Bab II Bencana
-
Upload
esti-kurniati -
Category
Documents
-
view
156 -
download
6
Transcript of Bab II Bencana
1. TINJAUAN TEORI
2.1 Tahap Respon
2.1.1 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat dan Bencana Terpadu (SPGDT)
Kegiatan penanggulangan bencana meliputi upaya operasional yang bersifat
koordinatif dilaksanakan dalam bentuk kegiatan mitigasi bencana. Mitigasi
Bencana adalah meminimalkan dampak bencana terhadap kehidupan manusia,
sehingga kerugian jiwa dan material serta kerusakan yang terjadi dapat segera
diatasi melalui upaya mitigasi yang meliputi kesiapsiagaan (preparedness) serta
penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan (SK Sekertaris Badan
Koordinasi Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi/No. 2 Tahun
2001). Dalam tahap respon mitigasi bencana ada Sistem Gawat Darurat dan
Bencana Terpadu (SPGDT).
SPGDT adalah sebuah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit
kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan
multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Sejak
tahun 2000 sampai saat ini kejadian kegawatdaruratan Indonesia meningkat
seiring dengan terjadinya berbagai bencana yang karena kejadian alam (gempa
bumi, gunung meletus, tsunami, dll) maupun karena ulah manusia (kecelakaan,
kerusuhan, terorisme). Dan sejak itulah Departemen Kesehatan melahirkan
sebuah sistem dalam penanganan gawat darurat di Indonesia, yang mencakup
penanganan sehari-hari maupun pada saat terjadi musibah massal dan bencana.
(Handbook BTCLS Dinkes, 2012).
Pengelolaan SPGDT korban massal terbagi ke dalam tiga area :
i. Layanan kedaruratan Pra rumah sakit (pencarian dan penyalamatan, pertolongan
pertama, triage, dan stabilisasi korban).
ii. Penerimaan dan perawatan di rumah sakit (Intra rumah sakit).
4
5
iii. Redistribusi pasien ke rumah sakit lain jika diperlukan (Antar rumah sakit)
(Pan American Health organization, 2003).
Sistem pra rumah sakit pada bencana adalah penanggulangan
kegawatdaruratan pada bencana tergantung pada baik atau buruknya
penanggulangan kegawatdaruratan sehari-hari. Pada fase acute respon terhadap
bencana maka yang perlu dilakukan adalah :
i. Acute Emergency Response
Melaksanakan tindakan rescue, triage, resusitasi, stabilisasi, diagnosis dan terapi
definitive.
ii. Emergency Relief
Menyediakan makan, minum, tenda, jamban, dan sarana lainnya untuk korban
yang sehat.
iii. Emergency Rehabilitation
Perbaikan infra struktur ; jalan, jembatan, listrik, telepon, air bersih dan sarana
dasar lain untuk kelancaran pertolongan.
Orang awam dan orang awam khusus ini harus dilatih bagaimana menangani
korban gawat darurat dengan alat sederhana yang ditemukan disekitarnya, yaitu
dengan cara :
1. Melakukan permintaan pertolongan (call for help), di Jakarta dapat
menghubungi telefon 118 (bebas pulsa).
2. Melakukan Basic Life Support (RJP).
3. Menghentikan perdarahan.
4. Memasang balut bidai.
5. Memindahkan korban dengan benar.
Sistematika bantuan hidup dasar primer saat ini lebih dipermudah, yang
memungkinkan orang yang tidak terlatih dapat melakukan bantuan hidup dasar
pertama secara baik. Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C – A – B
(Circulation, Airway, Breathing). Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup
dasar ini sesuai dengan panduan yang terbaru dari American Heart Association
6
mengenai bantuan hidup dasar, bahwa korban yang mengalami henti jantung
umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung. Sehingga kompreesi
secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu unntuk mencari
sumbatan benda asing pada jalan nafas.
2.1.2 Manajemen bencana (management support dan management treatment)
Pengelolaan didefinisikan sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya,
pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam mengendalikan atau
mengelola kegiatan (New Webster Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1988;
Webster’s New World Dictionary , 1983; Collins Cobuild, 1988).
Pemerintah telah menetapkan Undang– Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penangulangan Bencana yang didalamnya memuat ketentuan umum; landasan,
asas dan tujuan; tanggung jawab dan wewenang (Pemerintah dan Pemerintah
Daerah); hak dan kewajiban masyarakat; peran lembaga dan usaha dan lembaga
internasional; penyelenggaraan penangulangan bencana; pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana; pengawasan; penyelesaian sengketa dan ketentuan
pidana ; ketentuan peralihan dan penutup.
Undang– undang nomor 24 tahun 2007 ini sesungguhnya merupakan kebijakan
pemerintah RI yang mengikat bagi pemerintah itu sendiri maupun seluruh rakyat
Indonesia serta lembaga donor (asing dan domestic) dalam hal penanggulangan
bencana di Indonesia. Undang– undang ini masih mensyaratkan beberapa
peraturan pemerintah dan peraturan lain di bawahnya namun secara filosofis
sudah memuat ketentuan pokok penanggulangan bencana seperti berikut.
i. Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan
wewenang pemerintah dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara
terencana, terpadu dan terkoordinasi dan menyeluruh.
ii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat
dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Penanggulangan Bencana ( Pusat dan/ atau
Daerah) yang terdiri unsur pengarah dan pelaksana.
iii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan
hak– hak masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan social,
7
pendidikan dan keterampilan, serta partisipasi dalam pengambilan dalam
pengambilan keputusan dalam hal penanggulangan bencana.
iv. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap para-
bencana, saat tahap tanggap darurat, dan pasca bencana yang masing– masing
mempunyai karekteristik penanganan berbeda.
v. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat
didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/ atau daerah (APBN
dan/ atau APBD) juga didukung dengan dana siap pakai yang
pertanggungjawabannya dilakukan melalui mekanisme khusus.
vi. Penyelengaraan penanggulangan bencana diawasi oleh pemerintah dan
masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan.
vii. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam konteks undang–
undang ini memuat sanksi pidana dan perdata agar ditaati dan/ atau menimbulkan
efek jera bagi para pihak yang berbuat lalai atau sengaja karena perbuatannya
menimbulkan bencana.
Undang– undang ini memuat tanggung jawab, wewenang pemerintah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, serta hak dan kewajiban masyarakat
dalam penanggulangan bencana. Secara rinci, tanggung jawab pemerintah adalah
sebagai berikut.
i.Pengurangan risiko bencana dan pemanduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan.
ii. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana
iii. Penjamin pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
iv. Pemulihan kondisi dari dampak bencana
v. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan
dan belanja Negara memadai.
vi. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap
pakai
vii. Pemeliharaan arsip atau dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak
bencana.
8
Sedangkan, wewenang pemerintah adalah sebagai berikut :
i. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional
ii. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsure-unsur
kebijakan penanggulangan bencana.
iii. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
iv. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan
Negara lain, badan – badan atau pihak internasional.
v. Perumusan kebijakan mencegah pengguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan.
vi. Pengendalian pengumpulan uang atau barang yang bersifat nasional.
Sementara itu, hak setiap orang adalah sebagai berikut :
i.Mendapatkan perlindungan social dan rasa aman, khususnya bagi kelompok
masyarakat rentan bencana
ii. Mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
iii. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan
penanggulangan bencana.
iv. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan
program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan
psikososial.
v. Berpartisipasi dalam pegambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.
vi. Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
Tahapan pengelolaan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi
dan pemeliharaan, organisasi, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada evaluasi
dan monitoring. Phase utama dan fungsi pengelolaan atau manajemen secara
umum termasuk dalam pengelolaan bencana, meliputi (Grigg, 1992) :
9
i. Planning
Proses perencanaan umumnya melalui langkah – langkah :
1. Identifikasi masalah bencana atau bias juga identifikasi sasaran/ tujuan
pengelolaan bencana yang ditargetkan. Hal ini terkait dengan visi dan misi
pengelolaan bencana yang ditargetkan. Hal ini terkait dengan visi dan misi
pengelolaan bencana baik nasional, provinsi maupun kabupaten kota.
