BAB II

28
BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Penyakit ini tergolong penyakit degenerasi dan merupakan bagian terbesar bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk artritis yang lain, jumlah penderitanya terbanyak. Berbagai nama telah diberikan pada penyakit ini, yaitu osteoartritis, osteoartrosis atau artrosis saja, artrosis deformans, degenerative joint disease dsb. Disebut osteoartritis karena dulu dikira suatu itis. Ternyata setelah diperiksa, tidak didapati tanda-tanda radang, baik mendadak maupun menahun. Artinya bila diperiksa darah penderita, tak didapat tanda-tanda lekositosis atau tidak didapati adanya lekosit polymorphonuclear maupun monosit dalam jumlah yang abnormal pada cairan sendinya. Oleh sebab itu kemudian diusulkan nama osteoartrosis atau biasa disebut artrosis saja. Akhir-akhir ini karena ternyata bukan hanya mengenai sendi saja, tapi dapat pula mengenai selaput sendi dan alat-alat sekitar sendi, maka disebut degenerative joint disease. Hal ini dikemukakan karena penyakit tersebut merupakan suatu proses degeneratif yang biasanya didapati pada usia lanjut (walau dapat mengenai semua usia). B. Tujuan Penulisan 1

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Penyakit ini tergolong penyakit degenerasi dan merupakan bagian terbesar bila

dibandingkan dengan bentuk-bentuk artritis yang lain, jumlah penderitanya terbanyak. Berbagai

nama telah diberikan pada penyakit ini, yaitu osteoartritis, osteoartrosis atau artrosis saja,

artrosis deformans, degenerative joint disease dsb. Disebut osteoartritis karena dulu dikira suatu

itis. Ternyata setelah diperiksa, tidak didapati tanda-tanda radang, baik mendadak maupun

menahun. Artinya bila diperiksa darah penderita, tak didapat tanda-tanda lekositosis atau tidak

didapati adanya lekosit polymorphonuclear maupun monosit dalam jumlah yang abnormal pada

cairan sendinya. Oleh sebab itu kemudian diusulkan nama osteoartrosis atau biasa disebut

artrosis saja.

Akhir-akhir ini karena ternyata bukan hanya mengenai sendi saja, tapi dapat pula

mengenai selaput sendi dan alat-alat sekitar sendi, maka disebut degenerative joint disease. Hal

ini dikemukakan karena penyakit tersebut merupakan suatu proses degeneratif yang biasanya

didapati pada usia lanjut (walau dapat mengenai semua usia).

B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gambaran klinis,

pemeriksaan untuk diagnosis, penatalaksanaan, diagnosis banding dan prognosis dari

osteoartritis.

1

Page 2: BAB II

BAB II

OSTEOARTRITIS (OA)

Definisi Osteoartritis

Penyakit Sendi Degeneratif (osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi

yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui. Atau gangguan pada sendi yang

bergerak. Osteoarthritis adalah salah satu jenis dari keluarga besar penyakit arthritis yang paling

sering terjadi. Sering disebut juga degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan

radang sendi yang bersifat kronis dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa

integrasi (pecah) dan perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan

sendi (osteofit) di tepi tulang.1

Etiologi

Sampai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui dengan jelas,

ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses destruksi rawan sendi, akan tetapi

beberapa faktor predoposisi terjadinya OA telah diketahui. Faktor resiko yang berperan pada

osteoarthritis dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :

(1) faktor predoposisi umum, antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hipermobilitas,

merokok, hormoral, dan penyakit rematik lainnya.

(2) faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh

karena pekerjaan atau aktivitas dan kurang gerak.2

Faktor Resiko

Menurut Sidartha presdisposisi etiologi dari osteoartritis sebagai berikut:

1. Usia diatas 50 tahun.

Usia semakin tua semakin menurun kualitas kartilago persendian. Kartilago sebagai

bantalan penahan tekanan semakin tua semakin berkurang elastisitasnya, sehingga akan

mengakibatkan gangguan fungsi.

2. Wanita lebih banyak dari pada laki-laki ( Parjoto, 2000)

2

Page 3: BAB II

3. Kegemukan, penyakit metabolic

Pada keadaan normal berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi

oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian tengah

sendi lutut. Pada obesitas resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya

yang akan diterima sendi lutut tidak seimbang. Perubahan degeneratif pada lutut lebih

banyak ditemui pada penderita diabetus mellitus.

