BAB I weber

24
BAB I Afiliasi Agama dan Stratifikasi Sosial Di beberapa kongres Katolik Jerman, karena kenyataan menunjukkan bahwa para pemimpin bisnis dan pemilik modal, maupun para pekerja perusahaan yang berkeahlian tinggi, staf ahli yang terdidik, baik secara teknis maupun bisnis, ternyata adalah penganut Protestan. Kenyataan ini tidak hanya terlihat pada kasus-kasus di mana perbedaan agama berhubungan erat dengan soal kewarganegaraan, tetapi juga dalam konteks perkembangan budaya, seperti yang terjadi di Jerman Timur, antara orang-orang Jerman dan Polandia. Hal yang sama terlihat pula dalam angka-angka mengenai afiliasi agama hampir di mana saja kapitalisme pada saat mencapai puncak ekspansinya mempunyai kebebasan mutlak untuk mengubah distribusi sosial penduduk sesuai dengan kebutuhan mereka dan juga kebebasan untuk menentukan struktur pekerjaan mereka. Pembebasan dari tradisional ekonomi secara pasti tampak menjadi faktor yang sangat memperkuat kecenderungan untuk meragukan kesucian tradisi-tradisi agama, seperti juga seluruh otoritas-otoritas tradisional. Sementara itu, apa yang banyak dikeluhkan oleh para reformis di wilayah-wilayah dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat adalah terlalu sedikitnya supervise terhadap kehidupan manusia dari pihak gereja. Pada waktu itu, di negara-negara dengan perkembangan ekonomi pesat dan diantara mereka bermunculan kelompok kelas menengah borjuis, malah tidak hanya gagal melawan tirani puritanisme yang tak memiliki model, tetapi juga gagal mengembangkan suatu heroisme dalam cara mempertahankannya. Bagi mereka yang masuk kelas borjuis, hal seperti itu jarang atau bahkan tidak pernah memperlihatkan heroisme.

Transcript of BAB I weber

Page 1: BAB I weber

BAB I

Afiliasi Agama dan Stratifikasi Sosial

Di beberapa kongres Katolik Jerman, karena kenyataan menunjukkan bahwa para pemimpin bisnis dan pemilik modal, maupun para pekerja perusahaan yang berkeahlian tinggi, staf ahli yang terdidik, baik secara teknis maupun bisnis, ternyata adalah penganut Protestan. Kenyataan ini tidak hanya terlihat pada kasus-kasus di mana perbedaan agama berhubungan erat dengan soal kewarganegaraan, tetapi juga dalam konteks perkembangan budaya, seperti yang terjadi di Jerman Timur, antara orang-orang Jerman dan Polandia. Hal yang sama terlihat pula dalam angka-angka mengenai afiliasi agama hampir di mana saja kapitalisme pada saat mencapai puncak ekspansinya mempunyai kebebasan mutlak untuk mengubah distribusi sosial penduduk sesuai dengan kebutuhan mereka dan juga kebebasan untuk menentukan struktur pekerjaan mereka.

Pembebasan dari tradisional ekonomi secara pasti tampak menjadi faktor yang sangat memperkuat kecenderungan untuk meragukan kesucian tradisi-tradisi agama, seperti juga seluruh otoritas-otoritas tradisional. Sementara itu, apa yang banyak dikeluhkan oleh para reformis di wilayah-wilayah dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat adalah terlalu sedikitnya supervise terhadap kehidupan manusia dari pihak gereja. Pada waktu itu, di negara-negara dengan perkembangan ekonomi pesat dan diantara mereka bermunculan kelompok kelas menengah borjuis, malah tidak hanya gagal melawan tirani puritanisme yang tak memiliki model, tetapi juga gagal mengembangkan suatu heroisme dalam cara mempertahankannya. Bagi mereka yang masuk kelas borjuis, hal seperti itu jarang atau bahkan tidak pernah memperlihatkan heroisme.

Keterlibatan yang lebih besar dari orang-orang Protestan pada posisi-posisi kepemilikan dan manajemen dalam kehidupan ekonomi modern untuk saat ini bisa dipahami, paling tidak sebagian darinya secara sederhana sebagai suatu akibat dari kekayaan material yang lebih besar yang telah mereka warisi. Sebaliknya, orang-orang Katolik lebih menyukai sejenis pelatihan (training) yang dikelola oleh Gimnasium humanistik. Kondisi ini memang tidak bisa menjelaskan kalkulasi , namun sebaliknya bisa dijadikan salah satu alasan mengapa begitu sedikit orang Katolik yang terlibat dalam perusahaan-perusahaan kapitalistis. Di antara para rekan sekerja orang-orang Katolik menunjukkan suatu kecenderungan yang lebih kuat untuk tetap bekerja dalam dunia kerajinan mereka, sebab mereka sering bisa menjadi craftman master, sementara orang-orang Protestan lebih tertarik bekerja di pabrik-pabrik untuk mengisi posisi-posisi administratif dalam tingkat jenis pekerjaan yang lebih tinggi.

Hal-hal keduniawian yang lebih besar dari Kekatolikan, karakter asketis tentang cita-cita paling agung, pasti telah membangkitkan para penganutnya menuju pengabaian

Page 2: BAB I weber

yang lebih besar kearah segala sesuatu yang lebih baik di dunia. Dari sisi Protestan, hal ini digunakan sebagai dasar kritikan terhadap cita-cita asketis (nyata atau hanya dibayangkan) dari pandangan hidup orang-orang Katolik. Sementara orang-orang Katolik menjawab dengan menuduh bahwa materialisme disebabkan oleh sekularitas seluruh cita-cita melalui Protestantisme.

