BAB II

112
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Pengertian Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir, pada keadaaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis (Hidayat, Aziz Alimul, 2005;198). Proses terjadinya Asfiksia Neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti, hipertensi, penyakit paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu berisiko tinggi kehamilan, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin 10

description

keperawatan

Transcript of BAB II

BAB 2

11

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar 2.1.1 PengertianAsfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir, pada keadaaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis (Hidayat, Aziz Alimul, 2005;198).Proses terjadinya Asfiksia Neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti, hipertensi, penyakit paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu berisiko tinggi kehamilan, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara jalan lahir, kemudian faktor persalinan itu juga sangat penting dalam menentukan terjadinya Asfiksia atau tidak seperti partus lama dan partus dengan tindakan tertentu. Ini dapat menyebabkan terjadinya Asfiksia Neonatorum (Hidayat. Aziz Alimul, 2005;198).Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Akibat akibat afsiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala gejala lanjut yang mungkin timbul (Wikjosastro. Hanifa, 2005; 709).

Asfiksia ini dapat terjadi karena hipoksia kronik dalam uetrus menyebabkan tersedianya sedikit energi untuk dapat memenuhi kebutuhan pada saat persalinan dan kelahiran. Sehingga, asiksia intra uterin dapat terjadi, denan masalah sitemik yang mungkin terjadi. (Ladewig dkk: 2006)Pengertian lain dari asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak segera menangis, tidak bernapas spontan sehingga oksigenasi terganggu ke organ vital yakni otak yang menyebabkan hipoksia otak. Otak kekurangan oksigen, bayi tidak sadar dan koma. Hal terburuk yang terjadi adalah kematian, namun jika bayi tetap hidup kemungkinan akan terjadi gangguan pada tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya. Hal ini biasa terjadi pada kasus kasus asfiksia dengan penanganan yang minimal2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Pernapasan

1. Anatomi Sistem Pernapasan

Gambar 2.1 : Diagfragma saluran pernapasan

Gambar 2.2 : Diagfragma alveolusJalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung, faring, laring, bronchus, dan broncheolus. Udara mengalir dari hidung, masuk ke faring, laring atau kotak suara. Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara itu terdapat ruang berbentuk segitiga, yang bermuara kedalam trakhea dan dinamakan glottis. Pada saat menelan, laring akan bergerak ke atas, glottis menutup dan epiglotis yang berbentuk seperti daun, bergerakan seperti pintu pada pintu masuk laring (Watson, Roger. 2002; 296).Trakhea disokong oleh cincin tulang bronkus analog dengan sebatang pohon, oleh karena itu dinamakan trakheobronchiale. Tempat percabangan trakhea menjadi cabang utama bronkhus kiri dan cabang utama bronkhus kanan yang dinamakan karina. Karina banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan bronchospasme hebat dan batuk kalau saraf-saraf tersebut merangsang.

