BAB II - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/2266/7/BAB 2.pdf14 regulatory politics and public...
Transcript of BAB II - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/2266/7/BAB 2.pdf14 regulatory politics and public...
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang,
sekelompok orang ataupun organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan publik yang nantinya akan membantu menyelesaikan
permasalahan-permasalahan publik. Hal ini akan dilegalisasikan dengan
adanya peraturan ataupun undang-undang yang dikeluarkan oleh seseorang,
sekelompok orang ataupun organisasi. Kebijakan merupakan terjemahan dari
kata policy yang berasal dari bahasa inggris. Kata policy dapat diartikan
sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan
yang diajukan atau diadopsioleh suatu pemerintah partai politik dan lain-lain.
Kebijakan juga diartikan sebagai aturan tertulis yang merupakan keputusan
formal organisasi yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan
tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.7
Menurut Titmuss dalam Edi (2012:7) kebijakan sebagai prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu.
Kebijakan senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented).8
Dalam kamus Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam suatu kebijakan,
kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi dan sebagainya);
7 Samodra Wibawa, Analisis Kebijakan (Jakarta:Bumi Aksara,2003), hlm. 51.
8 Edi Suharto, Analisis Kebjikana Publik (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 7.
12
pernyataan cita-cita,tujuan prinsip atau maksud sebagai garis pedoman
untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.
Seorang pakar Inggris, W.I Jenkins dalam Wahab (2012:15)
mengemukakan kebijakan publik sebagai berikut:
“A set of interrelated decisions taken by political actor
of group of actors concerning the selection of goals and the
means of achieving them within a specified situtuation
where these decisions should, in principle, be within the
power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan
yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor
politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan
yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya
dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada
prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan
kekuasaan dari pada actor tersebut).9
Dari pengertian-pengertian diatas, kebijakan merupakain serangkaian
kegiatan maupun tindakan yang mengatur dalam mencapai tujuan tertentu
dalam memberikan solusi dari permasalahan tertetntu yang dibuat oleh aktor
politik atau sekelompok aktor politik yang memiliki kekuasaan dan
wewenang.
Sedangkan menurut James E. Anderson dalam Hanif (2009:158),
kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh
seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah
tertentu.10
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu
ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan
tertentu. Kebijakan tidak hanya melibatkan pemerintah dalam pembuatan
9Solichin Abdul Wahab, Analisis kebijakan dari formulasi k eke penyusunan model-model
implementasi kebijakan publik (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2012), hlm. 15. 10
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Jakarta:Grasindo,
2009), hlm. 158.
13
kebijakan tersebut, dalam hal ini masyarakat juga dapat terlibat dalam
perumusan suatu kebijakan.
Berbicara mengenai kebijakan, akan berhubungan dengan orang
banyak atau public. Sedangkan menurut David Easton dalam Panji (2012:27),
kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat
secara keseluruhan.11
Mengenai kebijakan publik Riant Nugroho
mengemukakan pendapat bahwa:
”Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh
negara, khususnya pemerintah sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan.Kebijakan
publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada
masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi untuk
menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.”12
Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan
publik merupakan fenomena-fenomena yang dibentuk oleh pemerintah untuk
pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat dalam merealisasikan tujuan
negara serta menyelesaikan permasalahan yang ada dan kebijakan ini kerap
kali saling berhubungan dengan kebijakan lainnya.
Kebijakan publik merupakan kebijakan-kebijakan yang
dikembangkang oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukanan oleh James E. Anderson dalam Leo
(2006:25). Anderson membagi kebijakan publik menjadi beberapa jenis yaitu:
substantive and procedural politics, distributive, redistributive and
11
Panji Santosa, Administrasi Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2012), hlm. 27. 12
Riant Nugroho, Public Policy: Teori Kebijakan Edisi 4, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2012), hlm. 55.
14
regulatory politics and public goods and private good politics.13
Jenis-jenis
kebijakan menurut Anderson dapat dijabarkan sebagai berikut.
