BAB I PENDAHULUAN - coremap.or.idcoremap.or.id/downloads/Manual-Pedum_CBM.pdfrangka peningkatan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - coremap.or.idcoremap.or.id/downloads/Manual-Pedum_CBM.pdfrangka peningkatan...
1.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program COREMAP merupakan perwujudan nyata dari upaya
pengelolaan sumberdaya pesisir dan kepulauan khususnya ekosistem
terumbu karang dan sumberdaya ikannya secara berkelanjutan, dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan kepulauan.
Pentingnya pengelolaan sumberdaya tersebut tampak dari hasil suatu
penelitian yang menunjukkan bahwa pada ekosistem terumbu karang
yang terkelola dapat dihasilkan 30 ton ikan per km2.
Nilai ini dapat dipertahankan secara berkelanjutan bila sumberdaya ini
dikelola dengan baik. Sebaliknya, jika ekosistem terumbu karang ini
dibiarkan rusak hasilnya bisa turun secara drastis mencapai 5 ton per km2.
Dampak ekonomis tersebut tercantum sebagaimana tabel di bawah ini.
2.
Tabel 1. Perkiraan Perbandingan Luasan dan Hasil Perikanan berdasarkan kondisi
Terumbu Karang
Kabupaten
Ekosistem Terumbu Karang Perkiraan kehilangan
keuntungan dari
pengelolaan
perikanan akibat
rusaknya ekosistem
terumbu karang1
(Rp per tahun)
Luasan terumbu
dan ekosistem
terkait (km2)
Hasil perikanan
pada ekosistem
terumbu karang
yang
terdegradasi per
tahun
(5 ton/km2)
Hasil perikanan
pada ekosistem
terumbu karang
yang terkelola
per tahun
(25 ton/km2)
Pangkep 374 1,870 9,350 125 Milyar
Selayar 1,098 5,490 27,450 367 Milyar
Buton 1,402 7,010 35,050 468 Milyar
Raja Ampat 1,299 6,495 32,475 434 Milyar
Biak 424 2,120 10,600 142 Milyar
Sikka 128 640 3,200 43 Milyar
Sumber: Komunikasi langsung dengan Herman Cesar (Ghofar, tt).
Keterangan:
� Setiap 20 ton ikan bernilai Rp 16,7 Juta
Dari hasil penilaian kondisi terumbu karang di Indonesia selama tahun
2005 oleh P2O LIPI didapatkan bahwa status terumbu karang di Indonesia
yang berada dalam kondisi bagus hanya berkisar 21,03 – 24,10 persen.
Umumnya kondisi terumbu karang yang bagus tersebut berada di
wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Data selengkapnya
tentang kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Status Terumbu Karang Indonesia 2005
KONDISI
LOKASI
SANGAT
BAGUS BAGUS SEDANG RUSAK
JUMLAH
STATION
Indonesia Barat 5,40 24,10 34,17 36,33 2787
Indonesia Tengah 6,10 31,92 45,07 16,90 213
Indonesia Timur 6,15 21,03 30,77 42,05 195
Total 5,83 25,66 36,59 31,92 686
Sumber: Hasil Olah Data P2O LIPI Thn. 2005.
3.
Keterangan:
Sangat Bagus = Tutupan Karang Hidup 76 - 100 % Bagus = Tutupan Karang Hidup 51 - 75 %
Sedang =Tutupan Karang Hidup 26 - 50 % Rusak = Tutupan Karang Hidup 0 - 25 %
COREMAP fase pertama merupakan periode inisiasi, dimulai sejak tahun
anggaran 1998/1999 yang berakhir pada tahun 2004 dan pada tahun itu
juga dilanjutkan dengan pelaksanaan COREMAP Fase II (selanjutnya
cukup ditulis COREMAP) yang akan dilaksanakan hingga tahun 2010.
COREMAP lebih menekankan pada upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan dan masyarakat serta pengembangan berbagai alternatif
kegiatan masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya dari
pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang secara
berkelanjutan.
Pada COREMAP, masyarakat terus didorong dan ditingkatkan
kemampuannya dalam mengorganisir diri, termasuk menentukan pilihan
kegiatan pembangunan di daerahnya secara musyawarah dengan
mengacu kepada azas COREMAP yaitu; Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat
(DOUM). Cakupan jenis kegiatannya terbuka luas (open menu) untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat pedesaan dan menjamin ketersediaan
sumberdaya ikan secara lestari.
Dalam kerangka otonomi daerah, COREMAP dikembangkan sebagai
media untuk membangun kesadaran masyarakat dan semua pemangku
kepentingan terhadap perubahan arah dan nafas pembangunan.
COREMAP merupakan media pembelajaran dan pengembangan
kemampuan para pelaku pembangunan, serta media untuk
mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan
pembangunan. Pengembangan konsep COREMAP ini juga diarahkan
pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Beberapa proses dan
kegiatan yang dilaksanakan dalam COREMAP juga selalu
mempertimbangkan pencapaian pemerintahan yang baik.
COREMAP dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa komponen yang
pada dasarnya setiap komponen menitikberatkan partisipasi aktif
masyarakat dalam merehabilitasi, melindungi dan melestarikan
sumberdaya ekosistem terumbu karang. Manifestasi dari hal tersebut
adalah dengan dibuatnya rencana strategis pengelolaan sumberdaya
ekosistem terumbu karang (RPTK), serta pelaksanaan sistem pemantauan
dan pengawasan oleh masyarakat (SISWASMAS) melalui jaringan
kemitraan dan kerjasama strategis dengan berbagai pihak yang dapat
memberikan dukungan terhadap pengelolaan sumberdaya yang bernilai
manfaat tinggi dan berkelanjutan.
4.
Seluruh proses kegiatan dalam COREMAP pada hakekatnya memiliki dua
prinsip, yaitu :
1) Memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat untuk
menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan dan mengambil
keputusan secara terbuka dan penuh tanggungjawab.
2) Menyediakan dukungan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan
peran masyarakat dalam pembangunan, khususnya dalam upaya
peningkatan kesejahteraan mereka sendiri.
1.2. Maksud Penyusunan Buku Panduan
Buku Panduan ini disusun untuk memberikan suatu arahan tentang
pelaksanaan program pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat
(PBM COREMAP) secara teknis untuk lokasi program di wilayah Indonesia
Timur. Dengan demikian dapat dibangun kesamaan persepsi dalam
pelaksanaan program di lapangan, baik antar petugas pelaksana di
lapangan maupun antara petugas lapangan dengan manajemen
proyek di pusat maupun di daerah.
1.3. Tujuan dan Sasaran PBM COREMAP
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan COREMAP adalah menjamin ketersediaan
sumberdaya ikan karang dan melestarikan habitatnya (terumbu karang)
secara berkelanjutan, sebagai kekayaan dan modal utama
pembangunan desa pesisir, untuk mempercepat penanggulangan
kemiskinan melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan
dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan atau antar desa serta
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Indikator dampak dari tujuan umum
CBM adalah sebagai berikut :
a Indikator Pengelolaan dan Pemberdayaan :
• Kawasan konservasi laut yang dikelola secara kolaboratif meliputi
10 % dari terumbu karang di kabupaten program sebelum
berakhirnya program.
