BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103388/potongan/S1-2016...wilayah tujuan...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gumuk pasir pada umumnya dijumpai di wilayah beriklim gurun (Pye and Tsoar, 2009). Tenaga utama pembentuk gumuk pasir adalah angin. Gumuk pasir di wilayah pesisir Parangtritis terletak di wilayah beriklim tropis basah merupakan fenomena fisik lingkungan yang langka dengan tipe barkhan atau bulan sabit (Verstappen, 2013 : Sunarto, 2014). Secara klimatologis, iklim tropis basah di wilayah khatulistiwa dilewati beberapa jenis angin, seperti angin pasat dan angin monsun (Bayong, 2004). Angin ini berperan sebagai tenaga pengangkut material pasir dalam pembentukan gumuk pasir. Hal menarik adalah bahwa keberadaan gumuk pasir barkhan Parangtritis merupakan satu-satunya bentukan gumuk pasir di Asia Tenggara (Simoen, 1996). Iklim tropis basah di Pulau Jawa menyebabkan curah hujan dan temperatur yang tinggi (Bayong, 2004). Curah hujan tinggi mempercepat proses fluvial (sungai) dalam membawa material pasir yang bersumber dari Gunungapi Merapi menuju muara sungai di laut. Wilayah dengan temperatur tinggi merupakan wilayah tujuan angin, karena angin bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi dengan temperatur rendah menuju wilayah bertekanan rendah yang memiliki temperatur tinggi (Pye and Tsoar, 2009). Angin tersebut menyebabkan terjadinya proses aeolian dan membentuk gumuk pasir, seperti pada gumuk pasir Parangtritis. Faktor morfologi pesisir yang landai, sinar Matahari intensif, adanya akumulasi material pasir dari sungai yang bermuara di sekitar kawasan gumuk pasir, dan terdapat bukit penghalang mendukung terbentuknya gumuk pasir (Widodo, 2003). Faktor pendukung ini terdapat di wilayah pesisir Parangtritis. Wilayah pesisir dengan gumuk pasirnya bermanfaat dalam mengurangi risiko bencana kepesisiran (Sunarto, 2008). Gumuk pasir berfungsi sebagai peredam getaran gempa tektonik, tsunami, dan intrusi air laut (Widodo, 2003 : Sunarto, 2008). Tekstur pasir pada gumuk pasir mampu meredam getaran gempa tektonik. Morfometri gumuk pasir yang membentang sekitar 2 kilometer dengan

Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103388/potongan/S1-2016...wilayah tujuan...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gumuk pasir pada umumnya dijumpai di wilayah beriklim gurun (Pye and

Tsoar, 2009). Tenaga utama pembentuk gumuk pasir adalah angin. Gumuk pasir

di wilayah pesisir Parangtritis terletak di wilayah beriklim tropis basah merupakan

fenomena fisik lingkungan yang langka dengan tipe barkhan atau bulan sabit

(Verstappen, 2013 : Sunarto, 2014). Secara klimatologis, iklim tropis basah di

wilayah khatulistiwa dilewati beberapa jenis angin, seperti angin pasat dan angin

monsun (Bayong, 2004). Angin ini berperan sebagai tenaga pengangkut material

pasir dalam pembentukan gumuk pasir. Hal menarik adalah bahwa keberadaan

gumuk pasir barkhan Parangtritis merupakan satu-satunya bentukan gumuk pasir

di Asia Tenggara (Simoen, 1996).

Iklim tropis basah di Pulau Jawa menyebabkan curah hujan dan temperatur

yang tinggi (Bayong, 2004). Curah hujan tinggi mempercepat proses fluvial

(sungai) dalam membawa material pasir yang bersumber dari Gunungapi Merapi

menuju muara sungai di laut. Wilayah dengan temperatur tinggi merupakan

wilayah tujuan angin, karena angin bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi

dengan temperatur rendah menuju wilayah bertekanan rendah yang memiliki

temperatur tinggi (Pye and Tsoar, 2009). Angin tersebut menyebabkan terjadinya

proses aeolian dan membentuk gumuk pasir, seperti pada gumuk pasir

Parangtritis. Faktor morfologi pesisir yang landai, sinar Matahari intensif, adanya

akumulasi material pasir dari sungai yang bermuara di sekitar kawasan gumuk

pasir, dan terdapat bukit penghalang mendukung terbentuknya gumuk pasir

(Widodo, 2003). Faktor pendukung ini terdapat di wilayah pesisir Parangtritis.

Wilayah pesisir dengan gumuk pasirnya bermanfaat dalam mengurangi

risiko bencana kepesisiran (Sunarto, 2008). Gumuk pasir berfungsi sebagai

peredam getaran gempa tektonik, tsunami, dan intrusi air laut (Widodo, 2003 :

Sunarto, 2008). Tekstur pasir pada gumuk pasir mampu meredam getaran gempa

tektonik. Morfometri gumuk pasir yang membentang sekitar 2 kilometer dengan

2

ketinggian maksimal 15 meter (Verstappen, 2013), berfungsi meredam hantaman

gelombang tsunami. secara hidrologis, berfungsi sebagai wilayah imbuhan

airtanah atau recharge area (Sujatmiko, 2009). Melalui proses infiltrasi dan

perkolasi, air hujan yang tertangkap di gumuk pasir akan menjadi airtanah bersifat

tawar. Ketersediaan airtanah tawar di wilayah pesisir dapat mencegah terjadinya

intrusi air laut.

Gumuk pasir dan kawasan pesisir Parangtritis menjadi daya tarik

wisatawan karena keindahan dan kemudahan aksesibilitas (Torrido, 2012). Wisata

pantai dan seluncur pasir (sand boarding) menjadi daya tarik utama yang sesuai

dengan kondisi fisik pesisir dan gumuk pasir Parangtritis (Pemkab Bantul, 2015).

Kondisi ini berpengaruh terhadap kegiatan pariwisata di kawasan gumuk pasir

Parangtritis. Berkembangnya pariwisata di kawasan pesisir Parangtritis

berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat dan

investor yang menanamkan modal (Triyono, 2009). Pariwisata yang berkembang

pesat dengan diikuti pembangunan bangunan di kawasan gumuk pasir Parangtritis

menyebabkan hilangnya tipe gumuk pasir barkhan Parangtritis yang pernah ada.

