BAB I xxxx
-
Upload
andika-tansir -
Category
Documents
-
view
75 -
download
4
description
Transcript of BAB I xxxx
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insidens
eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700), karena itu kejadian
kejang ini harus dihindarkan.1
Salah satu penyebab dari tingginya mortalitas dan morbiditas ibu bersalin adalah
hipertensi yang karena tidak di tangani dengan benar berujung pada preeklsamsia dan
eklamsia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15 % penyulit kehamilan. Oleh karena
itu, ditekankan bahwa pengetahuan tentang pengelolaan sindroma preeklampsia berat dengan
hipertensi, edema dan protein urine harus benar – benar dipahami dan ditangani dengan benar
oleh semua tenaga medis.
Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara
pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif
untuk mengatasi kejang pada eklampsia juga mencegah terjadinya kejadian kejang pada
kasus pre eklampsia berat dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk itu
direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam pengobatan eklampsia dan pre eklampsia
berat. 1
Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Henderson-Smart, Attallah (1997)
menyatakan bahwa Magnesium sulfat dapat digunakan dengan mudah di negara berkembang,
karena obat ini tidak mahal dan tidak memerlukan teknologi tinggi dalam penerapannya.
Magnesium sulfat hendaknya digunakan sebagai standar pembanding bagi obat lain untuk
mengatasi kejang pada eklampsia dan mencegah kejang pada kasus pre eklampsia berat. 1
1
Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung penggunaan
Magnesium sulfat untuk mencegah terjadinya kejang pada kasus pre eklampsia berat dan
harus direkomendasikan sebagai obat terpilih. 1
Pre eklampsia yang berujung pada eklampsia merupakan salah satu sebab utama
kematian ibu di semua negara dan mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap
tahun. Magnesium sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan
Preeklampsia/ Eklampsia. 1
Air ketuban (cairan amnion) diproduksi oleh sel (endotel) yang melapisi kantung
ketuban dan permukaan plasenta dan peresapan cairan melewati membran kantung ketuban.
Pada proposisi lebih besar, air ketuban dihasilkan urin janin. Dalam keadaan sehat, janin akan
minum air ketuban dan mengeluarkan kembali dalam bentuk urin, sehingga seolah-olah
terjadi suatu siklus yang berulang. Dalam air ketuban juga dijumpai sel-sel dalam rambut
(lanugo) yang terlepas serta butiran lemak yang bisa melapisi permukaan kulit bayi (verniks
kaseosa). Pada suatu keaadan tertentu, air ketuban didapatkan dalam jumlah yang lebih dari
normal keadaan ini disebut polihidramnion atau kadang disebut hidramnion saja.2,3,4
Volume air ketuban bervariasi menurut usia kehamilan, puncaknya di umur
kehamilan sekitar 33 minggu, volume air ketuban berkisar 1 - 1,5 liter. Pada kasus
polihidromnion bisa sampai 3 liter, bahkan 5 liter. Produksi air ketuban yang abnormal baru
biasa terjadi sebelum umur kehamilan mencapai 22 minggu atau 5 bulan. Penyebab
polihidromnion belum dipastikan secara benar, salah satu yang dicurugai adanya proses
infeksi. Dua per tiga kasus polihidromnion tidak diketeahui sebabnya. 4
Polihidramnion meningkatkan resiko kelahiran prematur dan resiko komplikasi
persalinan. Kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan lebih tinggi dibanding dari pada
perlekatannya sebelum operasi dan terjadinya kematian janin didalam kandungan. Kejadian
2
bedah sectio caesarea juga lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan biasa karena lebih
banyak yang tidak normal. 4
Kasus polihidramnion berkisar 0.5 - 1 % dari kehamilan. Multigravida (hamil >1)
lebih sering daripada primigravida (hamil pertama). Penyebabnya (1) Adanya kelainan pada
bayi seperti anencephali, spina bifida, sumbatan saluran makanan bayi, tumor di leher bayi
(2) Kelainan plasenta: adanya tumor pada plasenta (3) Kehamilan kembar (4) Penyakit ibu
seperti: Diabetes, kelainan ginjal atau jantung. 4
3
BAB II
KERANGKA TEORI
Definisi Preeklampsia berat
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan protein
urine yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan. Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi pada masa ante, intra dan post partum. Dari gejala-
