BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... ·...

45
1 BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kabupaten Blora merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di sebelah timur kota Semarang. Jarak tempuh dari kotaSemarang ke Blora kurang lebih 127 kilometer. Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur.Wilayah kabupaten Blora terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 200-280 meter diatas permukaan air laut.Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari rangkaian pegunungan kapur utara.Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari pegunungan Kendeng yang membentang dari timur Semarang hingga Kabupaten Lamongan Jawa Timur.Separuh dari wilayah kabupaten Blora merupakan kawasan hutan dan perbukitan. Ibu kota Kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan pegunungan kapur utara. Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama dibagian timur, utara, dan selatan. Dataran rendah dibagian tengah umumnya merupakan areal persawahan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Blora merupakan daerah krisis air, baik untuk air minum maupun untuk irigasi

Transcript of BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... ·...

Page 1: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

1

BAB I

PENGANTAR

A. LATAR BELAKANG

Kabupaten Blora merupakan salah satu Kabupaten

di Propinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di sebelah timur

kota Semarang. Jarak tempuh dari kotaSemarang ke Blora kurang

lebih 127 kilometer. Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan

Propinsi Jawa Timur.Wilayah kabupaten Blora terdiri atas dataran

rendah dan perbukitan dengan ketinggian 200-280 meter diatas

permukaan air laut.Bagian utara merupakan kawasan perbukitan,

bagian dari rangkaian pegunungan kapur utara.Bagian selatan

juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari

pegunungan Kendeng yang membentang dari timur Semarang

hingga Kabupaten Lamongan Jawa Timur.Separuh dari wilayah

kabupaten Blora merupakan kawasan hutan dan perbukitan. Ibu

kota Kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan pegunungan

kapur utara.

Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan

kawasan hutan, terutama dibagian timur, utara, dan selatan.

Dataran rendah dibagian tengah umumnya merupakan areal

persawahan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Blora merupakan

daerah krisis air, baik untuk air minum maupun untuk irigasi

Page 2: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

2

pada musim kemarau. Krisis air biasa melanda daerah

pegunungan kapur. Sementara pada musim hujan rawan banjir

dan tanah longsor. Kali Lusi merupakan sungai terbesar di daerah

Blora. Kali Lusi bermata air di daerah pegunungan kapur utara

Rembang. Airnya mengalir kearah timur yang akhirnya bergabung

dengan Kali Serang. Sektor pertanian merupakan salah satu

sumber mata pencaharian tertinggi dan merupakan gantungan

hidup utama penduduk di Kabupaten Blora.

Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi

lokasi perang antara Arya Penangsang dengan Sutawijaya yang

biasa diceritakan pada legenda Arya Jipang. Selain legenda Arya

Penangsang dengan Kuda Gagak Rimangnya, Kabupaten Blora

juga terkenal dengan kesenian Tayubnya. Satu hal yang menarik

dari daerah Blora adalah adanya komunitas manyarakat Samin

dengan ajaran Saminismenya.

Masyarakat Samin adalah kelompok masyarakat yang

menganut ajaran Saminisme. Ajaran Saminisme muncul sebagai

akibat atau reaksi terhadap pemerintah Kolonial Belanda yang

sewenang-wenang terhadap orang-orang pribumi. Perlawanan

dilakukan tidak secara fisik, tetapi berwujud penentangan

terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan

rakyat terhadap Belanda atau pemerintah dalam negeri, misalnya

dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang

Page 3: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

3

menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat, dan

kebiasaan tersendiri.

Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme,

pertama adalah gerakan yang mirip organisasi proletariat yang

menentang sistem feodalisme dan Kolonial dengan kekuatan

agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa

perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam

diri dengan tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan

tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dari

pengejewantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Setelah ditelusuri

ternyata penyebab utama perlawanan orang Samin yaitu

merefleksikan kejengkelan penguasa pribumi setempat dalam

menjalankan pemerintahannya di Randublatung. Tindakan

perlawanan ini dalam bentuk gerakan mogok membayar pajak,

menebang kayu di hutan dengan sembarangan, bepergian tanpa

membayar karcis kereta dan sebagainya, sehingga Belanda marah

dan berusaha untuk melawan pada semua pihak yang sudah tidak

patuh pada aturan.1

Dahulu orang-orang Samin hidup mengasingkan diri di

tengah hutan yang jauh dari keramaian agar dapat menjalankan

segala ajaran dan adat istiadatnya dengan leluasa, tetapi dalam

1 Titi Mumfangati,Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin

Kabupaten Blora Jawa Tengah(Yogyakarta: Jarahnitra, 2004), 32-33.

Page 4: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

4

kehidupan yang sekarang, masyarakat Samin sudah tidak tinggal

di tengah hutan melainkan dipinggiran kampung dan letaknya

agak jauh terpisah dengan masyarakat non Samin. Mata

pencaharian sehari-harinya mengandalkan pada sektor pertanian.

Mereka membuka lahan pertanian di tengah hutan untuk

ditanami padi dan palawija. Masyarakat Samin juga banyak yang

memelihara hewan ternak yang dipelihara seperti sapi, yang

mereka gunakan untuk membantu membajak sawah, meskipun

demikian kambing, ayam, dan hewan ternak yang lain juga

banyak dijumpai di sana. Hewan ternak sangat dipuja oleh orang

Samin, karena mereka menganggap bahwa hewan tersebut adalah

raja kaya yaitu yang membantu bekerja di ladang dan memberi

penghidupan kepada mereka.

Tempat tinggal di tengah hutan dan jauh dari keramaian

menimbulkan perilaku orang Samin cenderung tertutup. Sikap

ketertutupan ini dapat dilihat pada penggunaan bahasa Jawa

Kawi ditambah dengan dialek setempat, sehingga menjadi bahasa

Kawi desa yang kasar.2 Orang Samin memiliki cara yang berbeda

dalam mengungkapkan kalimat. Mereka sedikit dalam

mengungkapkan kata- kata, berkata secara singkat dan langsung

pada maksud serta tujuannya, dan terkesan memiliki maksud

terselubung. Cara mengenakan pakaian pun mereka memiliki ciri

2 Titi Mumfangati, 2004, 32-33.

Page 5: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

5

khas yang tidak dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Orang

Samin memakai celana komprang sebatas lutut, berbaju longgar

masing-masing berwarna hitam dan mengenakan ikat kepala atau

udheng. Mereka tidak mau berdagang karenamenganggap bahwa

dalamaktivitas jual beli terjadikebohongan-

kebohongan yang merupakan perilaku yang sangat dibenci oleh

orang Samin.3

Orang Samin memiliki kepribadian yang polos dan jujur.

Polos dan jujur artinya bahwa mereka terbuka pada siapa pun

termasuk kepada orang-orang yang belum dikenalnya. Jujur dan

terbuka pada perilaku atau sikapnya dan jujur dan terbuka pada

kata-katanya. Apa yang mereka katakan sesuai dengan kenyataan.

Segala sesuatu yang mereka lakukan tidak pernah dibuat-buat.

Jujur merupakan salah satu wujud dari ajaran yang mereka anut.

Orang Samin sangat memegang „Solat‟ yang berarti Solahing ilat

(gerak lidah). Lidah harus dijaga agar tetap mengucapkan kata-

kata yang jujur dan tidak pernah menyakiti orang lain.

Lidah adalah sumber dari segala masalah. Jangan

menyakiti orang lain kalau kita merasa sakit ketika disakiti,

jangan membohongi orang lain kalau kita merasa sakit ketika

3Wawancara dengan mbah Nyamu (tokoh Samin di Desa Kedung Tuban

Blora) pada bulan April tahun 2009.

Page 6: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

6

dibohongi, jangan mencelakai orang lain kalau kita merasa sakit

ketika dicelakai orang lain dan masih banyak lagi.4

Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka apabila

disebut dengan sebutan „Wong Samin‟. Sebutan tersebut terkesan

mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap sebagai sekelompok

orang yang tidak taat pada aturan pemerintah pada kewajiban

membayar pajak, sering membantah pada kebenaran, sering

keluar masuk penjara karena mencuri kayu jati di hutan,

perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum Islam. Para

pengikut ajaran Samin lebih suka disebut dengan sebutan „Wong

Sikep‟, artinya orang yang bertanggung jawab dan berkonotasi

baik serta jujur.5

Sesungguhnya sebutan Samin berasal dari kata sami-sami

yaitu sama-sama. Mereka menganggap bahwa semua makhluk

hidup yang ada di dunia ini adalah sama-sama ciptaan Tuhan.

