BAB I PENDAHULUAN · uji komposisi, uji densitas dengan ... Berisi penjelasan tentang metalurgi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN · uji komposisi, uji densitas dengan ... Berisi penjelasan tentang metalurgi...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekarang ini persaingan di dunia industri tentang produk yang dihasilkan
semakin tinggi. Perkembangan teknologi seakan menjadi alasan industri-industri
mengembangkan produk dengan mempertimbangkan nilai ekonomi dan efektifitas
waktu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan. Ditambah lagi, geometri produk
yang semakin kompleks dengan variasi bahan beragam membuat industri-industri
menemui kesulitan menggunakan proses konvesional dalam menghasilkan produk.
Untuk mengatasi permasalahan itu, salah satu cara untuk menghasilkan produk adalah
dengan menggunakan teknologi rapid prototyping (RP). Perkembangan teknologi dalam
proses RP telah mampu membuat produk dengan tingkat kerumitan yang tinggi. Salah
satu tekniknya adalah dengan metode Multi Material Deposition Indirect Sintering
(MMDIs) yang merupakan pengembangan dari proses sinter konvensional.
Perbedaan proses MMDIs dengan proses sinter konvensional adalah proses ini
menggunakan supporting powder sebagai penyangga serbuk sinter selain itu tidak
menggunakan cetakan khusus yang memerlukan kompaksi sehingga produk yang
dihasilkan dengan proses MMDIs dapat bergeometri lebih kompleks tanpa dibatasi
geometri cetakannya.
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas karakteristik produk hasil MMDIs serbuk
Ni dengan supporting powder besi cor. Penelitian ini merupakan penelitian awal sifat
dan struktur produk untuk pengembangan proses RP dengan menggunakan metode
MMDIs.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Membuat produk hasil sintering untuk uji penyusutan, uji tarik, uji mikrografi,
uji komposisi, uji densitas dengan bahan serbuk Ni dan uji konduktivitas termal
dengan bahan serbuk Cu disertai variasi temperatur yaitu 870 OC, 900
OC, 930
OC dan variasi ukuran partikel supporting powder besi cor mesh 100 dan 150.
2
b. Menganalisa pengaruh temperatur terhadap sifat tarik pada Ni hasil sintering.
c. Menganalisa struktur mikrografi produk Ni hasil sintering.
d. Menganalisa penyusutan dan densitas produk Ni hasil sintering.
e. Menganalisa sifat termal Cu sintering.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa batasan masalah yang
diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal, diantaranya:
a. Material uji yang digunakan sebagai bahan baku adalah serbuk Ni dengan
spesifikasi:
Kemurnian ≥ 99.5 % dan Particle size 10 µm
b. Material yang digunakan sebagai bahan supporting powder adalah besi cor
dengan mesh 100 dan 150.
c. Holding time proses indirect pressureless sintering selama 4 jam.
d. Pengujian dilakukan dengan variasi temperatur 8700
C, 9000 C dan 930
0 C
e. Pengujian yang dilakukan antara lain uji tarik. uji mikrografi, uji penyusutan, uji
densitas, uji komposisi produk ditambah dengan uji konduktivitas termal.
1.4 Metode Penelitian
1.4.1 Studi Pustaka
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari referensi-referensi
yang berkaitan dengan penyusunan Tugas Akhir ini.
1.4.2 Pembuatan Produk Sintering
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Persiapan bahan dan alat deposisi serbuk
Bahan produk adalah serbuk Ni, bahan supporting powder adalah serbuk besi
cor dengan mesh 100 dan 150. Alat deposisi adalah corong dari plat Aluminium
dan cetakannya berupa plat Aluminium tipis. Sedangkan wadah cetakannya
adalah pipa baja yang dibuat berbentuk cangkir.
b. Pembuatan build part
3
Mendeposisi serbuk besi cor sebagai alas dalam cangkir, mendeposisi serbuk Ni
sesuai dengan bentuk cetakan Aluminium plat tipis, mendeposisi supporting
powder besi cor disetiap sisi plat alumunium dan diatas serbuk Ni yang telah
terdeposisi sebelumnya kemudian mencabut cetakan Aluminium.
c. Proses indirect pressureless sintering dalam tungku Hoffman
Melakukan sintering tanpa kompaksi dengan variasi temperatur 8700
C, 9000
C
dan 9300 C dengan holding time 4 jam dalam tungku Hoffman.
d. Pelepasan spesimen dari wadah
Melepas produk hasil sintering dari wadah cetakannya.
e. Proses pembentukan menjadi spesimen uji tarik, mikrografi dan penyusutan
Membentuk produk Ni hasil sintering menjadi spesimen untuk uji tarik,
mikrografi, dan penyusutan.
1.4.3 Pengujian dan Analisa Data
Tahap ketiga yang dilakukan adalah spesimen Ni yang sudah dibuat diuji dengan
pengujian penyusutan, tarik, mikrografi, densitas, komposisi dan spesimen Cu yang
dibuat diuji konduktivitas termal kemudian data hasil pengujian diolah dalam tabel,
grafik, foto dan dapat ditarik hubungan bahwa variasi temperatur, metode sintering,
ukuran partikel berpengaruh terhadap karakteristik produk Ni dan Cu hasil sintering.
1.4.4 Asistensi dan Konsultasi
Langkah ini dilakukan dengan cara asistensi dan konsultasi mengenai materi
Tugas Akhir dengan Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Laporan Tugas Sarjana yang digunakan adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, pembatasan
masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
4
Berisi penjelasan tentang metalurgi serbuk, teori serbuk, indirect
pressureless sintering dan proses MMDIs.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang bahan penelitian, pembuatan produk, tahapan
penelitian, pengujian material, dan diagram alir penelitian dan teknis
pelaksanaan pengujian.
BAB IV DATA DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN
Berisi tentang data hasil pengujian indirect pressureless sintering
serbuk Ni yang berupa pengujian shrinkage, pengujian tarik, pengujian densitas,
pengujian komposisi, pengujian mikrografi serta pengujian konduktivitas termal
pada produk Cu hasil sintering.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari hasil pengujian dan saran untuk
penelitian selanjutnya agar didapatkan hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Metalurgi Serbuk
Proses pembuatan produk ada bermacam-macam, seperti dengan cara metal-
forming, pengecoran, powder metallurgy (PM), pengelasan dan dengan proses
permesinan. Metode yang digunakan dalam pembentukan produk ini dipilih berdasarkan
beberapa faktor yang terpenting adalah sifat dari bahan yang akan dibentuk, ukuran dan
hasil akhir yang diinginkan dan tentu saja biaya yang diperlukan (Callister, 1994).
Proses pembentukan produk dari logam dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram proses pembuatan produk (Callister, 1994).
PM adalah proses pembentukan produk dari serbuk material dengan atau tanpa
cara penekanan, yang diikuti dengan proses perlakuan panas untuk memperoleh
kepadatan yang diinginkan (Callister, 1994). Dalam PM, serbuk dapat berfungsi sebagai
bahan utama produk atau bahan pengikat sehingga dalam prosesnya, serbuk dapat
dicampur dari dua jenis bahan serbuk atau lebih. Bahan serbuk dapat berupa logam,
keramik maupun polimer tergantung pada karakteristik produk yang akan dibuat dengan
gaya gravitasi atau gaya pendorong lainnya, serbuk dapat dialirkan atau dapat
dipadatkan. Faktor terpenting dalam proses PM adalah sebagai berikut (ASM Handbook
vol.7, 1998):
Metal fabrication techniques
Forming operations Casting Miscellaneous
Forging Rolling Extrusion Drawing Sand Die Investment Continuous Powder
Metallurgy
Welding
6
2.1.1 Ukuran serbuk (size)
Ukuran serbuk berpengaruh pada beberapa parameter yaitu tingkat keakuratan
atau geometri karena semakin kecil serbuk maka ketelitiannya semakin tinggi sehingga
dimensi produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan, mampu alir yang
menggambarkan sifat alir serbuk dan kemampuan memenuhi ruangan cetak(Amstead
dkk, 1985) sehingga mengecilnya ukuran partikel serbuk akan mempersempit rongga
atau celah antar partikel.
2.1.2 Tingkat kerumitan produk (shape complexity) dan Toleransi (tolerances)
PM adalah proses pembuatan produk yang memungkinkan untuk dapat
menghasilkan produk hasil akhir yang komplek. Kemampuan untuk menghasilkan
bentuk yang komplek (rumit) pada PM tergantung pada metode yang digunakan untuk
menyatukan serbuk. Untuk mengendalikan toleransi, yang berarti bentuk hasil akhir dari
produk mendekati dengan bentuk yang diinginkan merupakan masalah yang komplek
pada PM. Toleransi berkaitan erat dengan beberapa parameter, diantaranya adalah
karakteristik serbuk, penekanan yang dilakukan, dan sintering.
2.1.3 Material yang dipakai (material systems)
Bentuk serbuk, ukuran dan kemurnian serbuk adalah faktor yang penting dalam
proses PM. Untuk beberapa proses PM, serbuk haruslah berukuran kecil, dengan bentuk
yang seragam (berbentuk bola) sedangkan untuk penggunaan yang lain diperlukan
bentuk serbuk yang tidak beraturan. Pada umumnya semua jenis material dan paduan
dapat dijadikan serbuk. Untuk beberapa jenis material yang khusus seperti cemented
carbides, copper-tungsten composites dan material yang sukar dijadikan serbuk, seperti
contohnya tungsten, molybdenum dan tantalum, pengolahan material menjadi bentuk
serbuk ini hanya dapat dilakukan pada pabrik yang khusus menangani serbuk tersebut.
2.1.4 Produk yang dihasilkan dan biaya (quantity and cost)
Nilai ekonomis dari PM adalah sebagai fungsi dari produk yang akan dihasilkan.
Sebagai contohnya, biaya per massa yang diperlukan untuk produk PM dari baja seperti
terlihat pada Tabel 2.1 berikut
7
Tabel 2.1 Biaya Per Pon Massa yang Diperlukan untuk Pembuatan Produk PM Material
Baja(ASM Handbook vol. 7, 1998)
Condition Density range, g/cm3 1997 selling price
(a), $/lb.
Pressed and sintered 6,0-7,1 2,45-2,70
Pressed, sintered, sized 6,0-7,1 2,90-3,20
Copper infiltrated 7,3-7,5 3,50-3,55
Warm formed 7,2-7,4 3,10-3,30
Double pressed and sintered 7,2-7,4 4,00-4,10
Metal injection molded 7,5-7,6 45,0-70,0
Hot forged 7,8 5,00-5,50
Double press and sinter + HP 7,87 6,00-7,00
2.2 Teori Serbuk
Serbuk adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm. Kebanyakan
serbuk yang digunakan dalam PM adalah serbuk logam, meskipun kadang juga sering
dikombinasi dengan fasa lain seperti keramik dan polimer. Pengembangan teknologi
untuk pembuatan produk dengan menggunakan serbuk merupakan suatu langkah yang
tepat untuk menghasilkan produk dengan bentuk yang komplek, memiliki kualitas atau
tingkat ketelitian yang bagus dan lebih ekonomis. Cara pembuatan serbuk bermacam-
macam antara lain cara mekanik, elektrolisis, reaksi kimia serta dengan atomisasi logam
cair.
2.2.1 Pembuatan Serbuk
Secara teoritis semua logam dapat dibuat menjadi serbuk, tetapi hanya beberapa
jenis logam yang dimanfaatkan dalam pembuatan serbuk logam. Metode yang
digunakan dalam pembentukan serbuk tergantung pada sifat-sifat khusus dari material
logam. Berbagai jenis logam mempunyai ciri-ciri fisis dan kimia tertentu sehingga
memerlukan cara pembuatan yang berbeda. Karena prosedur pembuatannya berbeda
maka akan mempengaruhi pada ukuran, bentuk dan struktur partikelnya(German, 1994).
Ada empat kategori utama dalam pembuatan serbuk logam, yaitu
8
a. Proses pembuatan secara mekanik ( mechanical fabrication )
b. Proses pembuatan secara reaksi kimia ( chemical reaction )
c. Proses pembuatan dengan proses endapan elektrolit ( electrolytic deposition)
d. Proses atomisasi ( atomization)
2.2.2 Karakteristik Serbuk
Ukuran partikel, bentuk dan distribusi ukuran serbuk logam mempengaruhi
karakteristik dan sifat-sifat fisis dari benda yang akan dibuat dengan proses penekanan.
Serbuk dibuat menurut spesifikasi antara lain:
a. Bentuk partikel (particle shape)
Bentuk dari partikel tergantung pada cara pembuatannya, bentuk partikel ini
akan mempengaruhi packing, aliran (flow) dan kompresitas(German, 1994).