Substantive policy adalah suatu kebijakan dilihat dari subtansi
masalah yang dihadapi oleh pemerintah, seperti kebijakan ekonomi,
kebijakan pendidikan dan lain sebagainya. Sedangkan procedural policy
merupakan suatu kebijakan dilihat berdasarkan pihak-pihak yang ikut andil
dalam perumusannya.
Distributive Policy merupakan suatu kebijakan yang mengatur
tentang pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu-individu,
kelompok-kelompok atau perusahaan-perusahaan. Kemudian redistributive
policy merupakan suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi
kekayaan, pemilikan atau hak-hak.Regulation policy merupakan suatu
kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau pelarangan terhadap
tindakan atau perbuatan.
Material Policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang
pengalokasian dan penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi
penerimanya. Public Goods Policy merupakan suatu kebijakan yang
mengatur tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan oleh
pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan private goods policy
merupakan suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang
atau pelayanan oleh pihak swasta untuk kepentingan individu-individu
(perorangan) di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu.
13
Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebjakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 25.
15
Berdasarkan pendapat para ahli tentang kebijakan publik dapat
dikatakan bahwa kebijakan publik adalah keputusan ataupun tindakan yang
disusun dan dikembangkan oleh seseorang, sekelompok orang, organisasi
maupun pejabat-pejabat pemerintahan yang diperuntukan untuk orang banyak
dalam mencapai tujuan tertentu dan untuk mengatasi permasalahan publik
agar sesuai dengan yang diharapkan.
B. Hakikat Implementasi
Implementasi adalah melaksanakan, menjalankan sesuatu berdasarkan
apa yang telah ditetapkan. Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to
implement. Dalam kamus besar Webster, to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), dan to give practical
effect to (untuk menimbukan dampak/akibat terhadap sesuatu).14
Implementasi menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabitier dalam
Leo (2006:139) mengatakan bahwa:
“Implementasi Kebijakan merupakan suatu pelaksanaan
keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan
tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau
mengatur proses implementasinya.”15
Implementasi kebijakan publik akan dipengaruhi oleh tindakan-
tindakan subjek yang akan menjalankannya dan didukung oleh sumber daya
14
Sahya Anggara, Kebijakan Publik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hlm. 232. 15
Leo Agustino, op. cit, hlm. 139.
16
yang baik. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Leo (2006:139),
implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.16
Berdasarkan pendapat tersebut
dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan sebuah proses dalam
melaksanakan keputusan kebijakan yang dilakukan oleh individu, pejabat
pemerintahan maupun pihak swasta dalam mencapai tujuan tertentu.
Usman berpendapat bahwa implementasi adalah bermuara pada
aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem implementasi
bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk
mencapai tujuan kegiatan.17
Sedangkan G. Setiawan dalam bukunya yang
berjudul Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan menjelaskan
implementasi sebagai perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses
interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan
jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.18
Implementasi berdasarkan
pendapat diatas dapat disimpulkan yakni sebuah proses aktivitas, kegiatan
yang terencana dan memerlukan jaringan birokrasi untuk mencapai tujuan
tertentu.
16
Leo Agustino, Loc. Cit. 17
Nurdin Usman, Konteks Impkemantasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 70. 18
Guntur Setiawan, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), hlm. 39.
17
Dalam sistem politik, kebijakan publik disusun dan dijalankan oleh
badan-badan pemerintahan. Kebijakan yang telah dirumuskan dengan baik
ketika dalam implementasinya belum tentu implementasinya akan berjalan
dengan baik dan berhasil sesuai tujuan dan sasaran. Water William dalam
Ismail (200:132), berpendapat bahwa masalah yang paling penting dalam
implementasi kebijakan yakni memindahkan suatu keputusan dalam kegiatan
atau pengoperasian dengan cara tertentu.19
Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukan oleh banyaknya
aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses
implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik
variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing
variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.20
Menurut
Chief J. O. Udoji dalam Leo (2008:140), pelaksanaan atau implementasi
kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting
daripada pembuatan kebijakan.21
Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana
bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.