gejala klinik, Preeklampsia dapat dibagi menjadi Preeklampsia Ringan, Preeklampsia Sedang
dan Preeklampsia Berat.1
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih
diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan
tekanan diastolik sebenernya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15
mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat. 1,2
Preeklampsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, dan
apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan
sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl (+ 1 pada
4
disptick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat
luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel
acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan.2,4
Pada spesimen biopsi ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi,
umumnya mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang
dianggap khas untuk preeklampsia. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan
histologi glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat
kehamilan. Pada kenyataannya, preeklampsi secara klinis mulai tampak hanya menjelang
akhir suatu proses patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan timbulnya
hipertensi. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah hipertensi plus
proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis
preeklampsia. Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada test fungsi ginjal, hati, dan
hematologis meningkatkan kepastian preeklampsia. 2,4
Keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai
kelainan. Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklampsia ringan dan berat dapat
menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat dengan cepat berkembang menjadi
penyakit berat. 4
Gangguan Hipertensi pada Kehamilan : Indikasi keparahan4
5
Kelainan Ringan Berat
TD diastolik < 100 mmHg 110 mmHg atau
lebih
Proteinuria Samar (trace)
sampai + 1
+2 persisten atau
lebih
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Gangguan
penglihatan
Tidak ada Ada
Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
Oligouria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)
Kreatinin Serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan enzim
hati
Minimal Nyata
Pertumbuhan janin
terhambat
Tidak ada Jelas
Edema paru Tidak ada Ada
Walaupun hipertensi adalah prasyarat untuk mendiagnosis preeklampsia, tekanan
darah saja tidak selalu dapat digunakan sebagai indikator yang handal untuk menentukan
keparahan. Sebagai contoh, seorang wanita usia remaja bertubuh kurus mungkin mengalami
proteinuria +3 dan kejang ketika tekanan darahnya 140/85 mmHg, sedangkan sebagian besar
wanita dengan tekanan darah setinggi 180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Kejang
6
biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena itu, kedua
gejala ini dianggap berbahaya. 4
Friedman (1979) menyimpulkan bahwa 70 persen peningkatan kematian janin pada
para wanita disebabkan oleh infark besar pada plasenta, ukuran plasenta yang terlalu kecil,
dan solusio plasenta. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab ini biasanya timbul pada akhir
perjalanan penyakit. Jelaslah, proteinuria +2 atau lebih yang menetap, atau ekskresi protein
urin 24 jam sebesar 2 g atau lebih, adalah preeklampsi berat. Apabila kelainan ginjalnya
parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat. 1,2,4
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis,
iskemia dan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glissom. Nyeri khas ini sering
disertai peningkatan enzim hati dalam serum, dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri
kehamilan. Nyeri menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul
yang sangat berbahaya. Untungnya ruptur hati jarang terjadi dan paling sering menyertai
hipertensi pada wanita berumur dan multipara. 2,4
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia dan mungkin disebabkan
oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh
vasospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia, menunjukkan penyaskit yang parah. 2,4
Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan
edema paru serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.
