BAB II baru
-
Upload
edchemistloverz -
Category
Documents
-
view
112 -
download
5
description
Transcript of BAB II baru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Pembuatan Tahu
Tahu merupakan produk berbasis kedelai yang airnya terekstrak dan
garam atau asamnya terendap dalam bentuk curd, menyerupai keju putih halus
atau yogurt yang sangat keras. Sederhananya, tahu merupakan protein kedelai
yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal. Tahu
merupakan pangan yang serbaguna dan bergizi yang terbuat dari curd kedelai .
Dibandingkan dengan daging atau keju, tahu memiliki kalori yang lebih rendah
karena rasio protein/lemaknya yang lebih tinggi. Tahu juga bebas kolesterol,
bebas laktosa, dan jumlah lemak jenuhnya lebih sedikit (Widro, 2007).
Gambar 2.1 Tahu
5
Pemanfaatan protein kedelai yang pertama kali adalah di Asia Timur,
Protein tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk tahu gel. Gel dari
kedelai atau yang biasa disebut dengan tahu memiliki kapasitas untuk bertindak
sebagai matriks dan menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan bahan
komponen lainnya. Sifat karaktersitik dari gel protein kedelai ini adalah
kemampuan menahan proteinnya atau Water Holding Capacity (WHC) yang
tinggi dibandingkan dengan gel dari susu atau gel lainnya (Wikipedia, 2008).
Tahu merupakan pangan yang diproduksi melalui pemanfaatan sifat
gelasi protein kedelai. Kedelai yang akan dioleh diekstrak proteinnya menjadi
susu kedelai lalu digumpalkan menggunakan koagulan. Cao dan Chang dalam
Oboh (2006) menyatakan bahwa tahu dihasilkan dengan cara mengkoagulasikan
susu kedelai panas baik dengan garam (CaCl2 atau CaSO4) atau asam (glukono-δ-
lakton). Pengkoagulasian ini akan menghasilkan gel protein yang dapat menjerat
air, lemak, dan komponen lainnya dalam matriks curd yang terbentuk. Curd yang
terbentuk kemudian ditekan hingga membentuk kubus padat.
Hasil dan mutu dari tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas
kedelai (tergantung dengan pertumbuhan dan kondisis penyimpanan), dan
kondisi proses. Proses koagulasi merupakan tahap yang paling penting dalam
pembuatan tahu dan paling sulit dikontrol karena ketergantungannya terhadap
kompleks hubungan intern dari variabel-variabel berikut: kimiawi kedelai; suhu
pemasakan susu kedelai; volume, kandungan padatan dan pH; tipe, jumlah,
6
konsentrasi dan metode penambahan dan pencampuran koagulan; serta suhu dan
waktu koagulasi ( Widro, 2007).
Untuk tahu tradisional yang biasanya dijual di Indonesia, proses
pembuatannya pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu pembuatan susu
kedelai dan penggumpalan proteinnya. Sebagai zat penggumpal secara
tradisional biasanya digunakan biang, yaitu cairan yang keluar pada waktu
pengepresan dan sudah diasamkan semalam. Sebagai pengganti, dapat digunakan
air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2 atau CaSO4. Pada pembuatan
tahu cina biasanya digunakan sioko yang mengandung CaSO4 dan garam. Selain
protein, zat-zat lain yang terdapat dalam kedelai juga terbawa ke dalam endapan.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen protein dan mutu tahu,
yaitu cara penggilingan, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal, dan keadaan
sanitasi proses pengolahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi secara
panas menghasilkan rendemen lebih banyak (Kastyanto, 1998).
Proses pembuatan tahu dapat dimulai dengan memilih kedelai yang
berkualitas baik lalu di bersihkan kotorannya. Setelah itu kedelai direndam dalam
air bersih selama 2-4 jam (lebih baik jika menggunakan air mengalir).
Perendaman dimaksudkan untuk melunakkan struktrur selularnya sehingga
mudah digiling dan memberikan disperse dan suspense bahan padat kedelai yang
lebih baik pada waktu ekstraksi (penggilingan). Perendaman dapat
mempermudah pengupasan kulit kedelai, tetapi perendamannya yang terlalu lama
dapat mengurangi total padatan. Perendaman yang terlalu lama akan
7
menyebabkan terjadinya pembentukan busa pada permukaan air, sedangkan
perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah saat
penggilingan.
