Bab II 2002rrsvdg

12
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Reproduksi Ikan Jambal Siam Ikan jambal Siam mencapai matang kelamin pada urnur dua sampai tiga tahun dengan bobot tiga sampai lima kilogram (Varikul dan Boonsom 1968). Pada ikan jantan, kematangan kelamin dicapai pada umur dua sampai tiga tahun, sedangkan pada betinanya yaitu pada umur tiga sampai empat tahun. Musim pemijahan ikan jarnbal Siam berlangsung dari bulan September sampai April dengan puncak musim pada bulan Oktober sampai Desember. Puncak musim terjadi pada saat musim hujan, baik pada ikan yang dipelihara di kolarn dengan sistem perairan rnengalir maupun pada sistem perairan tergenang (Utiah 2000). lkan betina yang telah matang gonad mempunyai ciriciri perut iiampak besar dan lembek, kulit bagian perut tipis, genital membengkak dan berwarna merah tua, ' dan jika sekitar genital ditekan akan keluar beberapa butir telur yang seragam ukurannya dan warnanya agak kuning serta bening serta terpisah satu sama lain. Ikan jantan yang sudah matang kelarnin ditandai dengan keluarnya cairan sperma yang berwarna putih susu bila diurut bagian perutnya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ikan betina bervariasi bergantung kepada ukunn induk. Seekor induk jambal Siam dapat menghasilkan sekitar 1 - 1.5 juta butir telur. Umurnnya telur muda berwarna putih sedangkan telur matang berwarna kuning, tergantung pada jenis pakan yang dikonsumsinya. Telur akan menjadi adhesif (menempel) setelah mengalami kontak dengan air di sekelilingnya.

description

bfshnvd

Transcript of Bab II 2002rrsvdg

Page 1: Bab II 2002rrsvdg

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Reproduksi Ikan Jambal Siam

Ikan jambal Siam mencapai matang kelamin pada urnur dua sampai tiga tahun

dengan bobot tiga sampai lima kilogram (Varikul dan Boonsom 1968). Pada ikan

jantan, kematangan kelamin dicapai pada umur dua sampai tiga tahun, sedangkan

pada betinanya yaitu pada umur tiga sampai empat tahun. Musim pemijahan ikan

jarnbal Siam berlangsung dari bulan September sampai April dengan puncak musim

pada bulan Oktober sampai Desember. Puncak musim te rjadi pada saat musim hujan,

baik pada ikan yang dipelihara di kolarn dengan sistem perairan rnengalir maupun

pada sistem perairan tergenang (Utiah 2000).

lkan betina yang telah matang gonad mempunyai ciriciri perut iiampak besar

dan lembek, kulit bagian perut tipis, genital membengkak dan berwarna merah tua, '

dan jika sekitar genital ditekan akan keluar beberapa butir telur yang seragam

ukurannya dan warnanya agak kuning serta bening serta terpisah satu sama lain. Ikan

jantan yang sudah matang kelarnin ditandai dengan keluarnya cairan sperma yang

berwarna putih susu bila diurut bagian perutnya.

Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ikan betina bervariasi bergantung

kepada ukunn induk. Seekor induk jambal Siam dapat menghasilkan sekitar 1 - 1.5

juta butir telur. Umurnnya telur muda berwarna putih sedangkan telur matang

berwarna kuning, tergantung pada jenis pakan yang dikonsumsinya. Telur akan

menjadi adhesif (menempel) setelah mengalami kontak dengan air di sekelilingnya.

Page 2: Bab II 2002rrsvdg

Mekanisme Hormon Reproduksi dalam Proses Perkembangan dan Kematangan Akhir Gonad

Reproduksi ikan diatur oleh poros hipotalamus-hipofisis-gonad. GnRH yang . diproduksi hipotalamus mempunyai struktur kimiawi dekapeptida dan memiliki daya

ke rja merangsang sekresi GTH I dan GTH II. Dalam kondisi fisiologik yang normal,

hormon gonadotropin di dalam peredaran darah mempunyai mekanisme pengaturan

olehnya sendiri sehingga akan selalu dalam kadar optimum untuk menjaga

keseimbangan keadaan organ sasarim yang berada di bawah pengaruhnya.