2. Pengumpulan data primer dan
sekunder: data primer dapat diperoleh dari pengumpulan data langsung daerah
yang sudah teridentifikasi rawan bencana ataupun daerah yang mengalami
bencana. Data primer dapat dilakukan secara tekhnis misalnya data geologi,
hidrologi, topografi dan lain- lain. Sedangkan data sekunder dilakukan dengan
cara antara lain pengumpulan semua laporan yang ada, peta– peta, gambar dan
dokumentasi.
3. Penentuan metode yang akan
dipakai. Dalam menentukan metode dilakukan berdasarkan tujuan dan target
yang akan dicapai dengan skema yang secara sederhana adalah masukan –
proses – keluaran. Kajian pustaka adalah salah satu factor utama dalam
menentukan metode dan merupakan bagian dari “proses”. Substansi dari kajian
pustaka lebih dominan kepada penjelasan teori, metode, rumus– rumus yang
dipakai dan langkah kegiatan menyeluruh yang akan dimplementasikan.
4. Investigasi, analisis atau kajian. Kagiatan ini harus dilkukan dalam semua
aspek, diantaranya: tehniks, social, budaya, ekonomi, hokum, kelembangaan
dan lingkungan. Semua hasil investigasi dan analisis atau kajian dari aspek
tersebut harus di integrasikan (dipadukan) untuk mendapatkan output yang
optimal.
5. Penentuan solusi dengan berbagai alternative. Dari hasil kajian menyeluruh
dan terpadu maka dapat ditentukan berbagai alternative desain. Salah satu cara
yaitu alternative– alternative desain dapat matriks tentang keuntungan dan
kerugian tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi namun minimal dapat ditinjau
dari aspek– aspek social, budaya dan lingkungan. Dari solusi yang ada maka
10
dapat ditentukan pemelihan alternative dan untuk rencana tindaknya (action
plan) perlu dilakukan penentuan skala prioritas.
ii. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam penanggulangan bencana adaalah mengatur pembagian
kerja, tugas, hak dan kewajiban semua pihak yang masuk dalam suatu kelompok
organisasi. Pembagian dan struktur organisasi didasarkan atas berbagai hal
misalnya dari tingkat pendidikan, lamanya bertugas, lamanya bertugas, keahlian
dan keterampilan yang dimiliki dan lainnya.
Dalam hampir semua kegiatan diperlukan suatu organisasi yang bias berdasarkan
atas struktur taupun fungsi. Organisasi diperlukan dalam pengelolaan bencana
karena beberapa factor penting diantaranya (Carter,1991 ; Kodoatie dan Sjarief,
2005 dengan elaborasi):
1. Berbeda dengan organisasi lainnya, organisasi ini harus dapat secara dinamis
bertindak dalam semua situasi dan kondisi. Saat jauh sebelum bencana
organisasi ini harus mampu melakukan perencanaan, pengembangan dan
rencana tindak yang memadai (Appropriate). Sedangkan saat pra bencana dapat
menyiapkan tindakan preventif, mitigasi dan persiapan. Saat bencana sampai
pasca bencana mampu berintervensi secara cepat dan efektif mengatasi
damapak bencana, melakukan respon dan pemulihan.
2. Ancaman bencana sebagai pertimbangan dasar menentukan organisasi
3. Kebijakan, misi dan visi, kerangka kerja legislative dan financial yang
dikaitkan dengan ancaman serta resiko bencana merupakan dasar pembentukan
organisasi secara nasional sampai ketingkat local.
4. Kebutuhan operasional, misalnya bencana longsor malakan pemahaman
tentang alat– alat penggalian dan pengerukan bagi staf tertentu yang sudah
dilatih.
5. Kemampuan sumber yang cukup: fasilitas, peralatan, suplai dan personil.
6. Definisi dari tugas dan fungsi organisasi.
7. Kerjasama sinergis dengan intansi dan stakeholder yang telah ada.
11
8. Kebutuhan arah yang jelas tentang target dan sasarannya, petunjuk dan system
pengelolaan yang bias di pahami dalam persepsi yang sama oleh semua pihak.
9. Komponen organisasi yang tersistem dan terstruktur.
10. Sifat kegiatan dan pertimbangan berdasarkan kompromi dari business as
usual to emergency situation and condition atau business as usual to emergency
action terutama pada saat bencana.
iii. Kepemimpinan
Lebih dominan keaspek leadership, yaitu proses kepemimpinan, pembimbingan,
pembinaan, pengarahan, motivator, reward dan punishment, konselor, dan
pelatihan. Dengan kepemimpinan yang baik maka tujuan dari kegiatan dapat
tecapai dengan sukses. Beberapa karekter pemimpin yang baik adalah demokratis,
transparan, percaya diri, jujurm berkemamauan keras, mau bekerja
keras,akuntabilitas, mampu berkomunikasi, berwibawa dan dinamis.
iv. Pengkoordinasian
Koordinasi adalah upaya bagaimana mengorganisasi sumber daya manusia agar
ikut terlibat, mempunyai rasa memiliki, mengambil bagian atau dapat berperan
serta dengan baik sebagian maupun menyeluruh dari suatu kegiatan sehingga
dapat dipastikan SDM dapat bejerja secara tepat dan benar.
Situasi yang baik dan kondusif dapat menciptakan kerjasama yang baik dan
terpadu antar bagian namun untuk menghadapi bencana, koordinsi harus terjaga
terutama pada kondisi dan situasi kedarutan bencana. Semua SDM perlu
memahami dan mengerti tugas pokok an fungsi dari keseluruhan siklus
pengelolaan.
v. Pengendalian
Pengendalian merupakan upaya control, pengawasan, evaluasi dan monitoring
terhadap SDM, organisasi, hasil kegiatan dari bagian– bagian ataupun seluruh
kegiatan yang ada. Manfaat dari pengendalian ini dapat meningkatkan efesiensi
dan dan efektifitas dari sisi waktu, ruang, biaya dan sekaligus peningkatan
kegiatan baik secara kuantitatis maupun kualitas. Pengendalian ini juga berfungsi
12
sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan atau bagian dari kegiatan ini
bekerja. Penyimpangan atau kesalahan dapat segera diketahui dan diperbaiki.
Pengendalian juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan
atau bagian dari kegiatan itu bekerja. Penyimpangan atau kesalahan dapat segera
diketahui dan diperbaiki. Pengendalian berfungsi untuk menekan kerugian sekecil
mungkin dan harus menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi normal
kekondisi kritis atau darurat. Pengendalian dilakukan secara tepat artinya
pengendalian terutama dalam situasi darurat jangan smapai menjadi penghambat
karena proses yang berbelit– belit namun tidak pula menggampangkan atau
terlalumenyederhanakan semua hal sehingga bisa mengakibatkan timbulnya
penyimpangan– penyimpangan.
vi. Pengawasan
Pengawasan dilakukan untuk memastikan SDM bekerja dengan benar sesuai
dengan fungsi, tugas dan kewenangan. Pengawasan juga berfungsi memastikan
suatu proses sudah berjalan dengan semestinya dan keluaran yang dihasilkan
sesuai dengan tujuan, target dan sasaran. Di samping itu pengawasan berfungsi
untuk mengetahui suatu kerja atau kegiatan sudah dilakuka dengan benar.
vii. Penganggaran
Dalam kegiatan pembangunan, peganggaran menjadi suatu bagian terpenting
untuk suksesnya maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian halnya
dengan pengelolaan bencana, penggaran juga menjadi salah satu factor utama
suksesnya suatu proses pembangunan baik dalam situasi normal maupu darurat
mulai dari studi, perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan dan insfraktur
kebencanaan maupun peningkatan system infrastruktur yang ada. Penentuan
anggaran yang terencana dan tersistem sekaligus merupakan salah satu alat
pengelolaaan. Karena dalam penganggaran unsure biaya yang dikeluarkan dan
unsure pendapatan harus menjadi salah satu kajian yang utuh, sehingga
perencanaan penganggaran sekaligus merupakan bagian yang penting bahkan
yang utama dalam pengelolaan.