Untuk menentukan obesitas tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus Body Mass

Indeks(BMI) sebagai berikut :

BMI = Berat Badan (Kg) / Tinggi Badan (m)².Menurut Hudaya (2002), kriteria

penilaian BMI dapat dilihat dari Kriteria Penilaian Body Mass Indeks

a. Normal

Pria : 20-25

Wanita : 19-24

b. Underweight Kurang dari 30

c. Obesitas Lebih dari 30

4. Riwayat immobilisasi

5. Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya.

Trauma langsung atau tidak langsung (trauma kecil-kecil yang dialami sepanjang masa

menjelang tua) mengakibatkan rusaknya katilago persendi

6. Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan,misalnya pada olahragawan.

Pekerjaan yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai resiko terserang OA

lebih besar.

7. Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang .

8. Densitas tulang yang tinggi

9. Neurophaty perifer

10. Faktor lainnya : ras, keturunan dan metabolik.

11. Menopause > 50 Thn

12. Genetik (Kelainan pertumbuhan)1,3,6

Manifestasi Klinis OA

3

Page 4: BAB II

1. Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya terjadi pagi

hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap

melakukan gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa

membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa penderita, nyeri sendi dapat timbul setelah

istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh.

Terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari.

2. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian (Heberden’s dan Bouchard’s nodes)

Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.

3. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian

4. Kesulitan menggunakan persendian

5. Bunyi pada setiap persendian (crepitus).

6. Gejala ini tidak menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendian

(umumnya lutut)

7. Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin rusak, tulang

mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulkan rasa sakit yang amat sangat.1

Patofisiologi Kartilago hyaline (jaringan rawan sendi)

Kartilago hyaline adalah jaringan elastis yang 95 persen terdiri dari air dan matrik ekstra

selular, 5 persen sel kondrosit. Fungsinya sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai

pelumas, sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila kerusakan

jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi

penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang

menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan

tulang ikut berubah. Pada permukaan sendi yang sudah aus terjadilah pengapuran. Yaitu

tumbuhnya tulang baru yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi

kembali stabil, tapi hal ini justru membuat sendi kaku. Sendi yang sering menjadi sasaran

penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai penopang tubuh seperti lutut, tulang

belakang, panggul, dan juga pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati sakit akan bertambah dan

tidak bisa berjalan. Selain itu, tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau deformity bersifat

4

Page 5: BAB II

permanen. Bengkok pada kaki bisa ke dalam maupun keluar. Dampak kelainan ini muncul

perlahan 10 tahun kemudian.1,4

Patogenesis osteoartritis

Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga terlihat

pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya,

karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah terdapatnya proses OA pada

persendian yang tidak banyak mengalami proses pembebanan biomekanik, tidak dapat menjelas-

kan proses kronisitas OA. Banyak penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidakcocokkan

teori lama tersebut, yaitu dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit OA dan

proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimu-

lasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan.

Sentral dari proses OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan

satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah

yang akan memicu proses patogenik OA.1

Khondrosit akan mensintesis berbagai kom-ponen yang diperlukan dalam pembentukan

ra-wan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan se-bagainya. Disamping itu ia akan memelihara

keberadaan komponen dalam matriks arawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu

dinamis. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan

5

Page 6: BAB II

sendi. Gangguan keseimbang-an ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi,

akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi

sebagai bantalan redan kejut. Apakah sintesis matriks rawan sendi ini tidak terjadi ? Tidak,

sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas

matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusak-an rawan sendi,

memang sintesis yang buruk tadi tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat.

Hal ini terlihat dari merosotnya produksi proteoglikan yang menandai menurun-nya fungsi

khondrosit.

Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor

anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor

katabolik utama diperankan oleh sitokin ) yang (TNFInter-leukin-1 (IL-1) dan tumour

necrosis factor dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik ) dan

insulin-like(TGFdiperankan oleh transforming growth factor growth factor-1 (IGF-1).

Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibro-sis

serta distorsi. Sinovium mengalami keradang-an dan akan memicu terjadinya efusi serta pro-ses

keradangan kronik sendi yang terkena. Per-mukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi

serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.

Selanjutnya akan tampak jawaban tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan

pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan

jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah

persendian yang terkena itu bengkak.

Teori anabolisme dan katabolisme diperkuat dengan low synthesis dan high degradation

cartilage dapat menerangkan terjadinya OA. Marker untuk sintesis/anabolisme kartilago yaitu

collagen type II A meningkat di sendi OA pada stadium dini tapi menurun di serum; sedangkan

Type II C telopeptide merupakan marker degradasi / katabolisme.1

Perubahan - perubahan yang terjadi pada OA adalah sebagai berikut:

a. Degradasi Tulang rawan.

6

Page 7: BAB II

Perubahan yang mencolok pada OA terjadi pada stadium awal, tulang rawan

lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi

menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah

vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang, dapat

timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah

daripada kartilago hialin asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanik. Semua

kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk

kelompok (klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler. Proses degradasi yang

timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan

degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan

pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang

cepat dalam waktu 10–15 tahun, sedang yang lambat 20 – 30 tahun. Akhirnya permukaan

sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi .

b. Osteofit Bersama timbulnya dengan degenerasi tulang rawan, timbul reparasi.

Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral.

c. Sklerosis subkondral

Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa sclerosis (pemadatan/penguatan tulang

tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak).

d. Sinovitis

Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi

dan fragmentasi. Matriks rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan

proteoglycan yang bersifat immunogenik dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat

meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim

akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat proses pengerusakan rawan.

Pada tahap lanjut terjadi tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang

botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah tulang subkondral dan akan

menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral.1,2,5

Klasifikasi OA

Berdasarkan kriteria A.R.A (American Rheumaticam Associaton)

7

Page 8: BAB II

1. Primer (Idiopatik)

Adalah tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan

osteoarthritis. Penyebab tidak diketahui, dialami setelah usia 45 tahun, tidak diketahui

penyebab secara pasti, menyerang perlahan tapi pasti, dan dapat mengenai banyak sendi.

Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul, bisa juga sendi lain seperti punggung dan jari-

jari.

2. Sekunder

Dialami sebelum usia 45 tahun, penyebab trauma (instability) yang menyebabkan luka

pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang

longgar dan pembedahan pada sendi. Penyebab lain adalah faktor genetik dan penyakit

metabolik.5

DIAGNOSIS

1. Anamnese

Pola pertanyaan yang diajukan ketika Anamnese dengan pasien, yaitu:

Onset ( Akut atau Gradual )

Location ( Lokasi )

Pola (Intermittent atau terus menerus)

Frequensi: setiap hari, per minggu atau per bulan

Durasi (Duration) : menit atau beberapa jam

Progression :semakin memburuk atau semakin membaik dibandingkan dengan

sebelumnya

Severity ( Tingkat keparahan ) : ringan, sedang dan berat

Karakter ( Nyeri bersifat tajam, tumpul atau aching (sakit )

Radiation (Penyebaran)

Precipitating dan relieving factors (Faktor-faktor yang memperberat dan faktor-faktor

yang mengurangi gejala)

Contohnya: Apakah ada menggunakan pengobatan sebelumya )

8

Page 9: BAB II

Systemic symptom (gejala-gejala sistemik, al; demam, malaise, anoreksia, penurunan

berat badan)1

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi

pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :

1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.

2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.

3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.

4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia

perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar

parotis membesar. Mulut (kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi

temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.

5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.

6. Toraks. Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan

mitral ). Paru – paru (adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan).

7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.

8. Panggul dan lutut.

9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis (kista Baker yang reptur) neuropati,

mononeuritis  multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.

10. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya

darah.1

9

Page 10: BAB II

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi umumnya tidak

ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai peradangan.pada pemerikasaan radiology

didapatkan penyempitan rongga sendi disertai sclerosis tepi persendian. Mungkin terjadi

deformitas, osteoarthritis atau pembentukan kista juksta artikular. Kadang-kadang tampak

gambaran taji (spur formation), liping pada tepi-tepi tulang, dan adanya tulang-tulang yang lepas.

a. Pemeriksaan darah tepi

Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju

endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai

petanda tambahan dalam diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur

darah memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.

b. Pemeriksaan cairan sendi

Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila

sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi.

Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3

predominan PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada penderita dengan malignansi, mendapatkan

terapi kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan leukosit kurang dari 30.000

sel/mm3. Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada inflamasi

akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu

dilakukan pemeriksaan cairan sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk

mencari adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak menyingkirkan adanya

arthritis septik yang terjadi bersamaan. Pengecatan gram cairan sinovial harus dilakukan, dan

menunjukkan hasil positif pada 75% kasus arthritis positif kultur stafilokokus dan 50% pada

artritis positif kultur basil gram negatif. Pengecatan gram ini dapat menuntun dalam terapi

antibiotika awal sambil menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi dilakukan

terhadap kuman aerobik, anaerobik, dan bila ada indikasi untuk jamur dan mikobakterium.

Kultur cairan sinovial positif pada 90% pada artritis septic nongonokokal.

10

Page 11: BAB II

c. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat mendeteksi adanya asam

nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan sensitifitas dan spesifisitas hampir 100%. Beberapa

keuntungan menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya infeksi antara lain :

1. mendeteksi bakteri dengan cepat,

2. dapat mendeteksi bakteri yang mengalamipertumbuhan lambat,

3. mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,

4. mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi,

5. mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab.

Tapi PCR juga mengalami kelemahan yaitu hasil positif palsu bila bahan maupun reagen yang

mengalami kontaminasi selama proses pemeriksaan.

d. Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal

atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi

dan jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.

Osteoporosis periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari,

penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi Diagnosis dan Penatalaksanaan Artritis

Septik I Wayan Darya. Tjokorda Raka Putra 50 kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak

mendapatkan terapi adekuat, gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis

ankilosis, kalsifikasi jaringan periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan

sklerosis reaktif. Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun

ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitive untuk

mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL), termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada

sendi panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran

karakteristik arthritis septik. Pemeriksaan lain yang digunakan pada arthritis septik dimana sendi

11

Page 12: BAB II

sulit dievaluasi secara klinik atau untuk menentukan luasnya tulang dan jaringan mengalami

infeksi yaitu mengunakan CT, MRI , atau radio nuklead.1,6

Diagnosis Banding

1. Rheumatoid Artritis2. Artritis Gout

Penatalaksanaan

Terapi Obat

1. Salisilat dosis rendah 4 – 6 x 500 miligram sehari (hati-hati efek samping tinitus)

2. Obat NSAIDs lainnya, seperti parasetamol, dihydrocodein, dan dextropropoxyphene

3. Jika nyeri hebat mungkin terdapat inflamasi sehingga perlu diberikan analgetik

antiinflamasi nonsteroid, seperti aspirin dosis tinggi 5 gram sehari, indometasin 3 – 4 x

25 mg sehari, fenibutason 3 – 4 x 100 mg sehari, asam mefenamat, flufenamik ibuprofen,

ketoprofen, atau naproksen. Dapat juga diberikan suntikan steroid intraartikuler,

maksimal 5 kali dalam setahun, dengan jarak pemberian 2 – 4 minggu untuk menghindari

kemungkinan menambah destruksi tulang rawan. Kortikosteroid jangan diberikan bila

terdapat infeksi atau sendi tidak stabil. Bila suntikan menimbulkan kista inflmasi, berikan

fenilbutason 4 x 200 mg selama 2 hari.

12

Page 13: BAB II

4. Pemberian kortikosteroid secara oral atau sistemik merupakan kontraindikasi pada

penderita dengan penyakit sendi degeneratif, sebab tulang akan semakin keropos.2

Terapi non obat

1. Istirahat dan menghindari trauma yang berulang

2. Alat bantu sendi dan alat bantu jalan

3. Mengurangi diet, jika penderitanya gemuk

4. Fisioterapi: olahraga yang tepat (termasuk peregangan dan penguatan) akan

membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi

dan kekuatan otot-otot disekitarnya sehingga otot menyerap benturan dengan lebih

baik. Dianjurkan untuk menggunakan kursi dengan sandaran yang keras, kasur yang

tidak terlalu lembek, dan tempat tidur yang dialasi papan. Untuk osteoartritis pada

tulang, dilakukan olahraga khusus, dan jika penyakitnya berat, bisa digunakan

penopang punggung. Tetap melakukan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari, sangatlah

penting.