Bangunan, pertanian lahan pasir, dan hutan belukar yang berkembang di

kawasan gumuk pasir Parangtritis terus mengalami peningkatan. Hasil penelitian

Fakhruddin, dkk (2010) menunjukkan bahwa dari tahun 1972 hingga 2010 luas

gumuk pasir Parangtritis-Parangkusumo mengalami penurunan dari 393,755 ha

menjadi 173,508 ha. Sujatmiko (2009) menunjukkan peningkatan bangunan

losmen dan hotel yang semula 156 unit pada tahun 2000 menjadi 182 unit pada

tahun 2006 atau meningkat 16,67 %. Peningkatan jumlah bangunan didukung oleh

aksesibilitas berupa pembangunan jalan Parangtritis - Depok. Keberadaan jalan

pendukung ini menjadi penyebab berkembangnya bangunan di kawasan gumuk

pasir Parangtritis.

Bangunan tumbuh berkembang akibat alih fungsi lahan, yakni dari lahan

konservasi menjadi lahan terbangun dan budidaya. Pemahaman antroposentris

serta orientasi ekonomi memicu ancaman urbanogenik dan agrogenik yang

menyebabkan pemanfaatan lahan terbangun dan budidaya berkembang pesat

(Sunarto, 2014). Perubahan seperti ini dapat mengancam kelestarian gumuk pasir

dengan menghambat proses alami perkembangan gumuk pasir dan merusak tipe

3

gumuk pasir barkhan yang langka. Bangunan berpengaruh terhadap arah dan

kecepatan angin (Gao et.al., 2012 ; Razak et.al., 2013). Adanya bangunan di

kawasan gumuk pasir dapat berpengaruh terhadap angin dalam membawa material

pasir yang akan diendapkan pada gumuk pasir. Gerakan material pasir menjadi

terganggu oleh bangunan dan menyebabkan berkurangnya imbuhan pasir yang

menuju ke gumuk pasir.

Pertumbuhan bangunan yang ada di kawasan gumuk pasir Parangtritis

seakan-akan tidak menjadi masalah serius. Undang-undang (UU) Nomor 27

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan

Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2011

tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2030 , mengamanatkan bahwa kawasan gumuk

pasir dapat menjadi kawasan cagar alam atau kawasan konservasi yang harus

dilindungi. Mengingat bahwa gumuk pasir dengan tipe barkhan di pesisir

Parangtritis merupakan fenomena fisik lingkungan yang langka dan perlu

dilestarikan. Undang-undang ini merupakan kepedulian negara dalam

melestarikan gumuk pasir.

Pemerintah, Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan akademisi

bekerjasama dalam upaya penyelamatan gumuk pasir barkhan Parangtritis dengan

melibatkan masyarakat setempat. Upaya penyelamatan gumuk pasir barkhan

Parangtritis dilakukan dengan rencana restorasi kawasan gumuk pasir Parangtritis.

Restorasi gumuk pasir Parangtritis ditandai dengan penentuan zonasi kawasan

gumuk pasir Parangtritis. Zonasi kawasan gumuk pasir Parangtritis terdiri atas

zona inti, zona terbatas, dan zona penunjang / pendukung. Zona inti diperuntukan

sebagai wilayah khusus konservasi gumuk pasir barkhan dengan bebas dari segala

jenis hasil aktivitas manusia, seperti bangunan dan vegetasi. Zona terbatas

diperuntukan sebagai bagian dari kawasan gumuk pasir dengan penggunaan lahan

yang dibatasi. Zona penunjang / pendukung diperuntukan sebagai penunjang atau

pendukung proses pembentukan gumuk pasir Parangtritis. Zonasi ini telah

diresmikan pada 11 September 2015 disertai peresmian Parangtritis Geomaritime

Science Park oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Menteri

Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir (Tempo, 2015).

4

Gumuk pasir Parangtritis bersifat dinamis. Berbagai ancaman akibat

aktivitas manusia dapat menyebabkan gumuk pasir mengalami degradasi

(Widodo, 2003 ; Sunarto, 2014). Perlu diketahui bahwa gumuk pasir memiliki

manfaat yang tidak ternilai bagi kehidupan masyarakat, baik manfaat pendidikan,

penelitian, pariwisata dan pengurangan risiko bencana. Manfaat dari gumuk pasir

perlu dijaga dan dilestarikan demi keberlanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan ulasan latar belakang, dapat dirumuskan dalam pertanyaan

permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa besar pengaruh bangunan terhadap arah angin dan kecepatan angin di

zona pendukung dan zona terbatas gumuk pasir Parangtritis ?

2. Bagaimana karakteristik granulometri material pasir yang tertahan oleh

bangunan di zona pendukung dan zona terbatas gumuk pasir Parangtritis ?

3. Bagaimana distribusi endapan pasir yang tertahan oleh bangunan di zona

pendukung dan zona terbatas gumuk pasir Parangtritis ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan, tujuan dari penelitian

adalah :

1. Mengidentifikasi pengaruh bangunan di zona pendukung dan zona terbatas

gumuk pasir Parangtritis terhadap arah angin dan kecepatan angin.

2. Memperbandingkan berat pasir dan karakteristik granulometri pasir di lokasi

tenggar (bebas hambatan) dengan di lokasi terpengaruh bangunan di zona

pendukung dan zona terbatas gumuk pasir Parangtritis.

3. Memperbandingkan distribusi keruangan pasir yang tertahan oleh bangunan di

zona pendukung dan zona terbatas gumuk pasir Parangtritis.

5

1.4. Sasaran Penelitian

1. Tersedianya data hasil penelitian pengaruh bangunan terhadap transportasi

material pasir oleh angin di kawasan gumuk pasir Parangtritis.

2. Terwujudnya bukti akademis seberapa besar pengaruh bangunan terhadap

perkembangan gumuk pasir Parangtritis.

1.5. Kegunaan Penelitian

1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat berkontribusi dalam bidang ilmu

geomorfologi dan lingkungan, khususnya dalam upaya konservasi gumuk

pasir Parangtritis dengan bentuk barkhan/ bulan sabit yang langka di wilayah

tropis basah.

