BAB I1

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Larutan merupakan suatu campuran homogen antara dua zat dari molekul, atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut dalam air. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Adapun kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui, dapat membantu dalam memilih medium

description

kelarutan instrinsik obat

Transcript of BAB I1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Larutan merupakan suatu campuran homogen antara dua zat dari molekul, atom

ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut dalam

air. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan

pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk

jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Adapun

kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut

dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan

sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler

homogen.

Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui, dapat

membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau

kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul

pada waktu pembuatan larutan farmasetik (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi

dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.

B. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk memperkenalkan konsep dan proses

pendukung sistem kelarutan obat dan menetukan parameter kelarutan zat.

C. Manfaat

Manfaat dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui konsep dan proses

pendukung sistem kelarutan obat dan parameter kelarutan zat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Campuran homogen antara dua zat atau lebih dikenal sebagai larutan. Suatu

campuran dikatan homogeny karena susunannya seragam sehingga tidak teramati

adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optik. Larutan

(solution) terdiri dari zat pelarut (solvent) dan satu atau lebih zat terlarut (solute).

Pelarut adalah medium tempat suatu zat lain melarut. Zat terlarut adalah zat yang

terdispersi di dalam pelarut.

Fase larutan yaitu solvent atau solute dapat berupa gas, zat cair, atau zat padat.

Semua gas dapat bercampur dengan sesamanya. Oleh karena itu, semua campuran gas

adalah larutan. Cairan pada umumnya dapat melarutkan berbagai macam padatan,

cairan lain, dan gas membentuk larutan. Suatu zat pada saat tertentu dapat berupa zat

terlarut dan pada saat yang lain berupa zat pelarut. Biasanya kita menyebut zat yang

paling banyak sebagai pelarut dan yang sedikit sebagai zat terlarut (Sumardjo,2006).

Teknik pemisahan yang berdasarkan saling tindak fasa dan pertukaran keadaan

fasa ditentukan oleh aturan fasa. Aturan fasa dikemukakan oleh Gibss (1876) dan

telah disebut dengan persamaan :

g = c – b +2

g adalah derajat kebebasan, b ialah bilangan fasa dan c ialah bilangan

komponen (Sanagi, 1998).

Larutan di mana cukup zat terlarut telah dilarutkan untuk mencapai

kesetimbangan pelarutan-pengendapan antara zat padat dan bentuk kelarutannya

disebut larutan jenuh. Cara untuk menekan kesetimbangan larutan adalah dengan

mengubah jumlah pelarut. Penambahan pelarut menurunkan konsentrasi spesies

terlarut, penambahan zat padat cenderung untuk mengembalikan konsentrasi spesies

terlarut ke kesetimbangannya. Jika pelarut yang ditambahkan terlalu banyak maka

semua zat padat akan larut, kemudian kesetimbangan larutan menurun, dan larutan

menjadi tidak jenuh (Oxtoby dkk., 2001).

Sebuah larutan jenuh dapat dihasilkan dengan melanjutkan penambahan zat

terlarut sampai tidak ada lagi yang bisa terurai, atau dengan meningkatkan

konsentrasi ion-ion sampai pengendapan terjadi. Faktor-faktor penting yang

mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dari pelarut, dan juga

kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut. Termasuk dalam kategori terakhir

ini adalah ion-ion yang mungkin juga tidak bergabung dalam ion-ion pada benda

padat, seperti ion-ion atau molekul-molekul yang membentuk molekul-molekul yang

sedikit terurai atau ion-ion kompleks dengan ion-ion dari benda padat tersebut (Day

& Underwood, 2002).

Kelarutan senyawa penyusun sangat rendah, hasil daya absorpsi pelarut sering

kali dikaitkan dengan hukum Henry : konsentrasi zat terlarut di dalam fasa gas

sebanding dengan konsentrasinya di fasa cair, dengan konstanta Henry sebagai faktor

pembanding. Tar merupakan campuran senyawa organik yang dihasilkan sebagai

akibat oksidasi termal atau oksidasi parsial (proses gasifikasi), dan pada umumnya

merupakan senyawa aromatik (Fadjarwaty & Susanto, 2010).

Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali

merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek

penentu kecepatan terhadap biovailabilitas obat. Tahap yang paling lambat didalam

suatu rangkaian proses kinetic disebut tahap penentu kecepatan.

Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu

metode in vitro, metode in situ dan metode in vivo. Abrsopsi in situ melalui usus

halus didasarkan atas penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus.

Metode ini digunakan untuk mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

permeabilitas dinding usus. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk

merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-

obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorpsi (Zulkarnain dkk., 2008).

Salah satu cara yang diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk

meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik dan hidrofobik adalah

dengan membuat sediaan emulsi (Jufri dkk.,2004).

