BAB I PENDAHULUAN · yang dapat menjadi pencemar yang berbahaya dan beracun dan akan berpengaruh...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN · yang dapat menjadi pencemar yang berbahaya dan beracun dan akan berpengaruh...
BAB I
PENDAHULUAN Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi utama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.
Permintaan terhadap minyak bumi semakin besar sejalan dengan kebutuhan
manusia yang semakin meningkat yaitu sebesar 35000 juta ton per tahun. Untuk
memenuhi kebutuhan ini akan meningkatkan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan,
pengangkutan serta penyimpanan. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil
minyak bumi memproduksi 988000 barrel per hari pada tahun 2008 untuk
memenuhi permintaan minyak dunia (Priyono 2009). Semakin besar produksi
minyak bumi, semakin berpotensi untuk mencemari lingkungan bila minyak bumi
tumpah atau terbuang ke lingkungan. Minyak bumi tersebut akan menjadi limbah
yang dapat menjadi pencemar yang berbahaya dan beracun dan akan berpengaruh
terhadap kehidupan tanaman, hewan maupun manusia.
Limbah minyak bumi dapat berasal dari tumpahan, ceceran ataupun
buangan dari minyak bumi maupun produk-produk yang dihasilkan, minyak bekas
pakai, dan minyak yang terkandung dalam limbah dari suatu kegiatan industri.
Limbah tersebut akan menimbulkan masalah apabila memiliki kandungan TPH
lebih besar dari 1% dan total PAH lebih besar dari 10 ppm bila dibiarkan akan
mengganggu dan merusak ekosistem lingkungan, bila dibakar akan menimbulkan
pencemaran udara dan bila didaur ulang memerlukan teknologi dan biaya yang
tinggi. Oleh karena itu limbah minyak bumi bila terbuang ke lingkungan perlu
ditanggulangi semaksimal mungkin (MenLH 2003).
Apabila limbah tersebut tidak dikelola, maka akan menimbulkan masalah
lingkungan yang tidak saja mengganggu keindahan alam tetapi dapat
menimbulkan masalah yang lebih serius yaitu tercemarnya air, tanah dan udara.
Akibat selanjutnya adalah terganggunya kehidupan makhluk di muka bumi
bahkan dapat memusnahkan spesies atau komunitas tertentu (Anas 1998).
2
Problem pencemaran lingkungan akibat tingginya kegiatan produksi
minyak bumi dan konsumsi bahan bakar minyak semakin terasa dampaknya.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi minyak bumi dan konsumsi
bahan bakar minyak terhadap lingkungan seperti emisi SO2, NOx, hidrogen
sulfida, hidrokarbon, CO, CO2
Upaya-upaya penanggulangan pencemaran secara konvensional yang
berdasarkan kepada proses mekanik, fisik, dan kimia, selama ini sering kurang
memuaskan dan tidak memadai lagi (Udiharto 1992). Penanggulangan tumpahan
minyak bumi secara fisika, biasanya digunakan pada awal penanganan. Pada
penanganan ini tumpahan minyak bumi diisolasi secara cepat sebelum minyak
bumi menyebar kemana-mana. Minyak bumi yang berkumpul di permukaan dapat
diambil kembali misalnya dengan oil skimmer, sedangkan yang mengendap sulit
diambil secara fisika. Pengambilan minyak di permukaan tidak dapat dilakukan
secara tuntas. Apabila minyak sudah menyebar kemana-mana cara ini akan sulit
dilakukan (Prince et al. 2003). Penanggulangan secara kimia dilakukan dengan
mencari bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak. Tetapi
pemakaian senyawa kimia hanya bersifat memindahkan masalah, di satu pihak
perlakuan dispersan dapat mendispersi minyak bumi sehingga menurunkan
tingkat pencemaran, tetapi di lain pihak penggunaan dispersan telah dilaporkan
bersifat sangat toksik pada biota laut (Fahruddin 2004).
, gas metan, tumpahan minyak, efluen gas serta
efluen lumpur. Bahan dan gas tersebut dapat menyebabkan pemanasan global
secara makro dan degradasi sumberdaya serta kerusakan lingkungan hidup secara
mikro serta berdampak terhadap kesehatan manusia. Bahan dan gas-gas tersebut
tidak hanya menimbulkan pemanasan global, tetapi juga menyebabkan kenaikan
muka air laut (sea level rise) sebagai akibat meningkatnya suhu permukaan bumi,
yang disebabkan oleh efek rumah kaca (green house effect) dan penipisan ozon.