5. Terapi fisik: Terapi fisik yang sering dilakukan adalah dengan pemanasan. Untuk

nyeri pada jari tangan dianjurkan meredam tangan dalam campuran parafin panas

dengan minyak mineral pada suhu 47,8 - 52˚ Celsius atau mandi dengan air hangat.

Pemijatan oleh tenaga terlatih, traksi (penarik) dan terapi pemanasan dalam dengan

diatermi atau ultrasonik bisa dilakukan pada osteoartritis di leher.

a) Suplemen dan sayuran

Jus sayuran : Jus seledri, kubis dan wortel untuk mengurangi gejala artritis rematoid.

Vitamin C :Menghindari iritasi pada lambung supaya efek terapinya lebih lama.

Ikan dan minyak ikan :Kapsul minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3,

yang dapat menghilangkan nyeri dan pembengkakan pada smeua jenis artritis. Selain

itu,minyak ikan kod kaya akan vitamin D yang memebantu membangun tulang, dan

vitamin A yang membantu melawan peradangan.

Vitamin B3 ( Niasinamid) : 500mg vitamin B3 sehari membantu memperbaiki

mobilitas sendi

13

Page 14: BAB II

Vitamin B5( asam pantotenat) : Dapat mengurangi nyeri dan peradangan pada artritis.

Vitaamin ini juga mmebantu tubuh membuat substansi yang berguna bagi

pembentukkan jaringan ikat yang memperkuat sendi.

Multivitamin : Mempunyai sifat antiinflamasi dan antioksidan yang bermanfaat pada

pengobatan artritis .

Melatonin : Melatonin kaya akan vitamin E yang efektif untuk semua jenis artritis.

Pycnogenol : Terdapat pada biji anggur dan kulit pohon pinus. Efek antioksidannya

50 kali lebih kuat dibanding dengan vitamin E. Juga membantu sendi yang terkena

artritis berefek menghilangkan racun dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

b) Herbal

Jahe dan Kunyit : bahan antiinflamasi yang sangat baik serta dapat mengurangi nyeri

dan sendi. Jahe juga mepunyai efek pelindung lambung dan baik bagi pencernaan.

Hot chili peppers dan cayenne pepper: berefek mengurangi peradangan pada

artritis ,mengurangi pembengkakan danmenghilangkan nyeri.

Aloe Vera: meningkatkan sistem kekebalan dan merupakan antiinflamasi yang sangat

kuat. Daun lidah buaya mengandung asam salisilat dan magnesium yang berfungsi

melawan artritis. AloeVera juga mengandung vitamin C dan selenium dalam

konsentrasi yang cukup tinggi, serta antioksidan yang dapat membantu mencegah dan

menyembuhkan penyakit kronis seperti artritis.

Rosemary:Berfungsi mirip aspirin , tetapi aman bekerja sebagai anti inflamasi

untuksemua jenis artritis.

Minyak juniper :Menghilangkan bengkaka pada sendi.

c) Panas dan dingin

Cara terapi panas pada rematik adalah untuk meningkatkan aliran darah ke darah

sendi yang terserang.Cara menggunakan air panas bisa dengan handuk hangat atau

kantong panas yang ditempelkan pada sendi yang meradang atau dapat juga dengan

mandi atau berendam di dalam air panas .

14

Page 15: BAB II

Terapi dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri ,peradangan serta kaku atau kejang

otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong dingin ,semprotan

dingin .

d) Olahraga dan istirahat

Latihan dan olahraga yang dianjurkan adalah :

1) Range of motion exercise : Merupakan latihan fisik yang membantu menjaga

pergerakkan normal sendi , memelihara atau meningkatkan fleksibilitas dan

menghilangkan kekauan sendi.

2) Strengthening exercise : Untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot.