• 70 % biaya operasi untuk semua kegiatan Program yang
sepenuhnya terintegrasi ke sasaran program pemerintah
kabupaten dan didanai tanpa dana COREMAP II sebelum
berakhirnya program (EoP).
5.
• Penyadaran tentang pentingnya terumbu karang meningkat ke
dan atau dipertahankan pada angka 70 % di semua kabupaten1
program
b Indikator Biofisik :
• Hamparan karang hidup (live coral cover) di kabupaten program
meningkat 5 % per tahun sampai tingkatan dicapai dan tetap
dipertahankan agar sebanding dengan tingkatan untuk karang
sejenis di wilayah yang tertata baik atau wilayah yang sudah
lama ada.2
• Rata-rata tangkapan (catch-per-unit-effort / CPUE) untuk spesis
indikator yang menetas-awal dan dipanen dengan teknik
penangkapan secara berkelanjutan di kabupaten program naik
35% sebelum masa berakhirnya proyek (EoP), sedangkan rata-
rata CPUE untuk spesis indikator ukuran-sedang yang menetas-
awal dan dipanen dengan cara penangkapan secara
berkelanjutan di kabupaten program naik 10% sebelum masa
berakhirnya proyek (EoP).3
c Indikator Sosial-Ekonomi dan Kemiskinan :
• Total pendapatan yang didapat dari, dan total jumlah orang
yang menerima pendapatan dari, berbagai cara kegiatan4
berkelanjutan berbasis terumbu karang dan pengganti-karang di
kabupaten program meningkat 10 % sebelum masa berakhirnya
proyek (EoP).
• Sedikitnya 70% nelayan/ penerima manfaat di masyarakat pesisir
dalam kabupaten program merasa bahwa program berdampak
positif pada kesejahteraan dan status ekonomi mereka sebelum
berakhirnya Proyek.
1 A.C. Nielson dalam COREMAP Tahap I melaporkan bahwa kesadaran tentang pentingnya terumbu karang naik ke tingkat 63% sampai 71 % di kabupaten program. 2 Indikator dasar ini merupakan kumpulan indikator kesehatan terumbu karang yang akan dipantau dan yang akan dikaji agar manunjukkan perbaikan kesehatan ekosistem terumbu karang di kabupaten program, termasuk :
• Berlimpahnya spesis bentos indikator dan ikan (dikategorikan dengan genus, kelompok trofik dan kategori pasar)
• Ukuran kelas (dan selanjutnya bomasa) ikan indikator dan spesis bentos
• Peningkatan terjadinya kerusakan karang di kabupaten program 3 Spesis indikator menetas-awal (early-breeding species) adalah spesis yang mencapai maturitas dalam 1 sampai 2 tahun, sedangkan species ukuran sedang adalah spesis yang mencapai maturitas dalam 5 sampai 6 tahun, dan spesis indikator yang terlambat menetas adalah predator tertinggi (mis: ikan hiu). Di samping target-target di atas, spesis indikator yang terlambat menetas ditetapkan adalah untuk CPUE untuk menstabilkan menjelang berakhirnya Tahap II. Target untuk spesis indikator berdasarakan Roberts dan Gill (2001), rangkuman pengalaman dan manfaat perikanan dari marine reserves dan tingkat pertumbuhan untuk kelompok-kelompok spesis ini. 4 Kegiatan mengganti karang mengacu pada mata-pencarian alternatif bagi perikanan karang yang dikenalkan melalui program, juga diversifikasi ekonomi yang meninggalkan kegiatan-kegiatan ekstraksi karang.
6.
Secara detail dapat dilihat dalam logframe pada Lampiran 1.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus PBM COREMAP adalah :
1) Memberdayakan masyarakat pesisir dan lembaganya di wilayah
COREMAP agar mampu melestarikan terumbu karang dan ekosistem
terkait lainnya melalui pengelolaan bersama dengan institusi
pemerintah;
2) Meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi usaha yang
transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan layak untuk dibiayai;
dan
3) Meningkatkan peran aktif pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat pesisir dalam kerangka pengelolaan bersama
perlindungan laut dan daerah perlindungan laut (DPL).
Secara detail dapat dilihat dalam logframe pada Lampiran 2.
1.3.3. Sasaran
Sasaran pelaksanaan PBM COREMAP adalah :
1) Terbentuknya hukum dan kebijakan strategis di wilayah COREMAP
yang mendukung kegiatan pengelolaan bersama ekosistem terumbu
karang oleh masyarakat;
2) Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) terbentuk;
3) Hilangnya/menurunnya tekanan terhadap sumberdaya terumbu
karang karena telah membaiknya pemahaman dan kesadaran
masyarakat akan arti penting keberadaan terumbu karang;
4) Meningkatnya kapasitas kelembagaan dalam mengelola dan
melestarikan sumberdaya alam Iautnya;
5) Meningkatnya pendapatan masyarakat melalui usaha
pengembangan mata pencaharian alternatif; dan
6) Semakin membaiknya kualitas terumbu karang seiring dengan semakin
berkurangnya kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak.
1.4. Luaran
Luaran dari pelaksanaan PBM COREMAP adalah:
7.
1) Terjaminnya kelestarian sumberdaya laut yang berdampak pada
meningkatnya hasil tangkapan ikan oleh nelayan lokal.
2) Keberlanjutan usaha nelayan skala kecil.
3) Terbentuknya jejaring kawasan konservasi laut di kabupaten (KKLD).
4) Terbentuknya lembaga pengelola keuangan yang transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan.
5) Terbentuknya sistem pengawasan sumberdaya ekosistem terumbu
karang berbasis masyarakat.
6) Adanya perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih positif
dalam pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara
berkelanjutan.
1.5. Prinsip-prinsip PBM COREMAP
Untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum di atas, maka pelaku
PBM COREMAP perlu memahami Prinsip-prinsip PBM COREMAP yang
mencakup :
1.5.1. Keberpihakan kepada Masyarakat Miskin di Pesisir dan Kepulauan
Orientasi setiap kegiatan yang dilaksanakan, baik dalam proses maupun
kegiatan pemanfaatan hasil, PBM ditujukan bagi masyarakat miskin di
pesisir dan kepulauan. Keberpihakan ini sangat penting mengingat
penanggulangan kemiskinan atau peningkatan kualitas hidup
masyarakat miskin merupakan tujuan utama dari COREMAP.
1.5.2. Transparansi
Pengelolaan seluruh kegiatan COREMAP harus dilakukan secara
transparan (terbuka) dan diketahui oleh masyarakat luas. Dengan
transparansi atau keterbukaan maka segala sesuatu yang dilakukan akan
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (accountable).
