BAB II

download BAB II

of 17

description

BAB II

Transcript of BAB II

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Metode Magnetotelurik

    Metode magnetotelurik (MT) adalah salah satu metode geofisika yang bertujuan

    untuk mengetahui sebaran tahanan jenis bawah permukaan dengan penetrasi kedalaman

    puluhan hingga ribuan meter. Metode ini memanfaatkan gelombang elektromagnet (EM)

    alamiah bumi yang berasal dari aktivitas ionosfer. Sumber alami medan EM secara garis

    besar berasal dari tiga sumber yang bergantung terhadap frekuensi (0.0001-10000 Hz) yaitu,

    a. sinyal frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari aktivitas petir,

    b. sinyal frekuensi sedang (

  • = +

    (2)

    = (3)

    = (4)

    Dimana : E : medan listrik (Volt/m)

    B : fluks atau induksi magnetik (Weber/m2 atau Tesla)

    H : medan magnet (Ampere/m)

    j : rapat arus (Ampere/m2)

    D : perpindahan listrik (Coloumb/m2)

    q : rapat muatan listrik (Coloumb/m3)

    Persamaan (1) diturunkan dari Hukum Faraday yang menyatakan bahwa perubahan

    fluks magnetik menyebabkan medan listrik dengan gaya gerak listrik berlawanan dengan

    variasi fluks magnetik yang menyebabkannya. Persamaan (2) merupakan generalisasi

    teorema Ampere dengan memperhitungkan hukum kekekalan muatan. Persamaan tersebut

    menyatakan bahwa medan magnet timbul akibat fluks total arus listrik yang disebabkan oleh

    atus konduksi dan arus perpindahan. Persamaan (3) menyatakan Hukum Gauss yaitu fluks

    elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang ada dalam ruang tersebut.

    Sedangkan persamaan (4) yang identik dengan persamaan (3) berlaku untuk medan magnet,

    namun dalam hal ini tidak ada monopol magnetik.

    Hubungan antara intensitas medan fluks yang terjadi pada medium dinyatakan oleh

    persamaan berikut:

    = (5)

    = (6)

    = =

    (7)

  • Dimana: : permeabilitas magnetik (Henry/m)

    : permitivitas listrik (Farad/m)

    : konduktivitas (Ohm-1/m atau Siemens/m)

    : tahanan jenis (Ohm.m)

    untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsukan tidak bervariasi terhadap

    waktu dan posisi (homogen isotropik). Dengan demikian akumulasi muatan seperti

    dinyatakan pada persamaan (3) tidak terjadi dan persamaan Maxwell dapat dituliskan

    kembali sebagai berikut:

    =

    (8)

    = +

    (9)

    . = 0 (10)

    . = 0 (11)

    Tampak bahwa dalam persamaan Maxwell yang dinyatakan oleh persamaan (3) hanya

    terdapat dua variabel yaitu medan listrik E dan medan magnet H. Dengan operasi curl

    terhadap persamaan (3a) dan (3b) serta mensubtitusikan besaran-besaran yang telah diketahui

    pada persamaan diatas akan kita peroleh pemisahan variabel E dan H sehingga:

    =

    +

    2

    2 (12)

    =

    +

    2

    2 (13)

    dengan memperhatikan identitas vektor = . 2 dimana A adalah

    E atau H, serta hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (8) hingga (11), maka kita

  • dapatkan persamaan gelombang (persamaan Helmholtz) untuk medan listrik dan medan

    magnet sebagai berikut:

    2 =

    +

    2

    2 (14)

    2 =

    +

    2

    2 (15)

    Perlu diingat bahwa pada persamaan tersebut variabel E dan H merupakan fungsi

    posisi dan waktu. Jika variasi terhadap waktu dapat direpresentasikan oleh fungsi periodik

    sinusoidal maka:

    (, ) = () (16)

    (, ) = () (17)

    dimana dan masing-masing adalah amplitudo medan listrik dan medan magnet, dan

    adalah frekuensi gelombang EM.