Sebagai lanjutan dari trakhea adalah bronchus. Bronchus ini bercabang menjadi bronchus kanan dan bronchus kiri yang keduanya tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trakhea yang arahnya hampir ventrikal. Sebaliknya, brochus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trakhea dengan sudut yang lancip.Keadaan anatomis ini mempunyai makna klinik yang sangat penting. Tabung endotrakheal, terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten, yang mudah masuk kedalam cabang utama bronchus kanan, kalau ada udara yang tidak tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk kedalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akan kolaps (Atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir vertikal menyebabkan udara lebih mudah masuk ke paru paru sebelah kanan dan akan lebih mudah juga memasukan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam, juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan karena arahnya yang vertikal.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus. Kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang yang terkecil yang dinamakan bronchiolus terminalis yang merupakan cabang saluran udara yang terkecil yang tidak mengandung alveolus. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Di luar Bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdri dari bronchiolus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil. Duktus alveolaris, yang salurannya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris teminalis merupakan struktur akhir paru-paru. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.Secara garis besar, paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang terletak didalam thorax pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru-paru menunjang dari akar leher menuju diagfragma dan secara kasar berbentuk kerucut dengan puncak sebelah atas dan alas sebelah bawah. Tulang rusuk, tulang rawan kosta dan tulang rawan interkosta terletak di depan paru-paru dan di belakang adalah tulang rusuk, otot interkosta dan prosesus tranvesal vetebra torasik. Diantara paru-paru terdapat mediasternum, yang dengan sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik dari sisi lainnya, yang membentang dari vetebra sampai sterum di sebelah depan. Didalam media sternum terdapat jantung dan pembuluh darah besar, trakhea dan esofagus, duktus torasik dan kelenjar timus. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kiri dan paru-paru kanan. Paru-paru sebelah kiri mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh belahan yang miring. Lobus superior terletak diatas dan didepan lobus inferior yang berbentuk kerucut. Paru-paru sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru lainnya dipisahkan oleh suatu visura horizontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap lobus selanjutnya menjadi segmen-segmen yang disebut bronko-pulmoner, mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding jaringan konektif, masing-masing satu arteri dan satu vena. Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobulus (Watson, Roger. 2002; 296). 2. Fisiologi pernapasanTujuan utama respirasi adalah untuk menyediakan oksigen bagi sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida. Agar respirasi dapat berlangsung, maka diperlukan saluran pernapasan. Saluran pernapasan dalam melakukan fungsinya sebagai saluran udara, memiliki tiga fungsi, yaitu : menyaring, terjadinya karena adannya sel-sel goblet pada lapisan epitel saluran pernapasan yang menghasilkan sejumlah substansi mukopoli sakarida yang tebal, yakni mukus, yang menyelimuti saluran pernapasan dan menjaring partikel-partikel lain. Silia yang ditemukan sepanjang percabangan saluran pernapasan seperti bronchiolis akan mendorong mukus dan benda-benda asing menuju faring yang kemudian akan dikeluarkan melalui batuk atau bersin. Sedangkan fungsi menghangatkan dan melembabkan dimungkinkan oleh adanya suplai darah yang kaya pada lapisan submukosa saluran pernapasan.Selama proses respirasi, terjadi tiga proses yaitu : ventilasi, perfusi dan difusi. a. Ventilasi

yang meliputi pergerakan keluar masuk udara melalui trakhea bronchiale, sehingga oksigen pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Udara yang bergerak keluar masuk paru-paru, prinsipnya sama seperti yang terjadi pada aliran cairan, yaitu dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Pada saat inspirasi tekanan udara di atmosfer lebih besar daripada tekanan udara di alveolus, sehingga udara masuk ke dalam paru-paru. Sedangkan pada saat terjadi ekspirasi, karena tekanan alveolus tinggi yang melebihi tekanan atmosfer atau terjadi ekspirasi. Perbedaan tekanan antara alveolus dan atmosfer di pengaruhi juga oleh perubahan ukuran rongga toraks. Dengan membesarnya ukuran rongga toraks, tekanan menurun dan udara mengalir ke paru-paru. Sedangkan ekspirasi terjadi karena biasanya merupakan proses pasif jans yang terjadi akibat kemampuan kembalinya paru-paru ( recoil ) yang elastis ke keadaan semula; b. Perfusi adalah istilah yang digunakan untuk aliran darah pada kapiler-kapiler paru-paru. Kekuatan utama distribusi perfusi dalam paru-paru adalah gravitasi. Sistem tekanan darah, seperti sistem pembuluh darah paru-paru adalah obyek tekanan hidrostatik yang dibuat oleh gravitasi. Pada posisi duduk tegak dasar paru yang terganggu mengembangkan vaskular, menyebabkan tekanan volume pulmonal sangat rendah; c. Difusi adalah pergerakkan gas O2 dan CO2 yang melintasi membran alveolar. Kapiler yang alirannya dimulai dari daerah yang konsentrasi besar ke daerah yang kosentrasi lebih kecil. Difusi CO2 terjadi karena tekanan oksigen alveolar (PO2) 100 mmHg, sedangakan PO2 darah vena 40 mmHg. Difusi PCO2 terjadi karena PCO2 darah vena 46 mmHg, sedangkan PCO2 alveolus 40 mmHg.Fungsi paru-paru adalah sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida, dimana dalam sistem pertukaran gas dalam pernapasan dapat dibagi menjadi dua cara :