Bentuk partikel ada bermacam-macan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk partikel serbuk (German, 1994).
b. Ukuran partikel serbuk (kehalusan)
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel, keduanya memiliki pengaruh
yang signifikan dalam mampu alir dan sifat lainnya, seperti bulk density, angle
of repose dan compressibility dari bulk solids. Perubahan kecil pada ukuran
partikel bisa menyebabkan perubahan yang signifikan dalam menghasilkan
9
mampu alir. Exner dkk (2004) menyatakan bahwa dimensi serbuk yang halus
akan lebih mudah bereaksi bila dibandingkan dengan dimensi serbuk yang lebih
besaryang dapat menurunkan mampu alir material. Sebagai contoh, Farely dan
Valentin (1967/1968) meneliti tentang pengaruh distribusi ukuran partikel pada
sifat serbuk, mereka menyimpulkan bahwa ukuran partikel merupakan faktor
penting dalam mengatur struktur susunan serbuk dan pada waktu yang
bersamaan gaya interparticulate mempengaruhi kekuatan struktur serbuk
(Ganesan dkk, 2008).
Ukuran partikel juga mempunyai peranan penting dalam compressibility serbuk
karena meningkatnya ukuran partikel biasanya menyebabkan meningkatnya
compressibility (Ganesan dkk, 2008). Dalam kebanyakan kasus, ketika serbuk
menjadi lebih halus maka serbuk akan menjadi lebih kohesif dan sulit untuk
dikendalikan (ASM Handbook, Vol.7, 1998), seperti Tabel 2.2 tentang variasi
ukuran partikel.
Tabel 2.2 Ukuran Dari Partikel (Brown dan Richards,1970,Nedderman, 1992)
Tingkatan ukuran
partikel (µm) Klasifikasi
< 1 Serbuk sangat halus
SERBUK 1 - 100 Serbuk super lembut
10 - 100 Butiran serbuk MATERIAL BUTIRAN 100 - 3000 Butiran padat
> 3000 Pecahan padat
c. Distribusi ukuran partikel
Dalam memproduksi serbuk logam ukuran partikel yang dihasilkan tidaklah
seragam, terdapat daerah ukuran partikel serbuk. Ukuran partikel yang
terkumpul tersebut lalu dianalisa distribusi ukuran partikelnya kemudian
distribusi ukuran partikel dibuat dalam bentuk histogram atau frekuensi yang
menunjukkan jumlah dari serbuk pada tiap-tiap ukuran. Pengaruh distribusi
ukuran partikel ini pada mampu alir, appereant density, densitas dan porositas
produk(Amstead dkk, 1985).
d. Mampu alir ( flowability )
10
Mampu alir merupakan karakteristik yang menggambarkan sifat alir serbuk dan
kemampuan memenuhi ruangan cetak(Amstead dkk, 1985). Kemampuan alir
serbuk berkaitan erat dengan sifat kohesi antar partikel sehingga partikel yang
memiliki kemampuan pemadatan (packability) bagus akan memiliki kemampuan
alir yang bagus juga (Castellanos, 2000).
e. Sifat kimia
Terutama menyangkut kemurnian serbuk logam dan pengotor (impurity) yang
berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan(Amstead dkk, 1985).
f. Kompresibilitas (compressibility)
Compresibility adalah perbandingan volume serbuk semula dengan volume
benda yang sudah ditekan. Jika volume serbuk mula-mula didefinisikan V0 dan
volume benda yang sudah ditekan didefinisikan V1, maka compresibility sama
dengan V0/V1. Nilai berbeda-beda dan dipengaruhi oleh distribusi ukuran dan
bentuk butir, kekuatan tekan green body tergantung pada kompresibilitas
(German, 1994).
g. Appereant density
Appereant density atau berat jenis serbuk dinyatakan dalam g/cm3. Serbuk yang
ditempatkan pada sebuah silinder yang sudah diketahui volumenya lalu berat serbuk
yang memenuhi silinder tersebut ditimbang beratnya (Amstead dkk, 1985).
2.3 Pemprosesan Pemisahan Ukuran Partikel Serbuk (Pengayakan)
Salah satu teknik untuk menganalisis ukuran partikel adalah pengayakan(sieve
analysis). Ayakan merupakan kisi-kisi yang terbuat dari kawat, ukuran ayakan
dinyatakan dengan mesh. Ukuran mesh identik dengan jumlah kawat per unit panjang,
semakin besar ukuran mesh maka semakin kecil ukuran bukaan.
Proses dasar pengayakan adalah lolosnya serbuk dari sebuah ayakan dengan
beberapa bukaan. Partikel yang lolos dari ayakan adalah partikel yang lebih kecil dari
ukuran bukaan, dan partikel yang tertinggal adalah partikel yang lebih besar. Sebagai
contoh, mesh 200 menyatakan ada 200 kawat per inchi atau 127µm jarak antar pusat
kawat, ukuran mesh ini menggunakan kawat yang berukuran 52 µm, sehingga ukuran
bukaan adalah 75 µm. Teknik pengayakan biasa digunakan untuk menganalisis partikel
yang lebih besar dari 38 µm (Smallman dan Bishop, 1995). Ukuran standar bukaan
11
untuk teknik pengayakan diperlihatkan pada Tabel 2.3. Analisis pengayakan tersusun
dalam formasi bukaan besar menuju kecil dalam susunan dari atas ke bawah, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Tabel 2.3 Ukuran Standar Teknik Pengayakan(Smallman dan Bishop, 1995)
Ukuran Mesh
Bukaan ( m )
Ukuran Mesh
Bukaan ( m )
18 1000 120 125
20 850 140 106
25 710 150 100
30 600 170 90
35 500 200 75
40 425 230 63
45 355 270 53
50 300 325 45
60 250 400 38
70 212 450 32
80 180 500 25
100 150 600 20
Gambar 2.3 Analisis pengayakan dalam susunan dari bukaan besar ke kecil dalam
susunan vertikal(diadopsi dari Smallman dan Bishop, 1995).
12
Serbuk dimasukkan pada bagian rak ayakan paling atas kemudian digetarkan
selama 15 menit setelah digetarkan sejumlah serbuk yang masuk kedalam masing-
masing ayakan ditimbang dan dihitung persentasenya. Partikel serbuk yang melewati
ukuran mesh ditandai dengan tanda (-) dan yang tertahan di suatu tingkat mesh diberi
tanda (+). Sebagai contoh, -100/+200 mesh artinya serbuk tersebut melewati ukuran 100
mesh tetapi tidak bisa melewati ukuran 200 mesh, artinya ukuran serbuk berada pada
interval 150-75 µm (Smallman dan Bishop, 1995).
2.4 Sintering
Proses sintering merupakan proses pemadatan material serbuk dengan cara
membentuk ikatan batas butir antar serbuk penyusunnya. Ikatan antar butir terjadi akibat
pemanasan dengan atau tanpa penekanan dan temperatur sintering diatur dibawah
temperatur leleh dari partikel penyusunnya. Proses pemanasan biasanya dilakukan
selama 8 hingga 24 jam (Fayed dan Otten, 1997).
Pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuk ikatan-ikatan antar
partikel. Panas menyebabkan bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan
permukaan meningkatdengan perkataan lain, proses sinter menyebabkan bersatunya
partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan bertambah. Selama proses ini terbentuklah
batas-batas butir, yang merupakan tahap permulaan rekristalisasi. Di samping itu, gas
yang ada menguap dantemperatur sinter umumnya berada di bawah titik cair unsur
serbuk utama selama proses sinter terjadi perubahan dimensi, baik berupa
pengembangan maupun penyusutan tergantung pada bentuk dan distribusi ukuran
partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur sinter dan tekanan pemampatan(German,
1994).
Beberapa tahapan proses terjadi selama sinter, tahapan tersebut pada umumnya
mengacu pada perubahan fisik ketika proses pembentukan ikatan antar partikel
berlangsung. Tahapan sinter diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Awal (Initial Stage), secara umum ditandai dengan penyusunan kembali
formasi leher, yang meliputi penyusunan kembali partikel dan formasi leher
awal di titik kontak antar partikel, penyusunan kembali formasi partikel setelah
mengalami pergerakan untuk meningkatkan jumlah titik kontak dan pada
akhirnya membentuk ikatan pada titik kontak tersebut, dengan pergerakan
13
material terjadi dengan energi permukaan tertinggi (German, 1994). Tahapan
pertama dalam proses sinter seperti ditunjukkan Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Tahap pertama proses sinter, a) Partikel awal, b) Penyusunan kembali,
c) Terbentuknya formasi leher(diadopsi dari German, 1994).
b. Tahap Kedua (Intermediate Stage), pertumbuhanleher terus berlanjut, yang
diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Perubahan fisik selama
tahap kedua adalah sebagai berikut pertumbuhan ukuran leher antar partikel,
porositas menurun atau berkurang, pusat partikel bergerak semakin dekat secara
bersama-sama, penyusutan setara dengan jumlah berkurangnya porositas, batas
butir mulai berpindah sehingga butir mulai bertumbuh, terbentuknya saluran
yang saling berhubungan(continuous channel) dan berakhir ketika porositas
terisolasi. Penyusutan secara maksimal terjadi pada tahap kedua (German,
1994). Tahapan kedua proses sinter ditunjukkan Gambar 2.5.
Gambar 2.5 a) Pertumbuhan leher dan volume penyusutan b) Perpanjangan dari batas
butir, c) Pertumbuhan butir berlanjut danbatas butir meluas, volume
14
penyusutan dan pertumbuhan butir (diadopsi dari German, 1994).
c. Tahap Ketiga (Final Stage) ditandai dengan hilangnya struktur pori dan
munculnya batas butir. Perubahan fisik selama tahap akhir meliputiporositas
mengalami pergerakan terakhir dan pertumbuhan butir terjadi. Mekanisme sinter
tahap ketiga ditunjukkan seperti Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
Gambar 2.6 a) Pertumbuhan leher dengan discontinues pore-phase, b) Pertumbuhan
butir dengan pengurangan porositas,c) Pertumbuhan butir(diadopsi dari
German, 1994).
Gambar 2.7 Pertumbuhan ikatan mikrostruktur antar partikel keramik selama proses
sinter(diadopsi dari German, 1994).
15
Model sinter dapat digambarkan dalam bentuk dua partikel yang membentuk
ikatan antar partikel selama sinter. Dimulai dengan kontak titik dan dilanjutkan dengan
pertumbuhan leher yang terjadi pada batas butir kontak partikel. Jika waktu cukup, dua
partikel akan bergabung menjadi satu partikel besar seperti pada Gambar 2.8.
D D
leher
Batas
butir
1,26
DKondisi akhir, dua partikel
membentuk satu partikel bulat
jika cukup waktu
Pertumbuhan leher
Tahap berikutnya
(waktu panjang)
Tahap awal,
Pertumbuhan leher
(waktu pendek)
Titik kontak awal
Partikel bulat
D = diameter
Gambar 2.8 Model sinter dua partikel (diadopsi dari German, 1994).
2.4.1 Mekanisme Sintering
Sintering dapat terjadi dengan variasi dari mekanismenya. Masing-masing
mekanisme dapat bekerja secara individu atau kombinasi dengan yang lain untuk
mendapatkan densifikasi. Sedangkan sumber energi (driving force) dari proses sintering
adalah energi permukaan. Energi permukaan tiap satuan volume berbanding terbalik
dengan diameter partikel jadi partikel berukuran kecil mempunyai energi lebih besar
daripada partikel dengan ukuran besar. Selama proses sintering terjadi perpindahan
massa dari partikel ke neck dan perpindahan massa ini terjadi untuk mengurangi energi
permukaan partikel dengan cara memperluas permukaan partikel jadi selama proses
sintering terjadi eliminasi atau pengurangan energi permukaan (German, 1994). Karena
16
eliminasi energi pemukaan merupakan proses yang terjadi selama sintering maka
parameter yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat sintering (degree of sintering)
adalah luas permukaan. Parameter lain yang bisa digunakan dalam mengukur tingkat
sintering adalah perbandingan antara ukuran neck (X) dengan diameter partikel (D),
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Permodelan Partikel (German, 1994).
Berdasarkan mekanisme ikatannya, proses sinter dikategorikan menjadi : vapor
phasesintering (VPS), solid state sintering (SSS), liquid phase sintering (LPS).
Penjelasan masing-masing jenis sinter diuraikan sebagai berikut:
2.4.1.1 Vapor Phase Sintering (VPS)
Energi gerak dalam VPS disebabkan oleh perbedaan tekanan uap sebagai fungsi
kurva permukaan. Mekanismenya seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Skema dari Vapor – Phase Sintering(Kwon, 1992).
(a)Material bergerak dari permukaan partikel yang mempunyai tekanan uap
relatif tinggi ke daerah kontak di antara partikel yang mempunyai tekanan
uap lebih rendah, Transpotasi fase uap meningkat dengan mengecilnya
ukuran partikel.
(b) Terjadi ikatan pada daerah kontak antar partikel. (c) Tahap akhir dari proses kedua partikel berikatan, ukuran dari partikel
berubah, tidak terjadi shrinkage dan menyebabkan densifikasi. Harus
disertai mekanisme lain yang menghasilkan pergerakan material bulk dari
lubang ke permukaan luar.
