BAB II - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/2266/7/BAB 2.pdf14 regulatory politics and public...

24
11 BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Kebijakan Publik Kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang, sekelompok orang ataupun organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan publik yang nantinya akan membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan publik. Hal ini akan dilegalisasikan dengan adanya peraturan ataupun undang-undang yang dikeluarkan oleh seseorang, sekelompok orang ataupun organisasi. Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa inggris. Kata policy dapat diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan yang diajukan atau diadopsioleh suatu pemerintah partai politik dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. 7 Menurut Titmuss dalam Edi (2012:7) kebijakan sebagai prinsip- prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented). 8 Dalam kamus Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam suatu kebijakan, kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi dan sebagainya); 7 Samodra Wibawa, Analisis Kebijakan (Jakarta:Bumi Aksara,2003), hlm. 51. 8 Edi Suharto, Analisis Kebjikana Publik (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 7.

Transcript of BAB II - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/2266/7/BAB 2.pdf14 regulatory politics and public...

11

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang,

sekelompok orang ataupun organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan publik yang nantinya akan membantu menyelesaikan

permasalahan-permasalahan publik. Hal ini akan dilegalisasikan dengan

adanya peraturan ataupun undang-undang yang dikeluarkan oleh seseorang,

sekelompok orang ataupun organisasi. Kebijakan merupakan terjemahan dari

kata policy yang berasal dari bahasa inggris. Kata policy dapat diartikan

sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan

yang diajukan atau diadopsioleh suatu pemerintah partai politik dan lain-lain.

Kebijakan juga diartikan sebagai aturan tertulis yang merupakan keputusan

formal organisasi yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan

tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.7

Menurut Titmuss dalam Edi (2012:7) kebijakan sebagai prinsip-

prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu.

Kebijakan senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented).8

Dalam kamus Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep

dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam suatu kebijakan,

kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi dan sebagainya);

7 Samodra Wibawa, Analisis Kebijakan (Jakarta:Bumi Aksara,2003), hlm. 51.

8 Edi Suharto, Analisis Kebjikana Publik (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 7.

12

pernyataan cita-cita,tujuan prinsip atau maksud sebagai garis pedoman

untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Seorang pakar Inggris, W.I Jenkins dalam Wahab (2012:15)

mengemukakan kebijakan publik sebagai berikut:

“A set of interrelated decisions taken by political actor

of group of actors concerning the selection of goals and the

means of achieving them within a specified situtuation

where these decisions should, in principle, be within the

power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan

yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor

politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan

yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya

dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada

prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan

kekuasaan dari pada actor tersebut).9

Dari pengertian-pengertian diatas, kebijakan merupakain serangkaian

kegiatan maupun tindakan yang mengatur dalam mencapai tujuan tertentu

dalam memberikan solusi dari permasalahan tertetntu yang dibuat oleh aktor

politik atau sekelompok aktor politik yang memiliki kekuasaan dan

wewenang.

Sedangkan menurut James E. Anderson dalam Hanif (2009:158),

kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh

seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah

tertentu.10

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu

ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara

bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan

tertentu. Kebijakan tidak hanya melibatkan pemerintah dalam pembuatan

9Solichin Abdul Wahab, Analisis kebijakan dari formulasi k eke penyusunan model-model

implementasi kebijakan publik (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2012), hlm. 15. 10

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Jakarta:Grasindo,

2009), hlm. 158.

13

kebijakan tersebut, dalam hal ini masyarakat juga dapat terlibat dalam

perumusan suatu kebijakan.

Berbicara mengenai kebijakan, akan berhubungan dengan orang

banyak atau public. Sedangkan menurut David Easton dalam Panji (2012:27),

kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat

secara keseluruhan.11

Mengenai kebijakan publik Riant Nugroho

mengemukakan pendapat bahwa:

”Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh

negara, khususnya pemerintah sebagai strategi untuk

merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan.Kebijakan

publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada

masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi untuk

menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.”12

Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan

publik merupakan fenomena-fenomena yang dibentuk oleh pemerintah untuk

pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat dalam merealisasikan tujuan

negara serta menyelesaikan permasalahan yang ada dan kebijakan ini kerap

kali saling berhubungan dengan kebijakan lainnya.