2.1.3 Clinical Management
13
A. Prinsip- prinsip triase lapangan dan hospital
Delapan prinsip penatalaksanaan bencana:
i. Mencegah berulangnya kejadian
ii. Meminimalkan jumlah korban
iii. Mencegah korban selanjutnya
iv. Menyelamatkan korban yang cedera
v. Memberikan pertolongan pertama
vi. Mengevakuasi korban yang cedera
vii. Memberikan perawatan definitif
viii. Memperlancar rekonstruksi/ pemulihan
Kategori triase lapangan:
i. Triase nato konvensional
T1: pembedahan segera: untuk menyelamatkan jiwa atau anggota tubuh. Waktu
operasi minimal. Kualitas keberhasilan hidup diharapkan normal.
T2: ditunda: pembedahan memakan banyak waktu. Jiwa korban tidak terancam
penundaan operasi. Stabilisasi keadaan korban meminimalkan efek penundaan.
T3: minimal. Cedera ringan di tangani oleh staf dengan pelatihan minimal.
T4: ekspektan. Cedra serius dan multipel. Penanganannya kompleks dan
memakan waktu. Penanganan memerlukan banyak personel dan sumber daya.
ii. Triase dengan kode warna
Merah/ Darurat: Prioritas 1: Pasien kritis yang dapat hidup dengan intervensi,
tidak memrlukan personel dan sumber daya dalam jumlah yang berarti.
Kuning/ Urgen: Prioritas 2: Korban mempunyai kemungkinan tetap hidup dan
kondisinya tetap stabil selama beberapa jam dengan dilakukannya tindakan
stabilisasi.
Hijau/ Nonurgensi: Prioritas 3: Cedera ringan yang dapat di atasi oleh petugas
dengan pelatihan minimal dan dapat menunggu sampai korban cedera lainnya di
tangani.
Biru/ Urgensi bervariasi: Prioritas 2 atau 3: Korban dengan cedera berat yang di
perkirakan tidak akan bertahan hidup kecuali bila dilakukan tindakan dengan
14
segera. Korban ini akan menuntut sumber daya terlalu banyak yang seharusnya
dapat menyelamatkan pasien lain yang dapat bertahan hidup dan mungkin
menempati prioritas terendah bila sumber daya yang ada terbatas. Warna biru
kadang- kadang digunakan untuk menggantikan warna hitam karena banyak
petugas mengalami kesulitan dalam menempatkan korban ke dalam kategori
pasien yang memerlukan terapi paliatif saja.
Hitam/ Ekspektan: Tidak terdapat prioritas yang nyata. Korban menderita cedera
hebat dengan kecil kemungkinan untuk hidup atau korban sudah meninggal.
Prioritas yang harus dilakukan hanyalah tindakan untuk memberikan kenyamanan
kepada orang yang berada dalam proses kematian.
(Sumber:DisasterManagementCentralResourcheshttp://206.39.77.2/
DMCRdrmhome.html)
B. Prinsip evakuasi dan transportasi, rumah sakit lapangan
i. Dilakukan jika mutlak perlu
ii. Menggunakan teknik yang benar
iii. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih
iv. Penolong harus bisa melakukan perawatan darurat selama dalam perjalanan
Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan
masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip – prinsip itu antara lain :
i. Harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar. Kondisi
yang perlu untuk diperhatikan antara lain :
1. Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat menyebabkan kematian
2. Kontrol ABC
3. Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher
4. Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka hendaknya dilakukan
immobilisasi pada daerah tadi
5. Angkat tubuh korban bukan tangan/ kaki (alat gerak)
6. Jangan menambah parah kondisi korban
15
ii. Peralatan
Seyogyanya dalam melakukan suatu proses evakuasi penggunaan peralatan yang
memadai perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dengan adanya peralatan yang
memadai ini proses evakuasi dapat lebih dipermudah dan cidera lebih lanjut yang
mungkin terjadi pada korban dapat lebih diperkecil kemungkinanannya.
Penggunaan peralatan ini jugaharus disesuaikan dengan kondisi medan tempat
korban ditemukan.
iii.Pengetahuan dan Keterampilan Perorangan
Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan melakukan
proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena dengan pengetahuan dan
keterampilan inisemua masalah yang dapat timbul selama proses evakuasi dapat
ditekan. Sebagai contoh, dengan keterampilan yang ada seseorang dapat
melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam melakukan evakuasi,
keselamatan penolong haruslah diutamakan.
Tahap- tahap evakuasi ada dua, yaitu:
1. Aktualisasi, yaitu penanganan awal korban saat ditemukan dan telah
melaluitahapan initial assessment.
2. Mobilisasi, terdapat 3 hal yang harus diperhatikan yaitu:
1) Penggunaan teknik evakuasi yang sesuai
2) Pemilihan jalur evakuasi
iv. Tempat tujuan evakuasi dalam melakukan evakuasi
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu situasi dan kondisi dalam
evakuasi, kondisi korban dan kondisi penolong sendiri. Hal utama yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan evakuasi yaitu kontrol keadaan korban secara
medis, tapi tetap disesuaikan dengan kondisi trauma korban. Ketiga keadaan
tersebut pada akhirnya mengharuskan kita untuk memilih maneuver evakuasi
yang khas, seperlunya, dengan tidak membuang waktu.
Aturan- aturan umum yang harus diperhatikan ketika melakukan evakuasi adalah:
16
1. Perhatikan kondisi korban, apakah mengalami cedera atau trauma
yangmembutuhkan kehati- hatian dalam pengevakuasian
2. Bila mungkin, terangkan kepada korban apa yang akan dilakukan, agar dapat
bekerjasama.
3. Jangan memindahkan korban sendiri jika bantuan belum tersedia.
4. Jika beberapa orang melakukan evakuasi, 1 orang memberian komando.
5. Angkat dan bawa korban dengan benar agar tidak mengalami cedera otot/
sendi.
6. Jangan mengabaikan keselamatan penolong sendiri.
Aturan dalam mengangkat dan menurunkan korban:
1. Tempatkan posisi kaki senyaman mungkin, salah satu kaki ke depan guna
menjaga keseimbangan
2. Tegakkan badan dan tekuk lutut
3. Pegang korban atau balut dengan seluruh jari tangan.
4. Usahakan berat korban yang diangkat dekat dengan penolong
5. Jika kehilangan keseimbangan / pegangan, letakkan korban, atur posisi
kembali, lalu mulai kembali mengangkat.
Teknik Evakuasi
Banyak cara untuk melakukan evakuasi. Tetapi, secara umum, teknik evakuasi
dibagi menjadi dua yaitu dengan menggunakan alat dan tanpa menggunakan alat.
1. Dengan Alat
Alat yang digunakan dalam proses evakuasi ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan tandu. Tim penolongnya terdiri dari sekitar 6 orang dengan tugas
yang berbeda-beda.
1) Pimpinan/ Komandan Regu : memberi komando, mengatur pembagian
kerja pada saat mengangkat berhadapan dengan wakil dan anggotanya,
tempat waktu mengusung : kanan depan tandu
2) Wakil pimpinan regu : membantu pimpinan dan mengobati pasien, waktu
mengangkat : bagian bawah kaki, tempat mengusung : kiri depan tandu.
