan membuat mereka tidak terlalu bergantung pada supplier khusus. Hasil
ini didapat bahwa pemilihan supplier adalah masalah “share of wallet”.
Dalam B2B market, customer lifetime value digambarkan dalam bentuk
"share of wallet" dimana suatu produsen atau perusahaan akan mendapatkan bagian
(wallet) yang berbeda atas merk yang dikeluarkan atau diproduksi, sehingga
konsumen bisnis seringkali berpindah merek atau identitas dalam rangka mencari
tingkat utilitas masing-masing. Hal ini mengakibatkan terjadinya "share of wallet".
Oleh karena itu, tugas seorang marketer adalah mengatur bagaimana membuat
perencanaan yang matang sehingga nilai ekuitas pelanggan meningkat secara
simultan atau berkesinambungan, hal ini berdampak pada meningkatnya "share of
20
wallet" perusahaan yang bertambah dan pada akhirnya nilai customer lifetime value
perusahan juga meningkat.
b) “Fuzzy” Brand Choice
Pada pasar business to business pelanggan bukan memilih brand A atau B
atau C secara eksklusif tetapi lebih memilih sebagian dari brand A kemudian dari
brand B dan seterusnya. Logika ini disebut “fuzzy logic”. Misalnya pada business to
business digunakan pada pemilihan brand.
c) Calculating Lifetime Value
Setelah proyeksi share of wallet dilakukan, perhitungan lifetime value dari
pelanggan sama dengan memperhitungkan pelanggan pada pasar. Secara general
tentunya nilai dari pelanggan lebih tinggi pada pasar business to business.
d) Other Factor That Effect Lifetime Value
Faktor-faktor lain pada lifetime value seperti maintenance cost, marketing cost
dan efek loyalitas (increasing revenues, decresed cost, word of mouth, and
upgrading).
e) Relationship Maintenance Cost
Terutama pada service yang berkelanjutan terdapat customer specific cost
yang berhubungan dengan membina hubungan dengan pelanggan (maintaining
customer relationship). Relationship maintenance cost bukan meruapakan direct cost
21
yang terdapat dalam transaksi melainkan biaya yang dikeluarkan untuk membina
hubungan baik dengan pelanggan dan customer lifetime value mencakupi biaya ini.
f) Marketing Expenditure
Pendekatan langsung marketing misalnya direct mail harus didefinikan
sebagai faktor dalam customer lifetime value. Pendekatan pada segmen yang spesifik
juga akan mempengaruhi, apabila memungkinkan untuk mengidentifikasi biaya yang
berasal dari pelanggan yang sprsifik.
g) Increasing Revenues
Salah satu keuntungan dari long term customer adalah mereka akan
memperlihatkan kecenderungan dari keuntungan yang meningkat dari period ke
periode pada perusahaan. Apabila kecenderungan ini dapat dipastikan secara empiric
pada semua pelanggan, maka perhitungan customer lifetime value dapat dijadikan
dasar bagi efek ini.
h) Decreased Cost
Keuntungan lain dari long term customer adalah mereka “learn the drill” yaitu
mereka tahu apa yang mereka perlukan. Mereka sangat ahli menjadi pelanggan
perusahaan. Pada gilirannya, mengarahkan pada pengurangan biaya, karena beberapa
permintaan pelanggan kurang diperhatikan, membuat sedikit kesalahan. Efek ini juga
meruapakan bagian dari customer lifetime value. Walaupun mengestimasi efek ini
secara akurat mungkin akan problematic.
22
Sumber : Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.45; 2000)
Gambar 2.4 Increasing Profit for Long-Term Customers
i) Word of Mouth
Keuntungan lain dari pelanggan jangka panjang adalah dengan tidak
mengindahkan formulasi dari efek word of mouth. Utnuk itu, apabila pelanggan
senang dapat mempengaruhi pelanggan lain untuk membeli, dan akan berdampak
langsung pada pendapatan dan keuntungan perusahaan. Perhitungan customer lifetime
value yang menghilangkan word of mouth biasanya meremehkan the lifetime value.
$ Costs
Profits
Revenues
Time as Customer
23
j) Cross-Seling
Pelanggan jangka panjang biasanya dapat cross-sold dengan produk lainnya.
