BAB I xxxx

54
BAB I PENDAHULUAN Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700), karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan. 1 Salah satu penyebab dari tingginya mortalitas dan morbiditas ibu bersalin adalah hipertensi yang karena tidak di tangani dengan benar berujung pada preeklsamsia dan eklamsia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan. Oleh karena itu, ditekankan bahwa pengetahuan tentang pengelolaan sindroma preeklampsia berat dengan hipertensi, edema dan protein urine harus benar – benar dipahami dan ditangani dengan benar oleh semua tenaga medis. Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi kejang pada eklampsia juga mencegah terjadinya kejadian kejang pada kasus pre eklampsia berat dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk itu direkomendasikan 1

description

gg

Transcript of BAB I xxxx

Page 1: BAB I xxxx

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insidens

eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700), karena itu kejadian

kejang ini harus dihindarkan.1

Salah satu penyebab dari tingginya mortalitas dan morbiditas ibu bersalin adalah

hipertensi yang karena tidak di tangani dengan benar berujung pada preeklsamsia dan

eklamsia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan. Oleh karena

itu, ditekankan bahwa pengetahuan tentang pengelolaan sindroma preeklampsia berat dengan

hipertensi, edema dan protein urine harus benar – benar dipahami dan ditangani dengan benar

oleh semua tenaga medis.

Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara

pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif

untuk mengatasi kejang pada eklampsia juga mencegah terjadinya kejadian kejang pada

kasus pre eklampsia berat dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk itu

direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam pengobatan eklampsia dan pre eklampsia

berat. 1

Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Henderson-Smart, Attallah (1997)

menyatakan bahwa Magnesium sulfat dapat digunakan dengan mudah di negara berkembang,

karena obat ini tidak mahal dan tidak memerlukan teknologi tinggi dalam penerapannya.

Magnesium sulfat hendaknya digunakan sebagai standar pembanding bagi obat lain untuk

mengatasi kejang pada eklampsia dan mencegah kejang pada kasus pre eklampsia berat. 1

1

Page 2: BAB I xxxx

Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung penggunaan

Magnesium sulfat untuk mencegah terjadinya kejang pada kasus pre eklampsia berat dan

harus direkomendasikan sebagai obat terpilih. 1

Pre eklampsia yang berujung pada eklampsia merupakan salah satu sebab utama

kematian ibu di semua negara dan mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap

tahun. Magnesium sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan

Preeklampsia/ Eklampsia. 1

Air ketuban (cairan amnion) diproduksi oleh sel (endotel) yang melapisi kantung

ketuban dan permukaan plasenta dan peresapan cairan melewati membran kantung ketuban.

Pada proposisi lebih besar, air ketuban dihasilkan urin janin. Dalam keadaan sehat, janin akan

minum air ketuban dan mengeluarkan kembali dalam bentuk urin, sehingga seolah-olah

terjadi suatu siklus yang berulang. Dalam air ketuban juga dijumpai sel-sel dalam rambut

(lanugo) yang terlepas serta butiran lemak yang bisa melapisi permukaan kulit bayi (verniks

kaseosa). Pada suatu keaadan tertentu, air ketuban didapatkan dalam jumlah yang lebih dari

normal keadaan ini disebut polihidramnion atau kadang disebut hidramnion saja.2,3,4

Volume air ketuban bervariasi menurut usia kehamilan, puncaknya di umur

kehamilan sekitar 33 minggu, volume air ketuban berkisar 1 - 1,5 liter. Pada kasus

polihidromnion bisa sampai 3 liter, bahkan 5 liter. Produksi air ketuban yang abnormal baru

biasa terjadi sebelum umur kehamilan mencapai 22 minggu atau 5 bulan. Penyebab

polihidromnion belum dipastikan secara benar, salah satu yang dicurugai adanya proses

infeksi. Dua per tiga kasus polihidromnion tidak diketeahui sebabnya. 4

Polihidramnion meningkatkan resiko kelahiran prematur dan resiko komplikasi

persalinan. Kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan lebih tinggi dibanding dari pada

perlekatannya sebelum operasi dan terjadinya kematian janin didalam kandungan. Kejadian

