BAB II
-
Upload
lee-east-sea-donghae -
Category
Documents
-
view
13 -
download
7
Transcript of BAB II
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Penyakit ini tergolong penyakit degenerasi dan merupakan bagian terbesar bila
dibandingkan dengan bentuk-bentuk artritis yang lain, jumlah penderitanya terbanyak. Berbagai
nama telah diberikan pada penyakit ini, yaitu osteoartritis, osteoartrosis atau artrosis saja,
artrosis deformans, degenerative joint disease dsb. Disebut osteoartritis karena dulu dikira suatu
itis. Ternyata setelah diperiksa, tidak didapati tanda-tanda radang, baik mendadak maupun
menahun. Artinya bila diperiksa darah penderita, tak didapat tanda-tanda lekositosis atau tidak
didapati adanya lekosit polymorphonuclear maupun monosit dalam jumlah yang abnormal pada
cairan sendinya. Oleh sebab itu kemudian diusulkan nama osteoartrosis atau biasa disebut
artrosis saja.
Akhir-akhir ini karena ternyata bukan hanya mengenai sendi saja, tapi dapat pula
mengenai selaput sendi dan alat-alat sekitar sendi, maka disebut degenerative joint disease. Hal
ini dikemukakan karena penyakit tersebut merupakan suatu proses degeneratif yang biasanya
didapati pada usia lanjut (walau dapat mengenai semua usia).
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gambaran klinis,
pemeriksaan untuk diagnosis, penatalaksanaan, diagnosis banding dan prognosis dari
osteoartritis.
1
BAB II
OSTEOARTRITIS (OA)
Definisi Osteoartritis
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi
yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui. Atau gangguan pada sendi yang
bergerak. Osteoarthritis adalah salah satu jenis dari keluarga besar penyakit arthritis yang paling
sering terjadi. Sering disebut juga degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan
radang sendi yang bersifat kronis dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa
integrasi (pecah) dan perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan
sendi (osteofit) di tepi tulang.1
Etiologi
Sampai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui dengan jelas,
ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses destruksi rawan sendi, akan tetapi
beberapa faktor predoposisi terjadinya OA telah diketahui. Faktor resiko yang berperan pada
osteoarthritis dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
(1) faktor predoposisi umum, antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hipermobilitas,
merokok, hormoral, dan penyakit rematik lainnya.
(2) faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh
karena pekerjaan atau aktivitas dan kurang gerak.2
Faktor Resiko
Menurut Sidartha presdisposisi etiologi dari osteoartritis sebagai berikut:
1. Usia diatas 50 tahun.
Usia semakin tua semakin menurun kualitas kartilago persendian. Kartilago sebagai
bantalan penahan tekanan semakin tua semakin berkurang elastisitasnya, sehingga akan
mengakibatkan gangguan fungsi.
2. Wanita lebih banyak dari pada laki-laki ( Parjoto, 2000)
2
3. Kegemukan, penyakit metabolic
Pada keadaan normal berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi
oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian tengah
sendi lutut. Pada obesitas resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya
yang akan diterima sendi lutut tidak seimbang. Perubahan degeneratif pada lutut lebih
banyak ditemui pada penderita diabetus mellitus.
Untuk menentukan obesitas tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus Body Mass
Indeks(BMI) sebagai berikut :
BMI = Berat Badan (Kg) / Tinggi Badan (m)².Menurut Hudaya (2002), kriteria
penilaian BMI dapat dilihat dari Kriteria Penilaian Body Mass Indeks
a. Normal
Pria : 20-25
Wanita : 19-24
b. Underweight Kurang dari 30
c. Obesitas Lebih dari 30
4. Riwayat immobilisasi
5. Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya.
Trauma langsung atau tidak langsung (trauma kecil-kecil yang dialami sepanjang masa
menjelang tua) mengakibatkan rusaknya katilago persendi
6. Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan,misalnya pada olahragawan.
Pekerjaan yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang OA
lebih besar.
7. Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang .
8. Densitas tulang yang tinggi
9. Neurophaty perifer
10. Faktor lainnya : ras, keturunan dan metabolik.
11. Menopause > 50 Thn
12. Genetik (Kelainan pertumbuhan)1,3,6
Manifestasi Klinis OA
3
1. Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya terjadi pagi
hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap
melakukan gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa
membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa penderita, nyeri sendi dapat timbul setelah
istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh.
Terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari.
2. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian (Heberden’s dan Bouchard’s nodes)
Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
3. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian
4. Kesulitan menggunakan persendian
5. Bunyi pada setiap persendian (crepitus).
6. Gejala ini tidak menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendian
(umumnya lutut)
7. Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin rusak, tulang
mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulkan rasa sakit yang amat sangat.1
Patofisiologi Kartilago hyaline (jaringan rawan sendi)
Kartilago hyaline adalah jaringan elastis yang 95 persen terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5 persen sel kondrosit. Fungsinya sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai
pelumas, sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila kerusakan
jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi
penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang
menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan
tulang ikut berubah. Pada permukaan sendi yang sudah aus terjadilah pengapuran. Yaitu
tumbuhnya tulang baru yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi
kembali stabil, tapi hal ini justru membuat sendi kaku. Sendi yang sering menjadi sasaran
penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai penopang tubuh seperti lutut, tulang
belakang, panggul, dan juga pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati sakit akan bertambah dan
tidak bisa berjalan. Selain itu, tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau deformity bersifat
4
permanen. Bengkok pada kaki bisa ke dalam maupun keluar. Dampak kelainan ini muncul
perlahan 10 tahun kemudian.1,4
Patogenesis osteoartritis
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga terlihat
pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya,
karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada
persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapat menjelas-
kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan
teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan
proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimu-
lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.
Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan
satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah
yang akan memicu proses patogenik OA.1
Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan dalam pembentukan
ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-bagainya. Disamping itu ia akan memelihara
keberadaan komponen dalam matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu
dinamis. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan
5
sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi,
akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi
sebagai bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak terjadi ? Tidak,
sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas
matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi,
memang sintesis yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat.
Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang menandai menurun-nya fungsi
khondrosit.
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor
anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor
katabolik utama diperankan oleh sitokin ) yang (TNFInter-leukin-1 (IL-1) dan tumour
necrosis factor dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik ) dan
insulin-like(TGFdiperankan oleh transforming growth factor growth factor-1 (IGF-1).
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis
serta distorsi. Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta pro-ses
keradangan kronik sendi yang terkena. Per-mukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi
serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.
Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan
pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan
jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah
persendian yang terkena itu bengkak.
Teori anabolisme dan katabolisme diperkuat dengan low synthesis dan high degradation
cartilage dapat menerangkan terjadinya OA. Marker untuk sintesis/anabolisme kartilago yaitu
collagen type II A meningkat di sendi OA pada stadium dini tapi menurun di serum; sedangkan
Type II C telopeptide merupakan marker degradasi / katabolisme.1
Perubahan - perubahan yang terjadi pada OA adalah sebagai berikut:
a. Degradasi Tulang rawan.
6
Perubahan yang mencolok pada OA terjadi pada stadium awal, tulang rawan
lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi
menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah
vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang, dapat
timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah
daripada kartilago hialin asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanik. Semua
kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk
kelompok (klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler. Proses degradasi yang
timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan
degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan
pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang
cepat dalam waktu 10–15 tahun, sedang yang lambat 20 – 30 tahun. Akhirnya permukaan
sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi .
b. Osteofit Bersama timbulnya dengan degenerasi tulang rawan, timbul reparasi.
Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral.
c. Sklerosis subkondral
Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa sclerosis (pemadatan/penguatan tulang
tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak).
d. Sinovitis
Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi
dan fragmentasi. Matriks rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan
proteoglycan yang bersifat immunogenik dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat
meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim
akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat proses pengerusakan rawan.
Pada tahap lanjut terjadi tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang
botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah tulang subkondral dan akan
menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral.1,2,5
Klasifikasi OA
Berdasarkan kriteria A.R.A (American Rheumaticam Associaton)
7
1. Primer (Idiopatik)
Adalah tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
osteoarthritis. Penyebab tidak diketahui, dialami setelah usia 45 tahun, tidak diketahui
penyebab secara pasti, menyerang perlahan tapi pasti, dan dapat mengenai banyak sendi.
Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul, bisa juga sendi lain seperti punggung dan jari-
jari.
