Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

7
Pertanyaan seputar Bab I mengenai Ketentuan Umum pada PERMENKES Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 tentang REKAM MEDIS (Gemala Hatta) 1 Setelah hampir 20 tahun Permenkes no 749a/Menkes/PER/XII/89 ten- tang Rekam Medis (Medical Record) diberlakukan, pada tanggal 12 Maret 2008 Departemen Kesehatan (Depkes) menggantinya dengan Permenkes no. 269/ MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Pola pikir permenkes 269 ini ber- beda dengan pola pikir konsep perubahan pertama (2005) yang sudah dirintis oleh Depkes dan organisasi profesi. Konsep ke 2 (2007) ini kiblatnya kepada UU Praktik Kedokteran (UU PK) no. 29 tahun 2004. Walhasil isinya menekankan kewajiban dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan rekaman medis. Hal ini melengkapi buku Manual Rekam Medis (2006) yang diperuntukkan bagi dokter dan dokter gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dalam mengevaluasi tahun pertama berjalannya Permenkes 269/MenKes/Per/ III/2008 tentang Rekam Medis ini, praktisi kesehatan selain dokter dan dokter gigi serta organisasi profesi Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan In- formasi Kesehatan Indonesia (PORMIKI), termasuk beberapa organisasi profesi kesehatan lainnya merasakan adanya kejanggalan dan ketidakjelasan dalam Permenkes 269/MenKes/Per/III/2008. Hal ini imbas dari pembuatan permen- kes yang hanya untuk dokter dan dokter gigi, padahal seharusnya permenkes “baru” ini merupakan pengganti yang netral untuk semua tenaga kesehatan yang termaksud dalam PP 32/1996. Marilah kita mengevaluasi Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 – 8 : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Gemala Hatta 1 1 Penulis adalah pemerhati perkembangan manajemen informasi kesehatan (paradigma baru rekam medis) di Indonesia. Direktur International Federation on Health Records Organizations (IFHRO) untuk South East Asian Region (SEAR) (2007-2010)

description

The new rule concerning Medical Record in Indonesia was released by the Ministry of Health of the Rep of Indonesia in 2008, called rule no. 269/MenKes/Per/III/2008. It consists of 9 (nine) chapters. Unfortunately the content of the new Medical Record rule (code 269/2008) is more relevant to be designated to the doctors and dentists. All sentences inside the 269 rule are ended with words ' for doctor/dentist ' eventhough the title of this rule does not say so. This article describes the comparison of the previous Medical Record rule (for all health care practitioners) (1989) and available rules/laws in health versus the present Medical Record rule no.269. This article is trying to analysis the 8 items describes in Chapter I of the new Medical Record Rule (code 269/2008) which is regarded having several flaws compared to the previous one rule of Medical Record (code 749a, year 1989). It is proposed (1) the rule's name should be changed to Rule of Medical Record to Doctors and Dentists. (2) It is recommended a new rule for Medical Record for other health care practitioners should be established.Writer : Gemala Hatta (2009) - Founder of PORMIKI (Association of Medical Record and Health Information Professional of Indonesia) - ([email protected])

Transcript of Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

Page 1: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

Pertanyaan seputar Bab I mengenai Ketentuan Umumpada PERMENKES Nomor 269/MenKes/Per/III/2008

tentang REKAM MEDIS

(Gemala Hatta)1

Setelah hampir 20 tahun Permenkes no 749a/Menkes/PER/XII/89 ten-tang Rekam Medis (Medical Record) diberlakukan, pada tanggal 12 Maret 2008 Departemen Kesehatan (Depkes) menggantinya dengan Permenkes no. 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Pola pikir permenkes 269 ini ber-beda dengan pola pikir konsep perubahan pertama (2005) yang sudah dirintis oleh Depkes dan organisasi profesi. Konsep ke 2 (2007) ini kiblatnya kepada UU Praktik Kedokteran (UU PK) no. 29 tahun 2004. Walhasil isinya menekankan kewajiban dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan rekaman medis. Hal ini melengkapi buku Manual Rekam Medis (2006) yang diperuntukkan bagi dokter dan dokter gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Dalam mengevaluasi tahun pertama berjalannya Permenkes 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis ini, praktisi kesehatan selain dokter dan dokter gigi serta organisasi profesi Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan In-formasi Kesehatan Indonesia (PORMIKI), termasuk beberapa organisasi profesi kesehatan lainnya merasakan adanya kejanggalan dan ketidakjelasan dalam Permenkes 269/MenKes/Per/III/2008. Hal ini imbas dari pembuatan permen-kes yang hanya untuk dokter dan dokter gigi, padahal seharusnya permenkes “baru” ini merupakan pengganti yang netral untuk semua tenaga kesehatan yang termaksud dalam PP 32/1996. Marilah kita mengevaluasi Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 – 8 :

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Gemala Hatta

1

1 Penulis adalah pemerhati perkembangan manajemen informasi kesehatan (paradigma baru rekam medis) di Indonesia. Direktur International Federation on Health Records Organizations (IFHRO) untuk South East Asian Region (SEAR) (2007-2010)

Page 2: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

3. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kese-hatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.

4. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.

5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

6. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tinda-kan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

7. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, la-poran hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan reka-man elektro diagnostik.

8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

Komentar umum : Permenkes rekam medis harus bersifat umum, tidak eksklu-sif bagi dokter dan dokter gigi saja.

PEMBAHASAN Bab I pasal 1 :

1. Ayat 1 tentang kata ‘berkas’ : berarti rekam medis masih dibuat secara manual (tulis tangan pada lembaran kertas). Permenkes 269 harus bisa merespon bahwa pemakaian ‘berkas’ (kertas) kini mulai tergeser oleh pengelolaan sistem jejaring data/informasi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengelolaannya tertuju pada butiran (variabel) data/informasi yang diperoleh dari jaringan sumber manapun secara tanpa batas, ruang dan waktu. Sistem manajemen informasi kesehatan (MIK) yang menggunakan TIK wajib mengatur kewenangan data dan in-formasi seputar sekuritas, privasi, kerahasiaan dan keamanannya terha-dap pasien, penerima, pengguna dan lainnya.

2. Ayat 2 tentang “dokter dan dokter gigi “ dan Ayat 4 tenaga kesehatan “tertentu” :

Usulan perbaikan kalimat ayat ini sebagai berikut : a. Ke DUA ayat 2 dan 4 di atas seharusnya disatukan. PP 32/1996 tentang

Tenaga Kesehatan tidak memisahkannya. Berarti, semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam menangani upaya kesehatan pasien (preventif, ku-ratif, edukatif, promotif) tidak dieksklusifkan hanya untuk kepentingan dokter dan dokter gigi saja. Permenkes ini seharusnya berlaku bagi se-mua tenaga kesehatan dan tidak bagi sekelompok profesi saja. Terlebih, rekaman medis/kesehatan juga dapat diisi oleh tenaga NON kesehatan yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan pasien (psikolog, anthro-polog, pekerja sosial dan lainnya).

b. perkataan tenaga kesehatan “tertentu” : Usul: buang kata tenaga kesehatan “tertentu” dengan kata tenaga kese-

hatan “lain”. Mengapa ? lihat box.

Gemala Hatta

2

Page 3: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

Permenkes 749a/1989 bab I ayat d Permenkes 269/2008 bab I ayat 4definisi ‘tenaga kesehatan lain’ adalah ‘tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien’ (tanpa harus menyebutkan ‘selain dokter dan dokter gigi’).

definisi dari tenaga kesehatan tertentu (menurut Permen-kes 269/2008 bab I ayat 4) adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.

--------KOMENTAR: Kata “tertentu” tidak pernah ada dalam Permenkes 749a/1989; UU Kesehatan 23/1992; Peraturan Pemerintah RI no. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan; bahkan juga tidak ada pada sumber utama Permenkes 269: UU Praktik Kedokteran 29/2004

Kata “lain” pada “tenaga kesehatan “lain” mudah dipa-hami dan sudah populis (merakyat)

Kata “tertentu” istilah yang tidak lazim. Selain menggan-tung juga selalu mengundang pertanyaan ‘tenaga kese-hatan tertentu yang mana? ’ okupasi terapi, fisioterapi atau apa? … ??

USUL :Perbaiki menjadi tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan pasien.

3. Sarana pelayanan kesehatan (SPK) (Permenkes 269/2008 bab I pasal 1 ayat 3)

Permenkes 749a/1989 tentang kata ’SPK’ Permenkes 269/2008 ( ayat 3) tentang kata ‘SPK’

SPK adalah tempat yang digunakan untuk menyeleng-garaan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan mau-pun rawat nginap yang dikelola oleh Pemerintah atau swasta.

SPK adalah tempat penyelenggaraan upaya pelay-anan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi’.