Selain itu juga dapat menimbulkan terjadinya hujan asam, dan dampaknya
menyebabkan terjadinya kerusakan dan kematian organisme hidup (Yetti 2008).
Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran akan
menjadi tidak terkendali.
3
Penanganan limbah minyak bumi secara fisika dan kimia tidak tuntas
karena masih meninggalkan residu. Untuk itu salah satu alternatif yang
dikembangkan saat ini adalah proses bioremediasi yang merupakan teknologi
ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien serta ekonomis. Bioremediasi relatif
memiliki biaya penanganan yang lebih murah dibandingkan dengan teknologi
alternatif lainnya serta sangat aman dan tidak merusak lingkungan (Morgan dan
Watkinson 1994). Biaya remediasi tanah sangat tergantung pada teknologi yang
digunakan, kisaran biaya dan nilai tengah biaya dari berbagai teknologi remediasi
tanah berdasarkan Walter dan Crawford (1995) dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan biaya berbagai teknologi remediasi tanah
Teknologi remediasi Kisaran biaya (US $/m3
Nilai tengah biaya ) (US $/m3)
Insinerasi 350-1600 975 Landfill 100-600 350 Thermal desorption 50-200 125 Pencucian tanah 125-350 237.5 Bioremediasi 40-150 95
Sumber : Walter dan Crawford (1995)
Berdasarkan laporan Cookson (1995) tentang perbandingan efektivitas
biaya terhadap metode-metode penanganan limbah yaitu insinerasi, landfill,
thermal desorption, pencucian tanah dan bioremediasi per tahun per kubik yard,
diketahui pada tahun pertama biaya yang bisa dihemat bila menggunakan
bioremediasi adalah sekitar 67 % bila dibandingkan dengan insenerasi atau sekitar
74% bila dibandingkan dengan landfill.
Selain biaya yang lebih murah, output yang dihasilkan tidak bersifat
toksik dan ramah lingkungan karena proses bioremediasi menggunakan
kemampuan mikroba untuk mendegradasi hidrokarbon yang terdapat dalam
limbah minyak bumi. Kemampuan suatu mikroba dalam mendegradasi suatu
senyawa kompleks, merupakan refleksi dari kemampuan metabolik dari mikroba
tersebut (Cookson 1995). Dalam sistem tanah-air, salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kecepatan biodegradasi minyak bumi adalah tingkat kelarutan.
Untuk itu maka penggunaan senyawa seperti surfaktan atau biosurfaktan yang
4
dapat meningkatkan kelarutan hidrokarbon minyak bumi sangat diperlukan
(Jacobussi et al. 2001).
Wisjnuprapto et al. (2005) berhasil mengisolasi bakteri yang memiliki
lapisan ekskret yang dapat berfungsi sebagai biosurfaktan yaitu bakteri dari genus
Azotobacter. Azotobacter sp mampu mengeksresikan beberapa jenis asam
organik seperti asam pantotenat, asam glukoronat dan senyawa eksopolisakarida
(EPS) yang tersusun dari unit-unit glukosa, rhamnosa, galaktosa dan fruktosa.
Senyawa-senyawa ini dapat berfungsi sebagai biosurfaktan. Hasil penelitian
Gogoi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa penggunaan biosurfaktan yang
diisolasi dari Pseudomonas sp akan memaksimalkan tingkat biodegradasi minyak
mentah dibandingkan dengan tanpa penambahan biosurfaktan. Penelitian serupa
yang dilakukan oleh Firdaus (2005) dengan menggunakan strain Pseudomonas
aeruginosa BLCC 11060, Bacillus alvei BLCC 11042 dan Micrococcus varians
BLCC 13044 terbukti toleran terhadap minyak bumi dan dapat memproduksi
biosurfaktan yang potensial untuk hidrokarbon minyak bumi dan dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja sistem. Penelitian yang dilakukan oleh Helmy (2006)
juga dapat membuktikan bahwa dengan penambahan surfaktan (Tween 80) dapat
meningkatkan proses biodegradasi sludge minyak bumi oleh konsorsium bakteri
petrofilik.
Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan diatas menunjukkan
bahwa dengan penambahan surfaktan akan mempengaruhi kinerja dari
biodegradasi minyak bumi beserta turunannya oleh suatu bakteri. Hal tersebut
diatas mendasari dilakukan penelitian pendahuluan dengan menggunakan
surfaktan untuk meningkatkan dispersi limbah minyak bumi yang akan
mempengaruhi kemampuan mikroba dalam melakukan degradasi minyak bumi.
Kemampuan mikroba dalam mendegradasi hidrokarbon telah dieksploitasi
sejak tahun 70-an dan 80-an pada lahan pertanian tempat pembuangan minyak.
Mikroba yang digunakan dapat berupa kultur tunggal maupun kultur campuran
yang mampu mendegradasi minyak bumi. Mikroba yang digunakan dalam
mendegradasi limbah minyak biasanya memiliki kemampuan yang lebih tinggi
jika digunakan sebagai kultur konsorsium atau kultur campuran. Menurut
5
Mangkoedihardjo (2005) mikroba pengurai minyak tidak bekerja secara
individu/spesies tetapi berupa konsorsium multi spesies. Menurut Sanchez (2006),
konsorsium adalah kelompok mikroba yang saling menguntungkan satu dengan
lainnya dan melaksanakan proses dimana masing-masing organisme tidak dapat
melakukannya secara terpisah. Konsorsium mikroba sering disebut juga dengan
kultur campur (mixed culture). Konsorsium mikroba dibuat dengan
mempertimbangkan bahwa antara mikroba yang merupakan anggota konsorsium
tidak berkompetisi dalam melakukan suatu proses tertentu, melainkan diharapkan
antara anggota konsorsium akan mempunyai kerja yang sinergis.
Mikroba memanfaatkan bahan organik baik dalam bentuk limbah maupun
nutrien pendukung lainnya untuk dijadikan sumber karbon atau energi.
Keanekaragaman jenis mikroba memungkinkan untuk menguraikan ribuan jenis
senyawa organik yang berbeda-beda. Setiap mikroba melakukan reaksi oksidasi
dan reduksi dengan mekanisme yang spesifik. Kemampuan tiap-tiap mikroba
yang berbeda-beda ini, apabila digabung dalam suatu kultur campuran diharapkan
mempunyai kemampuan untuk mendegradasi senyawa organik yang sangat
komplek. Penelitian yang dilakukan Ghazali (2004), dengan menggunakan
konsorsium mikroba yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp.
Micrococcus sp. dapat mendegradasi limbah minyak bumi yang terdiri atas
senyawa hidrokarbon n-alkana dengan C10 hingga C28 selama 30 hari. Mikroba
ini bekerja secara sinergis dengan memotong senyawa hidrokarbon pada tempat
yang berbeda, kemudian menggunakan senyawa sederhana hasil degradasi sebagai
sumber hidrokarbon dan energinya untuk proses degradasi berikutnya.
Mikroba yang banyak hidup dan berperan di lingkungan hidrokarbon
sebagian besar adalah bakteri (Kadarwati et al. 1994) dan kapang (Yuliar 1995).
Bakteri yang dominan dalam mendegradasi hidrokarbon aromatik seperti fenol
adalah spesies Pseudomonas, Mycobacterium, Acinobacter, Arthobacter, Bacillus
(Alexander 1977). Menurut hasil penelitian dari lapangan minyak Cepu, Cirebon,
Rantau dan Prabumulih diperoleh isolat unggul yaitu Pseudomonas aeruginosa
dan Bacillus coagulans (Anonim 1995). Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi
6
oleh nutrien, oksigen, pH, temperatur dan karakteristik tanah (Margesin dan
Schinner 1997).
Limbah minyak bumi yang dihasilkan dari industri minyak bumi dapat
berupa limbah minyak ringan (light oil) dan limbah minyak berat (heavy oil).
Chaerun et al. (2007) melaporkan bahwa limbah minyak berat dari tumpahan
minyak Nakhodka dapat didegradasi oleh konsorsium bakteri selama 429 hari.
Bakteri pendegradasi heavy oil ini bekerja pada pH basa-netral yaitu sekitar 7-7,8.