a. pernapasan eksternal (pernapasan melalui paru-paru).

Disini udara masuk melalui hidung kemudian disaring dan dihangatakan oleh bulu-bulu hidung. Dapat juga udara itu masuk melalui mulut kemudian udara yang mengandung oksigen masuk menuju trakhea dan pipa bronchiale ke vestibulum menuju ke alveoli dan dapat erat berhubungan dengan darah kedalam kapiler pulmonalis.Hanya satu saja lapisan membran yang memisahkan oksigen dari darah yaitu membran alveoli kapiler. Oksigen menembus membran ini dan diikat oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Disini darah dipompa didalam ventrikel kiri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmhg dan pada tingkat ini hemoglobin 95% penuh oksigen.Di dalam paru-paru karbondioksida yang merupakan salah satu hasil metabolisme menembus membran alveoli kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial dan trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut; b. Pernapasan internal (pernapasan jaringan), Darah yang telah jenuh hemoglobinya dengan oksigen (oksihaemoglobin) mengintari seluruh tubuh, akhirnya mencapai kapiler diamana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai ganti hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida. Agar dalam proses respirasi berjalan dengan baik harus ada yang mengatur yaitu pusat pernapasan, yang terdiri dari neuron dan reseptor yang terletak di dalam pons dan medula oblongata. Pusat pernapasan merupakan bagian dari sistem saraf yang mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama pengaturan pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernapasan terhadap tekanan parsial karbondioksida dan pH darah arteri. Peningkatan tekanan parsial karbondioksida atau penurunan pH merangsang untuk terjadinya pernapasan.Masih ada lagi mekanisme yang mengatur jumlah udara yang masuk paru-paru. Pada waktu paru-paru mengembang maka reseptor-reseptor ini memberi signal pada pusat pernapasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Signal dari reseptor regang tersebut akan terhenti pada akhir ekspirasi, ketika paru - paru dalam keadaan mengempis dan pusat pernapasan bebas untuk memulai lagi inspirasi. Mekanisme ini dikenal dengan nama refleks herning brener. Saraf utama lain yang juga mengambil bagian adalah nervus assesorts dan nervus interbustalis yang mempersarafi otot pembantu pernapasan dan muskulus interkostalis.Fisiologi pernafasan bayi pada saat lahir umumnya berbeda dengan fisiologi pernafasan orang dewasa. Ini disebabkan karena pada saat lahir sistem pernafasan khususnya jumlah bronkhiolus dan alveoli belum lengkap dan akan meningkat sesuai dengan perkembangan anak sampai dengan pubertas. Saat lahir, bayi memiliki sedikit otot polos dan hingga usia 4 5 bulan adanya otot yang cukup untuk mekanisme respons terhadap adanya allergen. Pada usia 1 tahun kemampuan pernapasan dalam menghadapi respon alergi sudah cukup baik sebagaimana orang dewasa. Kemudian sebelum bayi menarik nafas pertama bronkhiolus terminalis dan alveoli tidak mengalami kolaps tetapi secara normal akan terisi cairan dan sekresi granular. Ketika bernapas, hormon bradikinin menurunkan tahanan vaskuler dan aliran paru meningkat agar alveoli dapat berkembang. Tegangan permukaan diturunkan oleh zat yang disebut surfaktan sebagai zat yang mencegah kolaps dan mempertahankan udara yang cukup pada alveoli. Umumnya pada masa bayi sering terjadi gangguan pernapasan karena bayi bernapas dari hidung dan obstruksi saluran napas dapat terjadi kecuali saluran nasalnya utuh dan diberikan nafas buatan, karena iga neonatus hampir horizontal dan laring bayi terletak dekat kepala dibandingkan dengan kehidupan dikemudian hari. Sehingga glottis berlokasi diantara vertebrata servikalis 3 dan 4 sehingga reflek laringeal sangat aktif dan epiglotis lebih panjang (Alimul, Aziz. 2009). Berikut ini bagan proses pernapasan yang dibuat dan di rangkum berdasarkan materi diatas.