Definisi SPK di atas sama persis seperti dalam UU PK 29/2004

Dalam UU Kesehatan no. 23/1992 maupun PP 32/1996 tidak ada kata sarana pelayanan kesehatan’(SPK). Ayat 3 tentang Sarana pelayanan kesehatan (SPK) yaitu a. Dalam definsi SPK baru (269) tidak dimasukkan perihal lokasi dan kepemilikan SPK. Sebaliknya, Permenkes lama (749a) mnetapkan lokasi kerja yaitu rawat jalan dan ngi-nap dan kepemilikan sebagai milk pemerintah, swasta. Berarti 749a sudah memberi wadah untuk pengembangan variasi rawat jalan, nginap yang semakin kompleks. Mi-salnya untuk dokter keluarga, praktek bersama dan lainnya. USUL : SPK adalah tempat penyelenggaraan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan dan rawat nginap yang dikelola oleh Pemerintah atau swasta.

b. Upaya Pelayanan Kesehatan (269/2008) vs Upaya Kesehatan (UU Kes 23/1992).- Tidak ada penjelasan tentang arti upaya ”pelayanan” kesehatan (269). - Dalam UU Kesehatan 23/1992 istilah yang digunakan adalah upaya kesehatan didifinisikan seba-gai ’setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat’. Definisi ini disokong dalam PP 32/1996 ten-tang Tenaga Kesehatan.

c. Bagaimana penilaian terhadap Tenaga kesehatan lain selain dokter, dokter gigi yang melakukan rekaman medis/kesehatan ?

Gemala Hatta

3

Page 4: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

Tanggapan: Pertama, Sesederhana apapun SPK namun pencatatan/rekaman medis/kesehatan wajib dilakukan di segala tempat terjadinya upaya kesehatan dan dalam kondisi apapun oleh semua tenaga kesehatan. Pekerja sosial kesehatan (social worker) dan psikolog (bekerja di RS), bahkan tenaga penerima pasien dan juga anthropolog kesehatan dan lainnya yang bukan bagian dari tenaga kesehatan namun bisa terlibat dalam upaya kesehatan (definisi dalam UU Kesehatan 23/1992) juga diperkenankan melakukan rekaman. Artinya, bahkan masyarakat umum, termasuk keluarga atau te-man terdekatpun dapat secara spontan melakukan upaya kesehatan (lihat difinisi di atas) dengan mencatat riwayat sakit pasien untuk kemudian disimpan dan atau dila-porkan kepada setiap tenaga kesehatan yang menangani atau merawat pasien. Dewasa ini rekam medis/rekam kesehatan pribadi (personal health record) elektronis menjadi trend dan tersedia secara gratis di dunia maya (mis. http://www.myphr.com atau http://www.google.com/health). Kegiatan ini menjadi hak individu/keluarga dalam upaya men-swakelola rekaman kesehatan pribadinya secara bebas selama 24 jam di lokasi apapun.

Kedua, apakah rekaman harus selalu menunggu persetujuan dari SPK .. ”yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi”? (Permenkes 269) sehingga terkesan wujud SPK harus berada dalam bangunan/bilik/gedung/sarana yang layak? Harus dipikirkan bagaimana dengan kegiatan rekaman yang dapat terjadi di luar SPK oleh petugas kesehatan non dokter/dokter gigi seperti D3 atau S1 atau bahkan oleh ’barefoot doctors” (juga dokter TNI/polri/militer) yang mengunjungi masyarakat di lo-kasi sulit seperti di lereng gunung, tempat terasing, medan perang dan lainnya? Apa-kah rekaman di luar klasifikasi SPK di atas itu dianggap tidak layak/tidak SYAH secara hukum ? Padahal di era elektronisasi ini para tenaga kesehatan dan non kesehatan yang berwewenang dari kepemilikan SPK manapun (pemerintah/suasta) dan dari lokasi apapun dapat saling berinteraksi rekaman melalui berbagai peralatan TIK selama 24 jam! Jadi, batalkah semua rekaman di luar klasifikasi SPK 269 di atas ? Definisi SPK pada 749a (box) sudah memadai, bahkan dengan berkembangnya peran masyarakat (individu, keluarga, lingkungan) dalam upaya kesehatan (lihat difinisi) yakni sebagai penyo- kong data/informasi (mis. personal health record) maka praktik rekaman bisa terjadi di luar SPK. Sayang bahwa, difinisi SPK pada 269 terasa jauh dari filosofi praktik rekaman medis (baik manual apalagi elektronis).

