BAB I Sgd II Kurus Lemas
-
Upload
sukandranaarya -
Category
Documents
-
view
233 -
download
7
description
Transcript of BAB I Sgd II Kurus Lemas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Lanjut usia (lansia) merupakan proses alamiah yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikaruniai usia panjang. Di dalam struktur anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai
kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan
berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan
biokimia pada jaringan tubuh dan akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Depkes RI, 2003).
Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2000 mencatat
bahwa jumlah lansia yang ada di Indonesia sebesar 9.327.444 jiwa atau sekitar 4,53% dari
seluruh penduduk Indonesia (Hartono, 2002). Jumlah lansia yang ada di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan tersebar hamper di seluruh propinsi di Indonesia. Hal ini
terbukti dengan adanya data hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) di mana pada
tahun 2005 jumlah penduduk lansia sebesar 16,80 juta jiwa dan meningkat menjadi 18,96
juta jiwa pada tahun 2007 dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan kembali menjadi
19,32 juta jiwa (Profil penduduk, 2010).
Lansia banyak mengalami perubahan seiring bertambahnya usia, baik perubahan
struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif maupun perubahan status mental. Perubahan
struktur dan fungsi tubuh pada lansia terjadi hampir di semua system tubuh, seperti sistem
sistem saraf, pernapasan, endokrin, kardiovaskular dan kemampuan musculoskeletal. Salah
satu perubahan struktur dan fungsi terjadi pada sistem gastrointestinal. Herry (2008) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa perubahan pada sistem gastrointestinal dapat menyebabkan
penurunan efektifitas utilisasi zat-zat gizi sehingga dapat menyebabkan permasalahan gizi
yang khas lansia.
Masalah gizi yang terjadi pada lansia dapat berupa gizi kurang atau gizi lebih.
Darmojo (2009) menjelaskan bahwa lansia di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan
dalam keadaan kurang gizi adalah 3,4%, berat badan kurang 28,3%, berat badan lebih 6,7%,
obesitas 3,4 % dan berat badan ideal 42,4%.
1
1.2. PERMASALAHAN
1.2.1 Apa penyebab pasien badannya kurus dan terasa lemah?
1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada lansia?
1.2.3 Jelaskan perubahan proses pencernaan pada lansia!
1.2.4 Jelaskan perubahan hormone yang terjadi pada lansia!
1.2.5 Bagaimana kebutuhan gizi pada lansia?
1.2.6 Aapa saja masalah gangguan nutrisi pada lansia?
1.2.7 Apa penyebab gigi hilang pada lansia?
1.2.8 Bagaimana tatalaksana pasien pada scenario?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO
LBM II Kurus dan cepat lelah
Pasien umur 63 tahun datang ke poli RS diantar oleh keluarga dengan keluhan badan
terasa lemas dan tidak ada tenaga. Saat ini ia dalam pegobatan nyeri sendi dan
mengkonsumsi obat anti nyeri. Pasien mengaku nafsu makan menurun dan merasa tidak puas
dengan makanan yang dimakan,karena tidak seperti saat usia muda berbagai makanan bisa
bisa dimakan. Selain itu, ia mengeluh hampir semua giginya hilang dan sering timbul bercak
putih di lidah yang sangat nyeri sehingga mengganggu makannya. Pasien mengatakan berat
badan makin menurun secara perlahan.makin lama makin kurus.
Pada pemeriksaan jantung dan paru,tekanan darah, laju respirasi dan pemeriksaan
abdominal dalam batas normal. Namun didapatkan indeks massaa tubuh 17. Pasien bertanya
kepada dokter yang memeriksa, apakah semua orang yang usinya sama dengannya juga akan
merasakan keluhan yang serupa?
2.2. TERMINOLOGI
Nyeri merupakan sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yangn
didapat terkait kerusakan jaringan yang actual maupun potensial atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan
IMT adalah nila yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) seseorang.
2.3. KEYWORD
Wanita
Usia : 63 tahun
Keluan Utama : badan terasa lemas dan tidak ada tenaga.
Keluhan penyerta : Pasien mengaku nafsu makan menurun dan merasa tidak puas
dengan makanan yang dimakan,karena tidak seperti saat usia muda berbagai makanan
bisa bisa dimakan. Selain itu, ia mengeluh hampir semua giginya hilang dan sering
3
timbul bercak putih di lidah yang sangat nyeri sehingga mengganggu makannya. Pasien
mengatakan berat badan makin menurun secara perlahan.makin lama makin kurus.
Pemeriksaan Fisik : jantung dan paru, tekanan darah, laju respirasi dan pemeriksaan
abdominal dalam batas normal.
