BAB II
-
Upload
nugrahangraini -
Category
Documents
-
view
98 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Antibiotik
Antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris
dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru
dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh
dr.Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat
antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi
berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat
digunakan sebagai obat (Djide, 2003).
Istilah antibiotik digunakan oleh Waksman (1945) sebagai nama
dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang
kerjanya antagonistic terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti
“melawan hidup” dengan klata lain maksud dari antibiotic adalah zat yang
dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, yang dapat menghambat
mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnakannya (Djide, 2003).
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu -anti (melawan)
dan -biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selama
tahun 1942 untuk menggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh
mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain. Namun istilah ini kemudian digeser dengan ditemukannya obat
antibiotik sinetis. Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke
semua jenis mikroba dan termasuk di dalamnya adalah antibiotik, anti
jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus, dll. Namun dalam
pembahasan ini hanya membicarakan proses penghambatan antibiotik
dalam membunuh bakteri.
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para
peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat
antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis bagi manusia,
hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya
adalah streptomycin vial injeksi, Tetrasiklin kapsul, Kanamicin kapsul,
Erytromicin kapsul, Colistin tablet, Cefadroxil tablet dan Rifampisin
kapsul (Djide, 2003).
Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kapada
kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri.
Antibiotik lebih banyak yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif
karena permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri
Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit
apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif,
sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut
(Sumadio, dkk. 1994).
Logam berat terbagi atas 2 kelompok yaitu logam berat yang
bersifat sangat beracun (toksik) seperti: Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal
(Pb), Cadmium (Cd) danChromium (Cr) dan logam esensial yang juga
dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara berlebihan, antara lain:
Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se) (Suhendrayatma,
2001).
Pembagian antibiotik dapat dibagi berdasarkan luasnya aktivitas
antibiotik, aktivitas dalam membunuh serta berdasarkan mekanisme obat
antibiotik tersebut. Berdasarkan luasnya aktivitas, antibiotik dibagi
menjadi antibiotik spektrum luas dan spektum sempit. Istilah luas
mengandung arti bahwa antibiotik ini dapat membunuh banyak jenis
bakteri sedangkan sebaliknya, istilah sempit hanya digunakan untuk
membunuh bakteri yang spesifik yang telah diketahui secara pasti.
Penggunaan spektrum luas digunakan apabila identifikasi kuman penyebab
susah dilakukan namun kerugiaanya dapat menghambat pula bakteri flora
normal dalam tubuh.
Berdasarkan aktivitas dalam membunuh, antibiotik dibagai menjadi
Bactericidal dan Bacteristatic. Antibiotik yang mempunyai sifat
bakterisidal membunuh bakteri target dan cenderung lebih efektif serta
tidak perlu menggantungkan pada sistem imun manusia. Sangat perlu
digunakan pada pasien dengan penurunan sistem imun. Yang termasuk
baterisidal adalah β-lactam, aminoglycoside, dan quinolone. Bakteriostatik
justru bekerja menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat memanfaatkan
sistem imun host obat bakteriostatik yang khas adalah tetracycline,
sulfonamide, tetracycline, dan clindamycin (Darmansjah, I., Nelwan, R.,
1994).
Bedasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibagi menjadi 5 jenis,
yaitu :
A. Penghambatan sintetis dinding bakteri
B. Penghambat membran sel
C. Penghambatan sintetis protein di ribosom
D. Penghambatan sintetis asam nukleat
E. Penghambatan metabolik (antagonis folat)
II.1.2 Antimikroba
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya
mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang
dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk
kelompok parasit.Berdasarkan sifat toksisitas selektif , ada anti mikroba
yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba , dikenal sebagai
aktifitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba , dikenal
sebagai aktivitas bakteriosid (Ganiswarna, S.G, 1995).
Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif.Istilah
ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak
membahayakan inang.Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif
dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi
tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. Antibiotika
yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut (Katzung,
E.G, 1997) :
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic).
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada
host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan
sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti
flora usus atau flora kulit.
Kemoterapeutika dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa
mekanisme, terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari
bakteri, misalnya:
a. Dinding sel : sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang
sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma
dengan akibat pecah. Contohnya : kelompok penisilin dan
sefalosporin.
b. Membran sel : molekul lipoprotein dari mambran plasma (di dalam
dinding sel) dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeable.
Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Protein
sel : sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin,
aminoglikosida, dan makrolida.
c. Asam-asam inti (DNA, RNA) : rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan
kinolon, IDU, dan asiklovir (DNA).
d. Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting
metabolisme kuman hingga pertukaran zatnya terhenti.
Sifat anti mikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya.