Mekanisme pengaturan ini disebut umpan balik, baik negatif maupun positif

Secara alami perkembangan gonad ikan dipengaruhi oleh hormon

gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis sebagai respon hipotalamus terhadap

sinyal-sinyal lingkungan, seperti suhu, naik turunnya permukaan air, curah hujan, dan

lain-lain. Hipofisis menghasilkan GTH I dan GTH 11 yang merangsang kelenjar

gonad untuk menghasilkan hormon gonad (steroid). GTH I mempunyai daya ke rja

untuk merangsang pertumbuhan ovari (vitelogensis), dan GTH I1 untuk merangsang

pematangan akhir. Elizur, Zmora, Rosenfeld, Meiri, Hassin, Gordin, dan Zohar

(1996) menyatakan bahwa kandungan GTH I urnumnya tinggi pada saat

vitelogenesis, sedangkan kandungan GTH I1 tinggi pada saat pematangan akhir dan

ovulasi.

Apabila kadar hormon steroid di dalam peredaran darah telah melewati batas

keperluan, hormon steroid ini akan menghambat hipofisis untuk mengurangi sekresi

GTH. Dengan demikian produksi hormon steroid akan menurun mencapai kadar

Page 3: Bab II 2002rrsvdg

yang optimum. Hormon steroid dapat menghambat hipotalamus dengan cara

menghambat produksi GnRH, sehingga sekresi GTH akan berkurang (Gambar 1).

Pada ikan betina, ovari berespon terhadap peningkatan konsentrasi L

gonadotropin melalui produksi estradiol- l7P. Estradiol- 17P beredar menuju hati,

memasuki jaringan dengan cara difusi dan secara spesifik merangsang sintesis

vitelogenin (Ng dan Idler 1983). Aktivitas vitelogenesis ini menyebabkan nilai

hepatosomatic index (HSI) dan gonadosomatic index (GSI) ikan meningkat (Cerda,

Calman, Lafleur, and Limesand 1996). Menurut Effendie (1997), pertambahan bobot

gonad ikan betina pada saat matang gonad dapat mencapai 10 - 25% dari bobot tubuh

dan pada ikan jantan 5 - 10%. Adapwi pertambahan bobot gonad pada ikan patin

betina yang matang gonad mencapai 5.1 - 13.3% (Siregar 1999). Lebih lanjut

dikemukakan oleh Effendie (1 997) bahwa semakin lanjut tingkat kematangan gonad,

ukuran diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar.

Siklus ovari berkaitan dengan siklus konsentrasi hormon steroid seks yang

cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan ovari dan menurun setelah

pemijahan. Hal ini terjadi bersasnaan dengan penurunan laju sintesis estrogen dalarn

ovari (Van Bohemen dan Lambert 1981) dan memungkinkan sekresi gonadotropin

naik sampai ke tingkat ovulasi dengan mengurangi hambatan urnpan balik.

Penurunan estrogen ini juga mengurangi penghambatan potensial terhadap

pematangan gonad yang dirangsang gonadotropin dan konsentrasi estrogen yang

minimum diduga menandai kematangan gonad. Dengan mekanisme umpan balik

(negatif maupun positif), maka keseimbangan hormonal di dalam tubuh akan

Page 4: Bab II 2002rrsvdg

te rjamin, sehingga keseimbangan fisiologis juga akan dipertahankan selama tubuh

masih dapat dan marnpu untuk melakukannya (Redding dan Patino 1993).