    Dengan demikian persamaan (5) menjadi:

    2 = ( 2) (18)

    2 = ( 2) (19)

    Pada kondisi yang umum dijumpai dalam eksplorsi geofisika (frekuensi lebih rendah

    dari 104 Hz, medium bumi) suku yang mengandung (perpindahan listrik) dapat diabaikan

    terhadap suku yang mengandung (konduksi listrik) karena 2 untuk = 0 =

    4. 107 H/m. Pendekatan tersebut adalah aproksimasi keadaan kuasi-stasioner dimana

    waktu tempuh gelombang diabaikan.

    Eliminasi kebergantungan medan terhadap waktu seperti dilakukan untuk memperoleh

    persamaan (7) selain dimaksudkan untuk menyederhanakan persamaan juga untuk lebih

  • mengeksplisitkan aproksimasi keadaan kuasi-stasioner tersebut. Dengan demikian,

    persamaan gelombang (18) dan (19) menjadi persamaan difusi:

    2 = 2 (20)

    2 = 2 (21)

    dimana k = 0 adalah bilangan gelombang yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

    k = ( + ) (22)

    dengan = 0

    2

    2.3 Skin Depth

    Medan EM yang menjalar ke dalam bumi akan mengalami atenuasi (pelemahan).

    Pelemahan ini bergantung pada frekuensi gelombang dan resistivitas listrik bumi. Skin depth

    () didefinisikan sebagai kedalaman pada suatu medium homogen dimana amplitudo

    gelombang EM terreduksi menjadi 1/e (sekitar sepertiga) dari amplitudonya di permukaan

    bumi (ln e = 1 atau e = 2.718 ...). Besaran tersebut didapatkan dari penurunan rumus

    persamaan Helmholtz dan dengan memasukkan 0 = 1.256 x 106 H/m, = 2 dengan

    = 3.14, dan =1

    didapat perumusan sebagai berikut :

    = 2

    0= 503

    (23)

  • 2.4 Polarisasi Medan Listrik dan Medan Magnet

    Medan listrik dan medan magnet saling orthogonal yaitu suatu medan listrik yang

    sejajar dengan strike akan menginduksi medan magnet yang tegak lurus strike dan di bidang

    vertikal, sedangkan suatu medan magnet yang sejajar strike akan menginduksi medan listrik

    yang tegak lurus strike dan di bidang vertikal. Oleh karena itu Persamaan (24) dan (25) dapat

    dipasangkan ke dua mode bebas, yaitu medan listrik yang sejajar strike (polarisasi E) dan

    medan magnet yang sejajar strike (polarisasi H).

    =

    (

    ) + (

    ) + (

    ) = ( + + ) (24)

    =

    (

    ) + (

    ) + (

    ) =

    1

    ( + + ) (25)

    Polarisasi E atau disebut juga dengan mode Transverse Elektrik (TE mode) menggambarkan

    aliran arus yang sejajar strike dengan komponen medan elektromagnetik , dan ,

    dengan menggunakan persamaan (24) dan (25) :

    =

    =

    =

    =

    = }

    polarisasi (26)

    menghasilkan impedansi dari perbandingan antara medan listrik sumbu-x dengan medan

    magnet sumbu-y,

    =1

    ||2 (27)

  • Begitu pun sebaliknya pada polarisasi atau disebut juga mode Transverse Magnetik

    (TM mode) menggambarkan aliran arus yang sejajar strike dengan komponen medan

    elektromagnetik , dan :

    =

    =

    = }

    polarisasi (28)

    menghasilkan impedansi dari perbandingan antara medan magnet sumbu-x dengan medan

    listrik sumbu-y,

    =1

    ||2 (29)

    Gambar 1. Polarisasi E dan Polarisasi H dalam Magnetotellurik 2D

    (Fiona Simpson, 2005, modifikasi)

  • 2.5 Tensor Impedansi

    Metode MT adalah metode pasif yang melibatkan pengukuran fluktuasi medan listrik

    (E) dan medah magnet (B) alam pada arah orthogonal di permukaan bumi. Komponen

    orthogonal dari medan listrik dan medan magnet horisontal dihubungkan melalui sebuah

    tensor impedansi,;

    (ExEy

    ) = (Zxx ZxyZyx Zyy

    ) (HxHy

    ) (30)

    Bentuk matriks impedansi bergantung pada dimesionalitas medium (Simpson & Bahr,

    2005).