Wanita yang satu memiliki ciri-ciri sama dengan wanita yang

lainnya, laki-laki yang satu memiliki ciri-ciri sama dengan laki-laki

yang lainnya dan sebagainya.6Sebutan Samin sendiri berasal dari

nama tokoh pembawa ajaran Samin yaitu Samin Surosentiko.

4 Wawancara dengan mbah Nyamu (tokoh Samin di Desa Tanduran

Kedung Tuban Blora) pada bulan April tahun 2009. 5 Wawancara dengan Bapak Setyo Agus Widodo yang menjabat sebagai

Kepala Desa Klopoduwur Kabupaten Blora pada bulan April 2009. 6 Wawancara dengan mbah Nyamu (tokoh Samin di Desan Tanduran

Kedung Tuban Blora) pada bulan April tahun 2009.

Page 7: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

7

Samin Surosentiko adalah Raden Surowijoyo yaitu anak dari

Pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, yaitu kawasan distrik

pada Kabupaten Tulungagung Jawa Timur). Kyai Samin

Surosentiko lahir di desa Ploso Kediren Kecamatan Randu Blatung

Kabupaten Blora pada tahun 1859. Ia mengubah namanya

menjadi Samin Surosentiko karena sebutan Samin adalah sebuah

nama yang bernafaskan wong cilik. Kyai Samin Surosentiko masih

memiliki pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi,

Bojonegoro. Sejak dini kyai Samin Surosentiko dijejali dengan

pandangan-pandangan viguratif mengenai pewayangan yang

sangat mengagungkan tapabrata, gemar prihatin, suka mengalah

demi kemenangan akhir, dan mencintai keadilan. Ketika beranjak

dewasa kyai Samin Surosentiko merasa prihatin melihat banyak

rakyat kecil yang sengsara dan tertindas oleh pemerintah kolonial

Belanda.7

Pemerintah kolonial Belanda melakukan privatisasi hutan

jati dan rakyat kecil diwajibkan membayar pajak. Pada tahun

1890 Kyai Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di

daerah Klopoduwur, Blora. Dalam waktu sekejap banyak rakyat

kecil dari kalangan petani yang tertarik dengan ajaran ini,

sehingga dalam waktu singkat sudah banyak orang menjadi

pengikutnya, pada saat itulah Raden Surowijoyo atau Kyai Samin

7 Mumfangati, 2004, 25-26.

Page 8: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

8

Surosantiko melakukan perampokan di rumah-rumah orang kaya

dan hasilnya dibagi-bagi kepada rakyat kecil.8

Kyai keturunan bangsawan ini dikenal oleh masyarakat

kecil sebagai Kyai Samin yang berasal dari kata sami-sami amin

yang artinya rakyat sama-sama setuju dengan usaha Raden

Surowijoyo melakukan langkah membrandalkan diri atau

pembangkangan untuk kepentingan rakyat kecil. Kyai Samin

Surosantiko juga melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan

sebagai bentuk pendekatan transintelektual kepada kaum

tertindas dalam hal ini petani sebagai rakyat jelata.

Transintelektual dilakukan dengan cara mengadakan ceramah di

pendopo-pendopo desa. 9 Adapun pesan substantif dari gerakan

tersebut adalah mengajak pengikutnya untuk memiliki watak

jatmiko (bijaksana) dalam kehendak, taat beribadah, selalu mawas

diri, mengatasi bencana alam dengan sigap dan cepat, serta

berpegang teguh pada budi pekerti.

Daerah persebaran masyarakat Samin menurut

Sastroatmojo di antaranya di daerah Tapelan Bojonegoro, Nginggil

dan Klopoduwur di Blora, Kutuk di daerah Kudus, Gunungsegara

(Brebes),Kandangan(Pati), dan Tlogoanyar

8 Mumfangati, 2004, 25-26. 9 Nur Syam,Madzab-Madzab Antropologi. (Yogyakarta: IAIN Sunan Ampel

Press, 2007), 58.

Page 9: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

9

(Lamongan).10Perkembangan yang sangat menggembirakan bahwa

di daerah Blora sendiri persebaran ajaran Samin dijumpai tidak

hanya di daerah Klopoduwur saja melainkan juga dibeberapa

daerah lain seperti: Ploso Kediren atau Ploso Wetan sebagai tempat

kelahiran Kyai Samin Surosantiko, Bapangan Menden, dan

Tanduran daerah Kedung Tuban. 11 Inti ajaran Samin yang

berkembang di beberapa daerah di kabupaten Blora adalah

perwujudan dasar sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan

kekuatan batiniah guna menguasai hawa napsu.

Ajaran Samin tersebar pertama kali di daerah Klopoduwur

Blora, Jawa Tengah. Pada tahun 1890 pergerakan Samin

berkembang di dua desa tengah hutan kawasan Kecamatan

Randublatung, dan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Gerakan

ini kemudian dengan cepat menjalar ke daerah-daerah lain, mulai

dari kawasan pantai utara Jawa sampai ke sekitar hutan di

pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan atau menurut

peta sekarang yaitu di daerah perbatasan Propinsi Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Dua tempat penting dalam pergerakan Samin

adalah desa Klopoduwur di Kabupaten Blora dan desa Tapelan

Kecamatan Ngraho Bojonegoro. Kedua daerah ini memiliki jumlah

10 Sastroatmojo,“Ki Samin: Telaah Selintas Tentang Masyarakat Samin”

dalam BeritaBuana (pada tanggal 11-12 Maret 1980),13. 11 Hasil Observasi pada tanggal 10 April 2009 dan wawancara dengan

Kepala Desa Klopoduwur, dan Modin Kelurahan Ploso Kediren Randublatung pada bulam Maret 2009.

Page 10: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

10

pengikut Samin terbanyak. 12 Beberapa pikiran orang Samin

diantaranya menguasai adanya kekuasaan tertinggi (Sang Hyang

Adi Budha), ramah, dan belas kasih terhadap sesama makhluk,

tidak terikat kepada barang-barang dunia yang bersifat

kegembiraan (hiburan), kesejahteraan, serta memelihara

keseimbangan batin di kalangan antar warga.13

Daerah Klopoduwur dan Randublatung merupakan salah

satu daerah di Kabupaten Blora yang dinyatakan sebagai basisnya

penganut ajaran Saminisme dan di sana berkembang pula sebuah

seni pertunjukkan tayub. Seni pertunjukan tayub adalah salah

satu ciri seni pertunjukan rakyat Jawa yang berwujud tari

berpasangan antara penari wanita dengan penari pria. Para penari

wanita dalam pertunjukan tayubsering disebut tledhek, taledhek,

atau ledhek. Masyarakat Blora, termasuk juga masyarakat Samin,

menyebutnya dengan istilah joged.

Seni pertunjukan tayub merupakan ciri khas dari

masyarakat pedesaan yang mata pencaharian sehari-harinya

sebagai petani. Awalnya tayub biasa dipentaskan pada acara

bersih desa. Istilah di daerah Blora termasuk di daerah Samin

untuk menyebut bersih desa adalah Tegas Desa atau sering

disingkat dengan sebutan Gas Desa. Acara bersih desa dilakukan

12 Dalam Website,http://id.wikipedia.org/wiki/ajaran_samin. tanggal 21

November 2008. 13 Mumfangati, 2004, 27-28.

Page 11: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

11

setahun sekali. Tujuan pementasan tayub pada acara Tegas Desa

adalah untuk menghormati Dewi Sri sebagai Dewi Padi atau Dewi

Kesuburan. Selain untuk menghormati Dewi Padi juga sebagai

ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta pada hasil panen

tahun itu dan berharap supaya hasil panen pada tahun berikut

tetap melimpah seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Alasan lain

yang sangat mendasar, bahwa dengan melihat latar belakang letak

geografis yang menyebabkan kondisi wilayah Kabupaten Blora

sering mengalami krisis air, maka para petani mengadakan

permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberi

limpahan air sehingga tanaman-tanamannya menjadi subur dan

hasil panennya melimpah. Permohonan tersebut diwujudkan

melalui pertunjukan tayub.