17
2.4.1.2 Solid State Sintering (SSS)
Dalam proses SSS, mekanisme gerakan bahan berupa difusi dengan energi
gerakan berasal dari perbedaan energi potensial kimia bebas. Secara umum tahapan
proses sinter merupakan suatu interval perubahan geometri yang diikuti penurunan
ukuran rongga. Pada SSS, sinter terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap
intermediate dan tahap akhir. Selama tahap awal kontak titik antar partikel terus
meningkat hingga membentuk pertumbuhan leher dari 0 sampai mendekati 0.2%,
sedangkan densitas meningkat hingga mencapai 60% sampai 65%.
Pada tahap intermediate penggabungan antar butir terus terjadi hingga
membentuk saluran rongga kontinyu, densitas meningkat dari 65% ke 90%, rongga
mulai hilang dari saluran silindris. Sedangkan pada tahap akhir saluran rongga kontinyu
menghilang dan berubah bentuk menjadi rongga-rongga terpisah satu dengan lainnya
(Barsoum, 1997). Pada SSS mengalami proses sebagai berikut seperti pada jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Skema dari Solid State Sintering (SSS) (Kwon, 1992).
Mekanisme ikatan antar partikel didorong oleh mekanisme transport yang
berupasurface transport dan bulk transport. Surface transport terdiri dari difusi
permukaan dan evaporasi-kondensasi, sedangkan bulk transport terdiri dari difusi
Terjadi kontak
pada permukaan
kedua partikel
Terjadi ikatan pada
permukaan kedua
partikel karena proses
difusi
Tahap akhir dari proses
kedua partikel berikatan
jarak antara pusat dari kedua
partikel berkurang
18
volume, difusi batas butir, aliran plastis dan aliran viscous. Transportpermukaan
menghasilkan pertumbuhan leher tanpa penyusutan.
Gaya pendorong proses sinter berupa energi permukaan yang besar per unit
volumenya meningkat sebanding dengan penurunan diameter partikel. Selama proses
sinter, transportasi masa terjadi dari partikel ke leher. Berdasarkan hukum
kesetimbangan energi, transport masa bertujuan untuk menurunkan energi permukaan
partikel dengan meningkatkan luas permukaan partikel, sehingga selama proses sinter
energi permukaan akan turun (Barsoum, 1997).
2.4.1.3 Liquid Phase Sintering (LPS)
Energi gerak LPS berupa perbedaan tegangan permukaan antar partikel. Dalam
sistem sinter ini, fase cair berguna sebagai media transport dan proses sinter cepat
(rapid sintering) terjadi ketika beberapa kriteria ditemukan seperti: fase cair berupa
lapisan film di sekitar fasa padat, pada kondisi ini derajat kebasahan merupakan faktor
utama dan fase cairan harus memiliki kelarutan padat (Lenel, 1980). Huppmann
menyatakan bahwa sinter cepat terjadi bila transport difusi atom-atom padat larut dalam
fase cair cukup tinggi (Huppmann,1975).
Dalam LPS, laju densifikasi jauh lebih cepat dibandingkan dalam SSS (German,
1996). Gradien penyusutan pada serbuk tersinter padat secara khusus berhubungan
dengan gradien densitas green part, sedangkan reduksi penyusutan selama sinter di
bawah padatan dihubungkan dengan gesekan antara padatan dan material substrat
(Gurland, 1962). Densifikasi dan distorsi bentuk selama LPS tergantung pada gaya
pendorong dan hambatan deformasi kekentalan (German, 1996). Liu dkk (1999)
menyatakan bawah gaya kapilaritas digunakan sebagai gaya pendorong dalam
pemadatan dan tegangan permukaan, sedangkan gravitasi digunakan sebagai gaya
pendorong distorsi bentuk. LPS mempunyai beberapa keuntungan yaitu adanya
peningkatan kinetik saat terjadinya sintering dan bisa menutup pada daerah yang
kosong. Sedangkan kerugian dari proses sintering LPS yaitu adanya distorsi bentuk dan
sulit mengontrol parameter sintering dari fasa cair (temperatur mempengaruhi
dissolution dan kristalisasi). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.12.
19
Gambar 2.12 (a). Skema diagram dari tahap-tahap LPS (0) melting, (I) rearrangement,
(II) solution precipitation, (III) pore removal
(b).Tahap-tahap LPS dengan contoh densifikasi actual sebagai fungsi
temperatur sintering dan waktu pada sistem alumina-glass(Kwon,
1992).
2.4.2 Indirect Pressureless Sintering
Pada proses sinter konvensional, sebelum dipanaskan dalam furnace serbuk
dikompaksi dalam cetakan namun dalam proses ini tidak ada kompaksi dalam
pembuatan produk hasil sintering. Serbuk supporting powder yang mempunyai titik
leleh dibawah serbuk produk berfungsi sebagai serbuk penyangga serbuk produk dan
penghantar panas selama proses sinter berlangsung. Mekanisme yang dipakai sama
dengan SSS dimana mekanisme gerakan bahan berupa difusi dengan energi gerakan
berasal dari perbedaan energi potensial kimia bebas sehingga terjadi ikatan antar
partikel dan terjadi penyusutan terhadap produk hasil sinter. Secara umum tahapan
proses indirect pressureless sintering merupakan suatu interval perubahan geometri
yang diikuti penurunan ukuran rongga dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap awal,
tahap intermediate dan tahap akhir sedangkan parameter yang digunakan dalam proses
ini yaitu temperatur dimana difusi merupakan satu-satu mekanisme pembentuk ikatan,
maka peningkatan temperatur akan mempertinggi kinetika sinter. Energi aktivasi difusi
bulk selalu lebih tinggi dari pada difusi batas permukaan maupun batas butir, oleh
karena itu kenaikan temperatur selalu mempertinggi mekanisme difusi bulk yang
20
mendahului proses solidifikasi dan ukuran partikel dalam hal ini gaya pendorong
pemadatan adalah pereduksian luaran permukaan, semakin luas permukaan, semakin
besar gaya pendorong. Ukuran partikel yang semakin halus akan meningkatkan
karakteristik mekanik produk sinter, namun ukuran partikel yang sangat halus akan
memunculkan persoalan serius. Mengecilnya ukuran partikel akan meningkatkan rasio
permukaan atau volume, gaya elektrostatik dan gaya-gaya lainnya semakin dominan,
yang mendorong terjadinya aglomerasi. Selama pemanasan, aglomerasi cenderung akan
tersinter bersama menjadi partikel yang lebih besar, bukan hanya menghamburkan gaya
pendorong untuk proses pemadatan, tetapi juga menciptakan rongga besar diantara
aglomerasi tersinter dan sulit untuk dihilangkan. Proses ini merupakan penelitian awal
yang nantinya akan dijadikan dasar terbentuknya smart material.
2.5 Multi Material Deposition Indirect Sintering(MMD-IS)
Dikembangkannya proses MMD-IS didasarkan pada kebutuhan pembuatan
produk-produk multi material. Pengembangan proses RP untuk pembuatan produk
multi- material diawali oleh Jepson dkk pada tahun 2000 dengan cara memodifikasi
proses SLS terutama pada bagian sistem deposisi materialnya. Pada pengembangan
berikutnya pengkombinasian material dalam suatu komponen ditunjukkan untuk
menghasilkan karakteristik luaran yang unik seperti aspek respon terhadap lingkungan
maupun aspek fisik lainnya dan karakteristik luaran produk multi-material tergantung
pada formasi, jenis material penyusun, komposisi.
Kondisi inilah yang dijadikan dasar untuk memformulasikan produk-produk
material pintar(smart material). Pengaplikasian produk material pintar dalam produk
rekayasa cenderung meluas dari waktu ke waktu dan sebagai parameter yang lain
bergantung pada temperatur dan humiditas.
2.5.1 Prinsip Kerja pada MMD-IS
Seperti pada proses-proses sebelumnya, proses MMD-IS dibuat dengan lapis per
lapis. Dalam proses pembuatannya,serbuk produk dan serbuk support dialirkan melalui
sebuah hoper nosel untuk membentuk suatu produk yang diinginkan dengan
menggunakan program yang telah dimodelkan dalam komputer sesuai dengan kode-
kodenya. Penataan serbuk produk dilakukan dengan menjalankan hoper, sedangkan
21
serbuk support dapat dilakukan dengan hoper ataupun dengan mekanisme rol. Jika
proses untuk lapis pertama selesai maka build part diturunkan dan kemudian
dilanjutkan ke lapis berikutnya. Setelah proses penataan serbuk selesai, serbuk tersebut
disinter. Adapun proses pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Tahap-tahap proses MMD-IS (Widyanto, 2008).
Pergerakan hoper disini disimbolkan dengan koordinat X Y, sedangkan
ketebalan tiap lapisan untuk mendefinisikan gerakan komponen build part disimbolkan
dalam arah Z. Sedangkan dalam proses pendeposisian serbuk produk dilakukan dengan
mekanisme screw feeder hopper. Untuk pendeposisian serbuk penyangga dapat
dilakukan dengan mekanisme screw feeder powder atau dengan mekanisme rol.
Penggunaanmaterialsebuk pada MMD-IS harus mempunyai kemampualiran
yang baik, salah satu parameter yang digunakan adalah bentuk partikel. Bentuk
spherical terbukti dapat menghasilkan kemampualiran serbuk yang baik, untuk itulah
pembuatan alat sphericalisasi juga mempunyai peran yang penting.
Sistem koordinat yang dipakai dalam mesin MMD-IS menyerupai koordinat
kartesian tetapi mempunyai arah yang berbeda. Secara umum sistem koordinat mesin
MMD-IS dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Pemodelan 3D Deposisi serbuk
Deposisi serbuk pendukung
Deposisi serbuk Proses sintering
Produk selesai
22
Gambar 2.14 Sistem koordinat mesin MMD-IS.
Teknologi MMD-IS ini memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a. Alat ini dapat digunakan untuk membuat suatu produk dengan menggunakan satu
alat untuk satu serbuk.
b. Proses deposisi serbuk dilakukan dengan metode screw feeder deposition yang
memungkinkan pengaturan pemosisian serbuk dalam formasi horizontal.
c. Proses sintering dapat dilakukan dengan memanfaatkan alat furnace konvensional,
sehingga dapat menekan ongkos produksi atau investasi bila dibandingkan dengan
penggunaan mesin-mesin RP komersial.
2.5.2 Metode Deposisi pada MMD-IS
Pendeposisian serbuk ditujukan untuk mengatur serbuk dalam formasi tertentu
lapisan demi lapisan. Proses deposisi serbuk ditujukan untuk mengatur serbuk masuk ke
dalam build part dengan ketebalan tertentu.
2.5.3 Serbuk Produk Proses MMD-IS
Serbuk produk adalah serbuk penyusun produk yang diproses lapisan per lapisan
menjadi produk.Selain berfungsi menjadi bahan utama produk, serbuk produk juga
dapat berfungsi menjadi bahan pengikat. Bahan serbuk dapat berupa bahan logam,
keramik maupun polimer tergantung pada karakteristik produk yang akan dibuat.
Dengan adanya gaya gravitasi atau gaya pendorong lainnya, serbuk dapat dialirkan atau
dapat dipadatkan. Dalam prakteknya, logam satu dapat digabungkan dengan jenis logam
lainnya sehingga membentuk paduan, Baja merupakan salah satu contoh logam paduan
yang berbahan dasar besi (Fe) yang dipadu dengan bahan-bahan pendukung seperti
X -
X + Z+ Z-
Y+
Build Part Area
23
krom, mangan dan lain-lain. Masih banyak bahan paduan lain, seperti paduan
aluminium, paduan magnesium, paduan titanium, paduan nikel, paduan zinc dan paduan
tembaga.
2.5.4 Serbuk Penyangga Proses MMD-IS
Serbuk penyangga adalah serbuk yang berfungsi untuk menyangga serbuk
produk. Standar suatu serbuk dapat menjadi serbuk penyangga yaitu titik lelehnya harus
jauh lebih tinggi dari serbuk produk. Peranan serbuk penyangga antara lain sebagai
berikut:
a. Menstabilkan posisi serbuk produk dalam build part, pada fungsi ini serbuk
penyangga bertindak sebagai serbuk pengisi celah sehingga serbuk produk tidak dapat
bergeser akibat goncangan maupun karena proses pengerolan.
b. Meningkatkan kompleksitas geometri produk, yaitu serbuk penyangga berfungsi
sebagai serbuk penyangga bentuk menggantung(overhang).
c. Sebagai media penghantar panas pada proses sinter (Widyanto, 2008).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain besi cor dan nikel.
Ukuran partikel serbuk nikel sebesar 10 μm. Sedangkan ukuran partikel serbuk besi cor
divariasikan meliputi ukuran 100 dan 150 µm (Mesh 150 dan 100 ASTM). Pemisahan
ukuran dilakukan dengan proses pengayaan(sieving). Data bahan lainnya yang
diperlukan untuk proses analisa adalah harga konduktivitas termal masing-masing
bahan.