B. Uraian Bahan

1. Akuades (Ditjen POM, 1979, Hal : 96)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Air suling

RM / BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Alkohol (Ditjen POM, 1979, Hal : 65)

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah

terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak

berasap

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klroform p dan

dalam eter p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api

Kegunaan : Sebagai zat tambahan

Bahaya : Apabila terhirup secara terus menerus dan dalam

jangka panjang akan terjadi gangguan pernapasan,

apabila terjadi kontak dengan kulit secara terus

menerus akan terjadi hilangnya lapisan lemak pada

kulit, apabila tertelan dapat menyebabkan terjadinya

sirosis pada hati

Pencegahan : Menggunakan alkohol dengan hati-hati dan tidak

mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol

3. Parasetamol (Ditjen POM, 1979, Hal : 37)

Nama resmi : Acetaminophenum

Nama lain : Asetaminofen

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa

pahit

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol

(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian

larutan gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol p,

larut dalam larutan alkali hidroksida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

Bahaya : Dapat meningkatkan resiko kanker darah karena pada

paracetamol ditemukan bahan kimia asetaminofen

yang bisa mengakibatkan peningkatan resiko kanker

darah dua persen, jika pemakaiannya empat kali

dalam seminggu

Pencegahan : Penggunaan paracetamol harus dalam dosis standar

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : gelas kimia, batang

pengaduk, corong, sendok tanduk, spektrofotometer, dan labu takar.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : parasetamol,

akuades, alkohol 95%, dan kertas saring.

B. Prosedur Kerja

1. Pembuatan campuran pelarut

a. Dibuat campuran pelarut air dan etanol dengan perbandingan air banding

etanol yaitu 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4

b. Dicampurkan 20 ml air dan 20 ml etanol untuk memperoleh pelarut dengan

perbandingan air dan etanol 1 : 1

c. Dicampurkan 13,3 ml air dan 26,6 ml etanol untuk memperoleh pelarut

dengan perbandingan air dan etanol 1 : 2

d. Dicampurkan 10 ml air dan 30 ml etanol untuk memperoleh pelarut

dengan perbandingan air dan etanol 1 : 3

e. Dicampurkan 8 ml air dan 32 ml etanol untuk memperoleh pelarut dengan

perbandingan air dan etanol 1 : 4

2. Larutan sampel

a. Dimasukkan serbuk parasetamol sedikiti demi sedikit ke dalam pelarut

campuran air dan etanol dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4

hingga diperoleh larutan jenuh

b. Disaring dan diambil filtratnya

3. Pembuatan larutan standar

a. Dibuat stok larutan standar konsentrasi 12%

b. Dimasukkan 6 g parasetamol ke dalam gelas kimia

c. Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol dengan perbandingan 1 : 4

dan diaduk hingga homogen

d. Dipindahkan larutan ke dalam labu takar 50 ml

e. Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol 1 : 4 hingga tanda tera

sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan konsentrasi 12%

f. Diencerkan larutan parasetamol yang telah diperoleh tadi dengan campuran

pelarut air dan etanol 1 : 4 hingga diperoleh larutan parasetamol dengan

konsentrasi 10%, 8%, 6%, 4%, dan 2%

4. Pengukuran absorbansi larutan standar

a. Diukur absorbansi larutan standar konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan

12% dengan spektrofotometer pada lamda maks 525 nm dan dengan

blangko pelarut campuran air dan etanol 1 : 4

b. Dicatat absorbansinya dan dibuat kurva standar

5. Pengukuran absorbansi sampel

a. Diukur absorbansi larutan sampel 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3 dan 1 : 4 dengan

spektrofotometer pada lamda maks 525nm dan dengan blangko pelarut

campuran air dan etanol 1 : 4

b. Dicatat absorbansinya dan dihitung konsentrasi parasetamol dengan

mensubtitusikan absorbansi sampel ke dalam persamaan garis yang telah

diperoleh

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Nilai absorbansi sampel

Perbandingan air dan etanol Abosbansi

1 : 10,059 A

1 : 20,34 A

1 : 30,133 A

1 : 40,034 A

2. Kurva standar

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

f(x) = 0.188571428571429 x − 0.0042R² = 0.915126050420168

Konsentrasi vs Absorbansi

absorbansiLinear (absorbansi)

3. Nilai absorbansi larutan standar

Konsentrasi (%) Absorbansi

20,002 A

40,003 A

60,005 A

80,008 A

100,016 A

120,020 A

4. Tabel konsentrasi parasetamol

Perbandingan Konsentrasi Parasetamol

1 : 10,33

1 : 21,82

1 : 30,72

1 : 40,20

B. Pembahasan

Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu

yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah

terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen.