2. Sekunder
Dialami sebelum usia 45 tahun, penyebab trauma (instability) yang menyebabkan luka
pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang
longgar dan pembedahan pada sendi. Penyebab lain adalah faktor genetik dan penyakit
metabolik.5
DIAGNOSIS
1. Anamnese
Pola pertanyaan yang diajukan ketika Anamnese dengan pasien, yaitu:
Onset ( Akut atau Gradual )
Location ( Lokasi )
Pola (Intermittent atau terus menerus)
Frequensi: setiap hari, per minggu atau per bulan
Durasi (Duration) : menit atau beberapa jam
Progression :semakin memburuk atau semakin membaik dibandingkan dengan
sebelumnya
Severity ( Tingkat keparahan ) : ringan, sedang dan berat
Karakter ( Nyeri bersifat tajam, tumpul atau aching (sakit )
Radiation (Penyebaran)
Precipitating dan relieving factors (Faktor-faktor yang memperberat dan faktor-faktor
yang mengurangi gejala)
Contohnya: Apakah ada menggunakan pengobatan sebelumya )
8
Systemic symptom (gejala-gejala sistemik, al; demam, malaise, anoreksia, penurunan
berat badan)1
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi
pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia
perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar
parotis membesar. Mulut (kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi
temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
6. Toraks. Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan
mitral ). Paru – paru (adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan).
7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
8. Panggul dan lutut.
9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis (kista Baker yang reptur) neuropati,
mononeuritis multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
10. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya
darah.1
9
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi umumnya tidak
ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai peradangan.pada pemerikasaan radiology
didapatkan penyempitan rongga sendi disertai sclerosis tepi persendian. Mungkin terjadi
deformitas, osteoarthritis atau pembentukan kista juksta artikular. Kadang-kadang tampak
gambaran taji (spur formation), liping pada tepi-tepi tulang, dan adanya tulang-tulang yang lepas.
a. Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju
endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai
petanda tambahan dalam diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur
darah memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.
b. Pemeriksaan cairan sendi
Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila
sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi.
Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3
predominan PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada penderita dengan malignansi, mendapatkan
terapi kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan leukosit kurang dari 30.000
sel/mm3. Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada inflamasi
akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan cairan sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk
mencari adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak menyingkirkan adanya
arthritis septik yang terjadi bersamaan. Pengecatan gram cairan sinovial harus dilakukan, dan
menunjukkan hasil positif pada 75% kasus arthritis positif kultur stafilokokus dan 50% pada
artritis positif kultur basil gram negatif. Pengecatan gram ini dapat menuntun dalam terapi
antibiotika awal sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi dilakukan
terhadap kuman aerobik, anaerobik, dan bila ada indikasi untuk jamur dan mikobakterium.
Kultur cairan sinovial positif pada 90% pada artritis septic nongonokokal.
10
c. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi adanya asam
nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifisitas hampir 100%. Beberapa
keuntungan menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya infeksi antara lain :
1. mendeteksi bakteri dengan cepat,
2. dapat mendeteksi bakteri yang mengalamipertumbuhan lambat,
3. mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
4. mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi,
5. mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab.
Tapi PCR juga mengalami kelemahan yaitu hasil positif palsu bila bahan maupun reagen yang
mengalami kontaminasi selama proses pemeriksaan.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal
atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi
dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.
Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari,
penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi Diagnosis dan Penatalaksanaan Artritis
Septik I Wayan Darya. Tjokorda Raka Putra 50 kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak
mendapatkan terapi adekuat, gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis
ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan
sklerosis reaktif. Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun
ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitive untuk
mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL), termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada
sendi panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran
karakteristik arthritis septik. Pemeriksaan lain yang digunakan pada arthritis septik dimana sendi
11
sulit dievaluasi secara klinik atau untuk menentukan luasnya tulang dan jaringan mengalami
infeksi yaitu mengunakan CT, MRI , atau radio nuklead.1,6
Diagnosis Banding
1. Rheumatoid Artritis2. Artritis Gout
Penatalaksanaan
Terapi Obat
1. Salisilat dosis rendah 4 – 6 x 500 miligram sehari (hati-hati efek samping tinitus)
2. Obat NSAIDs lainnya, seperti parasetamol, dihydrocodein, dan dextropropoxyphene
3. Jika nyeri hebat mungkin terdapat inflamasi sehingga perlu diberikan analgetik
antiinflamasi nonsteroid, seperti aspirin dosis tinggi 5 gram sehari, indometasin 3 – 4 x
25 mg sehari, fenibutason 3 – 4 x 100 mg sehari, asam mefenamat, flufenamik ibuprofen,
ketoprofen, atau naproksen. Dapat juga diberikan suntikan steroid intraartikuler,
maksimal 5 kali dalam setahun, dengan jarak pemberian 2 – 4 minggu untuk menghindari
kemungkinan menambah destruksi tulang rawan. Kortikosteroid jangan diberikan bila
terdapat infeksi atau sendi tidak stabil. Bila suntikan menimbulkan kista inflmasi, berikan
fenilbutason 4 x 200 mg selama 2 hari.
