Bab II Brugia Malayi

5
BAB II BRUGIA MALAYI

description

jj

Transcript of Bab II Brugia Malayi

BAB IIBRUGIA MALAYI

1.1 Definisi dan MorfologiBrugia malayi adalah nematoda (cacing gelang), salah satu dari tiga agen penyebab filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah , adalah kondisi yang ditandai oleh pembengkakan pada tungkai bawah (Sutanto, 2011).Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria dijumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa mirip bentuknya dengan W. bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm. Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah bentuk ekornya yangn mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti. Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodik nokturna. Nyamuk yang dapat menjadi vektor penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vektor brugiasis zoonotik) (Sutanto, 2011).

1.2 EpidemiologiBrugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur (Sutanto, 2011).

1.3 Siklus Hidup

1.4 PatofisiologiBrugia timori / malayi ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa (Sutanto, 2011).

1.5 Pemeriksaan PenunjangDiagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah dengan tetesan darah tebal atau tipis (Haryuningtyas, 2010).

1.6 PenatalaksanaanHingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan masal pemberian dosis standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2 0,4 % selama 9 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan dengan pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat diobati dengan DEC (Sutanto, 2011).

1.7 Pencegahan Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi (Sutanto, 2011).

Referensi:Haryuningtyas D, 2010, Deteksi Mikrofilaria/Larva Cacing Brugia Malayi pada Nyamuk dengan Polimerase Chain Reaction, Balai besar penelitian veteriner Vol. 13 No. 3, Diakses pada 21 desember 2014, http://bbalitvet.litbang.pertanian.go.id/eng/attachments/142_15SciPub.pdf.

Sutanto I, dkk, 2011, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Edisi 4, Badan Penerbit FKUI, Jakarta.