Khususnya Calvinisme, dimana saja ada, telah menunjukkan kombinasi semacam itu. Bahkan kaum Spaniard mengetahui bahwa bidah (misalnya Calvinisme bangsa Belanda) bisa mengembangkan perdagangan dan hal itu sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sir William Petty dalam pokok kajiannya mengenai alasan-alasan adanya perkembangan kapitalistis di Belanda. Gothein secara tepat menyebut di aspora Calvinistis sebagai tempat persemaian ekonomi kapitalistis.

Akan tetapi tidak semua kelompok Protestan mempunyai pengaruh kuat yang sama di dalam arah ini. Bahwa Calvinisme, bahkan di Jerman, merupakan salah satu yang terkuat, dan merupakan reformed faith (iman yang diperbaharui) yang lebih dari yang lain tampaknya telah meningkatkan perkembangan semangat kapitalisme, di Wupperthal, ataupun di wilayah-wilayah lainnya.

Page 3: BAB I weber

Bab II

Spirit Kapitalisme

Salah satu objek yang bisa ditemukan yang dapat menjelaskan istilah Spirit Kapitalisme dengan suatu pengertian yang dapat dipahami adalah dengan suatu individual historis, yaitu suatu struktur elemen yang berhubungan dengan realitas historis, yang kita satukan menjadi suatu keseluruhan konseptual dari suatu pandangan mengenai pentingnya kebudayaan di dalamnya. Oleh karena itu, jika kita mencoba untuk menentukan objeknya, analisis dan penjelasan histories yang sedang disahkan disini, objek itu tidak bisa dalam bentuk definisi konseptual, tetapi pada awalnya bisa merupakan suatu deskripsi sementara yang disebut sebagai semangat kapitalisme.

Suatu filsafat yang telah dirangkum dalam kata-kata oleh Kurberger, “Mereka membuat lilin dari ternak dan uang dari manusia”. Ciri dari filsafat ketamakan ini tampak menjadi suatu cita-cita manusia jujur yang layak kredit yang di kenal dan dari semua itu akan menjadi ide suatu tugas dari individu ke arah peningkatan modalnya, yang dianggap sebagai suatu tujuan dari dirinya. Konsep semangat kapitalisme yang digunakan disini dimengerti dalam pengertian khusus yakni sebagai semangat kapitalisme modern. Oleh karena kita di sini berhubungan dengan kapitalisme Eropa Barat dan Amerika sangat jelas dari cara bagaimana masalahnya diungkapkan. Kapitalisme ada di Cina, India, Babilon, dan di dunia maju dan pada abad-abad pertengahan. Tetapi, dalam wilayah-wilayah itu, etos khusus semacam itu telah berkurang.

Sekarang, seluruh sikap moral Franklin telah diwarnai oleh utilitarianisme. Kejujuran sangatlah berguna, sebab kejujuran menjamin kredit dan juga ketepatan waktu, sikap rajin dan hemat dan itulah alasan mengapa itu semua merupakan kebajikan: suatu deduksi logis dari ini semua adalah dimana, misalnya, penampilan kejujuran berfungsi sama, yang dianggap sudah mencukupi, dan suatu kebajikan berlebihan ini secara jelas akan tampak dalam pandangan Franklin sebagai suatu kesia-siaan yang tidak produktif.

Manusia hanya dipenuhi dengan usaha terus-menerus untuk mencari harta dan uang, dengan mencapai tujuan akhir dari kehidupannya. Perolehan ekonomi tidak lagi dilayankan kepada manusia sebagai alat untuk mendapatkan kepuasan akan kebutuhan materialnya. Kebalikan dengan apa yang kita sebut hubungan alami, begitu irasional dari pandangan yang naif, secara nyata merupakan prinsip yang mengarah pada kapitalisme sebab hal itu asing bagi semua orang yang tidak di bawah pengaruh kapitalistik.

Tentu saja kita, kita bahkan tidak menyatakan bahwa suatu penerimaan sadar atas pedoman-pedoman etis ini oleh individu, wirausahawan-wirausahawan atau pekerja-pekerja dalam usaha-usaha kapitalistik modern adalah suatu kondisi bagi berlangsungnya eksistensi kapitalisme sekarang. Ekonomi kapitalistik masa sekarang adalah suatu

Page 4: BAB I weber

kosmos raksasa tempat di mana manusia dilahirkan dan menghadapkan dirinya kepada manusia, setidak-tidaknya sebagai individu, sebagai suatu tatanan segala hal yang tidak berubah yang di dalamnya dia harus hidup. Hal ini memaksa setiap individu, sejauh dia terlibat di dalam sistem hubungan pasar, untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan tindakan kapitalistik. Kapitalisme sekarang, yang telah mendominasi kehidupan perekonomian, mendidik, dan memilih insan-insan ekonomi yang dibutuhkannya melalui suatu proses ”survival of the fittest” dalam bidang ekonomi.

Semangat kapitalisme, dalam pengertian disini, harus berjuang dalam caranya menuju supremasi melawan dunia keseluruhan yang penuh dengan kekuatan-kekuatan perang yang saling berlawanan. Perolehan kapitalistik sebagai suatu bentuk petualangan telah merasuk dalam keluarga-keluarga dalam setiap jenis masyarakat ekonomi yang telah mengenal perdagangan dengan menggunakan uang dan yang telah menawarkan banyak kesempatan, melalui commenda, pajak pertanian, pinjaman negara, pembiayaan pengadilan di mahkamah bangsawan dan para pejabat-pejabat. Musuh paling utama dari semangat kapitalisme, dalam pengertian suatu standar kehidupan pasti yang menuntut sangsi etika, yang harus di hadapi adalah tipe sikap dan reaksi terhadap situasi-situasi baru yang disebut sebagai tradisionalisme.