IMT 17
2.4. JAWABAN PERMASALAHAN
2.4.1 Penyebab pasien badannya kurus dan terasa lemah
Penyebab-penyebab kehilangan berat badan yang sering terjadi dan dapat diatasi
dengan istilah ” Meals in Wheels”
Medication effects
Emotional problems, terutama depresi
Anorexia tardive (nervosa), alcoholism
Late-life paranoia
Oral factor (contoh gig palsu yang tidak pas, gigi berlubang)
No money
Wandering and other dementia-related behaviors
Hypertiroidism, hypothyroidism, hyperparathyroidism, hypoadrenalism
Enteric problem (contoh malabsorpsi)
Eating problems (contoh tidak mampu makan sendiri)
Low-salt, low cholesterol diets
Social problems (contoh isolasi, tidak memperoleh makanan yang disukai),
batu empedu
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
a) Lingkungan
Lingkungan yang mengakibatkan risiko konsekuensi negatif pada lansia
seperti lingkungan keluarga yang sepi atau ramai dan kebiasaan makan besar
bersama-sama, sehingga menu atau penyiapan makanan yang ada di keluarga akan
mempengaruhi lansia dalam masalah nutrisi, apakah terjadi gizi kurang atau gizi
lebih.
4
Kaakinen (2010) menjelaskan bahwa sulitnya mendapatkan bahan
makananyang mungkin disebabkan cuaca buruk dan tidak punya kendaraan,
kemasan makanan yang dibungkus dengantulisan aturan pakai yang terlalu kecil
dan tulisan sudah kabur sehingga sulit untuk dibaca, hal ini menyebabkan lanjut
usia malas untuk mencari dan mengolah makanan, akibatnya lansia kurang
mengkonsumsi makanan. Pengaruh lingkungan yang lain adalah jauhnya fasilitas
perbelanjaan dari tempat tinggal lansia, sehingga sulit untuk mendapatkan bahan
makanan.
b) Gaya Hidup.
Kesehatan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh gaya hidup. Di
Amerika Utara ratusan ribu orang meninggal dikarenakan gaya hidup yang salah,
untuk mengatasi hal tersebut diharapkan lanjut usia melakukan olah raga teratur
sesuai kemampuan dan rekreasi (Kaakinen, 2010). Gaya hidup dan pola kebiasaan
yang dilakukan oleh lansia sangat beresiko terhadap kesehatan lansia (Stanhope &
Lancaster, 2004). Menurut James dan Flores (2004), karena gaya hidup keluarga
bergegas dan sering makan di restoran tidak sehat, "gizi lebih" pada keluarga
Amerika sering terjadinya masalah daripada kekurangan gizi, hal ini merupakan
akibat perubahan sosial. Lansia yang telah menanamkan kebiasaan gaya hidup tidak
sehat sejak usia 50 tahun akan meningkatkan risiko konsekuensi negatif pada lansia.
Gaya hidup yang biasa dilakukan oleh lansia yaitu kebiasaan minum
alkohol, kurang melakukan aktifitas fisik atau olah raga. Selain itu depresi dan
kesepian dapat mempengaruhi diit, bagi sebagian orang dalam keadaan kecewa
dapat menyebabkan tidak mau makan dan mungkin akan memicu makan yang
berlebihan
c) Pola Makan.
Lansia dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlebihan,
misalnya lansia lebih banyak makan makanan yang mmengandung lemak dari pada
makanan yang mengandung protein, serat maupun vitamin, sedangkan pada lansia
penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktifitas fisik, akibatnya terjadi
5
kelebihan nutrisi sampai obesitas (Miller, 1996). Hasil penelitian, menemukan
bahwa pola makan lanjut usia di Mediterania berhubungan dengan angka kematian,
laki-laki lebih beresiko dari pada wanita, dan disimpulkan bahwa perlunya pola diit
dalam masa lanjut usia untuk umur panjang (Hamer, etal.,2011)
d) Psikososial
Faktor risiko konsekuensi negatif yang berhubungan dengan psikososial
pada lansia yaitu lanjut usia sering mengalami stres dan kecemasan yang dapat
mempengaruhi system cerna, dimana stres dan kecemasan akan merangsang saraf
otonom untuk menghambat sekresi air liur dan cairan lambung, hal ini akan
menyebabkan lansia kurang nafsu makan (Miller, 1995). Lansia yang
sudahditinggal oleh pasangannya sering mengalami kesepian.