2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam

penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kawasan pesisir Parangtritis

untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan

kelestarian gumuk pasir barkhan.

3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan tambahan

akan pentingnya pemilihan lokasi dalam hal pembangunan infrastruktur, agar

tidak mengganggu kelestarian gumuk pasir Parangtritis.

1.6. Tinjauan Pustaka

1.6.1. Bangunan

1.6.1.1. Pengertian Bangunan

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1985 pasal 1 ayat 2

tentang Pajak Bumi dan Bangunan, bangunan adalah konstruksi teknik yang

ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Ching (2008)

menambahkan bahwa bangunan terdiri setidaknya atas komponen lantai, dinding

dan atap. Dalam UU Nomor 12 Tahun 1985 dalam ketentuan penjelas, yang

dimaksud bangunan mencakup rumah tempat tinggal, jalan lingkunan dalam suatu

kompleks bangunan, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga,

6

galangan kapal, dermaga, tempat penampungan (kilang minyak, pipa), dan

fasilitas lain yang bermanfaat. Pengertian ini menunjukkan bahwa bangunan

bukan bentukan alami, melainkan buatan manusia melalui upaya konstruksi teknik

pada tanah, perairan, dan gabungan atau campuran pada tanah dan perairan secara

tetap.

1.6.1.2. Bentuk Bangunan dan Sifat Bangunan Menurut Jenis Konstruksi

Bentuk bangunan dapat diartikan sebagai penampilan luar yang dapat

dilihat gambar struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan wujud

nyata, bentuk tiga dimensi, penampilan, dan konfigurasi (Riany dkk, 2013).

Tambahan pula, bahwa unsur utama timbulnya suatu bentuk adalah titik, garis,

bidang, dan ruang. Ching (2008) menyatakan bahwa wujud dasar dari bentuk

terdiri atas tiga macam, yakni bentuk lingkaran, bentuk segitiga, dan bentuk bujur

sangkar. Semua bentuk dasar dapat dilakukan perubahan melalui variasi bentuk

dasar. Perubahan bentuk dasar dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni

perubahan dimensi, perubahan dengan pengurangan, dan perubahan dengan

penambahan (Riany dkk, 2013).

Pembentuk bangunan terdiri atas empat elemen, yakni elemen : horizontal

bawah, horizontal atas, vertikal, dan pelengkap (Ching, 2008). Elemen horizontal

bawah merupakan bidang alas atau lantai, sedangkan elemen horizontal atas

merupakan atap dan bidang langit-langit. Elemen vertikal merupakan bidang

dinding luar dan dinding dalam atau pembatas. Elemen pelengkap merupakan

elemen tambahan suatu bangunan, seperti pintu, jendela, dan furnitur. Elemen ini

sebagai wujud dari konstruksi. Mengacu pada Peraturan Menteri (Permen)

Pekerjaan Umum (PU) No 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis

Bangunan Gedung, tipe bangunan wilayah kajian didasarkan atas tingkat

permanensi.

Tingkat permanensi didasarkan atas jenis konstruksinya, meliputi

bangunan permanen, bangunan semi-permanen, dan non-permanen. Bangunan

permanen dicirikan dengan konstruksi bersifat tetap dan pada umumnya terbuat

dari beton. Bangunan semi-permanen dicirikan dengan konstruksi bersifat tetap,

namun konstruksinya tidak utuh terbuat dari beton. Konstruksi bangunan semi-

7

permanen dapat berupa kombinasi beton dengan kayu dan atau bahan lain yang

bukan beton. Bangunan non-permanen memiliki sifat konstruksi tidak tetap,

seperti terbuat dari kayu dan atau bambu.

1.6.2. Angin

1.6.2.1.Terbentuknya Angin

Angin terjadi sebagai akibat udara yang bergerak (Nielsen and Willets,

1991 : Pye and Tsoar, 2009). Terbentuknya angin akibat perbedaan tekanan di

permukaan Bumi. Angin bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan tinggi

menuju wilayah bertekanan rendah. Tekanan tinggi diakibatkan oleh suhu suatu

wilayah yang dingin, sedangkan tekanan rendah diakibatkan oleh suhu suatu

wilayah yang panas (Pye and Tsoar, 2009). Suhu wilayah dapat berbeda akibat

radiasi Matahari yang diterima setiap wilayah berbeda pula. Radiasi Matahari

yang diterima di setiap wilayah dipengaruhi oleh letak astronomis, yakni

berdasarkan garis lintang dan garis bujur (Nielsen and Willets, 1991).

1.6.2.2.Arah Angin dan Kecepatan Angin

Arah angin dipengaruhi oleh gradien tekanan permukaan Bumi, gaya

Coriolis, sel Hadley, dan gesekan permukaan Bumi (frictional roughness)

(Nielsen and Willets, 1991 : Pye and Tsoar, 2009). Gradien tekanan permukaan

Bumi menghasilkan perbedaaan suhu di suatu wilayah di permukaan Bumi. Angin

akan bergerak dari wilayah bersuhu dingin menuju wilayah bersuhu panas.

Pengaruh gradien tekanan permukaan Bumi ini menyebabkan angin bergerak

berdasarkan perbedaan suhu suatu wilayah. Gaya Coriolis disebabkan oleh rotasi

Bumi (Pye and Tsoar, 2009). Rotasi Bumi mengakibatkan perbedaan tekanan di

belahan Bumi utara dan selatan. Pengaruh gaya Coriolis adalah arah angin akan

membelok ke kanan di belahan Bumi utara dan membelok ke kiri di belahan Bumi

selatan. Sel Hadley disebabkan oleh suhu panas di wilayah intertropical

convergence zone (ITCZ) atau wilayah ekuator yang memiliki iklim tropis (Pye

and Tsoar, 2009). Dampak dari sel Hadley adalah wilayah tropis sebagai tujuan

arah angin dari wilayah kutub dan lintang tengah. Gesekan permukaan Bumi

berpengaruh terhadap gerakan angin. Angin yang terhambat atau terhalang akan

8

membelok dari arah semula. Gesekan permukaan berpengaruh pula terhadap

kecepatan angin, yakni semakin besar gesekan, maka semakin mengurangi

kecepatan angin (Pye and Tsoar, 2009).