Kebijakan publik merupakan kebijakan-kebijakan yang

dikembangkang oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini

sesuai dengan yang dikemukanan oleh James E. Anderson dalam Leo

(2006:25). Anderson membagi kebijakan publik menjadi beberapa jenis yaitu:

substantive and procedural politics, distributive, redistributive and

11

Panji Santosa, Administrasi Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2012), hlm. 27. 12

Riant Nugroho, Public Policy: Teori Kebijakan Edisi 4, (Jakarta: Elex Media Komputindo,

2012), hlm. 55.

14

regulatory politics and public goods and private good politics.13

Jenis-jenis

kebijakan menurut Anderson dapat dijabarkan sebagai berikut.

Substantive policy adalah suatu kebijakan dilihat dari subtansi

masalah yang dihadapi oleh pemerintah, seperti kebijakan ekonomi,

kebijakan pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan procedural policy

merupakan suatu kebijakan dilihat berdasarkan pihak-pihak yang ikut andil

dalam perumusannya.

Distributive Policy merupakan suatu kebijakan yang mengatur

tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-individu,

kelompok-kelompok atau perusahaan-perusahaan. Kemudian redistributive

policy merupakan suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi

kekayaan, pemilikan atau hak-hak.Regulation policy merupakan suatu

kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau pelarangan terhadap

tindakan atau perbuatan.

Material Policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang

pengalokasian dan penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi

penerimanya. Public Goods Policy merupakan suatu kebijakan yang

mengatur tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan oleh

pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan private goods policy

merupakan suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang

atau pelayanan oleh pihak swasta untuk kepentingan individu-individu

(perorangan) di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu.

13

Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebjakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 25.

15

Berdasarkan pendapat para ahli tentang kebijakan publik dapat

dikatakan bahwa kebijakan publik adalah keputusan ataupun tindakan yang

disusun dan dikembangkan oleh seseorang, sekelompok orang, organisasi

maupun pejabat-pejabat pemerintahan yang diperuntukan untuk orang banyak

dalam mencapai tujuan tertentu dan untuk mengatasi permasalahan publik

agar sesuai dengan yang diharapkan.

B. Hakikat Implementasi

Implementasi adalah melaksanakan, menjalankan sesuatu berdasarkan

apa yang telah ditetapkan. Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to

implement. Dalam kamus besar Webster, to implement

(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), dan to give practical

effect to (untuk menimbukan dampak/akibat terhadap sesuatu).14

Implementasi menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabitier dalam

Leo (2006:139) mengatakan bahwa:

“Implementasi Kebijakan merupakan suatu pelaksanaan

keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-

perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting

atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan

tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,

menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau

mengatur proses implementasinya.”15

Implementasi kebijakan publik akan dipengaruhi oleh tindakan-

tindakan subjek yang akan menjalankannya dan didukung oleh sumber daya

14

Sahya Anggara, Kebijakan Publik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hlm. 232. 15

Leo Agustino, op. cit, hlm. 139.

16

yang baik. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Leo (2006:139),

implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.16

Berdasarkan pendapat tersebut

dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan sebuah proses dalam

melaksanakan keputusan kebijakan yang dilakukan oleh individu, pejabat

pemerintahan maupun pihak swasta dalam mencapai tujuan tertentu.

Usman berpendapat bahwa implementasi adalah bermuara pada

aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem implementasi

bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk

mencapai tujuan kegiatan.17

Sedangkan G. Setiawan dalam bukunya yang

berjudul Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan menjelaskan

implementasi sebagai perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses

interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan

jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.18

Implementasi berdasarkan

pendapat diatas dapat disimpulkan yakni sebuah proses aktivitas, kegiatan

yang terencana dan memerlukan jaringan birokrasi untuk mencapai tujuan

tertentu.

16

Leo Agustino, Loc. Cit. 17

Nurdin Usman, Konteks Impkemantasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), hlm. 70. 18

Guntur Setiawan, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2004), hlm. 39.

