BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah...

20
Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 ) Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 1 BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT AS-SHALATU JAMI’AH DAN DEFINISI SHALAT ‘IED 1. Penjelasan tentang Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Menurut ilmu nahwu kalimat adalah jumlah ismiyyah (kalimat nomina) yang tersusun dari dua nomina yaitu dan . Lafadh merupakan bentuk masdar 1 dari verba . Makna lafadh itu adalah shalat. Shalat adalah: 2 Ibadah yang mengandung perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang ditentukan, dimulai dengan takbirillahi Ta’ala (takbiratul ihram), diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku) dari verba (mengumpulkan). Lafadh ini bermakna yang mengumpulkan. Dan ada juga yang memberi makna: (yang mempunyai jama‟ah). 3 1 Masdar adalah bentuk nomina yang diturunkan dari verba dengan fleksi, misalnya dari fa’ala berubah menjadi fa’lan. Dewan redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 719 2 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 66 3 Disadur dari Irsyadus Sarie, jz. 3, hlm. 77, karya Al-Qasthalanie.

Transcript of BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah...

Page 1: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 1

BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT

AS-SHALATU JAMI’AH DAN DEFINISI SHALAT ‘IED

1. Penjelasan tentang Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah

Menurut ilmu nahwu kalimat adalah jumlah ismiyyah

(kalimat nomina) yang tersusun dari dua nomina yaitu dan .

Lafadh merupakan bentuk masdar1 dari verba .

Makna lafadh itu adalah shalat. Shalat adalah:

2 Ibadah yang mengandung perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang ditentukan, dimulai dengan takbirillahi Ta’ala (takbiratul ihram), diakhiri dengan salam.

Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang

merupakan isim fa’il (nomina pelaku) dari verba

(mengumpulkan). Lafadh ini bermakna yang mengumpulkan. Dan ada

juga yang memberi makna: (yang mempunyai jama‟ah).3

1Masdar adalah bentuk nomina yang diturunkan dari verba dengan fleksi, misalnya dari fa’ala berubah menjadi fa’lan. Dewan redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 719

2Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 66

3Disadur dari Irsyadus Sarie, jz. 3, hlm. 77, karya Al-Qasthalanie.

Page 2: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 2

Berdasarkan uraian tentang makna dua lafadh di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa makna kalimat adalah:

1. Shalat itu yang mengumpulkan, atau 2. Shalat itu yang mempunyai jama‟ah.

Dalam kitab Irsyadus Sarie4, Al-Qasthalanie menjelaskan maksud

kalimat sebagai berikut:

1. Shalat itu mengumpulkan manusia di masjid jami‟. 2. Shalat itu dikerjakan dengan berjama‟ah bukan bersendirian.

Setelah membahas tentang makna dan maksud kalimat ,

berikut penulis paparkan sedikit tentang sejarah penyeruan kalimat tersebut:

Dalam kitab Fathul Barie disebutkan bahwa menurut Ibnu Hajar,

kalimat adalah kalimat yang diserukan oleh Bilal radliyallahu

„anhu sebagai tanda waktu shalat fardlu telah tiba sebelum disyari‟atkannya adzan. Berikut penuturan beliau:

5

Adalah dahulu, lafadh yang diserukan oleh Bilal untuk shalat adalah ash-shalatu jami’ah. Ibnu Sa‟d telah mengeluarkannya dalam (kitab) Ath-Thabaqat dari (hadits-hadits) mursal Sa‟id bin Al-Musayyab.

Keterangan ini didapatkan ketika Ibnu Hajar menjelaskan hadits

tentang awal mula adzan, tepatnya berkenaan dengan kalimat .

Hadits tersebut adalah:

4Disadur dari Irsyadus Sarie, jz. 3, hlm. 77, karya Al-Qasthalanie.

5Ibnu Hajar, Fathul Barie, jz. 2, hlm. 82

Page 3: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 3

6

(Dari Ibnu „Umar) dia berkata: “Ketika muslimun telah datang di Madinah, mereka berkumpul, mereka pun bingung akan tidak adanya seruan untuk (mendirikan) shalat. Kemudian pada suatu hari mereka membicarakan tentang hal itu. Sebagian mereka usul: kalian jadikan saja lonceng seperti lonceng milik Nasrani. Dan sebagian lain usul: (atau) bahkan terompet saja seperti tanduk Yahudi. Maka „Umar pun usul: apakah kalian tidak mengutus seseorang saja (untuk) menyerukan (kata) ash-shalah? Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Bilal berdirilah lalu serukan

(kata) ash-shalah.” Kemudian setelah adzan disyare‟atkan, seruan yang digunakan untuk

memberitahukan waktu shalat fardlu telah tiba -yang menurut Ibnu Hajar adalah kalimat ash-shalatu jami’ah - tidak diserukan lagi.7 Wallahu A’lam bish Shawwab.