Otot yang kuat membantu dan menjaga sendi yang terserang penyakit rematik

3) Aerobic atau endurance exercise : Untuk meningkatkan kesehatan pembuluh

darah jantung ( cardiovascular) , membantu menjaga berat badan ideal dan

memperbaiki kesehatan secara menyeluruh . Penelitian menunjukkan bahwa

latihan aerobik dapat mengurangi inflamasi di beberapa sendi.

e) Fisioterap dan relaksasi

Dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan memperbaiki kekauan pada sendi yang

terserang rematik. Terapi jenis ini dilakukan dengan hati-hati seperti menarik secara

lembut dan terus menerus ada otot yang kaku, pemijatan dan manipulasi dengan

mengguakan kedua tangan untuk memperbaiki pergerkkan sendi yang kaku.

Relaksasi progresif membantu mengurangi nyeri dengan melakukan geakan yang

melemaskan otot yang tegang. Pada relaksasi progresif , gerakan yang dilakukan

adalah pada satu saat mengencangkan kumpulan otot tertentu , kemudian secara

perlahan melemaskannya dan merelaksasikannya.

15

Page 16: BAB II

f) Terapi bedah

Terapi bedah terkadang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan sendi setelah

trauma. Dalam kasus rematik yang parah , pembedahan bermanfaat untuk

memperbaiki atau mengganti sendi yang telah rusak ( arthroplast)

g) Diet.

Melakukan perpaduan antara olahraga dengan diet seimbang , yang dapat membantu

penderita penyakit rematik mengatur berat badan agar tetap ideal.

Penderita harus menghindari minuman alkohol dan makanan dengan protein ( purin)

tinggi seperti jeroan ( hati.ginjal), makanan laut dan kuah daging.

Makanan hidup yaitu makanan segar yang belum diolah seperti buah dan sayuran

segar , biji-bijiann dalambentuk yang utuh dan alami serta makanan hasil laut atau

hewan segar, dapat meberikan pada tubuh semua zat yang diperlukan untuk

membangun sendi yang rusak dan memulihkan stamina yang prima.sedangkan

makanan hasil olahan yang tidak segar membuat orang rentan terkena penyakit.6

Pembedahan

Jika pengobatan lainnya gagal, bisa dilakukan pembedahan. Beberapa sendi (terutama

sendi panggul dan lutut) dapat diganti dengan sendi buatan. Tindakan ini biasanya berhasil dan

hampir selalu bisa memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi, serta mengurangi nyeri. Karena itu

jika fungsi sendi menjadi terbatas, dianjurkan untuk menjalani penggatian sendi. Pada kasus

tertentu dapat dilakukan tindakan bedah ortopedik (ortoplastik).5,6

Pencegahan OA

Menjaga berat badan

Olah raga yang tidak banyak menggunakan persendian

Aktifitas Olah raga sesuai kebutuhan

Menghindari perlukaan pada persendian.

Minum suplemen sendi

16

Page 17: BAB II

Mengkonsumsi makanan sehat

Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman

Lakukan relaksasi dengan berbagai tehnik

Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.

Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. hal tersebut

akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.5

Prognosis

Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya

kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.2

17

Page 18: BAB II

BAB III

KESIMPULAN

1. Penyakit Sendi Degeneratif (osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui Atau gangguan pada sendi yang bergerak.

2. Manifestasi klinis OA adalah persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian, perubahan bentuk tulang dan Bunyi pada setiap persendian (crepitus)

3. Perubahan yang terjadi pada OA adalah degradasi tulang rawan, osteofit bersama timbulnya dengan degenerasi tulang rawan, timbul reparasi, sklerosis subkondral, sinovitis

4. Prognosa umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.

18

Page 19: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H dkk 2006. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S (Editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Penerbit FKUI,

Jakarta, 1195

2. Mansjoer Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, Penerbit Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 535-536

3. Junqueira Carlos Luis, 2004. Histologi Dasar Teks & Atlas Edisi 10, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 148

4. Robert K Murray, 2009. Buku Ajar Biokimia Harper Edisi 27. Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta.

5. Adnan HM. Diagnosis Arthritis Rematoid dan Perbandingannya Artritis-Artritis Lain.

Kongres nasional I, Ikatan Rematologi Indonesia, Semarang tgl. 28,29,30, 1983, hal 43-

47

6. Zainal Effendi, 1983. Pengenalan praktis penyaksician it phy reumatik. The journal of

the Indonesia family; 3 (1) :4-9.

19

Page 20: BAB II

20