Perusahaan yang pandai akan menyusun database pelanggan mereka dengan
memperlihatkan bisnis dengan pelanggan pada dokumen pelanggan dan ringkasan
berdasarkan total revenue, total cost, dan total contribution terhadap profit.
k) Upgrading
Hampir sama dengan cross selling terkadang pelanggan akan berpindah dari
produk biasa menjadi produk dengan kualitas premium, perusahaan yang pandai akan
men-set up semua data para pelanggannya menjadi satu.
2.2.7 Dynamic Influences on Lifetime Customer Value
a) New Entrance
Perusahaan sebaiknya berhati-hati akan para pesaing yang akan berpengaruh
terhadap customer lifetime value. Persaingan yang sangat berpengaruh terhadap
customer lifetime value adalah persaingan yang datang dari pesaing baru dalam
industry.
b) Competitive Reaction
Faktor kompetisi lain yang sangat berpengaruh adalah competitive reaction to
strategic initiatives. Apabila inisiatif strategi ini visiable dan effective maka
memungkinkan akan menyebabkan competitive response. Di sisi lain, competitive
24
reaction mungkin akan berdampak merugikan pada customer lifetime value
perusahaan.
2.3 Customer Equity
Customer Equity Management adalah sistem pemasaran integrative dan
dinamis yang memanfaatkan teknik-teknik penilaian finansial dan data mengenai
pelanggan untuk mengoptimalkan akuisisi, retensi, dan penjualan produk-produk
tambahan kepada para pelanggan perusahaan, dan untuk memaksimumkan nilai relasi
pelanggan selama siklus hidupnya bagi perusahaan (Blattberg, Getz, Thomas, 2001,
p.3)
Customer equity is term used to describe the asset value of the relationship.
The value of customer equity is determinded by customer”s volume of purchase, the
margin of those purchases, and duration of the purchase stream. (Wayland, Cole,
1997, p.5)
Tujuan Manajemen Relasional Pelanggan (CRM: Customer Relationship
Management) adalah untuk menghasilkan ekuitas pelanggan (Customer Equity) yang
tinggi. Ekuitas pelanggan adalah total nilai seumur hidup semua pelanggan
perusahaan yang didiskontokan. Yang jelas, semakin setia pelanggan, semakin tinggi
ekuitas pelanggan. (Rust, Zeithmal, dan Lemon, 2000).
2.3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Customer Equity Menurut Para Ahli
2.3.1.1 Menurut Philip Kotler
25
Menurut Philip Kotler ada tiga faktor yang mempengaruhi terciptanya
Customer Equity yaitu:
1. Ekuitas Nilai adalah penilaian objektif pelanggan atas kegunaan tawaran
berdasarkan pemikirannya tentang manfaat yang kemudian dibandingkan
dengan biayanya. Sub-pendorong (subdriver) ekuitas nilai adalah mutu, harga,
dan kenyamanan. Tiap-tiap industri harus mendefinisikan faktor-faktor
spesifik yang melandasi tiap-tiap sub-pendorong dalam rangka menemukan
program yang bisa memperbaiki ekuitas nilai.
2. Ekuitas Merek adalah penilaian subyektif dan tak berwujud pelanggan
terhadap merek, yang diluar dan melampaui nilai yang dipikirkan secara
objektif. Sub-pendorong ekuitas merek adalah kesadaran pelanggan akan
suatu merek, sikap pelanggan terhadap merek, dan pemikiran pelanggan
mengenai etika merek. Perusahaan menggunakan iklan, humas, dan alat
komunikasi lain untuk mempengaruhi sub-pendorong tersebut. Ekuitas merek
itu lebih penting daripada pendorong ekuitas pelanggan lainnya jika
produknya kurang terdiferensiasi dan memiliki dampak emosional yang lebih
besar.
3. Ekuitas Relasional adalah kecenderungan pelanggan untuk tetap setia pada
merek, yang diluar dan melampaui penilain objektif dan subjektif atas
nilainya. Sub-pendorong ekuitas relasional mencakup program kesetiaan, dan
program pemahaman dan perlakuan khusus, program pembentukan
komunitas, dan program pembentukan pengetahuan. Ekuitas relasional sangat
penting jika relasi pribadi banyak diperhitungkan dan jika pelanggan
26
cenderung terus berhubungan dengan para pemasok sepenuhnya berdasarkan
kebiasaan atau yang tidak pernah berubah.