2. Definisi Shalat ‘Ied Shalat „Ied adalah shalat yang dilakukan oleh umat Islam pada hari

raya „Idul Fitri dan „Idul Adha.8 Untuk melengkapi definisi shalat „Ied ini berikut penulis paparkan beberapa hadits yang berkaitan dengan shalat „Ied.

9

Dari Ibnu „Abbas bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam shalat

„Ied tanpa adzan dan iqamat, begitu juga dengan Abu Bakar dan „Umar –atau „Utsman- Yahya ragu.

6Ibnu Hajar, Fathul Barie, jz. 2, hlm. 77

7Disadur dari. Fathul Barie, jz. 2, hlm. 78, karya Ibnu Hajar.

8Abdul Aziz Dahlan et al., Ensiklopedi Hukum Islam, jld. 5, hlm. 1564

9Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, jz. 1, hlm. 298

Page 4: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 4

10

Dari Ibnu „Umar dia berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, Abu Bakar dan „Umar radliyallahu „anhuma, mereka shalat „Idain („Idul Fitri dan „Idul Adha) sebelum khuthbah.”

11

Dari Ibnu „Abbas radliyallahu ‟anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam shalat „Ied dua raka‟at, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya.

12

Dari Jundub dia berkata: “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam shalat „Idul Fitri bersama kami sedang matahari (berada) di atas ukuran dua tombak dan (beliau shalat) „Idul Adha (sedang matahari) di atas ukuran satu tombak”.

Sebelum penulis melengkapi definisi shalat „Ied, penulis akan menerangkan sedikit tentang apa yang dimaksud dengan kalimat:

dan . Matahari berada di atas

ukuran ini (dua tombak dan satu tombak) menunjukkan bahwa waktu masih pagi.

Dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat melengkapi definisi shalat „Ied menjadi: shalat dua raka‟at di pagi hari raya „Idul Fitri dan „Idul Adha dengan khutbah sesudahnya, tanpa dikumandangkan adzan dan iqamat sebelumnya.

10

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 212 11

Ibnu Hajar, Bulughul Maram , hlm. 107 12

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 241

Page 5: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 5

B A B I I HADITS DAN PENDAPAT ULAMA YANG BERKAITAN

DENGAN PENYERUAN KALIMAT ASH-SHALATU JAMI’AH SEBELUM SHALAT ‘IED

Pembahasan makalah ini bersumber pada masalah penyeruan kalimat

ash-shalatu jami’ah sebelum shalat 'Ied. Disebutkan dalam beberapa kitab fikih, jumhur ulama sepakat bahwa adzan dan iqamat tidak dikumandangkan sebelum shalat „Ied. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam masalah penggantian pengumandangan adzan dan iqamat tersebut dengan seruan lain. Sebagian mereka berpendapat bahwa pengumandangan tersebut diganti dengan penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah. Sebagian lain berpendapat tidak diganti dengan seruan apapun.

Hasil studi yang penulis lakukan pada beberapa kitab fikih menunjukkan bahwa dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama dalam menentukan hukum penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah hadits-hadits. Adapun pendapat mereka dalam masalah ini terbagi menjadi tiga, yaitu: mustahab, makruh dan bid‟ah.

Berikut penulis paparkan hadits-hadits dan tiga pendapat ulama yang penulis maksud dalam uraian di atas.

1. Hadits-Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami'ah Sebelum Shalat ‘Ied

1.1 Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah

Sebelum Shalat ‘Ied

Hadits Az-Zuhrie

Page 6: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 6

13

1415 Telah mengabari kami Ar-Rabi‟, dia berkata telah mengabari kami Asy-Syafi‟ie, dia berkata telah mengabari kami Ats-Tsiqah dari Az-Zuhrie bahwasanya dia berkata: ”Tidak (dikumandangkan) adzan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak (dikumandangkan pula) untuk Abu Bakar, „Umar, dan „Utsman pada (shalat) dua hari raya. Sampai (akhirnya) Mu‟awiyah mengadakannya (adzan) di Syam. Lalu Al-Hajjaj mengadakannya (pula) di Madinah, tatkala dia dijadikan pemimpin padanya”. Dan Az-Zuhrie (juga) berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

memerintahkan mu`adzin pada (shalat) dua hari raya supaya menyerukan (kalimat) ash-shalatu jami'ah ". (Hadits ini mursal, Asy-Syafi‟ie telah mengeluarkannya, begitu pula Al-Baihaqie dari jalan Asy-Syafi‟ie).