2

Page 3: BAB I xxxx

bedah sectio caesarea juga lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan biasa karena lebih

banyak yang tidak normal. 4

Kasus polihidramnion berkisar 0.5 - 1 % dari kehamilan. Multigravida (hamil >1)

lebih sering daripada primigravida (hamil pertama). Penyebabnya (1) Adanya kelainan pada

bayi seperti anencephali, spina bifida, sumbatan saluran makanan bayi, tumor di leher bayi

(2) Kelainan plasenta: adanya tumor pada plasenta (3) Kehamilan kembar (4) Penyakit ibu

seperti: Diabetes, kelainan ginjal atau jantung. 4

3

Page 4: BAB I xxxx

BAB II

KERANGKA TEORI

Definisi Preeklampsia berat

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan protein

urine yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3

kehamilan. Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat

menyebabkan kematian pada ibu dan bayi pada masa ante, intra dan post partum. Dari gejala-

gejala klinik, Preeklampsia dapat dibagi menjadi Preeklampsia Ringan, Preeklampsia Sedang

dan Preeklampsia Berat.1

Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema

pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk

menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih

diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan

tekanan diastolik sebenernya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15

mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.

Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan

istirahat. 1,2

Preeklampsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, dan

apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan

sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl (+ 1 pada

4

Page 5: BAB I xxxx

disptick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat

luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel

acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan.2,4

Pada spesimen biopsi ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi,

umumnya mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang

dianggap khas untuk preeklampsia. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan

histologi glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat

kehamilan. Pada kenyataannya, preeklampsi secara klinis mulai tampak hanya menjelang

akhir suatu proses patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan timbulnya

hipertensi. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah hipertensi plus

proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis

preeklampsia. Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada test fungsi ginjal, hati, dan

hematologis meningkatkan kepastian preeklampsia. 2,4

Keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai

kelainan. Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi

kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklampsia ringan dan berat dapat

menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat dengan cepat berkembang menjadi

penyakit berat. 4

Gangguan Hipertensi pada Kehamilan : Indikasi keparahan4

5

Page 6: BAB I xxxx

Kelainan Ringan Berat

TD diastolik < 100 mmHg 110 mmHg atau

lebih

Proteinuria Samar (trace)

sampai + 1

+2 persisten atau

lebih

Nyeri kepala Tidak ada Ada

Gangguan

penglihatan

Tidak ada Ada

Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada

Oligouria Tidak ada Ada

Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)

Kreatinin Serum Normal Meningkat

Trombositopenia Tidak ada Ada

Peningkatan enzim

hati

Minimal Nyata

Pertumbuhan janin

terhambat

Tidak ada Jelas

Edema paru Tidak ada Ada

Walaupun hipertensi adalah prasyarat untuk mendiagnosis preeklampsia, tekanan

darah saja tidak selalu dapat digunakan sebagai indikator yang handal untuk menentukan

keparahan. Sebagai contoh, seorang wanita usia remaja bertubuh kurus mungkin mengalami

proteinuria +3 dan kejang ketika tekanan darahnya 140/85 mmHg, sedangkan sebagian besar

wanita dengan tekanan darah setinggi 180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Kejang

6

Page 7: BAB I xxxx

biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena itu, kedua

gejala ini dianggap berbahaya. 4

Friedman (1979) menyimpulkan bahwa 70 persen peningkatan kematian janin pada

para wanita disebabkan oleh infark besar pada plasenta, ukuran plasenta yang terlalu kecil,

dan solusio plasenta. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab ini biasanya timbul pada akhir

perjalanan penyakit. Jelaslah, proteinuria +2 atau lebih yang menetap, atau ekskresi protein

urin 24 jam sebesar 2 g atau lebih, adalah preeklampsi berat. Apabila kelainan ginjalnya

parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat. 1,2,4

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis,

iskemia dan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glissom. Nyeri khas ini sering

disertai peningkatan enzim hati dalam serum, dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri

kehamilan. Nyeri menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul

yang sangat berbahaya. Untungnya ruptur hati jarang terjadi dan paling sering menyertai

hipertensi pada wanita berumur dan multipara. 2,4

Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia dan mungkin disebabkan

oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh

vasospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia,

hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia, menunjukkan penyaskit yang parah. 2,4

Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan

edema paru serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.