17

Dalam sistem politik, kebijakan publik disusun dan dijalankan oleh

badan-badan pemerintahan. Kebijakan yang telah dirumuskan dengan baik

ketika dalam implementasinya belum tentu implementasinya akan berjalan

dengan baik dan berhasil sesuai tujuan dan sasaran. Water William dalam

Ismail (200:132), berpendapat bahwa masalah yang paling penting dalam

implementasi kebijakan yakni memindahkan suatu keputusan dalam kegiatan

atau pengoperasian dengan cara tertentu.19

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukan oleh banyaknya

aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses

implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik

variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing

variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.20

Menurut

Chief J. O. Udoji dalam Leo (2008:140), pelaksanaan atau implementasi

kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting

daripada pembuatan kebijakan.21

Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana

bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Berdasarkan pendapat para pakar, telah menjelaskan bahwa keberhasilan

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

individu/organisasi dan perencanaan. George C. Edwards III dalam Suharno

(2013:170), mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi

19

Ismail Nawawi, Public Policy Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek, (Surabaya: CV.

Putra Media Nusantara, 2009), hlm. 132. 20

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yagyakarta: Pustaka Pelajar,

2008) hlm. 89. 21

Leo Agustino, Op.Cit,hlm. 140.

18

keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: komunikasi, sumber daya,

disposisi, dan struktur birokrasi.22

Variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikasi.

Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana

harus mengetahui betul apa yang harus dilakukan berkaitan dengan

pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran kebijakan

juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran

kebijakan. Hal ini berguna untuk menghindari adanya resistansi dari

kelompok sasaran. Dengan demikian untuk kepentingan tersebut perlu

dilakukan sosialisasi, hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara

diantaranya melalui media cetak ataupun media elektronik.

Komunikasi ini sangat berperan penting dalam menentukan

keberhasilan sesuatu kebijakan. Apabila penyampaian tujuan suatu

kebijakan tidak dikomunikasikan dengan jelas kepada kelompok sasaran,

maka ada kemungkinan akan rjadi suatu penolakan atau resistansi dari

kelompok sasaran yang bersangkutan. Terdapat tiga indikator untuk

mengukur keberhasilan variabel komunikasi yakni: (1) Transmisi, yaitu

penyaluran komunikasi (2) Kejelasan, kejelasan suatu informasi (3)

konsistensi, konsistensi suatu pesan atau perintah.

22

Suharno, Op.Cit, hlm. 170.

19

b. Sumber Daya.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan selain dipengaruhi oleh

kejelelasan informasi, juga dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki.

Sumber daya yang kurang memadai tentu implementasi kebijakan tidak

akan berjalan secara optimal. Sumber daya sebagai pendukung

implementasi kebijakan dapat berwujud sumber daya manusia dan

finansial maupun fasilitas. Sumber- daya manusia meliputi jumlah staf,

keahlian pelaksana, informasi yang relevan dan kewenangan yang dimiliki

oleh pelaksana.

Finansial sangatlah berperan penting dalam menjalankan suatu

kebijakan. Fasilitas-fasilitas yang diperlukan seperti ruang kantor,

peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Sumber daya merupakan

faktor yang sangat penting dalam implementasi kebijakan agar kebijakan

dapat berjalan sesuai dengan harapkan. Tanpa sumber daya, kebijakan

hanyalah angan-angan dan setumpukan kertas dokumen saja.

Terdapat empat indikator untuk mengukur keberhasilan variabel

sumber daya yakni: (1) Staff, staff yang digunakan harus memadai,

mencukupi dan kompeten (2) informasi, yakni informasi mengenai cara

pelaksanaan dan informasi mengenai kepatuhan dari pelaksana terhadapa

peraturan ataupun regulasi (3) wewenang, yakni otoritas atau legitimasi

bagi para pelaksana (4) fasilitas, yakni fasilitas penunjang seperti sarana

dan prasarana.

20

c. Disposisi.

Disposisi yang dimaksud merupakan sikap, karakteristik yang

dimiliki oleh implementor seperti, komitmen, kejujuaran sifat demokratis

dan lain sebagainya. Sikap dan komitmen dari pelaksana sangat

mempengaruhi dala, pelaksanaan kebijakan atau program yang harus

dilaksnakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia

akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

diharapkan.