Gejala dan tanda pre-eklampsia berat4,10 :
7
1. Tekanan sistolik ≥160 mmHg
2. Tekanan diastolik ≥ 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus
4. Trombosit < 100.000 /mm3
5. Oligouria < 400 ml/24 jam
6. Proteinuria > 3 g/liter
7. Nyeri epigastrium
8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9. Perdarahan retina
10. Edema paru-paru dan sianosis
11. Koma
Etiologi Pre-eklampsia Berat
Apa yang menjadi penyebab pre eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-muasabab penyakit
tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang
dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa ;
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan ;
8
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus;
4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. 10
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya Preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya
kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons
imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas
pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.1
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita Preeklampsia-Eklampsia :
9
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun
dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem
imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada
bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.4,10
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium,
sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.4,10
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.4,10
10
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refractoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.4,9
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.8
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah
iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor
yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan
sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat. 10
Patologi Pre eklampsia berat
Pre-eklampsia berat jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal dari penderita eklampsia yang
meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa
perubahan anatomi patologik pada alat-alat itu pada pre eklampsia tidak banyak berbeda
11
daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada
perubahan histopatologik yang khas pada pre eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark,
nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam
berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospamus
arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam
patogenesis kelainan-kelainan tersebut. 10
Patofisiologi preeklampsia berat
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan
gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya
Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.9
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan
kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lactogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan
absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin,
terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang
dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah.9
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin
berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan
peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
12
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan
hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran
darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang
menyebabkan dilepasnya Endothelin–1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini
menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti
thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan
ke berbagai sistem organ. 9
Frekuensi Preeklampsia berat
Frekuensi pre-eklampsia berat untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium
dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam beberapa penelitian frekuensi dilaporkan
berkisar antara 3-10%.
Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primagravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan
ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan besitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya pre-eklampsia berat. 4,10
Gambaran klinik
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia
berat kadang tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Namun, banyak juga ditemukan pada
pre eklampsi berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering
13
ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia
akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan
proteinuria bertambah banyak. 2,4,10
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati,
hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.4
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan
kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan. Semua
pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.4
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda
utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan
statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya
kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan,
apalagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan; dan bila
eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih buruk. Tiap kasus
pre-eklampsia berat oleh sebab itu ditangani dengan sungguh-sungguh. 2,10
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini, pre-eklampsia digolongkan berat :
a. TD sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg atau tekanan diastolik lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat di RS dan sudah menjalankan tirah baring.
b. Proteinuria 5 gram atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif.
14
c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam yang disertai
kenaikan kadar kreatinin plasma.
d. Adanya gangguan cerebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis.
f. Adanya “the HELLP síndrome” ( H: Hemolysis ; ELL: Elevated Liver
Enzymes ; P: low Platelet count )
Diagnosis diferensial antara pre-eklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit
ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah
yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat
berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan
dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia; kelainan tersebut biasanya menunjukkan
hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak
menolong; proteinuria pada pre-eklampsia jarang timbul sebelum triwulan ke-3. Sedangkan
pada penyakit ginjal timbul terlebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada
umumnya fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umunya fungsi ginjal normal pada pre-
eklampsia ringan. 2,10
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-
eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. 2,4
15
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat
tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi,
dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet rendah lemak, karbohidrat, garam dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. 2,4
Jika pasien masuk ke Rumah Sakit, maka harus dirawat segera, tentukan jenis
perawatan atau tindakan :
1. Perawatan aktif
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke satu sisi
c. Infuse dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc
d. Antasida
e. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
f. Pemberian obat anti kejang : MgSO4
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada edema paru – paru, payah jantung
kongestif, edema anasarca.
h. Antihipertensi diberikan bila TD sistolik > 180 mmHg dan TD diastolik > 110
mmHg.
i. Kardiotonika. Indikasi bila ada tanda – tanda menjurus payah jantung.
j. Lain – lain : obat antipiretika, antibiotika, anti nyeri.
16
2. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan :
a. Belum inpartu :
- Induksi persalinan : amniotomi + oksitosin drip dengan syarat skor bishop
> 5
- Seksio secarea :
Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi
oksitosin drip.
12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio secarea.
b. Sudah inpartu :
Kala I :
Fase laten : seksia secarea
Fase aktif : - amniotomi
- bila sudah 6 jam amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap, dilakukan seksio secarea.
17
- Istirahat/isolasi
- Diet rendah garam
- Dauer kateter
- D5% 1 ltr + RL 500 cc
- SM 4 gr (40%, 25 cc)
- Kriteria PE ringan- SM hentikan - PerawatanPeringan- Monitoring ibu/ janin
terus-menerus
Tidak ada perbaikan
Terminasi Kehamilan
- Belum PE ringan
- SM teruskan 24 jam
Ada
Perbaikan
Tidak ada perbaikan
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
amniotomi dan oksitosin drip dilakukan sekurang – kurangnya 30 menit setelah pemberian
pengobatan medis.