2.3.1.2 Menurut Robert C. Blattberg, Garry Getz, Jacquelyn S. Thomas
1. Acquisition Equity
Sejumlah pelanggan baru yang diperoleh dari hasil usaha-usaha pemasaran
yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Perusahaan harus memiliki asset
terlebih dahulu sebelum mereka bisa mengelolanya. Untuk alasan ini, akuisisi
pelanggan patut diperhatikan. Tidak hanya untuk alasan ini, akuisisi pelanggan juga
penting untuk alasan-alasan lainnya. Jelasnya adalah bahwa semua perusahaan
termasuk perusahaan dengan tingkat retensi tinggi kehilangan pelanggan dan
selanjutnya mereka secara terus-menerus harus mencari asset pelanggan baru. Kedua,
semakin efisien dan efektif akuisisi pelanggan yang dimiliki sebuah perusahaan,
semakin besar kesempatan untuk asset pelanggan yang bisa diperoleh yang retensi
dan nilai add-on selling bisa didapatkan.
Ketiga, hubungan pelanggan-perusahaan yang berkembang selama tahap
akuisisi sangat mempengaruhi retensi dan add-on selling. Banyak yang bergantung
pada jenis pelanggan yang dimiliki sebuah perusahaan dan pada ekspektasi yang
dimiliki pelanggan ini. Banyak perusahaan beryindak seolah-olah elemen-elemen
stratejik ekuitas pelanggan—akuisisi, retensi, Add-on selling—berfungsi secara
terpisah. Misalnya, perusahaan sering menganalisa data tentang pelanggan yang ada
tanpa mempertimbangkan data respon dan interaksi tentang prospek/calon pelanggan
yang belum dimiliki. Hal ini mengakibatkan salah pengambilan kesimpulan dan
27
hilangnya kesempatan karena tidak adnya pengetahuan tentang apa yang menghalangi
prospek tersebut untuk menjadi pelanggan. Gagal menghubungkan akuisisi pelanggan
dengan retensi juga mengakibatkan kesalahan lainnya. Termasuk ramalan yang tidak
tepat tentang berapa lama pelanggan akan tetap bertahan, profitabilitas pelanggan,
dan dampak dari usaha-usaha pemasaran. Hasilnya adalah sebuah strategi pemasaran
akuisisi yang tidak jelas yang tidak menyentuh hal penting, yaitu Customer Equity.
2. Retention Equity
Pelanggan yang melakukan pembelian ulang produk atau service dalam waktu
tertentu. Retensi, seperti halnya akuisisi, tidak mudah didefinisikan. Satu definisi
retensi pelanggan yang mungkin adalah pelanggan terus melakukan pembelian
produk atau jasa setelah periode tertentu. Sayangnya, tidak semua produk dibeli
secara cukup sering untuk membuat definisi ini bisa diterapkan kepada banyak
pembelian produk bernilai tinggi dan frekwensi jarang. Dalam industri komisi,
misalnya, seorang pelanggan yang tidak membeli keamanan untuk beberapa waktu
tertentu (misal: empat bulan atau setahun) tetapi mungkin berkeinginan untuk
membeli ketika kondisinya tepat.
Definisi ini, tentu saja, menimbulkan pertanyaan. Bagaiman mendefinisikan
produk alur pembelian lama? Untuk menyesuaikan keuangan serupa yang
melaporkan periode untuk sebuah perusahaan, definisi ini memudahkan analisa
retensi untuk mendefinisikan produk alur pembelian lama sebagai produk dengan alur
pembelian lebih lama dari satu tahun.
28
Di beberapa bisnis, perhatian pelanggan tidak dapat ditentukan dari
pengeluaran keuangan. Misalnya, beberapa majalah online seperti Salon.com yang
tidak mengharuskan pembacanya mambayar. Akan tetapi, pembaca yang sering dan
teratur membaca bisa dianggap sebagai pelanggan tetap karena mereka memberi
tanda kepada perusahaan melalui tingkah laku mereka bahwa mereka ingin
melanjutkan hubungan mereka dengan perusahaan. Jadi, definisi retensi tidak boleh
berasumsi bahwa pengasilan dari seorang pelanggan menentukan apakah pelanggan
itu setia atau tidak.