12
4. Pemberian kortikosteroid secara oral atau sistemik merupakan kontraindikasi pada
penderita dengan penyakit sendi degeneratif, sebab tulang akan semakin keropos.2
Terapi non obat
1. Istirahat dan menghindari trauma yang berulang
2. Alat bantu sendi dan alat bantu jalan
3. Mengurangi diet, jika penderitanya gemuk
4. Fisioterapi: olahraga yang tepat (termasuk peregangan dan penguatan) akan
membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi
dan kekuatan otot-otot disekitarnya sehingga otot menyerap benturan dengan lebih
baik. Dianjurkan untuk menggunakan kursi dengan sandaran yang keras, kasur yang
tidak terlalu lembek, dan tempat tidur yang dialasi papan. Untuk osteoartritis pada
tulang, dilakukan olahraga khusus, dan jika penyakitnya berat, bisa digunakan
penopang punggung. Tetap melakukan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari, sangatlah
penting.
5. Terapi fisik: Terapi fisik yang sering dilakukan adalah dengan pemanasan. Untuk
nyeri pada jari tangan dianjurkan meredam tangan dalam campuran parafin panas
dengan minyak mineral pada suhu 47,8 - 52˚ Celsius atau mandi dengan air hangat.
Pemijatan oleh tenaga terlatih, traksi (penarik) dan terapi pemanasan dalam dengan
diatermi atau ultrasonik bisa dilakukan pada osteoartritis di leher.
a) Suplemen dan sayuran
Jus sayuran : Jus seledri, kubis dan wortel untuk mengurangi gejala artritis rematoid.
Vitamin C :Menghindari iritasi pada lambung supaya efek terapinya lebih lama.
Ikan dan minyak ikan :Kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3,
yang dapat menghilangkan nyeri dan pembengkakan pada smeua jenis artritis. Selain
itu,minyak ikan kod kaya akan vitamin D yang memebantu membangun tulang, dan
vitamin A yang membantu melawan peradangan.
Vitamin B3 ( Niasinamid) : 500mg vitamin B3 sehari membantu memperbaiki
mobilitas sendi
13
Vitamin B5( asam pantotenat) : Dapat mengurangi nyeri dan peradangan pada artritis.
Vitaamin ini juga mmebantu tubuh membuat substansi yang berguna bagi
pembentukkan jaringan ikat yang memperkuat sendi.
Multivitamin : Mempunyai sifat antiinflamasi dan antioksidan yang bermanfaat pada
pengobatan artritis .
Melatonin : Melatonin kaya akan vitamin E yang efektif untuk semua jenis artritis.
Pycnogenol : Terdapat pada biji anggur dan kulit pohon pinus. Efek antioksidannya
50 kali lebih kuat dibanding dengan vitamin E. Juga membantu sendi yang terkena
artritis berefek menghilangkan racun dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
b) Herbal
Jahe dan Kunyit : bahan antiinflamasi yang sangat baik serta dapat mengurangi nyeri
dan sendi. Jahe juga mepunyai efek pelindung lambung dan baik bagi pencernaan.
Hot chili peppers dan cayenne pepper: berefek mengurangi peradangan pada
artritis ,mengurangi pembengkakan danmenghilangkan nyeri.
Aloe Vera: meningkatkan sistem kekebalan dan merupakan antiinflamasi yang sangat
kuat. Daun lidah buaya mengandung asam salisilat dan magnesium yang berfungsi
melawan artritis. AloeVera juga mengandung vitamin C dan selenium dalam
konsentrasi yang cukup tinggi, serta antioksidan yang dapat membantu mencegah dan
menyembuhkan penyakit kronis seperti artritis.
Rosemary:Berfungsi mirip aspirin , tetapi aman bekerja sebagai anti inflamasi
untuksemua jenis artritis.
Minyak juniper :Menghilangkan bengkaka pada sendi.
c) Panas dan dingin
Cara terapi panas pada rematik adalah untuk meningkatkan aliran darah ke darah
sendi yang terserang.Cara menggunakan air panas bisa dengan handuk hangat atau
kantong panas yang ditempelkan pada sendi yang meradang atau dapat juga dengan
mandi atau berendam di dalam air panas .
14
Terapi dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri ,peradangan serta kaku atau kejang
otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong dingin ,semprotan
dingin .
d) Olahraga dan istirahat
Latihan dan olahraga yang dianjurkan adalah :
1) Range of motion exercise : Merupakan latihan fisik yang membantu menjaga
pergerakkan normal sendi , memelihara atau meningkatkan fleksibilitas dan
menghilangkan kekauan sendi.
