BAB II

12
BAB II GEOLOGI REGIONAL A. GEOLOGI REGIONAL DAERAH BANTIMALA 2.A.1 GEOMORFOLOGI REGIONAL Secara regional daerah penelitian termasuk mandala Sulawesi Barat berada pada lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat Sulawesi Selatan ( Rab. Sukamto,1975 )Terdapat dua pengunungan yang memanjang hamper sejajr dengan daerah utara-barat laut yang dipisahkan oleh lembah sungai Walanae. Pengunungan di bagian barat menempati hamper setengah luasan daerah , melebar dibagian selatan menyempit di bagian utara. Puncak tertingginya 994 meter. Pembentuknya sebagian besar merupakan batuan gunung api. Di lereng barat dan beberapa lereng dibagian timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya batu gamping. Di lereng barat terdapat perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-tersier. Pegunungan di bagian barat daya dibatasi oleh daratan Pangkajene maros yang luasannya sebagai lanjutan daratan dari selatan. Pengunungan dibagian timur relatif lebih rendah dan sempit, dengan ketinggian rata-rata 700 meter dengan puncak tertinggi adalah 787 meter. Batuan penyusunnya juga sebagian besar adalah batuan gunung api. Bagian selatannya melebar dan meninggi, dan keutaranya menyempit dan merendah dan akhirnya menujam kebawah antara lembah Walanae dan daratan bone yang sanygat luas. Bagian utara pegunungan ini bertopografi karst 8

description

njn csacbjs casc asc j ca cja scj ascsc jdhvds vdjsnvjds vdsjnvjdcs ejfseialbe v ajbcbjwc ajekaecln

Transcript of BAB II

BAB IIGEOLOGI REGIONALA. GEOLOGI REGIONAL DAERAH BANTIMALA2.A.1 GEOMORFOLOGI REGIONALSecara regional daerah penelitian termasuk mandala Sulawesi Barat berada pada lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat Sulawesi Selatan ( Rab. Sukamto,1975 )Terdapat dua pengunungan yang memanjang hamper sejajr dengan daerah utara-barat laut yang dipisahkan oleh lembah sungai Walanae. Pengunungan di bagian barat menempati hamper setengah luasan daerah , melebar dibagian selatan menyempit di bagian utara. Puncak tertingginya 994 meter. Pembentuknya sebagian besar merupakan batuan gunung api. Di lereng barat dan beberapa lereng dibagian timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya batu gamping. Di lereng barat terdapat perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-tersier. Pegunungan di bagian barat daya dibatasi oleh daratan Pangkajene maros yang luasannya sebagai lanjutan daratan dari selatan.Pengunungan dibagian timur relatif lebih rendah dan sempit, dengan ketinggian rata-rata 700 meter dengan puncak tertinggi adalah 787 meter. Batuan penyusunnya juga sebagian besar adalah batuan gunung api. Bagian selatannya melebar dan meninggi, dan keutaranya menyempit dan merendah dan akhirnya menujam kebawah antara lembah Walanae dan daratan bone yang sanygat luas. Bagian utara pegunungan ini bertopografi karst yang permukaannya berkerucut. Batasnya di timur laut adalah daratan bone.Lembah Walanae memisahkan dua pengunungan ini dibagian utara sebesar 35 kilometer , tetapiu bagian selatan hanya 10 kilometer saja. Bagian tengah dari sungai Walanae mengalir keutara, bagian selatan merupakan perbukitan rendah dan bagian utara terdapat daratan alluvial yang sangat luas ( Rab. Sukamto 1982).

2.A.2 STRUKTUR GEOLOGI REGIONALHide, dkk (1967,1977) dalam Sukamto (1985) mengemukakan bahwa gerakan lempeng pasifik ke arah terjadi pada Miosen Awal, sehingga berbagai mikrokontinen di Indonesia bagian Timur makin terdorong ke barat mendekati sistem busur palung sulawesi. Pada Miosen Tengah gerakan ke barat tersebut menyebabkan mikrokontinen Banggai-Sula dan Tukang Besi membentur busur Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melewati sistem busur-palung Sulawesi Barat.Van Leeuwen (1979), menerangkan bahwa pola struktur Lengan Selatan Pulau Sulawesi, yaitu struktur sesar Walanae, searah dengan sesar geser Palu Koro di Sulawesi Tengah. Sesar Walanae terbagi dua yaitu sesar Walanae Barat dan sesar Walanae Timur yang terbentuk pada Kala Plio Plistosen.Rab Sukamto (1982), berpendapat bahwa kegiatan tektonik pada Kala Miosen Awal menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang memanjang dari utara ke selatan pada Lengan Sulawesi bagian barat. Struktur sesar berpengaruh terhadap struktur geologi sekitarnya. Tekronik ini menyebabkan terjadinya cekungan tempat terbentuknya Formasi Walanae.Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai Kala Pliosen. Menurunnya Terban Walanae dibatasi dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.Selama terbentuknya Terban Walanae, di Timur kegiatan gunung api terjadi hanya di bagian selatan, sedangkan di barat terjadi kegiatan gunung api yang merata dari selatan ke utara, berlangsung dari Miosen Tengah sampai Pliosen. Bentuk kerucut gunung api masih dapat dia amati di daerah sebleh barat ini, suatu tebing melingkar mengelilingi G. Benrong, di utara G. Tondongkarambu, mungkin merupakan suatu sisa kaldera.Sesar utama yang berarah Utara Barat Laut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira Timur Barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang mengsesarkan batuan Pra-Kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian Timur Lembah Walanae dan di bagian Barat pegunungan yang berarah Barat Laut Tenggara, kemungkinan besar terjadi akibat adanya gerakan mendatar tekanan sepanjang sesar besar.