Komponen hidrokarbon yang terdapat dalam limbah minyak berat dari tumpahan
minyak Nakhodka berada pada C16-C32. Selama proses bioremediasi dengan
menggunakan konsorsium bakteri indigen, bakteri ini mempunyai kemampuan
yang tinggi untuk mendegradasi C16-C21, dan kemampuan degradasinya menurun
untuk senyawa hidrokarbon C22-C32
Sebagai upaya pemulihan lingkungan khususnya tanah yang tercemar
limbah minyak berat, perlu diterapkan teknologi bioremediasi yang menggunakan
bakteri pendegradasi hidrokarbon indigen, karena teknologi bioremediasi
merupakan suatu teknologi yang ramah lingkungan, relatif murah, dan tidak
memiliki dampak negatif terhadap biota yang ada di lingkungannya. Potensi
kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik (pendegradasi hidrokarbon) yang
diisolasi dari konsorsium bakteri yang berasal dari limbah minyak berat, dan
kotoran hewan perlu dipelajari melalui serangkaian penelitian sehingga dapat
digunakan sebagai agen bioremediasi untuk mengatasi pencemaran limbah
minyak berat pada lingkungan disekitarnya. Untuk itu perlu dilakukan studi
bioremediasi tanah tercemar limbah minyak berat menggunakan konsorsium
bakteri indigen untuk menanggulangi pencemaran lingkungan oleh limbah minyak
bumi.
.
Permasalahan
Limbah minyak bumi yang mengandung hidrokarbon dan beberapa unsur
lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat
diketahui bersifat racun terhadap makhluk hidup. Limbah minyak berat
mengandung komponen-komponen hidrokarbon aromatik seperti benzena,
7
toluene, xylene, naftalena, fenantrena, dibenzotiofena, fluorena, dan sebagainya
dapat menimbulkan permasalahan terhadap makhluk hidup, bila minyak bumi
fraksi berat ini tumpah akibat aktivitas industri petroleum. Lingkungan yang
tercemar oleh limbah minyak bumi terutama fraksi berat perlu mendapat
penanganan yang sangat serius.
Penanganan limbah minyak berat lebih rumit dan kompleks dibandingkan
dengan jenis limbah minyak bumi yang lain, karena minyak bumi fraksi berat
mengandung hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon berantai panjang.
Hidrokarbon aromatik lebih sulit didegradasi oleh mikroba dibandingkan
hidrokarbon alifatik. Oleh karena itu harus dicari teknik bioremediasi yang tepat
agar degradasi hidrokarbon dapat berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Demikian juga limbah minyak berat yang digunakan dalam penelitian merupakan
limbah minyak berat yang bercampur dengan tanah liat sehingga dalam teknik
bioremediasi yang digunakan memerlukan penanganan tersendiri. Tekstur limbah
minyak berat yang liat menyebabkan pencampuran air atau tanah sulit untuk
dilakukan, untuk itu dilakukan upaya meningkatkan kelarutan limbah minyak
bumi dalam air dan dalam tanah dengan menambahkan surfaktan.
Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan. Lapisan antar-muka merupakan batas
permukaan antara dua fasa yang berbeda yang tidak dapat menyatu. Kehadiran
surfaktan dapat menurunkan energi antar permukaan sehingga antara kedua
lapisan tersebut dapat menyatu. Tujuan penggunaan surfaktan dalam teknologi
bioremediasi adalah untuk meningkatkan bio-availability senyawa polutan yang
memiliki kadar solid yang tinggi sehingga dapat menjadikannya lebih terlarut
dalam media.
Bakteri yang digunakan sangat berperan penting dalam proses biodegradasi.
Bakteri yang berperan dalam biodegradasi minyak bumi dan turunannya dapat
berupa bakteri indigen ataupun eksogen, juga dapat berupa isolat tunggal atau
konsorsium. Bakteri tunggal memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon, sedangkan konsorsium bakteri memiliki
tingkat degradasi yang tinggi untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon baik
8
hidrokarbon alifatik maupun aromatik. Bakteri konsorsium bekerja secara sinergis
dalam mendegradasi senyawa hidrokabon yang kemudian dimanfaatkan sebagai
sumber karbon dan energi. Konsorsium bakteri yang digunakan untuk
mendegradasi senyawa hirokarbon selama proses bioremediasi, dapat dilakukan
dengan teknik teknik bioslurry dan landfarming. Bioremediasi dengan teknik
landfarming telah dilakukan untuk mengatasi tanah tercemar limbah minyak berat
pada industri minyak PT CPI. Menggunakan mikroba indigen dibutuhkan waktu
±8 bulan untuk menurunkan TPH ≈ 4%, yang selanjutnya mikroba ini tidak
mampu lagi untuk menurunkan TPH sampai 1%, sesuai Keputusan MenLH no.
