BAB II-2

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Botani 1. Daun Sirih (Piper betle) Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Daun sirih menurut farmakologi Cina 5

description

kajian teori botani daun sirih dan belimbing wuluh

Transcript of BAB II-2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Botani

1. Daun Sirih (Piper betle)

Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di

sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati,

tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun

berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya

berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek

atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut.

Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab

dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Sirih merupakan

tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Daun sirih menurut farmakologi

Cina dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas (Hidir, 2010).

Gambar II.1 Daun sirih (Piper betle)

5

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Species : P. Betle

(Sumber : Maytasari, 2010)

Berdasarkan bentuk daun, rasa, dan aromanya, sirih dibedakan menjadi

beberapa jenis yaitu:

a. Daun sirih jawa berwarna hijau tua dan rasanya tidak begitu tajam. Daun

sirih ini merupakan jenis yang sering digunakan masyarakat untuk

menyirih.

Gambar II.2 Daun sirih jawa

6

b. Daun sirih banda

Daun sirih banda berdaun besar, berwarna hijau tua dan kuning di

beberapa bagian, memiliki rasa dan aroma yang sengkak

c. Daun sirih cengkeh

Daun sirih cengkeh berdaun kuning, dan rasanya tajam menyerupai rasa

cengkeh

d. Daun sirih hitam

Daun sirih hitam rasanya sengkak, biasanya digunakan untuk campuran

obat

e. Daun sirih merah

Daun sirih merah memiliki ciri khas yaitu daunnya berwarna merah

keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir dan serta aromanya

lebih wangi (Ngaisah, 2010)

Gambar II.3 Daun sirih merah

(sumber : Ngaisah, 2010)

Manfaat sirih yang besar bagi kesehatan, menyebabkan sirih tidak saja

dikenal di kawasan Asia, tetapi juga di Eropa, Afrika, dan Amerika. Hal ini

7

tentunya membawa konsekuensi logis terhadap nama sirih itu sendiri, yakni

masing-masing wilayah menyebut sirih sesuai dengan bahasanya. Misalnya

Arab : tamul atau tanbul

Cina : ju jiang, tu wei teng, wei ze, wei ye, dafeng teng

Inggris : betel, betel pepper, betel vire

Francis : betel, poivrief betel

Jerman : betelpfeffer, betel-pfeffe

Gujarat : paan, tanbolaa

India : pan

Kanada : eleballi, panu, vileyadele

Malaysia : bakik serasa

Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam.

Rasa dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol

yang terkandung dalam minyak atsiri. Faktor lain yang menentukan aroma dan

rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari

yang sampai ke bagian daun, dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan.

Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri

atas fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol, cavibetol, carvacrol, eugenol,

dan allilpyrocatechol. Daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin,

asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati, dan asam amino. Daun sirih yang

sudah dikenal sejak tahun 600SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat

8

membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur.

Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat antiseptiknya lima

kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa. Selain hasil metabolisme gula, glukan

juga merupakan salah satu komponen dari jamur. Sifat antiseptik sirih

menyebabkan sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan

mengobati pendarahan hidung/mimisan (Hidir, 2010).

Pada pengobatan tradisional India, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik

yang menghangatkan, bersifat antiseptik, dan bahkan meningkatkan gairah

seksual. Kandungan tannin pada daun sirih dipercaya memiliki khasiat

mengurangi sekresi cairan pada vagina, melindungi fungsi hati, dan mencegah

diare. Sirih juga mengandung arecoline di seluruh bagian tanaman yang

bermanfaat untuk merangsang saraf pusat dan daya pikir, meningkatkan gerakan

peristaltik, dan meredakan dengkuran. Kandungan eugenol pada daun sirih

mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini, dan

bersifat analgesik.

Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk menghilangkan

bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah, sariawan, dan

menghilangkan bau badan. Daun sirih memiliki efek antibakteri terhadap

Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcous viridians,

Actinomyces viscosus, dan Staphylococcus aureus (Hidir, 2010).

2. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)

9

Keaneka ragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan salah

satu nikmat yang diberikan Sang Pencipta alam semesta. Banyak manfaat yang

biasa didapatkan dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang banyak

dimanfaatkan adalah buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Monalisa et al,

2009).