SKEMA PENANGANAN P.E BERAT
Kehamilan ≤ 37 minggu
18
SKEMA PENANGANAN P.E BERAT
Kehamilan > 37 minggu
Istirahat/Isolasi
Diet rendah garam
Dauer kateter 4 jam SM 4 gr
D5% 1 ltr + RL 500 cc
SM 4 gr (40%, 25 cc) iv Terminasi kehamilan PE berat
Belum inpartu Inpartu
Drip oksitosin Pelvik skor ≥5 Kala I Kala II
Tak terpenuhi
Fase laten Fase aktif
Amniotomi
Drip oksitosin Amniotomi Amniotomi
Drip Oksitosin
12 jam anak belum lahir 6 jam belum 6 jam belum
fase aktif lengkap
Seksio sesaria Seksio sesaria
Prognosis
19
Morbiditas dan mortalitas penderita preeklampsia sangat ditentukan usia kehamilan
saat ditemukan, beratnya penyakit, kualitas penanganan dan penyakit penyerta lainnya.2
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%. 4
Komplikasi
Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
Hipofibrinogenemia
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia
serebri.
Edema paru
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal
ginjal.
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia. 4
20
Polihidramnion
Definisi
Hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau
lebih dari dua liter. Polihydramnion atau disingkat hidramnion saja didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2 liter. Sedangkan secara klinik adalah
penumpukan cairan ketuban yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada
pasien. 4
Etiologi
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori
hidramnion terjadi karena :
• Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah
epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk
kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada
anencephalus.
• Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti
dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi
oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu.
Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei,
anencephalus atau tumor-tumor placenta. 4,5
21
Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena
transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu, anak
anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang sempurna
hingga anak ini kencing berlebihan. 4,5,10
Pada atresia esophagus, hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemelli
mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat
dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya
amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta
besar. 4,5,10
Faktor Predisposisi
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidromnion, antara lain:
1. Penyakit jantung
2. Nefritis
3. Edema umum (anasarka)
4. Anomali kongenintal (pada anak), seperti anensefali, spina bifida, atresia atau striktur
esofagus, hidrosefalus, dan struma bloking oesaphagus. Dalam hal ini terjadi karena :
a. Tidak ada stimulasi dari anak dan spina
b. Exscressive urinary secration
c. Tidak berfungsinya pusat menelan dan haus
d. Transudasi pusat langsung dari cairan meningeal keamnion
5. Simpul tali pusat
6. Diabetes melitus
7. Gemelli uniovulair
8. Mal nutrisi
9. Penyakit kelenjar hipofisis
22
10. Pada hidromnion biasanya placenta lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa karena
itu transudasi menjasdi lebih banyak dan timbul hidromnion 2,4,5,10
Gejala Klinis
• Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
• Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
• DJJ sulit terdengar
• Balotemen janin jelas
• Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut
• Gangguan pencernaan
• Edema
• Varises dan hemoroid
• (Nyeri abdomen) 4,5,10
Penetapan Diagnosis
1. Anamnesis
• Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
• Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
• Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat keluhan-
keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ terutama pada diafragma, seperti
sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan sianosis
• Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
• Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
• Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, bereringat dingin dan sesak
23
2. Inspeksi
• Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit jelas
dan kadang-kadang umbilikus mendatar
• Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah membawa
kandungannya
3. Palpasi
• Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valva dan
tungkai
• Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
• Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan
• Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas sekali
• Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi
kesalahan-kesalahan letak janin
4. Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus sekali
5. Rontgen foto abdomen
• Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang
banyak janin tidak jelas
24
• Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan
etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)
6. Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his 4,5,10
Klasifikasi Polihidramnion/hidrmanion
1. Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara perlahan-lahan dalam
beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan yang lanjut
2. Hidramnion akut
Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu
beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke-5 dan ke-6.
komposisi dari air ketuban pada hidramnion, menurut penyelidikan, serupa saja dengan air
ketuban yang normal. 4,5
Frekuensi
Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3
liter. Yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari
kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-29%.
Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :
a. Gemelli atau hamil ganda (12,5%),
b. Hidrops foetalis
c. Diabetes mellitus
d. Toksemia gravidarum
25
e. Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei
f. Eritroblastosis foetalis 4,5,9,10
Diagnosa banding
Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang seharusnya,
kemunginan:
a. Hidramnion
b. Gemelli
c. Asites
d. Kista ovarri
e. Kehamilan beserta tumor 4,5,10
Prognosis
1. Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih 50%) terutama karena :
a. Kongenital anomali
b. Prematuritas
c. Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang atau tali pusat
menumbung
d. Eritroblastosis
e. Diabetes melitus
f. Solutio placenta jika ketuban pecah tiba-tiba
2. Pada ibu:
a. Solutio placenta
b. Atonia uteri
c. Perdarahan post partum
26
d. Retentio placenta
e. Syok
f. Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar 4,5,10
Penatalaksanaan
Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:
1. Waktu hamil
• Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi
simptomatis
• Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit
untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai
adalah sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut
tengah, lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari
dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan
dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable.
Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
2) Trauma pada janin
3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
4) Infeksi serta syok
bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta,
maka pungsi harus dihentikan.
27
2. Waktu bersalin
• Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
• Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal
melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah
ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
• Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi
air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai
tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini
adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi
kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
3. Post partum
• Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan
pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika
• Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum
• Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk
menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup 4,5,9,10
28
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Data Pasien
Pasien Suami
Nama : Ny. A Tn. I
Umur : 27 th 30 th
Pendidikan : SMP SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja Wiraswasta
Agama : Islam Islam
Suku : Sunda Sunda
Alamat : Cigadog RT 01 RW 02 Sukaperna, Telaga Majalengka
Nomor CM : 734214
Masuk RS : 18 Mei 2012
Jam masuk RS : 12.54 WIB
Rujukan dari : RS Majalengka
Keterangan Rujukan : G2 P1 A0 gravida preterm (30-31 minggu) dengan hidramnion
I. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Perut kencang
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
G2P1A0 merasa hamil 9 bulan kurang 2 minggu, pergerakan janin masih
dirasakan.
Menurut pasien:
15-05-2012:
29
pasien melakukan USG di RS Telaga cairan ketuban banyak
16-05-2012:
pasien melakukan USG di RS Majalengka cairan ketuban banyak, saran pasien
dirawat, harus dilahirkan
17-05-2012:
pasien masuk rawat inap di RS Majalengka, saran rujuk ke RSUD Gunung Jati,
karena tidak sanggup
18-05-2012 jam 12.54:
Pasien tiba di ruang VK RSUD Gunung Jati
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit asma, hipertensi, penyakit jantung, diabetes disangkal.
4. Riwayat Operasi:
Riwayat operasi disangkal.
5. Riwayat Perkawinan:
Perkawinan yang pertama, dengan usia perkawinan selama 11 tahun.
6. Riwayat Obstetri:
Keham
ilan ke
JK Lama
Kehamilan
Penolong
Persalinan
Cara
persalinan
BB
lahir
Usia Ketera
ngan
I L 9 bulan Bidan Normal 2600
gram
9tah
un
Hidup
II Hamil saat ini
7. Kehamilan sekarang:
HPHT: 17-09-2011
HPL: 24-06-2012
30
8. Riwayat ANC:
Pasien memeriksakan kehamilannya sebanyak 8 kali di bidan, dan 1 kali di dokter.