Hadits Az-Zuhrie di atas menerangkan bahwa sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai „Utsman radliyallahu „anhu tidak dikumandangkan adzan sebelum didirikannya shalat „Ied. Kemudian Mu‟awiyah mulai mengadakannya dan diikuti oleh Al-Hajjaj.

Hadits ini juga menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mu‟adzin menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum didirikannya shalat „Ied.

2. Hadits tentang Tidak Adanya Seruan Sebelum Shalat ‘Ied 2.2 Hadits Ibnu ‘Abbas dan Jabir bin ‘Abdullah

13

Lihat lampiran hlm. 29 14

Asy-Syafi’ie, Al-Umm, jz. 1, hlm. 269 15

Al-Baihaqie, Ma’rifatus Sunan wal Atsar, jld. 3, hlm. 36-37

Page 7: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 7

16

17

Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi‟ telah menceritakan kepada kami „Abdurrazaq, telah mengabari kami Ibnu Juraij, telah mengabariku „Atha` dari Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah Al-Ansharie, keduanya berkata: “Tidak ada adzan pada (shalat) hari (raya) „Idul Fitri dan tidak ada (pula) pada (shalat) „Idul Adlha.” Kemudian aku („Atha‟) menanyainya tentang hal itu sesudah beberapa waktu, diapun mengabariku. Dia („Atha`) berkata: “Lalu Jabir bin „Abdullah Al-Ansharie mengabariku bahwa tidak ada adzan pada shalat hari raya „Idul Fitri tatkala imam keluar

dan tidak (pula) setelah dia (imam) keluar dan tidak ada iqamat, seruan, dan sesuatu apapun juga. Tidak ada seruan pada hari itu dan tidak ada iqamat”. (Muslim telah meriwayatkannya dengan sanad shahih, dan Al-Bukharie telah mengeluarkannya secara ringkas dari hadits Hisyam bin Yusuf dari Ibnu Juraij).

Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah radliyallahu „anhuma di atas menerangkan bahwa sebelum didirikannya shalat „Ied tidak diserukan adzan, iqamat, atau seruan apapun juga.

3. Hadits-Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana

3.1.1 Hadits ‘Ubaidullah bin ‘Umar

18

(Dari „Ubaidullah bin „Umar) radliyallahu „anhuma dia berkata: “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diserukanlah (kalimat) ash-shalatu jami’ah. Al-Bukharie meriwayatkannya.

3.1.2 Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr

19

16

Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jld. 2, jz. 3, hlm. 19 17

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 211-212 18

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 229

Page 8: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 8

(Dari „Abdullah bin „Amr) bahwasanya dia berkata: “Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diserukanlah (kalimat) ash-shalatu jami’ah.........dst. (Muttafaqun ‘alahi)

3.1.3 Hadits ‘Aisyah

20 (Dari „Aisyah) radliyallahu „anha (dia berkata): “Bahwasanya telah terjadi

gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, maka beliau mengutus seseorang menyerukan: ash-shalata jami’ah.........dst. (Muttafaqun ‘alahi).

Hadits „Ubaidullah bin „Umar, hadits „Abdullah bin „Amr, dan hadits „Aisyah di atas menunjukkan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat kusuf. Ketiga hadits tersebut berderajat shahih.

Sebagian ulama mengqiyaskan (menganalogikan) masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied dengan penyeruan kalimat tersebut sebelum shalat gerhana yang telah ditunjukkan oleh hadits-hadits shahih di atas.

4. Pendapat-Pendapat Ulama tentang Hukum Menye-rukan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat ‘Ied

Mustahab Ulama yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu

jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya mustahab adalah tiga imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Imam Asy-Syafi‟ie).

Imam Al-Jazairie dalam kitab Al-Fiqh „Ala Madzahibil Arba‟ah menyebutkan pendapat mereka sebagai berikut:

21

19

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 230 Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jld.2, jz. 3, hlm. 35-36

20Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 1, hlm. 233 Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jld.2, jz. 3, hlm. 29

21Al-Jazairie, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib il Arba’ah, jz.1, hlm. 353

Page 9: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 9

Tidak dikumandangkan adzan untuk shalat 'Ied, dan (juga) tidak diiqamati

untuknya, akan tetapi disukai (untuk) diserukan padanya dengan (kalimat) ash-shalatu jami’ah, (ini) dengan kesepakatan tiga imam, sedangkan ulama madzhab Malikie menyelisihi (kesepakatan tersebut).

Imam Asy-Syafi‟ie sendiri telah mengungkapkan pendapat beliau dalam kitab Al-Umm sebagai berikut:

22 Asy-Syafi‟ie berkata: ”Dan tidak ada adzan kecuali untuk maktubah (shalat wajib) dan aku menyukai (jika) imam memerintahkan kepada mu`adzin

untuk menyerukan (kalimat) ash-shalatu jami’ah pada (shalat) hari-hari raya dan shalat (lain) yang dikerjakan oleh manusia dengan berjama‟ah”.

