BAB II baru

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pembuatan Tahu Tahu merupakan produk berbasis kedelai yang airnya terekstrak dan garam atau asamnya terendap dalam bentuk curd, menyerupai keju putih halus atau yogurt yang sangat keras. Sederhananya, tahu merupakan protein kedelai yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal. Tahu merupakan pangan yang serbaguna dan bergizi yang terbuat dari curd kedelai . Dibandingkan dengan daging atau keju, tahu memiliki kalori yang lebih rendah karena rasio protein/lemaknya yang lebih tinggi. Tahu juga bebas kolesterol, bebas laktosa, dan jumlah lemak jenuhnya lebih sedikit (Widro, 2007).

description

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Proses Pembuatan TahuTahu merupakan produk berbasis kedelai yang airnya terekstrak dan garam atau asamnya terendap dalam bentuk curd, menyerupai keju putih halus atau yogurt yang sangat keras. Sederhananya, tahu merupakan protein kedelai yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal. Tahu merupakan pangan yang serbaguna dan bergizi yang terbuat dari curd kedelai . Dibandingkan dengan daging atau keju, tahu memiliki kalori yang lebih rendah karena rasio protein/lemaknya yang lebih tinggi. Tahu juga bebas kolesterol, bebas laktosa, dan jumlah lemak jenuhnya lebih sedikit (Widro, 2007). Gambar 2.1 TahuPemanfaatan protein kedelai yang pertama kali adalah di Asia Timur, Protein tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk tahu gel. Gel dari kedelai atau yang biasa disebut dengan tahu memiliki kapasitas untuk bertindak sebagai matriks dan menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan bahan komponen lainnya. Sifat karaktersitik dari gel protein kedelai ini adalah kemampuan menahan proteinnya atau Water Holding Capacity (WHC) yang tinggi dibandingkan dengan gel dari susu atau gel lainnya (Wikipedia, 2008).Tahu merupakan pangan yang diproduksi melalui pemanfaatan sifat gelasi protein kedelai. Kedelai yang akan dioleh diekstrak proteinnya menjadi susu kedelai lalu digumpalkan menggunakan koagulan. Cao dan Chang dalam Oboh (2006) menyatakan bahwa tahu dihasilkan dengan cara mengkoagulasikan susu kedelai panas baik dengan garam (CaCl2 atau CaSO4) atau asam (glukono-δ-lakton). Pengkoagulasian ini akan menghasilkan gel protein yang dapat menjerat air, lemak, dan komponen lainnya dalam matriks curd yang terbentuk. Curd yang terbentuk kemudian ditekan hingga membentuk kubus padat.Hasil dan mutu dari tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas kedelai (tergantung dengan pertumbuhan dan kondisis penyimpanan), dan kondisi proses. Proses koagulasi merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan tahu dan paling sulit dikontrol karena ketergantungannya terhadap kompleks hubungan intern dari variabel-variabel berikut: kimiawi kedelai; suhu pemasakan susu kedelai; volume, kandungan padatan dan pH; tipe, jumlah, konsentrasi dan metode penambahan dan pencampuran koagulan; serta suhu dan waktu koagulasi ( Widro, 2007).Untuk tahu tradisional yang biasanya dijual di Indonesia, proses pembuatannya pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu pembuatan susu kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal secara tradisional biasanya digunakan biang, yaitu cairan yang keluar pada waktu pengepresan dan sudah diasamkan semalam. Sebagai pengganti, dapat digunakan air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2 atau CaSO4. Pada pembuatan tahu cina biasanya digunakan sioko yang mengandung CaSO4 dan garam. Selain protein, zat-zat lain yang terdapat dalam kedelai juga terbawa ke dalam endapan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen protein dan mutu tahu, yaitu cara penggilingan, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal, dan keadaan sanitasi proses pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi secara panas menghasilkan rendemen lebih banyak (Kastyanto, 1998).Proses pembuatan tahu dapat dimulai dengan memilih kedelai yang berkualitas baik lalu di bersihkan kotorannya. Setelah itu kedelai direndam dalam air bersih selama 2-4 jam (lebih baik jika menggunakan air mengalir). Perendaman dimaksudkan untuk melunakkan struktrur selularnya sehingga mudah digiling dan memberikan disperse dan suspense bahan padat kedelai yang lebih baik pada waktu ekstraksi (penggilingan). Perendaman dapat mempermudah pengupasan kulit kedelai, tetapi perendamannya yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan. Perendaman yang terlalu lama akan menyebabkan terjadinya pembentukan busa pada permukaan air, sedangkan perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah saat penggilingan.Kedelai yang sudah direndam kemudian dikupas dan dilakukan penggilingan dengan pe