Kelenjar Hipofisis

Hormon yang digunakan untuk manipulasi pematangm gonad dan ovulasi

ikan dapat berbentuk hormon alamiah maupun sintetis, di antaranya adalah human

chorionic gonadotropin (HCG) (Zairin, Furukawa, dan Aida 1992), gonadotropin ikan

salmon (Sato et al. 1996), luteinizing hormone releasing hormone (I,HRH dan

LHRH-a) (Ernawati 1999), ekstrak hipofisis ikan mas (Epler et al. 1986), ekstrak

hipofisis ikan chum salmon (Todo, Adachi, d m Yamauchi 1995), estradiol-17P

(Indriastuti 2000), l7a-metiltestosteron (Emawati 1999), dan lain-lain. Salah satu

jenis hormon yang dapat mempercepat proses kematangan gonad adalah

gonadotropin. Gonadotropin adalah hormon glikoprotein yang berasal dari hipofisis

atau plasenta yang merangsang perkembangan dan hngsi gonad. Gonadotropin

merupakan faktor utama yang diperlukan untuk memacu perkembangan dan

pematangan sel telur. Gonadotropin bekerja secara tidak langsung melalui stimulasi

sintesis hormon steroid oleh kelenjar gonad yang mempengaruhi perkembangan sel

telur (estradiol-17P) dan pematangan akhir (maturation-inducing hormone, MM;

1 7% 20P dihydroxy-4-pregnen-3-one, 1 7a,20(3-DP) (Nagahama et al. 1 993).

Ekstrak kelenjar hipofisis yang mengandung hormon gonadotropin sangat

efektif untuk memngsang beberapa spesies ikan untuk mencapai kematangan tahap

akhir telur. Epler et al. (1986) melaporkan bahwa penyuntikan ekstrak kelenjar

Page 5: Bab II 2002rrsvdg

hipofisis ikan mas dua kali berturut-turut dengan dosis 0.5 dan 4.0 mgkg pada ikan

mas (Cjprinus carpio L.) mampu meningkatkan kematangan gonad dan menjamin

keberhasilan ovulasi sebesar 80%. Hasil penelitian Todo et al. (1 995) pada ikan sidat

Jepang menunjukkan bahwa penyuntikan hipofisis ikan chum salmon sebanyak 20

pglg BBIminggu mampu memacu proses viteiogenesis dimana awal proses

vitelogenesis terjadi pada minggu ke-9. Serum vitelogenin meningkat tajam pada

suntikan pertama dan meningkat secara bertahap sarnpai akhir proses vitelogenesis

(minggu ke-17-20). Adapun Sato el al. (1996) melaporkan bahwa penyuntikan

ekstrak gonadotropin salmon (sGTH) dalam bentuk emulsi tipe WIO dengan

menggunakan FlA sebanyak 200 pg sGTWlOO g bobot tubuh dapat mempercepat

vitelogenesis dan kematangan gonad ikan sidat Jepang (Anguilla japonica)

dibandingkan dengan penyuntikan sGTH melalui larutan salin (Sato et al. 1996).

Aktivitas ekstrak kelenjar hipofisis bergantung kepada umur, jenis kelamin,

dan kematangan donor, di samping metode pengumpulan dan teknik yang digunakan

untuk mengawetkan kelenjar hipofisis. Standarisasi ekstrak kelenjar hipofisis baik

yang segar maupun yang telah diawetkan dalam aseton sulit dilakukan karena

kandungan honnon gonadotropin dalam ekstrak tidak selalu sama. Menurut

Woynarovich dan Horvath (1 980), kandungan hormon gonadotropin pada kelenjar

hipofisis ikan bervariasi menurut musim pemijahan dan selama stadia tertentu dalam

hidupnya. Hasil penelitian Elizur et al. (1996) yang dilakukan pada ikan gilthead

seabream (Sparus auratus) menunjukkan bahwa selama musim pemijahan kandungan

P-GTH 1 pada jantan 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan pada betina. Adapun hasil

Page 6: Bab II 2002rrsvdg

penelitian Swanson (1 99 1) menunjukkan bahwa kandungan GTH I pada jantan coho

salmon yang matang gonad lebih tinggi dibandingkan pada betinanya. Konsentrasi

GTH-I1 pada hipofisis ikan lele (Clarias batrachus) jantan dan betina mencapai L

puncaknya pada fase pra-pemijahan yaitu sebesar 10-1 2 nglmg hipofisis (Joy, Singh,

Senthilkumaran, dan Goos 2000).