Suasana yang sepi mempengaruhi psikologis lansia yang kemungkinan hal
ini akan merubah pola dan nafsu makan lansia, sehingga asupan nutrisi kurang dari
kebutuhan (Rosenbloom dan Whittington, 1993 dalam Miller, 1995). Kesepian dan
stres menyebabkan seseorang tidak mau makan tetapi sebagian orang mungkin
memicu makan yang berlebihan. Suasana makan dalam keluarga mempengaruhi,
seperti lansia makan sendiri akan megurangi nafsu makan, sehingga kecukupan gizi
kurang dari kebutuhan tubuh. Selain itu Stanhope dan Lancaster (2004) berpendapat
dalam mendapatkan bahan makanan, mempersiapkan, dan makan sangat signifikan,
misalnya kebiasaan makan bersama dalam suatu perayaan, dalam kegiatan ini
terjadi interaksi sosial dalam keluarga, tetapi jika makanan tersebut tidak disukai
oleh lansia maka interaksi social tidak terjadi (Stanhope & Lancaster, 2004).
Semua manusia memiliki kebutuhan psikososial agar tidak kesepian dan
tetap berkualitas. Dengan bertambahnya usia, masalah psikososial banyak. Lansia
harus bisa menjaga interaksi sosisal, persahabatan, juga membutuhkan dukungan
dari keluarga dan teman-teman,dengan demikian lansia dapat mempertahankan
kesehatannya (Allender & Spradley, 2005).
6
2.4.3 Perubahan proses pencernaan pada lansia
a) Perubahan di Mulut.
Perubahan fungsi sistem pencernaan pada lansia dimulai dari mulut,
makanan digiling oleh gigi dengan bantuan air liur dan diatur oleh neuromuskuler.
Bertambahnya usia maka kekuatan gigi, kelenjar ludah, dan strukrur pendukung
menurun, sehingga mempengaruhi lansia dalam menikmati makanan. Penipisan
email gigi dan menyusutan gusi yang mengakibatkan lansia mengalami kesulitan
dalam mengunyah makanan karena terasa sakit pada gigi dan menurunkan nafsu
makan (Miller, 1995), ditunjang pula dengan gigi lebih sensitif dan mudah rapuh
(Devlin & Ferguson, 1998 dalam Mauk, 2010).
Selain itu menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan persepsi rasa, dan
peningkatan kolesistokinin yang dapat mempengaruhi keinginan untuk makan dan
peningkatan rasa kenyang. Dengan adanya perubahan struktur mulut dan gigi serta
kesulitan untuk mengunyah maka lansia akan mudah mengalami kekurangan
asupan nutrisi. Mukosa mulut pada lansia kehilangan elastisitas, atropi sel epitel,
dan suplai darah berkurang, hal ini mengakibatkan mulut menjadi kering dan
kekurangan vitamin sehingga rentan terhadap infeksi (Miller, 1995). Terjadi pula
atropi pada otot wajah serta tulang rahang dan mulut, sehingga lansia sulit
mengunyah makanan.
Proses mengunyah makanan lansia mengalami kesulitan karena adanya
kehilangan gigi. Menurut Miller (1995) peningkatan sekresi air liur distimulasi oleh
proses mengunyah, masalah lansia dalam kondisi kesulitan untuk mengunyah
menyebabkan produksi air liur berkurang.
Penuaan menyebabkan peningkatan viskositas dan kuantitas air liur (Miller,
1995). Hal ini ditunjang dengan kenyataan bahwa masalah dan keluhan menelan
pada lansia sebagai faktor resiko tidak hanya terkait dengan bertambahnya usia
tetapi juga disebabkan karena kehilangan gigi, sehingga proses mengunyah lebih
lama (Sonies, 1992 dalam Miller, 1995). Hampir 40% lansia mengeluh mulut
kering, kondisi ini dapat disebabkan karena obat-obatan yang dikonsumsi, defisiensi
nutrisi, penyakit, terapi tertentu misalnya kemoterapi (Devlin & Ferguson, 1998;
Ghezzi & Ship; Ship, 2003; Pilimer, & Baum, 2002 dalam Mauk (2010). Dengan
7
adanya perubahan struktur mulut dan gigi serta kesulitan untuk mengunyah maka
lansia akan mudah mengalami kekurangan asupan nutrisi.
b) Esofagus
Berikutnya adalah tahap mendorong makanan melalui tenggorokan ke perut.
Motilitas esophagus (kerongkongan) tetap normal walupun terjadi sedikit dilatasi
seiring penuaan. Sfingter esofagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus. Reflek
muntah pada lansia akan melemah hal ini meningkatkan terjadinya aspirasi pada
lansia (Stanley dan Beare, 2002).
c) Lambung.
Makanan setelah melalui kerongkongan kemudian masuk ke lambung.