17
3) Anggota A: Mengobati dan membalut, waktu mengangkat : bagian badan
danpunggung, tempat waktu mengusung : kanan belakang tandu.
4) Anggota B: Membantu anggota C mengatur tandu dan membalut, waktu
mengangkat : bagian kepala dan dada, tempat waktu mengusung : kiri
belakang tandu.
5) Anggota C: Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat yang digunakan,
waktu mengangkat: mengumpulkan alat-alat P3K dan barang milik
pasien,memantau kondisi pasien selama proses evakuasi.
6) Angggota D: Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan memeriksa situasi
dan kondisi jalur yang akan atau sedang dilewati, mencatat hal-hal penting.
2. Tanpa Alat
1) Dilakukan oleh 1 orang penolong
Bila korbannya anak-anak dapat dilakukan dengan cara cradle atau
membopong. Penolong jongkok atau melutut disamping anak/ korban. Satu
lengan ditempatkan di bawah paha korban danlengan lainnya melingkari
punggung. Korban dipegang dengan mantap dan didekapkan ke tubuh,
penolong berdiri dengan meluruskan lutut dan pinggul. Tangan penolong harus
kuat dalam melakukan teknik ini.
2) Bila korbannya dewasa, dapat dilakukan dengan cara:
i). Pick a back (menggendong)
ii). Memapah (one rescuer assist)
3). Menyeret (one rescuer drags)
4). Lebih dari 1 orang penolong, dapat dilakukan dengan cara:
i. Membopong
ii. Memapah
iii. Mengangkat
Evakuasi tanpa menggunakan tandu dilakukan untuk memindahkan korban dalam
jarak dekat atau menghindarkan korban dari bahaya yang mengancam. Untuk
evakuasi dengan jarak jauh seringkali apapun cedera korban usahakan untuk
mengangkutnya dengan menggunakan tandu.
18
Korban lebih dari satu
On Stage Triage
Dalam keadaan ini korban dikelompokkan berdasarkan berat/ ringannya trauma
yang diderita. Penggolongan korban trauma didasarkan pada kondisi ABC
(airway, breating,circulation).
1. Penggolongan korban dibagi ke dalam: Merah: Pasien dengan kondisi airway
terganggu. Kuning: Pasien dengan kondisi sirkulasi darah dan pernapasan
terganggu. Hijau: Pasien yang mengalami luka ringan dan mampu untuk
berjalan. Hitam: Korban meninggal dunia.
2. Dalam keadaan darurat korban dengan kemungkinan hidup lebih tinggi harus
didahulukan.
3. Korban dengan luka lebih parah dan paling memungkinkan untuk ditolong
terlebih dahulu harus didahulukan.
4. Perhatikan adanya keadaan yang dapat memperparah keadaan korban.
TRANSPORT PASIEN GAWAT DARURAT
Transport pada pasien kritis/ gawat darurat adalah komponen penting pada
penanganan yang menjadi satu kesatuan/ berkelanjutan. Prinsipnya adalah pasien
berada dalam keadaan stabil dimana diharapkan si pasien tidak mengalami kondisi
yang lebih buruk pada saat di transportasikan, selama transportasi harus dilakukan
pelayanan optimal oleh petugas ambulans. Dalam transport pasien gawat darurat
ini diharapkan untuk mendapatkan hasil yang sama bahkan lebih baik dalam
kualitas pelayanan dari sebelum dipindahkan.
Transportasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Prehospital transport
2. Interhospital transport
3. Intrahospital transport
19
Transport intra hospital memiliki prinsip yang sama dengan interhospital, bahwa
transportharus menjamin keamanan petugas, waktu transport yang minimal, dan
menjamin bahwa pelayanan optimal dan dapat dipertanggung jawabkan oleh
dokternya setiap saat.
1.1.4 Health Community Response
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh factor
alam dan atau faktor non alam meupun factor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non alam bencana yang diakibatkat oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa kegagalan teknologi, gagal
modernisasi,epidemic dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan manusia
yang meliputi konflik social antar kelompok dan antar komunitas masyarakat serta
terror.
Kelompok masyarakat siaga bencana terdiri dari semua unsur masyarakat.
Berdasarkan pengalaman ini maka seperti Kota Kobe diJepang menyadari bahwa
penanganan bencana harus melibatkan masyarakat. Oleh karena itu ada prinsip
dasar yang dikembangkan di Jepang dalam penanganan bencana, yaitu:
1. Penguatan warga dan komunitas untuk bisa melakukan pertolongan pertama di
saat bencana.
2. Penguatan petugas yang menangani bencana.
Hal inilah yang mendasari keberadaan BOKOMI. Kota Kobe mendukung
implementasi BOKOMI ini dalam bentuk subsidi pendanaan aktivitas yang
termasuk di dalamnya untuk pelatihan, peralatan, pertemuan, dan lain-lain.
Kelompok masyarakat siaga bencana terdiri dari semua unsur masyarakat, baik
20
perempuan maupun laki-laki dan dipilih dalam musyawarah. Kelompok
masyarakat siaga bencana dapat dibentuk sebagai bagian dari BKM. Tugas utama
kelompok adalah menyusun perencanaan untuk melakukan usaha-usaha
pengurangan resiko bencana, perencanaan tanggap darurat dan rehabilitasi.
Struktur kelompok ini paling tidak terdapat :
i. Koordinator untuk mengkoordinasi dan mendukung kerja-kerja kelompok,
menjadi juru bicara kelompok dan penghubung dengan instansi vertikal atau
organisasi lain.
ii. Kelompok Persiapan Bencana, terdiri dari :
1) Regu peringatan dini; bertugas mengkompilasi data kebencanaan (sejarah
bencana, data dari BMG, Pusat Studi Bencana, Kesbanglinmas dll),
bekerjasama dengan instansi dini dan menginformasikan kepada masyarakat
tanda bahaya atau tanda peringatan dini dari instansi lain, dan
mengembangkan peringatan dini berdasarkan pengetahuan local.
2) Regu Pemetaan; bertugas mengumpulkan data ancaman, demografi untuk
digunakan dalam penyusunan peta ancaman bencana, alur evakuasi dan
rencana pengungsian.
3) Regu Pelatihan Kesiapsiagaan, bertugas melakukan identifikasi pelatihan
kesiapsiagaan yang dibutuhkan masyarakat, sesuai dengan data ancaman
bencana setempat.
iii. Kelompok Tanggap Darurat
1) Regu Pertolongan Pertama bertugas melakukan pertolongan pertama saat
bencana terjadi. Dapat merupakan gabungan anggota masyarakat & Palang
Merah Indonesia
2) Regu SAR bertugas melakukan pencarian korban, menolong korban dan
pemilahan korban berdasarkan kondisinya (triase).
3) Regu Penilaian Cepat bertugas mengkaji secara cepat seperti menilai
kerugian, mendata jumlah korban (jiwa, luka), akses pasar, air bersih dan
ketersediaan pangan
4) Regu Pengungsian bertugas mendirikan Posko untuk menampung bantuan
21
kemanusiaan, mempersiapkan fasilitas pengungsian serta perkiraan
kebutuhan pengungsian berkaitan dengan jumlah pengungsi dan kerentanan
pengungsi.
5) Regu Dapur Umum bertugas mempersiapkan kebutuhan makan dan
minum bagi pengungsi, ketersediaan peralatan dapur dan bahan pangan,
memberikan masukan kepada posko tentang kebutuhan makan dan minum
pengungsi.