Gejala dan tanda pre-eklampsia berat4,10 :

7

Page 8: BAB I xxxx

1. Tekanan sistolik ≥160 mmHg

2. Tekanan diastolik ≥ 110 mmHg

3. Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus

4. Trombosit < 100.000 /mm3

5. Oligouria < 400 ml/24 jam

6. Proteinuria > 3 g/liter

7. Nyeri epigastrium

8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

9. Perdarahan retina

10. Edema paru-paru dan sianosis

11. Koma

Etiologi Pre-eklampsia Berat

Apa yang menjadi penyebab pre eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum

diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-muasabab penyakit

tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang

dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan

molahidatidosa ;

2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan ;

8

Page 9: BAB I xxxx

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam

uterus;

4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. 10

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga

penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan

dengan terjadinya preeklampsia adalah :

1. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya Preeklampsia. Ini

terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya

kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1

2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan

berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons

imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan

berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas

pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita Preeklampsia-Eklampsia :

9

Page 10: BAB I xxxx

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun

dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada

Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem

imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada

bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.4,10

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga

menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,

sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.4,10

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan

melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada

kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia

pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak

dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada

ipar mereka.4,10

10

Page 11: BAB I xxxx

5. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak

essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan

menyebabkan “Loss Angiotensin Refractoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.4,9

6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi

penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan

kerusakan endotel.8

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah

iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang

bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor

yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan

sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. 10

Patologi Pre eklampsia berat

Pre-eklampsia berat jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,

sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal dari penderita eklampsia yang

meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa

perubahan anatomi patologik pada alat-alat itu pada pre eklampsia tidak banyak berbeda

11

Page 12: BAB I xxxx

daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada

perubahan histopatologik yang khas pada pre eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark,

nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam

berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospamus

arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam

patogenesis kelainan-kelainan tersebut. 10

Patofisiologi preeklampsia berat

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan

gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya

Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang

berkurang.9

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan

kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lactogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan

absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin,

terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai

penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang

dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel

mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan

darah.9

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin

berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan

peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.

Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek

12

Page 13: BAB I xxxx

vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan

hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan

tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran

darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang

menyebabkan dilepasnya Endothelin–1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini

menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti

thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan

ke berbagai sistem organ. 9

Frekuensi Preeklampsia berat

Frekuensi pre-eklampsia berat untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor

yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium

dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam beberapa penelitian frekuensi dilaporkan

berkisar antara 3-10%.

Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primagravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan

ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan besitas merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya pre-eklampsia berat. 4,10

Gambaran klinik

Biasanya tanda-tanda pre-eklampsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan

yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia

berat kadang tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Namun, banyak juga ditemukan pada

pre eklampsi berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan

kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering

13

Page 14: BAB I xxxx

ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia

akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan

proteinuria bertambah banyak. 2,4,10

Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita

dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati,

hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.4

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan

kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua

pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4

Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda

utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan

statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya

kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan,

apalagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan; dan bila

eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih buruk. Tiap kasus

pre-eklampsia berat oleh sebab itu ditangani dengan sungguh-sungguh. 2,10

Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini, pre-eklampsia digolongkan berat :

a. TD sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg atau tekanan diastolik lebih

atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu

hamil sudah dirawat di RS dan sudah menjalankan tirah baring.

b. Proteinuria 5 gram atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif.