2) Strengthening exercise : Untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot.
Otot yang kuat membantu dan menjaga sendi yang terserang penyakit rematik
3) Aerobic atau endurance exercise : Untuk meningkatkan kesehatan pembuluh
darah jantung ( cardiovascular) , membantu menjaga berat badan ideal dan
memperbaiki kesehatan secara menyeluruh . Penelitian menunjukkan bahwa
latihan aerobik dapat mengurangi inflamasi di beberapa sendi.
e) Fisioterap dan relaksasi
Dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan memperbaiki kekauan pada sendi yang
terserang rematik. Terapi jenis ini dilakukan dengan hati-hati seperti menarik secara
lembut dan terus menerus ada otot yang kaku, pemijatan dan manipulasi dengan
mengguakan kedua tangan untuk memperbaiki pergerkkan sendi yang kaku.
Relaksasi progresif membantu mengurangi nyeri dengan melakukan geakan yang
melemaskan otot yang tegang. Pada relaksasi progresif , gerakan yang dilakukan
adalah pada satu saat mengencangkan kumpulan otot tertentu , kemudian secara
perlahan melemaskannya dan merelaksasikannya.
15
f) Terapi bedah
Terapi bedah terkadang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan sendi setelah
trauma. Dalam kasus rematik yang parah , pembedahan bermanfaat untuk
memperbaiki atau mengganti sendi yang telah rusak ( arthroplast)
g) Diet.
Melakukan perpaduan antara olahraga dengan diet seimbang , yang dapat membantu
penderita penyakit rematik mengatur berat badan agar tetap ideal.
Penderita harus menghindari minuman alkohol dan makanan dengan protein ( purin)
tinggi seperti jeroan ( hati.ginjal), makanan laut dan kuah daging.
Makanan hidup yaitu makanan segar yang belum diolah seperti buah dan sayuran
segar , biji-bijiann dalambentuk yang utuh dan alami serta makanan hasil laut atau
hewan segar, dapat meberikan pada tubuh semua zat yang diperlukan untuk
membangun sendi yang rusak dan memulihkan stamina yang prima.sedangkan
makanan hasil olahan yang tidak segar membuat orang rentan terkena penyakit.6
Pembedahan
Jika pengobatan lainnya gagal, bisa dilakukan pembedahan. Beberapa sendi (terutama
sendi panggul dan lutut) dapat diganti dengan sendi buatan. Tindakan ini biasanya berhasil dan
hampir selalu bisa memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi, serta mengurangi nyeri. Karena itu
jika fungsi sendi menjadi terbatas, dianjurkan untuk menjalani penggatian sendi. Pada kasus
tertentu dapat dilakukan tindakan bedah ortopedik (ortoplastik).5,6
Pencegahan OA
Menjaga berat badan
Olah raga yang tidak banyak menggunakan persendian
Aktifitas Olah raga sesuai kebutuhan
Menghindari perlukaan pada persendian.
Minum suplemen sendi
16
Mengkonsumsi makanan sehat
Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
Lakukan relaksasi dengan berbagai tehnik
Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. hal tersebut
akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.5
Prognosis
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya
kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.2
17
BAB III
KESIMPULAN
1. Penyakit Sendi Degeneratif (osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui Atau gangguan pada sendi yang bergerak.
2. Manifestasi klinis OA adalah persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian, perubahan bentuk tulang dan Bunyi pada setiap persendian (crepitus)
3. Perubahan yang terjadi pada OA adalah degradasi tulang rawan, osteofit bersama timbulnya dengan degenerasi tulang rawan, timbul reparasi, sklerosis subkondral, sinovitis
4. Prognosa umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H dkk 2006. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S (Editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Penerbit FKUI,
Jakarta, 1195
2. Mansjoer Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 535-536
3. Junqueira Carlos Luis, 2004. Histologi Dasar Teks & Atlas Edisi 10, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 148
4. Robert K Murray, 2009. Buku Ajar Biokimia Harper Edisi 27. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
5. Adnan HM. Diagnosis Arthritis Rematoid dan Perbandingannya Artritis-Artritis Lain.
Kongres nasional I, Ikatan Rematologi Indonesia, Semarang tgl. 28,29,30, 1983, hal 43-
47
6. Zainal Effendi, 1983. Pengenalan praktis penyaksician it phy reumatik. The journal of
the Indonesia family; 3 (1) :4-9.
19
20