Motilitas lambung berperan penting dalam pemecahan makanan. Madsen dan Graff
(2004, dalam Mauk, 2010) mengatakan tidak ada perubahan dalam pengosongan
lambung yang berkaitan dengan penuaan, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa
terjadi keterlambatan dalam pengosongan lambung (Horowitz et al, 19984 dalam
Miller, 1995).
Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat atrofi mukosa lambung
dan penurunan motilitas lambung. Atrofi mukosa lambung merupakan akibat
sekresi asam hidroklorik (hipoklorhidria) menurun dan pepsin menghambat
pencernaan protein yang kemudian absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B12
menurun (Stanley dan Beare, 2002). Kupfer et al (1985, dalam Miller 1995)
mengatakan bahwa pengosongan lambung pada 5 menit pertama lebih cepat
kemudian melambat, oleh sebab itu lansia sering merasa kembung setelah makan.
Perasaan kembung akan menyebabkan lansia mengeluh ketidaknyamanan pada
lambung sehingga malas untuk makan.
Apabila kondisi ini dibiarkan terus berlanjut dan akan mempengaruhi
pemenuhan nutrisi pada lansia. Tahap perubahan berikutnya adalah sekresi mukosa
lambung mengalami penurunan sekitar 75% pada lansia 60 tahun (Miller, 2004).
Pepsin menghambat pencernaan protein, asam klorida berkurang, serta terjadi
malabsorpsi zat besi, kalsium, vitamin B12, dan folat. Menurut Stanhope, 2004;
8
Lueckenotte, 1996; Garrow, 2004; dan Meiner, 1996 penurunan asam lambung dan
enzym digestif maka lambung menjadi lebih alkali (hypochlorid dan achlorhydria)
yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mencerna protein. Protein diperlukan
untuk mengganti sel-sel yang sudah mati atau rusak dan penghambatan pencernaan
protein akan mempercepat penuaan. Selain itu karena terjadi atrofi mukosa lambung
maka meningkatkan terjadinya keadaan patologis pada lansia, misalnya anemia. Hal
ini disebabkan karena penyerapan zat-zat makanan kurang optimal.
d) Hati
Hati membantu dalam proses pencernaan dan menghasilkan empedu. Pada
masa penuaan hati sedikit mengalamiperubahan struktur tetapi tidak mempengaruhi
fungsi pencernaan karena adanya cadangan fisiologis dari hati (Miller, 2004).
Mengecilnya ukuran hati maka terjadi penurunan aliran darah dan perfusi sekitar
30% sampai 40% serta jumlah hepatosit atau sel-sel hati dapat mengalami
perubahan, dan terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan
mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan (Stanley & Beare, 2002).
e) Pankreas
Pankreas dalam proses pencernaan menghasilkan zat-zat esensial yang
berfungsi untuk pemecahan lemak, protein, dan karbohidrat di usus halus. Pankreas
mengalami degenerative dan fungsinya mengalami penurunan, yaitu enzim
pancreas untuk pemecahan lemak menurun (Digiovanna, 2000; Hall & Wiley,
1999; James, 1998; Marchesini et al., 1988;Schmucker, 1998; Wynne et al., 1989
dalam Mauk, 2010). Akibatnya terjadi peningkatan sekresi kolesterol dan juga
obesitas pada lansia (Stanley dan Beare, 2002). Sekresi insulin normal dengan kadar
gula darah yang tinggi (250 sampai 300 mg/dl), tetapi respon insulin berkurang
seiring dengan peningkatan kadar gula darah secara moderat (120 sampai 200
mg/dl). Perubahan terkait usia pemecahan lemak empedu tanpa perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan (Stanley dan Beare, 2002).
9
f) Usus
Motilitas usus dibutuhkan dalam pencernaan dan absorpsi makanan,
dilaporkan bahwa terjadi perubahan intensitas dalam kontraksi usus halus pada
masa penuaan (Brogna et al, 199; O’Mahony et al, 2002; Orr & Shaker et al, 19998
dalam Mauk, 2010). Akibat panjangnya masa pengosongan lambung adalah 32%
terjadi penurunan sekresi asam lambung di approksimal pada lanjut usia (Saffrey,
2004 dala Mauk, 2010).
Penurunan produksi asam lambung ini dengan gangguan motilitas usus
menyebabkan bakteri mudah berkembang biak di dalam usus halus, merupakan
penyebab malabsorpsi dan malnutrisi pada populasi lansia (Madsen & Graff, 2004;
O’Mahony et al, 2002; Orr & Chen, 2002; Salles, 2007 dalam Mauk 2010).