Salah satu dari alat teknik yang digunakan oleh para pekerja modern agar memperoleh jumlah kerja yang paling memungkinkan adalah cara upah borongan. Di mana saja kapitalisme modern memulai pengaruhnya dalam meningkatkan produktivitas pekerjaan manusia dengan meningkatkan intensitasnya, kapitalisme tadi selalu menghadapi perlawanan keras yang hebat dari sifat utama para pekerja prakapitalis. Dan sekarang ini kapitalisme menghadapi perlawanan jauh lebih besar, jauh lebih terbelakang (dari sudut pandang kapitalistik) dari kekuatan-kekuatan kerja yang harus dihadapinya. Penelitian mengenai kapitalisme pada masa sekarang ini menujukkan betapa pentingnya menanyakan bagaimana hubungan antara penyesuaian terhadap kapitalisme dengan faktor-faktor keagamaan ini bisa terjadi pada awal mula perkembangan kapitalisme.

Sombart telah membedakan antara kepuasan akan pemenuhan kebutuhan dengan perolehan keuntungan sebagai dua prinsip paling utama dalam sejarah perekonomian. Dalam kasus yang pertama tadi, hasil karya barang-barang perlu untuk memenuhi kebutuhan personal. Sedangkan dalam kasus yang kedua, suatu perjuangan untuk memperoleh keuntungan yang bebas dari batasan-batasan yang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan telah menjadi tujuan yang mengontrol bentuk dan arah dari kegiatan ekonomi. Kebutuhan ekonomi itu disebut dengan tradisionalisme ekonomi, bisa saja para pengusaha swasta yang menggunakan kapital bisa mempunyai karakter tradisionalistis. Hal ini dibenarkan oleh kenyataan sejarah bahwa sikap pemikiran pada satu sisi telah menemukan bentuk ungkapan yang paling sesuai pada usaha-usaha

Page 5: BAB I weber

kapitalistis sementara dalam sisi yang lain sikap itu telah memperoleh kekuatan motif yang paling cocok yakni semangat kapitalisme.

Sampai pada pertengahan abad yang lalu, bentuk organisasi dalam segala hal bersifat kapitalistis, aktivitas para pengusaha semata-mata bercirikan bisnis murni, penggunaan kapital, pengembalian modal dalam bisnis, sangatlah diperlukan dan akhirnya aspek objektif dari proses ekonomi, book-keeping, adalah rasional. Tetapi hal ini merupakan bisnis tradisionalistis, jika seseorang mempertimbangkan semangat yang menghidupkan para wirausahawan yaitu cara hidup tradisional, tingkat profit tradisional, jumlah pekerjaan tradisional, cara tradisional dalam mengatur hubungan antar buruh dan lingkaran tradisional esensial dari para pelanggan dan cara bagaimana menarik para pelanggan baru. Semua yang disebutkan diatas tadi mendominasi perilaku bisnis, dan berada pada dasar etos dari kelompok para pengusaha ini.

Masuknya kapitalisme modern ke dalam kancah pada umumnya tidaklah mudah. Banyak kecurigaan, kebencian, dan kedongkolan moral biasanya menghadang inovator pertama. Hanya karakter kuat yang tidak biasa dapat menyelamatkan seorang wirausahawan dari jenis baru ini dari kemungkinan kehilangan kontrol pribadi yang tenang dan dari kehancuran moral dan ekonomi. Kejelasan visi dan kemampuan untuk bertindak, dan berkat kualitas-kualitas etis yang sangat berkembang dan tegas maka dia dapat mengarahkan kepercayaan yang sangat diperlukan dari para pelanggannya dan para pekerjanya.

Orang-orang yang dipenuhi dengan semangat kapitalisme saat ini cenderung untuk tidak peduli dengan urusan agama. Pengukiran mengenai kesalehan terhadap surga hanya mempunyai daya tarik sedikit dari sifat aktif mereka. Bagi mereka agama tampak hanya sebagai alat untuk menarik mereka keluar dari kerja di dunia ini. Sangatlah ironis mereka hidup demi bisnis dan bukan sebaliknya.

Tipe ideal dari wirausahawan kapitalistis, seperti yang diwakili oleh Jerman dengan contoh-contoh yang cukup terkemuka, hampir sama dengan orang-orang yang ingin naik pangkat yang berbudi halus. Mereka menghindari pengeluaran yang tidak perlu, maupun kenikmatan yang disadarinya dari kekuasaannya, dan malu dengan tanda-tanda luar dari pengakuan sosial yang dia terima. Dia tidak mendapatkan apa-apa diluar kekayaan bagi dirinya sendiri, kecuali perasaan irasional bahwa dia telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Konsepsi bahwa mencari uang sebagai tujuan yang didalamnya mengikat manusia, sebagai suatu panggilan, menjadi berlawanan dengan perasaan etis pada keseluruhan periode sejarah. Dogma Deo placere vix potest yang tercangkup dalam hukum kanonik dan dijalankan didalam-aktivitas-aktivitas harian para pedagang mengenai hasrat untuk memperoleh keuntungan merupakan suatu yang dianggap murni

Page 6: BAB I weber

dan minat sebagai turpitudo (istilah yang tidak dapat dihindarkan, dan oleh karenanya mencari keuntungan secara etika bisa dibenarkan).

