BAB I2.docx

19
PERAWATAN KOMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST POWER SYNDROME DOSEN LESTARI MAKMURIANA, S.KEP. NERS KELOMPOK 7: DADANG SETIAWAN EKA RAJU SAPUTRA M. JIMI TAMIMI NOVA TRIARTI RIZKA ULLY OKTAVIANI YENI KELAS 2A (S1 SEMESTER IV) SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

description

bab 12

Transcript of BAB I2.docx

Page 1: BAB I2.docx

PERAWATAN KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST POWER SYNDROME

DOSEN

LESTARI MAKMURIANA, S.KEP. NERS

KELOMPOK 7:

DADANG SETIAWAN

EKA RAJU SAPUTRA

M. JIMI TAMIMI

NOVA TRIARTI

RIZKA ULLY OKTAVIANI

YENI

KELAS 2A (S1 SEMESTER IV)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2012/2013

Page 2: BAB I2.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayah – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yang di susun untuk

memenuhi tugas mata kuliah Perawatan Komunitas. Makalah ini berjudul Asuhan

Keperawatan pada Post Power Syndrome.

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun banyak mendapat bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Lestari Makmuriana, S.Kep, Ners selaku dosen mata kuliah Perawatan Komunitas.

Makalah ini merupakan salah satu unsur pelengkap yang di dalamnya masih

terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami memerlukan masukan – masukan untuk

menyempurnakan makalah ini, sehingga sesuai dengan yang diharapakan. Penulis juga

berharap, semoga isi yang ada di dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua unsur yang

telah memberikan masukan dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat

terselesaikan.

Pontianak, Juni 2013

Penyusun

Page 3: BAB I2.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjalani masa tua dengan bahagia dan sejahtera, merupakan dambaan semua

orang. Keadaan seperti ini hanya dapat dicapai oleh seseorang apabila orang tersebut

merasa sehat secara fisik, mental dan sosial, merasa dibutuhkan, merasa dicintai,

mempunyai harga diri serta dapat berpartisipasi dalam kehidupan.

Post power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja menjalani masa

pensiun. Istilah tersebut muncul untuk mereka yang mengalami gangguan psikologis

saat memasuki waktu pensiun. Stress, depresi, tidak bahagia merasa kehilangan harga

diri dan kehormatan adalah beberapa hal yang dialami oleh mereka yang terkena post

power syndrome.

Lansia sangat membutuhkan sekali peran serta dari keluarga untuk menangani

masalah post power syndrome tersebut agar lansia dapat menjalani masa tuanya dengan

bahagia, mandiri dan terhindar dari kesulitan yang mungkin muncul. Keluarga juga harus

mempunyai pengetahuan tentang post power syndrome agar dapat melakukan

perawatan serta pembinaan pada lansia untuk membantu mengurangi masalah yang

dihadapi oleh lansia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari post power syndrome?

2. Apa faktor penyebab post power syndrome?

3. Bagaimana gejala-gejala post power syndrome?

4. Bagaimana tipe kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome?

5. Bagaimana cara mencegah post power syndrome?

6. Bagaimana cara menanggulangi post power syndrome?

7. Apa fungsi keluarga dalam post power syndrome?

8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan post power syndrome?

Page 4: BAB I2.docx

C. Tujuan

1. Menjelaskan definisi post power syndrome.

2. Menjelaskan faktor penyebab post power syndrome.

3. Menjelaskan gejala-gejala post power syndrome.

4. Menjelaskan tipe kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome.

5. Menjelaskan cara mencegah post power syndrome.

6. Menjelaskan cara menanggulangi post power syndrome.

7. Menjelaskan fungsi keluarga dalam post power syndrome.

8. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan post power syndrome.

Page 5: BAB I2.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Post Power Syndrome adalah gejala kejiwaan yang kurang stabil yang muncul

tatkala seseorang turun dari jabatan yang dipegang sebelumnya serta kekhawatiran

memasuki masa tua dan persepsi yang menganggap diri semakin tua, merasa tidak

dihargai, dan tidak power full lagi (Handayani,2008).

Post power syndrome sebenarnya merupakan gangguan psikologis yang sering

menimpa banyak orang saat memasuki masa pensiun. Hal ini sering menimpa para

karyawan yang memiliki jabatan saat pensiun dan selalu dihargai para karyawan semasa

bekerjanya. Post power syndrome dapat menimpa orang yang pensiun normal dan

pensiun dini, baik pria maupun wanita (Wijayanto, 2009).

