BAB I1
description
Transcript of BAB I1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Larutan merupakan suatu campuran homogen antara dua zat dari molekul, atom
ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut dalam
air. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan
pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk
jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Adapun
kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen.
Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui, dapat
membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul
pada waktu pembuatan larutan farmasetik (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi
dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.
B. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk memperkenalkan konsep dan proses
pendukung sistem kelarutan obat dan menetukan parameter kelarutan zat.
C. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui konsep dan proses
pendukung sistem kelarutan obat dan parameter kelarutan zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Campuran homogen antara dua zat atau lebih dikenal sebagai larutan. Suatu
campuran dikatan homogeny karena susunannya seragam sehingga tidak teramati
adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optik. Larutan
(solution) terdiri dari zat pelarut (solvent) dan satu atau lebih zat terlarut (solute).
Pelarut adalah medium tempat suatu zat lain melarut. Zat terlarut adalah zat yang
terdispersi di dalam pelarut.
Fase larutan yaitu solvent atau solute dapat berupa gas, zat cair, atau zat padat.
Semua gas dapat bercampur dengan sesamanya. Oleh karena itu, semua campuran gas
adalah larutan. Cairan pada umumnya dapat melarutkan berbagai macam padatan,
cairan lain, dan gas membentuk larutan. Suatu zat pada saat tertentu dapat berupa zat
terlarut dan pada saat yang lain berupa zat pelarut. Biasanya kita menyebut zat yang
paling banyak sebagai pelarut dan yang sedikit sebagai zat terlarut (Sumardjo,2006).
Teknik pemisahan yang berdasarkan saling tindak fasa dan pertukaran keadaan
fasa ditentukan oleh aturan fasa. Aturan fasa dikemukakan oleh Gibss (1876) dan
telah disebut dengan persamaan :
g = c – b +2
g adalah derajat kebebasan, b ialah bilangan fasa dan c ialah bilangan
komponen (Sanagi, 1998).
Larutan di mana cukup zat terlarut telah dilarutkan untuk mencapai
kesetimbangan pelarutan-pengendapan antara zat padat dan bentuk kelarutannya
disebut larutan jenuh. Cara untuk menekan kesetimbangan larutan adalah dengan
mengubah jumlah pelarut. Penambahan pelarut menurunkan konsentrasi spesies
terlarut, penambahan zat padat cenderung untuk mengembalikan konsentrasi spesies
terlarut ke kesetimbangannya. Jika pelarut yang ditambahkan terlalu banyak maka
semua zat padat akan larut, kemudian kesetimbangan larutan menurun, dan larutan
menjadi tidak jenuh (Oxtoby dkk., 2001).
Sebuah larutan jenuh dapat dihasilkan dengan melanjutkan penambahan zat
terlarut sampai tidak ada lagi yang bisa terurai, atau dengan meningkatkan
konsentrasi ion-ion sampai pengendapan terjadi. Faktor-faktor penting yang
mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dari pelarut, dan juga
kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut. Termasuk dalam kategori terakhir
ini adalah ion-ion yang mungkin juga tidak bergabung dalam ion-ion pada benda
padat, seperti ion-ion atau molekul-molekul yang membentuk molekul-molekul yang
sedikit terurai atau ion-ion kompleks dengan ion-ion dari benda padat tersebut (Day
& Underwood, 2002).
Kelarutan senyawa penyusun sangat rendah, hasil daya absorpsi pelarut sering
kali dikaitkan dengan hukum Henry : konsentrasi zat terlarut di dalam fasa gas
sebanding dengan konsentrasinya di fasa cair, dengan konstanta Henry sebagai faktor
pembanding. Tar merupakan campuran senyawa organik yang dihasilkan sebagai
akibat oksidasi termal atau oksidasi parsial (proses gasifikasi), dan pada umumnya
merupakan senyawa aromatik (Fadjarwaty & Susanto, 2010).
Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali
merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek
penentu kecepatan terhadap biovailabilitas obat. Tahap yang paling lambat didalam
suatu rangkaian proses kinetic disebut tahap penentu kecepatan.
Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu
metode in vitro, metode in situ dan metode in vivo. Abrsopsi in situ melalui usus
halus didasarkan atas penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus.
Metode ini digunakan untuk mempelajari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
permeabilitas dinding usus. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk
merancang obat dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-
obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorpsi (Zulkarnain dkk., 2008).
Salah satu cara yang diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk
meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik dan hidrofobik adalah
dengan membuat sediaan emulsi (Jufri dkk.,2004).