Menurut teori konsekuensi, Miller (1995) perubahan terkait usia pada sistem cerna
seperti yang telah diuraikan sebelumnya ditunjang oleh factor risiko, kebiasaan
mengkonsumsi teh atau stress yang tinggi, sakit maag, mengakibatkan intake nutrisi
berkurang dan penyerapan menurun. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya
konsekuensi negatif yakni gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan
tubuh). Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Meilianingsih (2005) bahwa
kebiasaan minum teh dan kopi menyebabkan menghambat penyerapan Fe,
akibatnya lanjut usia mengalami anemia.
2.4.4 Perubahan hormone yang terjadi pada lansia
a) Gastrin
Bekerja untuk menstimulasi sekres . Histamin dan cairan lambung dari pembatas
usus dan asam hidroklorida (HCl) dari sel parietal lambung. Histamin juga
menstimulasi sekresi HCl sebaliknya mengaktifkan pepsin, yang merupakan
enzim pencernaan paling penting dilambung. Dengan demikia apabila terjadi
penurunan hormon gastrin maka pepsin yang dihasilkan juga akan menurun
sehingga berpengaruh pada pencernaan makanan dilambung.
b) Sekretin
Disekresikan dari usus halus terutama sebagai respon terhadap adanya HCl
dalam kimus yang masuk kedalam usus halus dari lambung. Sekretin
10
menstimulasi sekresi dasar intestinal, demikian juga dengan pankreas yang
melepaskan bikarbonat untuk menetralisir asam. Netralisir asam penting karena
enzim yang diperlukan untuk pencernaan di dalam usus halus tidak dapat bekerja
dalam lingkungna yang asam.
c) Kolesistokinin (CCK)
Disekresikan dari usus halus terutama sebagai respons terhadap lemak dan
parikerl mekanan lainnya yang masuk ke usus di dalam kimus. CCK
menyebabkan kandung kemih berkontraksi; juga menyebabkan pelepasan enzim
pencernaan pankreas, usus, dan kandung empedu. Enzim pencernaan dan
kandung empedu berfungsi memfasilitasi perncernaan dan penyerapan partikel
makanan.
d) GLP-1 dan GIP
Disekresi diusus halus atas sebagai respons terhadap asam lemak, asam amino,
dan glukosa di dalam kimus. Hormon-hormon ini berfungsi untuk memperlambat
laju pengosongan lambung, sehingga proses mencerna makanan yang sudah ada
didalam usus halus efektif. GLP-1 dan GIP juga meningkatkan pelepasan insulin
dari pankreas. Sehingga kondisi menurunnya GLP-1 dan atau GIP dapat
menyebabkan intolereansi glukosa dan menurunkan sekresi insulin yang
merupakan ciri diabetes melitus tipe-2.
e) Fungsi paratiroid dan sekresinya tak berubah. Pituitary, Pertumbuhan hormon
ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya
produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH. Menurunnya produksi aldosteron,
gonads: progesteron, estrogen, testosteron. Defisiensi hormonal dapat
menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu
dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
2.4.5 Kebutuhan gizi pada lansia
Perubahan terkait usia sebaiknya lanjut usia tetap mempertahankan kebiasaan
makan yang sehat, dengan mempertahankan berat badan yang optimal dengan makan
rendah lemak, karbohidrat yang sedang dan tinggi protein, membatasi makanan yang
tinggi garam, makanan ringan, makanan yang berlemak, alkohol, dan permen untuk
11
memenuhi gizi lansia. Selain itu mempertahankan diit yang menghindari kebiasaan
penggunaan obat pencahar, mengkonsumsi makanan yang berserat, minum air 6
sampai 8 gelas sehari (air putih, jus, air teh) hal ini akan membantu sistem pencernaan
(Allender &Spradley, 2005).
Kebutuhan nutrisi pada lansia tidak berubah, yang berubah hanyalah asupan
kalori yang dibutuhkan.Nutrisi yang dianjurkan dan harus dipenuhi oleh lanjut usia 60
tahun keatas adalah kalori yang diperoleh dari lemak 9,4 kal (30% kurang dari total
energi), karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Komposisi energy yang di
peroleh sebaiknya 20 sampai 25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya
dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 2200 kal,
sedangkan untuk lansia perempuan 1850 kal. Kebutuhan protein bagi lansia harus
ditingkatkan 12 sampai 14% dari kebutuhan orang dewasa yaitu lansia laki-laki
sekitar 62 gr dan perempuan 54 gr, Zat besi untuk laki-laki 13 mg dan perempuan 14
mg, kalsium untuk laki-laki dan perempuan membutuhkan 500 mg, vitamin C yang
dibutuhkan lanjut usia laki-laki dan perempuan 60 mg (Darmojo & Martono, 2006).
Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan
biji-bijian utuh, sedangkan air yang dibutuhkan 6 sampai 8 gelas perhari. Serat dan air
dalam proses pencernaan agar tidak mengalami kesulitan dalam buang air besar atau
sembelit, selain itu untuk melarutkan hasil pemecahan lemak dalam tubuh.
Kebutuhan vitamin D bagi lansia yang masih aktif beraktifitas 2,5µg kolekalsiferol
perhari, dan untuk lansia di rumah membutuhkan 10 µg kolekalsiferol perhari
(Gibson, 1990). Vitamin D dibutuhkan untuk meningkatkan kepadatan tulang karena
massa tulang sudah mengalami kerapuhan. Lansia risiko terjadi osteroporosis, karena
massa tulang sudah menurun saat usia 30 tahun, dan proses ini terus berlangsung
(Garrow, James, & Ralph, 2004).
a) Kalori
Kalori adalah energi potensial yang dihasilkan dari makanan yang diukur dalam
satuan. Kabutuhan kalori pada seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti
tinggi dan berat badan, jenis kelamin, status kesehatan dan penyakit dan tingkat
kebiasaan aktifitas fisik. (Miller, 2004). Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada
lansia berbeda dengan kebutuhan kalori pada orang dewasa. Mengatur pola
12
makan sangat mempengaruhi jumlah kalori yang akan dikonsumsi oleh
seseorang, agar tidak terjadi kekurangan kalori ataupun kelebihan kalori yang
dapat menyebabkan obesitas.
Pada lansia, kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40-49
tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun (Fatmah, 2010). Menurut
WHO dalam Fatmah 2010 kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia
(>60tahun) pada pria adalah 2200 kalori dan pada wanita ialah 1850 kalori.
Perbedaan kebutuhan kalori pada pria dan wanita ini didasarkan pada adanya
perbedaaan aktivitas fisik dan tingkat metabolisme basal yang berhubungan
dengan pengurangan massa otot.
Penghitungan pengeluaran energy basal (BEE) lansia menurut Harris
Benedict Equation tergantung pada tinggi badan, berat badan, usia, dan tingkat
aktivitas lanjut usia (American Dietetic Association, 1992 dalam Burke dan
Laramie, 2000) : Laki-laki= 66 + (13,8 x BB dalam kg) + (5 x TB dalam cm) –
(6,8 x usia), dan untuk perempuan = 655 + (9,6 x BB dalam kg) + (1,8 x TB
dalam cm) – 4,7 x usia). Total kalori yang dibutuhkan adalah BEE x aktivitas x
factor cedera. Komposisi energi yang di peroleh sebaiknya 20-25% berasal dari
protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.
b) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Setiap 1 gram
karbohidrat yang dikonsumsi menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan hasil
proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh
tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernapas, kontraksi
jantung dan otot, serta untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik (Fatmah,
2010). Konsumsi serat memiliki banyak manfaat bagi manusia. Miller (2004)
menjelaskan bahwa serat berperan dalam mencegah berbagai penyakit dan
merupakan komponen penting dalam makanan.
13
c) Serat
Serat bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol serum dan
meningkatkan toleransi glukosa pada penderita diabetes. Selain itu, serat pada
biji-bijian dan sayuran penting untuk menjaga fungsi usus dan untuk mencegah
sembelit. Asupan serat dan karbohdrat yang dibutuhkan tubuh berkurang seiring
bertambahnya usia. Akan tetapi, akibat penurunan asupan lemak pada lansia,
kebutuhan kalori meningkat sedikit, sedangkan kebutuhan serat pada lansia tidak
terlalu banyak (Fatmah, 2010).
d) Protein
Protein dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan pemelihara sel.
Menurut Fatmah 2010 pemeliharaan protein yang baik untuk lansia sangat
penting mengingat sintesis protein di dalam tubuh tidak sebaik saat masih muda,
dan bayak terjadi kerusakan sel yang harus segera diganti. Dengan bertambahnya
usia, perlu pemilihan makanan yang kandungan proteinnya bermutu tinggi dan
mudah dicerna. Pakar gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi dari
nilai biologis tinggi seperti telur, ikan dan protein hewani lainnya dikarenakan
kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia lanjut.
Kebutuhan protein lansia sedikit meningkat dibandingkan dengan orang
dewasa. Orang dewasa membutuhkan 0,8 g/kg BB, tetapi lansia 1,1 g/kg BB
(Baden, Karkeck, dan Chernoff, 1993 dalam Burke & Laramic, 2000).