3.1.1 Besi cor
Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silikon, mangan, fosfor
dan belerang. Terdiri dari grafit dengan matriks ferrit atau perlit dan kadar karbon yang
terkandung dalam besi cor lebih dari 2% – 6.67%. Kadar karbon yang tinggi tersebut
dapat menyebabkan besi tuang menjadi rapuh, maka pada pembuatan besi cor secara
komersial kadar karbon harus dibatasi antar 2,5% sampai dengan 4% saja dapat dilihat
dari Tabel 3.1(Suherman, 1987).
Tabel 3.1 Komposisi Besi Cor (ASM Handbook,Vol 1, 2005)
Tipe besi cor Komposisi, %
C Si Mn P S
Kelabu (FG) 2.5 – 4.0 1.0 - 3.0 0.2 – 1.0 0.002 – 1.0 0.02 – 0.25
Nodular (CG) 2.5 - 4.0 1.0-3.0 0.2-1.0 0.01- 0.1 0.01 - 0.03
Ulet (Ductile) (SG) 3.0 – 4.0 1.8 – 2.8 0.1 – 1.0 0.01 – 0.1 0.01 – 0.03
Putih (White) 1.8 – 3.6 0.5 – 1.9 0.25 –0.8 0.06 – 0.2 0.06 – 0.2
Mampu Tempa (Malleable) 2.2 – 2.9 0.9 – 1.9 0.15 –1.2 0.02 – 0.2 0.02 – 0.2
Besi cor sebenarnya merupakan paduan eutektik dari besi dan karbon. Jadi suhu
cairnya relatif rendah (Van Vlack, 1992). Besi cor memiliki kekuatan tekan dan daya
tahan yang cukup tinggi, walaupun ketangguhan dan kekuatan impact-nya kurang baik.
Untuk meningkatkan ketangguhan, kekerasan dan kekuatan tariknya, biasanya besi cor
dipadukan dengan nikel, krom, molybdenum dan vanadium. Pada Tabel 3.2 dijelaskan
sifat besi cor.
25
Tabel 3.2 Sifat Fisik Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) (Callister, 1994)
Jenis Sifat Nilai
Massa Jenis 7,15 g/cm3
Titik leleh 1150–1300oC
Modulus Elastisitas (±)140 GPa
Kekuatan Tarik 125 MPa
Konduktivitas termal 46 W/m K
Koefisien Ekspansi Termal 10,8[(°C)-1
×10-6
]
Serbuk besi cor diperoleh dari sieving limbah proses pemesinan produk
pengecoran yang sebelumnya ditumbuk agar lebih halus butirannya. Besi cor diayak
dengan ukuran mesh100 dan mesh 150. Bentuk partikel besi cor hasil pengayakan ini
adalah flake. Partikel serbuk dengan bentuk flake umumnya memang diperoleh dari
hasil proses permesinan. Gambar 3.1 menunjukkan beberapa partikel serbuk besi cor
hasil pengayakan dengan hand shaking.
Gambar 3.1 Serbuk besi cor ukuran 150 μm.
3.1.2 Nikel
Nikel adalah logam berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras, mulur
(dapat ditarik) dan tergolong dalam logam peralihan. Nikel adalah logam yang keras
namun dapat dibentuk, karena sifatnya yang fleksibel dan mempunyai karakteristik-
karakteristik yang unik seperti tidak berubah sifatnya bila terkena udara, ketahanannya
terhadap oksidasi dan kemampuannya untuk mempertahankan sifat-sifat aslinya di
26
bawah suhu yang ekstrim, nikel lazim digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan
industri. Nikel sangat penting dalam pembentukan logam campuran (alloy dan
superalloy), terutama baja tidak berkarat (stainless steel).
1. Sifat-sifat Nikel:
Sifat fisik
a. Logam putih keperak-perakan yang berkilat, keras
b. Dapat ditempa dan ditarik
c. Feromagnetik
d. Titik Leleh : 1453ºC, Titik Didih : 2732ºC
Sifat kimia
a. Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO
b. Dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2)
c. Dengan steam H2O membentuk Oksida NiO
d. Tidak beraksi dengan basa alkali
2. Serbuk Ni yang digunakan adalah serbuk Ni, dengan spesifikasi pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Material Serbuk Ni
1. Kemurnian ≥ 99.5 %
2. Particle size (d50) 10 μm
3. Densitas 8.90 g/cm3 (25 °C)
4. Bulk density 1600 - 2600 kg/m3
5. Titik lebur 1453 °C
6. Titik didih 2832 °C
Bentuk partikel serbuk Ni yang terlihat adalah porous atau sponge. Gambar 3.2
menunjukkan beberapa partikel serbuk Ni yang digunakan
27
Gambar 3.2 Serbuk Ni ukuran 10 μm perbesaran 500X.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Wadah sintering
Wadah sintering adalah wadah tempat berlangsungnya proses sintering. Bahan
untuk pembuatan wadah adalah pipa baja berdiameter 3” tinggi 50 (mm).
terlampir
b. Cetakan spesimen
Cetakan spesimen adalah plat Aluminium tipis dengan ukuran 48mmX40mmX8
mm sebagai tempat untuk membuat cetakan spesimen uji, dalam hal ini adalah
Ni.terlampir
c. Pengayak
Pengayak digunakan untuk mendapatkan besarnya ukuran serbuk yang akan
diuji. Gambar 3.3 menunjukkan mesin pengayak yang dijurnal.
28
Gambar 3.3 Pengayak serbuk.
e. Timbangan Digital
Digunakan untuk mengukur massa material hasil sintering agar densitas dapat
diketahui. Seperti Gambar 3.4, alat ini milik Laboratorium Fenomena Dasar
Teknik Mesin Universitas Diponegoro.
Gambar 3.4 Timbangan digital.
f. Mikroskop Optik dengan Kamera Digital
Digunakan untuk mengamati bentuk partikel serbuk. Alat ini milik Laboratorium
Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Mikroskop ini
bermerek Olympus U-MSSP4 dilengkapi dengan kamera digital untuk memotret
hasil microscopy yang telah dilakukan. Gambar 3.5 menunjukkan mikroskop
cahaya dan kamera digital.
Gambar 3.5 (a) Mikroskop cahaya, (b) Kamera digital.
29
g. Tungku pemanas
Tungku yang digunakan yaitu tungku Hofmann yang terdapat di Laboratorium
Metalurgi jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro. Seperti Gambar 3.6,
tungku ini digunakan untuk proses sintering.
h. Alat uji tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan mesin uji tarik Tokyo Testing Machine MFG
yang berada di Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Mesin Industri
UGM Yogyakarta seperti Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Mesin uji tarik Tokyo Testing Machine MFG.
i. Alat uji komposisi
Untuk mengukur komposisi spesimen hasil sintering
j. Mesin pemoles
Memoles spesimen untuk uji struktur mikro
k. Alat Bantu Lainnya.
Gambar 3.6 Tungku Hofmann.
30
Alat bantu penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Alat Bantu Penelitian
Nama Fungsi
Botol plastik Menyimpan serbuk besi cor hasil dari proses sieving
Gelas ukur Mengukur volume spesimen pada pengujian densitas
Plastik Menyimpan serbuk pada pengujian densitas
Penumbuk Mengurangi diameter partikel serbuk
Vernier caliper Mengukur dimensi spesimen
3.3 Pembuatan Spesimen
3.3.1 Persiapan Bahan
Serbuk besi cor diperoleh dari limbah proses permesinan. Geram besi cor
ditumbuk agar material tersebut menjadi serbuk halus kemudian diayak (Sieving)
dengan ukuran mesh 100 dan 150 dan dilakukan berulang kali sampai diperoleh ukuran
serbuk dan banyaknya serbuk dapat terpakai dalam pengujian sesuai dengan yang
diinginkan. Masukkan serbuk mesh 100 dan 150 yang sudah diayak kedalam botol
penyimpanan dan diberi keterangan mesh tiap botolnya.
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Persiapan Serbuk
Pada tahapan ini, kita persiapkan botol serbuk besi cor mesh 100 dan 150 yang
sudah diayak dan nikel yang akan diuji. Pada tahapan ini, nikel tidak perlu kita tumbuk
karena nikel sudah dalam keadaan serbuk dan siap dipakai dalam pengujian.
3.4.2 Analisa Pengayakan Serbuk (Sieving Analysis)
Sieving adalah teknik paling umum digunakan untuk menganalisa ukuran
partikel dengan cepat. Setelah proses pembuatan serbuk dan proses pengeringan serbuk
dilakukan, maka pengambilan data selanjutnya adalah pengukuran ukuran dari partikel
serbuk. Teknik yang digunakan adalah proses pengayakan(sieving) dengan metode
31
screening bertingkat. Dalam teknik pengujian ukuran serbuk ini digunakan 3 (tiga)
tingkatan sebagai tingkatan mesh.
3.4.2.1 Alat dan bahan
Peralatan yang diperlukan dalam proses sieving ini berupa pengayak (mesh 100
dan 150), kertas sebagai alas selama proses pengayakan serbuk, botol plastik sebagai
tempat penyimpanan produk dan marker untuk memberi tanda. Sedangkan bahan yang
dibutuhkan berupa besi cor.
3.4.2.2 Prosedur pengayakan
Prosedur dari proses sieving sebagai berikut:
a. Menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
b. Masukkan serbuk besi cor ke pengayak dengan ukuran mesh 100 secara
bergantian, setelah mesh 100 dilanjutkan dengan mesh 150.
c. Menggetarkan ayakan selama kurang lebih 15 menit dengan dialasi kertas
sebagai tempat jatuhnya serbuk.
d. Ulangi proses tersebut sehingga hasil sieving serbuk sesuai dengan yang kita
butuhkan.
e. Menghentikan getaran dan mengambil hasil sieving serbuk setiap ayakan.
f. Ambil botol plastik yang sudah disediakan dan beri tanda sesuai jenis material
dan ukuran partikelnya.
g. Masukkan serbuk kedalam botol plastik sesuai dengan tandanya.
3.4.3 Observasi Bentuk Partikel
Metode yang digunakan untuk observasi bentuk partikel adalah metode
microscopy. Microscopy adalah metoda analisa bentuk dan ukuran partikel yang pasti,
sebab individu partikel teramati dan terukur. Sebagian dari teknik yang digunakan lebih
berbentuk seni dibanding ilmu pengetahuan, dan beberapa teknik pengukuran adalah
subjektif. Bagaimanapun, jika prinsip dasar sampling, persiapan dan perhitungan
diikuti, suatu perhitungan tepat dapat dibuat melalui pemahaman sifat alami partikel
yang telah dipelajari(ASM Handbook, Vol.7, 1993).
32
Microscopy dan analisa gambar yang dilakukan pada pengujian ini adalah
dengan menggunakan mikroskop optik cahaya untuk mengamati bentuk dan ukuran
partikel serbuk. Mikroskop optik digunakan untuk menghitung diameter ukuran partikel
yang berkisar antara 100 µm sampai 0.5µm. Resolusi suatu mikroskop optik secara
optimal sekitar 0,25 mm, tetapi efek diffraction mempengaruhi pinggiran partikel yang
kecil mengakibatkan kesalahan penting pada pengukuran dalam range ukuran ini.
Resolusi dapat ditingkatkan hingga turun ke 0,1 µm dengan menggunakan cahaya
ultraviolet dan quartz optics(ASM Handbook, Vol.7, 1993). Pengamatan partikel serbuk
menggunakan perbesaran 200X dan 500X (100 µm).
a. Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan berupa mikroskop optik cahaya, kamera digital,
isolasi, kaca dan dial indikator. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah besi
cor dan nikel.
b. Prosedur observasi bentuk partikel
Prosedur observasi bentuk partikel adalah sebagai berikut:
1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2) Lapisi kaca dengan menggunakan isolasi bolak-balik.
3) Letakkan masing-masing kaca dengan beberapa partikel besi cor dan nikel
keatas kaca tersebut.
4) Amati bentuk partikel serbuk tersebut dengan menggunakan mikroskop optik
cahaya .
5) Ukur diameter partikel serbuk dengan bantuan dial indikator.
6) Photo hasil pengujian terrsebut dengan menggunakan kamera digital.
7) Analisa bentuk partikel sesuai dengan teori yang ada.
3.4.4 Pembuatan Wadah Sintering (Build Part)
Pada tahapan ini, kita persiapkan wadah sintering sebagai tempat pengujian
sintering serbuk Ni dan besi cor sebagai supporting powder. Bahan untuk pembuatan
wadah adalah pipa baja berdiameter 3” tinggi 50 (mm).
3.4.4.1 Alat dan bahan
33
Peralatan yang digunakan yaitu plat Aluminium tipis datar, pipa berbentuk
silinder, plat besi, gergaji dan las listrik. Untuk ukurannya dapat dilihat pada alat
penelitian diatas.
3.4.4.2 Prosedur pembuatan Wadah sintering dan cetakannya
Prosedur dari pembuatan silinder build part sebagai berikut :
a. Siapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
b. Potong pipa silinder sehingga dapat dijadikan cangkir wadah sintering.
c. Las pada bagian bawah pipa dengan plat besi sehingga alas tetutup.
d. Bentuk plat aluminum tipis seperti ukuran di alat penelitian di atas sebagai
cetakan untuk serbuk uji nikel.