Sebuah kebijakan yang bagus terkadang harus terhenti atau kandas

dipertengahan jalan karena perilaku dari implementor kebijakan.Dalam

tahap ini sikap dan komitmen dari implementor sangat mempengaruhi

implementasi kebijakan. Indikator-indikator yang penting dalam variabel

disposisi yaitu: (1) pengangkatan birokrat, pengangkatan birokrat haruslah

orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijaka dan berkompeten agar

dapat melaksanakan kebijakan tersebut dengan baik (2) insentif, dengan

cara menambah keuntungan atau biaya tertentu untuk mendorong kinerja

pelaksana kebijakan.

d. Struktur Birokrasi.

Birokrasi merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk

mengimplementasi kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

implementasi kebijakan. Hal ini mempanguruhi kelancaran administrasi

dalam mengimplementasikan kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan

implementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang

21

standar (standard Operational Procedures atau SOP). SOP diperlukan

sebagai pedoman operasional bagi setiap implementator kebijakan.

Struktur organisasi birokrasi harus dirancang secara sistematis dan praktis

agar tidak terbelit-belit dalam mengimplementasikan kebijakan serta untuk

mempermudah pengawasan. Suatu kebijakan akan ada sebuah kerjasama

antar birokrat, apabila struktur birokrasi tidak kondusif maka tidak akan

efektif dan dapat menghambat pelaksanaan kebijakan. Birokrasi sebagai

pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendorong dan mendukung

kebijakan yang telah diputuskan dengan cara berkoordinasi dengan baik.

GAMBAR 2. 1

Hubungan Variabel Implementasi menurut George C. Edwards III23

Berdasarkan pendapat George C. Edwards III, variabel-variabel

implementasi suatu kebijakan saling berhubungan satu sama lain. Variabel-

variabel tersebut sangatlah berpengaruh dalam keberhasilan suatu

23

Deddy Mulyadi, Op.cit, hlm. 69.

Komunikasi

Sumber Daya

Implementasi

Disposisi

Struktur Birokrasi

22

implementasi kebijakan, jika salah satu variabel tidak berjalan dengan baik

maka implementasi kebijakan tidak akan optimal.

Nugroho mempunyai gambaran untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, terdapat dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi

kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.24

Ripley dan

Franklin dalam Winarno (2014:148), berpendapat bahwa implementasi adalah

apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas

program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau jenis keluaran yang nyata

(tangible output).25

Kemudian menurut Grindle dalam Winarno (2014:149), secara umum,

tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang

memudahkan tujuan- tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak

dari suatu kegiatan pemerintah.26

Oleh karena itu, tugas implementasi

mencakup terbentuknya “a policy delivery system,” dimana sarana-sarana

tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan

yang diinginkan. Jadi implementasi selain menjalankan kebijakan atau

program yang ada, akan tetapi dalam implementasi kebijakan memiliki tugas

lain yakni membangun jaringan agar mempermudah dalam implementasi dan

untuk mencapai tujuan.

Menurut Merilee S. Grindle dalam Agustino (2008:154), keberhasilan

implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses hingga

24

Riant Nugroho, Op.Cit, hlm. 675. 25

Budi Winarno, Op.Cit, hlm. 148. 26

Ibid., hlm. 149.

23

pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang

ingin diraih.27

Maka dapat dikatakan bahwa pengukuran keberhasilan

implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal yakni dilihat dari

prosesnya dan tercapainya tujuan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Dilihat dari prosesnya, yakni apakah pelaksanaan kebijakan tersebut sesuai

dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakan.

b. Tercapainya tujuan kebijakan, yakni efek pada masyarakat dan tingkat

perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan

yang terjadi.