Gambar II.4 Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)Sumber: http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=69

Belimbing wuluh mempunyai daun berupa daun majemuk menyirip ganjil

dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat

telur sampai jorong, ujungnya runcing, pangkal membundar tepi rata, panjang 2-

10 cm dan lebar 1-3 cm. warna daun hijau, dengan permukaan bawah hijau

muda. Daun belimbing wuluh mengandung tannin, sulfur, asam format,

peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat. Batang belimbing wuluh tampak

kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang

muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Bunganya

berbentuk bintang dan ungu kemerahan. Bunga tersebut malai, berkelompok,

keluar dari batang atau percabangan yang besar (Santoso, 2013).

10

Setiap daerah memiliki nama sendiri untuk buah ini adalah :

Bugis : Caleneng

Aceh : Limeng ungkot, selimeng

Batak : Asom, belimbing, belimbingan

Nias : Malimbi

Sunda : Calincing, balimbing

Melayu : belimbing asam

Lampung : Belimbing

Jawa : Blimbing wuluh

Bima : limbi

Flores : Balimbeng

Sawu : Libi

Makasar : Bainaang

Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh menurut Tjiptosoepomo (2000)

adalah :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Mangnoliophyta

Kelas : Mangnoliopsida

Sub-Kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Familia : Oxalidasiaceae

11

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L

Hasil uji skrining fitokimia pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol buah

belimbing wuluh diketahui positif mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin,

alkaloid, dan minyak atsiri. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,

senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan

jamur. Flavonoid bekerja dengan mendenaturasi protein sehingga meningkatkan

permeablitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam

pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran sel

yang terganggu dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas sel, sehingga

mengakibatkan kerusakan sel jamur. Kerusakan tersebut menyebabkan kematian sel

jamur. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang dapat menyebabkan denaturasi protein

dan berfungsi sebagai anti bakteri dan anti jamur. Denaturasi protein dapat merusak sel

secara permanen dan tidak bisa diperbaiki lagi.

B. Pityrosporum ovale

Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur, dengan nama ilmiah

Pityriasis capitis) yaitu pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Sel-sel

kulit yang mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal. Namun jika

terjadi pengelupasan secara berlebihan dapat mengganggu dan seringkali berakibat

kronis sampai terjadi kemerahan dan iritasi di kulit kepala. Diyakini bahwa

mikroorganisme yang berperan penting dalam menyebabkan ketombe adalah jamur

12

Pityrosporum. P.ovale adalah yeast atau jamur bersel tunggal yang merupakan

anggota genus Malassezia sp, dan termasuk family Cryptococcaceae. P. ovale

termasuk penyebab mikosis superfisialis yang mengenai stratum korneum pada

lapisan epidermis. Ciri – ciri Jamur ini adalah berbentuk oval – bulat/ seperti botol,

gram positif, berukuran 1-2 x 2-4 μ, berdinding ganda dan memperbanyak diri dengan

blastospora, serta merupakan flora normal kulit kepala (Oktaviani, 2012)

Gambar II.5 Jamur Pityrosporum ovale secara mikroskopik

Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah

satu diantaranya penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan Malassezia

furfur/Pityrosporum orbiculare/P. ovale. Pitiriasis Versikolor merupakan penyakit

infeksi jamur superficial kronis pada kulit yang ditandai dengan makula

hipopigmentasi dan skuama. Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai

penyakit jamur pada tahun 1846 oleh Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi

jamur penyakit ini dengan nama Microsporum furfur pada tahun 1889 oleh Baillon

spesies ini diberi nama Mallassezia furfur. Penelitian selanjutnya dan sampai

sekarang menunjukkan bahwa Malassezia furfur dan Pityrosporum orbiculare/ P.

ovale merupakan organisme yang sama (Partogi, 2008).

13

C. Ketombe

Ketombe disebut juga dandruff, pityriasis simplex capillitii, dan p. sicca.

Ketombe adalah kelainan kulit kepala berambut yang diakibatkan oleh infeksi jamur

dengan skuama putih abu-abu berjumlah banyak mudah rontok, disertai rasa gatal

yang hebat pada kulit kepala, berbau dan dengan atau tanpa peradangan. Ketombe

merupakan penyakit universal yang terjadi pada daerah tropis dengan kelembapan

dan suhu yang tinggi. Ketombe menyerang hampir semua usia baik anak usia kurang

1 bulan maupun anak pada masa pubertas dimana terjadi perubahan hormon yang

merangsang kelenjar sebasea untuk menghasilkan sebum, dan kelompok usia 25-40

tahun. Kelompok ras kaukasoid lebih rentan mengalami ketombe. Berdasarkan jenis

kelamin, ketombe lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita walaupun selisih

persentasenya 0,5%. Lebih dari 70% orang mengalami masalah ketombe hal ini

menyebabkan masalah sosial dan kurang percaya diri pada setiap individu (Oktaviani,

2012).