Berdasarkan pendapat para pakar, telah menjelaskan bahwa keberhasilan
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
individu/organisasi dan perencanaan. George C. Edwards III dalam Suharno
(2013:170), mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi
19
Ismail Nawawi, Public Policy Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek, (Surabaya: CV.
Putra Media Nusantara, 2009), hlm. 132. 20
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yagyakarta: Pustaka Pelajar,
2008) hlm. 89. 21
Leo Agustino, Op.Cit,hlm. 140.
18
keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi.22
Variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Komunikasi.
Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana
harus mengetahui betul apa yang harus dilakukan berkaitan dengan
pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran kebijakan
juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan. Hal ini berguna untuk menghindari adanya resistansi dari
kelompok sasaran. Dengan demikian untuk kepentingan tersebut perlu
dilakukan sosialisasi, hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara
diantaranya melalui media cetak ataupun media elektronik.
Komunikasi ini sangat berperan penting dalam menentukan
keberhasilan sesuatu kebijakan. Apabila penyampaian tujuan suatu
kebijakan tidak dikomunikasikan dengan jelas kepada kelompok sasaran,
maka ada kemungkinan akan rjadi suatu penolakan atau resistansi dari
kelompok sasaran yang bersangkutan. Terdapat tiga indikator untuk
mengukur keberhasilan variabel komunikasi yakni: (1) Transmisi, yaitu
penyaluran komunikasi (2) Kejelasan, kejelasan suatu informasi (3)
konsistensi, konsistensi suatu pesan atau perintah.
22
Suharno, Op.Cit, hlm. 170.
19
b. Sumber Daya.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan selain dipengaruhi oleh
kejelelasan informasi, juga dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki.
Sumber daya yang kurang memadai tentu implementasi kebijakan tidak
akan berjalan secara optimal. Sumber daya sebagai pendukung
implementasi kebijakan dapat berwujud sumber daya manusia dan
finansial maupun fasilitas. Sumber- daya manusia meliputi jumlah staf,
keahlian pelaksana, informasi yang relevan dan kewenangan yang dimiliki
oleh pelaksana.
Finansial sangatlah berperan penting dalam menjalankan suatu
kebijakan. Fasilitas-fasilitas yang diperlukan seperti ruang kantor,
peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Sumber daya merupakan
faktor yang sangat penting dalam implementasi kebijakan agar kebijakan
dapat berjalan sesuai dengan harapkan. Tanpa sumber daya, kebijakan
hanyalah angan-angan dan setumpukan kertas dokumen saja.
Terdapat empat indikator untuk mengukur keberhasilan variabel
sumber daya yakni: (1) Staff, staff yang digunakan harus memadai,
mencukupi dan kompeten (2) informasi, yakni informasi mengenai cara
pelaksanaan dan informasi mengenai kepatuhan dari pelaksana terhadapa
peraturan ataupun regulasi (3) wewenang, yakni otoritas atau legitimasi
bagi para pelaksana (4) fasilitas, yakni fasilitas penunjang seperti sarana
dan prasarana.
20
c. Disposisi.
Disposisi yang dimaksud merupakan sikap, karakteristik yang
dimiliki oleh implementor seperti, komitmen, kejujuaran sifat demokratis
dan lain sebagainya. Sikap dan komitmen dari pelaksana sangat
mempengaruhi dala, pelaksanaan kebijakan atau program yang harus
dilaksnakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia
akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diharapkan.
Sebuah kebijakan yang bagus terkadang harus terhenti atau kandas
dipertengahan jalan karena perilaku dari implementor kebijakan.Dalam
tahap ini sikap dan komitmen dari implementor sangat mempengaruhi
implementasi kebijakan. Indikator-indikator yang penting dalam variabel
disposisi yaitu: (1) pengangkatan birokrat, pengangkatan birokrat haruslah
orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijaka dan berkompeten agar
dapat melaksanakan kebijakan tersebut dengan baik (2) insentif, dengan
cara menambah keuntungan atau biaya tertentu untuk mendorong kinerja
pelaksana kebijakan.
d. Struktur Birokrasi.