Selain itu menurut Merilee S. Grindle dalam Agustino

(2008;154) keberhasilan suatu implementasi kebijakan

publik, ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan

itu sendiri yang terdiri atas Content of Policy dan Context of

Policy. Content of Policy memiliki indikator sebagai berikut

(a) Interest Affected, (b) Type of Benefits, (c) Extent of

Change Envision. (d) Site of Decision Making, (e) Program

Implementer, (f) Resources Committed. Sedangkan Context

of Policy memiliki dua indikator yakni sebagai berikut (1)

Power, Interest, and Strategy of Actor Involved, (2)

Institution and Regime Characteristic Compliance and

Responsiveness.28

Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Indikator-indikator Content of Policy yakni sebagai berikut:

a. Interest Affected. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau

target groups termuat dalam isi kebijakan. Dalam suatu kebijakan

harus berdasarkan kepentingan kelompok sasaran, jika memuat

27

Leo Agustino, Op.Cit,hlm. 154. 28

Leo Agustino, Loc. Cit.

24

kepentingan kelompok sasaran maka akan lebih mudah dari pada tidak

memuat kepentingan kelompok sasaran.

b. Type of Benefits. Jenis manfaat yang yang diterima oleh kelompok

sasaran. Kebijakan publik harus memiliki manfaat bagi kelompok

sasaran. Kebijakan jika tidak memiliki manfaat bagi kelompok sasaran

maka kebijakan tersebut akan diabaikan dan sia-sia.

c. Extent of Change Envision. Sejauh mana perubahan yang diinginkan

dari sebuah kebijakan publik. Suatu Kebijakan publik dilatarbelakangi

oleh suatu permasalahan, kebijakan ini dibuat untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Kebijakan publik harus dapat melakukan

perubahan agar sesuai dengan harapan.

d. Site of Decision Making. Letak pengambil keputusan. Dalam hal ini

yang dimaksud adalah apakah implementator kebijakan tersebut sudah

tepat diserahkan kepada sebuah badan-badan, perorangan ataupun

institusi-intitusi. Jika sebuah kebijakan dijalankan oleh sesorang,

badan-badan ataupun institusi yang kurang tepat maka implementasi

kebijakan tidak akanoptimal.

e. Program Implementer. Pelaku pelaksana sebuah kebijakan atau

program. Pelaksana suatu kebijakan sangat mempengaruhi

implementasi kebijakan. Suatu kebijakan publik akan

diimplementasikan oleh sesorang, organisasi ataupun badan-badan,

penentuan pelaksan kebijakan haruslah tepat. Kejelasan

implementator kebijakan ini diperlukan untuk implementator mudah

25

dalam berkoordinasi dan untuk memudahkan pengawasan. Jika suatu

kebijakan dilakasanakan oleh pelaksana yang tidak tepat maka tidak

akan optimal dan tidak sesuai dengan harapan.

f. Resources Committed. Sumber-sumber daya yang digunakan.

Kebijakan yang tidak didukung oleh sumber daya yang memadai akan

menghambat dalam tahap implementasi. Sumber-sumber daya ini

yakni berupa sumber daya manusia dan sumber daya finansial. Dalam

implementasi kebijakan, implementor harus memiliki kompetensi dan

integritas yang baik agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik

sesuai dengan harapan. Selain sumber daya manusia, sumber daya

finansial sangatlah diperlukan, dengan sumber dana finansial suatu

kebijakan akan dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan.

2. Indikator-indikator Context of Policy yakni sebagai berikut:

a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved. Seberapa

besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh

para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

b. Institution and Regime Characteristic. Karakteristik dari suatu

lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Compliance and Responsiveness. Tingkat kepatuhan dan

adanya respon dari pelaksana. Sejauh mana kepatuhan dan

respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan

Franklin didasarkan pada tigas aspek yaitu, Tingkat kepatuhan birokrasi

26

terhadap birokrasi diatasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur

dalam-dalam. Kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah. Pelaksana dan

dampak (manfaat) yang dikenhendaki dari semua program yang ada

terarah”.29

Menurut Goggin dalam Anggara (2014:262), proses implementasi

kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari institusi yang lebih

tinggi ke institusi lebih rendah diukur kinerjanya berdasarkan pada variabel

dorongan dan paksaan ditingkat federal, kapasitas pusat/negara, dorongan dan

paksaan ditingkat pusat.30

Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang

mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil

yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup

tindakan- tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya

para birokrat,yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. Dari

pengertian tersebut dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah dikeluarkannya pengarahan

yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk

menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat. Implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh bebrapa faktor seperti ketersediaan sumber daya,

komunikasi yang baik, sikap dan karakter implementor yang baik serta sistem

ataupun struktur birokrasi yang tidak berbelit-belit.