Saat ini, dibawah institusi-institusi ekonomi, hukum, dan poltik yang bersifat kapitalis, dengan bentuk-bentuk organisasi dan struktur umum yang khas dalam tatanan ekonomi, semangat kapitalisme bisa dimengerti, semata-mata sebagai suatu hasil adaptasi, begitu pula bagi beberapa kaum moralis pada waktu itu khususnya dari sekolah-sekolah nominalistis dapat menerima bentuk-bentuk bisnis kapitalis yang berkembang sebagai hal yang tak terhindarkan, dan mereka mencoba membenarkannya, terutama dalam perdagangan jika memang diperlukan.

Page 7: BAB I weber

BAB III

Konsepsi Luther Mengenai Panggilan Suatu Tugas Penelitian

Suatu kata “Calling” (panggilan), merupakan suatu konsepsi keagamaan, yang merupakan suatu tugas yang dikehendaki oleh Tuhan, atau setidak-tidaknya disarankan. Hal ini bukanlah hasil dari semangat bangsa Jerman, akan tetapi dalam pengertian modern kata itu berasal dari hasil terjemahan kitab suci, melalui semangat penerjemahnya bukan dari apa yang tertulis dari aslinya. Dalam terjemahan kitab suci dari Luther, kata itu pertama kali digunakan dalam satu ungkapan pada Yesus Sirakh (6:20 dan 21) yang secara tepat memuat makna modern dari kata itu. Kemudian kata itu dengan cepat digunakan dalam setiap wacana harian dari semua orang-orang Protestan.

Konsepsi mengenai panggilan lantas menghasilkan suatu dogma sentral dari seluruh kelompok umat Protestan. Di dalam agama Katolik, bagian mengenai ajaran-ajaran etika ke dalam pracepta dan consilia dihilangkan. Satu-satunya jalan hidup yang dapat diterima Tuhan adalah dengan tidak melampaui moralitas duniawi dalam asketisme monatis, tetapi semata-mata melalui pemenuhan kewajiban atau tugas yang diberikan kepada setiap pribadi manusia dengan tingkat kedudukannya masing-masing di dunia. Inilah panggilan hidupnya. Kehidupan monastis (membiara) bukanlah sama sekali tanpa nilai sebagai sarana pembenaran dihadapan Tuhan, akan tetapi kehidupan itu juga bisa berarti penolakan kewajiban di dunia ini sebagai hasil egoisme diri, dengan tindakan menyingkir dari kewajiban-kewajiban di dunia. Sebaliknya, kerja dalam panggilan tampak bagi dia sebagai ungkapan yang keluar dari cinta persaudaraan. Dengan demikian, dia membuktikan dengan suatu pengamatan bahwa pembagian kerja bisa memaksa setiap orang untuk bekerja untuk orang lain.

Bagi Luther konsep mengenai panggilan tetaplah bersifat tradisionalistis. Panggilan adalah suatu yang harus diterima sebagai suatu peraturan keilahian, peraturan yang harus dipatuhi oleh manusia. Aspek ini lebih berat dari pada ide-ide lain yang juga ada, bahwa kerja dalam aspek panggilan merupakan suatu tugas yang digariskan tuhan. Dan dalam perkembangan selanjutnya, Lutheranisme ortodoks masih tetap menekankan aspek ini. Oleh karenanya, untuk saat ini, hasil etis satu-satunya menjadi bersifat negatif, kewajiban-kewajiban duniawai tidak lagi disubordinasi terhadap hal-hal asketis, yaitu ketaatan terhadap kekuasaan dan penerimaan terhadap segala sesuatu seperti apa adanya terus-menerus disarankan.

Page 8: BAB I weber

Bab IV

Dasar-dasar Keagamaan dari Askese Duniawi

Di dalam sejarah, terdapat empat bentuk dasar protestantisme asketis:

1. Calvinisme di dalam bentuk yang terdapat di wilayah-wilayah utama dari pengaruhnya di eropa barat, khusus nya pada abad ke- 17;

2. Pietisme;3. Metodisme;4. Sekte –sekte yang tumbuh dari gerakan kaum Baptis

Tak satu pun dari gerakan-gerakan ini secara menyeluruh terpisah dari yang lainnhya, dan perbedaan dan gerakan-gerakan ini jika dibandingkan dengan Gereja-gereja nonaskestis juga tidak pernah jelas.

A. Calvinisme

Kini, calvinisme merupakan suatu iman setelah adanya perjuangan-perjuangan besar dalam bidang politik dan budaya pada abad ke-16 dan 17 yang dilakukan pada Negara seperti Belanda, Inggris dan Prancis.

Skisma dari Gereja Inggris menjadi tidak terhindarkan di bawah penguasa James I setelah kaum Crown dan Puritan muncul dengan membedakan secara dogmatis mengenai doktrin ini. Hal ini secara terus menerus dipandang sebagai bagian nyata dari tingkat bahaya politis dalam calvinisme dan kemudian mendapat pengulangan-pengulangan dari mereka yang berkuasa. Sinode yang cukup besar pada abad ke-17, terutama sinode Dordrecht dan Westminster, di samping sinode dengan skala yang lebih kecil, meningkatkan maksud-maksud karya utama dari karya mereka kepada kekuasaan kanonik.

Kita sungguh dapat mempelajari isinya dari kata-kata yang dapat dipercaya dari Westminte Confession paa tahun 1647, yang dalam hal ini secara sedrhana diulangi dalam pernyataan kepercayaan atau sederhana diulangi dalam pernyataan kepercayaan atau sahadat dari kaum baptis maupun independen.

Bab IX (dari Free Will- kehendak bebas), nomor 3. Manusia, karena kesalahaannya jatuh kedalam dosa, sepenuhnya telah kehilangan seluruh kemampuanyya untuk memiliki kehendak untuk melakukan perbuatan-perbuatan, baik secara spiritual yang bias menuntunnya menuju keselamatan.