Keberadaan tayubsebagai sarana ritual kesuburan

sepertinya telah menjadi banyak perhatian dari para pakar dan

pemerhati seni budaya untuk mengadakan penelitian. Terbukti

banyak sekali diadakannya penelitian-penelitian tayubdi berbagai

tempat di Jawa Tengah seperti di Banyumas, Wonogiri, Grobogan,

Pati, Gunung Kidul, dan Blora. Diantaranya penelitian yang

berupa disertasi dilakukan oleh Sri Rochana Widiastutiningrum

tentang tayubBlora (Ritual kerakyatan), Ben Suharto tentang

tayubsebagai ritual kesuburan, dan masih banyak lagi penelitian-

penelitian lainnya.

Page 12: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

12

Kesekian tulisanyang paling menarik adalah ketika pidato

pengukuhan jabatan Guru Besarnya R.M. Soedarsono pada

Universitas Gadjah Mada tanggal 9 Oktober 1985 di Yogyakarta. Ia

meletakkan pembicaraannya tentang tayubpada bagian

pendahuluannya. PidatoR.M. Soedarsono menceritakan tentang

seorang pengemis bernama Partodikromo dari desa Poleng, Sragen,

Jawa Tengah, sebagai berikut.

Partodikromo yang walaupun hanya seorang pengemis, namun ia mampu merayakan perkawinan anak bungsunya Mulyono dengan Semi sangat meriah

menurut ukuran di desanya. Perkawinan itu dimeriahkan dengan menanggap kesenian Tayuban, yang bukan saja merupakan sajian hiburan bagi para tamu yang diundang, tetapi juga merangsang daya tarik orang-orang desa sekitarnya, yang berbondong-bondong membanjiri halaman rumah pak Parto untuk menyaksikan pertunjukan yang bernama Tayuban itu, meskipun mereka tidak diundang.14

Menurut Soedarsono, kasus seperti ini merupakan hal yang

menarik untuk diteliti. Latar belakang Pak Partodikromo memilih

Tayuban sebagai hiburan pada acara perkawinan anak bungsunya

merupakan wujud kepercayaan bahwa dengan Tayuban, maka

akan dapat memacu kekuatan magis agar kedua mempelai

menjadi subur dan lekas punya anak.15

14 Lihat pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar yang berjudul “Peranan

Seni Budaya Dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya” oleh R.M. Soedarsono pada Fakultas Sastra universitas Gadjah

Mada, tanggal 9 Oktober 1985. 1-2 15R.M. Soedarsono, 1985, 2.

Page 13: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

13

Masyarakat Blora yakin bahwa dengan menggunakan

sarana tayub, apa yang menjadi permintaannya akan terkabulkan.

Tayub diyakini oleh seluruh masyarakat Blora termasuk oleh

masyarakat Samin sebagai lambang kesuburan. Perkembangan

selanjutnya, seni pertunjukan tayub berfungsi sebagai seni

hiburan. Wujud dari fungsi ini dapat dijumpai pada saat acara

hajatan seperti upacara pernikahan, syukuran khitanan, dan lain

sebagainya.

Tayub sebagai sarana upacara ritual dapat dijumpai pada

upacara Tegas Desa. Upacara Tegas Desa juga dilaksanakan di

komunitas Samin. Tujuan utama melaksanakan upacara Tegas

Desa sama dengan tujuan upacara Tegas Desa di daerah lain di

Blora, yaitu untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang

Pencipta terhadap hasil panen yang diperoleh tahun ini dan

berharap ditahun-tahun berikutnya. Mereka percaya bahwa

dengan diadakannya Tegas Desa, maka bumi akan tetap

memberikan sesuatu yang baik dan tetap terjaga

keseimbangannya.

Bumi bagi masyarakat Samin adalah ibu pertiwi, artinya

tanah memberikan penghidupan bagi mereka. Perilaku yang

sangat arif pada masyarakat Samin adalah ketika mereka

berpandangan positif pada lingkungan sekitarnya.

Page 14: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

14

Sebuah pertunjukan yang kontroversial, ironis memang,

satu sisi tayubdi masyarakat Samin berfungsi sebagai acara ritual

kesuburan, sisi yang lain tayubmenunjukkan seni yang sering

diikuti dengan adegan-adegan seronok, dan mabuk-mabukan.

Saweran (Blora: suwelan) terkesan melecehkan penari wanita yang

dianggap sebagai analog Dewi Sri dan dewi kesuburan yang sangat

dipuja oleh masyarakat khususnya pada kalangan petani di

pedesaan. Selain itu juga tampak gerak-gerak erotis diperlihatkan

oleh joged, yang tak urung mengundang lelaki hidung belang

untuk berbuat nakal. Pertunjukan semakin memanas apabila

muncul minuman keras di tengah-tengah arena pentas. Kadang-

kadang dapat menimbulkan perkelahian karena memperebutkan

sang joged.

Banyak penelitian terdahulu yang membahas tentang

Tayub Blora, seperti tesis Agus Cahyono yang berjudul “Kehidupan

Seni Pertunjukan Tayub Di Blora dan Sistem Transmisinya” (2000)

dan Desertasi Sri Rochana Widiyastutiningrum yang berjudul:

“Tayub di Blora Jawa Tengah: Pertunjukan Ritual Kerakyatan”

(2007). Buku ini Sri Rochana mengupas tentang perkembangan

tayub, fungsi pertunjukan tayub, faktor-faktor pendukung

pertunjukan tayub, ekses-ekses negatif dari pertunjukan tayub,

tayub sebagai tari rakyat dan simbol kesuburan, erotisme, elemen-

elemen pertunjukan tayub, sistem produksi pertunjukan

Page 15: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

15

tayub,struktur pertunjukan tayub,interaksi antara joged dan

pengibing, serta peran joged dalam kehidupan sosial dan budaya.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Blora.16

Hal-hal yang membedakan antara penelitian tentang tayub

Blora sebelumnya adalah setting penelitian mengambil di daerah

komunitas Samin. Tesis ini diberi judul “Nilai Etika dan Nilai Religi

Pertunjukan Tayub di Masyarakat Samin Kabupaten Blora.”

Meskipun secara umum kesenian tayub menjadi milik masyarakat

Blora, namun masyarakat Samin sebagai bagian dari masyarakat

Blora yang memiliki keunikan dalam ajaran dan pandangan

hidupnya, juga ikut memiliki kesenian tayubtersebut dan

mendudukan fungsinya sebagai upacara ritual kesuburan seperti

halnya masyarakat Blora menggunakan untuk fungsi yang sama

pula.

Masyarakat Samin merupakan bagian dari masyarakat

Blora, tetapi karena mereka memiliki paham dan prinsip hidup,

serta ajaran dan perilaku yang berbeda dari masyarakat Blora

pada umumnya, maka meskipun difungsikan untuk kepentingan

yang sama, namun ada perbedaan perlakuan dalam

pertunjukannya. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada

ketidakterlibatan pengibing dengan minuman keras, tidak ada

16 Periksa Sri Rochana W, Tayub di Blora Jawa Tengah: Pertunjukan

Ritual Kerakyatan. (Surakarta: ISI Press, 2007).

Page 16: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

16

suwelan kecuali jika ada upacara pelepas nadzar. Jika dilihat dari

aspek religinya, tayub tersebut memiliki kekhasan seperti dalam

pemilihan tempat, jumlah penari, penentuan waktu (siang dan

malam), penentuan hari, jenis sesaji, dan yang semuanya itu

merupakan wujud dari sebuah konsepsi bersama dari warga

Samin mengenai hubungannya dengan „dunia bawah‟.

Sesuatu yang menarik pada seni pertunjukan tayubyang

dipentaskan di masyarakat Samin. Sebuah kebiasaan ajaran

Samin yang menganut paham pengejawantahan diri sendiri

sebagai dewa suci dan tidak mau terikat pada barang-barang

duniawi yang bersifat kegembiraan (hiburan), sehingga mereka

kemungkinan memiliki alasan mendasar mengapa tayub dapat

hidup dan berkembang di masyarakat Samin Kabupaten Blora.