Kecepatan angin berbanding lurus dengan ketinggian (Bayong, 2004 : Pye

and Tsoar, 2009). Ketinggian angin semakin tinggi memiliki kecepatan angin

semakin kencang, sedangkan ketinggian angin semakin rendah memiliki

kecepatan angin semakin rendah. Keadaan ini dipengaruhi oleh gesekan

permukaan Bumi (Pye and Tsoar, 2009). Pada ketinggian rendah gesekan

permukaan Bumi besar, sehingga kecepatan angin terhambat. Ketinggian angin

yang tinggi memiliki gesekan permukaan Bumi sangat rendah, sehingga

kecepatan angin tidak terhambat.

1.6.2.3. Regim Angin Kepesisiran (Coastal Wind Regimes)

Energi angin di pesisir relatif lebih tinggi dibandingkan dengan energi

angin di daratan (Pye and Tsoar, 2009). Kondisi ini disebabkan oleh gesekan

permukaan di pesisir relatif lebih rendah dibandingkan daratan. Pye and Tsoar

(2009) menambahkan pula bahwa di wilayah kepesisiran (coastal area) terdapat

perbedaan suhu secara tegas. Perbedaan suhu ini disebabkan oleh wilayah

kepesisiran berbatasan langsung dengan laut. Laut dan pesisir memiliki perbedaan

dalam menerima radiasi Matahari. Dampak dari perbedaan radiasi Matahari

adalah terjadinya angin akibat suhu antara laut dan pesisir yang berbeda. Jarak

pesisir dengan laut yang langsung berdekatan mengakibatkan kecepatan angin

yang kencang (Pye and Tsoar, 2009).

1.6.3. Gumuk Pasir

1.6.3.1.Pengertian Gumuk Pasir

Gumuk pasir secara sederhana diartikan sebagai bukit (hill) atau igir

(ridge) akibat gundukan pasir oleh proses angin (Pye and Tsoar, 2009). Gumuk

pasir merupakan bentuklahan asal proses angin (aeolian). Gumuk pasir terbentuk

akibat proses deflasi. Deflasi secara umum diartikan sebagai perpindahan material

pasir atau debu akibat energi angin (Sunarto dkk, 2014).

9

1.6.3.2.Tipe Gerakan Pasir oleh Angin dalam Pembentukan Gumuk Pasir

Terdapat tiga tipe gerakan pasir oleh angin dalam pembentukan gumuk

pasir. Tiga tipe gerakan yaitu : merayap (creep), meloncat (saltation), dan

melayang (suspension) (Pye and Tsoar, 2009 : Sunarto dkk, 2014). Penjelasan

setiap tipe gerakan sebagai berikut.

Merayap

Merayap berupa gerakan pengangkutan material yang pada umumnya berupa pasir

kasar (ukuran butir 0,1 mm – 0,5 mm) dengan ketinggian maksimum 1 cm di atas

permukaan gumuk pasir (Pye and Tsoar, 2009 : Sunarto dkk, 2014). Gerakan

merayap akan berlangsung sempurna jika tidak terdapat penghalang. Jika pasir

yang merayap membentur penghalang, seperti vegetasi, batu, bangunan, atau

benda lain, maka pasir akan mengendap. Endapan ini semakin lama akan semakin

membesar hingga membentuk bukit kecil (Sunarto dkk, 2014).

Meloncat

Meloncat berupa gerakan pengangkutan material pasir dengan ketinggian 1 cm

hingga 1 m dengan material pasir mempunyai diameter yang lebih ringan dari

pada material pasir yang merayap (Sunarto dkk, 2014). Dalam proses pergerakan

secara meloncat, terdapat tambahan tenaga pengangkutan (additional lift) yang

disebut efek Magnus (Magnus effect) (Pye and Tsoar, 2009). Adanya efek

Magnus mengakibatkan tekanan berbeda pada bentuk butir pasir, sehingga

menjadi tidak simetris. Proses meloncat menyebabkan gelembur pasir (sand

ripples) yang memiliki ketinggian 1 cm hingga 5 cm dengan panjang 5 cm hingga

15 cm (Sunarto dkk, 2014)

Melayang

Melayang berupa gerakan pengangkutan material yang umumnya berupa debu

dengan besar butir 0,001 mm – 0,05 mm dengan ketinggian lebih dari 1 m diatas

permukaan gumuk pasir (Pye and Tsoar, 2009 : Sunarto dkk, 2014). Gerakan

melayang memiliki rasio besar antara ketika butir pasir naik dan butir pasir turun

ketika terbawa angin hingga energi angin lemah. Akibat perbedaan rasio

ketinggian mengakibatkan pemadatan butir pasir akibat perbedaan tekanan (Pye

and Tsoar, 2009).

10

1.6.3.3. Klasifikasi dan Tipe Gumuk Pasir

Summerfield (1991) dan Hugget (2007) mengklasifikasikan gumuk pasir

menjadi dua macam, yaitu gumuk pasir bebas (free dunes) dan gumuk pasir

terhalang (impeded dunes/anchored dunes). Gumuk pasir bebas terbentuk akibat

laju angin yang membawa sedimen transpot tidak terhalang oleh vegetasi dan

topografi, sehingga tidak ada gangguan dalam proses pembentukan, perpindahan,

dan morfologinya. Gumuk pasir terhalang terbentuk akibat laju angin yang

membawa sedimen transport terhalang oleh vegetasi dan topografi sehingga

berpengaruh terhadap pembentukan, perpindahan, dan morfologinya. Klasifikasi

dan tipe gumuk pasir ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Klasifikasi dan Tipe Gumuk Pasir Bentukan Primer Kriteria Subdivisi Bentukan Sekunder Deskripsi

Gumuk Pasir Bebas

(Free dunes)

Morfologi / Orientasi

Transversal

Transversal igir asimetris

Barkhan bentuk bulan sabit

Kubah gundukan berbentuk

lingkaran atau eips

Terbalik (Reversing)

igir asimetris dengan

goresan di kedua sisi

bagian atas gundukan

Linier

Longitudinal (Seif) igir dengan gombak

tajam

Igir pasir (Sand ridge) bulat, simetris, lurus

atau berliku-liku

Bintang

Bintang

puncak di tengah

dengan jumlah lengan

lebih dari tiga

Jaringan (Network)

kumpulan dari

bebrapa gundukan

pasir dengan orientasi

yang tidak

diutamakan

Lembaran (Sheets)