Post power syndrome yaitu gejala kejiwaan yang kurang stabil dan muncul

tatkala seseorang turun dari jabatan yang dimiliki sebelumnya, ditandai dengan wajah

yang tampak jauh lebih tua, pemurung, sakit-sakitan, lemah mudah tersinggung, merasa

tidak berharga, melakukan pola-pola kekerasan yang menunjukkan kemarahan baik

dirumah maupun tempat lain (Rini, 2001 dalam Handayani, 2008).

Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana ‘penderita’ hidup dalam

bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya atau karirnya,

kecerdasannya, kepemimpinannya, kecantikannya/ketampanannta atau hal yang lain),

dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.

B. FAKTOR PENYEBAB POST POWER SYNDROM

Menurut Turner & Helms (1983) dalam Handayani (2008), terdapat beberapa

faktor penyebab berkembangnya Post Power Syndrome pada diri seseorang yaitu :

1. Kehilangan jabatan yaitu kehilangan harga diri karena hilangnya jabatan individu

merasa kehilangan perasaan memiliki dan atau dimiliki, artinya dengan jabatan pula

individu merasa menjadi bagian penting dari institusi. Dengan jabatan pula individu

merasa lebih yakin atas dirinya, karena mendapat pengakuan atas kemampuannya.

Selain itu, individu tersebut merasa puas akan kepemilikan kekuasaan yang terkait

dengan jabatan yang diemban.

Page 6: BAB I2.docx

Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa individu yang masih bekerja memiliki

derajat self-esteem yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang sudah tidak

bekerja lagi. Individu yang pensiun akan mengalami penurunan harga diri yang

meliputi kehilangan perasaan diterima, diakui dan dihargai oleh keluarga,

masyarakat, dan rekan sekerja. Selain itu juga muncul perasaan tidak berdaya atau

tidak mampu lagi melakukan segala sesuatu seperti pekerjaanya yang membuat

tampak tidak berguna dan dibutuhkan lagi. Untuk itu dibutuhkan cara yang tepat

agar individu tidak selalu merasakan kehilangan harga diri, misalnya dengan

menyibukkan diri melalui aktifitas-aktifitas seperti terlibat dalam kegiatan sosial

sebagai volunter (Papalia, 2002), atau memperdalam ibadah dan pegetahuannya

dalam hal keagamaan untuk menjadi pemuka agama yang dihormati di daerahnya.

2. Kehilangan hubungan dengan kelompok eksklusif, misalnya kelompok Perwira

Tinggi, kelompok Komandan, kelompok Manager, dan lain-lain yang semula

memberikan kebanggan tersendiri. Individu kadangkala mengidentifikasikan dirinya

dengan kelompok sosial yang berarti bagi dirinya atau dibanggakannya. Dalam hal ini

kelompok sosial bisa kelompok bisnis atau kelompok seprofesinya. Dengan

terjadinya pensiun, maka individu kehilangan identitasnya tersebut sehingga

individu harus mengkonstruksi dan mengevaluasi identitas dirinya menjadi identitas

diri yang baru yang lebih rendah arti dan kebanggaan.

3. Kehilangan kewibawaan atau kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok

tertentu. Jabatan memberikan perasaan berarti yang menunjang peningkatan

kepercayaan diri seseorang. Misalnya saja, kehilangan kewibawaan di depan anak

buah atau lingkungan sekitar karena sudah tidak menjabat lagi.

Pekerjaan yang dilakukan individu sebelum pensiun mungkin merupakan pekerjaan

yang dapat menimbulkan kepuasan dan keberartian diri bagi individu. Dengan

datangnya pensiun, berarti segala atribut yang dimilikinya harus ditanggalkan

termasuk pekerjaan yang menimbulkan kepuasan tersebut, maka individu perlu

menyiapkan kegiatan pengganti agar kehilangan tersebut tidak menjadi masalah.

4. Kehilangan kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan, dengan jabatan yang

jelas, maka seseorang memiliki kerangka pelaksanaan tugas yang jelas, yang

berpengaruh terhadap kontak sosial pula. Pensiun tentunya menyebabkan individu

kehilangan sebagian besar kelompok sosialnya.

Page 7: BAB I2.docx

Pada individu sebagian besar waktunya habis di lingkungan pekerjaan maka

kelompok sosial yang paling besar dimilikinya adalah teman-teman sejawatnya,

bawahan, atasan, maupun klien-kliennya. Untuk mengatasi kehilangan kontak sosial

yang berorintasi pada pekerjaannya ini, maka individu harus mencari aktivitas-

aktivitas dan orang-orang di lingkungannya yang baru sebagai sumber dukungan

sosial baginya.

5. Kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan jabatan yang pernah

dipegang. Bagi sejumlah individu, tidak bekerja lagi berarti hilangnya sumber

keuangan. Hal ini mengakibatkan berubahnya cara atau pola hidup individu dan

keluarganya, yang sebelumnya hidup dengan berlebihan atau berkecukupan, kini

harus bisa lebih hemat.