Umpumanya, penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram
positif , sedangkan bakteri gram negatif pada umumnya tidak peka
( resisiten) terhadap penisilin G : Streptomomisin memiliki sifat yang
sebaliknya ; tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram positif
maupun gram negative, dan juga terhadap Rickettsia dan Chlamydia.
Berdasarkan sifat ini antimikroba dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
berspektrum sempit, umpamanya benzyl penisilin dan streptomizin, dan
berspektrum luas umpamanya tetrasiklin dan kloramfenikol.
Jenis –Jenis obat Antimikroba (Tjay,T.H dan Rahardja,K. 2002)
1. Sulfonamid dan kotrimoksazon
a. Sulfonamide
Sulfanomid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara
sisitemik digunakan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit
infeksi pada manusia. Contohnya seperti sulfonamide
b. Kotrimoksazon
Trimetropin dan sulfametoksazon menghambat reaksi enzimatik
obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga
kombinasi kedua obat memberikan efek sinergik. Kombinasi ini
dikenal denga nama kotrimoksazon.
2. Antiseptik saluran kemih
a. Metenamin, Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba
seperti kuman gram negative kecuali proteus karena kuman dapat
mengubah urea menjadi ammonium hidroksida yang menaikkan ph
sehingga menghambat perubahan metenamin menjadi formal dehid.
b. Asam Nalidiksat, asam Nalidiksat bekerja dengan menghambat
enzim DNA girase bakteri dan biasanya bersifat bakterisid terhadap
kebanyakan kuman pathogen penyebab infeksi saluran kemih. Obat
ini menghambat E.coli, proteus spp dan kuman Coloform lainnya.
c. Nitrofurantoin, Nitrofurantoin adalah antiseptic saluran kemih
derivat furan. Obat ini efektif untuk kebanyakan kuman penyebab
infeksi saluran kemih seperti Ecoli, Proteus sp, Entero bakter dan B.
sutilis.
d. Fosfomisin Trometamin, obat ini bekerja dengan menghambat tahap
awal sintesis dinding sel kuman. Fosfomisin aktif terhadap kuman
gram positif maupun gram negative.
3. Tuberculostatik
Obat yang digunakan untuk tubercolosis di golongkan atas dua
kelompok yaitu kelompok obat lini pertama dan obat lini ke
dua.Kelompok obat lini pertama memperlihatkan efektivitas yang tinggi
dengan toksisitas yang dapat diterima.Sebagian besar pasien dapat
disembuhkan dengan obat – obat ini. Walaupun demikian , kadang
terpaksa digunakan obat lain yang kurang efektif karena pertimbangan
resistensi pada pasien.Golongan obat lini pertama seperti :Isoniasid,
Rifamfisin, Etabutol, Steptomisin, Pirazinamid. Golongan obat lini ke
dua seperti : Golongan fluorokuinolon, Sikloserin, Etionamid,
Amikasin, Kanamisin, Kapreomisin,Paraaminosalisilat.
4. Antimikrobakteria Atipik
Contoh obat dari antimikrobakteria Atipik yaitu Klaritromisin dan
Ajitromisin merupakan obat yang penting untuk pengobatan infeksi
mycobacterium avium complek ( MAC ) Klaritomisin infitro lebih aktif
dibandingkan ajitromisin , tetapi secara klinis tidak berpengaruh karena
kadar ajitromisin di jaringan jauh melebihi kadar dalam darah.
5. Leprostatik
a. Sulfon, mekanisme kerja sulfon dengan sulfonamid sama. Kedua
golongan obat ini mempunyai spectrum antibakteri yang sama dan
dapat di hambat aktifitasnya oleh PABA secara bersaing.
b. Rifampisin, farmakologi obat ini kalau di tinjau sebagai
antitubercolosis. Walaupun obat ini mampu menembus sel dari saraf,
dalam pengobatan yang berlangsung lama masih saja di temukan
kuman hidup.
c. KLofazimin, Klofazimin merupakan turunan fenazin yang efeftif
terhadap basil lepra. Obat ini tidak saja efektif untuk lepra jenis
lepromatosis, tatapi juga memiliki efek anti radang sehingga dapat
mencegah timbulnya eritema nodosum.
d. Amitiozon, obat turunan tuosemikarbazon ini lebih efektif terhadap
lepra jenis tuberkuloit di bandingkan terhadap jenis lepro matosis.
Resisitensi da[pat terjadi selama pengobatan sehingga pada tahun ke
dua pengobatan perbaikan melambat dan pada tahun ke tiga penyakit
mungkin kambuh.