Bab III (dari God’s Eternal Decree- Perintah Abadi dari Tuhan) no.3. dengan perintah dari Tuhan sebagai mainsfestasi dari kemuliannya, beberapa manusia dan

Page 9: BAB I weber

malaikat ditakdirkan untuk mengalami kehidupan kekal atau abadi, dan sementara yang lainnya ditakdirkan untuk mengalami kematian kekal.

No.5. mereka yang ditakdirkan untuk kehidupan, Tuhan sebelum dasar-dasar dunia diletakan, sesuai dengan tujuannya yang abadi dan kekal, dan nasihat raghasia dan kebahagiaan yang baik dari kehendaknya, telah memilih kristus dalam kemuliaan abadi; diluar rahmat dan cita-citanya yang bersifat bebas semata-mata tanpa pengharapan ke masa depan dari iman dan karya yang baik, atau ketekunan atau dari hal-hal lain dalam semua ciptaan sebagai kondisi-kondisi, atau penyebab-penyebab yang menggerakan Dia kesana, dan semuanya bagi pujian oleh karena rahmatnya yang melimpah.

Disini kita tidak sedang menaruh perhatian kepada evaluasi ini, tetapi kepada signifikansi historis dari dogma ini. Secara seingkat kita hanya dapat member gambaran kepada sesuatu pertanyaan yaitu bagaimana doktrin itu berasal dan bagaimana doktrin itu sesuai atau cocok dengankerangka dasar teknologi calvinistis.

Dua jalan yang menuntun ke hal demikian tadi menjadi mungkin. Fenomena pengertian keagamaan dari rahmat itu dikombinasikan, oleh para pemujanya yang paling aktif dan bersemangat yang telah dihasilkan secara terus-menerus oleh agama Kristen sejak jaman agustinus, dengan suatu perasaan kepastian bahwa rahmat itu merupakan hasil utama dari kekuasaan yang objektif dan tidak semata-mata diungkapkan dalam arti pribadi.

Pada masa ketika Luther mencapai tingkat kreativitas keagamaan yang sangat besar yaitu ketika dia mampu menulis Freiheiteines Christenmenschen, ajaran mengenai Tuhan, bagi Luther secara pasti merupakan sumber utama dan mutlak dari keadaanya dari rahmat keagamaan. Melancthon dengan sengaja menghindari pengajaran yang gelap dan berbahaya dalam Ausburg Confession, dan bagi para biarawan gereja pada Lutheranisme, hal itu merupakan suatu pasal dari iman kepercayaan bahwa rahmat memounyai sifat dapat diubah dan dibatalkan dan rah,at dapay diperoleh kembali dengan suatu sikap rendah hati, yaitu menyesal atau bertobat dan dengan kepercayaan yang penuh iman terhadap sabda Tuhan dan sakramen-sakramennya.

Bagi manusia terkutuk, mengeluh karena kelimpahannya akan sama dengan seekor binatang yang meratapi kenyataan bahwa mereka tidak terlahir sebagai manusia.

Didalam hal-hal yang tidak berperikemanusiaan yang bersifat ekstrem, doktrin ini terutama pasti mempunyai suatu konsekuensi bagi kehidupan dari suatu generasi yang telah menyerah kepada konsestensinya yang baik sekali. Hal itu dapat merupakan suatu perasaan kesendirian dalam yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam setiap individu. Dalam masa reformasi seseorang harus bekerja keras memperoleh keabadian. Tidak seorang pun dapat membantu, tidak juga imam, tidak pula sakramen.

Page 10: BAB I weber

Penghilangan keselamatan Gereja dan sakramen-sakramen ini( yang dalam Lutheranisme sama sekali tidak dikembangkan sampai pada kesimpulan finalnya), adalah apa yang merupakan perbedaan yang mutlak menentukan dengan gereja katolik. Proses historis yang panjang dalam perkembangan agama, penghilangan kekuatan magis dari dunia yang telah dimulai denhgan para nabi Ibarani dan, dalam penggabungan dengan pemikiran ilmiah Yunani, telah menghilangkan semua sarana magis untuk mencapai mkeselamatan sebagai takhayul dan dosa, disini muncul sampai kepada kesimpulan logisnya.

Kita akan berbicara mengenai konsekuensi-konsekuensi bagi tingkah laku etis kehidupan sehari-hari nanti. Tetapi bagi situasi keagamaan umum dari seseorang, konsekuensi-konsekuensi tersebut cukup jelas. Di samping keharusan untuk menjadi anggota gereja yang sejati untuk mendapat kieselamatan, hubungan jemaat Calvinis dengan Allah mereka dilaksanakan dalam kesendirian spiritual yang mendalam.

Pada mulanya, hal ini tampak sebagai suatu misteri bagaimana superioritas Calvinisme yang ta disangsikan lagi dalam suatu organisasi sosial dapat dihubungkan dengan suatu tendensi untuk mencabik atau merobek setiap individu keluar dari ikatan-ikatan erat dengan hal-hal yang mengikat dirinya di dunia. Cirri ini kemudian dilakukan dalam kerja dalam suatu panggilan hidpu yang dapat melayani kehidupan duniawi dari masyarakatnya. Terhadap kekuatan-kekuatan ekonomi ini, Calvinisme menambahkan suatu tendensi lain yang juga berlangsung dalam arah yang sama. Konflik antara individu dan etika tidaklah terjadi pada Calvinisme, walaupun hal itu menempatkan setiap individu secara menyeluruh pada tanggung jawab pribadinya dalam masalah-masalah keagamaan. Sumber karakter utilitarian dari etika-etika Calvinistis terletaj disini, dan cirri penting dari pemikiran-pemikiran Calvinistis mengenai panggilan juga berasal dari sumber yang sama pula. Secara prinsip Calvin menolak asumsi bahwa seseorang dapat belajar dari tindakan atau perilaku orang lain apakah mereka orang-orang terpilih atau malahan terkutuk.

secara prinsip Calvin menolak asumsi bahwa seseorang dapat belajar dari tindakan atau perilaku orang lain apakah mereka orang-orang terpilih atau malahan terkutuk. Tidaklah merupakan sesuatu yang benar untuk memaksakan misteri-misteri Tuhan.