14

Page 15: BAB I xxxx

c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin plasma.

d. Adanya gangguan cerebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.

e. Terdapat edema paru dan sianosis.

f. Adanya “the HELLP síndrome” ( H: Hemolysis ; ELL: Elevated Liver

Enzymes ; P: low Platelet count )

Diagnosis diferensial antara pre-eklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit

ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah

yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat

berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan

dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia; kelainan tersebut biasanya menunjukkan

hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak

menolong; proteinuria pada pre-eklampsia jarang timbul sebelum triwulan ke-3. Sedangkan

pada penyakit ginjal timbul terlebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada

umumnya fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umunya fungsi ginjal normal pada pre-

eklampsia ringan. 2,10

Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-

eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih

waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang

telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,

namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan

pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. 2,4

15

Page 16: BAB I xxxx

Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat

tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi,

dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet rendah lemak, karbohidrat, garam dan

penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. 2,4

Jika pasien masuk ke Rumah Sakit, maka harus dirawat segera, tentukan jenis

perawatan atau tindakan :

1. Perawatan aktif

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi

c. Infuse dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc

d. Antasida

e. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

f. Pemberian obat anti kejang : MgSO4

g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada edema paru – paru, payah jantung

kongestif, edema anasarca.

h. Antihipertensi diberikan bila TD sistolik > 180 mmHg dan TD diastolik > 110

mmHg.

i. Kardiotonika. Indikasi bila ada tanda – tanda menjurus payah jantung.

j. Lain – lain : obat antipiretika, antibiotika, anti nyeri.

16

Page 17: BAB I xxxx

2. Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan :

a. Belum inpartu :

- Induksi persalinan : amniotomi + oksitosin drip dengan syarat skor bishop

> 5

- Seksio secarea :

Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi

oksitosin drip.

12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi

dengan seksio secarea.

b. Sudah inpartu :

Kala I :

Fase laten : seksia secarea

Fase aktif : - amniotomi

- bila sudah 6 jam amniotomi belum terjadi pembukaan

lengkap, dilakukan seksio secarea.

17

Page 18: BAB I xxxx

- Istirahat/isolasi

- Diet rendah garam

- Dauer kateter

- D5% 1 ltr + RL 500 cc

- SM 4 gr (40%, 25 cc)

- Kriteria PE ringan- SM hentikan - PerawatanPeringan- Monitoring ibu/ janin

terus-menerus

Tidak ada perbaikan

Terminasi Kehamilan

- Belum PE ringan

- SM teruskan 24 jam

Ada

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Kala II :

Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan

amniotomi dan oksitosin drip dilakukan sekurang – kurangnya 30 menit setelah pemberian

pengobatan medis.

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan ≤ 37 minggu

18

Page 19: BAB I xxxx

SKEMA PENANGANAN P.E BERAT

Kehamilan > 37 minggu

Istirahat/Isolasi

Diet rendah garam

Dauer kateter 4 jam SM 4 gr

D5% 1 ltr + RL 500 cc

SM 4 gr (40%, 25 cc) iv Terminasi kehamilan PE berat

Belum inpartu Inpartu

Drip oksitosin Pelvik skor ≥5 Kala I Kala II

Tak terpenuhi

Fase laten Fase aktif

Amniotomi

Drip oksitosin Amniotomi Amniotomi

Drip Oksitosin

12 jam anak belum lahir 6 jam belum 6 jam belum

fase aktif lengkap

Seksio sesaria Seksio sesaria

Prognosis

19

Page 20: BAB I xxxx

Morbiditas dan mortalitas penderita preeklampsia sangat ditentukan usia kehamilan

saat ditemukan, beratnya penyakit, kualitas penanganan dan penyakit penyerta lainnya.2

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%. 4

Komplikasi

Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

Hipofibrinogenemia

Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati

pada penderita pre-eklampsia.

Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada

retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia

serebri.

Edema paru

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.

Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.

Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

Prematuritas

Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal

ginjal.