128 Tahun 2003. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan
teknik bioremediasi yang efektif untuk mengatasi limbah minyak berat yang
semakin lama semakin menumpuk dengan menggunakan konsorsium bakteri yang
diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran hewan. Mencari spesies bakteri
yang berperan aktif dalam mendegradasi senyawa poliaromatik yang terdapat
pada limbah minyak berat dan menguji kemampuan spesies bakteri pendegradasi
senyawa hidrokarbon dalam bentuk tunggal dan campuran.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1. Mencari surfaktan yang mampu meningkatkan dispersi limbah minyak berat
yang tercampur tanah liat, sehingga bakteri dapat efektif digunakan dalam
proses biodegradasi.
2. Menentukan teknik bioremediasi yang efektif untuk mendegradasi senyawa
hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat.
3. Mencari spesies bakteri yang berperan dalam proses biodegradasi senyawa
hidrokabon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat.
4. Menguji kemampuan spesies tunggal dan campuran (konsorsium bakteri)
dalam mendegradasi hidrokarbon dari limbah minyak berat.
9
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah melakukan bioremediasi tanah
tercemar limbah minyak berat dengan menggunakan konsorsium bakteri.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan surfaktan yang terbaik untuk meningkatkan dispersi limbah
minyak berat yang tercampur tanah liat kedalam fasa air agar proses
biodegradasi berlangsung secara efektif.
2. Mendapatkan teknik bioremediasi yang paling efektif (bioslurry/landfarming)
dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar
limbah minyak berat.
3. Mengisolasi, seleksi dan identifikasi bakteri yang berperan aktif dalam
mendegradasi senyawa Poliaromatik Hidrokarbon (PAH) yang terdapat pada
tanah tercemar limbah minyak berat.
4. Menguji kemampuan isolat tunggal dan campuran bakteri dalam mendegradasi
senyawa hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat .
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak berat
(minyak bumi fraksi berat) khususnya bagi dunia industri perminyakan dan
lahan tercemar limbah minyak berat secara umum.
2. Memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan dengan metode
bioremediasi limbah minyak berat.
3. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang bioremediasi
limbah minyak berat.
4. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang mikrobiologi
lingkungan
10
Kebaruan Penelitian
Bakteri sangat berpotensi sebagai agen bioremediasi pada pencemaran
minyak bumi baik di tanah maupun di perairan. Penelitian mengenai potensi
bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik
akibat tumpahan minyak bumi diperairan telah banyak dilakukan. Diantaranya
adalah potensi bakteri laut pendegradasi poliaromatik hidrokarbon yang diisolasi
dari air laut tercemar daerah pelabuhan Kumai. Uji tingkat biodegradasi terhadap
senyawa fenantren dari isolat terpilih Pseudomonas sp Kalp3b22 dapat
mendegradasi Fenantren sebesar 59,5% selama 29 hari kultivasi. Akan tetapi,
hingga hari ke-29, bakteri ini tidak mampu mendegradasi fenantren secara total.