Birokrasi merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk
mengimplementasi kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Hal ini mempanguruhi kelancaran administrasi
dalam mengimplementasikan kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang
21
standar (standard Operational Procedures atau SOP). SOP diperlukan
sebagai pedoman operasional bagi setiap implementator kebijakan.
Struktur organisasi birokrasi harus dirancang secara sistematis dan praktis
agar tidak terbelit-belit dalam mengimplementasikan kebijakan serta untuk
mempermudah pengawasan. Suatu kebijakan akan ada sebuah kerjasama
antar birokrat, apabila struktur birokrasi tidak kondusif maka tidak akan
efektif dan dapat menghambat pelaksanaan kebijakan. Birokrasi sebagai
pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendorong dan mendukung
kebijakan yang telah diputuskan dengan cara berkoordinasi dengan baik.
GAMBAR 2. 1
Hubungan Variabel Implementasi menurut George C. Edwards III23
Berdasarkan pendapat George C. Edwards III, variabel-variabel
implementasi suatu kebijakan saling berhubungan satu sama lain. Variabel-
variabel tersebut sangatlah berpengaruh dalam keberhasilan suatu
23
Deddy Mulyadi, Op.cit, hlm. 69.
Komunikasi
Sumber Daya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
22
implementasi kebijakan, jika salah satu variabel tidak berjalan dengan baik
maka implementasi kebijakan tidak akan optimal.
Nugroho mempunyai gambaran untuk mengimplementasikan
kebijakan publik, terdapat dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi
kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.24
Ripley dan
Franklin dalam Winarno (2014:148), berpendapat bahwa implementasi adalah
apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas
program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau jenis keluaran yang nyata
(tangible output).25
Kemudian menurut Grindle dalam Winarno (2014:149), secara umum,
tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang
memudahkan tujuan- tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak
dari suatu kegiatan pemerintah.26
Oleh karena itu, tugas implementasi
mencakup terbentuknya “a policy delivery system,” dimana sarana-sarana
tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan
yang diinginkan. Jadi implementasi selain menjalankan kebijakan atau
program yang ada, akan tetapi dalam implementasi kebijakan memiliki tugas
lain yakni membangun jaringan agar mempermudah dalam implementasi dan
untuk mencapai tujuan.
Menurut Merilee S. Grindle dalam Agustino (2008:154), keberhasilan
implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses hingga
24
Riant Nugroho, Op.Cit, hlm. 675. 25
Budi Winarno, Op.Cit, hlm. 148. 26
Ibid., hlm. 149.
23
pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang
ingin diraih.27
Maka dapat dikatakan bahwa pengukuran keberhasilan
implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal yakni dilihat dari
prosesnya dan tercapainya tujuan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Dilihat dari prosesnya, yakni apakah pelaksanaan kebijakan tersebut sesuai
dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakan.
b. Tercapainya tujuan kebijakan, yakni efek pada masyarakat dan tingkat
perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan
yang terjadi.
Selain itu menurut Merilee S. Grindle dalam Agustino
(2008;154) keberhasilan suatu implementasi kebijakan
publik, ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan
itu sendiri yang terdiri atas Content of Policy dan Context of
Policy. Content of Policy memiliki indikator sebagai berikut
(a) Interest Affected, (b) Type of Benefits, (c) Extent of
Change Envision. (d) Site of Decision Making, (e) Program
Implementer, (f) Resources Committed. Sedangkan Context
of Policy memiliki dua indikator yakni sebagai berikut (1)
Power, Interest, and Strategy of Actor Involved, (2)
Institution and Regime Characteristic Compliance and
Responsiveness.28
Indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Indikator-indikator Content of Policy yakni sebagai berikut:
a. Interest Affected. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau
target groups termuat dalam isi kebijakan. Dalam suatu kebijakan
harus berdasarkan kepentingan kelompok sasaran, jika memuat
27
Leo Agustino, Op.Cit,hlm. 154. 28
Leo Agustino, Loc. Cit.