Cukup wajar bahwa sikap ini menjadi hal yangtidak mungkin bagi para pengkut Calvin semasa Beza, dan yang terutama, bagi umat secara luas dari masyarakat yang biasai. Bagi mereka ceritudo salutis dalam pengertian pengakuan keadaan rahmat (state of grace) secara penting menjadi sesuatu yang paling dominan secara absolute.

Page 11: BAB I weber

Pengalaman keagamaan yang paling tinggi dimana iman Lutheran terus berusaha keras untuk mencapainya, khususnya seperti ketika hal itu berkembang pada masa abad ke-17, adalah unio mystica dengan Tuhan.

Kini sejarah filsafat menunjukan bahwa iman kepercayaan keagamaan yang terutama bersifat mistik bias sesuai dengan suatu pengertian yang dinyatakan mengenai realitas dalam bidang fakta-fakta empiris; hal ini secara langsung bias mendorong dalam hal penyangklan doktrin dialektika.

Rasionalisasi dunia eliminasi magis sebagai suatu sarana menuju keselamatan umat katholik belumlah melakukan sejauh apa yang telah dilakukan kaum puritan. Dalam agama katholik pengampunan dosa dari gereja merupakan suatu kompensasi ketidakempurnaan dirinya sendiri.

Sejauh ini kita hanya memandang calvinisme, dan lantas menganggap doktrin predestinasi sebagai latar belakang dogmatis dan moralitas Puritan dalam pengertian perilaku etnis rasional yang bersifat metodis. Hal ini bisa dilakukan karena pengaruh dari dogma itu pada kenyataannya berlanjut jauh melebihi satu kelompok keagamaan yang berpegang teguh secara keras dengan prinsip – prinsip calvinistik, yakni kaum Presbyterian. Tidak hanya independent Savoy Declaration tahun 1658 akan tetapi juga Baptist Confession dari Henserd Knolly pada tahun 1689 yang berisi tentang hal tadi, dan hal itu juga bisa mengambil suatu tempat dalam Metodisme. Sebuah doktrin dalam konsistensinya yang mengagumkan yang pada zaman yang amat penting dari abad ke-17, mendukung kepercayaan dari para pembela militan dari kehidupan bahwa mereka adalah senjata – senjata dalam tangan Tuhan, dan merupakan pelaksana dari kehendak Ilahi-Nya.

Kombinasi dari iman dalam suatu norma – norma valid yang bersifat absolut dengan determinasi absolut dan transendentalitas sempurna dari Tuhan dalam jalannya merupakan suatu produk dari seorang jenius yang hebat. Pada saat yang sama hal itu , secara prinsip sangat jauh lebih modern dibandingkan dengan doktrin yang lebih lunak, yang membuat kelonggaran yang lebih besar kepada perasaan – perasaan yang menguasai Tuhan kepada hukum – hukum moral. Yang terpenting kita harus melihat berulang – ulang betapa fundamentalnya pemikiran – pemikiran pembuktian terhadap maalah kita. Karena signifikansinya secara praktis sebagai suatu basis logis bagi moralitas rasional dapat dipelajari dalam kemurnian semacam itu di dalam doktrin predestinasi. Diantara gerakan – gerakan Protestan, konsekuensi – konsekuensi yang mahal itu tak bisa dihindarkan dimiliki bagi tendensi – tendensi asketis dari perilaku para penganutnya yang pertama membentuk, pada prinsipnya, antitesis yang paling kuat terhadap keadaan yang tak berdaya secara moral yang bersifat relatif dari Lutheranisme. Ungkapan kaum Lutheran gratia amissibilis, yang selalu dapat di capai melalui sikap tobat karena dosa

Page 12: BAB I weber

secara nyata, dalam dirinya sendiri, tidak mengandung sangsi dengan apa yang bagi kita merupakan suatu hasil yang paling penting dari Protestanisme aksetis, yaitu suatu tatanan rasiona sistematis dari kehidupan moral sebagai suatu keseluruhan. Imam kaum Lutheran kemudian menjadikan kekuatan spontanitas dari tindakan yang menurut kata hati dan emosi yang tak dibuat buat hampir tak bisa dirubah. Seorang jenius dalam bidang agama seperti Luther dapat hidup dalam suasana keterbukaan dan kebebasan ini tanpa kesulitan dan, sejauh antusiasmenya cukup kuat, tanpa adanya bahaya jatuh kembali kedalam status naturalis.Bentuk yang sederhana, sensitif dan yang secara khusus emosional dari Ketuhanan, yang selalu menjadi hiasan dari banyak tipe - tipe tertinggi dari kaum Lutheran, seperti moralitasnya yang bebas dan spontan, menemukan sedikit kesamaan dalam Puritanisme yang asli, akan tetapi lebih banyak lagi dalam Anglikanisme yang lunak dari manusia – manusia semacam itu seperti Hooker,Chillingsworth, dan sebagainya. Akan tetapi kaum Lutheran yang biasa, bahkan mereka yang mampu, tidak ada yang lebih pasti daripada kenyataan bahwa dia hanya secara sementara, sejauh pengakuan tunggal atau khotbah memengaruhinya, muncul di atas status naturalis. Ada perbedaan yang besar yang sangatn menonjol pada orang –prang yang hidup pada zaman yang sama antara standar – standar moral dari pengadilan – pengadilan dari pangeran – pangeran Reformed dan Lutheran, yang kedua tadi sering diturunkan nilainya sebagai kemabukan dan ketidaksopanan.