Timbul pertanyaan di benak peneliti, sehingga pertanyaan

ini dapat dijadikan sebuah permasalahan penelitian yang harus

dicari jawabannya yaitu tentang bagaimana bentuk nilai etika

yang

terkandung dalam pertunjukan tayub dan nilai religi dalam

pertunjukan tayub di masyarakat Samin Blora.

Page 17: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

17

B. RUMUSAN MASALAH

Berpijak dari uraian pada latar belakang, maka muncul

masalah yang patut diangkat dalam penelitian ini, adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana bentuk nilai etika yang terkandung dalam seni

pertunjukan tayub di masyarakat Samin kabupaten Blora?

2. Bagaimana bentuk nilai religi pada seni pertunjukan tayubdi

masyarakat Samin Blora yang berfungsi sebagai sarana upacara

ritual kesuburan?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui bentuk nilai etika yang terkandung dalam

seni pertunjukan tayub di masyarakat Samin kabupaten Blora.

2. Untuk mengetahui bentuk nilai religi yang terdapat dalam seni

pertunjukan tayub di masyarakat Samin yang berfungsi

sebagai sarana upacara ritual kesuburan?

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti, dapat memahami dan memperoleh informasi

tentang keberadaan sebuah seni pertunjukan tayub di daerah

Samin kabupaten Blora.

2. Bagi masyarakat samin di Kabupaten Blora, yaitu memberikan

wawasan kepada mereka tentang bagaimana caranya

Page 18: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

18

memelihara tayub agar tetap hidup di tengah-tengah

komunitasnya.

3. Bagi Dinas Pariwisata dan Pemerintah Daerah setempat,

supaya mendapatkan informasi lebih jauh tentang keberadaan

seni pertunjukan tayub di daerah Samin, sehingga dapat

dilindungi dan dilestarikan keberadaannya untuk selanjutnya

dapat dimanfaatkan sebagai aset wisata dan budaya di

kabupaten Blora.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Banyak sekali penelitian-penelitian yang menyoroti

masalah Samin di Blora dan sekitarnya. Jika berbicara masalah

Samin di Blora, maka akan selalu ingat dengan keberadaan seni

tayub yang sudah tersohor kemana-mana. Samin dan tayub

adalah dua obyek penelitian yang ada di daerah Blora. Telah

banyak kita ketahui bahwa Blora sangat terkenal dengan seni

pertunjukan tayubnya. Tayub merupakan seni yang sudah

terintegrasi dengan kehidupan masyarakat di Kabupaten

Blora,tidak menutup kemungkinan jika masyarakat Samin juga

mengambil bagian untuk melibatkan seni Tayub dalam

kehidupannya. Hal yang menarik penulis untuk meneliti tentang

Page 19: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

19

masyarakat Samin adalah adanya aktivitas seni dalam kehidupan

masyarakat Samin di Kabupaten Blora.

Dibalik sikap hidupnya yang pasif, penuh dengan

kesederhanaan, tidak menyukai hal-hal yang bersifat kegembiraan,

masyarakat Samin masih peduli dengan keberadan tayub di

lingkungannya. Alasan penulis untuk mengangkat topik penelitian

tentang Samin dan seni pertunjukan tayub di Blora adalah dengan

melihat beberapa pustaka acuan berupa buku-buku dan hasil

penelitian, belum ada yang membicarakan tentang Samin dan seni

pertunjukan tayub di Blora. Pustaka acuan tersebut banyak

membantu penulis dalam mencari data-data tentang keberadaan

Samin serta tayub di Blora.

Kajian budaya yang dinamis, selalu berkembang seiring

dengan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat,

mendorong pula adanya penelitian yang berkesinambungan.

Beberapa penelitan kebudayaan (etnogrqfi) yang mengangkat

masalah Samin dan tayub di antaranya adalah sebagai berikut.

Moh Rosyid, Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme

Lokal, Pustaka Pelajar, 2008. Buku ini membahas tentang

berbagai kehidupan masyarakat Samin di Kudus. Moh Rosyid juga

menuliskan bahwa masyarakat Samin yang berkembang di daerah

Kudus merupakan sempalan dari Samin Blora. Adat istiadat,

upacara-upacara ritual, dan kearifan lokalnya mengacu pada

Page 20: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

20

ajaran Samin Blora. Masyarakat Samin Blora dengan Samin

Kudus tidak banyak perbedaan.

Deden Faturrahman, Hubungan Pemerintahan dengan

Komunitas Samin, LkiS, 2003. Tulisan ini membahas masalah

interaksi masyarakat Samin dengan pihak pemerintah. Dikatakan

sering terjadi kesalahpahaman antara pemerintah dengan

masyarakat Samin. Kesalahpahaman itu ditimbulkan oleh karena

sikap waspada masyarakat Samin terhadap segala kebijakan

pemerintah yang tidak memihak pada masyarakat kecil, sebab lain

adalah adanya suasana yang menimbulkan sikap yang

terkondisikan dan terstruktur pada masa penjajahan Belanda.

Sikap ini diantisipasi oleh pemerintah daerah dengan cara

melakukan pendekatan persuasif. Pendekatan secara persuasif

diyakini dapat membangun interaksi antara masyarakat Samin

dengan pemerintah menjadi lebih baik.

Warsito, “Pergeseran Sosial Budaya Masyarakat Samin”.

Tesis UMM Malang, 2001. Tulisan Warsito berisi masalah

perubahan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Samin pada

era modern ini. Sikap keterbukaan telah ditunjukkan oleh

masyarakat Samin dalam menghadapi tantangan modernitas.

Sikap keterbukaan tersebut ditunjukkan melalui sikap mau

bersekolah di sekolah formal, meyakini ajaran agama yang telah

disahkan oleh pemerintah meskipun belum sepenuhnya

Page 21: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

21

menjalankan semua ajaran-ajarannya, dan sebagian dari mereka

sudah memiliki kemauan keluar dari daerahnya untuk mencari

nafkah sebagai buruh.

Kadu, P, etal. Kultur Kehidupan Masyarakat Samin di Desa

Klopoduwur, Kecamatan Banjarrejo Kabupaten Blora, Malimpa,

UMS Surakarta, 2000. Tulisan ini memberikan informasi tentang

budaya masyarakat Samin di daerah Banjarrejo Klopoduwur.

Disebutkan bahwa kultur masyarakat Samin Klopoduwur

merupakan bagian dari kearifan lokal yang dimiliki oleh

masyarakat Samin pada umumnya. Mereka sangat menghargai

alam dan isinya, sangat mengutamakan kepentingan bersama,

mempertahankan tradisi lisannya sebagai sumber dari ajaran

kehidupan. Sikap kaku dan terkesan membangkang adalah

sebagai wujud dari perlawanan masyarakat Samin Klopoduwur

terhadap segala kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang tidak

memihak rakyat kecil.

Hasan Anwar, “Pola Pengasuhan Anak Orang Samin Desa

Margomulyo, Jawa Timur”dalam Prisma nomor. 10 bulan Oktober.

1979. Sebuah tatanan kehidupan yang arif telah ditanamkan oleh

orang tua dalam masyarakat Samin kepada anak-anaknya. Ajaran

hidup yang sejati menjadi pedoman ajaran mereka. Orang tua

adalah guru bagi anak-anaknya. Melalui tradisi lisan yang berupa

pitutur, orang tua mengarahkan anak-anaknya agar dapat

Page 22: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

22

menjalani hidup yang baik dan berguna bagi keluarga

dan masyarakat di sekitarnya. Mereka tidak mengenal adanya

sekolah formal, melainkan ajaran orang tua di rumah mereka

masing-mmasinglah anak-anak mereka mendapat pendidikan.

Moh. Ali Aziz, Dakwah pada Masyarakat Samin, IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 1994. Buku ini berisi tulisan mengenai

upaya pemerintah untuk memberikan penyuluhan kepada

masyarakat Samin dalam hal kehidupan beragama dan

bermasyarakat. Perlahan-lahan pemerintah mengajak masyarakat

Samin untuk merubah keyakinan mereka dan memeluk agama

yang ditetapkan sebagai agama yang sah oleh pemerintah.

Nur Syam, “Pergeseran Masyarakat Samin: Prespektif

Budaya”,Jurnal IAIN Sunan Ampel Surabaya, Edisi ke XV, 1999.