Ketombe mempunyai gambaran klinik berupa skuama yang berwarna putih

kekuningan, berupa serbuk putih atau berupa titik-titik pada rambut dan pundak

akibat terjadinya pelepasan lapisan keratin epidermal pada saat kulit kepala digaruk

yang kemudian menempel di batang rambut atau jatuh ke baju, rambut cenderung

rontok akibat dikorek, dan warna kulit kemerahan. Beberapa faktor pemicu terjadinya

ketombe yaitu: kurangnya kebersihan kulit kepala, aktivitas produksi kelenjar sebasea

pada kulit kepala berlebihan, obat-obatan yang menstimulasi kelenjar minyak, stres

14

psikis yang menyebabkan produksi kelenjar minyak meningkat, sensitivitas terhadap

produk perawatan rambut sehingga menyebabkan iritasi, infeksi akibat jamur, dan

menurunnya daya tahan tubuh. P. ovale sendiri bersifat lipofilik dan sering di

temukan di stratum korneum karena mikroorganisme ini membutuhkan asam lemak

bebas untuk bertahan hidup. Secara normal pertumbuhan mikroorganisme ini

seimbang apabila kadar produksi kelenjar sebasea tidak berlebihan dan meningkat

apabila aktivitas kelenjar sebasea berlebihan (Oktaviani, 2012).

Mekanisme terjadinya ketombe itu sendiri, diakibatkan hipersekresi sebum

sehingga memicu pertumbuhan P. ovale secara berlebihan. P. ovale akan memakan

minyak yang keluar dari pori-pori kepala, kemudian menghidrolisis trigliserida

menjadi asam lemak bebas dan menciptakan rantai panjang dan menengah sehingga

respon sel dimediasi dan diaktivasi mengakibatkan iritasi pada kulit kepala dan

menyebabkan hiperproliferasi dari stratum korneum (lapisan pelindung kulit).

Kelebihan sel kulit inilah yang menyebabkan sebagian sel tersebut mati dan jatuh.

Keratin mati dilepaskan sebagai gumpalan-gumpalan serpihan berwarna putih abu-

abu pada kulit kepala dan rambut (Oktaviani, 2012).

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya ketombe adalah cuaca dingin yang

menyebabkan suhu di kulit kepala menjadi lembab, sehingga dapat menciptakan

lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan jamur. Keringat yang disebabkan oleh

olahraga yang berlebihan disertai kurang membersihkan kulit kepala dapat

nenyebabkan terjadinya ketombe. Selain itu makanan yang berlemak tinggi dapat

memicu terjadinya ketombe, obat-obat penurun daya tahan kulit tubuh, dan penyakit

sistemik kronik.

15

Penatalaksanaan ketombe dilakukan secara teratur, konsisten, tekun, dan

menyeluruh. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik maupun topikal. Tujuan

pengobatan topikal adalah untuk mengurangi pertumbuhan P. ovale, mengurangi

hipersekresi kelenjar sebum, menghilangkan rasa gatal atau reaksi inflamasi,

mencegah kerontokan rambut, serta membersihkan rambut dan kulit kepala terhadap

kotoran yang berasal dari sekresi kulit, lingkungan, dan residu produk perawatan

rambut. Obat-obat yang digunakan secara topikal antara lain:

a. Asam salisilat adalah beta-hidroksi asam, agen keratolitik yang berguna dalam

menghilangkan sisik, kulit hiperkeratotik, dan mengurangi adhesi sel cellto

antara korneosit. Dalam peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018 kadar

Asam salisilat sebagai anti ketombe dibatasi 3% untuk produk dibilas dan 2%

produk lainnya.

b. Sulfur (belerang) bersifat keratolitik dan sifat antimikroba

c. Zinc pyrithione (ZPT) bersifat bakteriostatik, antimitosis, normalisasi

keratinisasi epitel stratum korneum, produksi sebum, sitotoksi, dan antimikroba.

d. Tar bersifat anti inflamasi, antiproliferatif dan sitostatik

e. Kortikosteroid topikal bersifat anti-inflamasi dan antiproliferatif

f. Selenium sulfida bersifat antimikroba, antimitotis ,anti-seboroik dan muncul

untuk menghasilkan efek sitostatik pada sel-sel epidermis dan folikel epitel.