B. Pietisme

Secara historis, doktrin predestinasi juga merupakan titik awal dari gerakan asketis yang biasanya dikenal sebagai Pietisme. Selama gerakan itu masih berada dalam Gereja Reformed selalu menjadi tidak mungkin untuk menarik suatu garis antara kaum Calvinis yang Pietistik dan yang non-Pietistik. Hampir seluruh perwakilan yang memimpin dari Puritanisme selalu dikelompokkan di antara kaum pietis. Bahkan dibenarkan untuk menganggap hubungan keseluruhan antara predestinasi dengan doktrin pembuktian, dengan minat perhatian fundamental dalam perolahan certitudo salutis seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, seperti didalam dirinya merupakan suatu perkembangan Piestik dari doktrin asli dari Calvin. Munculnya revival asksetis diantara Gereja Reformed, khususnya Belanda, secara teratur disertai dengan suatu regenerasi doktrin predestinasi yang untuk sementara dilupakan atau secara keras tidak diikuti. Oleh karenanya, bagi Inggris, tidaklah bisa untuk menggunakan istilah Pietisme. Akan tetapi bahkan di wilayah Continental (Belanda dan Lower Rhenish) Pietisme dalam Gereja Reformed, setidaknya secara fundamental, merupakan suatu intensifikasi (penggiatan) sederhana dari Askese Reformed, misalnya, sebagai doktrin – doktrin dari Bailey. Tekanannya secara kuat diletakkan pada praxis pietatis yaitu bahwa ortodoksi yang bersifat doktrin ditekankan kedalam latar belakangnya; pada kenyataannya berkali – kali hal itu tampak menjadi masalah pengabdian. Mereka yang ditakdirkan demi rahmat kadang – kadang menjadi subjek kesalahan dogmatis maupun bagi dosa – dosa yang

Page 13: BAB I weber

lainnya dan pengalaman menunjukkan bahwa seringkali orang kristen semacam itu yang agak tidak diajari dalam teologi di sekolah – sekolah mempertunjukkan buah – buah iman yang paling jelas, sementara sebaliknya hal itu menjadi bukti bahwa pengetahuan akan teologi semata – mata sama sekali tidak menjamin pembuktian iman melalui perilaku tindakan. Oleh karena itu, pilihan tidak dapat dibuktikan dengan hanya mempelajari teologi. Oleh karena itu, Pietisme, dengan suatu ketidakpercayaannya yang mendalam dari Gereja mengenai para teolog. Sekarang, tendensi yang kedua ini mempunyai sesuatu yang sangat dekat hubungannya dengan unio mystica Lutheran, dan sering sekali mengarah kepada suatu tekanan yang lebih besar pada sisi emosional dari agama daripada yang dapat diterima pada Calvinisme ortodoks. Sebenarnya dari sudut pandang kita, hal ini bisa dikatakan sebagai suatu karakteristik yang menentukan dari Pietisme yang berkembang dalam Gereja Reformed. Sebab bagian dari emosi ini, yang pada mulanya agak asing bagi Calvinisme tetapi juga sebaliknya berhubungan dengan suatu bentuk agama mediaeval tertentu, lebih menuntun agama dalam praktiknya untuk berjuang dalam mendapatkan kenikmatan akan keselamatan di dunia ini daripada untuk terlibat dalam perjuangan asketis untuk mendapatkan kepastian akan dunia nanti. Lebih jauh lagi, emosi ini mampu dalam intensitas semacam itu, yakni agama bisa mendapatkan suatu karakter histeria yang positif, yang menghasilkan perubahan yang cukup di kenal dari contoh – contoh tanpa angka dan secara neuro – patologis dapat di mengerti, dari keadaan setengah sadar dari kenikmatan keagamaan dengan beberapa periode kelelahan yang gugup, yang di rasakan sebagai suatu tindakan meninggalkan oleh Tuhan. Akan tetapi sejauh pengaruh ekstrem ini, yang di kondisikan oleh suatu tekanan pada emosi, tidak tampak, dan sejauh Pietisme Reformed berusaha dengan keras untuk meyakinkan keselematan di dalam rutinitas kehidupan sehari – hari di dalam suatu panggilan duniawi, maka pengaruh praktisnya dari prinsip – prinsip Pietis merupakan suatu kontrol perilaku asketik yang lebih keras di dalam panggilan. Sebaliknya, perkembangan Pietisme jerman dari suatu dasar Lutheran, yang di sini di hubungkan dengan nama – nama seperti Spener, Francke, dan Zinzendorf, memisah dari doktrin predestinasi. Dan sebagai pengganti bagi perintah ganda, Pietisme menghasilkan pemikiran – pemikiran (dalam suatu cara yang secara esensial agak sama dengan Calvinisme walaupun lebih lunak). Terbukti kemudian bahwa orientasi kebutuhan ke agamaan untuk memberikan kepuasan emosional tidak dapat secara kuat mengembangkan suatu dorongan untuk merasionalisasi aktivitas duniawi, seperti kebutuhan kaum terpilih Clvinistis untuk pembuktian dengan tindakan menempati lebih dulu yang eksklusif dengan yang ada di luarnya. Sebaliknya, hal itu bisa lebih dapat diterima bagi penetrasi perilaku metodikal dengan agama daripada iman tradisionalistis dari Lutheren ortodoks.