Secara kuantitatif, kelarutan merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan

jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai

interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler

homogen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis

pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta

efek garam. Semakin tinggi temperatur maka akan mempercepat kelarutan zat,

semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan

adanya garam akan mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam

campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut

bersama, dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut

cosolven.

Berdasarkan pengujian kelarutan yang dilakukan dari beberapa literatur yaitu

sampel parasetamol yang digerus halus terlebih dahulu hingga halus dan ukurannya

homogen kemudian ditimbang sebanyak 100 mg  dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi. Lalu sampel parasetamol tersebut ditambah dengan 7 ml air. Hasilnya,

parasetamol larut dalam sejumlah air tertentu. Dalam hal ini, larut berarti terdispersi

sempurna dalam zat yang melarutkan. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan

bahwa satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air (1:70) sehingga dapat

diketahui bahwa sifat kelarutannya yaitu parasetamol larut di dalam air. Tahap yang

sama dilakukan untuk uji kelarutan parasetamol dalam etanol. Hasilnya yaitu 100 mg

parasetamol larut dalam 1 ml etanol, artinya satu bagian parasetamol larut dalam 10

bagian (1:10) etanol sehingga dapat diketahu bahwa sifat parasetamol adalah sangat

mudah larut dalam etanol.

Hal ini sesuai dengan literatur yaitu dalam Farmakope Indonesia. Sifat

kelarutan suatu senyawa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:

Sangat mudah larut : perbandingan 1:1 ; Mudah larut : perbandingan 1 : 10 dan Larut:

perbandingan 1 : 100.

Pada praktikum ini pula dilakukan pengujian kelarutan parasetamol dalam

campuran air dan etanol, didapatkan hasil yang sama dengan pengujian yang

dilakukan pada literatur yaitu parasetamol lebih cepat larut dalam perbandingan

etanol dan air 1 : 4 dengan jumlah air sebanyak 8 ml dan 32 ml etanol. Sehingga

untuk mencapai larutan jenuh perbandingan air dan etanol 1 : 4 ditambahkan lebih

banyak parasetamol dari perbandingan yang lain, sebab apabila parasetamol yang

dimasukkan masih dapat larut dalam campuran air dan etanol maka akan terjadi

peristiwa hampir jenuh, tetapi bila penambahan parasetamol terlalu banyak akan

terjadi peristiwa lewat jenuh, sehingga perlu dilakukan penimbangan parasetamol

yang akan ditambahkan.

Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam

kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh

adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah

konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.

Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam

konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu,

terdapat juga zat terlarut yang tidak larut.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan yang dapat kami tarik adala kelarutan suatu senyawa bergantung pada

sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur,

tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil , bergantung pada hal

terbaginya zat terlarut. Larutan satu akan mampu bercampur sempurna dengan larutan

lain apabila memiliki sifat (polaritas) yang sama atau tidak jauh berbeda. Bila

pencampuran dilakukan antarlarutan yang memiliki tingkat polaritas yang berbeda,

maka akan terbentuk lapisan antarmuka (interface) yang memisahkan kedua fase

larutan. Hasil parameter zat yang diperoleh yaitu : 0,002 A; 0,003 A; 0,005 A; 0,008

A; 0,016 A ; 0,020 A.

B. Saran

Mahasiswa yang selanjutnya akan melakukan praktikum kelarutan intrinsik

obat diharapkan dapat melakukan perhitungan dan pengukuran nilai absorbansi

dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A & Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga, Jakarta

Fadjarwaty, D & Susanto, H, 2010, Pengukuran Kelarutan Toluen dan Benzen dalam Minyak Nabati Dengan Kolom Gelembung, Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, ISSN : 1411-4216

Jufri, M., Binu, A., Rahmawati, J, 2004, Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah Ilmu kefarmasian, 1(3)

Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., Nachtrieb, N.H, 2001, Prinsip-prinsip Kimia Modern, Penerbit Erlangga, Jakarta

Sanagi, M.M, 1998, Teknik Pemisahan dalam Analisis Kimia, Penerbit Universiti Teknologi Malaysia, Johor Darul Ta’azim

Sumardjo, D, 2006, Pengantar Kimia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Zulkarnain, A.K., Kusumawida, A., Kurniawati, T, 2008, Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melallui Lumen Usus In Situ, Majalah Farmasi Indonesia, 19(1)

LAMPIRAN

1. Cara Kerja (Diagram Alir)

a. Pembuatan campuran pelarut

Dicampurkan 20 ml air dan 20 ml etanol untuk memperoleh

Air dan Etanol

pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 1

Dicampurkan 13,3 ml air dan 26,6 ml etanol untuk

memperoleh pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 2

Dicampurkan 10 ml air dan 30 ml etanol untuk memperoleh

pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 3

Dicampurkan 8 ml air dan 32 ml etanol untuk memperoleh

pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 4

Campuran air dan etanol dengan perbandingan air banding etanol yaitu 1 : 1, 1 : 2,