Gambar 2.3 Fisilogi pernapasan

Inspirasi

Pernapasan

EkspirasiO2 di udara

Tek. Atsmosfir > Tek.Paru

Tek.Atsmosfir PO2 vena

DifusiDifusi

Pusat Pernapasan di otak

Tek. PCO2Diikat oleh Hemoglobin

Alveolar 60 x/menit atau < 30 x/menit3. Janin bernapas megap-megap (gasping)4. Masa henti napas (fase henti napas primer)Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan cepat dalam periode singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerak pernapasan ini akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neoromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer.5. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernapasan megap-megap kedua selama 4 -5 menit (fase gasping kedua)

6. Masa henti napas kedua (henti napas sekunder)Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernapasan semakin lama semakin lemah sampai bayi memasuki periode apneu yang disebut apneu sekunder. Selama apneu sekunder ini denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen di dalam darah terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapsan spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitas dengan pernapasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera (Saifuddin, Abdul Bari, 2002; 347).2.1.5 PatofisiologiPenyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernapasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. 2.1.6 Klasifikasi Asfiksia Berdasarkan gambaran klinis, ada dua macam :

1. Asfiksia Livida (biru)2. Asfiksia Pallida (putih)PerbedaanAsfiksia pallidaAsfiksia livida

Warna kulitPucatKebiru-biruan

Tonus ototSudah kurangMasih baik

Reaksi rangsanganNegatifPositif

Bunyi jantungTak teraturMasih teratur

PrognosisJelekLebih baik

Tabel 2.1 Perbedaan asfiksia Pallida dan Livida2.1.7 Prognosis

Asfiksia livida lebih baik daripada pallida. Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinanya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang (Mochtar, Rustam. 1998; 428-429).Berdasarkan nilai APGAR SCORE, asfiksia neonatorum terdiri atas :

1. Asfiksia ringan, skor APGAR 7-10Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.2. Asfiksia sedang, skor APGAR 4-6

Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada. Keadaan ini memerlukan resusitas dan pemberian O2 sampai bayi dapat bernapas normal kembali.3. Asfiksia berat, skor APGAR 0-3

Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fase fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum (Mochtar, Rustam. 1998; 430).

Keadaan tersebut memerlukan resusitas segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali karena keadaan ini disertai dengan asidosis, maka perlu diberikan natrium bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan cairkan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikus

(http://perawatmalu.tblog.com/post/1969846033.5 Maret 2011).Tabel 2.2 : Nilai APGAR-SCORESkore012

Apperance (warna kulit)PucatBadan merah Ektermitas biruSeluruh tubuh

kemerahan

Pulse rate (denyut

nadi)Tidak adaKurang dari 100Lebih dari 100

Grimace (reaksi

rangsangan)Tidak ada responSedikit gerakan

mimik (grimace)Batuk bersin

Activity (tonus otot)Tidak adaEkstermitas sedikit fleksiGerakan aktif

Respiration (pernapasan)Tidak ada

Lemah/tidak teratur

Baik/menangis

2.1.9 DiagnosisAsfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :1. Denyut jantung janinEkwensi normal ialah antara 120 dan 160 denyetan semenit,selama his frekwensi ini bisa turun, tetapai di luar his kembali lagi kepada keaadaan semula, Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan2. Mekonium dalam air ketubanMekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.3. Pemeriksaan pH darah janinDengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh bebrapa .penulis (Hanifa Wiknjosastro, 2007)2.1.10 Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