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai

tahap eklampsia. 4

20

Page 21: BAB I xxxx

Polihidramnion

Definisi

Hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau

lebih dari dua liter. Polihydramnion atau disingkat hidramnion saja didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2 liter. Sedangkan secara klinik adalah

penumpukan cairan ketuban yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada

pasien. 4

Etiologi

Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori

hidramnion terjadi karena :

• Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah

epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk

kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada

anencephalus.

• Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti

dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi

oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu.

Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei,

anencephalus atau tumor-tumor placenta. 4,5

21

Page 22: BAB I xxxx

Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena

transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu, anak

anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang sempurna

hingga anak ini kencing berlebihan. 4,5,10

Pada atresia esophagus, hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemelli

mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat

dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya

amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta

besar. 4,5,10

Faktor Predisposisi

Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidromnion, antara lain:

1. Penyakit jantung

2. Nefritis

3. Edema umum (anasarka)

4. Anomali kongenintal (pada anak), seperti anensefali, spina bifida, atresia atau striktur

esofagus, hidrosefalus, dan struma bloking oesaphagus. Dalam hal ini terjadi karena :

a. Tidak ada stimulasi dari anak dan spina

b. Exscressive urinary secration

c. Tidak berfungsinya pusat menelan dan haus

d. Transudasi pusat langsung dari cairan meningeal keamnion

5. Simpul tali pusat

6. Diabetes melitus

7. Gemelli uniovulair

8. Mal nutrisi

9. Penyakit kelenjar hipofisis

22

Page 23: BAB I xxxx

10. Pada hidromnion biasanya placenta lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa karena

itu transudasi menjasdi lebih banyak dan timbul hidromnion 2,4,5,10

Gejala Klinis

• Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya

• Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan

• DJJ sulit terdengar

• Balotemen janin jelas

• Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut

• Gangguan pencernaan

• Edema

• Varises dan hemoroid

• (Nyeri abdomen) 4,5,10

Penetapan Diagnosis

1. Anamnesis

• Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa

• Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak

• Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat keluhan-

keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ terutama pada diafragma, seperti

sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan sianosis

• Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah

• Edema pada tungkai, vulva, dinding perut

• Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, bereringat dingin dan sesak

23

Page 24: BAB I xxxx

2. Inspeksi

• Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit jelas

dan kadang-kadang umbilikus mendatar

• Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah membawa

kandungannya

3. Palpasi

• Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valva dan

tungkai

• Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya

• Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan

• Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas sekali

• Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi

kesalahan-kesalahan letak janin

4. Auskultasi

Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus sekali

5. Rontgen foto abdomen

• Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang

banyak janin tidak jelas

24

Page 25: BAB I xxxx

• Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan

etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)

6. Pemeriksaan dalam

Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his 4,5,10

Klasifikasi Polihidramnion/hidrmanion

1. Hidramnion kronis

Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara perlahan-lahan dalam

beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan yang lanjut

2. Hidramnion akut

Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu

beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke-5 dan ke-6.

komposisi dari air ketuban pada hidramnion, menurut penyelidikan, serupa saja dengan air

ketuban yang normal. 4,5

Frekuensi

Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3

liter. Yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari

kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-29%.

Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :

a. Gemelli atau hamil ganda (12,5%),

b. Hidrops foetalis

c. Diabetes mellitus

d. Toksemia gravidarum

25

Page 26: BAB I xxxx

e. Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei

f. Eritroblastosis foetalis 4,5,9,10

Diagnosa banding

Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang seharusnya,

kemunginan:

a. Hidramnion

b. Gemelli

c. Asites

d. Kista ovarri

e. Kehamilan beserta tumor 4,5,10

Prognosis

1. Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih 50%) terutama karena :

a. Kongenital anomali

b. Prematuritas

c. Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang atau tali pusat

menumbung

d. Eritroblastosis

e. Diabetes melitus

f. Solutio placenta jika ketuban pecah tiba-tiba

2. Pada ibu:

a. Solutio placenta

b. Atonia uteri

c. Perdarahan post partum

26

Page 27: BAB I xxxx

d. Retentio placenta

e. Syok

f. Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar 4,5,10

Penatalaksanaan

Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:

1. Waktu hamil

• Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi

simptomatis

• Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit

untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai

adalah sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut

tengah, lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari

dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan

dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable.

