BAB II

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam membahas tentang keadaan geologi daerah penelitian, maka terlebih dahulu diuraikan mengenai karakteristik geologi regional baik secara fisiografi, stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah geologi yang berperan di daerah penelitian. 2.1 Fisiografi Regional Menurut Van Bemmeln (1949, dalam Martodjojo, 2003), berdasarkan morfologi dan tektoniknya Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang dengan arah Barat - Timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai. 2. Zona Bogor, terletak di sebelah Selatan Pantai Utara, membentang dari Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang berumur Neogen yang 22

description

BAB II

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam membahas tentang keadaan geologi daerah penelitian, maka terlebih

dahulu diuraikan mengenai karakteristik geologi regional baik secara fisiografi,

stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah geologi yang berperan di daerah penelitian.

2.1 Fisiografi Regional

Menurut Van Bemmeln (1949, dalam Martodjojo, 2003), berdasarkan

morfologi dan tektoniknya Jawa Barat dibagi menjadi empat jalur fisiografi (Gambar

2.1) yaitu :

1. Dataran Pantai Jakarta yang menempati bagian utara Jawa Barat, memanjang

dengan arah Barat - Timur dari Serang sampai ke Cirebon. Daerah ini disusun

oleh endapan sungai, hasil erupsi gunungapi muda, endapan banjir, dan pantai.

2. Zona Bogor, terletak di sebelah Selatan Pantai Utara, membentang dari

Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona ini disusun oleh batuan yang berumur

Neogen yang terlipat kuat. Zona ini mengalami tektonik yang kuat sehingga

terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke Utara dan cukup

rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi berbentuk boss dan neck.

3. Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari Sukabumi sampai

ke Segera Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Zona Bandung merupakan

hasil depresi antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang

sering terlihat berarah Barat – Timur dengan dibatasi deretan gunungapi di Utara

22

Page 2: BAB II

23

dan selatannya. Zona Bandung didominasi oleh erupsi hasil gunungapi yang

berumur Resen.

4. Zona pegunungan Selatan Jawa Barat, terletak di sebelah Selatan Jawa Barat.

Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di sebelah Barat sampau Pulau

Nusakambangan di sebelah Timur dengan lebar rata-rata 50 km. Pada ujung

sebelah Timur Pulau Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga lebarnya

hanya beberapa kilometer saja.

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan pembagian zona fisiografi Jawa Barat, maka daerah penelitian

secara regional termasuk ke dalam Zona Bogor.

2.2 Stratigrafi Regional

Daerah penelitian yang berada di daerah Cibadak dan sekitarnya, menurut

Sudjatmiko terdiri atas: batuan terobosan yaitu Andesit, batuan gunungapi, serta

batuan sedimen yaitu Formasi Jatiluhur, Anggota Batulempung Napalan dan serpih

Page 3: BAB II

24

lempungan dengan sisipan batupasir kuarsa, kuarsit dan batulempung napalan.

Formasi tertua adalah Formasi Jatiluhur.

Gambar 2.2 Peta geologi regional daerah pemetaan

Tabel 2.1 Kolom stratigrafi regional daerah pemetaan (modifikasi dari Sudjatmiko, 1972)

Page 4: BAB II

25

1. Aluvium (Qa)

Lempung, lanau, pasir dan kerikil. Terutama endapan sungai sekarang.

Termasuk rombakan lereng di Utara dan Selatan Cianjur.

2. Aluvium Tua (Qoa)

Konglomerat dan pasir sungai yang bersusunan andesit dan basal. Batu guling-

guling dan batugamping terkersikkan, batupasir, kongkresi-kongkresi silika dan

andesit.

3. Batupasir Tufaan dan Konglomerat (Qos)

Batupasir dan konglomerat berasal dari endapan lahar Qob, menempati

sebagian besar dataran Pleret dan tanah meja di Purwakarta.

4. Formasi Jatiluhur Anggota Napal dan Batupasir Kuarsa (Mdm)

Napal abu-abu tua, batulempung napalan, dan serpih lempungan dengan

sisipan batupasir kuarsit dan batugamping napalan.

5. Andesit Hornblenda dan Porfiri Diorit Hornblenda (Ha)

Intrusi-intrusi yang umumnya tersusun dari plagioklas menengah dan

hornblenda.

2.3 Struktur Geologi Regional

Menurut Van Bemmelen (1949) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa

periode tektonik, yaitu Periode intra Miosen atau Miosen – Pliosen dan Periode

Pliosen – Plistosen. Periode Tektonik tersebut menyebabkan adanya kompresi

regional berarah Utara – Selatan. Daerah penelitian menurut Van Bemmelen (1949)

merupakan rangkaian antiklinorium yang berarah Barat – Timur dimana batuan

Page 5: BAB II

26

terlipat kuat. Terdapat sesar – sesar yang menyebabkan bergesernya sumbu antiklin

dan sinklin.

Tektonik intra Miosen menghasilkan pembentukan geantiklin di bagian pulau

Jawa, dan ini akan membentuk struktur lipatan dan sesar pada batuan Paleogen dan

Neogen. Arah umum sumbu lipatan adalah Barat – Timur dan zona sesar mendatar

berarah Barat Daya – Timur Laut dan Barat Laut – Tenggara.