Kedelai yang sudah direndam kemudian dikupas dan dilakukan
penggilingan dengan penambahan air antara 5-8 kali berat kedelai. Penggunaan
air panas 80-100 0C dapat menonaktifkan enzim lipoksigenase penyebab bau
langu serta memperbanyak rendemen. Bubur kedelai selanjutnya disaring dan
filtratnya dimasak. Pemasakan ini bertujuan untuk mengurangi bau langu,
menonaktifkan tripsin inhibitor (antitripsin), meningkatkan daya cerna,
mempermudah ekstraksi, penggumpalan protein, serta menambah keawetan
produk. Pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3-
10 menit setelah mendidih yang tujuannya untuk mengekstrak protein kedelai
dan mendenaturasi protein serta memudahkan proses koagulasi. Penggumpalan
selanjutnya dilakukan dengan penambahan asam asetat. Dalam hal ini harus
diperhatikan kecepatan penambahannya. Gumpalan (curd) protein kedelai
selanjutnya dicetak, diperas (dipres) dan dipotong.
Penambahan koagulan ke dalam filtrat dilakukan pada suhu yang tepat,
sesuai dengan jenis koagulan yang digunakan. Setelah curd terbentuk, curd
dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah cetakan, kemudian ditekan
perlahan untuk membuang kelebihan air dan terbentuk padatan tahu.
Hasil dan kualitas tahu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mutu dan
varietas kedelai, jumlah pengadukan, koagulan yang digunakan, dan besar dan
8
lama penekanan curd. Selain itu, koagulasi susu kedelai sangat mengandalkan
hubungan intern antara tipe kedelai, suhu pemasakannya, volume, kandungan
padatan, pH, tipe dan jumlah koagulan, serta waktu koagulasi. Semua faktor itu
akan mempengaruhi profil tekstur curd yang dihasilkan pada produk akhir seperti
kekerasan. Kekerasan tahu dapat bervariasi dari lunak ke keras dengan
kandungan air sekitar 70-90% dan kandungan protein sekitar 5-16%, dan hal itu
tergantung dari jenis dan jumlah koagulan, pengadukan selama koagulasi serta
penekanan yang diaplikasikan terhadap curd (Kastyanto, 1998).
Tahu lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur yang halus
dengan kadar air berkisar antara 84-90%. Kekerasan kemungkinan dikarenakan
oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu. Tahu yang keras memiliki
struktur yang lebih padat karena molekul proteinnya sangat dekat akibat
hilangnya kandungan air selama tahap koagulasi. Sehingga dapat diasosiasikan
bahwa rendahnya kemampuan menahan air (Water Holding Capacity) akan
menyebabkan tahu memiliki kekerasan yang tinggi, sehingga tahu memiliki
tekstur yang padat dan penampakan yang kasar. Sebaliknya, tingginya
kemampuan struktur tahu dalam menahan air akan menyebabkan tahu memiliki
kekerasan yang rendah, sehingga tahu memiliki tekstur yang lembut dan
penampakan yang halus.
9
B. Proses Koagulasi
Tahapan utama dalam pembuatan produk berbasis curd adalah tahap
koagulasi protein (pengendapan protein). Koagulasi adalah perubahan bentuk
dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi protein dilakukan
dengan bantuan koagulan penggumpal protein kedelai. Koagulasi protein akan
mempengaruhi struktur curd yang dihasilkan, sehingga secara tidak langsung
proses ini akan menentukan mutu tekstur produk akhir. Proses penggumpalan
merupakan tahapan proses paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik
dalam pembuatan tahu. Penambahan koagulan dengan jenis dan konsentrasi
tertentu berpengaruh terhadap tekstur curd yang akan diperoleh. Jumlah
koagulan yang dibutuhkan tergantung pada kadar padatan yang terdapat dalam
sari kedelai.
Koagulasi protein sari kedelai berlangsung pada pH 4,1-4,6. Melalui
koagulasi tersebut, akan diperoleh padatan curd dan suspensi cair whey. Curd
mengandung protein yang sebagian besar terdiri dari globulin. Whey ekstrak
kedelai yang merupakan hasil samping dari koagulasi, mengandung albumin,
protease, pepton, nitrogen non protein, gula, antitripsin, urease, lipoksidase, serta
enzimenzim lain dan bahan lain yang larut dalam air. Penambahan bahan
penggumpal sebaiknya dilakukan setelah sari kedelai mencapai suhu 70-90oC,
hal ini tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan.
10
C. Koagulan Tahu
Pada proses pembuatan tahu ditambahkan koagulan yang berfungsi
sebagai penggumpal protein susu kedelai. Proses penggumpalan merupakan
tahap yang paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang
akan dihasilkan.
Koagulan dalam pembuatan tahu menurut Shurtleff dan Aoyagi dalam
Winarno (2002), digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu golongan garam
sulfat, garam klorida atau nigari, golongan asam dan golongan lakton
(gluconodelta-laktone GDL). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jenis bahan
penggumpal tahu yang umum digunakan.
Tabel 2.1 Beberapa Jenis Penggumpal yang Sering Digunakan (Sumber:
Shurtleff dan Aoyagi dalam Winarno (2002).