Komplikasi pungsi dapat berupa :

1) Timbul his

2) Trauma pada janin

3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan

4) Infeksi serta syok

bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta,

maka pungsi harus dihentikan.

27

Page 28: BAB I xxxx

2. Waktu bersalin

• Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu

• Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal

melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah

ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan

• Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi

air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai

tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini

adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi

kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.

3. Post partum

• Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan

pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika

• Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum

• Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk

menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup 4,5,9,10

28

Page 29: BAB I xxxx

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Data Pasien

Pasien Suami

Nama : Ny. A Tn. I

Umur : 27 th 30 th

Pendidikan : SMP SD

Pekerjaan : Tidak Bekerja Wiraswasta

Agama : Islam Islam

Suku : Sunda Sunda

Alamat : Cigadog RT 01 RW 02 Sukaperna, Telaga Majalengka

Nomor CM : 734214

Masuk RS : 18 Mei 2012

Jam masuk RS : 12.54 WIB

Rujukan dari : RS Majalengka

Keterangan Rujukan : G2 P1 A0 gravida preterm (30-31 minggu) dengan hidramnion

I. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Perut kencang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

G2P1A0 merasa hamil 9 bulan kurang 2 minggu, pergerakan janin masih

dirasakan.

Menurut pasien:

15-05-2012:

29

Page 30: BAB I xxxx

pasien melakukan USG di RS Telaga cairan ketuban banyak

16-05-2012:

pasien melakukan USG di RS Majalengka cairan ketuban banyak, saran pasien

dirawat, harus dilahirkan

17-05-2012:

pasien masuk rawat inap di RS Majalengka, saran rujuk ke RSUD Gunung Jati,

karena tidak sanggup

18-05-2012 jam 12.54:

Pasien tiba di ruang VK RSUD Gunung Jati

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit asma, hipertensi, penyakit jantung, diabetes disangkal.

4. Riwayat Operasi:

Riwayat operasi disangkal.

5. Riwayat Perkawinan:

Perkawinan yang pertama, dengan usia perkawinan selama 11 tahun.

6. Riwayat Obstetri:

Keham

ilan ke

JK Lama

Kehamilan

Penolong

Persalinan

Cara

persalinan

BB

lahir

Usia Ketera

ngan

I L 9 bulan Bidan Normal 2600

gram

9tah

un

Hidup

II Hamil saat ini

7. Kehamilan sekarang:

HPHT: 17-09-2011

HPL: 24-06-2012

30

Page 31: BAB I xxxx

8. Riwayat ANC:

Pasien memeriksakan kehamilannya sebanyak 8 kali di bidan, dan 1 kali di dokter.

II. STATUS PRAESENS

1. Keadaan umum: baik

2. Tanda-tanda vital:

Tekanan darah: 150/110 mmHg

Nadi: 95x/menit

Respirasi: 29x/menit

Suhu: 36,5o C

Tinggi Badan: -

Berat Badan: 70 kg

3. Konjungtiva: Anemis: -/-

Ikterik: -/-

4. Mammae: papilla mammae belum menonjol, glandula mammae simetris

5. Jantung: irama regular

6. Paru-paru: vesikular, tidak didapatkan ronchi maupun wheezing

7. Edema: +_ +

+ +

III. PEMERIKSAAN OBSTETRI

1. Pemeriksaan Luar:

TFU: 39 cm

Letak anak: memanjang, punggung kanan, presentasi kepala

DJJ: 140 x/ menit

His: negatif

31

Page 32: BAB I xxxx

2. Pemeriksaan Dalam:

Vulva/vagina: tidak ada kelainan

Portio:

Pembukaan:

IV. PEMERIKSAAN LAIN

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan protein urin +3

V. DIAGNOSA

(sebelum dilakukan USG tanggal 21-05-2012)

G2 P1 A0 gravida preterm 35-36 minggu, dengan PEB dan polihidramnion

VI. PENATALAKSANAAN

Tanggal 18-05-2012, jam 19.40 dilakukan konsul ke dr. H. Dadang Hidayat, SpOG.