1. Edema otak & Perdarahan otakPada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.2. Anuria atau oliguriaDisfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.3. KejangPada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.4. KomaApabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.2.1.11 Menajeman TerapiTindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitas bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitas :

1. A memastikan saluran napas terbuka : a. Meletakkan bayi pada posisi yang benarb. Menghisap lendir pada mulut, hidung, dan kadang-kadang trakhea c. Bila perlu, masukan pipa endotrakhea (pipa ET) untuk memastikasn saluran pernapasan terbuka.

2. B - memulai pernapasan a. Melakukan rangsangan taktil b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) seperti:1) sungkup dan balon2) mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).3. C - mempertahankan sirkulasi darahRangsangan dan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. Tindakan umum a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan napasc. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan 2. Tindakan khusus a. Asfikia beratResusitasi aktif harus segera dilaksanakan dengan cara membersihkan jalan napas sambil pompa melalui amubag, kemudian memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakhea lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hampir selalu disertai asidosis. Koreksi atau berikan natrium bikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc, dektrasa 40 % sebanyak 4 cc, kedua obat ini disuntikan kedalam intravena perlahan-lahan melalui vena umbilikus. b. Asfiksia sedangBersihkan jalan napas, kemudian stimulasi agar timbul refleks pernapasan dengan menepuk telapak kaki, bila dalam waktu 30-60 detik tidak ada timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala, kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup napas dan mulut disertai gerakan dinding dagu ke atas dan kebawah dengan frekuensi 20 x/menit sambil diperhatikan gerakkan dinding dan abdomen, bila bayi memperlihatkan gerakkan napas spontan usahakan mengikuti gerakkan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau ventilasi ke kantong master. Pada ventilasi dari mulut kemulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 x/menit dan perhatikan gerakkan napas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau tonus otot memburuk, pemberian intubasi endotrakhea harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan dekstrosa dapat segera diberikanc. Asfiksia ringanJaga agar bayi tidak kedinginan; Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmonator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU; Ventilasi Biokemial.2.2 Konsep Dasar Asuhan KeperawatanAsuhan keperawatan merupakan suatu pemberian pemantauan yang mempunyai unsur membimbing dan mendidik pelayanan untuk memenuhi kebutuhan penderita, dimana proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana dan rasionalisasi, tindakan keperawatan dan evaluasi yang masing-masing saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain. Proses keperawatan merupakan faktor penting dalam survival pasien dalam aspek aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan (Doenges, Marlyn, 2000).2.2.1 PengkajianMerupakan langkah awal dari proses keperawatan untuk mendapatkan pendekatan secara sistematik untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan klien sehubungan dengan kasus asfiksia neonatorum. Pada pengkajian ada tiga tahap yaitu : pengumpulan data, tabulasi atau pengelompokkan data, dan analisa data. Adapun uraian secara terperinci dari setiap tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan dataTahap pengumpulan data pada klien dengan asfiksia neonatorum yaitu :