C. Metodisme

Kombinasi antara jenis keagamaan yang emosional tetap asketis dengan sikap apatis yang meningkat atau sikap penolakan terhadap dasar – dasar dogmatis dari askese

Page 14: BAB I weber

Calvinistis juga merupakan karakteristik dari gerakan Anglo-Amerika yang juga identik dengan Pietisme Continental (Barat), yang disebut Metodisme. Namanya itu sendiri menunjukkan apa yang mngesankan dari orang – orang yang hidup sezaman ini sebagai suatu karakteristik dari para pengikutnya: sifat dasar perilaku yang sistematis dan metodikal sebagai tujuan dalam mencapai certitude salutis. Hak ini sejak awal mula juga telah menjadi pusat aspirasi ke-agamaan dari gerakan ini dan hal ini tetaplah seperti itu sampai masa kini. Sekarang, agama emosional ini telah memasuki suatu aliansi khusus, yang tidak mengandung kesulitan – kesulitan inheren yang berskala kecil, dengan etika Asketis yang semuanya telah dibersihkan dengan suatu rasionalitas oleh Puritanisme. Untuk satu hal, tidak seperti Calvinisme yang menganggap segala sesuatu yang bersifat emosional menjadi melenceng, satu – satunya dasar yang pasti bagi certitude salutis secara prinsip di anggap sebagai suatu perasaan murni dari kepastian absolut dalam hal pengampunan, yang langsung berasal dari kesaksian akan roh, yakni kedatangan yang dapat secara pasti ditempatkan pada masa kini. Sebagai tambahan dari hal ini doktrin wesley mengenai penyucian yang walau berasal dari doktrin ortodoks, merupakan suatu perkembangan logis dari hal itu.

D. Sekte – sekte Baptis

Pietisme dari Benua Eropa dan Metodisme dari orang – orang Anglo Saxen, dilihat dari kandungan pemikiran – pemikirannya dan dari signifikansi sejarahnya, bisa di anggap sebagai gerakan – gerakan kedua. Pada abad ke-16 dan ke-17, muncul secara langsung dari hal itu atau mengambil bentuk – bentuk dari pemikiran keagamaannya, Baptis, Mennonite, dan yang terutama Quaker. Ciri – ciri dari seluruh komunitas ini, yang keduanya secara historis dan secara prinsip merupakan yang paling penting, tetapi yang pengaruhnya pada perkembangan budaya hanya dapat dibuat lebih jelas di dalam hubungannya agak berbeda, adalah sesuatu yang sudah kita kenal, believer’s Church. Hal itu berarti bahwa komunitas keagamaan, gereja visible (tampak) menurut bahasa Gereja – gereja Reformas tidak lagi di pandang sebagai suatu jenis dari fondasi dasar kepercayaan bagi tujuan supernatural, suatu institusi, baik yang meningkatkan kemuliaan Tuhan (Calvinistis) atau sebagai medium untuk membawa sarana keselamatan bagi manusia (Katolik dan Lutehran). Sebagai suatu kepemilikan permanen, sekte – sekte Baptis menguasai dari motif – motif yang mendominasi ini dari periode awalnya, suatu prinsip yang mana, pada suatu fondasi yang agak berbeda, kita telah menjadi biasa di dalam Calvinisme. Kelompok Baptis bersama – sama dengan kaum Pre destianis, khususnya dengan kaum Calvinis yang keras, melaksanakan devaluasi yang paling radikal dari semua sakramen sebagai sarana untuk keselamatan, dan kemudian menyelesaikan rasionalisasi keagamaan dari dunia dalam bentuknya yang paling ekstern. Tetapi sejauh Babtisan memengaruhi dunia kerja yang normal, ide bahwa Tuhan hanya bersabda ketika dagingsecara jelas diam berarti dorongan dari beban yang membebaskan bagian – bagian dari tindakan dan justifikasi yang hati – hati dalam hal suara hati individu. Walaupun

Page 15: BAB I weber

demikian, di luar komunitas yang setengah komunis pada awal periode, sebuah sekte Baptis yang di kenal dengan nama Dunckards (Tunker, dompelaers). Sampai saat ini tetap memelihara ajaran mengenai hukuman dan semua bentuk penguasaan di balik segala sesuatu yang sangat di butuhkan dalam kehidupan. Askese Kristem, yang pada awalnya berupa sikap menyingkir dari dunia ke dalam suatu keheningan, telah mengatur dunia menjadikan mereka meninggalkan biara dan melalui Gereja. Secara keseluruhan, hal ini telah menjadikan sifat yang secara alami bersifat spontanitas dari kehidupan sehari – hari di dunia menjadi tak tersentuh.

Page 16: BAB I weber

Bab V

Askese dan Spirit Kapitalisme

Untuk dapat memahami hubungan antara ide – ide keagamaan yang bersifat fundamental dan Protestanisme asketis dengan maksimnya bagi perilaku ekonomi sehari – hari, maka perlu untuk memeriksa dengan teliti seluruh tulisan semacam itu yang secara pasti berasaldari praktik – praktik ministerial (kependetaan). Kita bisa memperlakukan Protestanisme asketis sebagai suatu keseluruhan yang tunggal. Akan tetapi karena satu sisi dari Puritanisme Inggris, yakni berasal dari Calvinisme, telah memberikandasar – dasar keagamaan yang paling konsisten bagi lahirnya ide – ide atau pemikiran mengenai panggilan dengan mengikuti metode – metode sebelumnya. Didalam hatinya seorang Presbyterian dan seorang apologis dari sinode Westiminster menentang tindakan atau perebutan kekuasaan oleh Cromwell seperti juga dia menentang setiap adanya gerakan revolusi.