Artikel ini membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh

masyarakat Samin dalam menghadapi perubahan jaman. Semua

serba modern, sehingga menyebabkan dari sebagian masyarakat

Samin untuk mengikuti perubahan jaman tersebut. Sebagian

masyarakat Samin, terutama yang berasal dari golongan tua,

mereka tetap mempertahankan ajaran dan tata aturan pergaulan

demi mempertahankan kearifan lokalnya.

Joko Susilo, Bahasa Samin Suatu Bentuk Perlawanan

Sosial, LkiS, 2003. Tulisan Joko Susilo berisi tentang tata cara

masyarakat Samin dalam berbahasa sehari-hari. Bahasa yang

Page 23: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

23

mereka gunakan adalah bahasa ngoko dan penuh arti dan makna

yang terselubung, sehingga untuk memahami kalimat yang

diucapkan perlu analisis yang mendalam. Menggunakan bahasa

yang seperti itu, maka masyarakat Samin lebih leluasa dalam

berkomunikasi dengan sesama penganut ajarannya. Awal

mulanya bahasa ini digunakan untuk mengelabuhi interogasi yang

dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda.

Sugeng Winarno, Samin: Ajaran Kebenaran yang Nyleneh,

LkiS, 2003. Buku ini membahas tentang ajaran Samin yang

nyleneh. Ajaran hidup orang Jawa sejati direfleksikan dalam

kehidupannya. Agar memperoleh kesempurnaan hidup, maka

mereka sangat berhati-hati dalam bersikap, seperti: tidak boleh

drengki srei, tidak boleh berbohong, tidak boleh mengambil yang

bukan menjadi hak miliknya, jujur, tidak menyakiti hati orang lain,

suka bergotong-royong saling membantu satu sama lain termasuk

juga kepada masyarakat di luar komunitas Samin.

Oman Sukmana, Perubahan Sosial Budaya Masyarakat

Samin, LkiS, 2003. Buku ini mengupas berbagai masalah

perubahan budaya masyarakat Samin seiring dengan

perkembangan jaman. Pada era modern ini ada beberapa dari

keturunan Samin yang enggan lagi disebut sebagai orang Samin.

Pola hidup mereka telah banyak berubah. Sudah banyak dari

generasi muda Samin yang bersekolah sampai jenjang pendidikan

Page 24: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

24

tinggi. Mereka juga sudah mulai terbuka dalam berinteraksi

dengan dunia luar. Sudah banyak alat komunikasi yang masuk

dalam kehidupan masyarakat Samin, seperti: televisi dan radio.

Alat transportasi seperti sepeda dan kendaraan roda dua sudah

sebagian dimiliki oleh orang Samin.

Suhernowo, dkk, “Research Golongan Masyarakat Samin”,

Fakultas Fisipol, UGM, Yogyakarta, 1952. Membahas tentang

keberadaan Masyarakat Samin yang menyebar di berbagai daerah

di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti: Blora, Grobogan, Pati,

Kudus, Brebes, Sragen, dan Bojonegoro. Meskipun mereka

terpisah keberadaannya, tetapi merupakan sebuah komunitas

besar yang memiliki kekhasan dalam berpandangan hidup dan

bersikap.

Nur Syam, Saminisme di Tengah Perubahan: Prespektif

Perubahan Budaya, LkiS, 2007. Buku ini membahas seperangkat

keyakinan, paham keagamaan sebagai pola sebagai tindakan dan

berbagai upacara keagamaan yang merupakan pola dari tindakan.

Pola dari tindakan itu tampak dengan konsepsi animisme sebagai

pola dari tindakan kaum abangan yang berpusat pada kaum tani

pedesaan. Islam sebagai pola tindakan kaum santri yang berpusat

di sektor perdagangan atau pusat dan konsepsi Hindu yang

menyelimuti tindakan kaum priyayi yang berpusat di sektor

pemerintahan.

Page 25: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

25

Salah satu di antara ini ritual kaum abangan ialah

slametan dengan berbagai macam variasi bentuk, hitungan

(numerologi) dan konsep ruang dimana slametan tersebut di

selenggarakan, sehingga pandangan dunia atau paradigma

kehidupan kejawen relatif masih sangat dominan sehingga pola

ritual slametan juga dominan, seirama dengan dominannya

idiologi abangan dalam kehidupan keagamaan dan sosial politik di

Jawa.Saminisme merupakan sebutan yang diberikan oleh

masyarakat Samin sendiri untuk menandai adat istiadat dan

tindakan yang mereka nyatakan sebagai berbeda dengan

masyarakat sekitarnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari

tradisi upacara perkawinan yang sering disebut sebagai adang

akeh. Pada umumnya komunitas Samin hanyalah merupakan

perkumpulan (sami-sami) yaitu orang yang merasa senasib

seperjuangan serta sama rata dan sama rasa. Masyarakat Samin

bisa diidentifikasikan sebagai masyarakat yang ingin

membebaskan dirinya dari ikatan tradisi besar yang dikuasai

elitpenguasa dan kemudian membetuk persekutuan untuk

melawan secara damai dengan menggunakan tradisi rakyat jelata,

seperti penggunaan bahasa Jawa ngoko, pemaknaan konsep-

konsep agama yang berbeda, penolakan terhadap pejabat agama

yang tidak diperlukannya, menutup diri dengan dunia luar,

sehingga daerah kelompok (komunitas) Samin sangat lokal. Dalam

Page 26: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

26

rangka pelestarian ajaran Samin sebagai pedoman tingkah laku,

digunakan pewarisan nilai-nilai pada anak-anak kecil, bahkan

kepada orang dewasa.

Ben Suharto, Tayub: Pertunjukan dan Ritus Kesuburan,

MSPI bekerjasama dengan arti.line dan Ford Fondantion, 1999.

Buku tulisan Ben Suharto ini mengupas tentang tayub sebagai

tari kesuburan dan tari pergaulan. Ben Suharto juga memberikan

contoh kemasan pertunjukan tayub di Kecamatan Semin Gunung

Kidul Yogyakarta. Ben Suharto mengawali penelusurannya dengan

melacak keberadaan tayub pada masa lampau. Disebutkan bahwa,

tayub sebagai tari ritual kesuburan tumbuh-tumbuhan atau

tanaman secara umum dapat diketahui berawal dari ritual

kesuburan manusia itu sendiri. Upacara kesuburan adalah tari

gembira yang tidak menggambarkan sesuatu, tidak

mengungkapkan gerakan wadag sebagai penuangan tanda

semata-mata, tetapi lebih dari itu berusaha mencapai sikap mistis

tentang pengertian seksual dengan jalan saling mendekatkan dua

jenis seks maupun dengan cara berjalan melingkar. Tari yang

menggambarkan kesuburan manusia di dalam bentuk

pengungkapannya yang murni dapat dibagi dalam tingkat

hubungan seksual, yaitu pertemuan dan sentuhan, serta

persetubuhan.

Page 27: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

27

Malarsih, 2004, “Aplikasi Teori Struktural Fungsional

Redclife-Brown dan Talcott Parsons pada Penyajian Tari

Gambyong Tayub di Blora Jawa Tengah, dalam Jurnal Harmonia

Vol. V No. 1 Januari-April 2004. Tulisan Malarsihmembahas

tentang komposisi dan pola lantai, serta rias dan busana yang

dikenakan oleh para penari. Rias yang digunakan oleh penari

tayubadalahrias cantik, dimaksudkan agar tarian dapat menjadi

sebuah pertunjukan yang menarik dan memikat. Begitu pula

dengan busana para penari tayubyang menggunakan busana yang

sesuai dengan rias dan bentuk geraknya, yaitu mengunakan

busana yang coraknya berwarna-warni dan pemakaiannya dibuat

sedemikian rupa sehingga secara fisik tertata rapi dan tidak

mengganggu gerak tarinya dan juga secara estetika tidak

mengurangi keindahan busana yang ingin ditonjolkan untuk

mendukung tampilannya.

Agus Maladi, I. Tayub Antara Ritualitas dan Sensualitas

(Erotika Petani Jawa Memuja Dewi), Lengkong Cilik Press, 2005.