Secara umum dosis total untuk menyeragamkan kematangan telur dan ovulasi

pada induk yang berukuran lebih dari 5 kg digunakan hipofisis sebesar 2.5 - 3 mg,

untuk induk ukuran 2 - 5 kg digunakan 1.5 nig, sedangkan untuk induk ukuran 0.5 -

2 kg digunakan 0.75 mg. Kelenjar hipofisis ikan mas yang telah diawetkan dalam

aseton dengan bobot 2.5 - 3 mg berasal dari 1.5 - 2 kg ikan mas. Umumnya dosis

hipofisis yang diberikan per kilogram bobot induk betina adalah 3 - 4.5 mg

(Woynarovich dan Horvath, 1980).

Vitelogenesis dan Perkembangan Gonad

Dua proses yang terjadi selama oogenesis adalah perkembangan dan

pematangan sel telur. Gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisis memegang

peran penting pada kedua proses tersebut. Kelenjar hipofisis ikan teleost

mensekresikan dua jenis gonadotropin (GTH I dan GTH II). Pada ikan salmonid,

GTH I disekresikan selama proses perkembangan gonad dan berpemn untuk

menstimulasi perturnbuhan ovari dan proses steroidogenesis. Sebaliknya, selama

periode pematangan sel telur, kelenjar hipofisis mensekresikan GTH I1 yang

meningkatkan proses steroidogenesis untuk memacu pematangan akhir sel telur

(Nagahama et al. 1993). Walaupun gonadotropin merupakan mediator utama pada

Page 7: Bab II 2002rrsvdg

proses perkembangan dan pematangan sel telur, hormon ini tidak bekerja secara

lmgsung, tetapi melalui produksi hormon steroid oleh sel folikel.

Prorrr vikloprnrrlr P r a e r p e n .... ngen .khir

Gan~bar 1 . Proses vitelogenesis pada ikan (Aida, KO bayashi, dan Kaneko 1 99 1 )

Vitelogenesis pada ikan teleost terjadi melalui dua tahapan yaitu peningkatan

sekresi estradiol-17P oleh gonadotropin, ymg kemudian menstimulasi sintesis dan

sekresi vitelogenin oleh hati. Peningkatan kanduilgan estradiol- 1 7P te rjadi selama

ikan betina aktif melakukm, proses vitelogenesis. Kapasitas produksi estradiol-17P

oleh folikel sebagai respon terhadap stimulasi gonadotropin meningkat selama

perkembangan sel telur, tetapi secara cepat mengalanli penurunan pada saat sel telur

mencapai tingkat kematangan (Nagahama et al. 1993).

Vitelogenin secara selektif diserap oleh oosit yang sedang berkembang

melalui aliran darah. Vitelogenin yang diserap ke dalam oosit akan menyebabkan

Page 8: Bab II 2002rrsvdg

ukuran oosit dan gonad bertambah besar. Setelah mencapai ukuran maksimurn,

perkembangan akan terhenti dan oosit akan memasuki fase dorman (Woynarovich

dan Horvath 1 980). . Proses vitelogenesis pada ikan jambal Siam dapat dipercepat melalui rekayasa

hormonal. Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian, hormon-hormon yang efektif

merangsang sintesis dan sekresi vitelogenin pada ikan jarnbal Siam antara lain

estradiol-17P (Indriastuti 2000; Monijung 200 1 ), LHRH-a (Ernawati 19991,

testosteron (Ernawati 1999, Sarwoto 200 I), dan HCG (Siregar 1999).

Untuk mengukur tingkat perkembangan gonad Nikolsky dalam Effendie

(1 997) membagi tingkat kematangan gonad dalam tujuh tahapan, yaitu :

Tahap I : Tidak masak. Individu masih belum berhasrat inengadakan

reproduksi. Ukuran gonad kecil.

Tahap I1 : Masa istirahat. Produk seksual belum berkembang. Gonad

berukuran kecil. Telur tidak dapat dibedakan oleh mata.

Tahap 111 : Hampir masak. Telur dapat dibedakan oleh mata. Testes berubah

dari transparan menjadi warna ros.

Tahap IV : Masak. Produk seksual masak. Produk seksual mencapai bobot

maksimum. Tetapi produksi tersebut belum keluar bila perut diberi

sedikit tekanan.