Transcript of BAB II baru

Page 1: BAB II baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan produk berbasis kedelai yang airnya terekstrak dan

garam atau asamnya terendap dalam bentuk curd, menyerupai keju putih halus

atau yogurt yang sangat keras. Sederhananya, tahu merupakan protein kedelai

yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal. Tahu

merupakan pangan yang serbaguna dan bergizi yang terbuat dari curd kedelai .

Dibandingkan dengan daging atau keju, tahu memiliki kalori yang lebih rendah

karena rasio protein/lemaknya yang lebih tinggi. Tahu juga bebas kolesterol,

bebas laktosa, dan jumlah lemak jenuhnya lebih sedikit (Widro, 2007).

Gambar 2.1 Tahu

Page 2: BAB II baru

5

Pemanfaatan protein kedelai yang pertama kali adalah di Asia Timur,

Protein tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk tahu gel. Gel dari

kedelai atau yang biasa disebut dengan tahu memiliki kapasitas untuk bertindak

sebagai matriks dan menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan bahan

komponen lainnya. Sifat karaktersitik dari gel protein kedelai ini adalah

kemampuan menahan proteinnya atau Water Holding Capacity (WHC) yang

tinggi dibandingkan dengan gel dari susu atau gel lainnya (Wikipedia, 2008).

Tahu merupakan pangan yang diproduksi melalui pemanfaatan sifat

gelasi protein kedelai. Kedelai yang akan dioleh diekstrak proteinnya menjadi

susu kedelai lalu digumpalkan menggunakan koagulan. Cao dan Chang dalam

Oboh (2006) menyatakan bahwa tahu dihasilkan dengan cara mengkoagulasikan

susu kedelai panas baik dengan garam (CaCl2 atau CaSO4) atau asam (glukono-δ-

lakton). Pengkoagulasian ini akan menghasilkan gel protein yang dapat menjerat

air, lemak, dan komponen lainnya dalam matriks curd yang terbentuk. Curd yang

terbentuk kemudian ditekan hingga membentuk kubus padat.

Hasil dan mutu dari tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas

kedelai (tergantung dengan pertumbuhan dan kondisis penyimpanan), dan

kondisi proses. Proses koagulasi merupakan tahap yang paling penting dalam

pembuatan tahu dan paling sulit dikontrol karena ketergantungannya terhadap

kompleks hubungan intern dari variabel-variabel berikut: kimiawi kedelai; suhu

pemasakan susu kedelai; volume, kandungan padatan dan pH; tipe, jumlah,

Page 3: BAB II baru

6

konsentrasi dan metode penambahan dan pencampuran koagulan; serta suhu dan

waktu koagulasi ( Widro, 2007).

Untuk tahu tradisional yang biasanya dijual di Indonesia, proses

pembuatannya pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu pembuatan susu

kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal secara

tradisional biasanya digunakan biang, yaitu cairan yang keluar pada waktu

pengepresan dan sudah diasamkan semalam. Sebagai pengganti, dapat digunakan

air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2 atau CaSO4. Pada pembuatan

tahu cina biasanya digunakan sioko yang mengandung CaSO4 dan garam. Selain

protein, zat-zat lain yang terdapat dalam kedelai juga terbawa ke dalam endapan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen protein dan mutu tahu,

yaitu cara penggilingan, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal, dan keadaan

sanitasi proses pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi secara

panas menghasilkan rendemen lebih banyak (Kastyanto, 1998).