Didapatkan advis berupa konsul ke dokter spesialis penyakit dalam, dan dirawat di

ruang ICCU.

Tanggal 19-05-2012, jam 06.40 konsul ke dr. H. Dadang Hidayat, SpOG.

Didapatkan advis berupa USG, stop sementara pemberian Magnesium Sulfat, dan

lanjutkan terapi yang lainnya.

Tanggal 19-05-2012, jam 22.10 konsul ke dr. Hardianyah Abubakar, SpOG.

Didapatkan advis berupa konsul ke dokter spesialis jantung, namun dibatalkan karena

sudah dilakukan. Kemudian, lanjutkan obervasi, boleh pindah ruangan dari ICCU bial

keadaan umum sudah baik dan his nya negatif. Juga, akan dilakukan USG ulang pada

tanggal 21-05-2012.

USG: Pemeriksaan USG pada tanggal 21-05-2012 oleh dr. Samsudin, SpOG,

didapatkan:

Uterus setinggi plasenta

32

Page 33: BAB I xxxx

Janin tunggal hidup, presentasi kepala

Plasenta di corpus depan

Air ketuban cukup

Kesimpulan:

Gravida 38-39 minggu dengan taksiran berat janin 3700 gram

Advis: Terminasi kehamilan

Tanggal 21-05-2012 jam 10.45, pasien masuk ruang VK lagi setelah dari ICCU,

dengan tekanan darah 150/100 mmHg, his negatif dan detak jantung janin 144x/

menit.

Pada tanggal yang sama jam 12.00, dr. H. Doddi Sismayadi, SpOG (K) melakukan

visit ke ruang VK, dan memberikan advis berupa konsul ke dokter jaga, dengan

kemungkinan bayi besar.

Kemudian pada jam 12.15, dilakukan konsul ke dr. Hardiansyah Abubakar, SpOG.

Diapatkan advis berupa tindakan sectio caesarea (SC) elektif.

Maka, dilakukanlah informed consent untuk meminta persetujuan suami dalam

tindakan tersebut.

Pada tanggal 22-05-2012 jam 19.25, dilakukan konul anestesi kepada dr. Widodo,

SpAn dan disetujui untuk dilakukan tindakan sectio caesarea dengan jenis anestesi

yang diberikan adalah anestesi spinal.

Tanggal 23-05-2012, dilakukanlah tindakan sectio caesarea oleh dr. Hardiansyah

Abubakar, SpOG. Diagnosis pra bedah berupa G2 P1 A0 gravida aterm 38-39 minggu

dengan PEB dan polihidramnion, dengan indikasi operasi berupa PEB dan

polihidramnion.

Tindakan operasi ini dilakukan mulai dari jam 12.10. Bayi lahir pada jam 12.15,

dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 3900 gram, panjang badan 48 cm, skor

Apgar 6/8 dan tidak ditemukan kelainan. Diagnosis pasca bedah yang didapatkan

adalah P2 A0 partus maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa totalis, PEB dan

polihidramnion. Operasi selesai pada jam 13.10.

Follow Up

33

Page 34: BAB I xxxx

Tanggal 24-05-2012

Keadaan umum baik

Tekanan darah: 140/90 mmHg

Nadi: 112x/menit

Respirasi: 28x/menit

Jantung: Regular

Paru: Vesikular

Tinggi Fundus Uteri: 1 jari di bawah umbilikus

Tanggal 26-05-2012

Keadaan umum baik

Tekanan darah: 160/100 mmHg

Nadi: 120 x/menit

Respirasi: 30x/menit

Suhu: 35,3o C

Konjungtiva tidak anemis

ASI sudah keluar, papilla mammae tidak menonjol, glandula mammae simetris

Lochea rubra

Edema - -

+ +

Akral hangat

Diagnosis: P2 A0 Post SC hari ke III atas indikasi PEB, plasenta previa totalis dan

hidramnion

Pasien diperbolehkan pulang, tanggal 26-05-2012 setelah dilakukan follow up.