Attrition dan silent attrition juga adalah istilah penting. Attrition
(pengurangan) trejadi ketika pelanggan memutuskan untuk tidak menggunakan lagi
produk atau jasa dan telah mengkomunikasikan hal tersebut kepada perusahaan
bahwa ia bukan lagi pelanggan meraka. Tetapi, kebanyakan pelanggan tidak
mengkomunikasikan hal serupa kepada perusahaan bahwa mereka telah berhenti
menjadi pelanggan. Silent attrition terjadi ketika pelanggan telah memutuskan untuk
tidak lagi membeli produk atau jasa tetapi tidak mengkomunikasikan kepada
perusahaan bahwa ia tidak lagi menjadi pelanggan.
Satu hal penting: Retensi tidak sama dengan loyalitas atau “bagian dari
persyaratan”. Seorang pelanggan yang menginvestasikan sebagian uangnya melaui
broker tradisional dan sebagian uangnya lagi melalui broker internet tidak bisa
dianggap sebagai pelanggan setia pada salah satu broker tersebut, tetapi pelanggan ini
terpelihara oleh kedua broker tersebut. Jadi, pelanggan yang terpelihara tidak perlu
menjadi pelanggan setia.
29
3. Add-on Selling
aktivitas yang berhubungan dengan menjual berbagai macam produk dan jasa
tambahan kepada pelanggan sekarang.
2.3.1.3 Menurut Roland T. Rust, Valerie A. Zeithaml, Katherine N. Lemon
1. Value Equity, Bagi semua pelanggan, keputusan untuk memilih berdasarkan
pada persepsi dari Value yang merupakan susunan persepsi dari kualitas, harga
dan Convenience. Persepsi ini terbentuk dari cognitive, objective, dan rational.
Dapat disebutkan Customer Equity diperoleh dari persepsi nilai pelanggan
(Customer Value) yaitu Value Equity perusahaan. Value equity merupakan nilai
dari konsumen di masa mendatang yang memberikan kontirbusi terhadap
perusahaan sekarang berdasarkan tingkat diskon tertentu dalam jangka waktu
tertentu.
2. Brand Equity, Pelanggan juga mempunyai persepsi dari sebuah merek (brand)
yang tidak dapat dijelaskan dari objective attributes. Dapat disebutkan Customer
Equity didapat dari penilaian subjektif dari sebuah merek yaitu Brand Equity
perusahaan. Brand equity merupakan nilai dari merk perusahaan, dimana peneliti
tidak memperhitungkan nilai ekuitas dari merk perusahaan ytang diteliti yang
dapat memepengaruhi customer lifetime value secara keseluruhan. Hal ini
dikarenakan perusahan yang dijadikan sampel penelitian merupakan perusahaan
Wholesales, sehingga kekuatan merek kurang diperhatikan (dibandingkan
perusahaan retail). Perusahaan ini lebih melihat kekuatan saluran distribusi baik
secara Wholesales maupun Business to business (distributor).
30
3. Retention Equity, Customer Equity berasal dari pemilihan pelanggan terhadap
bisnis yang akan dijalankan bersama perusahaan. Beberapa bisnis perusahaan
berasal dari pelanggan yang sering melakukan pembelian dan memilih kembali
dan beberapa lainnya diperoleh dari pelanggan yang belum pernah melakukan
pembelian atau pelanggan baru. Bagi pelanggan yang melakukan pembelian
ulang, program retention dan relationship-building activities akan meningkatkan
keingginan pelanggan untuk kembali memilih perusahaan. Dapat dikatakan
Customer Equity diperoleh dari program retention dan relationship building yaitu
Retention Equity.
Sumber : Roland T. Rust; Valarie A. Zeithaml; Katherine N. Lemon: Driving Customer Equity (p.9; 2000)
Gambar 2.5 Drivers of Customer Equity
CUSTOMER EQUITY
VALUE EQUITY
BRAND EQUITY
RETENTION EQUITY
31
Faktor retention equity mempengaruhi nilai customer lifetime value perusahaan
secara tidak langsung, hal ini dikarenakan dapat dilihat dari data nilai penjualan
per konsumen per tahunnya, selain itu faktor ini merupakan parameter dari besar
kecilnya ekuitas pelanggan dalam waktu tertentu. Nilai RE (relationship equity)
yang tinggi akan meningkatakan nilai Ekuitas pelanggan sehingga menghasilkan
Nilai customer lifetime value perusahaan yang tinggi juga.