C. GEJALA-GEJALA POST POWER SYNDROME

Menurut Dinsi (2006) dalam Handayani (2008), membagi gejala-gejala post power

syndrome ke dalam tiga tipe, yaitu:

1. Gejala Fisik.

Yaitu menjadi jauh lebih cepat tua tampaknya dibandingkan pada waktu dia

menjabat. Rambutnya menjadi putih semua, berkeriput, menjadi pemurung, sakit-

sakitan, dan tubuhnya menjadi lemah, tidak bergairah.

2. Gejala Emosi.

Yaitu cepat tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari

lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan lain sebagainya.

3. Gejala Perilaku.

Yaitu umumnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola

kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.

D. TIPE KEPRIBADIAN YANG RENTAN TERHADAP POST POWER SYNDROME

1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai kekurang

tangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya menjadi pegangan, penunjang

bagi ketidak tangguhan fungsi kepribadian secara menyeluruh.

2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan menganggap

pekerjaan sebagai satu – satunya kegiatan yang dinikmati dan seolah menjadi “ istri

Page 8: BAB I2.docx

pertama “ nya. Orang seperti ini akan sangat mengabaikan pemanfaatan masa cuti

dengan cara kerja, kerja dan kerja terus.

3. seseorang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya

selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.

4. Seseorang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga

diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.

5. Seseorang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan

untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya

orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang

sangat berarti dalam hidupnya.

E. CARA MENCEGAH POST POWER SYNDROME

Pencegahan post power syndrome dapat anda lakukan sejak satahun menjelang

masa pensiun. Pencegahan ini merupakan sebuah usaha untuk merubah kebiasaan anda

saat bekerja dengan harapan anda menjadi terbiasa saat memasuki usia pensiun.

Beberapa kebiasaan yang dapat dirubah, antara lain sebagai berikut (Wijayanto, 2009):

1. Kebiasaan memerintah dan menyuruh bawahan.

Sebagai atasan, bukan berarti harus selalu tergantung pada bawahan. Selama

bisa dan mampu mengerjakannya, ada baiknya melakukan sesuatunya sendiri.

2. Jika memiliki sekretaris, mulailah untuk tidak tergantung pada sekretaris.

Saat bekerja, atasan akan selalu diingatkan jadwal-jadwal pekerjaannya oleh

sekretaris pribadinya. Jika ada yang terlewat, seringkali sekretaris menerima omelan

dari atasannya. Saat masih berkuasa, mungkin kita bisa saja menyalahkan sekretaris

karena kelalainnya mencatat atau menyampaikan jadwal. Disaat pensiun nanti, kita

tidak lagi bersama dengan sekretaris kita yang selalu mengingatkan sekaligus terkena

omelan kita. Jika kita tidak merubah kebiasaan menyalahkan atau memarahi

sekretaris, dikhawatirkan kebiasaan ini akan terbawa saat pensiun nanti.

3. Mengurangi workholic.

Jika anda selalu menggunakan hari-hari libur untuk bekerja maka kurangilah

kebiasaan ini. Cobalah manfaatkan waktu kerja secara optimal sehingga waktu libur

dapat digunakan untuk kegiatan lain yang bermanfaat.

4. Kurangi rasa bangga terhadap pekerjaan, jabatan, dan kekuasaan yang anda miliki.

Page 9: BAB I2.docx

Tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan, jabatan dan kekuasaan yang dimiliki

menjadi kebanggaan diri dan keluarga. Namun jika berlebihan, hal ini dapat

menciptakan sebuah kesombongan sehingga seseorang menjadi mudah

meremehkan orang lain. Kebanggaan atas jabatan yang dimiliki jangan sampau

membuat anda di cap sombong oleh orang lain. Jika ini terjadi, saat pensiun anda

akan diremehkan orang lain. Bahkan anda akan menjadi minder karena anda

bukanlah seorang penguasa lagi.

5. Hubungi teman-teman lama anda.

Teman-teman lama yang seusia dapat anda hubungi untuk sekedar berbagi

cerita atau beraktivitas bersama. Dengan teman-teman lama, komunikasi akan lebih

selaras akan kondisi pensiun. Selain itu, dengan berkumpul dengan teman-teman

lama sangat memungkinkan untuk membuat usaha bersama. Hal ini dapat

disebabkan karena merasa satu nasib, yaitu sebagai pensiunan.