6) Regu Logistik bertugas menyimpan, mencatat dan mengeluarkan
persediaan logistic pengungsian.
iv. Kelompok Administrasi dan Komunikasi
1) Regu Administrasi bertugas melaksanakan pencatatan, penyimpanan
dokumen, memperbanyak dan menyampaikan informasi kepada masyarakat
2) Regu Hubungan Luar bertugas melakukan pembaruan data dan diisi di
media yang mudah dilihat masyarakat, mengelola komunikasi dengan pihak
lain baik pemerintah, LSM, Ormas, Relawan dan donatur.
v. Kelompok Pemulihan bertugas :
1) Mendata kebutuhan pemulihan dan sumber daya yang ada
2) Memfasilitasi musyawarah untuk menentukan prioritas pemulihan
berdasarakan sumberdaya yang ada.
Tanggap Darurat Saat Bencana
Pada saat bencana ada dua hal penting yang dapat dilakukan. Pertama-
tama menyelamatkan diri dan orang terdekat. Dan apabila BAKORNAS PBP dan
organisasinya belum siap Anda yang cukup sehat bisa membantu menyelamatkan
orang lain. Yang bisa dilakukan pada tahap tanggap darurat adalah tindakan di
bawah ini. Menyelamatkan diri dan orang terdekat:
1. Jangan panik.
2. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, Anda harus dalam kondisi selamat.
3. Selamatkan diri bersama orang terdekat, lari atau menjauh dari pusat bencana,
tidak perlu membawa barang-barang apapun.
22
4. Kalau terjadi gempa bumi dan kebetulan Anda berada di dalam rumah
mungkin Anda tidak akan sempat lari keluar rumah karena gempa bumi
umumnya hanya berlangsung beberapa detik. Jadi kenali konstruksi rumah
Anda; kenali tempat Anda bisa segera berlindung dan barang- barang yang
dapat digunakan untuk berlindung. Bila terjebak di dalam ruangan, lindungi
kepala dengan benda yang lunak dan atau berlindung di bawah meja atau
kolong tempat tidur yang kokoh. Apabila gempa sudah mereda mungkin ada
kesempatan untuk lari ke luar dari ruangan menuju lapangan terbuka.
5. Kalau tsunami atau banjir bandang lari ke tempat yang lebih tinggi.
6. Perhatikan juga beberapa tips menghadapi bencana dari BAKONAS PBP
dalam kotak berikut.
Tips Menghadapi Gempa Bumi
Bila berada didalam rumah
1. Jangan panik dan jangan berlari keluar, berlindunglah dibawah meja atau
tempat tidur.
2. Bila tidak ada, lindungilah kepala dengan bantal atau benda lainnya.
3. Jauhi rak buku, almari dan jendela kaca.
4. Hati- hati terhadap langit-langit yang mungkin runtuh, benda-benda yang
tergantung di dinding dsb.
Bila berada di luar ruangan
1. Jauhi bangunan tinggi, dinding, tebing terjal, pusat listrik dan tiang listrik,
papan reklame, pohon yang tinggi, dsb.
2. Usahakan dapat mencapai daerah yang terbuka.
3. Jauhi jendela kaca.
Bila berada di dalam ruangan umum
1. Jangan panik dan jangan berlari keluar karena kemungkinan dipenuhi orang.
2. Jauhi benda-benda yang mudah tergelincir seperti rak, almari dan jendela kaca
dsb.
23
Bila sedang mengendarai kendaraan
1. Segera hentikan di tempat yang terbuka.
2. Jangan berhenti di atas jembatan atau dibawah jembatan layang/ jembatan
penyebrangan.
Tips Menghadapi Banjir
1. Pada saat banjir kita harus sesegera mungkin mengamankan barang-barang
berharga ke tempat yang lebih tinggi.
2. Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan
aliran listrik di wilayah yang terkena banjir.
3. Mencoba mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan masih
memungkinkan untuk di seberangi.
4. Hindari berjalan didekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir.
5. Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan
bencana seperti Kantor kepala desa, Lurah maupun Camat.
Tips menyelamatkan orang lain:
1. Selamatkan orang terdekat dengan membawa mereka ke tempat yang aman.
2. Lakukan koordinasi dengan orang lain yang selamat. Berbagi informasi dan
berbagi tugas dalam penyelamatan korban, mencari bantuan dan pengamanan.
3. Identifikasi korban mulai dari kerabat terdekat, pilih lokasi pengungsian yang
aman.
4. Identifikasi kebutuhan yang mendesak.
5. Lakukan penyelamatan dengan mengirimkan orang (sukarelawan, petugas
medis)
6. Berikan pertolongan pertama pada korban.
7. Selamatkan dokumen penting dan harta benda yang bisa dibawa.
Setelah Bencana Bantuan Darurat (Relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar berupa :
1. Pangan,
2. Sandang
24
3. Tempat tinggal sementara
4. Kesehatan, sanitasi dan air bersih
Pendekatan pemberian bantuan dapat bersifat konvensional, artinya bersifat
karitatif atau dapat juga berbentuk kegiatan yang memberdayakan sehingga
kondisi korban lebih baik daripada sebelum terjadi bencana. Yang biasa dilakukan
pada tahap ini:
1. Mendirikan pos komando bantuan.
2. Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana
(SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
3. Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos
koordinasi.
4. Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
5. Menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
6. Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban.
7. Memakamkan korban meninggal.
Pemulihan (Recovery)
1. Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
2. Fungsi-fungsi lembaga sosial dan administrasi lokal diberdayakan kembali.
3. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar
(jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll). Yang perlu dilakukan pada
tahap ini:
4. Mengumpulkan keluarga yang terpisah dan fungsikan kembali keluarga.
5. Memberikan layanan pendidikan dan lakukan penyembuhan trauma (trauma
healing)
6. Memperbaiki infrastruktur lokal: penyediaan penerangan, media komunikasi,
perbaikan jalur transportasi dan penyediaan air bersih.
7. Memfungsikan kembali pasar dan puskesmas.
8. Memulihkan atau membangun sistem komunikasi.
Rehabilitasi (Rehabilitation)
25
Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting,
dan menghidupkan kembali roda perekonomian. Yang perlu dilakukan pada tahap
ini:
1. Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi
kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban
bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana.
2. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem
pengelolaan lingkungan.
3. Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap.
4. Relokasi korban dari tenda penampungan.
5. Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana.
6. Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka
menengah.
7. Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja.
8. Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit
dan pasar mulai dilakukan.
9. Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau
pendampingan.
Tata Ruang Berdasarkan Pengetahuan Komunitas Lokal
Di Yogyakarta pembangunan rumah selalu menghadap Utara Selatan mengikuti
arah Gunung Merapi dan Laut Selatan. Gunung menyimbolkan laki-laki dan laut
adalah simbol perempuan dan perkawinan antara gunung dan laut dilakukan
melalui aliran air Sungai Opak. Perkawinan ini tidak boleh terganggu, kalau
terganggu maka akan terjadi bencana. Di Sleman pembangunan setelah Jalan
Kaliurang kilometer 12 dilarang. Mundardjito membuat tesis yang menyatakan
bahwa tata ruang pembangunan situs candi di sekitar Yogyakarta didasarkan pada
naskah kuna Manasara- Silpasastra dan Silpaprakasa.
Rekonstruksi (Reconstruction)
26
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan
ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih
baik dari sebelumnya. Tahapan ini merupakan penuntasan dari apa yang sudah
direncanakan dan dimulai dalam tahap rehabilitasi dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari proses pembangunan yang biasa dilaksanakan. Pada saat ini apa
bila belum ada sistem pengelolaan bencana yang baku maka sistem pengelolaan
penanggulangan bencana yang baru sudah mulai diterapkan.
2.2 Tahap Rehabilitasi
2.2.1 Aspek promotif dan preventif pada penanganan penyakit menular pada
pengungsi
Bencana alam tidak bisa menimbulkan penyakit menular secara besar besaran
walau pada keadaan tertentu bencana alam dapat meningkatkan potensi penularan
penyakit. Dalam jangka wktu yang singkatpeningkatan isidensi penyakit yang
paling sering terlihat terutama disebabkan oleh kontaminasi feses manusia pada
makanan dan minuman, dengan demikian, penyakit semacam itu umumnya
adalah penyakit enterik(perut).