Bakteri ini hanya mampu mendegradasi senyawa fenantren menjadi senyawa 1-
naftalenol (Murniasih et al. 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2009), mengatakan bahwa
mikroba laut Alkanivorax borkumensis M5 berperan dalam degradasi fenantren,
tumbuh optimum pada salinitas 3,3 % , suhu 30o
Silvia (2010) mengisolasi bakteri yang berasal dari ladang minyak Minas
PT Chevron Pacific Indonesia. Ditemukan tiga spesies bakteri yang memiliki
kemampuan mendegradasi hidrokarbon minyak bumi yaitu Alcaligenes sp,
Bacillus sp dan Corynebacterium sp. Biodegradasi hidrokarbon minyak bumi
selama tiga hari oleh masing-masing spesies bakteri yaitu bakteri Alcaligenes sp
sebesar 33.95%, Bacillus sp sebesar 44.02% dan Corynebacierium sp sebesar
44.54%. Minyak bumi yang dihasilkan dari ladang minyak Minas tergolong
C dan pH mendekati netral (7.8)
Kemungkinan isolat M5 mampu membentuk PHB (polyhydrxybutirate)
merupakan salah satu senyawa penting yang berperan sebagai elektron aseptor
pada proses anaerobik-aerobik. Tantowi (2008) melaporkan bahwa Genus
Alcanivorax dari kelas γ-proteobakteria yang berasal dari Pulau Pari, Kepulauan
Seribu memiliki kemampuan dalam mendegradasi senyawa alkana (parafin dan
pristan) serta poliaromatik hidrokarbon (fenantren, dibenzotipfen, fluoren,
fenotazin, piren dan fluoranten). Bakteri ini mampu mendegradasi parafin hingga
bersisa sekitar 1-6% selama 9 hari inkubasi dan mendegradasi pristan hingga
bersisa berkisar 40%.
11
minyak ringan (light oil) yang mengandung senyawa hidrokarbon alifatik
(parafin). Sedangkan limbah minyak bumi yang digunakan dalam penelitian
adalah limbah minyak bumi yang dihasilkan dari lapangan minyak Duri PT
Chevron Pacific Indonesia. Minyak bumi yang dihasilkan dari lapangan minyak
Duri PT Chevron Pacific Indonesia ini tergolong minyak berat (heavy oil).
Minyak berat mengandung senyawa aromatik yang sulit didegradasi oleh bakteri.
Hanya bakteri tertentu yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon yang
terdapat dalam limbah minyak berat.
Penelitian Suardana et al. (2002) yang menggunakan limbah minyak Duri
menghasilkan biodegradasi limbah minyak bumi dengan cara bioremediasi
konvensional sebesar 11.6%. Hasil biodegradasi cara tersebut dapat ditingkatkan
menjadi maksimal sebesar 29% dengan penambahan konsentrasi surfaktan LAS
2.25% dan EM4 sebanyak 250 ml dalam waktu 31 hari. Penambahan surfaktan
LAS menyebabkan Iuas permukaan antara minyak dengan air semakin besar
sehingga mampu meningkatkan ketersediaan biologis kontaminan tersebut untuk
keperluan metabolisme mikroba yang diindikasikan dengan adanya penurunan
tegangan permukaan minyak bumi dan peningkatan persentase penurunan kadar
TPH. Chaerun et al. (2007) melaporkan bahwa limbah minyak berat dari
tumpahan minyak Nakhodka dapat didegradasi oleh konsorsium bakteri selama
429 hari. Hao dan Lu (2008) berhasil mengisolasi bakteri halofilik strain TM-1
dari ladang minyak Shengli (China). Bakteri halofilik strain TM-1 mampu
mendegradasi minyak berat yang dihasilkan dari ladang minyak Shengli.
Penelitian-penelitian diatas menghasilkan biodegradasi yang relatif masih
rendah dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk itu dilakukan penelitian
biodegradasi senyawa hidrokarbon pada tanah tercemar limbah minyak berat
menggunakan konsorsium bakteri ini untuk dapat memberikan informasi tentang:
12
1. Teknologi pretreatment tanah tercemar limbah minyak berat pada proses
biodegradasi dengan teknik bioslurry.
2. Penemuan 3 spesies bakteri yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
merombak Poliaromatik Hidrokarbon (Salipiger sp. PR55-4, Bacillus
altitudinis, Ochrobactrum anthropi).
Ruang Lingkup Penelitian
Konsorsium bakteri yang diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran
hewan (sapi dan kuda) dikembangkan pada media yang mengandung senyawa
organik berupa minyak bumi mentah (minyak diesel). Konsorsium ini diterapkan
pada bioremediasi tanah terkontaminasi minyak fraksi berat pada skala lab dan
pilot. Pada skala lab dipelajari aspek biodegradasi polutan terhadap jenis
konsorsium bakteri. Pada skala pilot dikaji aspek teknik pengembangan
konsorsium bakteri, laju degradasi dengan pengaruh bioaugmentasi menggunakan
spesies bakteri yang didapat dari limbah minyak berat dan kotoran hewan, baik
dalam bentuk tunggal maupun campuran.