F. MENANGGULANGI POST POWER SYNDROM

Jika mengalami post power syndrome ada baiknya mencoba berbagai hal sebagai

berikut (Wijayanto,2009):

1. Lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

2. Menerima dan memahami kondisi bahwa anda tidak lagi menjadi pemimpin.

3. Lebih sering berkumpul dengan keluarga.

4. Mengendalikan emosi.

5. Berprinsip bahwa dengan pensiun kehidupan anda akan lebih baik.

6. Sering melakukan kegiatan sosial dilingkungan tempat tinggal.

G. FUNGSI KELUARGA DALAM POST POWER SYNDROME

Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post Power

Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit

keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita

Post Power Syndrome:

1. Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih anggota

keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga

yang lain dan unit ini secara keseluruhan.

Page 10: BAB I2.docx

2. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan

anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangaT penting bagi setiap aspek perawatan

kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase

rehabilitasi.

3. Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana

secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.

4. Dapat menemukan faktor – faktor resiko.

5. Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu –

individu dan berfungsinya mereka bila individu – individu tersebut dipandang dalam

konteks keluarga mereka.

6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu,

sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan kedalam

perencanaan tindakan bagi individu-individu.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

a. Data Umum mencakup:

1) Kepala keluarga

2) Alamat

3) Telepon

4) Pekerjaan kepala keluarga

5) Pendidikan kepala keluarga

6) Komposisi keluarga

7) Tipe keluarga

8) Suku bangsa

9) Agama

10) Status sosial ekonomi keluarga

11) Aktivitas rekreasi keluarga

b. Data yang perlu diperoleh dari pengkajian:

1) Berkaitan dengan keluarga:

a) Data demografi dan sosiokultural

Page 11: BAB I2.docx

b) Data lingkungan

c) Struktur dan fungsi keluarga

d) Stress dan koping keluarga yang digunakan keluarga

e) Perkembangan keluarga.

2) Berkaitan dengan individu sebagai anggota keluarga:

a) Fisik

b) Mental

c) Emosi

d) Sosial

e) Spiritual

c. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga, mencakup:

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini.

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

3) Riwayat kesehatan keluarga inti, riwayat masing-masing anggota keluarga.

4) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (generasi diatasnya).

d. Data lingkungan, meliputi:

1) Karakteristik rumah

2) Karakteristik tetangga dan komunitasnya

3) Mobilitas geografis keluarga

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.

5) Sistem pendukung keluarga.

e. Struktur keluarga, meliputi:

1) Struktur peran

2) Nilai atau norma keluarga

3) Pola komunikasi keluarga

4) Struktur kekuatan keluarga

Page 12: BAB I2.docx

f. Fungsi keluarga, meliputi:

1) Fungsi ekonomi

2) Fungsi mendapatkan status sosial

3) Fungsi pendidikan

4) Fungsi sosialisasi

5) Fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan.

6) Fungsi religious

7) Fungsi reproduksi

8) Fungsi afeksi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan perasaan diterima, diakui dan

dihargai oleh keluarga, masyarakat, dan rekan sekerja.

b. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan tidak adekuatnya

kesempatan untuk menyiapkan diri menghadapi stressor.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status dan / atau

fungsi peran.

3. Intervensi Keperawatan

Page 13: BAB I2.docx

BAB III

PENUTUP

Post Power Syndrome adalah gejala kejiwaan yang kurang stabil yang muncul tatkala

seseorang turun dari jabatan yang dipegang sebelumnya serta kekhawatiran memasuki

masa tua dan persepsi yang menganggap diri semakin tua, merasa tidak dihargai, dan tidak

power full lagi (Handayani,2008).

Menurut Dinsi (2006) dalam Handayani (2008), membagi gejala-gejala post power

syndrome ke dalam tiga tipe, yaitu:

1. Gejala Fisik.

Yaitu menjadi jauh lebih cepat tua tampaknya dibandingkan pada waktu dia

menjabat. Rambutnya menjadi putih semua, berkeriput, menjadi pemurung, sakit-

sakitan, dan tubuhnya menjadi lemah, tidak bergairah.

2. Gejala Emosi.

Yaitu cepat tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan

pergaulan, ingin bersembunyi, dan lain sebagainya.

3. Gejala Perilaku.

Yaitu umumnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola

kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.

Page 14: BAB I2.docx

Daftar Pustaka

Handayani, Yuli. (2008). Post Power Syndrome pada Pegawai Negeri Sipil yang Mengalami

Masa Pensiun. Diakses pada tanggal 14 Juni 2013 di

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/

Artikel_10503211.pdf

Wijayanto, Joannes. (2009). PHK dan Pensiun dini, siapa takut?. Jakarta : Penebar Plus.

http://hatyascenter.blogspot.com/2011/03/post-power-syndrom-pada-lansia.html