Salah satu aspek penting dalam transparansi adalah kepercayaan dari
para pelaku COREMAP bahwa transparansi akan sangat berpengaruh
pada keberhasilan COREMAP. Transparansi ini harus bisa diwujudkan oleh
semua pelaku COREMAP di semua tingkatan dan semua unsur.
Transparansi bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam :
a. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan COREMAP, misalnya
menentukan jenis kegiatan dan mengelola dana COREMAP.
8.
b. Memperoleh informasi secara lengkap dan berkelanjutan mengenai
segala sesuatu yang menyangkut COREMAP.
c. Menumbuhkembangkan kepedulian dan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
d. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan COREMAP.
e. Meningkatkan rasa saling percaya di antara sesama pelaku
COREMAP.
1.5.3. Desentralisasi
Desentralisasi bermakna sebagai pemberian kewenangan dan
tanggungjawab kepada masyarakat dalam mengelola COREMAP
secara mandiri dan partisipatif.
Bentuk wewenang dan tanggungjawab masyarakat adalah :
a. Menyusun strategi pengelolaan sumberdaya karang dan perikanan
secara berkelanjutan sebagai arahan pembangunan desa;
b. Memanfaatkan dan mengelola dana COREMAP;
c. Memperoleh hak pendampingan;
d. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan
kebutuhannya;
e. Mempertanggungjawabkan pengelolaan dana COREMAP; dan
f. Memelihara dan melestarikan kegiatan yang telah dilaksanakan.
1.5.4. Pemberdayaan
Pemberdayaan dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan kepekaan
dan daya kritis masyarakat dalam merespon fenomena pembangunan
sekelilingnya. Selain itu, pemberdayaan juga dimaksudkan untuk
mengembangkan kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk
memegang kendali pengelolaan sumberdaya alam pesisir secara
berkelanjutan, guna meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan kuatnya
akses dan baiknya kapasitas, maka posisi tawar masyarakat terhadap
berbagai pemangku kepentingan semakin tinggi yang berdampak pada
terbukanya peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif
dan bertanggung jawab dalam mengelola sumberdaya ekosistem
terumbu karang. Dengan begitu, maka masyarakat akan mendapatkan
jaminan untuk memperoleh manfaat secara ekonomi atas sumberdaya
yang ada.
9.
1.5.5. Partisipasi Pemangku Kepentingan
Partisipasi dalam COREMAP adalah keterlibatan masyarakat secara aktif,
terutama nelayan dan masyarakat pesisir, termasuk perempuan dalam
setiap tahap kegiatan COREMAP, mulai dari persiapan, pra
perencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
kegiatan. Salah satu wujud partisipasi adalah adanya keterlibatan
masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik mengenai pengelolaan
wilayah terumbu karang maupun konstribusi terhadap strategi
pengembangan perikanan secara berkelanjutan dengan dukungan dari
COREMAP dalam bentuk pemberian informasi dan pengkajian bersama
di desa dan antar desa.
Para pelaku COREMAP perlu mengembangkan suatu pendekatan yang
dapat menjamin keterlibatan para pengguna sumberdaya karang. Hal ini
dikarenakan mereka, nelayan yang menangkap ikan pada sore atau
malam hari, perempuan yang mengambil kerang, rumput laut, lamun di
terumbu karang, dan penambang karang, sering tidak mempunyai
kesempatan mengikuti pertemuan-pertemuan formal di desa. Setiap
pengambilan keputusan penting dalam COREMAP harus melibatkan
pendapat mereka. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan
melalui musyawarah di desa akan mengakomodir aspirasi semua pihak.
Dengan prinsip keterlibatan seluruh kelompok sasaran dan kepentingan,
maka masyarakat akan memperoleh pilihan terbaik dari berbagai
alternatif yang ada.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengambil keputusan
adalah :
a. Mengutamakan pilihan terbaik berdasarkan pada pemanfaatan
sumberdaya laut secara adil dan berkelanjutan dalam setiap
pengambilan keputusan.
b. Mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan bersama.
c. Menghindari setiap upaya dominasi dari individu atau kelompok
tertentu demi kepentingannya sendiri.
d. Menempatkan aparat pemerintah dan konsultan sebagai fasilitator
dalam setiap pengambilan keputusan di masyarakat.
1.5.6. Pemerataan
Prinsip pemerataan erat kaitannya dengan pemberdayaan yang
diwarnai kesetaraan akses serta peluang. Pemerataan akan dicapai jika
10.
nelayan kecil dan perempuan telah memiliki kesamaan akses terhadap
peluang untuk mengembangkan, melindungi, dan mengelola
sumberdaya mereka. COREMAP harus mengarah pada terbinanya
pemerataan kesempatan antar generasi sekarang dan generasi masa
depan, terutama dengan menyediakan mekanisme pengelolaan yang
menjamin perlindungan dan pelestarian sumberdaya pesisir bagi
pemanfaatan di masa depan.
1.5.7. Ramah Lingkungan
COREMAP mempromosikan penerapan teknologi dan praktek-praktek
pengelolaan ramah lingkungan sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi
dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, teknologi pengelolaan yang
diterapkan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan serta kapasitas
sumberdaya dan ekosistemnya.
1.5.8. Berkelanjutan
Pembangunan yang berkelanjutan berarti menyeimbangkan kondisi dan
karakteristik lingkungan alam dengan pembangunan ekonomi, sehingga
menjamin pemeliharaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan
generasi mendatang. COREMAP menyadarkan masyarakat akan peran
dan fungsinya sebagai penjaga dan pemelihara kekayaan alam yang
merupakan titipan bagi generasi berikutnya.
Prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan diatas dapat terwujud
apabila semua pelaku COREMAP mempelajari ”Kebijakan Pengamanan
Lingkungan Pengakuan Terhadap Pengetahuan dan Kearifan Tradisional.
COREMAP mengakui nilai-nilai pengetahuan dan kearifan tradisional yang
terkait dengan pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan
mendorong penerapan serta penggunaan pengetahuan tradisional
tersebut dalam berbagai kegiatan PBM.
1.5.9. Kesetaraan Jender
COREMAP menyadari keunikan peran dan konstribusi baik dari laki-laki
maupun perempuan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
pesisir. Karena itu COREMAP mempromosikan serta mendorong
kesetaraan peluang bagi laki-laki maupun perempuan untuk berperan
dan berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang
berbasis masyarakat ini.
11.
1.5.10. Kemitraan
Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang mencakup dimensi
yang luas dan bersentuhan dengan berbagai pemangku kepentingan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Status interaksi antar
pemangku kepentingan sangat mempengaruhi proses dan hasil yang
dicapai dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Untuk memastikan
proses dan hasilnya bernilai manfaat utamanya bagi masyarakat, maka
relasi antar berbagai pemangku kepentingan harus berlangsung secara
harmonis dengan prinsip berperan produktif, profesional dan proporsional.
Potensi berbagai pemangku kepentingan perlu dikelola secara sistematis
agar terbangun konsolidasi dan sinergisitas yang konstruktif, dengan
begitu orientasi COREMAP untuk menjaga keseimbangan sumberdaya
ekonsistrem terumbu karang dalam meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.