Kebutuhan meningkat apabila lansia dalam kondisi sakit atau sedang dalam
penyembuhan luka, dan memerlukan 2 g/kg. Pada lansia efisiensi penggunaan
senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang disebabkan pencernaan
dan penyerapannya kurang efisien. Beberapa penelitian merekomendasikan,
untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12 sampai 14%
dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah
pangan hewani dan kacang-kacangan
14
e) Lemak
Lemak yang dibutuhkan oleh lansia sekitar 30% (9,4 kalori) atau kurang
dari total kalori yang dibutuhkan. Lebih dari 30% lemak yang dikonsumsi akan
mengakibatkan atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah jantung) dan
dianjurkan 20% dari lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh. Hindari
lemak jenuh, trigliserida, & kolesterol yang merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskuler.
Lemak dalam tubuh berfungsi untuk membantu dalam pengaturan suhu,
memberikan sumber energi cadangan, memudahkan penyerapan vitamin yang
larut dan mengurangi sekresi asam dan aktivtas otot perut (Miller, 2004). Lemak
dikategorikan menjadi dua, yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh
adalah lemak yang dalam struktur kimianya mengandung asam lemak jenuh
(Fatmah,2010). Konsumsi lemak jenuh dalam jumlah berlebihan data
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol darah yang berlebihan ini
dapat mengakibatkan penyempitan dan penymbatan pembuluh darah yang
kemudian dapat menyebabkan penyakit jantung. Sedangkan, untuk menurunkan
kadar kolesterol dalam darah dapat diturunkan dengan mengkonsumsi jenis
lemak tak jenuh. Beberapa makanan yang mengandung lemak tak jenuh adalah
bawang putih, tempe, the, anggur, apel, alpukat dan ikan.
f) Cairan
Konsumsi cairan yang tepat sangat penting bagi kesehatan dan merupakan
salah satu kebutuhan yang penting bagi lansia. Menurut Miller 2004 lansia
mengkonsumsi 1500-2000 ml (6-8 gelas) per hari diperlukan untuk menjaga
hidrasi yang memadai.
Minuman seperti kopi, teh kental, minuman ringan, alkohol, es, maupun
sirup bahkan tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi lansia
yang memiliki penyakit-penyakit tertentu seperti DM, hipertensi, obesitas dan
jantung (Fatmah, 2010). Asupan air pada lansia harus lebih diperhatikan. Hal ini
di karena omoreseptor pada lansia kurang sensitif, sehingga mereka seringkali
tidak merasa haus. Selain penurunan rasa haus, peningkatan jumlah lemak dan
15
penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin asupan cairan yang kurang pada
lansia dapat menimbulkan masalah kekurangan cairan pada lansia (Fatmah,
2010).
Lansia risiko terjadi dehidrasi, yang disebabkan karena terjadi penurunan
rasa haus, oleh sebab itu pemantauan asupan cairan sangat dibutuhkan. Asupan
cairan penting untuk mengganti cairan yang hilang melalui ginjal dan keringat,
serta cairan diperlukan dalam pencernaan. Setiap orang membutuhkan 30 ml
cairan per kilogram berat badan kecuali jika restriksi cairan diindikasikan
(Kerstetter, Holthausen, dan Fitz, 1992, dalam Burke dan Laramie, 2000).
Penambahan cairan dibutuhkan apabila kondisi lansia dalam keadan sakit
(demam), peningkatan suhu lingkungan, kelembaban lingkungan yang rendah,
dan oksigen kering. Lansia dianjurkan untuk minum sebanyak 6 sampai 8 gelas
perhari.
g) Vitamin.
Vitamin bagi tubuh berguna untuk metabolisme zat-zat gizi yang lain.
Vitamin D dianjurkan 5 sampai 10 µg/hari bagi lansia yang berada di rumah,
bagi lansia yang tidak terkena sinar matahari kalsium yang dibutuhkan 400
sampai 800 mg/hari. Vitamin oral B12 pada 1,5 ug / hari bagi mereka dengan
operasi lambung atau gastritis (Garrow, James, & Ralph, 2004).
2.4.6 Masalah gangguan nutrisi pada lansia
a) Malnutrisi Energi Protein
Malnutrisi energi protein adalah kondisi di mana energi dan atau protein
yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan metabolik. Malnutrisi energi protein
dapat terjadi karena buruknya asupan protein atau kalori, meningkatnya
kebutuhan metabolik bila terdapat penyakit atau trauma, atau meningkatnya
kehilangan zat gizi. Usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap
malnutrisi. Pada usia lanjut, stres ringan jangka pendek sudah dapat
menyebabkan timbulnya malnutrisi energi protein.