3.4.5 Proses Inderect Pressureless Sintering
Pada proses ini, wadah sintering yang sudah dibuat sesuai ukuran diberi besi cor
mesh 100 atau 150 kedalam wadah berguna sebagai alas sampai ketinggian 15 mm dan
ratakan lalu ditaruh cetakan alumunium tipis yang sudah dipersiapkan sebagai tempat
serbuk Ni di tengah-tengah permukaan besi cor yang rata. Didalam cetakan Ni yang
kosong taburi serbuk Ni kedalam cetakan itu sampai memenuhi cetakan dan rata pada
permukaan cetakan kemudian setiap sisi cetakan Ni taburi kembali serbuk besi cor
sehingga cetakan Ni tidak mengalami pergeseran atau dalam kondisi terjepit oleh serbuk
besi cor dan lakukan secara pelan sampai besi cor memenuhi wadah sintering. Sebuk Ni
didalam wadah sintering tidak dikompaksi dan siap untuk sintering dalam tungku
pemanas, temperatur sintering yang digunakan adalah 870oC, 900
oC, dan 930
oC selama
240 menit. Untuk memudahkan kerja saat mengeluarkan dari dalam tungku pemanas
setelah selesai di sinter siapkan penjepit wadah sintering, setelah wadah sintering keluar
dari tungku diamkan terlebih dahulu agar terjadi pendinginan setelah itu padatan besi
cor yang ada pada permukaan dihancurkan sampai spesimen Ni terlihat, kemudian
diambil, dibersihkan dan dibentuk menjadi spesimen uji tarik, uji mikrografi, uji
komposisi, uji konduktivitas termal.
34
3.4.6 Pembentukan Spesimen Uji Shrinkage, Uji Tarik, Uji mikrografi, dan Uji
Densitas, Uji Komposisi dan Uji Konduktivitas Termal
Material hasil sintering kemudian dibentuk menjadi spesimen uji shrinkage, uji
tarik, uji mikrografi, dan uji densitas, uji komposisi dan uji konduktivitas termal.
Pada pengujian shrinkage, spesimen Ni diukur volumenya dengan menggunakan
gelas ukur. Pada pengujian tarik, material dibentuk sesuai dengan ASTM D638 seperti
pada Gambar 3.8.
Spesimen uji tarik dijepit dengan menggunakan jig, seperti pada Gambar 3.9
Gambar 3.9 Jig Pengujian Tarik
Pada uji mikro, material dibentuk dengan mouting resin dan dipoles sebelum
diamati dibawah mikroskop. Pada pengujian densitas, material sisa uji tarik dicelupkan
ke dalam air untuk diukur densitasnya. Pada uji komposisi material dilakukan dari sisa
spesimen uji tarik kemudian diuji komposisinya. Pada uji konduktivitas termal, material
Cu diuji konduktivitas termal dengan dibentuk secara silinder.
10
63
20.4
Gambar 3.8 Spesimen Uji Tarik berdasarkan standar ASTM D638
35
3.5 Pengujian Material
Pengujian material ini berguna untuk melihat struktur dan sifat material yang di
teliti sehingga dapat dijadikan dasar ataupun data-data untuk penelitian selanjutnya.
Pada penelitian ini produk Ni hasil sintering akan di uji shrinkage, uji tarik, uji
mikrografi, dan uji densitas dan uji komposisi sedangkan untuk Cu di uji konduktivitas
termal.
3.5.1 Pengujian Shrinkage
Dalam proses sintering terjadi pereduksian volume atau penyusutan volume pori
ketika proses sintering dilakukan. Fenomena penyusutan yang terjadi pada proses
sintering sangat dipengaruhi oleh tekanan kerja serbuk, proses sintering dan temperatur
sintering. Untuk serbuk dengan densitas awal rendah (tekanan kerja rendah) akan
menghasilkan produk dengan penyusutan yang lebih besar daripada serbuk dengan
densintas awal tinggi (Hambir dan Jog, 2000).
Bila proses sintering dilakukan pada campuran serbuk, dimana serbuk 1(serbuk
besi cor) memiliki temperatur leleh lebih rendah daripada serbuk 2, maka serbuk 1 akan
meleleh dan berlaku sebagai media pengikat serbuk 2 (pengikat antar partikel serbuk 2).
Dengan pemilihan atau penentuan tertentu untuk jenis serbuk 1 sehingga temperatur
penguapannya setara lebih rendah atau hampir sama dengan temperatur sintering serbuk
2, maka hasil proses sintering akan menghasilkan produk berporositas yang berlokasi
sesuai dengan formasi serbuk 1 dalam susunan serbuk tersinter.
Dalam pengujian ini digunakan 1 sampel Ni hasil sintering dengan cetakan dari
plat Aluminium dengan ketebalan 0.4 mm dengan dimensi:
Panjang x Lebar x Tinggi = 4.8 cm x 4 cm x 0.8 cm
3.5.1.1 Alat dan bahan
Peralatan yang diperlukan untuk pengujian shrinkage berupa gelas ukur, lilin,
air. Bahan yang diperlukan dengan mengambil salah satu produk sintering yaitu Ni
mesh 150 dengan temperatur 930 0C.
3.5.1.2 Prosedur pengujian shrinkage
Prosedur pengujian shrinkage adalah sebagai berikut:
36
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Lelehkan lilin sampai lilin mencair dan celupkan spesimen Ni sehingga
spesimen Ni terlapisi lilin.
c. Isi gelas ukur dengan air dan tandai volume awalnya.
d. Celupkan spesimen Ni yang dilapisi lilin kedalam gelas ukur yang diisi air dan
ukur penambahan volumenya.
e. Catat selisih volume gelas ukur sebelum dan sesudah spesimen Ni dicelupkan.
f. Ulangi percobaan itu 3X dengan spesimen yang sama.
g. Analisa
3.5.2 Pengujian Tarik
Pada uji tarik, bahan uji diberi beban gaya tarik secara kontinu meningkat
hingga bahan tersebut mengalami patahan kemudian dibuat suatu grafik tegangan
regangan yang menggambarkan perubahan panjang benda uji pada setiap besarnya gaya
yang diterimanya. Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui : modulus elastisitas,
regangan maksimum, tegangan maksimum, yield point. Uji tarik merupakan salah satu
jenis pengujian material yang banyak digunakan, karena hanya dengan satu jenis
pengujian ini saja, kita dapat memperoleh berbagai macam data tentang sifat dari
material tersebut, seperti yield point, ultimate tensile strength, rupture strength. Prinsip
dari uji tarik yaitu menarik suatu benda uji dengan gaya yang terus meningkat secara
konstan hingga benda uji patah. Pada proses penarikan tersebut, bila material yang
ditarik ulet, maka benda uji tersebut akan melewati yield point yang ciri-cirinya yaitu
akan terjadi sedikit fluktuasi gaya untuk beberapa saat yang ditunjukkan pada indikator
besar gaya penarikan. Material juga akan melewati ultimate tensile strength yang ciri-
cirinya yaitu jarum indikator besar gaya penarikan tidak akan bergerak naik, walaupun
benda uji tetap mengalami pertambahan panjang. Akhirnya material akan melewati
rupture strength yang ciri-cirinya yaitu jarum indikator besar gaya penarikan akan
bergerak turun dan benda uji akan mengalami perpatahan. Apabila material yang dicari
getas, maka benda uji hanya berada di daerah plastis selama proses penarikan dan
akhirnya langsung putus sehingga kita dapat merancang suatu produk dengan sempurna
dan aman. Selain mengetahui sifat-sifat beban juga mengetahui sifat-sifat mekanik
antara lain kekuatan, elastisitas dan keuletan.
37
Persiapan pertama yang perlu dilakukan dalam pengujian ini adalah persiapan
material uji atau spesimen. Di Amerika, bentuk dan ukuran benda uji mengacu pada
standar ASTM D638 (American Standard of Testing Material) (Kalpakjian, 1995),
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Contoh spesimen uji tarik Ni
Pada bagian tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan
uniform dan pada bagian ini diukurkan “panjang uji” (gauge length) yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Bagian ini yang selalu diukur
panjangnya selama proses pengujian.
Batang uji ini dijepit dengan jig kemudian dipasang dimesin uji tarik pada
ujung-ujungnya dan lalu ditarik ke arah memanjang secara perlahan. Selama penarikan,
pada monitor diketahui ukuran tegangan tarik, besarnya gaya yang diberikan, dan
besarnya pertambahan panjang batang yang terjadi sebagai akibat dari gaya tarik
tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji patah.
Informasi tentang beberapa sifat mekanika dari material yang akan diperoleh
dari pengujian tarik antara lain :
3.5.1.1 Tegangan
Perbandingan antara beban proporsional (F) dengan luas penampang (A) adalah
tegangan(Callister,1994)
A
F ………….....................................(3.1)
Keterangan : σ = Tegangan
F = Beban Proporsional, A = Luas Penampang
38
3.5.1.2 Regangan (e)
Perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) dengan panjang mula-mula
disebut regangan(Callister,1994).
%100Re
Lo
LoLugangan ………………………….(3.2)
Keterangan : Lu = Panjang sesudah patah
Lo = Panjang mula-mula
3.5.1.3 Ketangguhan (Toughness)
Menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah.
Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan yaitu banyaknya energi yang
diperlukan untuk mematahkan satu satuan volume suatu bahan(Widyanto dan Tantowi,
2006).
3.5.1.4 Tegangan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Tegangan nominal maksimum yang ditahan oleh batang uji sebelum patah
disebut tegangan tarik yaitu merupakan perbandingan antara beban maksimum yang
dicapai selama percobaan tarik dan penampang mula-mula(Callister,1994).
Ao
Fmu ……………………….....…….(3.3)
Keterangan: σu = Tegangan tarik
Fm = Beban maksimum
Ao = Luas penampang batang uji mula-mula
3.5.1.5 Perpatahan
Pengujian tegangan – regangan diakhiri dengan perpatahan. Perpatahan ini dapat
didahului oleh deformasi plastis. Bila ada deformasi plastis, maka kita sebut perpatahan
ulet (ductile fracture), bila tidak diiringi deformasi plastis, disebut perpatahan rapuh
(brittle fracture). Keuletan relatif dapat ditentukan dari pengukuran keuletan dengan
mengukur persentase perpanjangan atau persentase penyusutan penampang atau jumlah
energi yang diserap sebelum perpatahan.
Jenis-jenis perpatahan yang terjadi dalam pengujian :
39
a. Material dengan keuletan tinggi
b. Material dengan keuletan sedang
c. Material getas
Perhitungan tegangan dan regangan pada diagram tegangan – regangan nominal
berdasarkan panjang uji dan luas penampang mula-mula (nominal), padahal setiap saat
selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung. Seharusnya
tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan panjang benda uji
pada sesaat itu (bukan mula-mula). Diagram tegangan – regangan nominal cukup
memadai untuk keperluan engineering sehingga juga disebut diagram tegangan –
regangan engineering. Tapi untuk beberapa keperluan tertentu seperti perhitungan pada
proses pembentukan (rolling, forging) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail
memerlukan ketelitian lebih tinggi akan diperlukan diagram tegangan – regangan.
Untuk tegangan sebenarnya :
Au
F̀ ........................................(3.4)
Regangan sebenarnya dirumuskan :
Du
Doe ln2 ………………….....…(3.5)
3.5.3 Pengujian Mikrografi
Mikrografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperoleh gambar
yang menunjukan struktur mikro dari suatu logam dan paduannya dengan mempelajari
struktur logam terutama struktur mikronya, yaitu susunan atom pada logam dapat
mengetahui struktur dari suatu logam dengan memperjelas batas-batas butir logam
melalui serangkaian proses penghalusan permukaan logam dan pemeriksaan di bawah
mikroskop dengan demikian kita bisa dapat mengetahui beberapa karakteristik dari
suatu material. Pengujian mikrografi pada spesimen Ni hasil sintering dilakukan di
laboratorium metalurgi fisik, pemeriksaan mikrografi dilakukan terhadap masing-
masing spesimen dengan tujuan mempelajari bentuk struktur mikro, batas butir sebelum
dan setelah dilakukan proses sintering. Adapun langkah-langkah persiapan dalam
melakukan uji mikrografi adalah sebagai berikut :
a. Pemotongan (Sectioning)
40
Tahap pertama dalam mempersiapkan spesimen adalah memotong sebagian
material dalam hal ini Ni hasil sintering yang akan diproses lebih lanjut.