Tektonik Pliosen – Plistosen merupakan kelanjutan dari periode tektonik

sebelumnya. Pada periode ini banyak terjadi proses vulkanisme dengan endapan

vulkanik yang tersebar luas, terjadi perlipatan dan pensesaran yang diakibatkan oleh

gaya – gaya yang mengarah ke selatan akibat turunnya bagian utara Zona Bandung,

sehingga mendorong Zona Bogor secara kuat. Tekanan kuat tersebut menyebabkan

struktur perlipatan dan sesar naik di bagian Utara Zona Bogor yang memanjang dari

Sumedang sampai Gunung Ceremai. Sesar ini dikenal dengan nama sesar Baribis.

Pada periode ini juga terjadi proses perlipatan dan sesar yang diakibatkan oleh

terjadi amblasan dibagian Utara Zona Bogor yang kemudian menimbulkan gangguan

tekanan yang kuat pada Zona Bogor.

Lipatan relatif berarah Barat – Timur yang tersesarkan oleh sesar mendatar

dekstral, sesar normal ada dua kecenderungan berarah Barat Laut – Tenggara dan

Barat Daya – Timur Laut, dan sesar naik yang berada di Utara dengan arah Barat

Daya – Timur Laut. Sedangkan Situmorang (1976) menyatakan bahwa struktur

umum Pulau Jawa berarah Barat Laut – Tenggara. Dari penafsiran data gaya berat

dari konsep wrench fault tectonic yang telah dikembangkan oleh Moody dan Hill

(1956) telah dibuat pola tektonik Jawa oleh Situmorang dkk, (1976).

Page 6: BAB II

27

Gambar 2.3 Hipotesa Sistem Wrenching Pulau Jawa sehubungan dengan konsep Wrench Fault Tectonic (Situmorang, dkk).

Unsur-unsur tektonik yang dikemukakan oleh Situmorang (1976) dalam

konsep Tektonik Wrench (Tektonik Sesar Ulir) adalah :

1. Sistem Rekahan Meridional (Meridional Shear System), yang terbentuk di Pulau

Jawa, ialah merupakan kompresi lateral daerah utara-selatan, sangat erat

hubungannya dengan pergerakan relatif Lempeng Samudera Hindia-Australia ke

arah utara dari Lempeng Asia Tenggara.

2. Uliran (Wrenches) orde pertama, kedua dan ketiga dapat dijumpai di Pulau

Jawa, dan lipatan pada umumnya mengikuti sistem lipatan primer, hanya

beberapa lipatan di sekitar Jakarta yang dianggap berasal dari seretan orde kedua

(secondary order drag). Selanjutnya disimpulkan bahwa gaya utama yang

bekerja baratdaya-timurlaut.

Menurut Moody & Hill (1956), bahwa arah gaya penyebab adalah berarah utara-

selatan. Pertama kali akan terbentuk sesar naik pada arah yang tegak lurus terhadap

Page 7: BAB II

28

arah gaya, dalam hal ini barat-timur. Sedangkan sesar-sesar mendatar yang terbentuk

selanjutnya terdapat berpasangan, saling memotong satu sama lain membentuk sudut

sekitar 30° dengan arah gaya penyebab. Kemudian pada keadaan tertentu akan

terbentuk struktur-struktur orde selanjutnya.

Menurut Untung (1975), dari penafsiran gaya beratnya menyimpulkan bahwa

Pegunungan Selatan Jawa Barat memiliki sesar normal yang berarah barat-timur

dengan bagian utara merupakan bagian yang turun. Sesar ini mungkin menerus

sampai Ujung Kulon yang digeser ke utara oleh sesar yang berarah timurlaut-

baratdaya.

2.4 Sejarah Geologi Regional

Van Bemmelen (1949) mengemukakan pada awal Oligosen, Zona Bogor

merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysch dan

endapan laut dengan sisipan batuan vulkanik yang kemudian dikenal dengan nama

Formasi Pemali. Setelah evolusi jalur non vulkanik berakhir, dilanjutkan dengan

suatu aktivitas vulkanisme yang disertai dengan gejala penurunan sehingga terbentuk

beberapa gunung api bawah laut pada Awal Miosen yang menghasilkan endapan

bersifat andesitik dan basaltik. Pada Miosen Tengah aktivitas vulkanisme ini

berkurang dan diganti dengan pengendapan lempung, napal dan gamping terumbu

yang menandakan lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu terbentuk

endapan Formasi Cidadap dan Formasi Halang. Litologi bagian selatan terdiri atas

breksi dan batupasir tufaan sedangkan litologi bagian utara didominasi oleh

batulempung dan napal.

Page 8: BAB II

29

Akhir Miosen Tengah terbentuk geantiklin di pegunungan Selatan yang disusul

dengan peluncuran puncaknya ke arah cekungan bagian Utara. Akhir Miosen Atas

aktivitas vulkanisme ini bergeser ke Zona Bogor dan Zona Bandung bagian selatan

yang menghasilkan endapan breksi kumbang, ini menunjukkan bahwa zona

tunjaman telah bergeser ke arah lebih Selatan dari sebelumnya.

Selama kegiatan vulkanisme pada Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung dan

Zona Bogor mengalami erosi kuat. Sementara itu Dataran Pantai Jakarta terus

mengalami penurunan yang ditandai oleh diendapkannya lempung dan napal yang

dikenal dengan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen.

Pada Miosen Akhir, dapat dikatakan bahwa Cekungan Bogor telah berubah

menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengna struktur

sedimen silang siur dan fosil moluska. Diatasnya diendapkan volkanik Pliosen –

Plistosen, diana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisis Zona Bandung dan

Zona Bogor.