24
kepentingan kelompok sasaran maka akan lebih mudah dari pada tidak
memuat kepentingan kelompok sasaran.
b. Type of Benefits. Jenis manfaat yang yang diterima oleh kelompok
sasaran. Kebijakan publik harus memiliki manfaat bagi kelompok
sasaran. Kebijakan jika tidak memiliki manfaat bagi kelompok sasaran
maka kebijakan tersebut akan diabaikan dan sia-sia.
c. Extent of Change Envision. Sejauh mana perubahan yang diinginkan
dari sebuah kebijakan publik. Suatu Kebijakan publik dilatarbelakangi
oleh suatu permasalahan, kebijakan ini dibuat untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Kebijakan publik harus dapat melakukan
perubahan agar sesuai dengan harapan.
d. Site of Decision Making. Letak pengambil keputusan. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah apakah implementator kebijakan tersebut sudah
tepat diserahkan kepada sebuah badan-badan, perorangan ataupun
institusi-intitusi. Jika sebuah kebijakan dijalankan oleh sesorang,
badan-badan ataupun institusi yang kurang tepat maka implementasi
kebijakan tidak akanoptimal.
e. Program Implementer. Pelaku pelaksana sebuah kebijakan atau
program. Pelaksana suatu kebijakan sangat mempengaruhi
implementasi kebijakan. Suatu kebijakan publik akan
diimplementasikan oleh sesorang, organisasi ataupun badan-badan,
penentuan pelaksan kebijakan haruslah tepat. Kejelasan
implementator kebijakan ini diperlukan untuk implementator mudah
25
dalam berkoordinasi dan untuk memudahkan pengawasan. Jika suatu
kebijakan dilakasanakan oleh pelaksana yang tidak tepat maka tidak
akan optimal dan tidak sesuai dengan harapan.
f. Resources Committed. Sumber-sumber daya yang digunakan.
Kebijakan yang tidak didukung oleh sumber daya yang memadai akan
menghambat dalam tahap implementasi. Sumber-sumber daya ini
yakni berupa sumber daya manusia dan sumber daya finansial. Dalam
implementasi kebijakan, implementor harus memiliki kompetensi dan
integritas yang baik agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik
sesuai dengan harapan. Selain sumber daya manusia, sumber daya
finansial sangatlah diperlukan, dengan sumber dana finansial suatu
kebijakan akan dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan.
2. Indikator-indikator Context of Policy yakni sebagai berikut:
a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved. Seberapa
besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh
para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
b. Institution and Regime Characteristic. Karakteristik dari suatu
lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Compliance and Responsiveness. Tingkat kepatuhan dan
adanya respon dari pelaksana. Sejauh mana kepatuhan dan
respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan
Franklin didasarkan pada tigas aspek yaitu, Tingkat kepatuhan birokrasi
26
terhadap birokrasi diatasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur
dalam-dalam. Kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah. Pelaksana dan
dampak (manfaat) yang dikenhendaki dari semua program yang ada
terarah”.29
Menurut Goggin dalam Anggara (2014:262), proses implementasi
kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari institusi yang lebih
tinggi ke institusi lebih rendah diukur kinerjanya berdasarkan pada variabel
dorongan dan paksaan ditingkat federal, kapasitas pusat/negara, dorongan dan
paksaan ditingkat pusat.30
Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang
mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil
yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup
tindakan- tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya
para birokrat,yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah dikeluarkannya pengarahan
yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk
menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat. Implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh bebrapa faktor seperti ketersediaan sumber daya,
komunikasi yang baik, sikap dan karakter implementor yang baik serta sistem
ataupun struktur birokrasi yang tidak berbelit-belit.
29
Sahya Anggara, op. cit. hlm. 262 30
Sahya Anggara, loc. cit.
27
C. Konsep Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menjamin
terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pemda DKI
Jakarta membuat strategi dengan membangun Ruang Publik Terpadu Ramah
Anak (RPTRA) sebagai upaya mendukung pertumbuhan anak dan untuk
menjadi Kota Layak Anak (KLA).