a. Data biografi 1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat, nomor ruangan dirawat dan registrasi. 2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama orang tua, umur, pendidikan, agama, pekerjaan, dan alamat. Data ini sangat diperlukan karena penanggung jawab adalah orang yang biasa perawat hubungi saat akan dilakukan suatu tindakan.b. Riwayat penyakit 1) Keluhan utamaPada klien dengan asfiksia neonatorum biasanya mengeluh napas megap-megap dan cepat sampai diikuti henti napas, bayi tampak pucat (sianosis) dan lemas. 2) Riwayat penyakit sekarangPada klien dengan asfiksia neonatorum mempunyai napas megap-megap dan cepat, sampai diikuti henti napas. Keadaan ini diakibatkan kekurangan oksigen dan ketidakmampuan mengeluarkan CO2. Jika keadaan ini berlanjut terus menerus, maka akan menimbulkan pernapasan megap-megap yang dalam, kemudian diikuti masa henti napas yang kedua ditandai dengan denyut yang terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan akan tampak lemah dan pernapasan yang semakin lama semakin lemah. 3) Riwayat penyakit dahuluRiwayat penyakit dahulu pada asfiksia neonatorum ditandai adanya penyakit pada ibu pada saat hamil seperti penyakit diabetes, jantung, dan penyakit paru. Selain itu pola kebiasaan kesehatan ibu yang kurang sehat pada saat hamil seperti merokok, minum-minuman beralkohol atau kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan.4) Riwayat penyakit keluargaPada klien dengan asfiksia neonatorum biasanya didalam keluarganya pernah ada yang mengalami atau menderita TBC. 5) Riwayat kehamilan dan persalinana) Antenatal : yang perlu dikaji yaitu kesehatan ibu pada masa hamil, pemeriksanaan kehamilan, pernah mendapat imunisasi atau tidak, pernah mengalami infeksi saat hamil, gizi ibu hamil, dan pengobatan yang pernah dialami oleh ibu, apakah ibu mempunyai kebiasaan merokok, ketergantungan obat-obatan, atau dengan penyakit seperti Diabetes Melitus, paru, kehamilan dengan resiko tinggi, persalinan preterm seperti hidramnion, multiple kelainan kongenital. Pemeriksaan yang tidak kontinuitas atau pemeriksaan yang tidak teratur atau periksa tidak pada petugas kesehatan. Gerakkan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.b) Intranatal : komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan erat dengan permasalahan bayi baru lahir. Yang perlu dikaji pada masa intranatal ini yaitu adannya ketuban keruh, berbau nekoneal, perdarahan saat persalinan seperti solusio plasenta maupun plasenta preveria, persalinan lama, fetal distres, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi dan forcep ekstraksi, persalinan dengan tindakan bedah cesar karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernapasan.c) Post natal : yang perlu dikaji antara lain yaitu Apgar score bayi baru lahir satu menit pertama dan lima menit kedua Apgar skore (0-3) asfiksia berat, Apgar skore (4-6) asfiksia sedang, dan Apgar skore (7-10) Asfiksia ringan. Selain itu yang perlu dikaji antara lain berat badan lahir (normal 2.500 4.000 gram), lingkar kepala (normal 33 35 cm), lingkar dada (normal 30 33 cm), dan lingkar lengan (normal 10 12 cm), serta adanya kelainan kongenital. 6) Riwayat Biopsikososial (Virginia Handerson)