1.6. Strategi PBM COREMAP
1.6.1. Keterlibatan Berbagai Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Terumbu Karang
Pelaksanaan kegiatan yang didukung COREMAP perlu melibatkan
pemangku kepentingan terutama nelayan dan masyarakat yang
hidupnya bergantung pada sumberdaya terumbu karang dan
sumberdaya lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu
karang tidak hanya terkait dengan tata cara pemanfaatan, tetapi juga
oleh hal-hal lain yang mempengaruhi tata cara pemanfaatan tersebut,
dimana kesemuanya itu melibatkan berbagai pemangku kepentingan
pada jenjang yang berbeda (nasional, provinsi, kabupaten dan desa),
antara lain pengambil kebijakan, perguruan tinggi, NGO, Pelaku usaha
perikanan, asosiasi nelayan, penegak hukum. Dengan begitu, kehadiran
pemangku kepentingan secara bersama-sama dengan mengetahui
peran dan fungsinya dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem
terumbu karang akan mempermudah terlaksananya sebuah model
pengelolaan yang responsif, berorientasi pada pemanfaatan
berkelanjutan dan mendorong proses pensejahteraan masyarakat
nelayan.
1.6.2. Keberlanjutan Usaha Nelayan Skala Kecil
Memberikan perlindungan terhadap usaha nelayan utamanya yang
berskala kecil dimaksudkan agar kebutuhan ekonomi keluarga nelayan
dapat terpenuhi secara permanen dan berkelanjuran, maka COREMAP
mendukung lima kegiatan utama untuk lebih mengarahkan nelayan
12.
memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberikan peluang untuk
meningkatkan pendapatannya, yaitu:
1) Pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah yang memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola terumbu karang di
wilayahnya.
2) Memfasilitasi proses penyusunan kesepakatan di antara masyarakat
dalam memanfaatkan sumberdaya umum secara bersama.
3) Penegakan hukum terhadap penangkapan ikan yang ilegal.
4) Pengembangan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan
peningkatan nilai tambah hasil tangkapan untuk mengurangi tekanan
terhadap terumbu karang.
5) Pengembangan usaha alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap
terumbu karang.
1.6.3. Pengembangan Jejaring Kawasan Konservasi Laut di kabupaten
COREMAP dilaksanakan berdasarkan keberhasilan yang dicapai oleh
COREMAP fase I, dan inisiatif-inisiatif lain dalam pengelolaan berbasis
masyarakat di berbagai negara. Salah satu strategi yang dapat
memberikan hasil yang signifikan utamanya dalam upaya merehabilitasi,
melindungi dan mengelola sumberdaya ekosistem terumbu karang
secara berkelanjutan adalah dengan penetapan wilayah-wilayah
tertentu sebagai areal kawasan konservasi laut. Meskipun cakupan
arealnya terbilang masih sempit (tidak lebih dari 10 % dari rataan terumbu
karang), akan tetapi secara ekologis perubahan status biota dan
lingkungan perairan lebih baik, dan secara sosial masyarakat
mendapatkan pembelajaran mengenai tata cara pengelolaan
sumberdaya. COREMAP akan mendukung pengembangan kawasan
konservasi laut daerah di Kabupaten, dengan mengembangkan jaringan
antar kawasan-kawasan konservasi tersebut, “tabungan ikan”, dan
kawasan pemanfaatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan
produksi perikanan karang secara lestari, dan meningkatkan potensi
perikanan jangka panjang serta melindungi keanekaragaman hayati.
Jejaring kawasan konservasi laut tingkat daerah (DPL) dapat dilihat dari 2
(dua) perspektif, yaitu interaksi ekologis antar kawasan konservasi dan
interaksi institusi antar pengelola kawasan konservasi. Selain itu, COREMAP
mendukung upaya pengelolaan kawasan konservasi berbasis kolaboratif
manajemen, dimana para pengambil keputusan dalam pengelolaan
kawasan konservasi terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, seperti
instansi pemerintah (DKP, KSDA, dan pemerintah daerah), LSM (lokal,
nasional, dan internasional), sektor swasta (Pelaku usaha), perguruan
13.
tinggi, masyarakat lokal, dll.
1.6.4. Pengelolaan Keuangan yang Bertanggungjawab
Kunci keberhasilan pemanfaatan dukungan sumberdaya keuangan bagi
pelaksanaan program baik di tingkat Kabupaten maupun Desa secara
efektif dan berdaya guna (tepat sasaran) adalah dengan pengelolaan
sumberdaya keuangan yang dilakukan secara tertib dan transparan.
Seluruh pelaku COREMAP harus mempelajari buku pedoman dan tata
cara penggunaan dana yang bertanggung jawab.
Dalam pengelolaan keuangan, segala jenis transaksi harus dilengkapi
dengan bukti penggunaan dananya, dan memenuhi kriteria yang
tercantum dalam buku pegangan manajemen keuangan. Kegagalan
untuk memenuhi kriteria tersebut akan mengakibatkan suatu klaim
menjadi tidak sah, yang dapat mengarah pada pembekuan sementara
dana-dana terkait pada penanggung jawab dana tersebut, dan akan
dicairkan apabila permasalahan tersebut dapat terselesaikan secara
tuntas.
Setiap pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dana
COREMAP akan diberikan pelatihan dalam administrasi, pelaporan dan
pengelolaan keuangannya. Semua pihak yang menerima tanggung
jawab pengelolaan keuangan dan sumber-sumber dalam program
COREMAP harus mematuhi kode etik (code of conduct) pelaksanaan
COREMAP.
1.6.5. Pengawasan dan Pemantauan
Pemantauan dan pengawasan yang efektif dapat terwujud apabila
dilakukan secara terus menerus di wilayah-wilayah yang menjadi obyek,
dan segera memberikan respon seketika pada saat terjadi tindakan yang
melanggar. Pihak yang paling relevan untuk memain peran ini adalah
masyarakat nelayan yang berdiam di sekitar sumberdaya. Peran
masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya
penciptaan lingkungan yang kondusif, memiliki keterbatasan-
keterbatasan, sehingga dalam hal-hal tertentu perlu mendapat
dukungan dari berbagai pihak, utamanya dari sistem dan perangkat
pengawasan yang telah ada. Untuk itu, COREMAP akan memediasi agar
pihak-pihak yang mengendalikan sistem dan perangkat pengawasan
(Polisi, Tentara, Jagawana, PPNS) untuk mengambil peran dalam sistem
COREMAP.
14.