Sejumlah peralatan seperti mesin pemotong bisa digunakan dalam proses
pemotongan ini. Tujuan proses ini adalah mengambil sampel dari spesimen uji.
b. Pembingkaian (Mounting)
Proses mounting ini diperlukan jika sampelnya kecil atau mempunyai bentuk
yang tidak beraturan. Mounting ini bertujuan untuk meletakkan spesimen dalam
cetakan yang memudahkan pencekaman yaitu bagian Ni hasil sintering yang
dipotong. Biasanya dipakai paduan resin dan cobalt yang dicetak sebagai
pencekam spesimen Ni hasil sintering.
c. Penggerindaan (Fine Grinding)
Tujuan dari grinding ini untuk menghilangkan kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan pada proses pemotongan. Pada tahap ini spesimen Ni sintering yang
telah dimounting dihaluskan dengan menggunakan abrassive paper sampai
didapatkan permukaan yang halus dan rata. Abrassive paper yang digunakan
adalah grid 400, 600, 800, 1000 dan 1500.
d. Pemolesan (Polishing)
Proses ini menggunakan kain beludru dan polisher (autosol). Proses ini
bertujuan untuk mendapatkan permukaan Ni sintering yang bebas dari goresan
yang dapat menghalangi pengujian dan permukaan yang mengkilap seperti
cermin.
e. Analisa Foto Struktur Mikro
Mengamati struktur mikro spesimen Ni sintering khususnya pada daerah difusi
atau ikatan antar partikel yang terbentuk dan melakukan pemotretan
menggunakan kamera dengan pembesaran 200X, jika memungkinkan juga
dilakukan perbesaran 500X kali supaya struktur pada permukaan Ni sintering
dapat terlihat jelas kemudian melakukan analisa terhadap struktur mikro melalui
foto yang telah dihasilkan.
3.5.4 Pengujian Komposisi
Tujuan uji komposisi material hasil sintering adalah untuk mengetahui sifat fisik
material uji, dalam hal ini kemurnian spesimen Ni sinteringyang mengalami penurunan
pada waktu proses sinteringdan terjadinya reaksi kimia serbuk produk dengan udara
41
sehingga terjadi dekomposisi gas akibatnya kemurnian Ni turun. Uji komposisi
dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan UGM dengan metode Atomic Absorption
Spect.
3.5.5 Pengujian Densitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik material uji, dalam hal ini densitas
spesimen Ni hasil sintering. Dengan terbentuknya spesimen Ni sintering dengan proses
tanpa kompaksi berpengaruh pada besarnya densitas Ni sintering dimana terdapat
penyusutan dan luasnya daerah porositas. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
3.5.5.1 Alat dan bahan
Peralatan yang diperlukan untuk pengujian ini berupa gelas ukur, lilin, air dan
timbangan digital. Bahan yang diperlukan adalah produk hasil sintering Ni dengan
temperatur 870 0C, 900
0C dan 930
0C.
3.5.5.2 Prosedur pengujian densitas
Prosedur pengujian densitas adalah sebagai berikut:
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Beri tanda masing-masing spesimen Ni sesuai temperaturnya.
c. Timbang masing-masing spesimen Ni tersebut dengan timbangan digital dan
catat besarnya massa setiap spesimen Ni tersebut.
d. Lelehkan lilin sampai lilin mencair dan celupkan spesimen Ni sehingga
spesimen Ni terlapisi lilin
e. Isi gelas ukur dengan airdan tandai volumenya awalnya.
f. Isi gelas air dengan spesimen Ni yang dilapisi lilin dan ukur penambahan
volumenya.
g. Ulangi percobaan dengan spesimen Ni temperatur lainnya.
h. Analisa
3.5.6 Pengujian Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal, yaitu sifat bahan yang menunjukkan jumlah panas yang
mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien temperaturnya satu dan dapat
42
menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Perpindahan panas
akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara dua bagian benda dalam hal ini,
energi berpindah secara konduksi. Pada peristiwa konduksi, panas akan berpindah tanpa
diikuti aliran medium perpindahan panas, panas akan berpindah secara estafet dari satu
partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut.tujuanpengujian ini
untukmengetahui sifat termal dan pengaruh pengujian ini pada material Cu dari proses
sintering tanpa kompaksi.
3.5.6.1 Alat dan Prosedur Pengujian
a. Rangka/ Suport dan Spesimen Uji
Fungsi : Untuk meletakkan dan mengisolasi spesimen uji pada uji konduktivitas
termal seperti pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Rangka dan Spesimen Uji.
b. Regulator
Fungsi : Mengatur tegangan yang dikeluarkan seperti pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Regulator.
c. Wattmeter
Fungsi : Menunjukkan daya yang digunakan oleh heater seperti pada
Gambar 3.13.
43
Gambar 3.13 Wattmeter.
d. Termokopel Tipe K (6 buah)
Fungsi : Sensor panas untuk mengukur temperatur spesimen Cu sintering seperti
pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Termokopel.
e. Dual thermometer
Fungsi : Menunjukan temperatur dari termokopel (T3 dan T4) seperti pada
Gambar 3.15.
Gambar 3.15 Dual thermometer.
f. Heater
Fungsi : Menghasilkan panas seperti pada Gambar 3.16.
Termokopel
44
Termokopel (Tipe T)
Isolator (Kayu Jati)
Penahan
Pemanas (Heater)
Lubang (Aliran Fluida pendingin)
Spesimen Standard
Baut Pengencang
Pegas Penahan heater
Spesimen Uji
T1 T2 T5 T6T3 T4
Gambar 3.16 Heater.
g. Pompa dan wadah/bak air
Fungsi : Mengalirkan dan menampung air seperti pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Pompa dan wadah/bak air.
h. Bahan Pengujian
Material Standard : Kuningan (k = 89.7 W/m.K) , = 25 mm, l = 30 mm.
seperti pada Gambar 3.18.
Gambar 3.18 Benda Uji Pengukuran Konduktivitas Termal.
Sedangkan Material uji yaitu Tembaga solid dengan dimensi = 25 mm,
l = 30 mm dan bahan yang lain yaitu Silikon Heat Transfer dan Air
heater
45
3.5.6.2 Prosedur Pengujian
a. Persiapan Pengujian
a.1. Memberi silikon heat transfer pada permukaan kontak antara silinder
material standard (Kuningan) dan permukaan silinder material uji
a.2. Memasukan material uji ke dalam alat uji
a.3. Menempatkan isolator (kayu) pada rangka/ support alat uji
a.4. Merekatkan dan mengencangkan antara kedua bagian Isolator (kayu)
dengan memutar baut pengencang
a.5. Memasang sensor temperatur (termokopel) pada titik-titik lubang yang telah
disediakan pada isolator.
Cara : mengukur kedalaman lubang terlebih dahulu dengan menggunakan
jarum, kemudian membandingkannya dengan panjang termokopel yang akan
dimasukan pada lubang alat uji.
a.6. Menghubungkan selang aliran air pendingin pada pompa yang ditempatkan
pada wadah/ bak untuk sirkulasi aliran air.
b. Pengukuran
b.1. Menghidupkan heater dan mengatur heater hingga menunjukkan daya
6 watt.
b.2. Membaca dan mencatat setiap 20 detik data temperatur hasil pengukuran
keenam sensor temperatur hingga dicapai pembacaan temperatur pada
kondisi tunak (steady state).
b.3. Hentikan pengamatan ketika kondisi sudah mencapai steady atau sudah
tidak ada perubahan temperatur.
b.4. Matikan heater dan pompa.
46
3.6 Diagram Alir Proses
Pada penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan mengacu pada
Gambar 3.19.
Gambar 3.19 Diagram Alir Proses
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Shrinkage
Volume spesimen Ni mesh 100, suhu sintering 930°C, holding time 4 jam
berdasarkan gelas ukur :
V1: 9.7 ml
V2: 9.9 ml
V3: 10.2 ml
Volume rata-rata spesimen Ni = 3
321 VVV = ml9333.9
3
2.109.97.9
Karena spesimen Ni menggunakan cetakan awal berbentuk balok dari plat
Aluminium tipis dengan
Panjang = 4.8 cm
Lebar = 4 cm
Tinggi = 0.8 cm
Maka Volume awal cetakan = pxlxt = 4.8 cm x 4 cm x 0,8 cm = 15.36 cm3 = 15.36 ml
Rumus % Penyusutan = %100
Vo
VaVo
Keterangan:
Vo = Volume awal cetakan (ml)
Va = Volume spesimen jadi (ml)
Sehingga persentase penyusutan spesimen yaitu:
% Penyusutan Ni: %33.35%10036.15
9333.936.15
Dari perhitungan diatas diketahui penyusutan yang terjadi dalam proses
sintering untuk spesimen Ni sintering cukup besar. Persentase penyusutan material Ni
untuk ukuran serbuk 0,15 mm (mesh100) adalah sebesar 35.33 %. Hal ini disebabkan
oleh karena pada waktu mengisi serbuk di cetakan tidak menggunakan kompaksi atau
pembebanan sehingga timbul rongga-rongga dalam serbuk Ni selama proses sintering
berlangsung yang mana luasan rongga itu merata pada spesimen Ni sintering dan
menyebabkan spesimen pada tahap kedua mengalami penyusutan maksimal akibat
timbulnya ikatan antar partikel Ni dan dimensi rongga menurun yang berdampak pada
48
perubahan geometri produk, Sifat mampu alir partikel juga tidak merata sehingga
serbuk yang terisi di cetakan tidak memenuhi seluruh tempat pada cetakan Ni.
4.2 PengujianTarik
Pengujian tarik menggunakan partikel dengan ukuran mesh 100 (0.15 mm).
Penjelasan pengujian tarik telah dibahas di bab 3. Setelah diuji dengan mesin uji tarik
akan terlihat patahan pada spesimen Ni seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik hubungan suhu sintering dengan Uji tarik (MPa) produk Ni hasil
sintering temperatur 870 0C, 900
0C dan 930
0C.
Hasil uji tarik pada sintering Ni mulai dari temperatur 8700C, 900
0C dan 930
0C
menunjukkan bahwa spesimen Ni sintering termasuk material getas karena ketika di
tarik benda langsung putus, hal ini disebabkan tidak adanya kompaksi serbuk dalam
proses sintering sehingga ikatan butir lemah, porositas dalam spesimen setelah proses
sintering. Akan tetapi kalau dilihat grafik diatas menunjukkan semakin lama proses
sintering kekuatan tariknya semakin baik, kekuatan tarik maksimum spesimen Ni
T3(870 0C) adalah 16.78 MPa, T2(900
0C) adalah 25.3 MPa danT1(930
0C) adalah 42.83
MPa, akibat variasi temperatur dimana semakin tinggi temperatur semakin tinggi
kekuatan tariknya walaupun termasuk material getas dan kekuatan tarik maksimum Ni
sintering masih di bawah kekuatan tarik maksimum nikel solid yaitu 483 MPa tetapi
kalau temperatur dinaikkan lagi sampai dibawah temperatur titik leleh besi cor
49
kekuatan tariknya akan > 42.83 MPa karena ikatan yang terjadi antar butir makin kuat,
serbuk tidak mudah terlepas sehingga massa yang hilang menjadi lebih kecil dan
porositas menurun ketika temperatur sintering semakin besar. Hal ini menjadi
perbandingan bahwa kekuatan tarik Ni hasil sintering masih jauh dibawah kekuatan
tarik Ni solid sehingga parameter proses sintering, temperatur dan ukuran butir dapat
dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya.
4.3 Hasil Pengujian Mikrografi
Untuk mengetahui struktur mikro dari serbuk Ni yang mengalami proses
sintering 870 0C, 900
0C, 930
0C maka perlu perbandingan dengan struktur mikro Ni
solid sehingga diperoleh hasil dari penelitian mikrografi, dimana hasil dari penelitian ini
terlihat dalam Gambar 4.2 Ni solid, Gambar 4.3 Ni sintering 870 0C perbesaran 500X,
Gambar 4.4 Ni sintering 900 0C perbesaran 500X, Gambar 4.5 Ni sintering 930
0C
perbesaran 500X.
Gambar 4.2 Ni solid(www.uni-due.de).
50
Gambar 4.3 Ni sintering 870 0C perbesaran 500X.
Gambar 4.4 Ni sintering 9000C perbesaran 500X.
51
Gambar 4.5 Ni sintering 9300C perbesaran 500X.
Dari data observasi pada miskroskop optik diatas, struktur butiran Ni solid yaitu
spherical sedangkan struktur Ni hasil sintering tidak terlihat disebabkan proses
sintering tanpa kompaksi. Struktur makronya terlihat adanya porositas di permukaan
dari variasi temperatur sintering sehingga berpengaruh struktur Ni sintering tidak
terlihat. Karena tanpa kompaksi difusi antar atom tidak merata dan ikatan partikel lemah
sehingga yang terlihat hanyalah porositas dengan warna hitam. Pada foto terlihat
permukaan tidak rata dan warna yang berbeda. Pemfokusan cahaya kurang baik,
sehingga menyebabkan adanya bagian struktur makro dari permukaan spesimennya
terlihat tidak jelas.