    Medium 1 Dimensi

    Jika medium homogen atau berlapis horisontal (1-D) maka = = 0 dan

    = = , dimana Z adalah impedansi yang diperoleh dari komponen

    horisontal medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus. Dengan kata lain,

    hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet tidak lagi

    dinyatakan oleh suatu tensor melainkan suatu bilangan skalar kompleks. Bentuk

    matriks impedansi medium 1-D adalah sebagai berikut:

    (0 0

    )

    Medium 2 Dimensi

    Untuk medium 2-D dengan sumbu x atau sumbu y searah dengan jurus (strike)

    maka = = 0, namun . Secara matematis, kita bisa menghitung

    tensor impedansi yang seolah-oleh diperoleh dengan sistem koordinat pengukuran

    lain melalui rotasi. Hal ini sangat berguna karena arah jurus struktur tidak diketahui

    saat pengukuran dilakukan.

  • Tensor impedansi terotasi dirumuskan dengan rumus berikut:

    = (31)

    = (cos sin sin cos

    ) (32)

    dimana adalah matriks rotasi searah jarum dan adalah transpose dari R.

    Dengan asumsi model 2-D, arah jurus dapat diperkirakan dengan cara

    merotasikan tensor hingga elemen anti diagonal dan maksimal dan elemen

    diagonal dan minimal. Salah satu caranya adalah menggunakan metode swift

    dengan rumusan sebagai berikut:

    0 =1

    4tan1 (

    ()(+)+(+)()

    |()|2|(+)|

    2 ) (33)

    Dimana tanda ( ) merupakan tanda konjugasi bilangan kompleks (Grandis, 2010).

    2.6 Efek Statik

    Efek statik dapat dideskripsikan sebagai pergeseran kurva sounding MT secara vertikal

    karena adanya efek distorsi galvanik. Terdapat beberapa kasus yang menyebabkan kurva

    sounding MT mengalami efek statik yaitu inhomogenitas dekat permukaan dan topografi

    2.6.1 Inhomogenitas Dekat Permukaan

    Efek Statik dapat disebabkan oleh medan listrik yang dihasilkan dari muatan pada

    batas inhomogenitas.( Vozoff , 1991 dicari ) Medan listrik yang dihasilkan tersebut akan

    mengurangi medan listrik yang terukur ,dengan demikian menurunkan impedansi terukur

    dan resistivitas semu pada bagian resistivitas rendah . Pada bagian yang resistif medan

    listrik akan diperkuat, sehingga membuat resistivitas semu di wilayah ini semakin

    menguat.

  • Gambar 2. Efek Galvanik a. Benda Konduktif b. Benda Reseistif

    c. Aliran Arus d. Defleksi Arus (Modifikasi Jiracek, 1985)

    2.6.2 Topografi

    Efek galvanik dapat terjadi terjadi ketika medan listrik utama adalah tegak lurus

    terhadap trend (atau strike) topografi. Kondisi ini adalah modus TM atau polarisasi-H

    yang selalu dikaitkan dengan efek galvanis. Dengan pendekatan seperti ini, maka tidak

    terdapat muatan pada puncak dan pada dasar lembahnya konsentrasi muatan maksimum

    terjadi saat kemiringan permukaan terbesar. Sama halnya dengan kasus heterogenitas

    permukaan, medan total didapatkan merupakan total dari seluruhnya yaitu medan primer

    dan sekunder.

  • Gambar 3. a. Distribusi muatan listrik b. Pola medan listrik pada topografi (Jiraceck, 1985)

    Dengan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa medan listrik total pada puncak adalah

    paling rendah, sedangkan pada lembah medan listriknya paling tinggi.

    2.7 Koreksi Statik

    Interpretasi atau pemodelan terhadap data MT yang mengalami distorsi akan

    menghasilkan parameter model yang salah (Grandis, 1996). Oleh karena itu diperlukan suatu

    cara untuk mengkoreksi data MT mengalami efek statik. Metode untuk mengkoreksi distorsi

    data magnetotelurik seperti efek statik dapat dikatagorikan dalam beberapa katagori, yaitu:

    Penggunaan Invariant Response Parameter, kurva sounding TDEM, dan peratarataan statistik.