Dengan begitu, COREMAP dapat memberikan pelayanan dan fasilitasi
bagi kelompok nelayan yang akan berpartisipasi dalam mengatasi
praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak lingkungan, melalui :
1. Proses pengawasan berbasis masyarakat (siswasmas), pengamatan
dan pelaporan,
2. Mendukung kegiatan operasional bagi aparat penegak hukum di
daerah,
3. Melaporkan nelayan perusak dan oknum (aparat pemerintah yang
bekerja di luar wilayah hukum mereka),
4. Melaporkan penyaluran dan penyimpanan bahan-bahan peledak
dan racun,
5. Meminta tindakan penegakan hukum oleh aparat terkait.
6. Terpadu dengan komponen Monitoring,Controlling and Surveilance
(MCS) menyelengggarakan pemantauan dan pengawasan berbasis
radio.
1.6.6. Pembangunan Pusat Informasi Masyarakat
Data dan informasi merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat
pesisir dan kepulauan agar dapat melakukan upaya atau tindakan yang
memberikan nilai manfaat, baik secara sosial, ekonomi maupun ekologis
terkait dengan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang.
Informasi juga dapat membantu masyarakat dalam peningkatan
pengetahuan, pemahaman serta mendorong partisipasi mereka untuk
melakukan rehabilitasi, pemantauan dan pengawasan. Untuk itu,
COREMAP akan memfasilitasi perbaikan gedung atau tempat yang akan
dijadikan sebagai media penyedia data dan informasi bagi masyarakat.
Gedung ini akan dijadikan sebagai pusat informasi sekaligus sebagai
tempat bagi masyarakat untuk melakukan pertemuan atau kegiatan,
termasuk tempat menyajikan data-data perkembangan pengelolaan
dana-dana berbantuan COREMAP, baik untuk usaha ekonomi maupun
untuk pembangunan prasarana sosial atau pendukung pengelolaan
sumberdaya ekosistem terumbu karang. Secara berkala pemantauan
akan kondisi pusat informasi ini akan di pantau oleh Fasilitator Masyarakat
kemudian dilaporkan ke PMU. (lihat Lampiran 5)
1.7. Komponen PBM COREMAP
Tujuan komponen ini adalah untuk memberdayakan seluruh masyarakat
dan lembaga di pesisir pada kabupaten program agar mampu
15.
melaksanakan kerjasama pengelolaan terumbu karang dan ekosistem
terkait secara berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan dan
ketersediaan sumberdaya agar dapat dimanfaatkan terus menerus untuk
meningkatkan penghasilan dan pada gilirannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Komponen PBM meliputi :
(1) Pemberdayaan Masyarakat, terdiri dari beberapa kegiatan utama,
yaitu : (i) pelatihan perikanan terumbu karang berkelanjutan, (ii)
pemasaran sosial pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, penilaian
pedesaan secara cepat (Rapid Rural Assessment, RRA), (iii) studi banding
masyarakat dan kunjungan silang, (iv) fasilitasi desa dan bantuan teknis,
(v) pembentukan pusat informasi terumbu karang desa, dan (vi)
pembentukan jaringan radio;
(2) Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat, terdiri dari
beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) pengkajian dan pemetaan
sumberdaya secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal, PRA), (ii)
penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) dan
rancangan pengelolaan antar desa yang disahkan melalui peraturan
desa, (iii) pembentukan wilayah perlindungan laut desa untuk
mendukung RPTK, (iv) inventarisasi nelayan, perahu, peralatan, sarana
dan pengembangan pengelolaan perikanan, (v) kegiatan rintisan di
desa-desa terpilih, untuk menggantikan pemakaian peralatan
penangkapan ikan yang merusak, (vi) pemantauan terumbu karang dan
ekosistem terkait oleh masyarakat, (vii) kerjasama pengawasan dan
penegakan hukum (MCS), (viii) memberdayakan dan memperluas
wilayah pengelolaan oleh masyarakat;
(3) Pengembangan Masyarakat, terdiri dari beberapa kegiatan utama,
yaitu : (i) membentuk dan melaksanakan sistem pengelolaan keuangan
desa untuk mengelola dana masyarakat, (ii) bantuan teknis bagi
BMT/LKM (lembaga keuangan serupa) untuk membentuk cabang di
desa-desa program, (iii) mendukung perputaran kredit di tiap-tiap desa
untuk melaksanakan kegiatan mata pencaharian, (iv) peninjauan, revisi
dan pelaksanaan bantuan teknis untuk usulan kegiatan mata
pencaharian, (v) dana perbaikan desa, (vi) penyediaan mata
pencaharian alternatif di luar program desa;
(4) Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Kabupaten, terdiri dari
beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) dukungan bagi pembentukan
Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Kabupaten, (ii) membentuk
Unit Pengelola Program di kabupaten untuk mendukung kerjasama
16.
pengelolaan, (iii) mengembangkan Rancangan Strategis Sumberdaya
Kelautan Tingkat Kabupaten dan membentuk jaringan KKLD;
(5) Dukungan bagi Taman Laut, terdiri dari beberapa kegiatan utama,
yaitu : (i) memberdayakan kapasitas PHKA untuk mendukung kerjasama
pengelolaan wilayah perlindungan laut, (ii) pertukaran hasil
pembelajaran di antara pengelola taman laut, (iii) pemberdayaan
kerjasama pengelolaan taman laut nasional dan KSDA, yang meliputi (a)
pelatihan, (b) dukungan teknologi, (c) dukungan kerjasama penegakan
hukum, (d) peninjauan, revisi, dan sosialisasi rancangan pengelolaan
taman laut/ KSDA secara partisipatif.
Penjelasan tentang bagian-bagian dari PBM tersebut di atas, merupakan
hal-hal pokok yang akan menjadi pijakan dalam pelaksanaan PBM oleh
pihak atau pelaku yang akan terlibat, baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam struktur organisasi COREMAP. Pada bab berikutnya,
akan dideskripsikan peran dan tanggung jawab pelaku-pelaku COREMAP
secara sistematis dan berjenjang, mulai dari tingkat Nasional, Provinsi,
Kabupaten, Kecamatan sampai Desa.
17
BAB II
FUNGSI DAN PERAN PELAKU COREMAP
2.1. Organisasi Pelaku COREMAP
Struktur organisasi COREMAP pada hakekatnya merupakan struktur
hierarki fungsional atau hubungan tugas, wewenang dan
tanggungjawab dari para pelaku COREMAP dalam rangka pelaksanaan
program. Struktur tersebut telah mempertimbangkan kebutuhan lingkup
kerja COREMAP serta sistem informasi yang akan digunakan. Agar struktur
yang dimaksud dapat berjalan sesuai dengan rencana, maka perlu
adanya dukungan kemampuan berkomunikasi dan koordinasi dari tiap
unsur yang ada.
Disamping dukungan diatas maka yang lebih penting adalah
bagaimana setiap unsur atau pelaku yang terlibat dalam struktur tersebut
mampu memahami, melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing. Tugas dan tanggung jawab setiap pelaku dapat dilihat dalam
Lampiran 3 dan Lampiran 4.
18
Pelaku utama COREMAP adalah masyarakat selaku pengambil
keputusan di desa. Sedangkan pelaku-pelaku di tingkat kecamatan,
kabupaten dan seterusnya lebih berfungsi sebagai fasilitator, pembimbing
dan pembina agar tujuan, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan
mekanisme COREMAP dapat tercapai, dipenuhi dan dilaksanakan
secara benar dan konsisten.