4.4 Hasil Pengujian Komposisi
Uji komposisi dilakukan di laboratorium Kimia Analitik UGM dari sampel hasil
sintering seperti yang terlihat Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi
Pengujianke Kandungan Ni
1 75%
2 77%
3 79%
52
Kemurnian Ni hasil sintering berbeda dengan serbuk Ni sebelum di sinter yaitu
99.5 %. Hal ini disebabkan hilangnya sebagian kemurnian nikel akibat reaksi kimia
nikel dengan oksigen membentuk nikel oksida (NiO) selama proses sintering. Nikel
mempunyai sifat kimia jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida
sehingga ketika proses sintering berlangsung timbul reaksi kimia karena di dalam
proses ini material dipanaskan dengan variasi temperatur dalam furnace dan
menyebabkan terjadinya dekomposisi gas ke udara dalam bentuk evaporasi.
4.5 Hasil Pengujian Densitas
Hasil pengujian densitas dapat ditunjukkan pada Gambar 4.6, dengan
mengambil salah satu data
Gambar 4.6 Grafik hubungan suhu sintering dengan densitas pada temperatur 870 0C,
900 0C dan 930
0C.
Grafik diatas menunjukkan pengaruh ukuran serbuk, proses sintering dan variasi
temperatur terhadap besarnya densitas pada spesimen. Diperoleh besarnya densitas T1
(Ni sintering 930 0C) untuk ukuran serbuk 0,15 mm (mesh 100) sebesar 7.5 gr/cm
3, T2
(900 0C) sebesar 5.718 gr/ cm
3 dan T3(870
0C) sebesar 5.441 gr/cm
3. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin besar temperatur sintering, maka densitasnya semakin
besar jika dilihat dengan pertimbangan ukuran serbuk sama yaitu 0,15 mm (mesh 100)
namun proses sintering ini tidak menggunakan kompaksi sehingga densitas yang
53
semakin besar dan penyusutanpun juga besar karena porositas berperan dalam proses
pemadatan serbuk Ni. Hal ini disebabkan karena ikatan antar atom lemah walaupun
semakin tinggi temperaturnya densitas semakin besar tetapi besarnya nilai lebih rendah
dari nikel solid yaitu 8.9 gr/cm3. Spesimen yang menghasilkan densitas yang paling
tinggi disebabkan oleh porositas yang lebih besar sehingga dapat disimpulkan bahwa
proses sintering memiliki peranan yang sangat besar dalam proses pengikatan antar
butir dimana setelah proses sintering ikatan antar butir menjadi semakin lebih kuat.
4.6 Pengujian Konduktivitas
Pengujian konduktivitas dibagi menjadi 2 yaitu:
4.6.1 Cu Hasil Sintering
Pengujian ini dilakukan 2 kali uji konduktivitas termal dengan bahan spesimen
Cu hasil sintering dan spesimen Cu solid untuk bandingan. Keduanya dibuat dengan
dimensi yang sama. Sampel Cu hasil sintering dapat dilihat pada Tabel 4.2, Tabel 4.3
dan Tabel 4.4.
Tabel 4.2 Sampel 1 Cu Sintering
No Data T1 T2 T3 T4 T5 T6
67 69 68 40 38 34 32
68 69 68 40 38 34 32
69 69 68 40 38 34 32
Rata-rata 69 68 40 38 34 32
Tabel 4.3 Sampel 2 Cu Sintering
No Data T1 T2 T3 T4 T5 T6
115 78 77 44 42 37 34
116 78 77 44 42 37 34
117 78 77 44 42 37 34
Rata-rata 78 77 44 42 37 34
Tabel 4.4 Perhitungan Sampel 1 dan 2
No
Sampel
Ks Kuji εt ωT1 ωT2 ωT3 ωT4 ωuji
1 401 112,125 0,72 0 0 0 0 0
2 401 112,125 0,72 0 0 0 0 0
54
Nilai Konduktivitas Termal (k) :
Dengan menggunakan sampel didapat nilai konduktivitas termal sebagai berikut :
Alat uji digunakan logam Kuningan sebagai konduktor panas dengan spesifikasi:
Diameter = 25 mm
Panjang = 30 mm
Luas penampang =4
2dA
= 0,0005 m
2
Spesifikasi tembaga uji hasil sintering yang akan diuji adalah
Diameter = 18,15 mm
Panjang = 11,15 mm
Luas Penampang =4
2dA
= 0,0002 m
2
Sehingga perhitungannya adalah
W/m oC
Setelah memperoleh Kuji sebesar 112.125 W/m0C, maka dapat dilihat Gambar 4.7.
55
74 73
42 4036
33
0
10
20
30
40
50
60
70
80
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Tem
per
atu
r (o
C)
Jarak antar titik uji(mm)
Gambar 4.7 Grafik pengujian konduktivitas sampel Cu hasil sintering
4.6.2 Cu bandingan
Sampel Cu bandingan dapat dilihat pada Tabel 4.5, Tabel 4.6 dan Tabel 4.7
Tabel 4.5 Sampel 1 Cu Bandingan
No Data T1 T2 T3 T4 T5 T6
67 64 63 40 38 36 34
68 64 63 40 38 36 34
69 64 63 40 38 36 34
Rata-rata 64 63 40 38 36 34
Tabel 4.6 Sampel 2 Cu Bandingan
No Data T1 T2 T3 T4 T5 T6
144 72 71 43 41 38 36
145 72 71 43 41 38 36
146 72 71 43 41 38 36
Rat-rata 72 71 43 41 38 36
Tabel 4.7 Perhitungan Sampel 1 dan 2
No
Sampel
Ks Kuji εt ωT1 ωT2 ωT3 ωT4 ωuji
1 401 77.33 0.8 0 0 0 0 0
2 401 77.33 0.8 0 0 0 0 0
56
Nilai Konduktivitas Termal (k) :
Dengan menggunakan sampel didapat nilai konduktivitas termal sebagai berikut :
Alat uji digunakan logam Kuningan sebagai konduktor panas dengan spesifikasi:
1. Diameter = 25 mm
2. Panjang = 30 mm
3. Luas Penampang =4
2dA
= 0.0005m
2
Spesifikasi Tembaga bandingan yang akan diuji adalah
Diameter = 19,25 mm
Panjang = 11,3mm
LuasPenampang =4
2dA
= 0.00029 m
2
Sehingga hasil perhitungannya adalah
W/m oC
Setelah memperoleh Kuji sebesar 77.33 W/m0C, maka dapat dilihat Gambar 4.8.
57
Gambar 4.8 Grafik pengujian konduktivitas termal spesimen Cu bandingan
Dari grafik diperoleh sifat termal Cu hasil sintering mengalami perubahan
temperatur yang sangat besar antara T2 dan T3 dibanding T1 dan T2, T3 dan T4, serta T5
dan T6. Hal ini disebabkan didalam spesimen Cu hasil sintering terdapat porositas
sehingga aliran panas dari kuningan sebagai konduktor panas dikonduksikan ke
spesimen Cu hasil sintering perambatannya lemah akibat aliran panas lebih cepat
merambat melalui benda padat dari pada udara, sehingga terjadi perbedaan suhu antara
T2 dan T3 yang sangat besar. Ditambah lagi pengaruh suhu lingkungan, kurang adanya
isolator sehingga terjadi kebocoran panas ke lingkungan, kurang menempelnya benda
uji dengan sampel uji kuningan dan heater sehingga nilai konduktivitas Cu hasil
sintering yang diperoleh adalah 112.5 W/m.0C sedangkan nilai konduktivitas Cu
bandingan yang diperoleh adalah 77.33W/m0C.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisa terhadap data-data penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan:
a. Produk sintering Ni dapat diuji shrinkage, uji tarik, uji mikrografi, uji densitas,
uji komposisi dan produk sintering Cu mengalami uji konduktivitas termal
dengan memvariasikan temperatur 870 OC, 900
OC, 930
OC dan besi cor sebagai
supporting powder mesh 100 dan 150.
b. Dari hasil pengujian tarik, kekuatan patah maksimun spesimen Ni temperatur 870
0C adalah 16.78 MPa, temperatur 900
0C adalah 25.3 MPa dan temperatur 930
0C
adalah 42.83 MPa.
c. Bentuk partikel Ni solid yaitu spherical sedangkan bentuk serbuk partikel Ni
yaitu porous atau sponge. Struktur makro produk hasil sintering Ni terlihat
banyaknya porositas akibat proses sintering tanpa kompaksi.
d. Persentase penyusutan material Ni untuk ukuran serbuk 0,15 mm (mesh 100)
yaitu 35.33 %. Nilai densitas spesimen Ni hasil sintering dengan supporting
powder besi cor mesh 100 yaitu T = 900 0C adalah 5.718 (gr/cm
3), T = 870
0C
adalah 5.441 (gr/cm3) dan T = 930
0C adalah 7.5 (gr/cm
3).
e. Komposisi Ni hasil sintering yaitu 77 % dari 99,5 %.
f. Dari hasil perhitungan nilai konduktivitas termal efektif diperoleh nilai
konduktivitas Cu hasil sintering yang diperoleh adalah 112.5 W/m.0C dan nilai
konduktivitas Cu bandingannya adalah 77.33 W/m0C.
5.2 Saran
a. Perlu diperhatikan massa serbuk Ni yang dipakai untuk membuat spesimen,
sehingga massa serbuknya seragam.
b. Uji konduktivitas termal perlu dilakukan menggunakan alat yang berbeda untuk
perbandingan hasil.
59
c. Alat ukur yang digunakan harus lebih presisi dan dikalibrasi terlebih dahulu agar
hasil pengukuran lebih tepat.
60
DAFTAR PUSTAKA
Callister Jr, William. D., (1994), Material Science And Engineering, 3rd edition, John
Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
German, R.M., (1994), Powder Metallurgy Science, 2nd
Edition, The Pennsylvania State
University.
Holman, J.P. dan E. Jasjfi, (1997), Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta.
Metal Handbook Vol. 7, (1998), “Powder Metallurgy”, American Society for Metals,
Ohio.
Palm, William, (1998), Rapid Prototyping Techniques, Penn State Learning Factory.
Shimosaka, dkk (2001), Sintering Mechanism of Two Spheres Forming a Homogeneous
Solid Solubility Neck, Department of Chemical Engineering and
Materials Science, Doshisha University
Totten, G.E., (1999), Handbook Of Aluminium, Volume 1 , Marcel Dekker, New York,
Bassel.
Totten, G.E., (2006), Steel Heat treatment Handbook, 2nd
edition. New York : Taylor
and Francis Group.
Widyanto dkk, (2005), Metoda deposisi serbuk halus ( <100 μm) alumunium hasil
proses atomisasi untuk aplikasi proses proses atomisasi untuk aplikasi proses
proses layer manufacturing pada pembuatan komponen komponen micro / super
presisi, Mechanical Engineering Departemen, UNDIP.
Widyanto dkk, (2005), Teknik deposisi serbuk halus bahan metal – non metal dengan
sistem vakum anti statik untuk proses layer manufacturing pada pembuatan
komponen super presisi, Mechanical engineering Department, UNDIP.
Widyanto, S.A., Siregar, H.R., dan Tantowi, A.E., (2006), Solid Freeform Fabrication
Based On Multi Material Deposition Indirect Sintering, Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada.
Widyanto S.A., Tontowi A.E., Jamasri and Rochardjo, H.S.B., (2007), Mechanical
Strength and Dimension Accuracy of Freeform Fabrication Product of Al-Pe/Silica-
Pe Composite, The 3rd
International Conference on Product Design & Development
12-13 December 2007, Jogjakarta, Indonesia.
61
Widyanto, S.A., Development Screw Feeder Hopper Nozzle Of Direct- Write
Deposition Relevant To Layer Manufacturing Process, Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada.
Widyanto, S.A., (2008), Proses Sinter-Deposisi Multi Material, Universitas
Diponegoro.