Resiko terjadi KLB epidemik penyakit menular sebanding dengan kepadaatan
penduduk dan perpindahan penduduk, kondisi ini mengakibatkan meningkatnya
desakan terhadap supplai air dan makanan serta resiko kontaminasi (seperti dalam
kamp pengungsian), gangguan layanan sanitasi yang ada seperti sistem suplai air
bersih dan sistem pembuangan air kotor, dan meningkatkan kegagalan dalam
pemeliharaan program kesehatan masyarakat dalam periode segera setelah
bencana. Dalam jangka panjang, peningkatan kasus penyakit bawaan vektor
berlangsung dibeberapa daerah karena terganggunya upaya pengendalian vektor,
khususnya setelah terjadinya hujan lebat dan banjir, pada bencana komplek
dengan akibat seperti malnutrisi, kepadatan penduduk, dan kurangnya sanitasi
paling besar, KLB besar- besaran gastroenteristis (akibat kolera atau penyakit
lain) dapat terjadi seperti di Rwanda/ Zaire pada tahun 1994.
27
Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka penanggulangan
bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan aspek kesehatan
masyarakat, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan merupakan salah
saru bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya tentu harus
melakukan koordinasi dengan sektor dan program terkait. Berikut ini merupakan
ruang lingkup bidang pengendalian dan penyehatan lingkungan, terutama pada
saat tanggap darurat dan pasca- bencana.
i. Sanitasi darurat. Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih
dan jamban; kualitas tempat pengungsian; serta pengaturan limbah sesuai
standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan
risiko penularan penyakit.
ii. Pengendalian vektor. Bila tempat pengungsian di kategorikan tidak ramah,
maka kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain di sekitar pengungsi. Ini
termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan
terjadinya pengindukan vektor. Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas
sangat diperlukan, baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding,
maupun manifulasi lingkungan.
iii.Pengendalian penyakit. Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat
peningkatan kasus penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka diperlukan
pengendalian mel;alui intensifikasi penata laksannaan kasus serta
penanggulangan faktor resikonya. Penyakit yang memerlukan perhatian yaitu
diare dan ISPA.
iv. Imunisasi terbatas, pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit,
terutama orang tua, ibu hamil, bayi, dan balita. Bagi bayi dan balita perlu
diimunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak, jenis imunisasi lain mungkin diperlukan
sesuai dengan kebutuhan seperti yang dilakukan untuk mencegah kolera bagi
sukarelawan di Aceh pada tahun 2005 dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi
sukarelawan di DIY dan Jateng tahun 2006.
v. Sureilans epidemologi. Kegiatan ini diperlukan untuk memperoleh informasi
epidemologi penyakit potensi KLB dan faktor resiko. Atas informasi inilah
maka dapat dilakukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan
28
pemberian imunisasi. Informasi efidemologis yang harus diperoleh melalui
kegiatan suveilen epidemologi adalah: reaksi sosial, penyakit menular,
perpindahan penduduk, pengaruh cuaca, makanan dan gizi, persediaan air dan
sanitasi, kesehatan jiwa, dan kerusakan infrastruktur kesehatan.
Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2. Pelatihan pertolongan pertama dan keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain.
3. Pembekalan informasi tentang bagai mana menyimpan dan membawa makanan
dan penggunaan air yang aman.
4. Perawat juga memeberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat seperti
dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulan.
5. Memberikan informasi tempat-temapat alternatif penampunagn atau posko-
posko bencana.
6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti
pakaian seperlunya, radio porteble, senter batrainya, dan lainnya
Pada tingkat provinsi ada satauan pelaksana penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi (SATKORLAK PBP) dan dibawahnya dalam tingkat
kabupaten atau kota terdapat satuan pelaksanaan penangulangan bencana dan
penanganan pengungsi (SATLAK PBP) sedangkan untuk pelaksanaan operasional
di lapangan di tingkat kota atau kabupaten disebut Satuan tugas pengungsi
(SATGAS PBP). Adapun tugas BAKORNAS PBP dirumuskan seperti :
1. Merumuskan kebijakan perumusan penanggulangan bencana dan memberikan
pedoma atau pengarahan serta pengkoorganisasian kebijakan penangulangan
bencana, baik dalam tahap sebelum, selama maupun setelah bencana terjadi
secara terpadu.
2. Memberikan pedoman dan perarahan garis- garis kebijakan represif maupun
rehabilitatif yang meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi
dan rekontruksi.
29
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, jika mungkin dengan
meniadakan bahaya, tindakan yang dapat dilakukan yaitu melakukan pendidikan
sistem pengolahan bencana, memperluaskan peta wilayah bencana, melakukan
simulasi sistem pengelolaan bencana.
Pada waktu setelah bencana upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara,
kesehatan, sanitasi dan air bersih. Dan yang bisa dilakukan pada tahap ini yaitu
mendirikan pos komando bantuan, berkoordinasi dengan satuan pelaksanaan
penanggulangan bencana, mendirikan tenda- tenda penampungan, dapur umum,
pos kesehatan dan pos koordinasi, mendistribusikan obat- obatan, bahan makanan
dan pakaian, menempatkan para korban di tenda atau pengungsian.
Definisi Promosi adalah Upaya peningkatan kualitas kesehatan melalui
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Preventif adalah Upaya peningkatan
kesehatan melalui pencegahan untuk meminimalisasi potensi resiko.
(Ismawardani, Diah, 2009, Program Promotif-Preventif itu Efektif dan Murah),
Pengungsi adalah Dalam Ensiklopedia Indonesia pengungsi adalah seseorang atau
sekelompok orang yang meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu
bencana atau musibah. Bencana ini dapat berbentuk banjir, tanah longsor,
tsunami, kebakaran,dan lain sebagainya yang diakibatkan oleh alam. Dapat pula
bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia secara langsung. Misalnya perang,
kebocoran nuklir dan ledakan bom (Efendi, Ferry,2007, Konsep Pengungsi).
Penyakit menular adalah dikenal sebagai penyakit infeksi, dalam istilah medis
adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus,
bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan
trauma benturan) atau kimia (seperti keracunan) yang mana bisa ditularkan atau
menular kepada orang lain melalui media tertentu seperti udara (TBC, Infulenza
dll), tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya
(Hepatitis,Typhoid/Types dll), Jarum suntik dan transfusi darah (HIV Aids,
Hepatitis dll).
ii.2.2 Penanganan kebutuhan kesehatan dan sanitasi di daerah bencana
30
Upaya kesehatan lingkungan pasca bencana dapat di bagi dalam dua prioritas
yaitu:
1. Memastikan bahwa terdapat kecukupan jumlah air minum yang
aman,kecukupan fasilitas sanitasi dasar,pembuangan ekskreta,limbah cair, dan
limbah padat dan penampungan yang cukup.
2. Melaksanakan upaya perlindungan makanan, membentuk atau melanjutkan
upaya pengendalian vector dan mempromosikan hygiene personal.
Kebijakan dalam sanitasi
i. Pengadaan Air
Berdasarkan urutan pilihannya yang umum, pertimbanganharus dberikan pada
sumber air alternative yaitu :
1) Air tanah dalam
2) Air tanah dangkal dan dari mata air
3) Air hujan
4) Air permukaan
ii. Distribusi missal desinfektan
iii. Keamanan makanan
iv. Sanitasi dasar dan hygiene personal
Pembuangan Kotoran manusia
i. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
ii. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban
permpuan)
iii. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya
memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
iv. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian
sembako, pusat– pusat layanan kesehatan dsb.