National
Coordination UnitKonsultan
Nasional
Komite Pengarah
Nasional
Regional
Coordination Unit
Project
Management
Unit
Senior Fasilitator Training dan
Penyuluhan (SETO)
CCEBKonsultan Kabupaten
Fasilitator Masyarakat
(FM)
LPSTK
Motivator Desa (MD)
Kelompok Masyarakat
Bidang Produktif
Kelompok Masyarakat
Bidang KonservasiKelompok Masyarakat
Bidang Pemb. Perempuan
Pusat
Propinsi
BUPATI
CAMAT
DPRD
PEMDES BPD
Desa
GUBERNU
R
Komite Teknis
Nasional
Taman
Nasional/KSDA
Keterangan:
—————— : Garis Komando
- - - - - - - - - : Garis Koordinasi
Gambar 1. Tata Hubungan Kerja Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP
19
Keterangan:
—————— : Garis Komando
- - - - - - - - - : Garis Koordinasi
Gambar 2. Struktur Kelembagaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP
Struktur Kelembagaan dan Tata Hubungan Kerja Kelembagaan COREMAP
A. Struktur kelembagaan COREMAP berdasarkan hirarki fungsional
terbagi menjadi 5 tingkatan, yakni Nasional, Provinsi, Kabupaten,
Kecamatan dan Desa.
B. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Nasional terdiri atas Komite
Pengarah (National Steering Committee/NSC), Komite Teknis (National
National Coordinating
Unit (NCU)Individual / Firm
Consultants
Panitia Pengarah
National
Regional
Coordinating Unit
Project Management
Unit (PMU)
Senior Fasilitator
(SETO)
Taman
Nasional/KSDAConsultant Firms
Fasilitator
Masyarakat (FM)Lembaga Pengelola Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
Motivator Desa
(MD)
KelompokMasyarakatBidangProduksi
KelompokMasyarakatBidangKonservasi
Kelompok MasyarakatBidangPemb. Perempuan
Pengarah Teknis
Nasional
DewanPemberdayaan
MasyarakatPesisir
NPIU
LIPI
NPIU
PHKA
Komite Pengarah
Daerah
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Kecamatan
Desa
Bid.CBM
Asd.CBM
National Coordinating
Unit (NCU) Nasional
Konsultan
Panitia Pengarah
National
Regional
Coordinating Unit
Project Management
Unit (PMU)
Senior Fasilitator
(SETO)
Taman
Nasional/KSDA Kabupaten Konsultan
Fasilitator
Masyarakat (FM)Lembaga Pengelola Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
Motivator Desa
(MD)
KelompokMasyarakatBidangProduksi
KelompokMasyarakatBidangKonservasi
Kelompok MasyarakatBidangPemb. Perempuan
Pengarah Teknis
Nasional
DewanPemberdayaan
MasyarakatPesisir
NPIU LIPI
NPIU
PHKA
Komite Pengarah
Daerah
Nasional
Propinsi
Kabupaten
Kecamatan
Desa
Bid.CBM
Asd.CBM
20
Technical Committee/NTC), dan National Coordinating Unit (NCU)
sebagai pengelola COREMAP Tingkat Nasional.
1. NSC Memberikan arahan-arahan kebijakan kepada NTC dan NCU
dalam pengembangan rehabilitasi pengelolaan terumbu karang
dan pengelolaan COREMAP.
2. NTC memberikan arahan-arahan teknis kepada NCU dalam
penetapan kebijakan pengelolaan COREMAP.
3. NCU menetapkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan dalam
pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional berdasarkan arahan-
arahan yang diberikan oleh NCS dan NTC.
4. NCU memberikan arahan-arahan kebijakan pengelolaan terumbu
karang dan pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional ke
pengelola COREMAP Tingkat Provinsi (RCU).
5. NCU memberikan instruksi ke PMU Tingkat Kabupaten untuk
menjabarkan kebijakan pengelolaan COREMAP di Tingkat
Nasional.
6. Pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional oleh NCU dibantu
secara teknis oleh individual dan atau lembaga konsultan.
7. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan NCU
dikoordinir oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pusat.
C. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Provinsi terdiri atas Komite
Pengarah Provinsi (Provincial Advisory Committe-PAC), dan Regional
Coordinating Unit (RCU) sebagai pengelola COREMAP Tingkat Provinsi.
Dalam pelaksanaannya, peran Gubernur akan memberikan
dukungan untuk efektifitas peran dan fungsi kelembagaan COREMAP
di tingkat provinsi. Hubungan tata kerja kelembagaan digambarkan
sebagai berikut :
1. Gubernur akan memfasilitasi koordinasi lintas instansi dalam lingkup
pemerintahan provinsi dan Bupati-Bupati lokasi COREMAP dalam
rangka evaluasi dan optimalisasi pelaksanaan COREMAP di
daerah-daerah lokasi.
2. PAC memberikan masukan-masukan kepada Gubernur untuk
mempertimbangkan dukungan kebijakan dan anggaran.
3. PAC memberikan arahan-arahan kebijakan kepada RCU dalam
pengembangan rehabilitasi pengelolaan terumbu karang dan
pengelolaan COREMAP di Tingkat Provinsi.
21
4. RCU memberikan arahan-arahan kebijakan pengelolaan terumbu
karang dan pengelolaan COREMAP di Tingkat Provinsi ke
pengelola COREMAP Tingkat Kabupaten.
5. RCU melaporkan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan
pengelolaan COREMAP yang ditempuh di Tingkat Provinsi kepada
Gubernur selaku Kepala Pemerintahan Provinsi.
6. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan RCU dikoornidir
oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Provinsi.
7. Melaksanakan kegiatan MCS, Pendidikan, Penyadaran Masyarakat
dan Kemitraan Bahari.
D. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Kabupaten terdiri dari Dewan
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB), UPT Taman Nasional
Laut/KSDA, dan Project Management Unit (PMU) sebagai pengelola
COREMAP Tingkat Kabupaten. Dalam pelaksanaannya Bupati dan
DPRD akan memberikan dukungan untuk efektifitas peran dan fungsi
kelembagaan COREMAP. Hubungan tata kerja kelembagaan
COREMAP digambarkan sebagai berikut :
1. CCEB melakukan konsultasi kepada DPRD dan Bupati untuk
mendapatkan input tentang kebijakan-kebijakan pengelolaan
terumbu karang dan COREMAP di Tingkat Kabupaten.
2. CCEB memberikan arahan kebijakan-kebijakan yang ditempuh
oleh PMU dalam pengelolaan COREMAP di Tingkat Kabupaten.
3. Taman Nasional Laut/KSDA memberikan arahan teknis yang terkait
proses implementasi COREMAP di lokasi-lokasi Taman Nasional Laut
di Tingkat Kabupaten.