Golongan Jenis yang Umun DigunakanGaram Sulfat Kalsium sulfat (CaSO4), dan MgSO4.7H2OGaram Klorida “Nigari”alami, air laut,
MgCl2.6H2O,CaCl2, CaCl2.2H2OLakton C6H10O6 (Glukono Delta Lakton, GDL)Asam Asam laktat, asam asetat (asam cuka),
sari buah jeruk
1. Garam Sulfat
Koagulan jenis ini menghasilkan tahu yang lunak dan lembut
teksturnya. Koagulan yang termasuk jenis ini adalah kalsium sulfat dan
magnesium sulfat. Koagulan jenis ini dapat ditambahkan sekaligus ke dalam
susu kedelai dan mudah pengerjaanya tanpa memerlukan keahlian.
11
Kalsium, yang kini banyak digunakan merupakan bentuk yang lebih
murni, lebih halus. Yang secara tradisional diproduksi dengan cara
menggiling gypsum yang telah dibakar sedikit. Kalsium sulfat atau gypsum
(CaSO4.2H2O) dan magnesium sulfat, juga disebut Epsom salt (MgSO4.7H2O)
kedua-duanya digunakan pada konsentrasi 2,2 persen berdasarkan berat
kedelai kering, dan dilakukan pada suhu 70-750C.
Pada umnumnya Gypsum mengkoagulasi susu kedelai lebih lambat
bila disbanding koagulan lain, tetapi dapat menghasilkan tahu yang berstektur
lebih halus dan pengendapan terjadi secara maksimal (Winarno, 2002)
2. Garam Klorida
Pada koagulan golongan garam, kation logam yang terdapat dalam
garam (seperti Mg2+ atau Ca2+) bereaksi dengan protein sari kedelai dan
mengendapkannya bersama dengan lemak untuk menghasilkan curd.
Penggunaan koagulan garam menyebabkan terjadinya koagulasi pada pH di
atas titik isoelektrik protein globulin kedelai. Garam dapat diperoleh langsung
dari alam, contohnya nigari. Nigari alami diekstrak dari air laut dengan
menghilangkan sebagian besar (NaCl) dan air. Koagulan jenis ini
mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida.
Penggunaan koagulan jenis nigari membutuhkan waktu pembuatan tahu yang
cukup lama karena koagulan jenis ini harus ditambahkan sedikit demi sedikit
dan perlahan-lahan, akibatnya dibutuhkan teknik yang baik dalam pembuatan
12
tahu. Selain itu, penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan
tekstur yang cenderung kurang lembut.
3. Lakton
Pada dasarnya, koagulan golongan lakton berbeda dengan nigari
maupun garam sulfat. Lakton, yang dikenal sebagai glukono delta-lakton,
merupakan koagulan yang umum digunakan untuk memperoleh tahu Jepang
dengan tekstur sangat lembut. Tahu ini dikenal dengan sebutan tahu sutra
(silken tofu). Ketika koagulan dicampur dengan sari kedelai dan dipanaskan,
lakton akan menghasilkan asam glukonat yang mengkoagulasikan protein sari
kedelai menjadi curd tahu sutra .
4. Asam
Koagulan asam yang digunakan untuk mengendapkan protein kedelai
antara lain asam laktat, asam asetat dan sari buah jeruk. Asam laktat diperoleh
melalui aktivitas bakteri asam laktat. Keberadaan asam laktat akan
menurunkan pH sari kedelai menjadi 4,5 yang merupakan titik isoelektrik bagi
protein globulin sari kedelai sehingga terjadi koagulasi protein kedelai. Di
Indonesia, koagulan asam diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan
tahu sebelumnya. Fermentasi dilakukan selama semalam. Whey hasil
fermentasi kemudian diinokulasikan kembali pada whey hasil pengolahan tahu
hari berikutnya untuk memperoleh koagulan yang baru. Penggunaan koagulan
yang berbeda akan memberikan tingkat kekerasan yang berbeda pada curd
yang dihasilkan.
13
D. Kelarutan Protein
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan
atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein
yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan
dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi, A., 1994).
Protein lazim disebut zat pembangun karena berperan dalam pertumbuhan
sel-sel baru, perbaikan jaringan tubuh dan pembentukan hormon, antibodi serta
enzim manusia (Gunawan, 2004).
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H,
O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan tembaga.
Protein merupakan zat pembentuk tubuh yang penting disamping air,
lemak, mineral, karbohidrat dan berbagai vitamin, terdapat atau ditemukan di
sekujur tubuh pada otot, kulit, rambut, jantung, paru, otak dan organ tubuh
lainnya (Kartasapoetra, 2005).
1. Klasifikasi Protein
Protein dapat digolongkan menurut struktur susunan molekulnya dan
kelarutannya.