II. STATUS PRAESENS
1. Keadaan umum: baik
2. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 150/110 mmHg
Nadi: 95x/menit
Respirasi: 29x/menit
Suhu: 36,5o C
Tinggi Badan: -
Berat Badan: 70 kg
3. Konjungtiva: Anemis: -/-
Ikterik: -/-
4. Mammae: papilla mammae belum menonjol, glandula mammae simetris
5. Jantung: irama regular
6. Paru-paru: vesikular, tidak didapatkan ronchi maupun wheezing
7. Edema: +_ +
+ +
III. PEMERIKSAAN OBSTETRI
1. Pemeriksaan Luar:
TFU: 39 cm
Letak anak: memanjang, punggung kanan, presentasi kepala
DJJ: 140 x/ menit
His: negatif
31
2. Pemeriksaan Dalam:
Vulva/vagina: tidak ada kelainan
Portio:
Pembukaan:
IV. PEMERIKSAAN LAIN
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan protein urin +3
V. DIAGNOSA
(sebelum dilakukan USG tanggal 21-05-2012)
G2 P1 A0 gravida preterm 35-36 minggu, dengan PEB dan polihidramnion
VI. PENATALAKSANAAN
Tanggal 18-05-2012, jam 19.40 dilakukan konsul ke dr. H. Dadang Hidayat, SpOG.
Didapatkan advis berupa konsul ke dokter spesialis penyakit dalam, dan dirawat di
ruang ICCU.
Tanggal 19-05-2012, jam 06.40 konsul ke dr. H. Dadang Hidayat, SpOG.
Didapatkan advis berupa USG, stop sementara pemberian Magnesium Sulfat, dan
lanjutkan terapi yang lainnya.
Tanggal 19-05-2012, jam 22.10 konsul ke dr. Hardianyah Abubakar, SpOG.
Didapatkan advis berupa konsul ke dokter spesialis jantung, namun dibatalkan karena
sudah dilakukan. Kemudian, lanjutkan obervasi, boleh pindah ruangan dari ICCU bial
keadaan umum sudah baik dan his nya negatif. Juga, akan dilakukan USG ulang pada
tanggal 21-05-2012.
USG: Pemeriksaan USG pada tanggal 21-05-2012 oleh dr. Samsudin, SpOG,
didapatkan:
Uterus setinggi plasenta
32
Janin tunggal hidup, presentasi kepala
Plasenta di corpus depan
Air ketuban cukup
Kesimpulan:
Gravida 38-39 minggu dengan taksiran berat janin 3700 gram
Advis: Terminasi kehamilan
Tanggal 21-05-2012 jam 10.45, pasien masuk ruang VK lagi setelah dari ICCU,
dengan tekanan darah 150/100 mmHg, his negatif dan detak jantung janin 144x/
menit.
Pada tanggal yang sama jam 12.00, dr. H. Doddi Sismayadi, SpOG (K) melakukan
visit ke ruang VK, dan memberikan advis berupa konsul ke dokter jaga, dengan
kemungkinan bayi besar.
Kemudian pada jam 12.15, dilakukan konsul ke dr. Hardiansyah Abubakar, SpOG.
Diapatkan advis berupa tindakan sectio caesarea (SC) elektif.
Maka, dilakukanlah informed consent untuk meminta persetujuan suami dalam
tindakan tersebut.
Pada tanggal 22-05-2012 jam 19.25, dilakukan konul anestesi kepada dr. Widodo,
SpAn dan disetujui untuk dilakukan tindakan sectio caesarea dengan jenis anestesi
yang diberikan adalah anestesi spinal.
Tanggal 23-05-2012, dilakukanlah tindakan sectio caesarea oleh dr. Hardiansyah
Abubakar, SpOG. Diagnosis pra bedah berupa G2 P1 A0 gravida aterm 38-39 minggu
dengan PEB dan polihidramnion, dengan indikasi operasi berupa PEB dan
polihidramnion.
Tindakan operasi ini dilakukan mulai dari jam 12.10. Bayi lahir pada jam 12.15,
dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 3900 gram, panjang badan 48 cm, skor
Apgar 6/8 dan tidak ditemukan kelainan. Diagnosis pasca bedah yang didapatkan
adalah P2 A0 partus maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa totalis, PEB dan
polihidramnion. Operasi selesai pada jam 13.10.