4. PMU menjabarkan secara teknis kebijakan-kebijakan yang
pengelolaan COREMAP yang telah ditetapkan oleh pengelola
COREMAP di Tingkat Nasional (NCU) serta arahan-arahan yang
diberikan oleh CCEB dan Taman Nasional Laut/KSDA.
5. PMU memberikan instruksi pelaksanaan COREMAP kepada
pengelola COREMAP di Tingkat Desa berdasarkan kebijakan
pengelolaan COREMAP yang sudah dijabarkan secara teknis.
6. PMU melaporkan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan
pengelolaan COREMAP yang ditempuh di Tingkat Kabupaten
kepada Bupati selaku Kepala Pemerintahan Kabupaten.
7. Pengelolaan COREMAP di Tingkat Kabupaten oleh PMU dibantu
secara teknis oleh individual dan atau lembaga konsultan.
22
8. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan PMU
dikoordinir oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kabupaten.
E. COREMAP di Tingkat Kecamatan dikelola oleh Senior Extension and
Training Officer (SETO).
1. SETO adalah individu-individu yang direkrut dan dikoordinir
langsung oleh PMU.
2. SETO menjalankan kebijakan-kebijakan pengelolaan COREMAP
sesuai dengan penjabaran dari PMU.
3. SETO bertanggungjawab kepada PMU dan mengkordinasikan
program-program lainnya dengan Pemerintahan Kecamatan
sehingga tercipta kegiatan yang sinergis.
4. SETO mengkonsultasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan
COREMAP kepada PMU dan mengkoordinasikannya dengan
Kepala Pemerintahan Kecamatan (CAMAT).
5. CAMAT melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dalam
rangka memperlancar pelaksanaan COREMAP.
6. SETO dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh tenaga Fasilitator
Masyarakat yang bekerja di Tingkat Desa.
7. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa berkoordinasi
dengan pemerintah desa dan BPD dalam pelaksanaan COREMAP.
F. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Desa dikelola Lembaga Pengelola
Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK).
1. LPSTK adalah lembaga yang mengkoordinir teknis pelaksanaan
COREMAP yang dijalankan oleh kelompok-kelompok masyarakat
(Pokmas) di Tingkat Desa.
2. LPSTK melakukan konsultasi kepada Badan Perwakilan Desa (BPD)
dan Pemerintah Desa untuk mendapatkan arahan tentang
pelaksanaan COREMAP di Tingkat Desa.
3. LPSTK memberikan arahan, bimbingan dan asistensi kepada
Pokmas dalam pelaksanaan COREMAP di lapangan.
4. LPSTK melapor dan mengkonsultasikan pelaksanaan COREMAP
yang dijalankan oleh Pokmas kepada Kepala Desa selaku Kepala
Pemerintahan Desa.
5. LPSTK dalam menjalanakan tugasnya dibantu oleh tenaga SETO,
Fasilitator Masyarakat, serta tenaga Motivator Desa yang direkrut
dari unsur masyarakat.
23
6. POKMAS sebagai pelaksana teknis program COREMAP terdiri atas
Bidang Produksi, Bidang Konservasi dan Bidang Pemberdayaan
Perempuan.
7. Dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya, Pokmas akan
mendapat bantuan dan fasilitasi dari SETO, Fasilitator Masyarakat,
Motivator Desa dan kelembagaan desa lainnya (seperti;
pemerintah desa dan BPD).
2.2. Pelaku COREMAP di Desa
Pelaku COREMAP di desa merupakan pelaku-pelaku yang berkedudukan
atau memiliki wilayah kerja di desa. Fungsi dan Peran pelaku COREMAP di
desa sebagai berikut:
2.2.1. Fasilitator Masyarakat (CF=Community Facilitator)
Fasilitator Masyarakat adalah pihak yang diangkat secara khusus oleh
PMU untuk mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP di lokasi-lokasi terpilih.
Fasilitator Masyarakat akan bertugas selama masa kontrak dan
berkedudukan di Desa / Pulau.
2.2.1.1. Kriteria
1) Berpendidikan minimal SMU dengan pengalaman 7 tahun, atau D-3
dengan pengalaman 5 tahun, atau S-1 dengan pengalaman
minimal 3 (tiga) tahun melakukan program pemberdayaan
masyarakat pesisir dan kepulauan atau program sejenis,
2) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat,
3) Memiliki kemampuan teknik fasilitasi masyarakat,
4) Memiliki kemampuan mendisain dan melakukan pelatihan dan
kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat,
5) Memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat lokasi dimana akan
ditempatkan,
6) Memiliki kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pelaku
COREMAP pada tingkat desa hingga kecamatan,
7) Memiliki kemampuan membuat perencanaan dan pelaporan
kegiatan,
8) Bersedia bekerja penuh waktu dan tinggal dalam waktu yang lama di
lapangan (Kecamatan / Desa / Kampung), dan
24
9) Lebih diutamakan yang menguasai bahasa dan budaya lokal.
2.2.1.2. Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas
1) Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan SETO,
2) Melakukan sosialisasi kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat
COREMAP kepada masyarakat,
3) Mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan
materi sosialisasi terkait dengan kegiatan pengelolaan berbasis
masyarakat,
4) Memfasilitasi proses pengangkatan Motivator Desa,
5) Memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat
(Pokmas),
6) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk peningkatan
kemampuan sumberdaya LPSTK dan kelompok masyarakat,
7) Memfasilitasi dan melakukan pelatihan / penyuluhan bagi
masyarakat,
8) Memfasilitasi proses pengangkatan Reef Watcher,
9) Memfasilitasi proses pembentukan LPSTK,
10) Mengindentifikasi kebutuhan untuk pertemuan dan lokakarya di
tingkat masyarakat,
11) Memfasilitasi LPSTK dalam proses pembuatan Rencana Pengelolaan
Terumbu Karang (RPTK)
12) Memfasilitasi proses penentuan Daerah Perlindungan Laut (village
sanctuary),
13) Mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk pelaksanaan dan
pengembangan mata pencaharian alternatif,
14) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk pembangunan
prasarana sosial pendukung RPTK,
15) Membantu penyusunan proposal untuk usaha ekonomi dan
pembangunan prasarana sosial,
16) Mengidentifikasi kebutuhan administrasi serta pengelolaan keuangan
LPSTK dan Pokmas,
17) Memfasilitasi Pokmas dan LPSTK dalam penyiapan rencana program
untuk mengimplementasikan RPTK,
25
18) Melakukan proses monitoring dan evaluasi atas semua kegiatan
berbasis masyarakat,
19) Memfasilitasi dan membantu pengambilan data perikanan dan hasil
perdagangannya (Community Led Fisheries,CREEL), dan berkoordinasi
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan,
20) Memfasilitasi koordinasi dengan komponen MCS, CRITC, PA,
MCA/MPA, SDM dan Kelembagaan di tingkat Desa,
21) Memfasilitasi dan membantu Kepala Desa dan BPD dalam dalam
membuat peraturan desa untuk mendukung pelaksanaan RPTK dan
sistem pengawasan sumberdaya perikanan terumbu karang, dan
22) Membuat laporan pelaksanaan dan perkembangan program
pengelolaan berbasis masyarakat secara berkala.