Hak-hak anak merupakan bagian dari hak-hak manusia yang wajib
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak merupakan
tempat/wadah ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga
dengan implementasi 10 program PKK untuk mengintegrasikan dengan kota
layak anak.
Meskipun RPTRA ini ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi RPTRA
dapat dimanfaatkan oleh berbagai macam usia. Hal ini disebabkan oleh
fasilitas yang mendukung dan program-program yang dibentuk oleh
pengurus. RPTRA dibangun oleh Pemeritah Daerah di wilayah dan dikelola
melalui kemitraan dengan masyarakat untuk kepentingan publik.Indikator
kebijakan RPTRA dengan adanya fasilitas-fasilitas, menjalankan tugas,
fungsi, layanan dan pengorganisasian. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
28
Tugas RPTRA yakni sebagai berikut:31
1. Menyediakan ruang terbuka untuk memenuhi hak anak agar anak dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
2. Menyediakan prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah
dan masyarakat dalam memenuhi hak anak.
3. Menyediakan prasarana dan sarana kota sebagai Kota Layak Anak.
4. Menyediakan prasarana dan sarana untuk pelaksanaan kegiatan 10
(sepuluh) program pokok PKK.
5. Meningkatkan pencapaian ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air
tanah dan
6. Meningkatkan prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termauk
pengembangan pengetahuan dan keterampilan kader PKK.
Dapat dilihat bahwa tugas dari RPTRA tersebut adalah menyediakan
sebuah ruang terbuka yang menyediakan sarana dan prasarana yang tentunya
ramah anak akan tetapi dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa dan menjadi
wadah untuk warga sekitar dalam melakukan kegiatan yang utamanya adalah
sarana untuk bersosialisasi antar tetangga.
Sedangkan fungsi dan layanan dari RPTRA adalah sebagai:32
1. Taman terbuka publik
2. Wahana permainan dan tumbuh kembang anak
3. Prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan
masyarakat dalam memenuhi hak anak
4. Bagian prasarana dan sarana Kota Layak Anak
5. Ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air
6. Prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termasuk pengembangan
pengetahuan dan keterampilan Kader PKK
7. Usaha peningkatan pendapatan keluarga
8. Pusat informasi dan konsultasi keluarga
9. Halaman yang asri dan teratur indah dan nyaman
10. Sistem informasi manajemen
31
Gubernur Provinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusu
Ibukota Jakarta Nomor 196 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengelolahan Ruang Publik Terpadu
Ramah Anak, BAB III, Pasal 5. 32
Ibid., pasal 6
29
Sedangkan layanan yang ada dalam RPTRA yakni sebagai berikut.33
Layanan anak terdiri dari:
1. Bina Keluarga Balita Pendidikan Anak Usia Dini (BKB-PAUD);
2. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu);
3. Perpustakaan Anak;
4. Tempat berolah raga;
5. Tempat bermain
6. Kegiatan kreatif anak
Layanan masyarakat terdiri dari:
1. kegiatan 10 (sepuluh) Program Pokok PKK;
2. PKK-Mart;
3. Kegiatan masyarakat yang tidak berpotensi mengakibatkan kerusakan
taman dan/atau prasarana dan sarana yang ada;
4. Olahraga, dan
5. Kegiatan kesenian.
6. Untuk layanan kebencanaan terdiri dari tempat mengungsi sementara
saat banjir, kebakaran dan bencana lainnya.
Pada RPTRA dilaksanakan layanan yag ditujukan untuk anak,
masyarakat, dan kebencanaan. Dalam hal pelayanan ini, RPTRA tidak hanya
dibangun untuk anak saja namun RPTRA difungsikan sebagai suatu ruang
terbuka publik yang multifungsi sehingga baik dari golongan anak-anak,
masyarakat dewasa hingga masyarakat lanjut usia pun dapat ikut serta
memanfaatkan RPTRA. Untuk menjaga agar RPTRA tetap terpelihara dan
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, maka diperlukan suatu
organisasi yang bertanggung jawab mengelola RPTRA.