Kerangka Pemikiran
Salah satu dampak negatif akibat adanya ekplorasi minyak bumi adalah
limbah minyak bumi yang dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Limbah
minyak bumi yang berupa limbah minyak berat mengandung senyawa aromatik
yang bersifat toksik dan karsinogenik. Tanah yang terkontaminasi minyak bumi
fraksi berat ini merupakan masalah yang cukup serius bagi industri yang
melakukan penambangan minyak. Untuk itu harus dilakukan upaya pengelolaan
sesuai dengan Kepmen LH No 128 Tahun 2003 yaitu pengelolaan limbah minyak
bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis, sehingga TPH yang
terkandung dalam tanah terkontaminasi kurang dari 1%. Pengelolaan limbah
minyak bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis dilakukan
karena cara ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan dibandingkan dengan cara
kimia maupun fisika. Menurut Yetti (2008), dampak yang harus dikelola dan
dipantau dalam mencegah kerusakan lingkungan terdapat dalam RKL (Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan
13
Hidup) yang disusun pada dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan). Akan tetapi dalam dokumen tersebut tidak disebutkan teknologi
yang digunakan untuk membersihkan lingkungan dari tanah yang tercemar
limbah minyak bumi. Oleh karena itu pada penelitian ini, untuk meremediasi
tanah tercemar minyak bumi dilakukan melalui proses teknologi bioremediasi
dengan teknik bioslurry dan landfarming menggunakan konsorsium bakteri.
Limbah minyak bumi yang mengandung fraksi berat hidrokarbon ini lebih sulit
untuk didegradasi oleh bakteri, sehingga diperlukan konsorsium bakteri yang
memiliki kinerja tinggi dalam melakukan proses biodegradasi. Untuk itu
dilakukan pengembangan konsorsium bakteri yang mampu mendegradasi minyak
bumi fraksi berat dan mempelajari teknologi bioremediasi (landfarming dan
bioslurry) pengolahan tanah terkontaminasi minyak bumi fraksi berat. Untuk lebih
jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 dibawah
ini.
Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian
Limbah Minyak Bumi Fraksi Berat
Kelarutan Minyak Bumi Fraksi Berat
Bioremediasi dengan menggunakan mikroba
Pengelolaan
Kepmen LH No 128 Tahun 2003 tentang tata cara persyaratan teknis pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis
Bioteknologi
Spesies bakteri
Konsorsium bakteri
Aktifitas Penambangan Minyak Bumi
Pengolahan Limbah Minyak Berat dengan
Teknologi Landfarming
Pengolahan Limbah Minyak Berat dengan Teknologi Bioslurry
Teknik Bioremediasi yang efektif
14
DAFTAR PUSTAKA
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Willey and Sons. New York
Anas I. 1998. Bahan Kuliah Bioteknologi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. IPB. Bogor
Anonim 1995. Karakteristik beberapa mikroba lapangan minyak Indonesia dalam perspektif MEOR. Kumpulan makalah simposium III Lemigas. Jakarta
Chaerun SK, Asada R, Tazaki K. 2007. Biodegradation of heavy oil the Nakhodha
oil spill by indigenous microbial consortia. International journal of applied environmental sciences. Volume 2: 1 (pp 19-30)
Cookson JT. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. New York. Mc. Graw-Hill.
Fahruddin. 2004. Dampak tumpahan minyak pada biota laut. www.kompas.co/kompas-cetak/0403/17/ilpeng/918248.html [20 mei 2008].
Firdaus M. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi. Institut Teknologi Bandung. (Tidak dipublikasikan)
Ghazali FM. 2004. Biodegradation of Petroleum Hydrocarbons by Microbial
Consortia. Faculty of Science and Environmental Studies. Universiti Putra Malaysia.
Gogoi BK, Dutta NN, Goswami P, Mohani TRK. 2002. Studi Kasus Bioremediasi
pada Tumpahan Minyak-Hidrokarbon yang Mencemari Suatu Lokasi Tumpahan Minyak Mentah. Regional Research Laboratory. Bangalore India.