2.3.2 Pendekatan Customer Equity
Ada dua alasan utama mengapa perusahaan menggunakan pendekatan
customer equity (Blattberg, Getz, Thomas, 2001, p.7), yaitu:
1. Beberapa teknologi baru yang dibutuhkan bisa digabungkan untuk
menghasilkan asset berbasis manajemen.
2. Untuk menyesuaikan perubahan-perubahan yang muncul dalam bisnis saat ini,
kecanggihan teknologi ini menjadi suatu persyaratan pengelolaan pemasaran
untuk memperbesar jumlah nilai asset pelanggan perusahaan.
Customer Equity bergantung pada teknologi karena customer equity menuntut
kemampuan membuat dan menggunakan database pembelian pelanggan. Perusahaan
yang bisa menggunakan semua data tentang perilaku pembelian pelanggan akan
mendapatkan pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan akan
lebih efektif menjual daripada perusahaan yang tidak menggunkan data tersebut.
Selain daripada itu, perusahaan yang menggunakan data mampu menghubungkan
pengetahuan mereka dengan data biaya secara sangat efisien. Gambar 2.6
menunjukan elemen-elemen utama dari model customer equity.
32
Sumber : Blattberg, Getz, Thomas, 2001, P.11
Gambar 2.6 The Customer Equity Model
Customer Equity bergantung pada teknologi karena customer equity menuntut
kemampuan membuat dan menggunakan database pembelian pelanggan. Perusahaan
yang bisa menggunakan semua data tentang perilaku pembelian pelanggan akan
mendapatkan pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan akan
lebih efektif menjual daripada perusahaan yang tidak menggunkan data tersebut.
Selain daripada itu, perusahaan yang menggunakan data mampu menghubungkan
pengetahuan mereka dengan data biaya secara sangat efisien. Gambar 2.6
menunjukan elemen-elemen utama dari model customer equity.
2.3.3 Dasar-dasar Customer Equity
Add-on Selling
Retention Aquisition
Customer Life Cycle
Spending
33
Customer Equity Management bergantung pada empat pilar untuk
memaksimalkan nilai dari pelanggan sebagai asset finansial.
1. Mengatur daur hidup pelanggan
2. Mengeksploitasi kekuatan database
3. Mengukur nilai pelanggan yang tepat
4. Mengoptimalkan gabungan dari akuisisi, retensi, dan penjualan produk-
produk tambahan
Empat pilar customer equity management ini memberikan kepada perusahaan
stuktur yang dibutuhkan untuk mentargetkan, mengolah, dan mendapatkan hasil nilai
pelanggan.
1. Customer Life Cycle
Customer equity management mengakui bahwa hubungan pelanggan dengan
perusahaan, seperti halnya hubungan–hubungan pada umumnya tidak terkait waktu.
Gambar 2.3 menunjukan lima tahapan daur hidup pelanggan: Prospects, first time
buyers, early repeat buyers, core customers, dan defectors.
• Proscpects :
Prospects belum menjadi pelanggan, tetapi mereka mewakili nilai potensial
• First Time Buyers :
Pelanggan melangkah ke tahapan ini setelah melakukan satu kali pembelian
• Early Repeat Buyers :
Pelanggan berada pada tahap ini setelah mereka melakukan satu kali
pembelian ulang
34
Gambar 2.7 The Customer Life Cycle
• Core Customers :
Pelanggan memasuki tahapan ini setelah mereka memulai untuk melakukan
pembelian ulang secara teratur
• Defactors :
Pelanggan menjadi berhasrat untuk berubah, beberapa faktor bisa menjadi
alasannya, produk atau jasa pesaing baru, masalah pelayanan pelanggan yang
tidak sepantasnya, atau kebosanan pelanggan.