Selain mereka, ulama yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya mustahab adalah Ibnu Hazm 23, Al-Fairuz Abadie 24, An-Nawawie 25, Ibnu Hajar 26, Al-Qasthalanie 27, dan Az-Zarqanie 28.

Makruh Setelah menela‟ah beberapa kitab, penulis hanya mendapatkan

ulama madzhab Malikie29 yang berpendapat bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied hukumnya makruh. Penulis mendapatkan pendapat mereka dalam kitab Aujazul Masalik. Berikut Al-Kandahlawie (penyusun Aujazul Masalik) menyebutkan pendapat mereka:

22

Asy-Syafi’ie, Al-Umm, jz. 1, hlm. 269 23

Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jld. 2, jz. 3, hlm. 140 24

Fairuz Abadi, Al-Muhadzdzab, jld. 1, hlm. 167 25

An-Nawawie, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, jz. 5, hlm. 14 26

Ibnu Hajar, Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452 27

Al-Qasthalanie, Irsyadus Sarie, jld. 2, hlm. 683 28

Az-Zarqanie, Syarhuz Zarqanie, jz.1, hlm. 362 29

Madzhab Maliki adalah aliran fikih hasil ijtihad Imam Malik yang digalinya dari Al -Qur’an dan

sunah Rasulullah saw.. Abdul Aziz Dahlan et al.,Esiklopedi Hukum Islam, jld. 4, hlm. 1094

Page 10: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 10

30 Maka sesungguhnya jelas (disebutkan) dalam (kitab) Asy-Syarhul Kabier

kepunyaan ulama madzhab Malikie; dan tidak diserukan padanya (shalat ‘Ied) ash-shalatu jami’ah. Maksudnya tidak disunahkan dan tidak disukai, bahkan dia dibenci atau menyelisihi yang lebih utama. Selesai.

Bid’ah

Ash-Shan‟anie31 menyatakan dalam kitabnya, yaitu kitab Subulus Salam bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan perbuatan bid‟ah. Berikut penuturan beliau:

32 Kalaulah dia (penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah) disukai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Al-khulafa`ur Rasyidin sesudah beliau tidak (akan) meninggalkannya. Ya (memang) penyeruan itu benar (ada) pada shalat Kusuf, (namun) tidak pada yang lain dan pengqiyasan (penganalogian) padanya tidak dibenarkan. Karena suatu amalan yang terdapat sebab (pengamalan)nya pada zaman beliau, sedang beliau tidak melakukannya, maka pengerjaannya sesudah zaman beliau adalah bid‟ah.

Selain Ash-Shan‟anie, „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz juga berbendapat demikian 33.

30

Al-Kandahlawie, Aujazul Masalik, jz. 3, hlm. 338 31

Nama lengkapnya Muhammad bin Isma'il bin Shalah. Beliau lahir pada tahun 1059 H dan

wafat pada tahun 1182 H. Disadur dari Subulus Salam, pada pendahuluan kitab, jz.1, hlm. 6, karya Ash-Shan'anie.

32Ash-Shan’anie, Subulus Salam, jz. 1, hlm. 123

33Ibnu Hajar, Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452, pada catatan kaki yang ditulis oleh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz.

Page 11: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 11

BAB III ANALISA

1. Analisa Hadits-Hadits yang berkaitan dengan Penyeruan

Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat ‘Ied 1.1 Hadits Az-Zuhrie tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat ‘Ied (Lihat bab II) Hadits Az-Zuhrie menunjukkan adanya perintah dari Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum didirikannya shalat „Ied, baik shalat „Idul Fitri maupun „Idul Adlha.

Hadits Az-Zuhrie ini adalah hadits mursal34. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits mursal tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil35. Jadi hadits Az-Zuhrie ini tidak dapat dijadikan dalil untuk menentukan hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied. Wallahu Ta'ala A'lam.

1.2 Hadits Ibnu ‘Abbas dan Jabir bin ‘Abdullah tentang Tidak

Adanya Seruan Sebelum Shalat ‘Ied (Lihat bab II) Inti pembicaraan hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah dalam

makalah ini bermuara pada perkataan Jabir bin „Abdullah:

Berikut penulis terangkan sedikit tinjauan perkataan tersebut dari segi bahasa:

Huruf pada perkataan Jabir bin „Abdullah tersebut adalah la nafi lil

jinsi. La nafi lil jinsi berfungsi menunjukkan ketiadaan sesuatu yang disebut sesudahnya.36 Jadi dapat difaham dari perkataan Jabir bin „Abdullah tersebut bahwa tidak ada seruan apapun sebelum shalat „Ied, termasuk kalimat ash-shalatu jami’ah.