Selenium sulfide dengan kadar 1% dan 2,5% digunakan pada kulit kepala untuk

mengontol gejala ketombe dan seborrheic dermatitis

g. Ketokenazole merupakan agen antimikotik spektrum luas yang aktif terhadap

Candida albicans dan Malassezia furfur

16

h. Pirokton olamine atau Oxtopirox merupakan terapi infeksi jamur sebagai salah

satu komponen shampoo anti ketombe pengganti seng pityrion

Apabila pengobatan topikal tidak berhasil, maka terapi yang dapat diberikan

secara kombinasi dengan glukokortikoid sistemik. Pada kasus yang berat tidak jarang

ditemukan infeksi sekunder, maka diberikan terapi antibiotic. Namun keberhasilan

pengobatan ditentukan oleh keteraturan perawaatan, menjaga kebersihan kulit kepala,

istirahat yang cukup, makan makanan yang sehat dan bergizi, serta menghindari

stress (Oktaviani, 2012).

D. Antijamur

Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu

pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Antimikroba menghambat

pertumbuhan mikroba dengan cara bakteriostatik atau bakterisida. Hambatan ini

terjadi sebagai akibat gangguan reaksi yang esensial untuk pertumbuhan. Reaksi

tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mensintesis makromolekul seperti

protein atau asam nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding sel atau membran sel

dan sebagainya. Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan sebagai gangguan pada

membran sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur, ini

adalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah diserang oleh antibiotik

turunan polien. Kompleks polien-ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori

dan melalui pori tersebut konstituen essensial sel jamur seperti ion K, fosfat

anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester fosfat bocor keluar hingga

menyebabkan kematian sel jamur. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel

jamur, mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan

17

imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur

dengan cara mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi membran dalam

proses pengangkutan senyawa – senyawa essensial yang dapat menyebabkan

ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan

kematian sel jamur (Sholichah 2010).

Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur, merupakan

mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antijamur terjadi

karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami metabolisme dalam sel jamur

menjadi suatu antimetabolit. Metabolik antagonis tersebut kemudian bergabung

dengan asam ribonukleat dan kemudian menghambat sintesis asam nukleat dan

protein jamur. Penghambatan mitosis jamur, efek antijamur ini terjadi karena adanya

senyawa antibiotik griseofulvin yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel,

kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan metafasa pembelahan

sel jamur (Sholichah 2010).

Ketokonazole banyak digunakan untuk pengobatan pada penyakit yang

disebabkan oleh jamur. Ketokonazole (1-[4-(4-{(2R, 4S)-2-(2,4-Dichlorophenyl)-

2(1H-imidazol-1-ylmethyl)-1,3-dioxolan-4-yl]methoxyphenyl)piperazin-1yl]ethan-1-

one) bekerja spesifik terhadap sel fungi dengan cara menghambat enzim sitokrom

P450 14-alpha-demethylase (P45014DM) yang terlibat dalam jalur biosintesis sterol

dan akan mengubah lanosterol menjadi ergosterol pada membrane sel fungi (Sriyani

et al, 2013).

18

E. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair.

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya

senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan

cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen

POM, 1995).

Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia yang

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

19

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan

bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

20

ruangan (kamar) yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40-500 C.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-980 C) selama waktu tertentu

(15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥300 C)

dengan temperatur sampai titik didih air.

6. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan

menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia)

dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa

menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara

kontiniu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran

(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat

air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau

memisah sebagian (Ditjen POM, 2000).

F. Hipotesis

21

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh dan daun sirih mengandung golongan senyawa

kimia yang memiliki aktivitas antijamur.

G. Kerangka Penelitian

22

Buah belimbing wuluh dan daun sirih

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh

Ekstrak etanol daun sirihEkstraksi

Identifikasi Senyawa Flavonoid, tannin, dan

alkaloid

Identifikasi Senyawa Flavonoid, tannin, dan

alkaloid

Kombinasi Ekstrak 1:1 dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%

Penentuan KHM metode potensi antibiotik

dibandingkan dengan Ketokonazol 2%

Antijamur/bukan antijamur

Determinasi

Pembuatan simplisia

KONSENTRASI (%)HASIL

No

1% 2% 3% 4% 5% Kontrol (-)

Kontrol(+)

23