2. Mengekspolitasi kekuatan Database
Untuk itu, perusahaan membutuhkan database pelanggan dalam pelngelolaan
asset pelanggan. Tanpa pengetahuan tentang database yang bisa digunakan untuk
menerka tinglah laku pelanggan di masa mendatang, perusahaan akan mengalami
First-Time and Early Repeat
Buyers
Core Customers
Defectors
Prospects Stage in Life Cycle
Customer Equity
35
kesulitan untuk menentukan pilihan strategi dan taktik ketika berhadapan dengan
masalah akuisisi, retensi, dan penjualan produk tambahan lainnya.
Manfaat database sangat penting untuk membuat target dan analisis karena
dengan database memungkinkan perubahan tingkatan; dan segmentasi tingkat tiga
(self-selection) ke segmentasi tingkat satu: kreasi dari penawaran masing-masing
individu dilakukan berdasarkan karakteristik dan tingkah laku pelanggan.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang memasukkan database ke dalam
hubungan dan upaya-upaya penilaian pelanggan mereka sebagai bagian dari
pendekatan customer equity yang lebih luas lagi akan mampu menyeimbangkan
program-program akuisisi dengan upaya-upaya yang diinginkan dan akan mampu
memperoleh nilai asset pelanggan yang besar.
3. Mengukur Nilai Pelanggan Yang Tepat
Customer Equity Management meitik beratkan pada kemampuan mengukur
dan membentuk nilai pelanggan. Sebuah perusahaan bisa saja menentukan hubungan
matematis antara harga akuisisi tersebut berdasarkan dampak-dampaknya bagi
customer equity. Hal yang sama, sebuah perusahaan bisa saja membuat tingkatan
retensi sebagai suatu fungsi penetapan harga retensi bagi tingkat retensi. Fungsi ini
nantinya akan mampu menentukan penetapan harga retensi tertinggi per segmen
berdasarkan pada nilai jangka panjang pelanggan, bukan hanya pada penjualan saat
ini. Persamaan mendasar model statistic dan analitik menjelaskan penetapan harga,
pembuatan iklan dan hubungan pembuatan keputusan sehingga perusahaan bisa
36
mengelola semua itu untuk membuat akuisisi lebih besar, meningkatkan penjualan
produk-produk tambahan, taktik dan pengeluaran retensi.
4. Mengoptimalkan Gabungan dari Acquisition, Retention, dan Add-on Selling
Customer Equity Management terbentuk oleh tiga strategi inti: akuisisi,
retensi, dan penjualan produk-produk tambahan. Kebanyakan perusahaan
mengembangkan inisiatif-inisiatif bagi pelayanan pelanggan baru untuk
meningkatkan retensi. Mereka membuat produk-produk baru untuk meningkatkan
keuntungan melalui add-on selling. Mereka hampir tidak pernah mencari tahu
hubungan antara strategi-strategi ini ataupun analisa keuangan yang diteliti
memerlukan waktu untuk menunjukan strategi mana yang banyak mendapatkan
investasi terbesar pada waktu-waktu tertentu.
2.4 Strategic Marketing
Terdapat beberapa strategi dalam Customer-Level Marketing yang diuraikan
dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Customer-Level Marketing Strategy
Tactics Description Link to Financial Performance
Choose the
right customer
Langkah pertama untuk mencapai strategi
marketing yang sukses adalah mengetahui
pelanggan mana yang berpotensi
memberikan value back kepada perusahaan.
Untuk itu, perusahaan perlu melakukan
Melakukan pengukuran customer
lifetime value merupakan dasar dari
membangun variabel customer-level
strategy. Mengetahui value dari setiap
pelanggan membantu perusahaan
37
pengukuran customer lifetime value dari
setiap pelanggannya.
untuk menambah performa kinerja
keuangan perusahaan dengan memilih
hanya pelanggan yang tepat.
Contact the
customer
Setelah perusahaan mengetahui value dari
setiap pelanggan, langkah selanjutnya adalah
perusahaan membutuhkan penetapan metode
yang optimal dan frekuensi komunikasi
dengan pelanggan guna meelanjutkan
memaksimalkan value dari setiap pelanggan
di masa depan.
Berhubungan dengan pelanggan yang
tepat dengan frekuensi komunikasi
yang tepat pula membantu perusahaan
pada posisi komunikasi yang
streamline dan mengoptimalkan
pendapatan dari setiap maketing
communication
Send the right
message at the
right time
Perusahaan sebaiknya dapat menentukan
produk-produk yang paling sering dibeli oleh
para pelanggan. Dengan ini memungkinkan
perusahaan dalam menyesuaikan pesan yang
spesifik pada setiap pelanggan guna
mendapatkan response rate yang tinggi dari
pelanggan.