Proses pembuatan tahu dapat dimulai dengan memilih kedelai yang

berkualitas baik lalu di bersihkan kotorannya. Setelah itu kedelai direndam dalam

air bersih selama 2-4 jam (lebih baik jika menggunakan air mengalir).

Perendaman dimaksudkan untuk melunakkan struktrur selularnya sehingga

mudah digiling dan memberikan disperse dan suspense bahan padat kedelai yang

lebih baik pada waktu ekstraksi (penggilingan). Perendaman dapat

mempermudah pengupasan kulit kedelai, tetapi perendamannya yang terlalu lama

dapat mengurangi total padatan. Perendaman yang terlalu lama akan

Page 4: BAB II baru

7

menyebabkan terjadinya pembentukan busa pada permukaan air, sedangkan

perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah saat

penggilingan.

Kedelai yang sudah direndam kemudian dikupas dan dilakukan

penggilingan dengan penambahan air antara 5-8 kali berat kedelai. Penggunaan

air panas 80-100 0C dapat menonaktifkan enzim lipoksigenase penyebab bau

langu serta memperbanyak rendemen. Bubur kedelai selanjutnya disaring dan

filtratnya dimasak. Pemasakan ini bertujuan untuk mengurangi bau langu,

menonaktifkan tripsin inhibitor (antitripsin), meningkatkan daya cerna,

mempermudah ekstraksi, penggumpalan protein, serta menambah keawetan

produk. Pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3-

10 menit setelah mendidih yang tujuannya untuk mengekstrak protein kedelai

dan mendenaturasi protein serta memudahkan proses koagulasi. Penggumpalan

selanjutnya dilakukan dengan penambahan asam asetat. Dalam hal ini harus

diperhatikan kecepatan penambahannya. Gumpalan (curd) protein kedelai

selanjutnya dicetak, diperas (dipres) dan dipotong.

Penambahan koagulan ke dalam filtrat dilakukan pada suhu yang tepat,

sesuai dengan jenis koagulan yang digunakan. Setelah curd terbentuk, curd

dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah cetakan, kemudian ditekan

perlahan untuk membuang kelebihan air dan terbentuk padatan tahu.

Hasil dan kualitas tahu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mutu dan

varietas kedelai, jumlah pengadukan, koagulan yang digunakan, dan besar dan

Page 5: BAB II baru

8

lama penekanan curd. Selain itu, koagulasi susu kedelai sangat mengandalkan

hubungan intern antara tipe kedelai, suhu pemasakannya, volume, kandungan

padatan, pH, tipe dan jumlah koagulan, serta waktu koagulasi. Semua faktor itu

akan mempengaruhi profil tekstur curd yang dihasilkan pada produk akhir seperti

kekerasan. Kekerasan tahu dapat bervariasi dari lunak ke keras dengan

kandungan air sekitar 70-90% dan kandungan protein sekitar 5-16%, dan hal itu

tergantung dari jenis dan jumlah koagulan, pengadukan selama koagulasi serta

penekanan yang diaplikasikan terhadap curd (Kastyanto, 1998).

Tahu lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur yang halus

dengan kadar air berkisar antara 84-90%. Kekerasan kemungkinan dikarenakan

oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu. Tahu yang keras memiliki

struktur yang lebih padat karena molekul proteinnya sangat dekat akibat

hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi. Sehingga dapat diasosiasikan

bahwa rendahnya kemampuan menahan air (Water Holding Capacity) akan

menyebabkan tahu memiliki kekerasan yang tinggi, sehingga tahu memiliki

tekstur yang padat dan penampakan yang kasar. Sebaliknya, tingginya

kemampuan struktur tahu dalam menahan air akan menyebabkan tahu memiliki

kekerasan yang rendah, sehingga tahu memiliki tekstur yang lembut dan

penampakan yang halus.