29

Sahya Anggara, op. cit. hlm. 262 30

Sahya Anggara, loc. cit.

27

C. Konsep Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menjamin

terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pemda DKI

Jakarta membuat strategi dengan membangun Ruang Publik Terpadu Ramah

Anak (RPTRA) sebagai upaya mendukung pertumbuhan anak dan untuk

menjadi Kota Layak Anak (KLA).

Hak-hak anak merupakan bagian dari hak-hak manusia yang wajib

dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah dan negara. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak merupakan

tempat/wadah ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga

dengan implementasi 10 program PKK untuk mengintegrasikan dengan kota

layak anak.

Meskipun RPTRA ini ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi RPTRA

dapat dimanfaatkan oleh berbagai macam usia. Hal ini disebabkan oleh

fasilitas yang mendukung dan program-program yang dibentuk oleh

pengurus. RPTRA dibangun oleh Pemeritah Daerah di wilayah dan dikelola

melalui kemitraan dengan masyarakat untuk kepentingan publik.Indikator

kebijakan RPTRA dengan adanya fasilitas-fasilitas, menjalankan tugas,

fungsi, layanan dan pengorganisasian. Hal ini dapat dijelaskan sebagai

berikut.

28

Tugas RPTRA yakni sebagai berikut:31

1. Menyediakan ruang terbuka untuk memenuhi hak anak agar anak dapat

hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

2. Menyediakan prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah

dan masyarakat dalam memenuhi hak anak.

3. Menyediakan prasarana dan sarana kota sebagai Kota Layak Anak.

4. Menyediakan prasarana dan sarana untuk pelaksanaan kegiatan 10

(sepuluh) program pokok PKK.

5. Meningkatkan pencapaian ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air

tanah dan

6. Meningkatkan prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termauk

pengembangan pengetahuan dan keterampilan kader PKK.

Dapat dilihat bahwa tugas dari RPTRA tersebut adalah menyediakan

sebuah ruang terbuka yang menyediakan sarana dan prasarana yang tentunya

ramah anak akan tetapi dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa dan menjadi

wadah untuk warga sekitar dalam melakukan kegiatan yang utamanya adalah

sarana untuk bersosialisasi antar tetangga.

Sedangkan fungsi dan layanan dari RPTRA adalah sebagai:32

1. Taman terbuka publik

2. Wahana permainan dan tumbuh kembang anak

3. Prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan

masyarakat dalam memenuhi hak anak

4. Bagian prasarana dan sarana Kota Layak Anak

5. Ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air

6. Prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termasuk pengembangan

pengetahuan dan keterampilan Kader PKK

7. Usaha peningkatan pendapatan keluarga

8. Pusat informasi dan konsultasi keluarga

9. Halaman yang asri dan teratur indah dan nyaman

10. Sistem informasi manajemen

31

Gubernur Provinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusu

Ibukota Jakarta Nomor 196 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengelolahan Ruang Publik Terpadu

Ramah Anak, BAB III, Pasal 5. 32

Ibid., pasal 6

29

Sedangkan layanan yang ada dalam RPTRA yakni sebagai berikut.33

Layanan anak terdiri dari:

1. Bina Keluarga Balita Pendidikan Anak Usia Dini (BKB-PAUD);

2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu);

3. Perpustakaan Anak;

4. Tempat berolah raga;

5. Tempat bermain

6. Kegiatan kreatif anak

Layanan masyarakat terdiri dari:

1. kegiatan 10 (sepuluh) Program Pokok PKK;

2. PKK-Mart;

3. Kegiatan masyarakat yang tidak berpotensi mengakibatkan kerusakan

taman dan/atau prasarana dan sarana yang ada;

4. Olahraga, dan

5. Kegiatan kesenian.

6. Untuk layanan kebencanaan terdiri dari tempat mengungsi sementara

saat banjir, kebakaran dan bencana lainnya.