B. GEOLOGI REGIONAL DAERAH BARRU2.B.1 Geomorfologi RegionalKabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan padan umumnya terdapat didaerah bagian timur,wilayah bagian barat merupakan pedataran yang relatif sempit dan dibatasi oleh selat makasar.Daerah ini menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh Batu gamping.Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (Thornbury, 1954) penyebab dari proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :1. Tenaga OksigenTenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angin,suhu,dan air.Dengan adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,pelapukan,dan degradasi.2. Tenaga EndogenTenaga ini cenderung untuk membangun,dapat berupa gempa,gaya-gaya pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi. Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga yang mempengaruhi pembentukannya.Kenampakan bentang alam di daerah Barru umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan sebagian lagi nampak membulat.Perbedaan tersebut disebabkan oleh karakteristik masing-masing batuannya.Pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakan bentang alam seperti yang nampak sekarang ini.Berdasarkan hal tersebut diatas maka pengelompokan satuan morfologi di daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut :1. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua.2. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu3. Satuan Morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-BuluduaPenamaan satuan morfologi ini didasarkan atas struktur geologi yang lebih dominant terdapat pada daerah tersebut dan memberikan pengaruh terhadap pembentukan bentang alamnya.A. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-BuluduaSatuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua mempunyai sudut kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan morfologi ini umumnya membentuk jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan Buludua dibagian timur. Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan adanya gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang akibatnya material-material hasil erosi tersebut diendapkan pada dasar tebing.Kenampakan morfologi akibat pengaruh sesar dapat pula terlihat pada kenempakan permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan dilereng selatan B.Laposso.Kenampakan lainnya berupa ebing yang terjal dengan dasar-dasar lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai dibeberapa tempat disepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai watu dengan beberaa anak sungai yang mengalir dari arah timur ke barat dengan tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi ini adalah Breksi, Batu gamping, dan Napal.Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relatif besar karena sifat batuannya yang kurang resisten dan adanya aktivitas penduduk setempat yang mengadakan pengolahan lahan untuk diguinakan sebagai daerah permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat terjadinya erosi.

B. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.PituPenamaan satuan morfologi ini didasarkan pada proses geomorfologi serta bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil dari aktivitas denudasi yang terjadi dan dominant terdapat pada derah tersebut. Aktivitas denudasi berupa proses pelapukan,erosi,dan longsoran merupakan kegiatan yang dapat merombak dan membentuk permukaan bumi.Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Musula-B.Pitu menyabar dibagian timur laut B.Laposso (931 m).Penyebaran satuan morfologi ini meliputi beberapa daerah pegunungan yang memenjang dari arah barat ke timur yaitu B.Matjekke (431 m),B.Dua (938 m) dan B.Musula (819 m). B.Matonrong (903 m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 % Terdapat beberapa perbukitan disekitar B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut tenggara.Aktivitas denudasi dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan adanya sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis sebagian pegunungan tersebut. Pada beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada bagian puncak bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai soil yang tebal. Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adalah S.Birunga dengan beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran dentritik dengan tipe genetik sungai Obsekuen. Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari dari batuan beku andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi bentuk sill. Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah permukiman dan persawahan.

C. Pola Aliran SungaiSungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi batu gamping. Sungai Urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai utama.Sungai umpung yang mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule mengalir dari arah utara ke selatan. Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi vulkanik batu gamping dan serpih.Berdasarkan pada kenampakan dan data-data yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya adalah aliran rectangular dan dentritik.

D. Tipe Genetik Sungai.Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.

E. Kuantitas air sungaiSungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodic dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau airnya kecil atau kering.

F. Stadia DaerahDaerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan setempat-setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit.Bentuk lembah umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses erosi lebih lanjut.Sebagian sungai nampak menempati dasar lembah dan relatif lurus dengan aliran yang tidak begitu deras,disamping itu pula dataran pedaratan belum begitu meluas.Berdasarkan pada kenampakan dari cirri-ciri bentang alam seperti yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa stadia daerah termasuk dalam stadia muda manjelang Dewasa.

2.B.2 STRUKTUR REGIONALstruktur geologi di daerah penelitian terdiri atas :1. Struktur lipatan2. Struktur sesar3. Strukur lipatana. Struktur lipatanStruktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang mbergelombang (Mari and P. Btllings, 1979)Struktur sesar waruwue sebagian besar terletak dibagian memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km dan mempunyai benatu kyan relatif melengkung dan merupakan suatu sinklin asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan breksi batu gamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal Miosen Akhir hingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah Miosen Akhir.

b. Struktur sesarSesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin, 1979). Struktur sesar yang dijumpai pada daerah Barru bagian timur antar lain :1. Sesar normal bale.2. Sesar geser Aledjang. 3. Sesar Geser Buludua.4. Sesar Normal Bale.Sesar normal terletak disebelah utara dengan panjang sesar sekitar 250 m. sesar ini memanjang dari arah barat ke timur melalui dusun Bale,Galunsawae dan Buludua diptong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar normal Bale ini relatif melengkung dimana blok bagian selatan relatif bergerak turun terhadap blok bagian utara satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari satuan napal dan breksi batu gampingBerdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui satuan napal dengan umur Eosen Tengah maka diperkirakan sesar normal Bale terbentuk setelah Eosen Tengah.

b. Sesar geser AledjangSesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan merupakan sesar geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relatif ke timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar 200 m. sesar geser ini dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pad alereng permukaan gawir di dusun Aledjang.Berdasarkan pada umur batuan yang termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk setelah Miosen Akhir.

c. Sesar geser BuluduaSesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya relatif berarah barat laut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km. satuan batuan yang dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan akibat adanya sesar ini banyak ditemukan mata air disekitar daerah Bulubua.Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan breksi vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhir.

8