1 : 3, 1 : 4

b. Larutan sampel

- Dimasukkan sedikiti demi sedikit ke dalam pelarut campuran

air dan etanol dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4

Serbuk Parasetamol

hingga diperoleh larutan jenuh

- Disaring dan diambil filtratnya

Larutan jenuh parasetamol

c. Pembuatan larutan standar

- Dibuat stok larutan standar konsentrasi 12%

Parasetamol 6 g

- Dimasukkan 6 gr parasetamol ke dalam gelas kimia

- Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol dengan

perbandingan 1 : 4 dan diaduk hingga homogen

- Dipindahkan larutan ke dalam labu takar 50 ml

- Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol 1 : 4

hingga

tanda tera sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan

konsentrasi 12%

- Diencerkan larutan parasetamol yang telah diperoleh

tadi

dengan campuran pelarut air dan etanol 1 : 4 hingga diperoleh

larutan parasetamol dengan konsentrasi 10%, 8%, 6%, 4%, dan

2%

Larutan standar konsentrasi 12%, 10%, 8%, 6%, 4%, 2%

d. Pengukuran absorbansi larutan standar

Larutan Standar

- Diukur absorbansi larutan standar konsentrasi 2%, 4%,

6%,

8%, 10% dan 12% dengan spektronik 20 D pada lamda maks

525 nm dan dengan blangko pelarut campuran air dan etanol

1 : 4

- Dicatat absorbansinya dan dibuat kurva standar

Hasil Pengamatan…?

e. Pengukuran absorbansi sampel

- Diukur absorbansi larutan sampel dengan perbadingan

1 : 1, 1 :

2, 1 : 3 dan 1 : 4 dengan spektrofotometer pada lamda

maks 525 dan dengan blangko pelarut campuran air dan etanol

1 : 4

- Dicatat absorbansinya dan dihitung konsentrasi

parasetamol

dengan mensubtitusikan absorbansi sampel ke dalam

persamaan garis yang telah diperoleh

Hasil Pengamatan…?

Sampel

2. Perhitungan

a. Pembuatan campuran pelarut

1.) 1 : 1 3.) 1 : 3

40 ml = 1 : 1 40 ml = 1 : 3

1 = 12

× 40 = 20 ml 1 = 14

× 40 = 10 ml

1 = 12

× 40 = 20 ml 3 = 34

× 40 = 30 ml

2.) 1 : 2 4.) 1 : 4

40 ml = 1 : 2 40 ml = 1 : 4

1 = 13

× 40 = 13,3 ml 1 = 15

× 40 = 8 ml

2 = 23

× 40 = 26,6 ml 4 = 45

× 40 = 32 ml

b. Pembuatan larutan standar

12%

12% = X50

× 100%

600% = 100%

V = 600 %100 %

= 6 g

1.) 10% 2.) 8%

M × V = M × V M × V = M × V

12% × V = 10% × 10 ml 12% × V = 8% × 10 ml

12% × V = 100% ml 12% × V = 80% ml

V = 10012

V = 8012

V = 8,3 ml V = 6,6 ml

Pelarut : 10 – 8,3 = 1,7 ml Pelarut : 10 – 6,6 = 3,4 ml

3.) 6% 5.) 2%

M × V = M × V M × V = M × V

12% × V = 6% × 10 ml 12% × V = 2% × 10 ml

12% × V = 60% ml 12% × V = 20% ml

V = 6012

V = 2012

V = 5 ml V = 1,66 ml

Pelarut : 10 – 5 = 5 ml Pelarut : 10 – 1,66 = 8,34 ml

4.) 4%

M × V = M × V

12% × V = 4% × 10 ml

12% × V = 40% ml

V = 4012

V = 3,33 ml

Pelarut : 10 – 3,33 = 6,7 ml

c. Konsentrasi Parasetamol

1.) 1 : 1

y = 0,188x – 0,004

0,059 = 0,188x – 0,004

0,188x = 0,059 + 0,004

0,188x = 0,063

x = 0,33

2.) 1 : 2

y = 0,188x – 0,004

0,34 = 0,188x – 0,004

0,188x = 0,34 + 0,004

0,188x = 0,344

x = 1,82

3.) 1 : 3

y = 0,188x – 0,004

0,133 = 0,188x – 0,004

0,188x = 0,133 + 0,004

0,188x = 0,137

x = 0,72

4.) 1 : 4

y = 0,188x – 0,004

0,034 = 0,188x – 0,004

0,188x = 0,034 + 0,004

0,188x = 0,038

x = 0,20