B. Uraian Bahan
1. Akuades (Ditjen POM, 1979, Hal : 96)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
RM / BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Alkohol (Ditjen POM, 1979, Hal : 65)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klroform p dan
dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Bahaya : Apabila terhirup secara terus menerus dan dalam
jangka panjang akan terjadi gangguan pernapasan,
apabila terjadi kontak dengan kulit secara terus
menerus akan terjadi hilangnya lapisan lemak pada
kulit, apabila tertelan dapat menyebabkan terjadinya
sirosis pada hati
Pencegahan : Menggunakan alkohol dengan hati-hati dan tidak
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol
3. Parasetamol (Ditjen POM, 1979, Hal : 37)
Nama resmi : Acetaminophenum
Nama lain : Asetaminofen
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
larutan gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol p,
larut dalam larutan alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
Bahaya : Dapat meningkatkan resiko kanker darah karena pada
paracetamol ditemukan bahan kimia asetaminofen
yang bisa mengakibatkan peningkatan resiko kanker
darah dua persen, jika pemakaiannya empat kali
dalam seminggu
Pencegahan : Penggunaan paracetamol harus dalam dosis standar
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : gelas kimia, batang
pengaduk, corong, sendok tanduk, spektrofotometer, dan labu takar.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : parasetamol,
akuades, alkohol 95%, dan kertas saring.
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan campuran pelarut
a. Dibuat campuran pelarut air dan etanol dengan perbandingan air banding
etanol yaitu 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4
b. Dicampurkan 20 ml air dan 20 ml etanol untuk memperoleh pelarut dengan
perbandingan air dan etanol 1 : 1
c. Dicampurkan 13,3 ml air dan 26,6 ml etanol untuk memperoleh pelarut
dengan perbandingan air dan etanol 1 : 2
d. Dicampurkan 10 ml air dan 30 ml etanol untuk memperoleh pelarut
dengan perbandingan air dan etanol 1 : 3
e. Dicampurkan 8 ml air dan 32 ml etanol untuk memperoleh pelarut dengan
perbandingan air dan etanol 1 : 4
2. Larutan sampel
a. Dimasukkan serbuk parasetamol sedikiti demi sedikit ke dalam pelarut
campuran air dan etanol dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4
hingga diperoleh larutan jenuh
b. Disaring dan diambil filtratnya
3. Pembuatan larutan standar
a. Dibuat stok larutan standar konsentrasi 12%
b. Dimasukkan 6 g parasetamol ke dalam gelas kimia
c. Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol dengan perbandingan 1 : 4
dan diaduk hingga homogen
d. Dipindahkan larutan ke dalam labu takar 50 ml
e. Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol 1 : 4 hingga tanda tera
sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan konsentrasi 12%
f. Diencerkan larutan parasetamol yang telah diperoleh tadi dengan campuran
pelarut air dan etanol 1 : 4 hingga diperoleh larutan parasetamol dengan
konsentrasi 10%, 8%, 6%, 4%, dan 2%
4. Pengukuran absorbansi larutan standar
a. Diukur absorbansi larutan standar konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan
12% dengan spektrofotometer pada lamda maks 525 nm dan dengan
blangko pelarut campuran air dan etanol 1 : 4
b. Dicatat absorbansinya dan dibuat kurva standar
5. Pengukuran absorbansi sampel
a. Diukur absorbansi larutan sampel 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3 dan 1 : 4 dengan
spektrofotometer pada lamda maks 525nm dan dengan blangko pelarut
campuran air dan etanol 1 : 4
b. Dicatat absorbansinya dan dihitung konsentrasi parasetamol dengan
mensubtitusikan absorbansi sampel ke dalam persamaan garis yang telah
diperoleh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Nilai absorbansi sampel
Perbandingan air dan etanol Abosbansi
1 : 10,059 A
1 : 20,34 A
1 : 30,133 A
1 : 40,034 A
2. Kurva standar
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14%0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
f(x) = 0.188571428571429 x − 0.0042R² = 0.915126050420168
Konsentrasi vs Absorbansi
absorbansiLinear (absorbansi)
3. Nilai absorbansi larutan standar
Konsentrasi (%) Absorbansi
20,002 A
40,003 A
60,005 A
80,008 A
100,016 A
120,020 A
4. Tabel konsentrasi parasetamol
Perbandingan Konsentrasi Parasetamol
1 : 10,33
1 : 21,82
1 : 30,72
1 : 40,20
B. Pembahasan
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu
yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven telah
terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogen.
Secara kuantitatif, kelarutan merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis
pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan, serta
efek garam. Semakin tinggi temperatur maka akan mempercepat kelarutan zat,
semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan dengan
adanya garam akan mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam
campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut
bersama, dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat disebut
cosolven.