Mekanisme kerja anti mikroba (Ganiswarna, S.G, 1995)
Pemusnaan mikroba dengan antimikroba yang bersifat
bakteriostatik masih tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh
hospes. Peranan lamanya kontak antara mikroba dan antimikroba dalam
kadar efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan efek khususnya
pada tuberculostatik.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok :
1. Yang menganggu metabolisme sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah
sulfonamide,trimetropim,asam p-aminosalisilat dan sulfon. Dengan
mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.Mikroba
membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda
dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar,kuman
pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino
benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfonamide atau
sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam
pembentukan asam folat,maka terbentuk analog asam folat yang
nonfunsional. Akibatnya,kehidupan mikroba akan terganggu.
Berdasarka sifat kompetisi,efek sulfonamide dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar PABA.
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah
penisilin.sefalosporin,basitrasin,vankomisin dan sikloserin. Dinding sel
bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer
mukopeptida. Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam
proses sintesis dinding sel,diikuti berturut-turut oleh
basitrasin,vankomisin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yang
menghambat reaksi terakhir dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh
karena tekanan osmotic dlam sel kuman akan menyebabkan terjadinya
lisis,yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.
3. Yang menganggu permaebilitas membrane sel mikroba.
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin,golongan
polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik,umpanya antiseptic
surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-
kuartener dapat merusak membrane sel setelah bereaksi dengan fosfat
pada fosfolipid membrane sel mikroba.Polimiksin tidak efektif terhadap
kuman garam positif karena jumlah-jumlah fosfor bakteri ini rendah.
Bakteri tidak sensitive terhadap antibiotic polien,karena tidak memiliki
struktur sterol pada membrane selnya.
4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba .
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan
aminoglikosit,makrolit,linkomisin,tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk
kehidupannya,sel mikroba perlu mensintetis berbagai protein. Sintesis
protein berlangsung di ribosom,dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri,ribosom terdiri dari 2 sub unit,yang berdasarkan konstanta
sedimentasi di nyatakan sebagi ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi
pada sintesis protein,kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi
dengan berbagai cara.
5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah
rifampisin,dan golongan kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifat
antimikroba,karena sifat sitotoksisitasnya,pada umumnya hanya digunakan
sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam kelompok terakhir ini
dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang akan dikemukakan disini
hanya kerja obat yang berguna sebagai antimikroba,yaitu rifampisin dan
golongan kuinolon.
II.1.3 Antikoagulan
Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah
dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan
trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin
dalam proses pembekuan .Jika tes membutuhkan darah atau plasma,
spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi
antikoagulan.Spesimen-antikoagulan harus dicampur segera setelah
pengambilan spesimen untuk mencegah pembentukan microclot.
Pencampuran yang lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam
jenis pemeriksaan tertentu (Ganiswarna, S.G, 1995)
1. EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid, [CH2N(CH2CO2H)2]2)
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau
potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau
mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan dibanding dengan
antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah,
sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit,
retikulosit, apusan darah, dsb.K2EDTA biasanya digunakan dengan
konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus tepat.Bila
jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi.Sebaliknya,
bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar
dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke dalam
tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara
membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk
menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA),
dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA
(K3EDTA).Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk
kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk
cair.Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik
dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standardization in
Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
2. Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium.
Trisodium sitrat dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L)
direkomendasikan untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit.
Penggunaannya adalah 1 bagian citrate + 9 bagian darah.Secara
komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa
udara dengan tutup berwarna biru terang.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit dengan
kecepatan 1500 rpm dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan
erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen.
Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.
3. Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja
dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin
sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga
macam heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium
heparin. Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling
banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu
analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur
sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan
adalah : 15IU/mL +/- 2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin
tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan
latar belakang biru.
Mekanisme kerja heparin yaitu dengan meningkatkan pelepasan
protein spesifik, seperti tissue plasminogen activator dan tissue factor
pathway inhibitor (TFPI), ke dalam darah untuk menghambat
pembekuan darah.Hal ini juga dapat meningkatkan aktivitas dari
protein.Heparin menambah aktivitas antitrombin III, senyawa alami
yang menghambat aktivasi faktor pembekuan.Selanjutnya, heparin juga
menghambat zat yang dapat menyebabkan angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru), termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskular,
faktor jaringan, dan plateletactivating factor.
4. Oksalat
Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara
mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah.
Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam
pemeriksaan hemostasis. Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini
digunakan pada pemeriksaan glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai
antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara
menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga
kadar glukosa darah stabil.
II.1.4Ketersediaan Hayati (Bioavaiabilitas)
Efek terapi suatu obat biasanya baru terlihat sesudah
zat aktifnya melalui sistem pembuluh aorta lalu masuk ke
hati dan kembali masuk peredaran darah dan
didistribusikan keseluruh jaringan badan. Ketersediaan
hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat
yangmencapai sistem sirkulasi sistemik dan menunjukkan
kinetik perbandingan zat aktif yangmencapai peredaran
darah terhadap jumlah obat yang diberikan. Pengkajian
terhadap ketersediaan hayati ini tergantung pada absorpsi
obat ke dalam sirkulasi sistemik serta pengukuran dari
obat yang terabsorpsi tersebut (Anif, 2002).