Mendapatkan response rate yang
tinggi dari pelanggan dengan
mengetahui produk-produk yang
paling sering mereka beli membantu
perusahaan mencapai level performa
financial yang tinggi dengan
menurunkan marketing cost dan
menaikkan pendapatan (revenue).
Manage
multichannel
shopping
Perusahaan sebaiknya tidak mengharapkan
dari para pelanggan akan membeli produk
pada satu tempat/channel. Oleh karena itu,
sangat penting bagi perusahaan untuk
mengetahui profil dan kebiasaan pembelian
pada pelanggan yang membeli pada satu,
banyak, atau seluruh tempat/channel untuk
membantu perusahaan mengambil keputusan
dalam menunjukkan pelanggan pada pilihan
tempat/channel baru yang dibuat perusahaan.
Dengan mengetahui pelanggan yang
paling sering melakukan pembelian di
berbagai tempat membantu
perusahaan mentargetkan pealanggan
untuk menggunakan tempat/channel
baru dalam melakukan pembelian.
Pelanggan yang melakukan pembelian
di lebih dari satu tempat seringkali
lebih banyak berbelanja dibandingkan
dengan pelanggan yang hanya
membeli di satu tempat/channel.
38
Manage high-
cost customers
Perusahaan selalu mempunyai pelanggan
yang memberikan level revenue yang tinggi
dan memerlukan biaya yang tinggi pula
untuk melayaninya. Sebaiknya perusahaan
berfokus pada profitability yang dihasilkan
dan bukan pada cost. Disarankan untuk
mencoba memindahkan kelompok pelanggan
yang memberikan kontribusi profit kecil ke
dalam kelompok dengan biaya yang rendah
guna menjadikan mereka menjadi lebih
menguntungkan.
Memindahkan pelanggan yang
memerlukan pembiayaan yang tinggi
(high cost customer) ke dalam
kelompok pelanggan dengan
pembiayaan yang rendah akan
membantu perusahaan mengurangi
biaya marketing pada pelanggan yang
mempunyai nilai (value) rendah guna
meningkatkan profitability secara
keseluruhan.
Find and keep
the right
customers
Mengambil keputusan untuk mengakuisisi
(acquire) dan mempertahankan pelanggan
(retention) sebaiknya tidak dilakukan secara
bebas. Perusahaan perlu mengetahui
bagaimana menyeimbangkan sumber daya
secara tepat untuk mempertahankan
pelanggan yang tepat, sementara itu pada
saat yang bersamaan perusahaan mencari
kemungkinan (prospect) pelanggan yang
akan memberikan kontribusi probability
yang tinggi dan future value back pada
perusahaan.
Memperoleh pelanggan baru dan
mempertahankan pelanggan yang
berpotensi mempunyai high value di
masa mendatang akan memberikan
kesempatan terbaik bagi perusahaan
untuk meningkatkan profitabilitas
secara keseluruhan di masa
mendatang.
Manage
loyalty and
profitability
simultaneously
Pelanggan yang loyal belum tentu pelanggan
yang memberikan kontribusi keuntungan
(profitable) besar. Karenanya, perusahaan
perlu menentukan apakah para pelanggannya
yang loyal maupun tidak mungkin
memberikan kontribusi high positif lifetime
value dan perusahaan dapat bekerja sama
dengan para pelanggan untuk
Mengadakan program kesetiaan
(loyalty program) bagi pelanggan
dengan saling memberikan manfaat
antara pelanggan dan perusahaan.
Seperti perusahaan memberikan
layanan tambahan bagi pelanggan
yang memberikan kontribusi
keuntungan (profitable) pada
39
memaksimalkan profitability, customer
equity, dan shareholder value bagi
perusahaan.
perusahaan, kemudian keuntungan
bagi perusahaan dengan meningkatnya
probability keseluruhan perusahaan. Sumber : V. Kumar dan J. Andrew Petersen: Using a Customer-Level Marketing Strategy to Enhance Firm Performance: A Review of Theoretical and Empirical Evidence (p.509; 2005)