62
LAMPIRAN
63
DATA PENGUJIAN K SPESIMEN Cu HASIL SINTERING
No T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 37 36 31 31 30 30
2 37 37 31 31 30 30
3 38 38 31 31 30 30
4 39 39 31 31 30 30
5 40 39 31 31 30 30
6 41 40 31 31 30 30
7 41 41 31 31 30 30
8 42 42 32 31 30 30
9 43 42 32 31 30 30
10 44 43 32 31 31 30
11 45 44 32 32 31 30
12 45 44 32 32 31 30
13 46 45 32 32 31 30
14 47 46 32 32 31 30
15 47 46 32 32 31 30
16 48 47 32 32 31 30
17 48 47 33 32 31 30
18 49 48 33 32 31 30
19 50 49 33 32 31 30
20 50 49 33 32 31 30
21 51 50 33 33 31 30
22 51 50 33 33 31 30
23 52 51 34 33 31 30
24 52 51 34 33 31 30
25 53 52 34 33 31 30
26 54 53 34 33 31 31
27 54 53 34 33 31 30
28 54 53 34 33 31 30
29 55 54 35 33 31 31
30 55 54 35 34 31 31
64
31 56 55 35 34 31 31
32 56 55 35 34 31 31
33 56 55 35 34 31 31
34 57 56 35 34 32 31
35 57 56 35 34 32 31
36 58 57 36 34 32 31
37 58 57 36 34 32 31
38 59 58 36 35 32 31
39 59 58 36 35 32 31
40 60 59 36 35 32 31
41 60 59 36 35 32 31
42 60 59 37 35 32 31
43 61 60 37 35 32 31
44 61 60 37 35 32 31
45 61 61 37 35 32 31
46 62 61 37 35 32 31
47 62 61 37 35 32 31
48 62 61 37 36 32 31
49 63 62 37 36 32 31
50 63 62 38 36 32 31
51 64 63 38 36 33 31
52 64 63 38 36 33 31
53 63 63 38 36 33 31
54 64 63 38 36 33 31
55 65 64 38 36 33 31
56 65 64 38 37 33 31
57 66 64 39 37 33 31
58 66 65 39 37 33 31
59 66 65 39 37 33 31
60 66 66 39 37 33 32
61 67 66 39 37 33 32
62 67 66 39 37 33 32
63 67 66 39 37 33 32
64 68 67 40 37 34 32
65 68 67 40 38 34 32
66 68 67 40 38 34 32
67 69 68 40 38 34 32
68 69 68 40 38 34 32
69 69 68 40 38 34 32
70 69 68 40 38 34 32
71 70 67 40 38 34 32
72 70 69 40 38 34 32
65
73 70 69 41 38 34 32
74 70 69 41 38 34 32
75 70 69 41 39 34 32
76 71 70 41 39 34 32
77 71 70 41 39 34 32
78 71 70 41 39 34 32
79 71 70 41 39 35 33
80 71 70 41 39 35 33
81 72 71 41 39 35 33
82 72 71 41 39 35 33
83 72 71 41 39 35 33
84 72 71 42 39 35 33
85 73 72 42 39 35 33
86 73 72 42 39 35 33
87 73 72 42 39 35 33
88 73 72 42 40 35 33
89 73 72 42 40 35 33
90 74 73 42 40 35 33
91 74 73 42 40 35 33
92 74 73 42 40 35 33
93 74 73 42 40 35 33
94 74 73 42 40 35 33
95 75 74 43 40 35 33
96 75 74 43 40 36 33
97 75 74 43 40 36 33
98 75 74 43 40 36 33
99 75 74 43 40 36 33
100 76 75 43 40 36 33
101 76 74 43 40 36 33
102 76 75 43 40 36 33
103 76 75 43 41 36 34
104 76 75 43 41 36 34
105 76 75 43 41 36 34
106 77 76 44 41 36 34
107 77 76 44 41 36 34
108 77 76 44 41 36 34
109 77 76 44 41 36 34
110 77 76 44 41 36 34
111 77 76 44 41 36 34
112 78 77 44 41 36 34
113 78 77 44 41 36 34
114 78 77 44 42 37 34
66
115 78 77 44 42 37 34
116 78 77 44 42 37 34
117 78 77 44 42 37 34
118 78 77 44 42 37 34
119 79 78 45 42 37 34
120 79 78 45 42 37 34
121 79 78 45 42 37 34
122 79 78 45 42 37 34
123 79 78 45 42 37 34
124 80 79 45 42 37 34
125 80 79 45 42 37 35
126 80 79 45 42 37 35
127 80 79 45 42 37 35
128 80 79 45 42 37 35
129 80 79 45 42 37 35
130 80 79 45 43 38 35
131 81 80 45 43 38 35
132 81 80 46 43 38 35
133 81 80 46 43 38 35
134 81 80 46 43 38 35
135 81 80 46 43 38 35
136 81 80 46 43 38 35
137 81 80 46 43 38 35
138 82 81 46 43 38 35
139 82 81 46 43 38 35
140 82 81 46 43 38 35
141 82 81 46 43 38 35
142 82 81 46 43 38 35
143 82 81 46 43 38 35
144 82 81 46 43 38 35
145 82 81 46 44 38 35
146 82 81 46 44 38 35
147 82 81 46 44 38 35
148 82 81 47 44 38 35
149 82 82 47 44 38 35
150 82 82 47 44 38 35
151 83 82 47 44 39 35
152 83 82 47 44 39 35
153 83 82 47 44 39 35
154 83 82 47 44 39 35
155 83 82 47 44 39 35
156 83 82 47 44 38 35
67
157 83 82 47 44 38 35
158 83 82 47 44 38 35
159 83 82 47 44 39 35
160 83 82 47 44 39 35
161 83 82 47 44 39 35
162 83 82 47 44 39 36
163 83 82 47 44 39 36
164 83 82 47 44 39 36
165 83 82 47 44 39 36
166 84 83 47 44 39 36
167 84 83 47 44 39 36
168 84 83 47 44 39 36
169 84 83 47 44 39 36
170 84 83 47 44 39 36
171 84 83 47 44 39 36
172 84 83 47 44 39 36
173 84 83 47 44 39 36
174 84 83 47 44 39 36
175 84 83 47 44 39 36
176 84 83 47 44 39 36
177 84 83 47 44 39 36
178 84 84 47 44 39 36
179 85 84 47 44 39 36
180 85 84 47 45 39 36
181 85 84 47 45 39 36
182 85 84 48 45 39 36
183 85 84 48 45 39 36
184 85 84 48 45 39 36
185 85 84 48 45 39 36
186 85 84 48 45 39 36
187 85 84 48 45 39 36
188 85 84 48 45 39 36
189 85 84 48 45 39 36
190 85 84 48 45 39 36
191 85 84 48 45 39 36
192 85 84 48 45 40 36
193 86 85 48 45 40 36
194 86 85 48 45 40 36
195 86 85 48 45 40 36
196 86 85 48 45 40 36
197 86 85 48 45 40 36
198 86 85 48 45 40 36
68
DATA HASIL PENGUJIAN K SPESIMEN Cu BANDINGAN
No T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 32 32 31 31 31 31
2 32 32 31 31 31 31
3 32 32 31 31 31 31
4 32 32 31 31 31 31
5 33 33 31 31 31 31
6 33 33 31 31 31 31
7 33 33 31 31 31 31
8 34 34 31 31 32 32
9 34 34 31 31 32 32
10 34 35 31 31 32 32
11 35 35 31 31 32 32
12 35 35 31 31 32 32
13 36 36 31 31 32 32
14 36 36 31 31 32 32
15 37 37 31 31 32 32
16 37 37 31 31 32 32
17 37 37 32 32 32 32
18 38 38 32 32 32 32
199 86 85 48 45 40 36
200 86 85 48 45 40 36
201 86 85 48 45 40 36
202 86 85 48 45 40 37
203 86 85 48 45 40 37
204 86 85 48 45 40 37
205 86 85 48 45 40 37
206 86 85 48 45 40 37
207 86 85 48 45 40 37
208 87 86 49 46 40 37
209 87 86 49 46 40 37
210 87 86 49 46 40 37
211 87 86 49 46 40 37
212 87 86 49 46 40 37
213 87 86 49 46 40 37
214 87 86 49 46 40 37
215 87 86 49 46 40 37
216 87 86 49 46 40 37
217 87 86 49 46 40 37
69
19 38 38 32 32 32 32
20 39 39 32 32 32 32
21 39 39 32 32 32 32
22 40 40 32 32 32 32
23 40 40 32 32 32 32
24 43 43 32 32 32 32
25 43 43 32 32 32 32
26 44 44 33 32 32 32
27 44 44 33 32 32 32
28 45 45 33 32 32 32
29 45 45 33 33 32 32
30 45 45 33 33 32 32
31 46 46 33 33 32 32
32 46 46 33 33 32 32
33 46 46 33 33 32 32
34 47 47 33 33 32 32
35 47 47 34 33 32 32
36 48 48 34 33 32 32
37 48 48 34 33 32 32
38 48 48 34 33 32 32
39 49 49 34 33 33 32
40 49 49 34 33 33 32
41 50 49 34 33 33 32
42 50 50 34 33 33 32
43 50 50 34 34 33 32
44 51 50 34 34 33 32
45 51 51 35 34 33 32
46 51 51 35 34 33 32
47 52 51 35 34 33 33
48 52 52 35 34 33 33
49 52 52 35 34 33 33
50 53 52 35 34 33 33
51 53 53 35 34 33 33
52 53 53 35 34 33 33
53 54 53 36 35 33 33
54 54 54 36 35 33 33
55 55 54 36 35 34 33
56 55 54 36 35 34 33
57 55 55 36 35 34 33
58 56 55 36 35 34 33
59 56 55 36 35 34 33
60 56 55 36 35 34 33
70
61 56 56 37 35 34 33
62 57 56 37 35 34 33
63 57 56 37 35 34 33
64 57 56 37 36 34 33
65 58 57 37 36 34 33
66 58 57 37 36 34 33
67 58 57 37 36 34 33
68 58 57 37 36 34 33
69 59 58 37 36 34 33
70 59 58 37 36 34 33
71 60 58 38 36 34 33
72 60 59 38 36 34 33
73 60 59 38 36 35 34
74 60 59 38 36 35 34
75 61 59 38 37 35 34
76 61 60 38 37 35 34
77 61 60 38 37 35 34
78 61 60 38 37 35 34
79 61 60 38 37 35 34
80 62 60 38 37 35 34
81 62 61 39 37 35 34
82 62 61 39 37 35 34
83 63 61 39 37 35 34
84 63 61 39 37 35 34
85 63 62 39 37 35 34
86 63 62 39 37 35 34
87 64 62 39 37 35 34
88 64 62 39 38 35 34
89 64 62 39 38 36 34
90 64 63 40 38 36 34
91 64 63 40 38 36 34
92 64 63 40 38 36 34
93 64 63 40 38 36 34
94 65 63 40 38 36 34
95 65 63 40 38 36 34
96 65 64 40 38 36 34
97 65 64 40 38 36 34
98 65 64 40 38 36 34
99 65 64 40 38 36 34
100 66 64 40 38 36 34
101 66 64 40 38 36 34
102 66 65 40 38 36 34
71
103 66 65 40 38 36 34
104 66 65 41 38 36 35
105 66 65 41 38 36 35
106 67 65 41 39 36 35
107 67 65 41 39 36 35
108 67 66 41 39 36 35
109 67 66 41 39 36 35
110 67 66 41 39 36 35
111 67 66 41 39 36 35
112 68 66 41 39 37 35
113 68 66 41 39 37 35
114 68 67 41 39 37 35
115 68 67 41 39 37 35
116 68 67 41 39 37 35
117 68 67 42 39 37 35
118 69 68 42 39 37 35
119 69 68 42 40 37 35
120 69 68 42 40 37 35
121 69 68 42 40 37 35
122 70 68 42 40 37 35
123 70 68 42 40 37 35
124 70 68 42 40 37 35
125 70 68 42 40 37 35
126 70 69 42 40 37 35
127 70 69 42 40 37 35
128 70 69 42 40 37 36
129 71 69 43 40 37 36
130 71 69 43 40 37 36
131 71 69 43 40 38 36
132 71 70 43 40 38 36
133 71 70 43 40 38 36
134 71 70 43 40 38 36
135 71 70 43 40 38 36
136 71 70 43 41 38 36
137 72 70 43 41 38 36
138 72 70 43 41 38 36
139 72 70 43 41 38 36
140 72 70 43 41 38 36
141 72 71 43 41 38 36
142 72 71 43 41 38 36
143 72 71 43 41 38 36
144 72 71 43 41 38 36
72
145 72 71 43 41 38 36
146 72 71 43 41 38 36
147 73 71 44 41 38 36
148 73 71 44 41 38 36
149 73 72 44 41 38 36
150 73 72 44 41 38 36
151 73 72 44 41 38 36
152 73 72 44 41 38 36
153 73 72 44 41 38 36
154 73 72 44 41 38 36
155 74 72 44 41 38 36
156 74 72 44 41 38 36
157 74 72 44 41 39 36
158 74 73 44 41 39 36
159 74 73 44 41 39 36
160 74 73 44 41 39 36
161 74 73 44 42 39 36
162 74 73 44 42 39 36
163 75 73 44 42 39 37
164 75 73 44 42 39 37
165 75 73 45 42 39 37
166 75 74 45 42 39 37
167 75 74 45 42 39 37
168 75 74 45 42 39 37
169 75 74 45 42 39 37
170 75 74 45 42 39 37
171 76 74 45 42 39 37
172 76 74 45 42 39 37
173 76 75 45 42 39 37
174 76 75 45 42 39 37
175 76 75 45 42 39 37
176 76 75 45 42 39 37
177 76 75 45 42 39 37
178 76 75 45 42 39 37
179 76 75 45 42 39 37
180 77 75 45 42 39 37
181 77 75 45 42 39 37
182 77 75 45 42 39 37
183 77 76 46 42 39 37
184 77 76 46 42 40 37
185 77 76 46 42 40 37
186 77 76 46 43 40 37
73
187 77 76 46 43 40 37
188 77 76 46 43 40 37
189 77 76 46 43 40 37
190 77 76 46 43 40 37
191 78 76 46 43 40 37
192 78 76 46 43 40 37
193 78 76 46 43 40 37
194 78 76 46 43 40 37
195 78 77 46 43 40 37
196 78 77 46 43 40 37
197 78 77 46 43 40 37
198 78 77 46 43 40 37
199 78 77 46 43 40 37
200 79 77 46 43 40 38
74