Tahap V : Reproduksi. Bila perut diberi sedikit tekanan produk seksualnya

akan menonjol keluar dari lubang pelepasan, bobot gonad cepat

menurun sejak permulaan berpijah sampai pemijahan selesai.

Page 9: Bab II 2002rrsvdg

Tahap VI : Keadaan salin. Produk seksual te!ah dikeluarkan. Lubang genital

berwarna kemerahan. Gonad mengempis. Ovarium berisi beberapa

telur sisa. Testes juga berisi sperma sisa.

Tahap VII : Masa istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan. Wama kemerah-

merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur

belum terlihat oleh mata.

Adapun Siregar (1 999) membagi tingkat kematangan gonad ikan jambal Siam

betina secara morfologi dan histologi sebagai berikut :

TKG

I

1 terlihat. 1 Sitoplasma berwarna ungu. 1 Ukuran ovari relatif besar dan Lumen berisi telur. Ukuran oosit

MORFOLOGI" Ovari masih kecil dan halus

I1

HISTOLOGI~' Didominasi oleh oogonia

seperti benang. Wama ovari merah muda, memanjang di rongga perut.

- berukuran 7.5-12.5 pm. Inti sel besar.

U k u m ovari bertambah besar, warna ovari berubah menjadi coklat muda, butiran telur belum

mengisi hampir sepertiga rongga perut. Butir-butir telur terlihat

Oogonia menjadi oosit, ukuran 200-250 p membentuk kantung kuning telur.

750- 1 1 25 pm. tampak.

lnti mulai I jelas dan benvarna kuning muda. Gonad mengisi penuh rongga

, perut, semakin pejal dan warna

--

Keterangan : 1. Klasifikasi menurut Nikolsky dalam Effendie (1 997) 2. Klasifikasi menurut Chinabut et al. (1 99 1)

Inti terlihat jelas dan sebaran kuning telur mendominasi oosit.

IV butimn telur kuAng tua. Butiran telur besarnya hampir sama dan mudah dipisahkan. Kantung tubulus seminifer a ~ a k lunak.

- Ukuran oosit 1300-1 500 pm.

Page 10: Bab II 2002rrsvdg

Sistem Penghantaran Hormon

Rekayasa hormonal merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

menginduksi perkembangan gonad, kematangan gonad, dan ovulasi. _ Sistem

penghantaran hormon dapat dilakukan secara akut atau kronis. Sistem penghantaran

hormon secara akut dapat berupa penyuntikan larutan cab yang mengandung hormon.

Sistem ini umumnya digunakan untuk merangsang pematangan akhir dan ovulasi.

Kelemahan dari sistem ini yaitu hormon akan cepat hilang dari sistem peredamn

darah dan penyuntikan yang berulang kali dapat menyebabkan gangguan pada fhngsi

gonad, stres, dan bahkan kematian.

Sistem penghantaran hormon secara kronis dapat melalui impantasi pelet

kolesterol (Crim et al. 1988) maupun dengan menggunakan emulsi (Sato et al. 1995).

Sistem ini dapat mengatur ketersediaan hormon secara terus-menerus dalam jangka

waktu yang lama di dalam sirkulasi darah dan umumnya digunakan untuk

merangsang perkembangan dan pematangan gonad. Sistem penghantaran hormon

dengan menggunakan teknik implantasi masih memiliki beberapa kelemahan yaitu

sukar untuk menentukan dosis hormon yang tepat dalam pelet kolesterol yang

digunakan, belum tersedianya ukuran pelet untuk ikan yang berbeda ukuran dan

jenisnya, dapat menyebabkan stres pada ikan kmna timbulnya lubang bekas implan,

dan rentan penyakit. Untuk mengatasi masalah ini maka dikembangkan sistem

penghantaran hormon dengan menggunakan emulsi. Penggunaan emulsi memiliki

beberapa keunggulan antara lain dosis hormon dapat diketahui dengan pasti,

pelepasan hormon terjadi secara perlahan dan bertahap, serta dapat meminimumkan

stres pada ikan.