Berdasarkan pasal 11 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 40
Tahun 2016 Organisasi RPTRA tersebut terdiri dari :
1. Pengurus RPTRA tingkat Provinsi Terdiri atas:
Tim Pembina
a. Ketua : Ketua TP PKK Provinsi
33
Op.cit, pasal 8.
30
b. Sekretaris : Asisten Kesejahteraan Rakyat
c. Anggota : Wakil Ketua I TP PKK dan Wakil Ketua II TP PKK
Tim Pelaksana
a. Ketua : Kepala BPMPKB
b. Wakil Ketua : Kepala Biro Kesejahteraan Sosial Sekretaris
Daerah
c. Sekretaris : Kepala Bidang PP PA BPMPKB
Setelah mengeahui tentang pengurus tingkat provinsi yang terlibat,
berikut ini merpakan tugas-tugas pengurus RPTRA tingkat provinsi :
1) Menyusun rencana kerja dan rencana strategis RPTRA untuk tiga
tahun
2) Menyusun kebijakan pengelolaan RPTRA
3) Mengangkat dan memberhentikan pengurus
RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten admnistratif
4) Memfasilitasi kontribusi, dunia usaha, masyarakat dan perguruan
tinggi untuk pengembangan RPTRA
5) Membangun dan mengembangkan jejaring dengan praktisi
pemberdayaan masyarakat guna pengembangan RPTRA
6) Memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan kepada
pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten
administrative
7) Melaksanakan pelatihan untuk pengurus RPTRA
tingkat kota administratif/kabupaten administrative dan
pengurus/pengawas RPTRA
8) Menerima dan menindaklanjuti permohonan, usul, masukan,
dan/atau laporan dari dunia usaha, masyarakat dan perguruan tinggi,
pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten
administrative
9) Memonitor mengendalikan dan mengevaluai pelaksanaan tugas
pengurus RPTRA tingkat kota administratif/kabupaten
administrative
10) Membuat dan manyampaikan laporan pengelolaan RPTRA kepada
Gubernur.
31
2. Pengurus RPTRA tingkat Kota Administratif/ Kabupaten Administatif
a. Ketua : Walikota/Bupati
b. Wakil Ketua : Sekretaris Kota Administrasi atau Kabupaten
Administrasi
c. Sekretaris : Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan
Perempuan Kota Administrasi/ Kabupaten Administrasi
Pengurus RPTRA Tingkat Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi
diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus RPTRA Tingkat Provinsi dengan
Keputusan Ketua.Masa kepengurusan RPTRA Tingkat Kota Administrasi
/Kabupaten Administrasi selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali.Struktur dan pola hubungan kerja di antara Pengurus RPTRA
Tingkat Kota Administrasi /Kabupaten Administrasi, ditetapkan dalam
musyawarah para pengurus.Pengambilan keputusan dalam rapat Pengurus
RPTRA Tingkat Kota Administrasi/ Kabupaten Administrasi dilakukan
secara musyawarah mufakat dan bersifat kolegial.Pengurus RPTRA Tingkat
Kota Administrasi/Kabupaten Administrasi berkedudukan di bawah
bertanggung jawab kepada Pengurus RPTRA Tingkat Provinsi.
3. Pengurus RPTRA tingkat Kecamatan. Dalam kedudukannya sebagai
anggota pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/ Kabupaten
Administrasi, Camat mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Memberikan dukungan kepada pengurus RPTRA
tingkatKelurahan.
2) Memonitor pelaksanaan tugas pengurus RPTRA
tingkatKelurahan.
3) Mengoordinasikan antar pengurus RPTRA tingkatKelurahan.
4) Menindaklanjuti perintah Walikota/ Bupati selaku ketua
pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/Kabupaten
Administrasi untuk memperlancar pelaksanaan tugas pengurus
RPTRA tingkat Kelurahan terkait pengelolaanRPTRA.