a) BernapasData klien dengan asfiksia neonatorum ditemukan napas megap-megap yang dalam dan cepat, diikuti henti napas yang ditandai dengan denyut jantung yang terus menerus, tekanan darah bayi mulai menurun dan tampak lemah dan pernapasan yang semakin lama makin lemah. Bayi tampak sianosis, respirasi > 60 x/menit atau 60 x/menit atau < 30 x/menit). Neonatus post asfiksia berat kondisinya akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat, dan cepat. Untuk bayi preterm berisiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh kurang dari 36 C dan berisiko terjadi hipertermi jika suhu tubuh lebih dari 37 C. Sedangkan normal jika suhu tubuh antara 36,5 C-37,5 C, nadi normal antara 120-140 x/menit, respirasi normal antara 30-60 x/menit, sering pada bayi post asfiksia berat pernapasan belum teratur (Potter. Patricia A, 1996; 87).c) Pemeriksaan Head to toe1. Kepala :Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.2. MataWarna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukan refleksi terhadap cahaya.3. HidungTerdapat pernapasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.4. MulutBibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.5. TelingaPerhatikan kebersihan dan adanya kelainan atau adanya serumen pada telinga.6. LeherPerhatikan kebersihanya karena leher neonatus pendek.7. KulitPerhatikan warna kulit tubuh merah atau kebiruan, dan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.8. ThoraxBentuk simetris atau tidak, terdapat tarikan interkostal, apakah ada suara wheezing dan ronchi, frekuensi pernapasan lebih dari 60 x/menit atau kurang dari 30 x/menit, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit atau menurun. 9. AbdomenBentuk silindris, perut buncit atau cekung, ada bising usus atau tidak, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, tali pusat bersih atau tidak, perhatikan ada perdarahan atau tidak, adanya tanda infeksi pada tali pusat.10. AnusPerhatikan frekuensi buang air besar serta warna feses.11. EkstremitasWarna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya kelumpuhan pada saraf atau keadaan jari-jari tangan dan kaki beserta jumlahnya.d) Pemeriksaan penunjangData pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.Pemeriksaan yang diperlukan adalah : 1. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari:a. Hb (normal 15-19 gr%) biasanya bayi asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.b. Leukositnya lebih dari 10.3 x 10 gr/ct (normal 4.3-10.3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. 2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksia terdiri dari:a. pH (normal 7.36-7.46). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.b. PCO2 (normal 35-45 mmhg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik karena sering terjadi heipernea.c. PO2 (normal 80-100 mmhg) kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.d. SaO2 (normal 95%-97%), < 90% dapat mengindentifikasi hipoksemia.e. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)f. SpO2 ( normal 80 100% )3. Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari:a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)b. Kalium (normal 3.6-5.8 mEq/L)c. Kalsium (normal 8.1-10.4 mEq/L)4. Photo thoraxPulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.2. Pengelompokan Data

Data dikumpulkan dari wawancara untuk pengambilan riwayat penyakit klien, pemeriksaan fisik data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostik, kemudian data tersebut dikelompokan:a. Data subyektifPada klien dengan asfiksia neonatorum, data yang mungkin ditemukan yaitu antara lain : klien sesak napas atau napas megap-megap dan cepat atau lambat sampai diikuti henti napas, bayi pucat (sianosis) dan lemas. b. Data obyektifData ini didapat dari observasi atau pengukuran, seperti pengukuran tanda tanda vital ( TTV ), tingkah laku klien dan pemeriksaan diagnostik yang diamati dengan baik dan tepat agar data obyektif yang ditemukan dapat menunjang data subyektif yang telah ada. Data obyektif yang dapat ditemukan pada klien dengan asfiksia neonatorum, antara lain : pernapasan yang meningkat atau cepat, dan jika keadaan ini terus berlanjut, sehingga timbul seri pernapasan yang cepat dan meningkat kemudian diikuti henti napas yang ditandai denyut jantung terus menurun, tekanan darah menurun dan tampak lemah, pernapasan yang makin lama makin lemah, terlihat adanya pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot bantu, sianosis.3. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.Tabel 2.4 : Analisa DataSymtomEtiologiProblem

DS :

a. Keluarga klien mengatakan terdapat lendir di hidung dan mulut anak sayab. Keluarga klien mengatakan napas anak saya terlihat megap megapDO :a. Adanya lendir pada hidung dan mulut.b. Nafas megap - megapc. Terdapat suara nafas tambahan yaitu wheezing dan atau ronchiAsfiksia NeonatorumBatuk tidak efektif

Adanya lendir pada saluran pernafasan

Bersihan jalan napas tidak efektif

DS :a. Keluarga klien mengatakan napas anaknya terlihat cepat dan tampak kelelahan

b. Keluarga klien mengatakan beberapa bagian tubuh anaknya berwarna biru

DO :

a. Hipoksiab. Sianosis

c. RR meningkat (>60x/menit) atau pada keadaan tertentu dapat menurun (45mmHg) dan , penurunan kadar PO 2 (60x/menit) atau pada keadaan tertentu dapat menurun (45mmHg), penurunan kadar PO2 (