Page 11: Bab II 2002rrsvdg

Emulsi merupakan sistem koloid yang mengandung fase diskontinyu yang

terdistribusi secara seragam dan sangat halus di dalam fase kontinyu. Sejumlah

emulsi dibuat dengan menggunakan Freund's incomplete adjuvant (FIA). FIA . membentuk tipe emulsi tetes air dalam minyak atau water-in-oil (WIO) dan umumnya

digunakan untuk meningkatkan imunitas terhadap antigen untuk respon dalam jangka

waktu yang lama. Bahan lain yang digunakan untuk membuat emulsi adalah

lipophilized gelatin (LG) dan minyak, yang membentuk tipe emulsi water-in-oil-in-

water (W/O/W). Emulsi tipe WIOIW adalah sistem penyebaran tetesan minyak yang

mengandung butiran air yang lebih kecil. Lapisan minyak diantara dua h e cair

(internal. dan eksternal) berperan sebagai membran. Emulsi tipe W/O/W memiliki

potensi sebagai mikroenkapsulasi dan dapat berperan sebagai pembawa hormon

dalam mengontrol dan rnemperpanjang pelepasan hormon (Sato et al. 1995).

Emulsi dengan menggunakan LG mampu melepaskan glukosa dan sGTH

secara perlahan dan bertahap baik dalam percobaan secara in vitro maupun in vivo

(Sato et al. 1996). Hasil penelitian Bugar (2000), Sugihartono (2000), dan

Tjendanawangi (2000) menunjukkan bahwa penggunaan LG (C 14 dan C 16) yang

diaplikasikan secara in vivo pada ikan jarnbal Siam dapat mengendalikan pelepasan

HCG di dalam plasma darah.

Menurut hasil penelitian Sato et al. (1996) pada ikan sidat Jepang, pemberian

sGTH dengan menggunakan emulsi LG, emulsi FIA atau lamtan salin memberikan

efek yang berbeda pada kematangan gonad. Pada kelompok ikan yang diberi emulsi

LG yang mengandung sGTH, semua ikan matang gonad dengan variasi peningkatan

bobot tubuh dan GSI yang rendah serta terjadi peningkatan konsentrasi estradiol-17P

Page 12: Bab II 2002rrsvdg

dan testosteron. Pada kelompok ikan yang diberi perlakuan emulsi FIA yang

mengandung sGTH, bobot tubuh dan GSI pada sebagian ikan meningkat dan

sebagian lainnya tidak menunjukkan adanya peningkatan. Selain itu konsentrasi L

estradiol-17P dan testosteron menunjukkan adanya fluktuasi yang bervariasi.

Pemberian hormon secara berulang dengan menggunakan emulsi FIA dikhawatirkan

dapat menstimulasi pembentukan antibodi. Respon yang rendah terhadap sGTH

kemungkinan disebabkan karena diproduksinya antibodi. Pada kelompok ikan yang

diberi perlakuan dengan larutan saliil yang mengandung sGTH, hampir semua ikan

bobot tubuhnya relatif tetap dan GSJ sangat bervariasi. Hal ini diperkirakan karena

pemberian sGTH dalam larutan salin memerlukan periode waktu yang lebih lama

untuk mencapai kematangan gonad.

Monijung (200 1 ) menyatakan bahwa penyuntikan hormon estradiol- 1 7P

melalui emulsi W I O N LG (C 14) efektif mempercepat proses vitelogenesis pada ikan

jambal Siam. Dosis hormon estradiol-17P yang efektif untuk penyuntikan berkala

dengan selang waktu sepuluh hari sekali adalah 250 pgkg bobot ikan. Hasil

penelitian Sarwoto (2001) menunjukkan bahwa penyuntikan hormon testosteron

melalui emulsi W I O N pada ikan jambal Siam berpengaruh terhadap proses

vitelogenesis di dalam tubuh yang diindikasikan dengan adanya peningkatan kadar

hormon testostemn dan estradiol-l7P dalam plasma darah, peningkatan ukuran

diameter telur, GSI dan HSI. Dosis penyuntikan testostemn yang efektif adalah 50-

I00 pglkg bobot ikan.