Buku ini mengupas tentang perubahan seni tayub dari ritual

kesuburan menjadi fungsi hiburan. Tayub dipercaya memiliki

kekuatan magi-simpatetis. Maka tayub sering dipertontonkan

dalam upacara perkawinan, tetapi dalam perkembangannya tayub

sering dijumpai pada acara-acara lain seperti: khitanan, puputan,

dan lain sebagainya. Tayub sebagai salah satu bentuk ekspresi

Page 28: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

28

estetis kaum masyarakat petani pedesaan di Jawa, karena tayub

memiliki nilai murah atau ekonomis.

Sri Rochana, W, Tayub di Blora Jawa Tengah: Pertunjukan

Ritual Kerakyatan, Pasca Sarjana ISI Surakarta dan ISI Press

Surakarta, 2007.Sri Rochana mengupas tentang

perkembangan tayub, fungsi pertunjukan tayub, faktor-faktor

pendukung pertunjukan tayub, ekses-ekses negatif dari

pertunjukan tayub, tayub sebagai tari rakyat dan simbol,

kesuburan, erotisme, elemen-elemen pertunjukan tayub, sistem

produksi pertunjukan tayub, struktur pertunjukan tayub,interaksi

antara joged dan pengibing, serta peran joged dalamkehidupan

sosial dan budaya. Penelitian dilakukan di Kabupaten

Blora.

Soetarno, dkk. “Tari Tayub dalam Upacara Bersih Desa di

Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten

Sukoharjo”Laporan Penelitian pada STSI Surakarta, 1994. Tulisan

ini memaparkan secara deskriptif tentang tayub sebagai sarana

upacara ritual bersih desa atau Rassulan di desa Sugihan yang

dilaksanakan setahun sekali setelah panen gadhu. Upacara ini

sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan perlindungan

serta keselamatan dari para penunggu punden atau danyang serta

dewi Sri (Dewi Padi). Tulisan Soetarno menyimpulkan adanya

komunikasi dua arah, yaitu secara vertikal hubungan manusia

Page 29: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

29

dengan Tuhannya, Nabi, dan para leluhur, serta danyang,

sedangkan hubungan horizontal yaitu hubungan antar manusia

yang memungkinkan adanya kebersamaan dan kerukunan.

Upacara itu secara universal berfungsi sebagai aktivitas untuk

menumbuhkan kembali semangat dalam kehidupan sosial mereka

antar warga masyarakat. Kesimpulannya tayub dalam ritual bersih

desa memiliki fungsi ritual, sosial, tontonan, dan hiburan.

Tulisan Suripan Sadi Hutomo yang berjudul Tayuban:

Tradisi Perkembangan dalam Tradisi dari Blora tahun 1996

memberikan penjelasan tentang tayub sebagai salah satu seni dan

budaya masyarakat Blora yang berkembang menjadi seni

pertunjukan khas. Tayub sering dipertontonkan sebagai sarana

hiburan dan upacara ritual yang memiliki citra buruk. Informasi

yang tidak kalah pentingnya bahwa proses terjadinya perubahan

tayub di Blora adalah adanya upaya pemerintah melalui

pembinaan-pembinaan.

Beberapa tulisan mengenai tayub dan masyarakat Samin

khususnya di Blora belum ada yang mengangkat menjadi sebuah

objek penelitian. Untuk itu kiranya topik yang akan penulis angkat

ini dapat menambah khasanah seni dan budaya bagi kita semua

khususnya bagi masyarakat Samin di Blora.

Page 30: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

30

F. LANDASAN TEORI

Cara mengupas beberapa komponen yang menjadi

kesatuan atas terbentuknya seni dan budaya di masyarakat Samin,

maka penulis berusaha untuk membatasi aspek-aspek yang

terdapat di dalamnya agar topik kajian tidak meluas. Ada lima

komponen yang menjadi bahan pembicaraan pada topik "Nilai

Etika dan Nilai Religi Seni Pertunjukan Tayub di Masyarakat

Samin Kabupaten Blora", di antaranya adalah batasan mengenai

pengertian kebudayaan, batasan mengenai falsafah Jawa, batasan

mengenai definisi masyarakat terasing, batasan mengenai kegiatan

upacara ritual, serta batasan mengenai teori fungsi seni.

Membedah sebuah konsep ajaran hidup masyarakat Samin

beserta perilakunya di dalam kehidupan bermasyarakat yang erat

kaitannya dengan ajaran-ajaran Jawa, penulis menggunakan teori

dari Franz Magnis Suseno tentang etika Jawa. Franz Magnis

Suseno mengambil dari pendapat Hildred Geertz yang

menyebutkan bahwa kaidah mengenai pergaulan dalam

masyarakat Jawa yaitu kaidah yang menekankan pada prinsip

kerukunan dan kaidah yang menekankan pada prinsip hormat.

Dua kaidah tersebut dalam prespektif Jawa akan membawa

ketenangan dan keselarasan sosial.

Page 31: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

31

Franz Magnis Suseno juga menyebutkan tentang kegiatan

orang Jawa yang bersifat ritus religius (khususnya mereka yang

menganut kejawen). Kegiatan orang Jawa yang bersifat ritus

religius adalah acara slametan yaitu suatu perjamuan makan

secara seremonial sederhana, semua tetangga harus diundang dan

keselarasan diantara para tetangga dengan alam raya dipulihkan

kembali. Slametan menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa

semua warga desa adalah sama derajatnya satu sama lain, kecuali

ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi seperti lurah,

pegawai pemerintahan, dan orang-orang yang lebih tua dan perlu

didekati dengan menunjukkan sikap hormat menurut tata krama

yang ketat.17

Franz Magnis Suseno juga menyebutkan tentang kesadaran

petani Jawa pada keselarasan hidup. Tulisan ini relevan dengan

sebuah aktivitas masyarakat Samin yang memiliki mata

pencaharian hidup sebagai petani. Kesadaran petani Jawa yang

menyelami diri dalam keselarasan dengan masyarakat, alam, dan

roh-roh halus. Bagi petani, ukuran keberhasilan kehidupan

adalah pengalaman slamet yaitu ketentraman batin yang tenang,

ketiadaan ancaman, konflik, dan kekacauan.18

17Franz Magnis Suseno, 1993. Etika Jawa (Sebuah Analisa Falsafi

Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa). Jakarata: PT. Gramedia Pustaka Utama,

15-16.

18 Franz Magnis Suseno, 1993, 133.

Page 32: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

32

Sebuah pernyataan Franz Magnis Suseno mengenai logika

etika Jawa mendasari adanya perilaku Samin yang njawani yaitu

"Jangan engkau merugikan masyarakat, maka jagalah selalu

keselarasan". Etika Jawa mengemukakan tuntutannya

berdasarkan dua gagasan dasar tentang struktur realitas yang

erat hubungannya satu sama lain yaitu adanya takdir serta

adanya kekuatan yang tidak dapat merubah takdir. Apabila

manusia yang kelakuannya mengganggu keselarasan dalam

masyarakat dan alam, maka ia juga akan menggangu kosmos yang

akan membawa bahaya bagi keselarasan masyarakat.19

Peneliti mengambil teori Clifford Geertz yang menyatakan

bahwa kaum petani khususnya di Jawa memiliki dan membentuk

kelompok-kelompok hubungan sosial antar anggota masyarakat

dan kaum petani yang terikat tanah, untuk mengupas secara

kontekstual seni pertunjukan tayub di masyarakat Samin Blora

yang berfungsi sebagai sarana upacara ritual bersih desa. .

Upacara itu memproyeksikan kepada mereka suatu dunia makna

yang simbolik, dimana semua pekerjaan yang mereka lakukan,

kehidupan yang mereka tempuh, dan nilai-nilai yang mereka

pegang, semuanya itu membentuk pengertian kosmis.20

19 Franz Magnis Suseno, 1993, 227. 20Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa.

(Jakarta: PT. Pustaka Jaya. 1981) Copy Right tahun 1960 dengan judul asli Religion of Java. 307.