Pada RPTRA dilaksanakan layanan yag ditujukan untuk anak,

masyarakat, dan kebencanaan. Dalam hal pelayanan ini, RPTRA tidak hanya

dibangun untuk anak saja namun RPTRA difungsikan sebagai suatu ruang

terbuka publik yang multifungsi sehingga baik dari golongan anak-anak,

masyarakat dewasa hingga masyarakat lanjut usia pun dapat ikut serta

memanfaatkan RPTRA. Untuk menjaga agar RPTRA tetap terpelihara dan

dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, maka diperlukan suatu

organisasi yang bertanggung jawab mengelola RPTRA.

Berdasarkan pasal 11 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 40

Tahun 2016 Organisasi RPTRA tersebut terdiri dari :

1. Pengurus RPTRA tingkat Provinsi Terdiri atas:

Tim Pembina

a. Ketua : Ketua TP PKK Provinsi

33

Op.cit, pasal 8.

30

b. Sekretaris : Asisten Kesejahteraan Rakyat

c. Anggota : Wakil Ketua I TP PKK dan Wakil Ketua II TP PKK

Tim Pelaksana

a. Ketua : Kepala BPMPKB

b. Wakil Ketua : Kepala Biro Kesejahteraan Sosial Sekretaris

Daerah

c. Sekretaris : Kepala Bidang PP PA BPMPKB

Setelah mengeahui tentang pengurus tingkat provinsi yang terlibat,

berikut ini merpakan tugas-tugas pengurus RPTRA tingkat provinsi :

1) Menyusun rencana kerja dan rencana strategis RPTRA untuk tiga

tahun

2) Menyusun kebijakan pengelolaan RPTRA

3) Mengangkat dan memberhentikan pengurus

RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten admnistratif

4) Memfasilitasi kontribusi, dunia usaha, masyarakat dan perguruan

tinggi untuk pengembangan RPTRA

5) Membangun dan mengembangkan jejaring dengan praktisi

pemberdayaan masyarakat guna pengembangan RPTRA

6) Memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan kepada

pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten

administrative

7) Melaksanakan pelatihan untuk pengurus RPTRA

tingkat kota administratif/kabupaten administrative dan

pengurus/pengawas RPTRA

8) Menerima dan menindaklanjuti permohonan, usul, masukan,

dan/atau laporan dari dunia usaha, masyarakat dan perguruan tinggi,

pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten

administrative

9) Memonitor mengendalikan dan mengevaluai pelaksanaan tugas

pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten

administrative

10) Membuat dan manyampaikan laporan pengelolaan RPTRA kepada

Gubernur.

31

2. Pengurus RPTRA tingkat Kota Administratif/ Kabupaten Administatif

a. Ketua : Walikota/Bupati

b. Wakil Ketua : Sekretaris Kota Administrasi atau Kabupaten

Administrasi

c. Sekretaris : Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan

Perempuan Kota Administrasi/ Kabupaten Administrasi

Pengurus RPTRA Tingkat Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi

diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus RPTRA Tingkat Provinsi dengan

Keputusan Ketua.Masa kepengurusan RPTRA Tingkat Kota Administrasi

/Kabupaten Administrasi selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat

kembali.Struktur dan pola hubungan kerja di antara Pengurus RPTRA

Tingkat Kota Administrasi /Kabupaten Administrasi, ditetapkan dalam

musyawarah para pengurus.Pengambilan keputusan dalam rapat Pengurus

RPTRA Tingkat Kota Administrasi/ Kabupaten Administrasi dilakukan

secara musyawarah mufakat dan bersifat kolegial.Pengurus RPTRA Tingkat

Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi berkedudukan di bawah

bertanggung jawab kepada Pengurus RPTRA Tingkat Provinsi.

3. Pengurus RPTRA tingkat Kecamatan. Dalam kedudukannya sebagai

anggota pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/ Kabupaten

Administrasi, Camat mempunyai tugas sebagai berikut:

1) Memberikan dukungan kepada pengurus RPTRA

tingkatKelurahan.

2) Memonitor pelaksanaan tugas pengurus RPTRA

tingkatKelurahan.

3) Mengoordinasikan antar pengurus RPTRA tingkatKelurahan.

4) Menindaklanjuti perintah Walikota/ Bupati selaku ketua

pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/Kabupaten

Administrasi untuk memperlancar pelaksanaan tugas pengurus

RPTRA tingkat Kelurahan terkait pengelolaanRPTRA.