31
v. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah.
vi. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.
vii. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun,
baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk
6–10 orang
Pengelolaan Limbah Padat
Tolak ukur yang digunakan antara lain :
i. Tidak ada satupun rumah/ barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah
bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar
lubang sampah umum.
ii. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah
rumah tangga sehari– hari tidak dikubur ditempat.
Pengelolaan Limbah Cair
Tolak ukur yang digunakan antara lain :
i. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik engambilan/sumber air
untuk keperluan sehari– hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
ii. Air hujan dan luapan air/ banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan
air.
iii. Tempat tinggal, jala – jalan setapak, serta prasarana– prasarana pengadaan air
dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.
ii.2.3 Promosi dan preventif bagi kesehatan jiwa
i. Acute Distress Disorder (ASD) adalah gangguan kecemasan yang
menggambarkan reaksi stres akut yang terjadi dalam 4 minggu setelah trauma.
Durasi gejala harus berada minimum 2 hari atau maksimal 4 minggu, dan Post
traumatic stress disorder (PTSD) berbagi banyak gejala yang sama (American
Psychiatric, 2000). Kebanyakan dari pengalaman mereka gejala sembuh tanpa
pengobatan (Bryant & Harvey, 2000). Studi mendukung bahwa ASD, terutama
gejala disosiatif, memprediksi perkembangan PTSD (Koopman, Classen, Cardena
& Spiegel, 1995). Penggunaan intervensi dijelaskan di bagian alater dapat
32
membantu prson atas ASD datang dan mencegah PTSD. (Langan, Joane C &
Dotti C James, 2005)
ii. Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan salah satu masalah kejiwaan
yang dapat terjadi pada korban bencana. PTSD adalah gangguan ansietas yang
terjadi akibat peristiwa traumatic/bencana yang mengancam keselamatan dan
membuat individu merasa tidak berdaya. PTSD ada tiga macam yaitu PTSD akut
terjadi 1-3 bulan setelah bencana, PTSD kronik terjadi setelah tiga bulan, dan
PTSD dengan onset yang memanjang (with delayed onset). Tanda dan gejala
PTSD dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Merasakan kembali peristiwa
traumatic (reexperiencing symptom). Menghindar (avoidance symptom) dan
Waspada (hyperarousal symptom). PTSD ditandai oleh perkembangan respon
kecemasan terus- menerus setelah peristiwa traumatis, dan berbeda dari ASD
dengan onset kemudian dan kurang penekanan pada pemisahan. individu
pengalaman atau peristiwa traumatik saksi seperti kematian aktual atau terancam,
cedera serius pada satu diri sendiri atau orang lain, ancaman terhadap integritas
pribadi diri sendiri atau lainnya, atau kekerasan untuk satu aloved seperti
pembunuhan. untuk memenuhi stres atau kriteria PTSD. Respon subyektif
individu dengan pengalaman traumatis harus melibatkan ketidakberdayaan, rasa
takut yang intens, atau horor.
i. Fase akut bencana
1. Fase akut intervensi jangka pendek
1) Dukungan untuk Masyarakat yang terkena dampak
Berbagai program dukungan perlu dikembangkan untuk terkena populasi
dalam fase akut. Ini mungkin memiliki efek positif yang signifikan
terhadap kesehatan mental hasil jika terorganisir dengan baik dan
responsif terhadap kebutuhan yang berbeda.
2) Informasi Penyediaan
Penyediaan informasi sangat penting untuk pemulihan, baik dari segi
praktis dan karena dapat mengurangi tingkat stres. Ini harus sederhana,
akurat, membantu dengan informasi pendaftaran mereka yang terkena
33
dampak, dan memberikan pada keberadaan orang lain secepat ini
tersedia. Ini juga akan memberikan Struktur dalam jangka waktu yang
sering tampak membingungkan dan kacau. Sekarang sangat penting
untuk memberi saran apa yang harus dilakukan, dan bagi mereka yang
terpisah dari anggota keluarga. Harus ada salah satu sumber utama
informasi dan mereka terlibat dalam mengumpulkan dan menyediakan
itu, harus sensitif terhadap psikologis sebagai Yah sebagai signifikansi
praktis
3) Bantuan Darurat dan Triage
Darurat dukungan dan triase adalah bagi mereka yang tertekan, atau
sebaliknya akut terpengaruh, atau menunjukkan keadaan mental yang
terganggu. Proses ini dapat menghubungkan mereka menjadi baik
dukungan atau perlindungan jika masih di situs, atau jika sesuai dengan
darurat medis/ kesehatan jiwa. Hal ini mungkin melibatkan umum
mendukung penyuluhan, nasihat jika diperlukan, kesempatan untuk
berbicara (hanya jika orang yang terkena perlu) dan kepastian. Triage
dapat mendukung orang untuk pindah dari bencana situs. Hal ini juga
dapat memastikan bahwa mereka mungkin berada pada risiko yang lebih
tinggi disediakan dengan intervensi yang diperlukan atau perawatan dan
terkait dengan tindak lanjut.
4) Berduka Orang
Orang berduka membutuhkan dukungan tertentu seperti informasi
tentang apa yang telah terjadi, kesempatan dan dukungan untuk melihat
tubuh almarhum mana ini mungkin, hubungan dengan orang lain yang
bisa membantu mereka praktis, dan emosional. Dimana terjadi kematian
massal, misalnya dengan pesawat kecelakaan, atau kecelakaan, hal itu
mungkin bermanfaat bagi mereka untuk berada di dekat atau
mengunjungi situs, akan didukung dalam kelompok dan dilindungi dari
gangguan (misalnya media). Karena ini adalah berisiko tinggi
bereavements, mereka mungkin membutuhkan nanti-difokuskan terampil
34
berkabung konseling dalam minggu-minggu yang mengikuti. Debriefing
adalah tidak tepat untuk populasi ini.
5) Bencana Terkena Dampak Orang yang Telah psikologis Traumatised
Sementara bencana yang sangat menyedihkan, sebagian besar orang tidak
mengembangkan post traumatic stress disorder atau morbiditas lainnya.
Namun mereka yang memiliki mengalami ancaman kehidupan pribadi
yang parah, yang telah terkena mengejutkan, kematian menyiksa orang
lain atau yang telah terluka parah, mungkin beresiko tinggi, terutama jika
tingkat intens gairah berlanjut, atau jika mereka telah mengalami
disosiasi (rasa ketidaknyataan, merasa seolah-olah tidak ada, mati rasa
perasaan). Tidak ada bukti bahwa pembekalan akan mencegah
pengembangan PTSD untuk kelompok ini. Namun demikian, sebagai
individu, maupun sebagai suatu kelompok anggota yang telah terkena hal
yang sama mereka mungkin membutuhkan kesempatan untuk
mendiskusikan apa yang telah mereka alami, atau hanya memperoleh
dukungan dari satu sama lain. Hal ini dapat disebut sebagai pembekalan
alam atau mendukung, namun tidak melibatkan paparan ulang-aktif
untuk, atau diskusi paksa, yang traumatis pengalaman. Jika orang
menunjukkan kebutuhan untuk berbicara melalui apa yang telah terjadi
ini dapat didukung secara alami. Orang-orang dalam keadaan seperti itu
mungkin membutuhkan kemudian khusus konseling trauma difokuskan
disediakan oleh mental yang terampil kesehatan profesional di minggu
berikutnya, tetapi tidak segera. Tugas pertama adalah untuk mendukung
kelangsungan hidup psikologis mereka.