Hao R, Lu A. 2008. Biodegradation of Heavy Oils by Halophilic Bacterium. Progress in Natural Science 19: 997-1001
Helmi Q. 2006. Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Biodegradasi Sludge Minyak Bumi oleh Konsorsium Bakteri Petrofilik [Tesis]. Program Studi Teknologi Pengolahan Air dan Limbah. ITB.
Jacobucci DFC, Vasconcflos CK, Matsuura AB, Falconi FA, Durrant LR. 2001. Degradation of Diesel Oil by Biosurfactant-Producing Bacteria Strains. Campinas States University-Unicamp. Brazil.
Kadarwati S, Udiharto M, Legowo EH, Bagio E, Rahman M, Jasjfi E. 1994. Aktivitas Mikroba dalam Transformasi Substitusi di Lingkungan Hidrokarbon. Lembaran Publikasi Lemigas, Jakarta. 2:28-38.
15
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Limbah Minyak Bumi secara Biologis. Jakarta: Departemen Lingkungan Hidup.
Mangkoedihardjo S. 2005. Seleksi teknologi pemulihan untuk ekosistem laut
tercemar. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan. Institut Teknologi 10 November Surabaya.
Margesin R, Schinner F. 2001. Bioremediation (Natural attenuation and
biostimulation) of diesel-oil-contaminated soil in an Alpine glacier skiing area. Appl. Environ. Microbiol. 67(7):3127-3133
Morgan P, Watkinson RJ. 1994. Biodegradation of Component Petroleum. C. Railedge (ed). Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwer Academic Publishers, Belanda.
Murniasih T, Yopi, Budiawan. 2009. Biodegradasi Fenantren oleh Bakteri Laut Pseudomonas sp KalP3b22 Asal Kumai Kalimantan Tengah. Makara Sains. 13(1): 77-80
Prince RC, Clark JR, Lee K. 2003. Bioremediation Effectiveness: Removing Hydrocarbons While Minimizing Environmental Impact. 9th
Priyono R. 2008. Target 2008 tercapai, 202 sumur ekplorasi dibor tahun 2009. Buletin BPMIGAS No 54. Hal 3-5.
International Petroleum Environmental Conference, IPEC (Integrated Petroleum Environmental Consortium), Albuquerque, NM.
Sanchez O. 2006. A consortium of bacteria to degrade petrol. Departement de Genetica de Microbiologia, Universitat Autonoma de Barcelona.
Silvia S. 2010. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri dari Limbah Minyak Bumi PT Chevron Pacific Indonesia [Skripsi]. Teknik Lingkungan Universitas Andalas
Suardana P, Mulyono M, Setyo S, Supardi D, Santoso E. 2002. Pengaruh Surfaktan Alkilbenzena sulfonat linear dalam Mempercepat Bioremediasi Limbah Minyak Bumi. Simposium Nasional-IATMI, Jakarta
Supriyati D. 2009. Biodegradasi Fenantren oleh Mikroba Laut M5 (Alcanivorax Borkumensis) yang diisolasi dari Teluk Jakarta. J. Biol. Indon. 6 (1):143-151
16
Thontowi A. 2008. Potensi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Alkana sebagai Agen Bioremediasi Pencemaran Minyak di Laut Indonesia [Tesis]. Program Studi Bioteknologi IPB
Udiharto M. 1992. Aktivitas Mikroba dalam Degradasi Minyak Bumi. Diskusi Ilmiah VIII. Jakarta. PPPTMGB LEMIGAS.
Walter MV, Crawford RL. 1995. Overview : Biotransformation and Biodegradation. dalam Hurst CJ. Manual of Environmental Microbiology. ASM Press, Washington DC.
Wisjnuprapto, Kardena E, Suryaatmana P, Gladys S, Kristanti N. 2005.
Bioremediation of Petroleum Oil Contaminated Soils. Proceeding of the COE Joint Symposium on Environmental Engineering between Hokkaido University, Chungbuk National University and Bandung Institut of Technology. Sapporo. Japan
Yuliar G, Kartina, Sugiarto A. 1995. Inventarisasi kapang pendegradasi petroleum. Laporan teknik penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan biota Indonesia Pusat penelitian dan pengembangan biologi. LIPI. Bogor.
Yetti Y. 2008. Pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha MIGAS. [Disertasi]. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasajana IPB.