16
Status nutrisi memengaruhi berbagai sistem pada usia lanjut seperti
imunitas, cara berjalan dan keseimbangan, fungsi kognitif, serta merupakan
faktor risiko untuk timbulnya infeksi, jatuh, delirium, serta mengurangi manfaat
pengobatan. Terdapat hubungan antara malnutrisi dengan mortalitas, lama rawat,
banyaknya komplikasi, dan perawatan kembali.
b) Obesitas
Perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia memberikan
kontribusi terjadinya obesitas, terutama obesitas sentral. Proporsi lemak intra
abdominal meningkat progresif seiring dengan meningkatnya usia. Penurunan
asupan energi danTotal Energy Expenditure (TEE) juga menurun karena
penurunan aktivitas fisik terutama pada lansia yang sakit. Pada lansia yang obes,
penurunan berat badan dapat menurunkan kesakitan karena arthritis, diabetes dan
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler serta meningkatkan kualitas hidup.
Peningkatan aktivitas fisik pada lansia dapat memperbaiki kekuatan otot dan
kesehatan lansia secara keseluruhan.
c) Kehilangan Berat Badan
Menurut Schlenker (2000), kehilangan berat badan pada lansia dapat
dikelompokkan menjadi wasting, cachexia, dan sarcopenia. Wasting merupakan
kehilangan berat badan yang tidak disadari, pada umumnya disebabkan oleh
asupan yang tidak adekuat. Cachexia adalah kehilangan massa tubuh bebas
lemak yang tidak disadari yang disebabkan oleh proses katabolisme, ditandai
oleh peningkatan rate metabolik dan peningkatan pemecahan protein.
Sedangkan sarcopenia adalah kehilangan massa otot yang tidak disadari
sebagai bagian dari proses menua, kadang-kadang tidak ada penyakit yang
mendasari. Faktor risiko terjadinya malnutrisi pada lansia antara lain beberapa
faktor medis seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia,
gangguan fungsi pada indera penciuman dan pengecap, pernafasan, saluran
cerna, neurologi, infeksi, cacat fisik dan penyakit lain seperti kanker. Selain itu,
adanya faktor psikologis seperti depresi, kecemasan dan demensia mempunyai
17
kontribusi yang besar dalam menentukan asupan makanan dan zat gizi pada
lansia.
d) Defisiensi Vitamin dan Mineral
Tidak memadainya asupan mikronutrien sering terjadi pada usia lanjut,
bahkan pada negara yang telah sangat maju, yang berkaitan dengan
meningkatnya risiko penyakit kronik. Vitamin B6, B12, dan asam folat
dibutuhkan untuk mencegah akumulasi homosistein, suatu asam amino yang
secara konsisten berhubungan dengan risiko penyakit vaskular.
Di samping itu, juga terdapat hubungan antara rendahnya konsentrasi
vitamin B dan menurunnya fungsi kognitif. Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa kadar vitamin B yang rendah sering terjadi pada usia lanjut.
Data ini terkait dengan rendahnya asupan zat gizi tertentu dalam pola makan
sehari-hari.
2.4.7 Penyebab gigi hilang pada lansia
Hilangnya tulang periosteum dan periodontal, penyusutan dan fibrosis pada akar
halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasi dari hal ini
adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi palsu yang
lepas.
2.4.8 Tatalaksana pasein pada scenario
a) Sebelum melakukan terapi harus diketahui terlebih dahulu penyebab badan
pasien semakin kurus
b) Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang
terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
c) Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering
dengan porsi yang kecil. Contoh menu :
Pagi : Bubur ayam
Jam 10.00 : Roti
18
Siang : Nasi, pindang telur, sup, papaya
Jam 16.00 : Nagasari
Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang
d) Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar
pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang terlalu asin akan
memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya darah tinggi.
e) Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dll.
f) Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
Makanlah makanan yang mudah dicerna
Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan
Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik,
makanan harus lunak/lembek atau dicincang
Makan dalam porsi kecil tetapi sering
Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya
diberikan
g) Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.
h) Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging
rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
i) Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus, atau
dipanggang kurangi makanan yang digoreng
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Fauzia, Hilda. 2010. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi
Antara Lansia Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia
Diunduh pada tanggal 17 September 2014 pukul 20.00 WITA.
http://eprints.undip.ac.id/37552/1/Hilda_Fauzia_A-G2A008093-LAP.KTI.pdf
Irianto, Kus. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: Rama Widya.
Kemala, Sari. 2009. Gangguan Nutrisi Pada Lansia. Jakarta: Interna Publishing.
Meirina. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga, Karakteristik Keluarga Dan Lansia Dengan
Pemenuhan Nutrisi Pada Lansia. Diunduh tanggal 16 September 2014 pukul 20.00
WITA. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20281717-T%20Meirina.pdf
Price Sylvia A. dan Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi Edisi 6 Jilid 2. Jakarta: EGC.
Supariasa, Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
21