Zibar (rolling

transverse ridge)

bentuk dasar tidak

halus dari relief

rendah dan tidak

terbentuk akibat

muka yang tergelincir

Coretan (Streaks) atau

Balok (Stringers) atau

Lembaran Pasir (Sand

sheets)

bentuk hamparan

pasir yang luas tanpa

bentuk gundukan

yang dapat dilihat

secara jelas

11

Tabel 1.1. Klasifikasi dan Tipe Gumuk Pasir (lanjutan)

Bentukan Primer Kriteria Subdivisi Bentukan Sekunder Deskripsi

Gumuk Pasir

Terhalang (Impeded

dunes / Anchored

dunes)

Vegetasi dan Topografi

Vegetasi

Lunette

berbentuk bulan sabit

berlawanan dengan arah

angin

Gundukan pasir

bervegetasi

elips tidak teratur,

efisien melawan arah

angin

Parabolik

berbentuk "U" atau "V"

dengan lengan

membuka melawan

angin

Coastal

gumuk pasir yang

terbentuk di belakang

pantai

Kisut (Blowout) lereng melingkar di

wilayah depresi

Topografi

Echo

igir yang terbaring

memanjang secara

sejajar dengan, dan

terpisah dari, sisi angin

yang terhalang

topografi

Gumuk merangkak

(Climbing dune/ Sand

ramp)

akumulasi tidak teratur

akibat angin yang

terhalang topografi

Cliff-top

gumuk pasir yang

terbentuk di atas lereng

curam

Jatuhan (Falling)

akumulasi tidak teratur

terbentuk di bawah

topografi yang besar

Teduh (Lee)

memanjang, melawan

arah angin akibat

terhalang topografi

Depan (Fore)

berbentuk busur kasar

dengan lengan di kedua

sisi melawan arah angin

(Sumber : Hugget, 2007)

Sunarto dkk (2014) menambahkan, khusus di kawasan gumuk pasir

Parangtritis terdapat beberapa tipe gumuk pasir. Tipe gumuk pasir yang ada di

Parangtritis ada yang termasuk kelas gumuk pasir bebas dan kelas gumuk pasir

terhalang. Tipe gumuk pasir yang terdapat di kawasan gumuk Parangtritis sebagai

berikut.

12

Gumuk Pasir Tipe Barkhan

Morfologi dari gumuk pasir barkhan dicirikan oleh adanya dua tanduk gumuk

pasir yang mengarah ke belakang menyerupai bulan sabit. Penampang gumuk

pasir tidak simetris pada puncaknya dan berangsur-angsur menjadi hampir

simetris pada tanduknya. Ketinggian gumuk pasir barkhan dapat mencapai ± 10

meter dengan besar sudut belakang lebih besar dari 25°. Gumuk pasir barkhan

terletak pada wilayah yang relatif datar dan terbuka dengan kecepatan angin relatif

kuat dan stabil. Tipe gumuk pasir ini mudah berpindah. Berdasarkan ukurannya,

gumuk pasir yang kecil lebih cepat berpindah daripada yang besar.

Gumuk Pasir Tipe Barkhanoid

Morfologi dari gumuk pasir barkhanoid mirip dengan gumuk pasir barkhan.

Gumuk pasir ini merupakan bentukan beberapa gumuk pasir barkhan yang

bergabung membentuk jalur memanjang dan tidak simetris. Ujung tanduk gumuk

pasir barkhan saling bersinggungan dengan ujung tanduk gumuk pasir barkhan

yang lain. Lebar gumuk pasir barkhanoid dapat mencapai lebih dari 100 meter.

Gumuk pasir barkhanoid terbentuk pada wilayah dengan suplai pasir yang

melimpah dengan kecepatan angin yang tinggi.

Gumuk Pasir Tipe Transversal

Morfologi gumuk pasir transversal merupakan bentukan gumuk pasir yang

memanjang dan tidak simetris. Bentuk gumuk pasir ini sejajar dengan garis pantai

dan tegak lurus dengan arah angin. Gumuk pasir ini mempunyai muka gelincir

yang panjang.

Gumuk Pasir Tipe Nebkha

Gumuk pasir nebkha termasuk dalam gumuk pasir terhalang (impeded dunes),

sedangkan gumuk pasir tipe : barkhan, barkhanoid, dan transversal termasuk

dalam gumuk pasir bebas (free dunes). Penghalang pada tipe gumuk pasir nebkha

adalah vegetasi. Gerak angin yang terhalang oleh vegetasi menimbulkan bentukan

cekungan dibelakangnya. Angin yang bertiup cukup kuat, menyebabkan semakin

besarnya gundukan yang disebabkan karena adanya pengendapan di muka gumuk

pasir ini.

13

1.6.4. Faktor Pembentuk Gumuk Pasir

Gumuk pasir terbentuk oleh berbagai faktor pada lingkungan tertentu.

Sunarto (2014), menyimpulkan bahwa terdapat 9 (sembilan) faktor pembentuk

gumuk pasir di lingkungan kepesisiran. Sembilan faktor pembentuk gumuk pasir

di lingkungan kepesisiran meliputi : (1) adanya tiupan angin dari laut menuju ke

pantai; (2) adanya koridor angin atau lorong angin alami (wind tunnel); (3) adanya

pasokan material pasir; (4) material berbentuk lepas-lepas; (5) morfologi gisik; (6)

kelerengan gisik; (7) lebar gisik; (8) julat pasut; dan (9) penghalang angin.