Berdasarkan pengujian kelarutan yang dilakukan dari beberapa literatur yaitu
sampel parasetamol yang digerus halus terlebih dahulu hingga halus dan ukurannya
homogen kemudian ditimbang sebanyak 100 mg dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Lalu sampel parasetamol tersebut ditambah dengan 7 ml air. Hasilnya,
parasetamol larut dalam sejumlah air tertentu. Dalam hal ini, larut berarti terdispersi
sempurna dalam zat yang melarutkan. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan
bahwa satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air (1:70) sehingga dapat
diketahui bahwa sifat kelarutannya yaitu parasetamol larut di dalam air. Tahap yang
sama dilakukan untuk uji kelarutan parasetamol dalam etanol. Hasilnya yaitu 100 mg
parasetamol larut dalam 1 ml etanol, artinya satu bagian parasetamol larut dalam 10
bagian (1:10) etanol sehingga dapat diketahu bahwa sifat parasetamol adalah sangat
mudah larut dalam etanol.
Hal ini sesuai dengan literatur yaitu dalam Farmakope Indonesia. Sifat
kelarutan suatu senyawa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
Sangat mudah larut : perbandingan 1:1 ; Mudah larut : perbandingan 1 : 10 dan Larut:
perbandingan 1 : 100.
Pada praktikum ini pula dilakukan pengujian kelarutan parasetamol dalam
campuran air dan etanol, didapatkan hasil yang sama dengan pengujian yang
dilakukan pada literatur yaitu parasetamol lebih cepat larut dalam perbandingan
etanol dan air 1 : 4 dengan jumlah air sebanyak 8 ml dan 32 ml etanol. Sehingga
untuk mencapai larutan jenuh perbandingan air dan etanol 1 : 4 ditambahkan lebih
banyak parasetamol dari perbandingan yang lain, sebab apabila parasetamol yang
dimasukkan masih dapat larut dalam campuran air dan etanol maka akan terjadi
peristiwa hampir jenuh, tetapi bila penambahan parasetamol terlalu banyak akan
terjadi peristiwa lewat jenuh, sehingga perlu dilakukan penimbangan parasetamol
yang akan ditambahkan.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh
adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu.
Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu,
terdapat juga zat terlarut yang tidak larut.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan yang dapat kami tarik adala kelarutan suatu senyawa bergantung pada
sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur,
tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil , bergantung pada hal
terbaginya zat terlarut. Larutan satu akan mampu bercampur sempurna dengan larutan
lain apabila memiliki sifat (polaritas) yang sama atau tidak jauh berbeda. Bila
pencampuran dilakukan antarlarutan yang memiliki tingkat polaritas yang berbeda,
maka akan terbentuk lapisan antarmuka (interface) yang memisahkan kedua fase
larutan. Hasil parameter zat yang diperoleh yaitu : 0,002 A; 0,003 A; 0,005 A; 0,008
A; 0,016 A ; 0,020 A.
B. Saran
Mahasiswa yang selanjutnya akan melakukan praktikum kelarutan intrinsik
obat diharapkan dapat melakukan perhitungan dan pengukuran nilai absorbansi
dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A & Underwood, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga, Jakarta
Fadjarwaty, D & Susanto, H, 2010, Pengukuran Kelarutan Toluen dan Benzen dalam Minyak Nabati Dengan Kolom Gelembung, Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, ISSN : 1411-4216
Jufri, M., Binu, A., Rahmawati, J, 2004, Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah Ilmu kefarmasian, 1(3)
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., Nachtrieb, N.H, 2001, Prinsip-prinsip Kimia Modern, Penerbit Erlangga, Jakarta
Sanagi, M.M, 1998, Teknik Pemisahan dalam Analisis Kimia, Penerbit Universiti Teknologi Malaysia, Johor Darul Ta’azim