32

5) Melaporkan kepada pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/

Kabupaten Administrasi terkait pengelolaan RPTRA,dan

6) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Walikota selaku

ketuapengurus RPTRA Tingkat Kota Administrasi/

KabupatenAdministrasi.

4. Pengurus RPTRA Tingkat Kelurahan Pengurus RPTRA tingkat Kelurahan

merupakan pengendali langsung pelaksanaan tugas, fungsi, pelayanan, dan

kegiatan RPTRA berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang terdiri

atas:

a. Ketua : Lurah

b. Ketua Harian : Sekretaris Lurah

c. Wakil Ketua Harian : Kepala Seksi Perekonomian dan Kesejahteraan

Masyarakat

d. Sekretaris : Penyuluh KB

e. Anggota :

1) Kepala seksi prasarana, sarana, kebersihan dan lingkungan hidup

2) TP PKK Kelurahan

3) Unsur masyarakat

D. Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti dalam

melakukan penelitian, peneliti mencari beberapa penelitian yang membahas

tentang topik atau tema yang relevan dengan peneliti yaitu tentang Kebijakan

Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kecamatan

Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Penelitian tersebut antara lain sebagai

berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Tangen Vika Indriany dari

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Implementasi

Ruang Publik Terpadu Anak (RPTRA) Dikelurahan Sungai Bambu Kota

Administrasi Jakarta Utara”. Penelitian ini berfokus pada implementasi

33

Ruang Publik Terpadu Anak (RPTRA) di Kelurahan Sungai Bambu.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sungai Bambu, Kota Administrasi

Jakarta Utara karena didaerah tersebut merupakan daerah padat penduduk dan

terdapat RPTRA percontohan yaitu RPTRA Sungai Bambu.

Peneliti menggunakan teori implementasi Jones (1991) yang terdiri

dari tiga pilar yaitu organisasi, interpretasi dan aplikasi.Metode penelitian

yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil temuan dalam

penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan program Ruang Publik

Terpadu Anak (RPTRA) di Kelurahan Sungai Bambu, Jakarta Utara belum

optimal. Dalam segi organisasi, terdapat kurangnya pelatihan untuk melatih

pengelola RPTRA. Kemudian UKPD terkait tidak mengalokasikan anggaran

untuk RPTRA Sungai Bambu.Dalam segi Interpretasi, metode penghitungan

jumlah pengunjung masih menggunakan metode manual yang sangat tidak

efektif hasilnya. Dalam segi aplikasi, sosialisasi mengenai fungsi RPTRA

yang dilakukan oleh Pengelola dan Pemerintah belum optimal.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ivana Novelia, dari Program

Studi Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri

Jakarta dengan judul “Persepsi Orang Tua Terhadap Manfaat Pembangunan

Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cililitan, Jakarta Timur.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mengukur dan mengetahui

sudut pandang orang tua terhadap manfaat pembangunan RPTRA serta

mengetahui fungsi RPTRA dalam memberikan rasa aman orang tua untuk

mengizinkan bermain diRPTRA.Penelitian ini menggunakan pendekatan

34

deskriptif kuantitatif dengan metode survey.Teknik pengumpulan data yang

digunakan yakni menggunakan instrument kuisioner dengan angket sebagai

pengumpulan data dan sebanyak dua puluh orang tua sebagai responden

dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di RPTRA

Cililitan selama lima bulan yakni dari bulan Februari 2016 hingga Juni 2016.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa RPTRA memberikan pengaruh secara

tidak langsung terhadap tumbuh kembang anak.Persepsi orang tua dan anak-

anak merasa senang dengan didirikannya RPTRA Cililitan didaerah rumah

mereka.

Penelitian-penelitian diatas memiliki kaitan dengan penelitian yang

sedang diteliti yakni memiliki variabel penelitian yang sama mengenai Ruang

Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Penelitian diatas sebagai rujukan dan

perbandingandalam melakukan penelitian mengenai Implementasi Kebijakan

Ruang Publik di Kelurahan Mampang Prapatan Kecamatan Mampang

Prapatan Jakarta Selatan.