Dari kalimat Jabir bin „Abdullah tersebut penulis memahami bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Kemudian perlu

diketahui pula bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum

34

Lihat lampiran 28. 35

Disadur dari Shahih Muslim b i Syarhin Nawawie, jld. 1, jz. 1, hlm. 30, karya An-Nawawie. 36

Disadur dari Jami’ud Durusil ‘Arabiyyah, jz. 2, hlm. 328-329, karya Al-Ghalayainie.

Page 12: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 12

shalat „Ied merupakan yang dalam pengamalannya harus berdasarkan dalil. Oleh karena itu apabila tidak didapati dalil, maka amalan tersebut wajib ditinggalkan. Hal tersebut sesuai dengan suatu kaidah dalam ilmu ushul fikih yang berbunyi:

37

Hukum asal pada ibadah-ibadah adalah haram. Adapun mengenai pengambilan hadits ini sebagai hujjah, berikut

ulasan penulis dari segi ilmu mushthalah hadits: Menurut ilmu mushthalah hadits, hadits ini dinamakan hadits mauquf,

karena hadits ini disandarkan pada perkataan shahabat Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.38

Hadits mauquf bisa dihukumi marfu’ (disandarkan pada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam39). Hal itu dalam ilmu mushthalah hadits dikenal

dengan istilah: (mauquf dalam lafadh, marfu’

dalam hukum).40 Untuk menghukumi hadits mauquf menjadi marfu’ harus sesuai dengan suatu bentuk dari beberapa bentuk yang sudah ditentukan. 41 Diantara bentuk-bentuk tersebut adalah:

42

Bahwasanya shahabat yang tidak dikenal (sebagai shahabat yang) meriwayatkan dari ahli kitab- mengucapkan suatu ucapan yang tidak dimungkinkan adanya unsur ijtihad, dan (ucapan yang) tidak ada kaitan dengan penjelasan bahasa atau keterangan (lafadh) gharib.

Penulis berpendapat bahwa bentuk ini sesuai untuk menghukumi atsar Ibnu 'Abbas dan Jabir bin 'Abdullah menjadi marfu', karena: 1. Dua shahabat itu tidak dikenal sebagai shahabat yang meriwayatkan dari

ahli kitab.

37

Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Al-Wadlih fi Ushulil Fiqh, hlm. 40 38

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 297 39

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 285 40

Disadur dari Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 131, karya Mahmud Ath-Thahhan. 41

Disadur dari Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 131, karya Mahmud Ath-Thahhan. 42

Mahmud Ath-Thahhan, Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 131

Page 13: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 13

2. Perkataan Jabir bin 'Abdullah: ini,

menurut penulis tidak ada unsur ijtihad, karena perkataan tersebut berhubungan dengan ibadah.43 Dan telah disebutkan pula dalam hadits shahih bahwa Jabir bin „Abdullah telah mengerjakan shalat „Ied bersama Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, maka perkataannya tersebut dapat dipercaya. Hadits yang penulis maksud adalah:

44 Dari Jabir bin „Abdullah dia berkata:” Aku telah menghadiri shalat („Ied) pada hari raya bersama Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Maka beliau memulai shalat sebelum khuthbah tanpa adzan dan iqamat…. (Muslim telah meriwayatkannya).

3. Hadits ini tidak berkaitan dengan penjelasan tentang bahasa dan juga tidak menerangkan lafadh gharib, yaitu lafadh hadits yang sulit difaham dan jarang digunakan.45

Pada asalnya, hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali apabila hadits tersebut dapat dihukumi marfu’.46 Oleh karena hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah ini dapat dihukumi marfu’, maka penulis berpendapat bahwa hadits mereka berdua dapat dijadikan hujjah dalam menentukan hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat

„Ied. Wallahu Ta'ala A’lam.

1.3 Hadits ‘Ubaidullah bin ‘Umar, Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr dan Hadits ‘Aisyah tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana (Lihat bab ll)

Hadits „Ubaidullah bin „Umar, Hadits „Abdullah bin „Amr dan Hadits „Aisyah radliyallahu „anhum menunjukkan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat gerhana.

Ketiga hadits tersebut dimasukkan dalam pembahasan makalah ini, karena sebagian ulama mengqiyaskan (menganalogikan) pembahasan

43

Disadur dari Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 296, karya A. Qadir Hasan. 44

Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jz. 3, hlm. 19 45

Disadur dari Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 283, karya A. Qadir Hasan. 46

Disadur dari Taisier Mushthalahil Hadits, hlm. 133, karya Mahmud Ath-Thahhan.