Sumardjo, D, 2006, Pengantar Kimia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Zulkarnain, A.K., Kusumawida, A., Kurniawati, T, 2008, Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam Melallui Lumen Usus In Situ, Majalah Farmasi Indonesia, 19(1)
LAMPIRAN
1. Cara Kerja (Diagram Alir)
a. Pembuatan campuran pelarut
Dicampurkan 20 ml air dan 20 ml etanol untuk memperoleh
Air dan Etanol
pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 1
Dicampurkan 13,3 ml air dan 26,6 ml etanol untuk
memperoleh pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 2
Dicampurkan 10 ml air dan 30 ml etanol untuk memperoleh
pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 3
Dicampurkan 8 ml air dan 32 ml etanol untuk memperoleh
pelarut dengan perbandingan air dan etanol 1 : 4
Campuran air dan etanol dengan perbandingan air banding etanol yaitu 1 : 1, 1 : 2,
1 : 3, 1 : 4
b. Larutan sampel
- Dimasukkan sedikiti demi sedikit ke dalam pelarut campuran
air dan etanol dengan perbandingan 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4
Serbuk Parasetamol
hingga diperoleh larutan jenuh
- Disaring dan diambil filtratnya
Larutan jenuh parasetamol
c. Pembuatan larutan standar
- Dibuat stok larutan standar konsentrasi 12%
Parasetamol 6 g
- Dimasukkan 6 gr parasetamol ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol dengan
perbandingan 1 : 4 dan diaduk hingga homogen
- Dipindahkan larutan ke dalam labu takar 50 ml
- Ditambahkan pelarut campuran air dan etanol 1 : 4
hingga
tanda tera sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan
konsentrasi 12%
- Diencerkan larutan parasetamol yang telah diperoleh
tadi
dengan campuran pelarut air dan etanol 1 : 4 hingga diperoleh
larutan parasetamol dengan konsentrasi 10%, 8%, 6%, 4%, dan
2%
Larutan standar konsentrasi 12%, 10%, 8%, 6%, 4%, 2%
d. Pengukuran absorbansi larutan standar
Larutan Standar
- Diukur absorbansi larutan standar konsentrasi 2%, 4%,
6%,
8%, 10% dan 12% dengan spektronik 20 D pada lamda maks
525 nm dan dengan blangko pelarut campuran air dan etanol
1 : 4
- Dicatat absorbansinya dan dibuat kurva standar
Hasil Pengamatan…?
e. Pengukuran absorbansi sampel
- Diukur absorbansi larutan sampel dengan perbadingan
1 : 1, 1 :
2, 1 : 3 dan 1 : 4 dengan spektrofotometer pada lamda
maks 525 dan dengan blangko pelarut campuran air dan etanol
1 : 4
- Dicatat absorbansinya dan dihitung konsentrasi
parasetamol
dengan mensubtitusikan absorbansi sampel ke dalam
persamaan garis yang telah diperoleh
Hasil Pengamatan…?
Sampel
2. Perhitungan
a. Pembuatan campuran pelarut
1.) 1 : 1 3.) 1 : 3
40 ml = 1 : 1 40 ml = 1 : 3
1 = 12
× 40 = 20 ml 1 = 14
× 40 = 10 ml
1 = 12
× 40 = 20 ml 3 = 34
× 40 = 30 ml
2.) 1 : 2 4.) 1 : 4
40 ml = 1 : 2 40 ml = 1 : 4
1 = 13
× 40 = 13,3 ml 1 = 15
× 40 = 8 ml
2 = 23
× 40 = 26,6 ml 4 = 45
× 40 = 32 ml
b. Pembuatan larutan standar
12%
12% = X50
× 100%
600% = 100%
V = 600 %100 %
= 6 g
1.) 10% 2.) 8%
M × V = M × V M × V = M × V
12% × V = 10% × 10 ml 12% × V = 8% × 10 ml
12% × V = 100% ml 12% × V = 80% ml
V = 10012
V = 8012
V = 8,3 ml V = 6,6 ml
Pelarut : 10 – 8,3 = 1,7 ml Pelarut : 10 – 6,6 = 3,4 ml
3.) 6% 5.) 2%
M × V = M × V M × V = M × V
12% × V = 6% × 10 ml 12% × V = 2% × 10 ml
12% × V = 60% ml 12% × V = 20% ml
V = 6012
V = 2012
V = 5 ml V = 1,66 ml
Pelarut : 10 – 5 = 5 ml Pelarut : 10 – 1,66 = 8,34 ml
4.) 4%
M × V = M × V
12% × V = 4% × 10 ml
12% × V = 40% ml
V = 4012
V = 3,33 ml
Pelarut : 10 – 3,33 = 6,7 ml
c. Konsentrasi Parasetamol
1.) 1 : 1
y = 0,188x – 0,004
0,059 = 0,188x – 0,004
0,188x = 0,059 + 0,004
0,188x = 0,063
x = 0,33
2.) 1 : 2
y = 0,188x – 0,004
0,34 = 0,188x – 0,004
0,188x = 0,34 + 0,004
0,188x = 0,344
x = 1,82
3.) 1 : 3
y = 0,188x – 0,004
0,133 = 0,188x – 0,004
0,188x = 0,133 + 0,004
0,188x = 0,137
x = 0,72
4.) 1 : 4
y = 0,188x – 0,004
0,034 = 0,188x – 0,004
0,188x = 0,034 + 0,004