1.6.5. Penelitian Sebelumnya

Verstappen (Sujarwo, 1984), pada tahun 1957 melakukan penelitian di

kawasan gumuk pasir Parangtritis dengan judul Short Note on The Dunes Near

Parangtritis (Java). Dalam penelitian ini, digunakan peta topografi dan foto udara

sebagai sumber data dan alat analisis. Hasil penelitian menunjukkan lebar dan

tinggi gumuk pasir. Perkembangan gumuk pasir dipengaruhi oleh material pasir,

iklim, angin, dan penghalang (tumbuhan). Material pasir pembentuk Gumuk Pasir

Parangtritis diperkirakan bersumber dari Gunungapi Merapi yang terangkut oleh

aliran Sungai Opak dan Sungai Progo. Komposisi mineral dari pasir terdiri atas :

plagioklas, augite, hypersthene, fragmen batuan andesit, magnetis, hornblende,

dan glas vulkanik.

Material pasir yang telah sampai di laut, terbawa oleh gelombang air laut

menuju tepi pantai dan membentuk gisik. Selama musim kemarau dengan radiasi

Matahari intensif menyebabkan material pasir bersifat kering dan ringan. Angin

membawa material pasir tersebut ke arah darat dan terbentuklah gumuk pasir.

Pembentukan gumuk pasir dipengaruhi oleh penghalang berupa vegetasi. Vegetasi

berfungsi sebagai pelindung pasir dari tenaga angkut angin.

Sutikno, Joyosuharto, dan Sunarto (1983), melakukan penelitian mengenai

perkembangan Gumuk Pasir Parangtritis yang berdampak pada perubahan tata

guna lahan. Perubahan tata guna lahan yang dimaksud adalah tertimbunnya

permukiman, persawahan, saluran irigasi, dan kuburan. Penelitian ini dilakukan

menggunakan metode interpretasi foto udara, pengamatan dan pengukuran di

14

lapangan, serta memperbandingkan peta/foto udara terdahulu dengan kondisi

sekarang. Hasil dari penelitian ini adalah :

1. ukuran butir pembentuk gumuk pasir semakin ke arah timur dan ke arah

daratan semakin halus.

2. perkembangan gumuk pasir ke arah daratan dibedakan menjadi dua, yaitu

yang diakibatkan oleh angin dengan arah umum barat laut dan yang

diakibatkan oleh guguran pasir pada lereng belakang yang berlawanan

arah angin.

3. material pasir yang terangkut ke arah daratan berdasarkan pengukuran

dengan sand trap sebesar 10.581,6 m3/th.

4. kecepatan perkembangan gumuk pasir 2,09 m/th ke arah vertikal dan 5,25

m/th ke arah horizontal.

5. penimbunan pasir terhadap lahan budidaya manusia semenjak 40 tahun

terakhir tercatat 10.925 ha dan saluran irigasi sepanjang 600-700 m.

Sujarwo (1984), melakukan penelitian mengenai morfometri tipe bukit

pasir (gumuk pasir) di Parangtritis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

proses pembentukan gumuk pasir di Parangtritis, mempelajari morfometri dan

faktor-faktor pembentuk gumuk pasir serta hubungan antara keduanya. Metode

yang digunakan adalah dengan interpretasi foto udara, peta topografi, pengamatan

dan pengukuran langsung di lapangan. Hasil penelitian yang dilakukan adalah :

1. Proses pembentukan gumuk pasir ditentukan oleh material pasir dan

tenaga angin. Material pasir penyusun gumuk pasir yang berada di

puncaknya mempunyai nilai Mϕ lebih besar dari nilai Mdϕ dan

mempunyai nilai kemencengan positif. Hal ini menunjukkan bahwa

gumuk pasir terjadi akibat dari pengaruh tenaga angin.

2. Diameter pasir pada puncak gumuk pasir makin dekat dengan pantai

makin besar, 0,49 mm dekat pantai dan 0,31 mm jauh dari pantai.

3. Diameter pasir pada puncak bukit pasir makin dekat dengan muara Sungai

Opak makin kasar, 0,49 mm dan 0,29 mm jauh dari muara Sungai Opak.

4. Jumlah pasir yang terangkut oleh angin pada gumuk pasir barkhan lebih

banyak bila dibandingkan dengan jumlah pasir yang terangkut oleh angin

15

pada gumuk pasir garis. Sebab, pada bukit pasir garis angin terhalang oleh

vegetasi.

Prabintoro (1999), dalam penelitiannya mengenai karakteristik gumuk

pasir ditinjau dari faktor-faktor pembentuknya di Parangtritis. Dijelaskan

mengenai karakteristik material, morfometri, angin, dan vegetasi. Tipe gumuk

pasir yang dominan adalah tipe bulan sabit dan tipe garis dengan perbandingan

luasan mendekati 70% : 30%. Pengambilan sampel lebih banyak dilakukan pada

gumuk pasir tipe bulan sabit dengan pertimbangan luasan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa semakin jauh dari pantai, ukuran butir pasir semakin kecil.

Pasir dengan ukuran butir yang besar akan terendapkan terlebih dahulu dan yang

kecil akan terus terbawa oleh angin dan diendapkan menjauhi pantai.

Mardiatno (2000), melakukan penelitian untuk mengetahui besarnya

deflasi pasir dan mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar

Parangtritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan

analisis laboratorium. Hasil penelitian yang diperoleh adalah data tingkat deflasi

pasir. Berdasarkan perhitungan deflasi dengan persamaan Bagnold (1941)

diperoleh bahwa besar deflasi pasir adalah 0,15 gr/dtk pada beting gisik (beach

ridge), 0,17 gr/dtk pada gumuk pasir tipe memanjang, 0,21 gr/dtk pada gumuk

pasir tipe barkhan, dan 0,25 gr/dtk pada gumuk pasir yang tidak aktif (non active).

Besarnya deflasi hasil perhitungan dengan persamaan Bagnold (1941) selalu lebih

besar dari hasil pengukuran di lapangan. Hal ini diakibatkan oleh variabel-variabel

yang digunakan dalam persamaan Bagnold (1941), yakni kepadatan udara,

percepatan gravitasi, koefisien variasi menurut ukuran butir, diameter pasir hasil

pengukuran, dan kecepatan angin pada ketinggian tertentu.

Rudjito (2001), melakukan penelitian studi gumuk pasir di pesisir

Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui perkembangan gumuk pasir di pesisir Kabupaten Bantul dan

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perkembangan agihan

dan tipe gumuk pasir di sebelah timur dan barat Sungai Opak. Pendekatan yang

digunakan adalah deskriptif komparatif dengan pengamatan dan survei lapangan.