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada
keadaan pasien yang bersangkutan (secara in vivo) dengan
menentukan kadar obat dalam plasma darah dan setelah
mencapai keseimbangan antara serum cairan tubuh
(keadaan tunak). Ada korelasi yang baik antara kadar obat
dalam plasma dengan efek terapi. Sekarang telah dicoba
untuk menetukan kadar obat di dalam air liur. Penentuan
tersebut ternyata lebih mudah dibandingkan dengan
penentuan obat dalam plasma. Di samping itu terdapat
hubungan antara kadar obat dalam air liur dan kadar obat
dalam plasma. Sebagai contoh pada fenitoin terdapat
perbandingan kira-kira 1:10, bila contoh air liur diambil
pagi hari sebelum menelan obat (Anief, 2000).
Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan
1. Mencit
Oral:
Cairan obat diberikan dengan mengginakan sonde oral. Sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-
lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
Sub kutan:
Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit
dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.
Intravena :
Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat agar
pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan
pemberian obat ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan
dengan menggunakan jarum suntik no. 24.
Intramuskular :
Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
Intra peritoneal :
Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum
disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang
sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai
kandung kemih. Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tingga untuk
menghindari terjadinya penyuntikan pada hati.
2. Tikus
Pemberian secara oral, intra muskular dan intra peritonial dilakukan
dengan cara yang sama seperti pada mencit.
Pemberian secara sub kutan dilakukan di bawah kulit tengkuk atau
kulit abdomen.
Pemberian secara intra vena lebih mudah dilakukan pada vena penis
dibandingkan dengan vena ekor.
3. Kelinci
Oral :
Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci dilakukan dengan
menggunakan alat penahan rahang dan pipa lambung.
Subkutan :
Pemberian obat secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah pinggang
atau tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum (no. 15) ditusukkan
dengan arah anterior.
Intravena :
Penyuntikan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung
telinga. Sebelum penyuntikan, telinga dibasahi terlebih dahulu dengan
alkohol atau air hangat.
Intramuskular :
Pemberian intramuskular dapat dilakukan pada otot kaki belakang.
Intra peritoneal:
Posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala lebih rendah
daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka
kandung kencing.
4. Marmot
Oral :
Pemberian obat secara oral dilakukan dengan menggunakan sonde oral.
Intradermal :
Bulu marmot pada daerah yang akan disuntik dicukur terlebih dahulu.
Obat disuntikkan ke dalam kulit secara perlahan-lahan.
Subkutan :
Bagian kulit diangkat dengan cara dicubit, dan jarum suntik ditusukkan
ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot di bawahnya.
Intraperitoneal :
Punggung marmot dipegang sehingga perutnya agak menjolok ke
muka. Jarum suntik ditusukkan seperti pada cara subkutan, sesudah
masuk ke dalam kulit, jarum ditegakkan sehingga menembus lapisan
otot dan masuk ke dalam daerah peritonium.
Intramuskular :
Jarum ditusukkan pada jaringan otot. Daerah penyuntikan adalah otot
paha bagian posterior-lateral.
II.2 Uraian bahan
1. Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Aquades, Air suling
RM / BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, alcohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut,
menghasilkan bau yang khas dan rasa terbakar pada
lidah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat sejuk jauh dari nyala api.
3. Asam asetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum aceticum glaciale
Sinonim : Asam asetat glacial
RM/BM : C2H2O2/60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam, jika
diencerkan dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
4. EDTA (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Etilen diamina tetra asetat
Nama lain : EDTA
RM/BM : C2H8N2/ 98,96
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau
seperti amoniak, bereaksi alkali kuat.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air maupun dengan etanol
Kegunaan : Sebagai titran
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
5. Methanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Metanol
Sinonim : Metanol
RM/BM : CH3OH/34,00
Pemerian : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai pereaksi
6. Natrium sitrat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii Citras
Sinonim : Natrium sitrat
Rumus molekul : C6H5Na3O7.2H2O
Berat molekul : 294,10
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, praktis, tidak larut dalam etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai larutan antikoagulan
7. Amoxicilin (Dirjen POM, 1979 ; ISO farmakoterapi, 2008)
Nama Resmi : Amoxicillinum
Nama lain : Amoksisilin
Bobot jenis : 419,45
Pemerian : serbuk hablur, putih ; praktis tidak berbau
Kelarutan : sukar larut dalam air dan methanol ; tidak larut
dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam
kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar
terkendali
Kegunaan : Sebagai antibiotik
Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis,
bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis
endokartis dan terapi tambahan pada meningitis
listeria