6) Mereka yang Telah Kehilangan Rumah, Komunitas
Penampungan dan perlindungan akan menjadi tugas pertama, dan
anggota keluarga memastikan dan lingkungan disimpan bersama-sama
sejauh mungkin. Berikut manajemen membutuhkan pengakuan kesedihan
pemisahan marabahaya, dan kecemasan yang terlibat dan bertujuan untuk
menyediakan hubungan kepada orang lain untuk mempromosikan sosial
35
dukungan jaringan. Bila memungkinkan akan sangat membantu untuk
melibatkan orang sejauh mungkin dalam rencana pemulihan mereka
sendiri dan masyarakat.
7) Pekerja darurat dan Penyelamat
Kelompok-kelompok ini juga dapat sendiri dipengaruhi oleh pengalaman
mereka dalam bencana. Pelatihan dan persiapan dapat mengurangi efek
tetapi beberapa faktor dapat meningkatkan risiko morbiditas pasca
bencana. Pekerja yang kadang-kadang dikenal sebagai yang 'tidak
langsung atau sekunder' korban. Bila ada mengejutkan banyak dan
mengerikan kematian, kematian anak- anak, dengan frustrasi atau
ketidakmampuan untuk memenuhi penyelamatan tugas, atau wisata yang
berlebihan dan berkepanjangan tugas, pekerja mungkin rentan.
Pengalaman-pengalaman ini pada waktu didefinisikan sebagai stres
insiden kritis. Pengarahan yang tepat dan persiapan psikologis
sebelumnya cenderung mengurangi efek stres. Sesuai program
manajemen stres, termasuk psikologis atau kritis insiden pembekalan
stres dapat dianggap sebagai membantu, tetapi belum terbukti untuk
mencegah Post-Traumatic Stress Disorder. Ini tidak akan sesuai untuk
semua orang dan tidak harus wajib. Dukungan tersebut dapat diberikan
bersama pembekalan operasional terlatih pemimpin tim, atau sebagai
bagian dari program kesehatan yang komprehensif mental yang
disediakan oleh terlatih profesional kesehatan mental. Ini jenis intervensi
harus menjadi bagian dari keseluruhan manajemen dan tindak lanjut
program yang terintegrasi dengan lainnya inisiatif kesehatan kerja.
Kemudian tindak lanjut dan individu konseling khusus yang mungkin
diperlukan bagi para pekerja jika mereka memiliki masalah terus-
menerus dan telah dibuktikan efektif.
ii. Fase kronik bencana
1) Pasca-bencana efek kesehatan mental dapat muncul di sejumlah berbeda
pola. Ini mungkin terkait dengan pengalaman stres tertentu atau mungkin
36
generik. Selain itu, beberapa efek muncul di awal periode pasca-bencana.
Orang lain mungkin akan tertunda. Beberapa orang mungkin menjadi
kronis. Masalah sebelumnya juga dapat muncul kembali
2) Morbiditas pasca trauma paling umum muncul dalam bentuk post
traumatic gangguan stres atau depresi berat. Kemungkinan ini Masalah
ini seperti disebutkan di atas, langsung berhubungan dengan keparahan
ancaman kehidupan dan paparan stres jenis kematian dan kerugian yang
signifikan. PTSD memiliki tiga utama kelompok gejala: kenangan
mengganggu, mimpi buruk dan reexperiencing dari apa yang telah
terjadi, gejala avoidant, mati rasa, kehilangan perasaan; tinggi gairah dan
lekas marah, gangguan tidur dan efek kejut. Konsentrasi bisa terganggu.
Gangguan ini dapat bervariasi dari ringan sampai parah, dan berfluktuasi
dari waktu ke waktu. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan pribadi dan
kemampuan untuk bekerja.
3) Trauma difokuskan konseling dalam bentuk terapi perilaku kognitif
dapat mengurangi risiko jika diterapkan setelah beberapa minggu
pertama bagi mereka mengalami intens tekanan awal dalam bentuk ini,
atau dapat memberikan model perawatan yang tepat jika ada masalah
didirikan. Rujukan untuk penilaian kejiwaan dan awal pengobatan yang
tepat jika gangguan ini didirikan.
4) Perasaan depresi yang umum pada periode pasca bencana, terutama jika
ada telah kerugian besar dan kehancuran, dan karena itu menjadi jelas
bahwa pemulihan rumit dan mungkin memakan waktu lama. Ini mungkin
bergabung menjadi depresif, terutama bagi mereka yang telah memiliki
episode sebelumnya, atau rentan dari kehilangan atau trauma atau
dislokasi. Pengobatan yang tepat dapat melibatkan konseling kognitif-
perilaku atau interpersonal yang difokuskan, ditargetkan untuk kebutuhan
individu, dan jika berat, obat antidepresan.
37
5) Kecemasan masalah seperti kekhawatiran terkait dengan pengingat juga
dapatmengembangkan, dan akan membutuhkan terapi perilaku jika
mereka tidak puas. Penggunaan narkoba Masalah juga mungkin timbul
pada periode pasca bencana, dan biasanya mewakili cara mencoba untuk
berurusan dengan tingkat kecemasan tinggi atau gairah. Ini harus dikelola
bersama pengobatan tekanan yang mendasari atau gejala.
6) Gejala umum dan terus- menerus jelas kesusahan, dan gejala somatik
dapat menyebabkan presentasi sering untuk sistem perawatan kesehatan,
dan khususnya untuk umum praktisi. Sebuah cek kesehatan penuh adalah
penting dan sejarah hati dapat membantu untuk menghubungkan mereka
dengan pengalaman bencana. Kesadaran ini mungkin memfasilitasi
pemulihan, atau konseling difokuskan mungkin diperlukan. Ini harus
mencatat bahwa hasil yang merugikan kesehatan fisik juga mungkin
akibat dari Pengalaman bencana. Ini tepat harus dinilai dan dikelola
sebagai baik.
7) Kelompok yang muncul secara spontan (misalnya self-help) atau yang
dikoordinasikan profesional dapat bermanfaat bagi orang-orang yang
mendapatkan manfaat dari berbagi pengalaman dan mengembangkan
jaringan dukungan dengan 'orang lain yang telah melalui hal yang sama
8) Pengakuan dari apa yang orang-orang yang mengalami bencana telah
melalui dapat membantu mereka dalam memiliki penderitaan mereka
diakui dan dipandang sebagai mendukung. Masyarakat luas, sekolah dan
tempat kerja dapat membantu dalam hal ini. 'Duka' kepemimpinan dan
pengakuan kebutuhan oleh politik dan tokoh masyarakat dapat sangat
membantu, lebih jadi jika emosional dukungan disediakan. Janji restitusi
sering diberikan pada fase awal tetapi tidak harus dilakukan jika mereka
tidak dapat disimpan.
38
9) Bencana melibatkan seluruh masyarakat dan sistem sosial untuk lebih
besar atau derajat lebih rendah. Ini mungkin berarti bahwa ada dampak
yang lebih luas pada organisasi masyarakat. Kadang-kadang ini adalah
positif dan membantu dalam menyelesaikan pengalaman dan bergerak
maju. Pada saat saat lain mungkin ada kambing hitam dan tingkat
kerusakan masyarakat. Dukungan bagi para pemimpin, kesempatan untuk
keterlibatan masyarakat dalam pemulihan sendiri, dan masyarakat
pembaharuan dan tanda peringatan dapat membantu. Pada fase akut
sering ada positif respon disebut periode bulan madu tetapi ini dapat
memberikan cara untuk Kekecewaan yang menciptakan tekanan
tambahan melalui periode panjang pemulihan, dan mungkin bahkan lebih
sulit untuk menyesuaikan diri daripada kejadian akut.
10) Ekspektasi pemulihan dan dukungan untuk ini harus memungkinkan
individu untuk bergerak dari apa yang telah terjadi, dengan pengakuan
bahwa hal itu tidak akan dilupakan, dan tidak bisa dibatalkan, tetapi
akhirnya akan dimasukkan sebagai bagian dari pengalaman di masa lalu.