Page 33: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

33

Kupasan seni pertunjukan tayub secara tekstual, penulis

menggunakan pendapatnya Winangun Wartaya yang mengambil

interpretasi Victor Turner terhadap data-data ritual disebutkan

beberapa unsur dalam upacara: (1) upacara mampu

mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan memperkuat

dan nilai utama kebudayaan melampaui di atas individu dan

kelompok; (2) upacara mampu membiarkan orang

mengungkapkan perasaan dan emosinya, khususnya yang negatif

seperti kemarahan dan dendam; (3) menempatkan paksaan pada

tatanan sosial. Tekanan-tekanan yang dilakukan supaya orang

melaksanakan norma-norma sosial dialami oleh anggota-anggota

masyarakat, di dalam ritus itu tekanan-tekanan dilepaskan; (4)

Energi afektif yang dibuat dari simbolisme dan tingkah laku yang

secara sosial negatif dipindah ke yang secara sosial positif; (5)

upacara merupakan alat untuk mengkondisikan secara sosial.

Upacara menggunakan kekuatan permusuhan yang berkembang

untuk meningkatkan penyatuan kembali. Upacara itu dapat

menyatukan kembali rakyat dan memperkuat struktur.21

Teori fungsi seni secara umum dan fungsi seni tradisi

kerakyatan serta ciri-ciri khususnya, penulis menggunakan

pendapatnya Soedarsono mengenai teori fungsi. Berikut beberapa

21Victor Turner dalam Winangun Wartaya,Masyarakat Bebas Struktur

(Liminalitas dan Komunitas Menurut Victor Turner). (Yogyakarta: Kanisius. Anggota IKAPI, 1990), 28-29.

Page 34: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

34

pernyataan Soedarsono mengenai fungsi seni dan ciri-ciri

khususnya: Seni pertunjukan merupakan salah satu wujud

budaya yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan

masyarakat pendukungnya. Seiring dengan perkembangan jaman,

seni pertunjukkan memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam

kehidupan masyarakat pendukungnya, contoh di negara-negara

yang sedang berkembang yang tata kehidupannya masih banyak

mengacu pada budaya agraris, seni pertunjukan memiliki fungsi

ritual yang sangat beragam. Sebaliknya di negara-negara maju

yang tata kehidupannya sudah mengacu ke budaya industrial dan

segala sesuatunya sudah diukur dengan uang, maka bentuk seni

pertunjukkan berubah fungsi menjadi sebuah penyajian

pertunjukkan.22

Soedarsono mengklasifikasikan berbagai fungsi seni

pertunjukkan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai

berikut: satu, seni pertunjukkan berfungsi sebagai sarana ritual,

contohnya wayang wong, Pakarena, gamelan ritual Keraton dan

wayang kulit ruwatan; kedua, seni pertunjukan berfungsi sebagai

hiburan pribadi, contohnya tari Jaipong, Tanjidor, Kliningan,

Ronggeng Melayu dan Tayub; ketiga, fungsi sebagai presentasi

estetis, seperti Ketoprak, Ludruk, tari modern, musik modern, dan

teater modern.

22 R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), 123

Page 35: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

35

Seni pertunjukkan dilihat dari segi penikmatnyayang

berfungsi sebagai sarana ritual, maka penikmatnya adalah

kekuatan. Kekuatan yang tidak kasat mata misalnya seperti dewa-

dewa atau roh-roh nenek moyang. Seni pertunjukan yang

berfungsi sebagai presentasi estetis apabila penikmatnya

mengutamakan fungsi uang sebagai alat untuk membeli karcis,

sehingga dapat digunakan untuk menikmati sajian pertunjukkan

tari khususnya. Fungsi seni presentasi menuntut koreografer

untuk menyajikan karyanya dengan penggarapan pribadi,

keterlibatan penikmat yang diutamakan, biasanya bentuk seni

pertunjukkan ini ditarikan oleh penari wanita, sedangkan prianya

hanya ingin mendapatkan hiburan. Mereka menari bersama

secara berpasangan. Seni pertunjukan seperti ini sering kita

jumpai pada tayuban.23

Pada tata kehidupannya, manusia selalu mengalami

perubahan sesuai dengan kepentingannya. Hal itu mengakibatkan

pergeseran nilai-nilai budaya maupun perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Demikian pula orang menari selalu

mempunyai tujuan yang berubah-ubah. Perubahan tujuan

disebabkan karena tari diciptakan oleh individu atau kelompok

yang dipengaruhi oleh lingkungan budayanya yang khas, misalnya,

tujuan orang primitif dalam menari adalah untuk memperoleh

23 R.M. Soedarsono,2002,123.

Page 36: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

36

kekuatan atau persembahan kepada dewa yang disembahnya. Hal

itu juga berarti, bahwa orang menari pada awalnya bukan

bertujuan untuk mengekspresikan kehendaknya. Bentuknya yang

tradisional merupakan ekspresi kerakyatan yang bersifat

komunal.24

Seiring dengan keyakinan tayub yang memiliki daya

kekuatan magi-simpatetik, kemudian tayub tidak hanya

dipentaskan di area persawahan, tetapi merambah pada dunia

pesta perkawinan atau bahkan pada pesta khitanan. Soedarsono

mengklasifikasikan berdasarkan fungsi ritualnya, seni

pertunjukan memiliki ciri-ciri khusus yaitu: (1) diperlukan tempat

pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral; (2)

diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya

juga dianggap sakral; (3) diperlukan pemain yang terpilih,

biasanya mereka yang dianggap suci atau yang telah

membersihkan diri secara spiritual; (4) diperlukan seperangkat

sesaji yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya;

(5) tujuan lebih dipentingkan dari pada penampilannya secara

estetis; dan (6) diperlukan busana yang khas.25

Tari Tayub merupakan ciri-ciri dari wujud ekspresi estetis

rakyat jelata (rakyat pedesaan). Maka tayub dapat digolongkan

sebagai tarian rakyat. Menurut Soedarsono dalam bukunya

24 R.M. Soedarsono,2002,32. 25 R.M. Soedarsono,2002,125-126.

Page 37: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

37

Pengantar Apresiasi Seni (1992) dikatakan bahwa tarian rakyat

merupakan tarian yang hidup dan berkembang dikalangan rakyat.

Tarian rakyat disusun untuk kepentingan rakyat setempat dengan

komposisi, iringan, tata pakaian, dan tata rias yang sederhana.

Kesederhanaan ini rupa-rupanya karena dalam pementasannya

mereka memang tidak mementingkan presentasi estetis yang

tinggi ataupun menuntut perhatian khusus dan serius.

Kehadirannya lebih didasari oleh adanya dorongan kebutuhan

rohani yang berhubungan dengan kepercayaan adat dan lainnya.

Mereka mengadakan kegiatan tari sebagai pelengkap kebutuhan

dalam kehidupan sosial dan bukan semata-mata untuk

mendapatkan hiburan.

Tayub sebagai tarian upacara, dalam penyajiannya tidak

mengalami perubahan bentuk, dari dulu hingga sekarang kita

masih dapat menyaksikan keasliannya. Ini merupakan salah satu

ciri khas bentuk tari tradisonal, baiktradisional Klasik (Istana)

maupun tari tradisional kerakyatan. Tari tradisional klasik,

banyak kita jumpai di dalam tembok istana seperti: bedaya,

serimpi dan golek, sedangkan tari tradisional kerakyatan

misalnya: sintren, ndolalak, jathilan, dan tayuban. Tarian sebagai

bagian dari upacara adat biasanya memiliki bentuk yang tidak

berubah sepanjang tradisi adat berlangsung, sehingga tarian

tersebut sering juga disebut sebagai tari tradisional, terutama

Page 38: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

38

karena bentuknya yang relatif tidak banyak berubah dan

diwariskan sebagai bagian yang terpadu di dalam kehidupan

kultural masyarakat secara turun temurun.

G. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang penulis pakai bersifat deskriptif

kualitatif, karena data yang penulis peroleh dalam penelitian

diuraikan dengan kata-kata, tidak dengan menggunakan angka-

angka statistik. Tulisan yang bersifat deskriptif kualitatif ini selain

didasarkan pada data tertulis juga didasarkan pada data yang

bersifat lisan, sedangkan untuk mengupas tentang pertunjukan

Tayub secara tekstual dan kontekstual, penulis menggunakan

pendekatan etnokoreologi, sosiologi, dan antropologi, serta

dilengkapi dengan notasi Laban agar dalam perkembangan bentuk

kemasan pertunjukan khususnya gerak dapat dipaparkan secara

jelas. Telaah terhadap buku-buku hasil penelitian, jurnal, dan

beberapa babad sebagai sumber pustaka, penulis maksudkan

untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Berdasarkan

sumber tertulis tersebut, penulis dapat memperoleh data

mengenai sejarah keberadaan tayub dimasa-masa silam.