Follow Up
33
Tanggal 24-05-2012
Keadaan umum baik
Tekanan darah: 140/90 mmHg
Nadi: 112x/menit
Respirasi: 28x/menit
Jantung: Regular
Paru: Vesikular
Tinggi Fundus Uteri: 1 jari di bawah umbilikus
Tanggal 26-05-2012
Keadaan umum baik
Tekanan darah: 160/100 mmHg
Nadi: 120 x/menit
Respirasi: 30x/menit
Suhu: 35,3o C
Konjungtiva tidak anemis
ASI sudah keluar, papilla mammae tidak menonjol, glandula mammae simetris
Lochea rubra
Edema - -
+ +
Akral hangat
Diagnosis: P2 A0 Post SC hari ke III atas indikasi PEB, plasenta previa totalis dan
hidramnion
Pasien diperbolehkan pulang, tanggal 26-05-2012 setelah dilakukan follow up.
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus yang telah dipaparkan pada bab III, didapatkan beberapa hal, yaitu:
1. Diagnosis yang tidak tepat
Pada awal pemeriksaan, didapatkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan lain seperti
USG, berupa G2 P1 A0 gravida preterm 35-36 minggu, dengan PEB dan polihidramnion.
Namun seteleh dilakukan USG pada tanggal 21-05-2012, hasil diagnosisnya berupa Gravida
38-39 minggu dengan taksiran berat janin 3700 gram. Kemungkinan ada kesalahan pada
perhitungan pada si pasien dalam penentuan HPHT.
Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah harus segera dilahirkan dengan cara SC,
karena didapatkan kemungkinan bayi besar. Kemudian diagnosis sebelum dilakukan operasi
adalah G2 P1 A0 gravida aterm 38-39 minggu dengan PEB dan polihidramnion, dengan
indikasi operasi berupa PEB dan polihidramnion. Namun, setelah dilakukan tindakan operasi,
diagnosis pasca bedah menjadi P2 A0 partus maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa
totalis, PEB dan polihidramnion.
2. Penanganan yang kurang tepat
Pada tanggal 16-05-2012, diagnosis dari RS Majalengka adalah bahwa bayi harus segera
dilahirkan. Namun, dirujuk ke RSUD Gunung Jati karena ketidaksanggupan dalam
pemberian penanganan, dan baru bisa dilahirkan di RS Gunung Jati tanggal 23-05-2012.
35
BAB V
KESIMPULAN
Kasus Ny. A dengan usia 27 tahun datang ke RSUD Gunung Jati, dengan keluhan
perut kencang. Pasien datang dengan surat rujukan dari RS Majalengka, dengan keterangan
G2 P1 A0 gravida preterm (30-31 minggu) dengan hidramnion. Setelah dilakukan pemeriksaan
mulai dari anamnesis sampai pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan lainnya seperti
pemeriksaan laboratorium dan USG, diagnosis yang didapatkan adalah G2 P1 A0 gravida aterm
38-39 minggu dengan PEB dan polihidramnion. Tindakan yang dilakukan kepada pasien
adalah bayi segera dilahirkan secara SC, sebab pada visit oleh dr. H. Doddi Sismayadi, SpOG
(K) pada tanggal 21-05-2012, didapatkan kemungkinan bayi besar.
Setelah dilakukan operasi, diagnosis pasca bedah yang didapatkan adalah P2 A0 partus
maturus dengan SC atas indikasi plasenta previa totalis, PEB dan polihidramnion.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. NN. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta. 2010
2. Siddik, Djafar. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010
3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001
4. Cunningham G. Williams Obstetric. 23rd Edition. California. The McGraw-Hill
Companies. 2010; 49.
5. Cromblehomme W. 2010 Current Medical Diagnosis and Treatment. 49th Edition.
San Francisco. The McGraw-Hill Companies. 2009; 19
6. Mochtar, Roestam. Sinopsis Obstetri. Edisi 1. Jakarta. EGC. 1998.
7. Preeklampsia dalam Standar Pelayanan Medik POGI. 2006
8. Mose JC. Pedoman Pegelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia dalam
Mempersiapkan Generasi Sehat Sesuai MDG’s 2015. Pekanbaru. 2010.
9. Zulmaeta. Memaksimalkan pemeriksaan kehamilan dengan sarana yang ada dalam
mempersiapkan Generasi Sehat Sesuai MDG’s 2015. Pekanbaru. 2010.
10. Wagner KL. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American Academy of
Family Physicians. Vol 70, No 12 ; 2317-24.
37