14
a. Struktur Susunan Molekul Pada Protein
1) Protein fibriler/skeroprotein adalah protein yang berbentuk serabut.
Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam,
asam, basa ataupun alkohol. Susunan molekulnya terdiri dari rantai
molekul yang panjang sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk
kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali pada keadaan
semula. Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk
struktur bahan dan jaringan. Kadang-kadang protein disebut
albuminoid dan sklerin.
2) Protein globuler/sferoprotein adalah protein yang berbentuk bola.
Protein ini banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur dan
daging. Protein ini larut dalam garam dan asam encer, juga lebih
mudah berubah di bawah pengauruh suhu, konsentrasi garam, pelarut
asam dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein mudah
terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan
perubahan fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh enzim dan
hormon.
b. Kelarutan
Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa
kelompok yaitu :
1) Albumin : larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya :
albumin telur, albumin serum dan laktalbumin dalam susu.
15
2) Globulin : tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam
larutan garam encer dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi
tinggi (salting out).
3) Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa
encer. Contohnya : glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
4) Prolamin atau gliadin : larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam
air maupun alkohol absolut.
5) Histon : larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat
mengendap dalam pelarut protein lainnya. Histon yang terkoagulasi
karena pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer.
6) Protamin : protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lain,
tetapi lebih kompleks daripada pepton dan peptida. Protein ini larut
dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas. Larutan protamin encer
dapat mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat dan dengan asam
kuat membentuk garam.
Kelarutan protein adalah persen dari total protein yang terdapat di dalam
bahan pangan yang dapat diekstrak oleh atau larut dalam air pada kondisi
tertentu. Jenis-jenis protein, seperti albumin, globulin, prolamin dan glutelin
dapat larut dalam air, larutan garam encer, 60-80% alcohol alifatik dan 0.2%
NaOH.
Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam
larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Oleh karena itu,
16
pengetahuan mengenai sifat asam-basa dari asam amino sangat penting di dalam
pengertian berbagai sifat kelarutan protein. Sifat kelarutan protein bergantung
pada jenis protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, suhu.
Kelarutan protein dalam air mencapai minimum pada pH titik isoeliktrik
atau dinotasikan dengan pI. Setiap jenis protein memiliki pI yang tertentu. Pada
pH isoelektrik ini, protein tidak bermuatan, sehingga tidak terjadi gaya tarik
menarik antar molekul. Pada pH di atas atau di bawah pH isoelektrik, protein
kembali bermuatan positif atau negative yang menyebabkan kelarutannya
meningkat. Kelarutan protein dapat menurun dengan penambahan larutan garam.
Misalnya penambahan garam kalsium sulfat (CaSO4) pada protein kedelai
menyebabkan kelarutan protein menurun dan lambat laun akan menggumpalkan
protein. (Andarwulan, dkk, 2011).
E. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir yang
bernama Johann Kjeldahl. Makanan didestruksi dengan asam kuat sehingga
melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang
sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam
sampel.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun
dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang
lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standar untuk penentuan kadar
17
protein. Metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,
diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar
nitrogen.
Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein)
digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata,
tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam
aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah yaitu destruksi (digesti),
destilasi (netralisasi) dan titrasi.
1. Prinsip Kerja
a. Destruksi
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digest
dan didigesti (destruksi) dengan pemanasan, dengan penambahan asam
sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat
anhidrat (untuk mempercepattercapainya titik didih) dan katalis seperti
tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat
reaksi).
Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam
bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsure organik lain
menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan
asam karena berada dalam bentuk ion ammonium (NH4+) yang terikat
dengan ion sulfat (SO42+) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) → (NH4)2SO4 ……................................................(1)
18
b. Destilasi (netralisasi)
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan
labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam
labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah
ammonium sulfat menjadi gas amonia.
(NH4)2SO4 + 2 NaOH → 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4……………(2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah
keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat
berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia
menjadi ion ammonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat :
NH3 + H3BO3 → NH4+ + H2BO3
- ………………………………(3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion ammonium borat
yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroksida standar,
menggunakan indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ → H3BO3 ……………………………………………(4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai
titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan
(persamaan 3).
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
dalam mg sampel menggunakan larutan HCl x M untuk titrasi
19
% N = x x x 100…………………………(5)
Dimana Vc dan Vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14 g
adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya
dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan
nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar
nitrogen ditentukan, dikonversi yang sesuai :
% Protein = F x %N
2. Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan
1) Metode Kjeldahl digunakan secra luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar disbanding metode lain.
2) Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik
membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian
1) Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya,
karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
2) Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena
susunan residu asam amino yang berbeda.
3) Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga
beberapa katalis.
20
4) Teknik ini membutuhkan waktu lama
F. Hipotesis
Terdapat pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein
dalam proses pembuatan tahu.