Page 14: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 14

penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied dengan penyeruan kalimat tersebut sebelum shalat gerhana yang didasari oleh hadits-hadits tersebut.

Hadits-hadits ini berderajat shahih. Meskipun demikian, qiyas (analogi) yang digunakan oleh mereka dalam masalah ini tidak tepat, karena penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan ibadah dan ulama menyatakan bahwa qiyas (analogi) dalam ibadah tidak dipakai.47 Wallahu Ta'ala A’lam.

2. Analisa Pendapat Ulama tentang Hukum Menyeru-kan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat ‘Ied

1. Mushtahab

2.1.1 Pendapat Tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Imam Syafi’ie) (Lihat bab II)

Sebagaimana telah penulis paparkan pada bab kedua, tiga imam ini berpendapat bahwa hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied adalah mushtahab.

Dalam mengungkapkan pendapat ini, Imam Asy-Syafi‟ie berhujjah dengan hadits Az-Zuhrie.48 Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah, maka pendapat beliau dalam masalah ini tidak dapat diterima.

Adapun berkenaan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, penulis tidak mendapatkan hujjah yang kereka gunakan. Oleh karena itu, pendapat mereka juga tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.2 Pendapat Ibnu Hazm Berdasarkan studi dalam beberapa kitab, penulis tidak mendapatkan

hujjah yang digunakan Ibnu Hazm dalam mengungkapkan pendapatnya tentang hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied. Oleh karena itu pendapat beliau dalam masalah ini tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.3 Pendapat Al-Fairuz Abadie

47

Disadur dari Syarhul Ushul min ‘Ilmil Ushul, hlm. 418, karya Al-‘Utsaimien. 48

Disadur dari Syarhuz Zarqanie, jz. 1, hlm. 362, karya Az-Zarqanie.

Page 15: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 15

Sebagaimana Imam Asy-Syafi‟ie, hujjah yang digunakan Al-Fairuz Abadie adalah hadits Az-Zuhrie. Jadi pendapat beliau dalam masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied ini juga tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.1.4 Pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie

Pada bab II telah disinggung bahwa sebagian ulama menggunakan qiyas (analogi) dalam membicarakan masalah penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied. Sebagian ulama yang penulis maksudkan adalah An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie.

Secara dlahir mereka berempat tidak mengatakan bahwa hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah mushthahab. Mereka hanya menyatakan, meskipun hadits Az-Zuhrie yang digunakan sebagai hujjah disukainya penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied berderajat dla‟if, namun hadits tersebut dikuatkan dengan qiyas (analogi) kepada hadits-hadits shahih yang menunjukkan kalimat tersebut diserukan sebelum shalat gerhana.49

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, meskipun hadits-

hadits yang menunjukkan penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat gerhana berderajat shahih, namun qiyas (analogi) yang mereka lakukan dalam masalah ini tidak tepat, karena penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan ibadah dan ulama menyatakan bahwa qiyas (analogi) dalam ibadah tidak dipakai.

Selain itu ada nas yang menunjukkan tidak adanya seruan apapun sebelum shalat „Ied, yaitu hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah dan hadits tersebut dapat dijadikan hujjah (lihat kembali hlm. 10-11 dan hlm. 16-18). Dengan adanya nas tersebut, maka qiyas (analogi) yang mereka lakukan batal, artinya qiyas (analogi) tersebut tidak tepat. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fikih yang berbunyi:

50

Apabila nas datang, (maka) qiyas (analogi) batal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyatakan bahwa pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan Az-Zarqanie dalam masalah ini tidak dapat diterima. Wallahu Ta'ala A’lam. 49

Lihat kembali footnote no. 31-35. 50

‘Abdul Hamid Hakim, Al Bayan, hlm. 113

Page 16: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 16

2. Makruh Pendapat Ulama Madzhab Maliki Dalam kitab Aujazul Masalik disebutkan bahwa ulama madzhab Maliki

berhujjah dengan hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah radliyallahu „anhuma, yaitu pada perkataan Jabir bin „Abdullah:

.51 Sebagaimana yang telah penulis paparkan pada analisa hadits Ibnu

„Abbas dan Jabir bin „Abdullah (lihat kembali hlm. 15-17) bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah amalan yang tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallahu „alaihi wa sallam. Oleh karena itu amalan tersebut tidak dapat dihukumi makruh. Wallahu Ta'ala A’lam.