32
5) Melaporkan kepada pengurus RPTRA tingkat Kota Administrasi/
Kabupaten Administrasi terkait pengelolaan RPTRA,dan
6) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Walikota selaku
ketuapengurus RPTRA Tingkat Kota Administrasi/
KabupatenAdministrasi.
4. Pengurus RPTRA Tingkat Kelurahan Pengurus RPTRA tingkat Kelurahan
merupakan pengendali langsung pelaksanaan tugas, fungsi, pelayanan, dan
kegiatan RPTRA berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang terdiri
atas:
a. Ketua : Lurah
b. Ketua Harian : Sekretaris Lurah
c. Wakil Ketua Harian : Kepala Seksi Perekonomian dan Kesejahteraan
Masyarakat
d. Sekretaris : Penyuluh KB
e. Anggota :
1) Kepala seksi prasarana, sarana, kebersihan dan lingkungan hidup
2) TP PKK Kelurahan
3) Unsur masyarakat
D. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian, peneliti mencari beberapa penelitian yang membahas
tentang topik atau tema yang relevan dengan peneliti yaitu tentang Kebijakan
Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kecamatan
Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Penelitian tersebut antara lain sebagai
berikut:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Tangen Vika Indriany dari
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Implementasi
Ruang Publik Terpadu Anak (RPTRA) Dikelurahan Sungai Bambu Kota
Administrasi Jakarta Utara”. Penelitian ini berfokus pada implementasi
33
Ruang Publik Terpadu Anak (RPTRA) di Kelurahan Sungai Bambu.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sungai Bambu, Kota Administrasi
Jakarta Utara karena didaerah tersebut merupakan daerah padat penduduk dan
terdapat RPTRA percontohan yaitu RPTRA Sungai Bambu.
Peneliti menggunakan teori implementasi Jones (1991) yang terdiri
dari tiga pilar yaitu organisasi, interpretasi dan aplikasi.Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil temuan dalam
penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan program Ruang Publik
Terpadu Anak (RPTRA) di Kelurahan Sungai Bambu, Jakarta Utara belum
optimal. Dalam segi organisasi, terdapat kurangnya pelatihan untuk melatih
pengelola RPTRA. Kemudian UKPD terkait tidak mengalokasikan anggaran
untuk RPTRA Sungai Bambu.Dalam segi Interpretasi, metode penghitungan
jumlah pengunjung masih menggunakan metode manual yang sangat tidak
efektif hasilnya. Dalam segi aplikasi, sosialisasi mengenai fungsi RPTRA
yang dilakukan oleh Pengelola dan Pemerintah belum optimal.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ivana Novelia, dari Program
Studi Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Jakarta dengan judul “Persepsi Orang Tua Terhadap Manfaat Pembangunan
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cililitan, Jakarta Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mengukur dan mengetahui
sudut pandang orang tua terhadap manfaat pembangunan RPTRA serta
mengetahui fungsi RPTRA dalam memberikan rasa aman orang tua untuk
mengizinkan bermain diRPTRA.Penelitian ini menggunakan pendekatan
34
deskriptif kuantitatif dengan metode survey.Teknik pengumpulan data yang
digunakan yakni menggunakan instrument kuisioner dengan angket sebagai
pengumpulan data dan sebanyak dua puluh orang tua sebagai responden
dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di RPTRA
Cililitan selama lima bulan yakni dari bulan Februari 2016 hingga Juni 2016.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa RPTRA memberikan pengaruh secara
tidak langsung terhadap tumbuh kembang anak.Persepsi orang tua dan anak-
anak merasa senang dengan didirikannya RPTRA Cililitan didaerah rumah
mereka.
Penelitian-penelitian diatas memiliki kaitan dengan penelitian yang
sedang diteliti yakni memiliki variabel penelitian yang sama mengenai Ruang
Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Penelitian diatas sebagai rujukan dan
perbandingandalam melakukan penelitian mengenai Implementasi Kebijakan
Ruang Publik di Kelurahan Mampang Prapatan Kecamatan Mampang
Prapatan Jakarta Selatan.