Usul: Ayat 3 ini perlu dikoreksi bahwa selain kembali menggunakan definisi SPK seperti pada 749a, juga perlu di- perkaya dengan reka-man yang terjadi di luar SPK (seperti untuk personal health re- cord, di lapangan (petu-gas kesehatan masya- rakat, barefoot doctors, militer dan lainnya) namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Demikian pula revisi ayat 3 termasuk: buang kalimat ..”yang dapat digunakan untuk praktik ke-dokteran atau kedokteran gigi’.

4. Ayat 5. PasienDalam UU PK 29/2004 dan Permenkes 269 difinisi “pasien” adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Definisi pasien tidak ada dalam Permenkes 749a maupun dalam UU Kesehatan 23/1992. Oleh karena permenkes tentang Rekam Medis (269) ini seharusnya netral maka pada definisi tentang pasien yang dikaitkan dengan kata ‘dokter dan dokter gigi” di-

Gemala Hatta

4

Kecuali bila Permenkes ini diberi judul “Permenkes Rekam Medis khusus bagi Dr/Drg”, maka memasukkan kalimat ”..yang

dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi’ pada hampir seluruh isi ayat-ayat Permenkes 269 ini adalah tidak tepat karena banyak tenaga kese-hatan dan tenaga lainnya yang terlibat

tidak terakomodir.

Page 5: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

ganti dengan tenaga kesehatan. Alasannya karena isi rekam medis berasal dari catatan yang diberikan oleh semua tenaga kesehatan yang melakukan upaya kesehatan. Hal mana sesuai dengan PP 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan. Terlebih masih ada tenaga non kesehatan yang membantu langsung (psikolog) dan tidak langsung (tenaga administrasi) dan lainnya dalam upaya kesehatan pasien.

5. Ayat 6. Catatan

Dalam Permenkes 269 definisi catatan adalah ‘tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan’. Definisi “catatan” tidak ada dalam UU Kesehatan 23/1992. Tanggapan : Permenkes 269 dimaksudkan untuk menggantikan permenkes rekam medis (749a/1989 ) karena itu implementasinya tidak semata untuk dokter atau dokter gigi saja tetapi untuk semua tenaga kesehatan maupun tenaga yang berwewenang da-lam upaya kesehatan pasien. Oleh sebab itu rekamannya tidak untuk ‘dokter atau dok-ter gigi’ saja. Usul : catatan adalah data/informasi mengenai siapa pasien, apa, dimana, kapan dan bagaimana dengan seluruh pemberian pelayanan dan atau tindakan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang berwewenang, baik pada rawat jalan (ambulatory) atau rawat inap. Catatan adalah bagian rekaman (record), berisi data/informasi yang merupakan dokumen (sesuai klasifikasi penting/sedang/kurang penting) yang ditulis secara manual/elektronis.

Bila diuraikan dapat ditambahkan bahwa dalam catatan terdapat 7 jenis informasi yaitu (a) data terstruktur, diskrit (laboratorium, medikasi, catatan secara on-line dan dokumentasi, kartu index utama pasien/registerasi); (b) data diagnostik dengan pencitraan (catoda tube, mag-netic resonance, radiologi digital kedokteran nuklir; pencitraan patologi, histology); (c) data grafik vektor, EKG, EEG, getaran janin); (d) data audio (suara atau detak jantung); (e) data video (ultrasound dan pemeriksaan katerisasi jantung); (f) data teks tidak ter-struktur (laporan radiologi/patolog, laporan medis, laporan keuangan); (g) dokumen pencitraan atau manual (catatan dengan tulisan tangan dan gambar, formulir perijinan/persetujuan yang ditandatangani pasien. Uraian 7 jenis informasi ini dapat dimasukkan dalam bab I atau bab yang membahas secara teknis.

6. Ayat 7 Dokumen

Dalam Permenkes 269, definisi dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pen-citraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik. Komentar : perkataan dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu diusul-kan untuk diganti. Usul : dokumen kesehatan adalah catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan (peng-ganti kalimat dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu) tambahkan: dan tenaga non kesehatan lain yang berwewenang dan terlibat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan pasien, yang digunakan sebagai tanda bukti berbagai kepentingan administratif, hukum, keuangan, riset, edukasi maupun dokumentasi. (isi catatan kesehatan sudah diterangkan dalam butir ayat di atas sedangkan isi rekam medis dapat dilihat pada bab yang khusus membahas tentang hal tersebut).