Page 6: BAB II baru

9

B. Proses Koagulasi

Tahapan utama dalam pembuatan produk berbasis curd adalah tahap

koagulasi protein (pengendapan protein). Koagulasi adalah perubahan bentuk

dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi protein dilakukan

dengan bantuan koagulan penggumpal protein kedelai. Koagulasi protein akan

mempengaruhi struktur curd yang dihasilkan, sehingga secara tidak langsung

proses ini akan menentukan mutu tekstur produk akhir. Proses penggumpalan

merupakan tahapan proses paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik

dalam pembuatan tahu. Penambahan koagulan dengan jenis dan konsentrasi

tertentu berpengaruh terhadap tekstur curd yang akan diperoleh. Jumlah

koagulan yang dibutuhkan tergantung pada kadar padatan yang terdapat dalam

sari kedelai.

Koagulasi protein sari kedelai berlangsung pada pH 4,1-4,6. Melalui

koagulasi tersebut, akan diperoleh padatan curd dan suspensi cair whey. Curd

mengandung protein yang sebagian besar terdiri dari globulin. Whey ekstrak

kedelai yang merupakan hasil samping dari koagulasi, mengandung albumin,

protease, pepton, nitrogen non protein, gula, antitripsin, urease, lipoksidase, serta

enzimenzim lain dan bahan lain yang larut dalam air. Penambahan bahan

penggumpal sebaiknya dilakukan setelah sari kedelai mencapai suhu 70-90oC,

hal ini tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan.

Page 7: BAB II baru

10

C. Koagulan Tahu

Pada proses pembuatan tahu ditambahkan koagulan yang berfungsi

sebagai penggumpal protein susu kedelai. Proses penggumpalan merupakan

tahap yang paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang

akan dihasilkan.

Koagulan dalam pembuatan tahu menurut Shurtleff dan Aoyagi dalam

Winarno (2002), digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu golongan garam

sulfat, garam klorida atau nigari, golongan asam dan golongan lakton

(gluconodelta-laktone GDL). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jenis bahan

penggumpal tahu yang umum digunakan.

Tabel 2.1 Beberapa Jenis Penggumpal yang Sering Digunakan (Sumber:

Shurtleff dan Aoyagi dalam Winarno (2002).

Golongan Jenis yang Umun DigunakanGaram Sulfat Kalsium sulfat (CaSO4), dan MgSO4.7H2OGaram Klorida “Nigari”alami, air laut,

MgCl2.6H2O,CaCl2, CaCl2.2H2OLakton C6H10O6 (Glukono Delta Lakton, GDL)Asam Asam laktat, asam asetat (asam cuka),

sari buah jeruk

1. Garam Sulfat

Koagulan jenis ini menghasilkan tahu yang lunak dan lembut

teksturnya. Koagulan yang termasuk jenis ini adalah kalsium sulfat dan

magnesium sulfat. Koagulan jenis ini dapat ditambahkan sekaligus ke dalam

susu kedelai dan mudah pengerjaanya tanpa memerlukan keahlian.

Page 8: BAB II baru

11

Kalsium, yang kini banyak digunakan merupakan bentuk yang lebih

murni, lebih halus. Yang secara tradisional diproduksi dengan cara

menggiling gypsum yang telah dibakar sedikit. Kalsium sulfat atau gypsum

(CaSO4.2H2O) dan magnesium sulfat, juga disebut Epsom salt (MgSO4.7H2O)

kedua-duanya digunakan pada konsentrasi 2,2 persen berdasarkan berat

kedelai kering, dan dilakukan pada suhu 70-750C.

Pada umnumnya Gypsum mengkoagulasi susu kedelai lebih lambat

bila disbanding koagulan lain, tetapi dapat menghasilkan tahu yang berstektur

lebih halus dan pengendapan terjadi secara maksimal (Winarno, 2002)

2. Garam Klorida

Pada koagulan golongan garam, kation logam yang terdapat dalam

garam (seperti Mg2+ atau Ca2+) bereaksi dengan protein sari kedelai dan

mengendapkannya bersama dengan lemak untuk menghasilkan curd.