34

Page 35: BAB I xxxx

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus yang telah dipaparkan pada bab III, didapatkan beberapa hal, yaitu:

1. Diagnosis yang tidak tepat

Pada awal pemeriksaan, didapatkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan lain seperti

USG, berupa G2 P1 A0 gravida preterm 35-36 minggu, dengan PEB dan polihidramnion.

Namun seteleh dilakukan USG pada tanggal 21-05-2012, hasil diagnosisnya berupa Gravida

38-39 minggu dengan taksiran berat janin 3700 gram. Kemungkinan ada kesalahan pada

perhitungan pada si pasien dalam penentuan HPHT.

Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah harus segera dilahirkan dengan cara SC,

karena didapatkan kemungkinan bayi besar. Kemudian diagnosis sebelum dilakukan operasi

adalah G2 P1 A0 gravida aterm 38-39 minggu dengan PEB dan polihidramnion, dengan

indikasi operasi berupa PEB dan polihidramnion. Namun, setelah dilakukan tindakan operasi,

diagnosis pasca bedah menjadi P2 A0 partus maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa

totalis, PEB dan polihidramnion.

2. Penanganan yang kurang tepat

Pada tanggal 16-05-2012, diagnosis dari RS Majalengka adalah bahwa bayi harus segera

dilahirkan. Namun, dirujuk ke RSUD Gunung Jati karena ketidaksanggupan dalam

pemberian penanganan, dan baru bisa dilahirkan di RS Gunung Jati tanggal 23-05-2012.

35

Page 36: BAB I xxxx

BAB V

KESIMPULAN

Kasus Ny. A dengan usia 27 tahun datang ke RSUD Gunung Jati, dengan keluhan

perut kencang. Pasien datang dengan surat rujukan dari RS Majalengka, dengan keterangan

G2 P1 A0 gravida preterm (30-31 minggu) dengan hidramnion. Setelah dilakukan pemeriksaan

mulai dari anamnesis sampai pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan lainnya seperti

pemeriksaan laboratorium dan USG, diagnosis yang didapatkan adalah G2 P1 A0 gravida aterm

38-39 minggu dengan PEB dan polihidramnion. Tindakan yang dilakukan kepada pasien

adalah bayi segera dilahirkan secara SC, sebab pada visit oleh dr. H. Doddi Sismayadi, SpOG

(K) pada tanggal 21-05-2012, didapatkan kemungkinan bayi besar.

Setelah dilakukan operasi, diagnosis pasca bedah yang didapatkan adalah P2 A0 partus

maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa totalis, PEB dan polihidramnion.

36

Page 37: BAB I xxxx

DAFTAR PUSTAKA

1. NN. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta. 2010

2. Siddik, Djafar. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2010

3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta. Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001

4. Cunningham G. Williams Obstetric. 23rd Edition. California. The McGraw-Hill

Companies. 2010; 49.

5. Cromblehomme W. 2010 Current Medical Diagnosis and Treatment. 49th Edition.

San Francisco. The McGraw-Hill Companies. 2009; 19

6. Mochtar, Roestam. Sinopsis Obstetri. Edisi 1. Jakarta. EGC. 1998.

7. Preeklampsia dalam Standar Pelayanan Medik POGI. 2006

8. Mose JC. Pedoman Pegelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia dalam

Mempersiapkan Generasi Sehat Sesuai MDG’s 2015. Pekanbaru. 2010.

9. Zulmaeta. Memaksimalkan pemeriksaan kehamilan dengan sarana yang ada dalam

mempersiapkan Generasi Sehat Sesuai MDG’s 2015. Pekanbaru. 2010.

10. Wagner KL. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American Academy of

Family Physicians. Vol 70, No 12 ; 2317-24.

37