    Salah satu metoda koreksi efek statik data MT adalah melalui inversi data TDEM untuk

    memperkirakan model 1-dimensi yang representatif. Perhitungan kedepan (forward

    modelling) MT berdasarkan model 1-dimensi tersebut menghasilkan data MT tanpa distorsi

    yang dapat digunakan sebagai referensi untuk menyesuaikan atau mengggeser data MT

    yang mengandung efek statik (Pellerin dan Hohmann, 1990). Metoda ini memerlukan dua

    tahapan pemodelan yaitu pemodelan inversi TEM dan pemodelan kedepan MT. Disamping

  • itu, hasil pemodelan inversi hampir selalu mengandung faktor ekivalensi (ambiguitas) solusi

    sehingga data yang sama dapat menghasilkan model yang agak berbeda.

    Teknik lain yang lebih sederhana adalah dengan mengkonversi data TDEM sehingga

    langsung bisa dibandingkan dengan data MT yang terdistorsi. Cara ini didasarkan pada

    ekivalensi kedalaman penetrasi gelombang elektromagnetik (kedalaman diffusi pada

    TDEM dan skin depth pada MT) yang didefinisikan sebagai berikut,

    TDEM : 36

    MT : 503

    Pada kedalaman penetrasi yang sama diasumsikan bahwa delay time (t) akan ekivalen

    dengan periode (T). (Grandis,1996) Dari kedua persamaan tersebut diperoleh konversi dari

    delay time ke frekuensi yaitu:

    () =195

    ()

    2.8 Pemodelan Data Magnetotelurik

    2.81 Pemodelan Kedepan

    Secara umum, perhitungan impedansi model 1 dimensi dapat menggunakan

    rumus rekursif yang menghubungkan impedansi di permukaan dua lapisan yang

    berurutan. Dari impedansi di permukaan lapisan terakhir yang berupa medium

    homogen (persamaan (13)) dapat dihitung impedansi di permukaan lapisan di atasnya,

    demikian seterusnya secara rekursif hingga diperoleh impedansi di permukaan bumi

    (lapisan pertama).

    Impedansi pada kedalaman zI dalam lapisan ke-j adalah sebagai berikut:

  • (1) =

    0

    +

    +

    +

    = ,

    + /

    /

    (16)

    dimana ZI , j adalah impedansi intrinsik lapisan ke j seperti telah didefinisikan pada

    persamaan (13).

    Untuk mengeliminasi koefesien / pada persamaan (16), kita definisikan

    impedansi pada kedalaman z2 dalam lapisan ke j dengan cara yang sama seperti pada

    persamaan (16). Kemudian kita peroleh harga koefesien / sebagai fungsi

    impedansi pada kedalaman z2 sebagai berikut:

    =

    (2) ,

    (2) + ,22 (17)

    subtitusi persamaan (17) ke dalam persamaan (16) menghasilkan:

    (1) = ,

    2 + (2) ,

    (2) + ,

    22

    2

    (2) ,

    (2) + ,

    22

    = , 1 +

    (2) ,

    (2) + ,2 (2 1)

    1 (2) ,

    (2) + ,

    2 (2 1) (18)

    jika z1 dan z2 masing-masing adalah kedalaman permukaan (top) dan bagian bawah

    (bottom) lepisan ke j maka selisihnya adalah ketebalan lapisan tersebut (hj). Sebagai

    implikasi kotinyuitas komponen tangensial medan listrik dan medan magnet pada batas

    lapisan maka impedansi juga kontinyu sehingga diperoleh (2) = +1(2). Untuk

    selanjutnya impedansi selalu didefinisikan di permukaan lapisan ( +1(2) = +1)

    sehingga dari persamaan (18) diperoleh persamaan berikut:

    = 1

    2 ()

    1 + 2 ()

    (19)

  • dimana = , +1

    , + +1

    Persamaan (19) merupakan rumus rekursif yang menyatakan impedansi di

    permukaan lapisan ke j sebagai fungsi parameter lapisan tersebut ( ) dan

    impedansi di permukaan lapisan terletak di bawahnya (lapisan ke j+1). Dengan

    demikian kita dapat menghitung impedansi di permukaan bumi (Z1) yang terdiri dari

    sejumlah n lapisan jika parameter model diketahui (resolusi forward problem).