Penggunaan koagulan garam menyebabkan terjadinya koagulasi pada pH di

atas titik isoelektrik protein globulin kedelai. Garam dapat diperoleh langsung

dari alam, contohnya nigari. Nigari alami diekstrak dari air laut dengan

menghilangkan sebagian besar (NaCl) dan air. Koagulan jenis ini

mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida.

Penggunaan koagulan jenis nigari membutuhkan waktu pembuatan tahu yang

cukup lama karena koagulan jenis ini harus ditambahkan sedikit demi sedikit

dan perlahan-lahan, akibatnya dibutuhkan teknik yang baik dalam pembuatan

Page 9: BAB II baru

12

tahu. Selain itu, penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan

tekstur yang cenderung kurang lembut.

3. Lakton

Pada dasarnya, koagulan golongan lakton berbeda dengan nigari

maupun garam sulfat. Lakton, yang dikenal sebagai glukono delta-lakton,

merupakan koagulan yang umum digunakan untuk memperoleh tahu Jepang

dengan tekstur sangat lembut. Tahu ini dikenal dengan sebutan tahu sutra

(silken tofu). Ketika koagulan dicampur dengan sari kedelai dan dipanaskan,

lakton akan menghasilkan asam glukonat yang mengkoagulasikan protein sari

kedelai menjadi curd tahu sutra .

4. Asam

Koagulan asam yang digunakan untuk mengendapkan protein kedelai

antara lain asam laktat, asam asetat dan sari buah jeruk. Asam laktat diperoleh

melalui aktivitas bakteri asam laktat. Keberadaan asam laktat akan

menurunkan pH sari kedelai menjadi 4,5 yang merupakan titik isoelektrik bagi

protein globulin sari kedelai sehingga terjadi koagulasi protein kedelai. Di

Indonesia, koagulan asam diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan

tahu sebelumnya. Fermentasi dilakukan selama semalam. Whey hasil

fermentasi kemudian diinokulasikan kembali pada whey hasil pengolahan tahu

hari berikutnya untuk memperoleh koagulan yang baru. Penggunaan koagulan

yang berbeda akan memberikan tingkat kekerasan yang berbeda pada curd

yang dihasilkan.

Page 10: BAB II baru

13

D. Kelarutan Protein

Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau

utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan

atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein

yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan

dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi, A., 1994).

Protein lazim disebut zat pembangun karena berperan dalam pertumbuhan

sel-sel baru, perbaikan jaringan tubuh dan pembentukan hormon, antibodi serta

enzim manusia (Gunawan, 2004).

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H,

O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein

mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur

logam seperti besi dan tembaga.

Protein merupakan zat pembentuk tubuh yang penting disamping air,

lemak, mineral, karbohidrat dan berbagai vitamin, terdapat atau ditemukan di

sekujur tubuh pada otot, kulit, rambut, jantung, paru, otak dan organ tubuh

lainnya (Kartasapoetra, 2005).

1. Klasifikasi Protein

Protein dapat digolongkan menurut struktur susunan molekulnya dan

kelarutannya.

Page 11: BAB II baru

14

a. Struktur Susunan Molekul Pada Protein

1) Protein fibriler/skeroprotein adalah protein yang berbentuk serabut.

Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam,

asam, basa ataupun alkohol. Susunan molekulnya terdiri dari rantai

molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk

kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan

semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk

struktur bahan dan jaringan. Kadang-kadang protein disebut

albuminoid dan sklerin.

2) Protein globuler/sferoprotein adalah protein yang berbentuk bola.

Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan

daging. Protein ini larut dalam garam dan asam encer, juga lebih

mudah berubah di bawah pengauruh suhu, konsentrasi garam, pelarut

asam dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein mudah

terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan

perubahan fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan

hormon.

b. Kelarutan

Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa

kelompok yaitu :

1) Albumin : larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya :

albumin telur, albumin serum dan laktalbumin dalam susu.

Page 12: BAB II baru

15

2) Globulin : tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam

larutan garam encer dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi

tinggi (salting out).

3) Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa

encer. Contohnya : glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.

4) Prolamin atau gliadin : larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam

air maupun alkohol absolut.