Hasil penelitian berupa peta geomorfologi daerah penelitian, windrose dari setiap

sampel perwakilan, peta kerapatan vegetasi, dan profil topografi. Faktor yang

16

berpengaruh dalam perkembangan gumuk pasir adalah arah angin, kecepatan

angin, ukuran butir material pasir, dan kerapatan vegetasi.

Aprilia (2004), melakukan penelitian mengenai deflasi pasir pada berbagai

tipe gumuk pasir di Parangtritis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

karakteristik material yang berupa ukuran butir, kebundaran, dan kebulatan pada

tipe-tipe gumuk pasir, mengetahui distribusi vertikal pasir yang bergerak dengan

merayap, meloncat, dan melayang pada tipe-tipe gumuk pasir, dan mengetahui

besarnya deflasi pada tiap tipe gumuk pasir dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan. hasil

penelitian menunjukkan bahwa karakteristik fisik material yang meliputi ukuran

butir pasir, kebundaran, dan kebulatan pada tiap tipe gumuk pasir berbeda karena

adanya lingkungan pengendapan dan jarak dari pantai. Besarnya deflasi sebagai

berikut :

1. Distribusi vertikal butir pasir lebih banyak dipengaruhi oleh pasir yang

bergerak secara merayap (84,81%), dari pada pasir yang bergerak secara

meloncat (15,17%) maupun melayang (0,02%).

2. Deflasi pasir pada gumuk pasir tipe barkhan sebesar 233,5 gr/jam, pada

tipe barchanoid sebesar 440,97 gr/jam, pada tipe transversal aktif sebesar

115,07 gr/jam, pada tipe transversal inaktif sebesar 41,36 gr/jam, dan pada

tipe nebkha sebesar 170,06 gr/jam.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap deflasi adalah kecepatan angin,

morfometri gumuk pasir, karakteristik fisik material gumuk pasir, kerapatan

vegetasi, dan jarak dari pantai.

Susmayadi dkk (Sunarto dkk, 2014), melakukan penelitian mengenai

proses fisik dan dinamika kawasan pesisir, rip current, deflasi, dan abrasi di

kawasan Parangtritis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi risiko

rip current, deflasi, dan abrasi. Salah satu hasil penelitian berupa tabel potensi

risiko deflasi serta peta bahaya, rawan, dan risiko deflasi. Berdasarkan hasil

tersebut, wilayah antropogenik di kawasan Parangtritis memiliki tingkat risiko

deflasi yang tinggi.

Malawani (2014), melakukan penelitian mengenai karakteristik deflasi dan

dampaknya terhadap pariwisata di kawasan Parangtritis. Tujuan dari penelitian ini

17

adalah mengetahui besar deflasi pasir di kawasan Parangtritis, mengetahui

karakteristik deflasi pada kawasan Parangtritis, dan menemukenali dampak deflasi

terhadap aktivitas pariwisata di kawasan Parangtritis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa besar deflasi siang hari lebih besar daripada malam hari,

yaitu sebesar 87,08 gr/cm-jam pada siang hari dan 3,39 gr/cm-jam pada malam

hari. Ukuran diameter pasir berkisar antara 0,318 mm sampai 0,395 mm dengan

dominasi tekstur pasir sedang. Kebulatan dan kebundaran material sedimen

terdapat pada skala 0,5 dan 0,7.

Perbedaan mendasar penelitian sebelumnya dengan peneliti adalah fokus

kajian pada faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan gumuk pasir.

Peneliti terfokus pada bangunan yang dapat berpengaruh terhadap transportasi

material pasir. Penelitian sebelumnya dijadikan pertimbangan oleh peneliti,

mengingat transportasi material berkaitan dengan proses deflasi. Perbandingan

peneliti dengan beberapa peneliti sebelumnya ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perbandingan Peneliti dengan Beberapa Peneliti Sebelumnya

Peneliti Judul Tujuan Hasil

Rujito (2001)

Studi gumuk pasir

di pesisir

Kabupaten Bantul,

Daerah Istimewa

Yogyakarta

(1) mengetahui

perkembangan gumuk

pasir di pesisir

Kabupaten Bantul Faktor yang

mempengaruhi

perbedaan

perkembangan gumuk

pasir yakni arah angin,

kecepatan angin, ukuran

butir material pasir, dan

kerapatan vegetasi

(2) mengetahui faktor-

faktor yang

mempengaruhi

perbedaan

perkembangan agihan

dan tipe gumuk pasir di

sebelah timur dan barat

Sungai Opak

Aprilia

(2004)

Deflasi pasir pada

berbagai tipe

gumuk pasir di

Parangtritis

(1) mengetahui

karakteristik material

yang berupa ukuran

butir, kebundaran, dan

kebulatan pada tipe-tipe

gumuk pasir

(1) karakteristik

material, vegetasi, dan

angin

(2) mengetahui

distribusi vertikal pasir

yang bergerak dengan

merayap, meloncat, dan

melayang pada tipe-tipe

gumuk pasir

(2) perbandingan

distribusi vertikal tiap

tipe gumuk pasir

18

Tabel 1.2. Perbandingan Peneliti dengan Beberapa Peneliti Sebelumnya (lanjutan)

Peneliti Judul Tujuan Hasil

Aprilia (2004)

Deflasi pasir pada

berbagai tipe

gumuk pasir di

Parangtritis

(3) mengetahui besarnya

deflasi pada tiap tipe gumuk

pasir dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya

(3) besar deflasi

pada tiap tipe

gumuk pasir

(4) persamaan

regressi untuk

mengetahui besar

deflasi

(5) peta

geomorfologi

Malawani

(2014)

Karakteristik

deflasi dan

dampaknya

terhadap pariwisata

di kawasan

Parangtritis

(1) mengetahui besar deflasi

pasir di kawasan

Parangtritis

(1) besar deflasi di

kawasan

Parangtritis

(2) mengetahui karakteristik

deflasi pada kawasan

Parangtritis

(2) karakteristik

fisik material

terdeflasi di

kawasan

Parangtritis

(3) menemukenali dampak

deflasi terhadap aktivitas

pariwisata di kawasan

Parangtritis

(3) dampak deflasi

pada kegiatan

pariwisata

Sugiarto

(2016)