7. Ayat 8 Organisasi Profesi

Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

Gemala Hatta

5

Page 6: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

Siapa pihak yang bertanggungjawab terhadap rekaman ?

749a/1989 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat terakhir (e) menyebutkan :

Permenkes 269/2008 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat terakhir (8) menyebutkan :

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medis dan atau Direktur Jenderal Pembinaan Kese-hatan Masyarakat

Organisasi Profesi yang definisinya adalah Ikatan Dok-ter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia

Pertanyaannya : kemana fungsi intstansi pemerintah ? Direktur Jenderal vs Organ-isasi Profesi ?

Dua organ pemerintah (dua direktorat jenderal) yang seharusnya bertugas untuk membina dan mengawasi jalannya rekam medis, khususnya dalam pembinaan dan pemantauan tentang kualitas rekaman di SPK (SK lama 749a, bab I pasal 1e) pindah ke dalam Bab VII pasal 16 tentang Pembinaan dan Pengawasan. Tertera bahwa tu-gas itu ada pada Dinas Kesehatan Propinsi, Pemerintah Daerah dan organisasi pro-fesi. Hal ini tentunya terkait dengan otonomi daerah meski kemampuan tiap wilayah dalam menjalankannya tidak sama, dan tugas Pembinaan dan Pengawasan juga diletakkan dibahu ‘organisasi profesi’ termaksud yaitu IDI dan PDGI saja!.

Mengapa pembinaan hanya kepada dua Organisasi Profesi (OP) IDI/PDGI saja ? Ba-gaimana dengan OP kesehatan lain yang praktisinya bagian dari PP 32/1996 ? Mereka (perawat, bidan, keteknisian medis, keterapian fisik dan lainnya) jelas terli-bat dalam upaya kesehatan dan dalam permenkes 749a (lama) wajib mengisi rekam medis, bahkan OP kesehatan itu telah terdaftar di Departemen Dalam Negeri. Lalu, bagaimana dengan psikolog, pekerja sosial (social worker) kesehatan, anthro-pologi kesehatan, sosiologi kesehatan dan lainnya yang menjadi bagian dari tim ke-sehatan dan dapat mengisi rekam medis bila memang dimungkinkan? Mereka juga memiliki OP. Semua OP yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan wajib membina para anggotanya agar melaksanakan dan menjaga alat bukti praktiknya (rekaman) dengan baik dan benar. Demikian juga, peranan OP PORMIKI (Perhimpu-nan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia) wajib membina anggotanya bahkan membantu OP kesehatan dan non kesehatan yang berwewenang terlibat dalam penyelenggaraan upaya kese-hatan pasien tentang praktik manajemen informasi kesehatan secara handal di Indonesia.PORMIKI dibentuk 1989 sebagai mitra kerja pemerintah sejak 1992 telah terdaftar sebagai anggota International Federation on Health Records Organizations (IFHRO) dan sejak 2007 – 2010. Penulis sebagai pendiri dan Pembina PORMIKI mendapat keper-cayaan sebagai Direktur IFHRO SEAR membawahi 11 negara di Asia Tenggara setelah jabatan ini vakum sejak mulai berdirinya IFHRO di tahun 1968.

Kesimpulan : peraturan baru tentang Rekam Medis dengan nomor 269/MenKes/Per/III/2008 Bab I perlu diperbaiki dan begitu pula bab lainnya perlu dievaluasi le-

Gemala Hatta

6

Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Infor-masi Kesehatan Indonesia

(PORMIKI)

Page 7: Bab I Permenkes 269 Thn 2008 Indonesia

bih dalam. Lebih tepat disebut sebagai “Permenkes Rekam Medis untuk Dokter dan Dokter Gigi” dan bukan disebut sebagai “Permenkes Rekam Medis”.

Referensi

Gemala Hatta (ed)(2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pe-layanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI- PORMIKI, UI Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta

Dokumen

Departemen Kesehatan RI. 1972. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 031/Birhup1972 tentang Rumah-Rumah Sakit Pemerintah.1972. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 034/Birhup/1972 tentang Perenca-naan dan Pemeliharaan Rumah Sakit. 1978. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 134/MenKes/SAK/IV/78 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum. 1989. Peraturan Menteri Kesehatan no. 749a/Menkes/PER/XII/89 tentang Rekam Medis (Medical Record). 2008. Peraturan Menteri Kesehatan no. 269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis

PB IDI, Kode Etik Kedokteran, 1969Peraturan Pemerintah RI no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

=====================

=========================

Gemala Hatta

7