3. Bid’ah 2.3.1 Pendapat Ash-Shan’anie Ash-Shan‟anie menyatakan dalam kitabnya, yaitu: Subulus Salam,

tidak ada hadits yang menceritakan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan sebelum shalat „Ied. Beliau menganggap bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat ‘Ied merupakan perbuatan bid’ah, karena Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam tidak melakukannya. Beliaupun menegaskan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah hanya diserukan sebelum shalat gerhana. Kemudian berkenaan dengan pengqiyasan (penganalogian) penyeruan kalimat ini sebelum shalat „Ied dengan penyeruannya sebelum shalat gerhana, beliau menyatakan hal itu tidak benar.52

Pendapat Ash-Shan’anie di atas dapat dibenarkan, karena: 1. Hadits yang menceritakan bahwa kalimat ash-shalatu jami’ah diserukan

sebelum shalat „Ied berderajat dla‟if dan yang dimaksud dalam perkataan beliau adalah tidak ada hadits shahih yang menceritakan tentang hal tersebut.

2. Pernyataan beliau bahwa penyeruan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied adalah perbuatan bid‟ah sesuai dengan definisi bid‟ah, yaitu:

51

Disadur dari Aujazul Masalik, jz. 3, hlm. 338, karya Al-Kandahlawie. 52

Disadur dari Subulus Salam, jz. 1, hlm. 123, karya Ash-Shan’anie.

Page 17: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 17

53 Sesuatu yang baru dalam agama setelah sempurna, atau apa-apa yang

diadakan sesudah (zaman) Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, baik berupa kehendak-kehendak maupun perbuatan-perbuatan.

3. Ada nas berupa hadits shahih yang menunjukkan ketiadaan seruan apapun sebelum shalat „Ied, yaitu hadits Jabir bin „Abdullah yang telah lewat sebelumnya. Sehingga benar pendapat beliau bahwa tidak dapat dilakukan pengqiyasan dalam masalah ini dengan penyeruan kalimat ash-shalatu jami‟ah sebelum shalat gerhana. Wallahu Ta'ala A’lam.

2.3.2 Pendapat ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz Menurut „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz hadits mursal yang

diriwayatkan Az-Zuhrie mengenai perintah menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied berderajat dha'if. Sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Adapun mengenai pengqiyasan (penganalogian) yang dilakukan sebagian ulama dalam masalah ini dengan hadits-hadits shahih tentang menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat gerhana tidak dapat dibenarkan. Hal itu dikarenakan adanya nas yang menunjukkan tidak adanya seruan apapun sebelum shalat 'Ied. Beliau menegaskan bahwa penyeruan yang dilakukan sebelum shalat „Ied dengan sesuatu apapun, merupakan perbuatan bid‟ah.54

Seperti halnya pendapat Ash-Shan‟anie, pendapat „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz pun dapat diterima dengan alasan-alasan yang telah penulis paparkan sebelumnya. Wallahu Ta'ala A’lam.

Berdasarkan analisa di atas, dapat diketahui bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat ‘Ied merupakan perbuatan bid’ah.

Adapun hukum mengamalkan perbuatan bid‟ah adalah haram. Hal itu berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

53

Mahmud Ath-Thahhan, Taisier Mushthalahil Hadits, hlm.123 54

Disadur dari Fathul Barie, jld. 2, hlm. 452, pada catatan kaki yang ditulis oleh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, karya Ibnu Hajar.

Page 18: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 18

55 "Barang siapa mengada-adakan dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya, maka amalan tersebut tertolak”. (Muttafaqun ‘alaih dan lafal hadits ini milik Imam Muslim).

Karena hukum mengamalkan perbuatan bid'ah adalah haram, maka hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami'ah sebelum shalat 'Ied adalah haram. Wallahu A'lam bish Shawwab.

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan Setelah meneliti dan menganalisa data-data yang telah berhasil

dikumpulkan, akhirnya penulis sampai pada dua kesimpulan: 1.1 Menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied merupakan

perbuatan bid‟ah. 1.2 Hukum menyerukan kalimat ash-shalatu jami’ah sebelum shalat „Ied

adalah haram. Wallahu A’lam bish Shawwab.

2. Saran Bertolak dari kesimpulan di atas, berikut penulis sampaikan beberapa

saran: 1.3 Perbedaan pendapat tentang hukum menyerukan kalimat ash-shalatu

jami‟ah sebelum shalat „Ied, hendaknya tidak menjadi perpecahan umat Islam.

1.4 Hendaknya kita berhati-hati dalam menerima pendapat ulama, yaitu dengan memperhatikan alasan-alasan mereka, kemudian kita kembalikan pada Al-Qur’an dan Hadits untuk mengetahui kebenaran alasan-alasan mereka.