    Impedansi bumi berlapis horisontal dapat dianggap sebagai impedansi medium

    homogen dengan tahanan jenis ekivalen atau tahanan jenis semu sehingga berdasarkan

    analogi dengan persamaan (14) impedansi tersebut dapat dinyatakan sebagaia tehanan

    jenis dan fasa.

    = 1

    0|1|

    2 (20a)

    = 1 (Im1

    Re1) (20b)

    dalam praktik, kurva sounding yang menyatakan variasi tahanan jenis medium sebagai

    fungsi kedalaman adalah kurva tahanan jenis semu dan fasa sebagai fungsi perioda.

    2.82 Pemodelan Inversi Occam

    Pada umumnya data geofisika dapat diformulasikan menjadi :

    = ()()

    0 (2.15)

  • dengan adalah respon atau data yang terukur, () adalah suatu fungsi yang

    berkaitan dengan parameter fisis yang hendak dicari (contoh : resistivitas), dan adalah data

    Kernel.

    Bentuk integral ini relatif mudah dievaluasi secara komputasi dengan matematika

    diskrit, sehingga dengan menyederhanakan menjadi dan () menjadi , maka :

    = (2.16)

    dengan adalah matriks Kernel.

    Operasi transformasi perumusan matematika yang dibentuk seperti hubungan pada

    persamaan (2.16), disebut linearisasi parameter.

    Metode inversi occam merupakan metode inversi yang menggunakan roughness

    (kekasaran) dari model yang dalam hal ini berupa perubahan resistivitas dan fasa terhadap

    kedalaman sebagai fungsi yang diminimalisasi.

    1 = (/)2 (2.17)

    2 = (2/2)2 (2.18)

    dengan m(z) adalah parameter yang dalam hal ini merupakan resistivitas/log

    resistivitas dan 1 maupun 2 adalah roughness.

    Untuk mempermudah proses komputasi, lebih efektif bila persamaan (2.17) dan

    (2.18) dilakukan diskritisasi, sehingga didapatkan :

    1 = ( 1)2

    =2 (2.19)

    2 = (+1 2 + 1)21

    =2 (2.20)

    Contoh grafik hasil inversi occam dapat diamati pada gambar (2.6) berikut.

  • Gambar 2.6 Grafik model berlapis yang dibuat oleh Jones dan Hutton (1979a) dan model terhalusnya

    menggunakan inversi occam. (Steven C.Constable, dkk, 1987)

    Solusi dari permasalahan inversi linier adalah memperkirakan parameter m yang

    memiliki respon (data terhitung) yang cocok dengan data lapangan. Kriteria cocok diartikan

    sebagai estimasi kesalahan (norm/misfit) minimum. Dalam hal ini, arti minimum dapat diatur

    dalam nilai desired misfit atau misfit yang diinginkan yang disimbolkan dalam 2. Rumus

    misfit adalah :

    2 = ([])

    2

    =1 (2.21)

    dengan adalah data lapangan, [] adalah sebuah fungsi forward modelling yang

    mengandung data parameter model, dan merupakan error parameter pada datum ke-j.

    Pada keadaan linier, formulasi data geofisika dapat dibentuk menjadi :

    = (2.22)

  • dengan G adalah matriks M x N. Pada kasus linier, persamaan (2.21) dapat ditulis

    sebagai berikut :

    2 = 2 (2.23)

    Persamaan (2.17) dan (2.18) juga dapat ditulis menjadi :

    1 = 2 (2.24)

    2 = 22 (2.25)

    dengan adalah matriks identitas N x N.

    Dalam proses inversi ini, perlu ditambahkan sebuah operator smoothing, yaitu pengali

    Lagrange. Karena yang diinginkan adalah bentuk sebaran data yang halus, maka sebaran data

    ini seolah-olah dipaksa agar halus, dengan sebuah persamaan unconstrained (U). Secara

    umum, bentuk persamaan yang digunakan dalam inversi occam ini ditulis dalam persamaan :

    = 2 + 1{ 2 2} (2.26)

    dengan U adalah persamaan unconstrained, 2adalah roughness, 1 adalah

    pengali Lagrange, 2adalah misfit, dan 2 adalah misfit yang ingin dicapai

    sebagai acuan cocok atau tidaknya data hasil inversi (desired misfit).

    2.9 Geologi Regional Daerah Penelitian