5) Histon : larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat

mengendap dalam pelarut protein lainnya. Histon yang terkoagulasi

karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer.

6) Protamin : protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lain,

tetapi lebih kompleks daripada pepton dan peptida. Protein ini larut

dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas. Larutan protamin encer

dapat mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat dan dengan asam

kuat membentuk garam.

Kelarutan protein adalah persen dari total protein yang terdapat di dalam

bahan pangan yang dapat diekstrak oleh atau larut dalam air pada kondisi

tertentu. Jenis-jenis protein, seperti albumin, globulin, prolamin dan glutelin

dapat larut dalam air, larutan garam encer, 60-80% alcohol alifatik dan 0.2%

NaOH.

Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam

larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Oleh karena itu,

Page 13: BAB II baru

16

pengetahuan mengenai sifat asam-basa dari asam amino sangat penting di dalam

pengertian berbagai sifat kelarutan protein. Sifat kelarutan protein bergantung

pada jenis protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, suhu.

Kelarutan protein dalam air mencapai minimum pada pH titik isoeliktrik

atau dinotasikan dengan pI. Setiap jenis protein memiliki pI yang tertentu. Pada

pH isoelektrik ini, protein tidak bermuatan, sehingga tidak terjadi gaya tarik

menarik antar molekul. Pada pH di atas atau di bawah pH isoelektrik, protein

kembali bermuatan positif atau negative yang menyebabkan kelarutannya

meningkat. Kelarutan protein dapat menurun dengan penambahan larutan garam.

Misalnya penambahan garam kalsium sulfat (CaSO4) pada protein kedelai

menyebabkan kelarutan protein menurun dan lambat laun akan menggumpalkan

protein. (Andarwulan, dkk, 2011).

E. Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir yang

bernama Johann Kjeldahl. Makanan didestruksi dengan asam kuat sehingga

melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang

sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam

sampel.

Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun

dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang

lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standar untuk penentuan kadar

Page 14: BAB II baru

17

protein. Metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,

diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar

nitrogen.

Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein)

digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata,

tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam

aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah yaitu destruksi (digesti),

destilasi (netralisasi) dan titrasi.

1. Prinsip Kerja

a. Destruksi

Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digest

dan didigesti (destruksi) dengan pemanasan, dengan penambahan asam

sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat

anhidrat (untuk mempercepattercapainya titik didih) dan katalis seperti

tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat

reaksi).

Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam

bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsure organik lain

menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan

asam karena berada dalam bentuk ion ammonium (NH4+) yang terikat

dengan ion sulfat (SO42+) sehingga yang berada dalam larutan adalah :

N(makanan) → (NH4)2SO4 ……................................................(1)

Page 15: BAB II baru

18

b. Destilasi (netralisasi)

Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan

labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam

labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah

ammonium sulfat menjadi gas amonia.

(NH4)2SO4 + 2 NaOH → 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4……………(2)

Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah

keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat

berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia

menjadi ion ammonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat :

NH3 + H3BO3 → NH4+ + H2BO3

- ………………………………(3)

c. Titrasi

Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion ammonium borat

yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroksida standar,

menggunakan indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.

H2BO3- + H+ → H3BO3 ……………………………………………(4)

Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai

titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan

(persamaan 3).

Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen

dalam mg sampel menggunakan larutan HCl x M untuk titrasi

Page 16: BAB II baru

19

% N = x x x 100…………………………(5)

Dimana Vc dan Vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14 g

adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya

dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan

nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar

nitrogen ditentukan, dikonversi yang sesuai :

% Protein = F x %N

2. Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntungan

1) Metode Kjeldahl digunakan secra luas di seluruh dunia dan masih

merupakan metode standar disbanding metode lain.

2) Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik

membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.

b. Kerugian

1) Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya,

karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.

2) Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena

susunan residu asam amino yang berbeda.

3) Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga

beberapa katalis.

Page 17: BAB II baru

20

4) Teknik ini membutuhkan waktu lama

F. Hipotesis

Terdapat pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein

dalam proses pembuatan tahu.