Karya ini berasal dari makalah santri Ma'had al-Islam Surakarta binaan Fadhilatus Syaikh al-Ustadz Mudzakkir hafizhahullah; ditulis oleh Ukhtuna Mufidah Pekalongan

55

Al-Bukharie, Al-Bukharie b i Hasyiyatis Sindie, jld. 2, hlm. 135 Muslim, Al-Jami’us Shahih, jld. 3, jz. 5, hlm. 132

Page 19: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 19

LAMPIRAN KEDUDUKAN HADITS

Kedudukan Hadits Az-Zuhrie Sanad Hadits Az-Zuhrie adalah: Ar-Rabie' Asy-Syafi'ie Ats-Tsiqah

Az-Zuhrie Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Hadits Az-Zuhrie ini adalah hadits mursal, karena Az-Zuhrie (seorang

tabi'ie56) meriwayatkan hadits ini langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal itu sesuai dengan definisi hadits mursal :

"Satu hadits yang diriwayatkan oleh seorang Tabi'i langsung dari Nabi saw. dengan tidak menyebut nama orang yang menceritakan kepadanya". 57 Hadits mursal termasuk hadis yang berderajat dla'if.58

DAFTAR ISI

BAB I: PENJELASAN TENTANG KALIMAT ASH-SHALATU JAMI’AH DAN

DEFINISI SHALAT ‘IED 1. Penjelasan tentang Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah ................. 2. Definisi Shalat „Ied ...................................................

BAB II: HADITS DAN PENDAPAT ULAMA YANG BERKAITAN DENGAN PENYERUAN KALIMAT ASH-SHALATU JAMI’AH SEBELUM SHALAT ‘IED

1. Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied

1.1 Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jam’ah Sebelum Shalat „Ied

Hadits Az-Zuhrie .................................................... 1.2 Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah tentang tidak adanya

seruan Sebelum Shalat „Ied Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah ....................... 1.3 Hadits tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jam’ah Sebelum

Shalat Gerhana

56

Disadur dari Tahdzibut Tahdzib, hlm. 445, karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalanie. 57

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 108 58

Disadur dari Ilmu Mushthalah Hadits, hlm. 91-90, karya A. Qadir Hasan.

Page 20: BAB I PENJELASAN TENTANG KALIMAT SHALATU JAMI’AH … · diakhiri dengan salam. Lafadh adalah mu’annats (bentuk femina) dari lafadh yang merupakan isim fa’il (nomina pelaku)

Bid'ahnya Seruan "Ash-Shalatu Jami’ah" Sebelum Shalat Ied ( 1914 )

Disebarluaskan oleh: Perpustakaan "Syeikh al-A lbani" Surakarta 1429 H (CP: 0878 3601 3279) Jl. Teratai I/33 Mangkubumen Wetan 20

1.3.1........... Hadist „Ubaidullah bin „Umar ............................. 1.3.2........... Hadist „Abadullah bin „Amr ............................... 12 1.3.3........... Hadist „Aisyah ............................................. 12 2. Beberapa Pendapat Ulama tentang Hukum Menyerukan Kalimat

Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied: 2.1 Mustahab........................................................... 2.2 Makruh ............................................................. 2.3 Bid‟ah ..............................................................

BAB IV: ANALISA 4. Analisa Hadits-Hadits yang Berkaitan dengan Penyeruan Kalimat

Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied: 1.1 Hadits Az-Zuhrie tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu

Jami’ah Sebelum Shalat „Ied .................................... 1.2 Hadits Ibnu „Abbas dan Jabir bin „Abdullah tentang tidak

adanya seruan apapun Sebelum Shalat „Ied .................... 1.3 Hadits „Ubaidullah bin „Umar, Hadist „Abadullah bin „Amr, dan

Hadist „Aisyah tentang Penyeruan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat Gerhana ..............................

5. Analisa Pendapat Para Ulama tentang Hukum Menyerukan Kalimat Ash-Shalatu Jami’ah Sebelum Shalat „Ied: 2.1 Mushtahab 2.1.1 Pendapat Tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad,

dan Imam Syafi‟ie) ....................................... 2.1.2 Pendapat Ibnu Hazm .....................................

2.1.3 Pendapat Al-Fairuz Abadie ............................... 2.1.4 Pendapat An-Nawawie, Ibnu Hajar, Al-Qasthalanie, dan

Az-Zarqanie ............................................... 2.2 Makruh

Pendapat Ulama Madzhab Maliki .......................... 2.3 Bid‟ah 2.3.1 Pendapat sh-Shan‟anie ................................... 2.3.2 Pendapat „Abdul „Aziz bin „Abdullah bin Baz.............

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan .......................................................... 2. Saran ................................................................

LAMPIRAN ........................................................................ DAFTAR PUSTAKA (Tertulis dalam naskah asal makalah ini; namun tidak dimuat di sini. Harap maklum).