Pengumpulan data-data yang berasal dari sumber lisan dan

pengamatan secara berkala dapat penulis gunakan untuk

Page 39: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

39

merperoleh informasi tentang perkembangan bentuk, fungsi, dan

persebaran tayub di masyarakat Samin.

Rincian Waktu Penelitian

Pengumpulan data di lapangan mengunakan metode

penelitian etnografi. Pengumpulan data lapangan meliputi

observasi dan wawancara yang penulis lakukan sesuai dengan

rencana kurang lebih selama tiga tahun, terhitung mulai bulan

Maret tahun 2010 sampai bulan April 2013, dengan rincian satu

tahun pengamatan di lapangan, dua tahun kunjungan rutin

secara berkala untuk mengamati proses persiapan acara ritual

bersih desa dan upacara perkawinan di berbagai daerah

komunitas Samin di Blora selama dua tahap pada tahun yang

berbeda, dan lima bulan sisanya untuk melakukan pengamatan

secara berkala dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan

pertunjukan Tayub lebih lanjut.

H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Observasi

Observasi penulis lakukan dengan dua cara yaitu sebagai

pengamat dan sekaligus sebagai participant observer. Metode

partisipan observer menjadi metode yang penting dalam

melakukan penelitian etnografi. Melalui metode ini, penullis dapat

Page 40: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

40

merasakan secara langsung sebagai objek penelitian, sehingga

pengamatan dan analisis penelitian dapat dilakukan secara rinci.

Selain pengamatan dan keterlibatan langsung penulis

pada pertunjukan tayub dan kehidupan sehari-hari, juga

melakukan perekaman audio visual selama terselenggaranya

pertunjukan tayub, kemudian hasilnya penulis gunakan sebagai

sumber alternatif untuk menganalisis pertunjukan tayub tersebut.

Wawancara

Teknik wawancara penulis lakukan kepada nara sumber

kunci yaitu perangkat desa seperti: kepala desa dan kamituwo,

dan sesepuh Samin. Wawancara penulis lakukan untuk

mengetahui berbagai data yang belum terungkap, sedangkan

wawancara dengan masyarakat disekitarnya untuk

mengkroscekkan informasi yang telah penulis peroleh dari nara

sumber kunci agar mendapatkan informasi data yang lebih valid.

Selain keempat nara sumber diatas masih ada nara sumber lain

yaitu joged dan pengibing serta pramugari, untuk mengetahui

tentang perbedaan keterlibatan mereka pada seni pertunjukan

tayub di masyarakat Samin dengan di luar masyarakat Samin.

Page 41: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

41

Studi Pustaka dan Studi Lapangan

Data yang penulis kumpulkan dari studi pustaka dan studi

lapangan, penulis seleksi dan dipilah-pilah dengan berorientasi

pada konteksnya. Nilai etis dan religius yang terkandung di dalam

seni pertunjukan tayub di masyarakat Samin, semua ini penulis

tuangkan dalam bentuk deskriptif. Sikapmasyarakat Samin

terhadap seni pertunjukan tayub, penulis amati melalui perilaku

hidup sehari-hari dan diperkuat dengan pengambilan data melalui

penyebaran angket pada sampel-sampel yang ada di berbagai

tempat persebaran masyarakat Samin. Adapun isi angket tersebut

secara garis besar mengenai sikap mendukung dan tidak

mendukung pada seni pertunjukan tayub beserta alasan-

alasannya yang mendasar.

Teknik Dokumentasi

Selain menggunakan teknik wawancara, observasi, studi

lapangan, dan studi pustaka, juga digunakan pengambilan data

dengan menggunakan dokumentasi berupa foto-foto dan rekaman

video mengenai lokasi penelitian, kondisi lingkungan, aktivitas

sehari-hari warga Samin, sampai kepada perilaku yang berkenaan

dengan aktivitas berkeseniannya. Soedarsono mengatakan bahwa

untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan secermat-

cermatnya, seyogyanya seorang participant observer memiliki alat-

Page 42: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

42

alat perekam yang baik yaitu sebuah handycam, photo camera,

cassette recorder, dan sudah barang tentu juga buku catatan.26

Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut,

berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi menjadi gambaran

keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis

yang saling susul menyusul. 27 Adapun Komponen-komponen

Analisis Data yang dipakai adalah Model Interaktif yang dapat

dilihat dalam bagan sebagai berikut:

26R.M. Soedarsono,Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa.

(Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. 2001),150. 27 Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman,Analisis Data Kualitatif

(Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru). (Jakarta: Universitas Indonesia Press. 2007), 20.

Pengumpulan

Data

Penyajian

Data

Reduksi

Data

Penarikan

Kesimpulan

Verifikasi

Page 43: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

43

Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan tiga

tahapan, yaitu: mereduksi data, menyajikan data, dan penarikan

kesimpulan (verifikasi). Reduksi data sebagai cara dalam

pemrosesan memilih dan memusatkan perhatian pada data-data

yang signifikan dengan masalah-masalah yang terkait dengan

asal-usul pertunjukan tayub, bentuk, fungsi, dan perilaku warga

Samin dalam kehidupan sehari-hari, dan perilaku yang

ditunjukkan pada pertunjukan tayub. Penyajian data dilakukan

untuk menggabungkan berbagai informasi agar data dapat

tersusun dengan rapi dan lebih sitematis. Penarikan kesimpulan

penulis lakukan untuk memperoleh kesimpulan yang lebih

terbuka dan dapat diuji kebenarannya.

I. OBYEK DAN TEMPAT PENELITIAN

Obyek penelitian adalah tayub di masyarakat Samin yang

tersebar dibeberapa daerah di Kabupaten Blora, diantaranya di

daerah Klopoduwur, Bapangan Menden, Tanduran Kecamatan

Kedung Tuban, dan Ploso Wetan Kelurahan Kediren Kecamatan

Randublatung.

Page 44: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

44

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari Bab I berisi

tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode

Penelitian (Rincian Waktu Penelitian), Teknik Pengumpulan Data

(Observasi, Wawancara, Studi Pustaka dan Studi Lapangan,

Teknik Dokumentasi, Teknik Analisis Data), Obyek dan Tempat

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Mengupas tentang kondisi dan letak Geografis

Kabupaten Blora yang terbagi lagi menjadi beberapa pembahasan

yaitu letak Geografis Kabupaten Blora, kampung Samin, sebaran

masyarakat Samin di Kabupaten Blora (Samin Klopoduwur, Samin

Ploso Kediren Kecamatan Randublatung, Samin Tanduran

Kecamatan Kedung Tuban, dan Samin Bapangan Menden).

Bab III membahas Ajaran samin sebagai wujud penolakan

terhadap kebijakan pemerintah kolonial belanda yang terdiri dari

dua sub bahasan yaitu sejarah munculnya ajaran Saminisme dan

konsep ajaran Samin.

Bab IV membahas tentang tradisi tayuban bagi masyarakat

Samin. Pembahasan tradisi tayuban bagi masyarakat Samin dibagi

menjadi sembilan sub pokok bahasan mengenai ciri-ciri

masyarakat Samin sebagai bagian masyarakat pedesaan di Jawa,

tari bagian dari seni rakyat dan spiritualnya, seni pertunjukan

Page 45: BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69026/potongan/S2-2014... · Daerah Blora lebih dikenal sebagai daerah yang menjadi lokasi perang antara Arya

45

tayub sebagai sistem simbol bagi masyarakat Samin di Blora,

bentuk seni pertunjukan tayub pada upacara ritual tegas desa di

masyarakat Samin, nilai ritual pertunjukan tayub pada acara

tegas desa di masyarakat Samin, unsur-unsur ritual pertunjukan

tayub di masyarakat Samin, peran joged pada pertunjukan tayub

tegas desa.

Nilai etika pertunjukan tayub di masyarakat Samin

Kabupaten Blora pada upacara tegas desa, dan nilai religi

pertunjukan tayub pada upacara tegas desa di masyarakat Samin

diletakkan pada bab V, selanjutnya dibagian terakhir dari

pembahasan tesis ini adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan

dan saran, dilanjutkan dengan kepustakaan serta lampiran-

lampiran.