BAB I sudah

7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara berkembang dengan perkiraan 1,3 milyar episod dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita, sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian lain yang penting adalah kekurangan gizi dan infeksi yang serius. Di Indonesia sendiri hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare. Menurut laporan Departemen Kesehatan di Indonesia, setiap anak mengalami diare 1,6 - 2 kali pertahun. Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. 1,2 Berdasar Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2013, pasien diare dari tahun 2005 – 2011 terus meningkat namun pada tahun 2012 dan 2013 mengalami penurunan. Menurut kelompok umur, terdapat 4462 pasien diare dengan umur dibawah 1 tahun dan 9827 pasien diare dengan umur 1 sampai 5 tahun. 3 Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) 1

description

diare

Transcript of BAB I sudah

4

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGPenyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara berkembang dengan perkiraan 1,3 milyar episod dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita, sekitar 80% kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian lain yang penting adalah kekurangan gizi dan infeksi yang serius. Di Indonesia sendiri hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare. Menurut laporan Departemen Kesehatan di Indonesia, setiap anak mengalami diare 1,6 - 2 kali pertahun. Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.1,2Berdasar Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2013, pasien diare dari tahun 2005 2011 terus meningkat namun pada tahun 2012 dan 2013 mengalami penurunan. Menurut kelompok umur, terdapat 4462 pasien diare dengan umur dibawah 1 tahun dan 9827 pasien diare dengan umur 1 sampai 5 tahun.3Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.4Penyebab diare dapat disebabkan oleh infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, dan imunodefisiensi. Infeksi dan keracunan merupakan penyebab yang paling sering di lapangan.4Di Indonesia, hampir separuh (45.5%) diare infeksi pada populasi anak-anak berumur kurang atau sama dengan 6 bulanyang datang berobat ke klinik layanan kesehatan disebabkan oleh rotavirus.5Pada populasi bayi dan balita diare yang dirawat di rumahsakit, 60% disebabkan oleh rotavirus.5Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secarapenuh pada bulan pertama kehidupan, memberikan susu formula dalam botol bayi, penyimpanan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan padasaat memasak, makan atau sebelum menyuapi anak atau sesudah buang air besar dan sesudahmembuang tinja tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu saranaair bersih dan pembuangan tinja.6Pada umumnya pada kasus diare akut dengan pengelolaan yang tepat akan sembuh namun sebagian kecil akan melanjut menjadi diare kronik atau komplikasi lain. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kehilangan air dan elektrolit, gangguan gizi, perubahan ekologi dalam lumen usus dan perubahan mekanisme ketahanan isi usus. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, renjatan hipovolemik, hipokalemia, hipoglikemi, intoleransi laktosa sekunder, kejang maupun malnutrisi energi protein. Keadaan dehidrasi sering disertai penurunan jumlah cairan ekstraseluler (hipovolemik) yang kemudian diikuti pula dengan gangguan perfusi jaringan akibat hipoksia. Keadaan ini akan menambah berat asidosis metabolik dan dapat memberikan gangguan kesadaran.7 Depkes RI didukung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) telah mencanangkan panduan tatalaksana diare pada anak, yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yang terdiri dari pemberian cairan, pemberian zink selama 10 hari berturut-turut, meneruskan pemberian ASI dan makanan, pemberian antibiotik secara selektif dan pemberian nasihat pada ibu/keluarga pasien.8 Dengan tatalaksana yang tepat di rumah maupun di sarana kesehatan diharapkan dapat mengurangi morbiditas maupun mortalitas diare.Megakolon kongenital atau Hirschsprungs disease adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus9. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion9. Megakolon kongenital adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%9-12. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung9. Megakolon kongenital harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat lahir 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja10. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan12. Diagnosis megakolon kongenital harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi9. Penatalaksanaan megakolon kongenital terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein13,14.Dalam penulisan ini akan dilaporkan seorang anak dengan diare akut dehidrasi tidak berat , post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek dengan tujuan untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan mengelola pasien sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.

1.2 TujuanPada laporan kasus ini disajikan kasus seorang anak dengan diare akut dehidrasi tidak berat , post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek yang dirawat di bangsal C1 L1RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang cara menegakkan mendiagnosis, mengelola dan memberikan pengobatan sesuai dengan kepustakaan yang ada serta mengetahui prognosis pasien dengan penyakit tersebut diatas.

1.2.1 TUJUAN UMUMUntuk mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola pasien dengan diare akut dehidrasi tidak berat , post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek sesuai kepustakaan yang ada.

1.2.2 TUJUAN KHUSUS1. Mahasiswa mampu melakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada pasien diare akut dengan dehidrasi berat, dehidrasi tidak berat, dan tanpa tanda dehidrasi, post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek.1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dan mengerti pemeriksaan penunjang sebagai diare akut dehidrasi tidak berat, post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek.1. Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan secara komprehensif dan holistik pada kasus ini

1.3 MANFAATPenulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa kedokteran untuk belajar menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan dengan penatalaksanaan secara komprehensif dan holistik, serta mengetahui prognosis pasien dengan diare akut dehidrasi tidak berat , post kolostomi e.c. megakolon kongenital dan gizi baik perawakan pendek.

1