Kajian Pengaruh

Bangunan Terhadap

Perkembangan

Gumuk Pasir

Parangtritis

(1) mengidentifikasi

pengaruh bangunan di

kawasan gumuk pasir

Parangtritis terhadap arah

angin dan kecepatan angin

(1) besar

berat/volume pasir,

granulometri pasir,

arah angin, dan

kecepatan angin

(2) memperbandingkan

berat atau volume pasir dan

granulometri pasir di

wilayah tenggar dan di

belakang bangunan di

kawasan gumuk pasir

Parangtritis

(2) perbandingan

karakteristik pasir

di wilayah tenggar

dan di kawasan

bangunan

(3) mencari hubungan

distribusi keruangan pasir

yang tertahan oleh

bangunan di kawasan

gumuk pasir Parangtritis

(3) peta distribusi

keruangan pasir

yang tertahan

bangunan di

kawasan gumuk

pasir Parangtritis

1.7. Kerangka Pemikiran Teoretik

Proses aeolian merupakan salah satu proses geomorfologi yang disebabkan

oleh tenaga angin. Proses aeolian berpengaruh terhadap pembentukan gumuk

pasir. Terbentuknya gumuk pasir disebabkan oleh faktor pembentuk gumuk pasir.

19

Faktor pembentuk gumuk pasir meliputi adanya material pasir, tidak adanya

penghalang angin, periode kering yang tegas, dan adanya tenaga angin yang

berperan dalam proses transportasi. Material pasir yang terpapar radiasi Matahari

sepanjang tahun akan bersifat kering. Pasir kering memiliki berat lebih ringan

dibandingkan pasir basah karena kandungan air sudah tidak ada, kondisi demikian

mempermudah angin dalam membawa pasir sebagai material penyusun gumuk

pasir. Gumuk pasir terbentuk oleh akumulasi material pasir yang terendapkan

akibat tenaga angin sudah tidak mampu dalam membawa pasir.

Faktor pengontrol berperan penting terhadap perkembangan gumuk pasir.

Arah angin, kecepatan angin, dan periode kering yang tegas merupakan faktor

alami yang relatif bersifat tetap. Material pasir dan ada tidaknya penghalang

merupakan faktor yang mudah terpengaruh oleh aktivitas manusia. Jumlah

material pasir sebagai sumber utama gumuk pasir dapat berkurang apabila

dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluannya. Akibat yang ditimbulkan adalah

terhambatnya perkembangan tipe gumuk pasir barkhan akibat suplai material

pasir berkurang. Penghalang dapat bersifat alami atau buatan, penghalang alami

dapat berupa konfigurasi relief permukaan Bumi, sedangkan penghalang buatan

adalah hasil budidaya manusia.

Penghalang angin hasil budidaya manusia dapat diartikan sebagai hasil

aktivitas manusia yang bersifat nyata (physically) dan berpengaruh terhadap arah

dan kecepatan angin. Penghalang angin ini dapat berupa vegetasi budidaya dan

bangunan. Dalam konteks penelitian yang diangkat, penghalang angin yang akan

diteliti adalah bangunan. Adanya penghalang angin berpengaruh terhadap arah

angin dan kecepatan angin. Arah angin akan berubah jika terjadi benturan dengan

penghalang angin. Disisi lain, benturan angin dengan penghalang angin akan

menyebabkan kecepatan angin berkurang, kondisi ini dikarenakan adanya gaya

gesek yang menyebabkan kecepatan angin menurun. Dampak dari arah angin dan

kecepatan angin yang terpengaruh penghalang angin adalah terhambatnya proses

transportasi material pasir dan terjadi perubahan lokasi endapan pasir. Kondisi

demikian tentunya akan berpengaruh terhadap keberlangsungan dan

perkembangan dari tipe gumuk pasir barkhan. Dengan demikian dapat dinyatakan

20

bahwa bangunan berpengaruh terhadap proses transportasi material pasir menuju

gumuk pasir. Secara sistematis ditunjukkan dalam diagram alir pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Teoretik :

Pengaruh Bangunan terhadap Perkembangan Gumuk Pasir.

1.8. Batasan Istilah

Angin merupakan udara yang bergerak sejajar dengan permukaan Bumi akibat

perbedaan tekanan (Nielsen and Willets, 1991 : Bayong, 2004 : Pye and Tsoar,

2009).

Arah Angin merupakan arah pergerakan angin yang dinyatakan dalam skala

derajat (Bayong, 2004)

Bangunan merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara

tetap pada tanah dan/atau perairan (UU No 12 Tahun 1985). Dalam konteks ini

bangunan terbatas pada tanah dan tersusun oleh lantai, dinding, dan atap.

21

Bentuk Bangunan merupakan wujud tiga dimensi dari bangunan secara nyata

(Riany dkk, 2013). Dalam konteks penelitian ini, bentuk bangunan mencakup

ukuran panjang, lebar, dan tinggi penampang depan bangunan yang menghadap

arah angin. Mencakup pula bentuk dari atap bangunan seperti segitiga, bujur

sangkar, limas, dan kombinasi diantaranya.

Gumuk Pasir merupakan bukit (hill) atau igir (ridge) akibat gundukan pasir oleh

proses angin (Pye and Tsoar, 2009). Gumuk pasir yang dimaksud dalam

penelitian adalah gumuk pasir Parangtritis.

Kecepatan Angin merupakan besaran yang menyatakan kecepatan angin secara

horizontal dalam satuan kecepatam (m/s, knot) (Bayong, 2004)

Material Pasir merupakan hasil pergerakan pasir oleh tenaga angin atau deflasi

(Pye and Tsoar, 2009 : Sunarto dkk, 2014). Dalam konteks penelitian ini, material

pasir adalah yang tertangkap sandtrap pada belakang bangunan hasil proses

transportasi, baik yang merayap, meloncat, dan melayang.

Sandtrap merupakan alat yang digunakan untuk menangkap / menampung

material pasir yang tertransportasi oleh tenaga angin (Pye and Tsoar, 2009.

Zona merupakan daerah (wilayah) dengan pembatasan khusus (Pusat Bahasa

Depdiknas, 2008)