Tanggung Jawab
1) Menyampaikan maksud dan tujuan pengelolaan berbasis
masyarakat COREMAP kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya di tingkat Desa,
2) Menyampaikan informasi secara benar dan tepat kepada
masyarakat,
3) Bersama masyarakat menetapkan kriteria Motivator Desa dan
terpilihnya Motivator yang sesuai dengan kualifikasi,
4) Mengkoordinir kegiatan-kegiatan motivator,
5) Mendampingi Pokmas-Pokmas dalam menjalankan fungsinya
6) Meningkatkan kemampuan sumberdaya Pokmas dan masyarakat,
7) Memberikan asistensi reef watcher dalam menjalakan tugasnya,
8) Memberikan asistensi dan menyediakan kebutuhan LPSTK
menjalankan fungsi,
9) Melakukan dan memfasilitasi pertemuan dan lokakarya,
10) Melakukan dan memfasilitasi pelatihan-pelatihan masyarakat,
11) Membantu Pokmas dan LPSTK dalam menjalankan administrasi dan
manajemen keuangan,
12) Membantu LPSTK dan masyarakat dalam mengimplementasikan
RPTK,
13) Memfasilitasi LPSTK dan LPSTK dalam pelaksanaan mata pencaharian
alternatif dan Seed Fund Desa serta pembangunan infrastruktur desa,
26
14) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
pengelolaan berbasis masyarakat serta memberikan rekomendasi-
rekomendasi. Monitoring dan pemantauan tahunan dilakukan
dengan menggunakan model pendataan yang ada pada lampiran
monev,
15) Mengirim kumpulan data sumberdaya perikanan dan hasil
perdagangannya ke SETO serta Dinas Kelautan dan Perikanan, dan
16) Menciptakan mekanisme koordinasi antar komponen program
dengan semua stakeholder pengelolaan berbasis masyarakat di
tingkat desa.
2.2.2. Kepala Desa dan BPD
Fungsi dan peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali
kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan COREMAP di desa. Untuk
mendukung pelaksanaan COREMAP, Kepala Desa bersama-sama BPD
akan memberikan konsultasi kepada LPSTK dalam proses penyusunan
rencana pengelolaan terumbu karang. Untuk memperkuat pelaksanaan
rencana pengelolaan terumbu karang, maka Kepala Desa dan BPD akan
untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang RPTK dan sistem
pengawasan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis
masyarakat.
2.2.3. Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)
Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) adalah suatu
organisasi yang terdiri dari wakil-wakil pokmas ditambah dengan
Motivator Desa. Pembentukan LPSTK ini difasilitasi oleh Fasilitator
Masyarakat dengan melibatkan Pemerintah desa dan BPD. LPSTK
bertanggung jawab kepada masyarakat dan PMU. LPSTK mempunyai
peran memberikan dukungan operasional kepada Pokmas khususnya
untuk meningkatkan kinerja Pokmas pada masing-masing sesuai bidang
kipahnya.
LPSTK terdiri dari anggota kelompok masyarakat yang dipilih melalui
musyawarah desa, yang secara umum mempunyai fungsi dan peran
mengelola kegiatan yang didanai oleh COREMAP. Struktur organisasi
LPSTK terdiri dari Ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing memiliki
tugas dan tanggung jawab sendiri (lihat Lampiran 4).
Adapun tugas LPSTK antara lain sebagai berikut :
27
1) Menerima dan menyalurkan dana bantuan desa untuk
pembangunan prasarana sosial (village grant fund) kepada
masyarakat,
2) Mencatat dan mendokumentasikan kegiatan Pokmas
3) Membukukan penggunaan dana bantuan
4) Membantu pembuatan RPTK terpadu
5) Membantu mengatasi penyelesaian Pokmas bermasalah
6) Melakukan pemeriksaan pembukuan Pokmas (mingguan, bulanan
dan tahunan)
7) Berperan sebagai tim verifikasi dalam memeriksa usulan proposal
Pokmas
8) Membantu melakukan identifikasi seluruh potensi dan
mengembangkan investasi usaha Pokmas
9) Membantu menyeleksi lembaga keuangan penyalur Seed Fund Desa
dan Village Grant
10) Mengevaluasi kinerja kerja Motivator Desa dan melakukan pelaporan
ke PMU,
11) Mengelola Pusat Informasi masyarakat, dan
12) Membuat pelaporan pelaksanaan RPTK kepada pemerintah desa.
2.2.4. Kelompok Masyarakat (Pokmas)
Kelompok Masyarakat (Pokmas) adalah suatu organisasi atau kelompok
masyarakat desa yang telah ada atau yang sengaja dibentuk di Desa.
Pokmas berfungsi sebagai wadah aspirasi, pikiran dan tujuan bersama
untuk memudahkan diseminasi informasi atau melibatkan sejumlah
masyarakat di Desa. Pokmas-pokmas ini disesuaikan dengan kebutuhan
lokal berdasarkan masukan dari masyarakat desa. Dalam pelaksanaan
program COREMAP, pokmas yang telah ada diharapkan berperan aktif
dalam kegiatan COREMAP. COREMAP bisa juga mendukung penyusunan
Pokmas baru.
Penguatan Pokmas adalah suatu proses meningkatkan kemampuan dan
peran suatu kelompok masyarakat ke arah bidang kegiatan tertentu
(konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan perempuan),
agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pengelolaan terumbu
karang. Pembentukan Pokmas adalah suatu proses membentuk
kelompok atau organisasi masyarakat agar memiliki peran dan fungsi
pada salah satu bidang tertentu, di mana bidang-bidang tersebut tidak
28
bersifat kaku artinya bahwa masyarakat bisa menjadi anggota pada
lebih dari satu bidang.
2.2.5. Motivator Desa (MD)
Motivator Desa (MD) adalah pihak yang pilih dan diangkat oleh
masyarakat setempat secara demokratis sebanyak 2 (dua) orang, yang
terdiri dari 1 (satu) orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan dalam
kerangka memperlancar pelaksanaan pengelolaan berbasis masyarakat
COREMAP. Motivator Desa akan bertugas selama masa kontrak dan
berkedudukan di Desa / Pulau.
2.2.5.1. Kriteria
1) Perempuan dan laki-laki,
2) Berpendidikan minimal SMP,
3) Sehat jasmani dan rohani,
4) Memiliki dedikasi yang tinggi untuk mendukung COREMAP,
5) Memiliki minat dan bakat untuk memberikan motivasi kepada
masyarakat agar berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan COREMAP,
6) Calon harus penduduk desa setempat,
7) Dapat diterima secara sosial oleh masyarakat,
8) Dalam 3 (tiga) bulan terakhir tidak melakukan tindakan tercela
termasuk melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya yang
merusak, dan
9) Target 30 persen partisipasi wanita sebagai Motivator Desa
2.2.5.2. Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas
1) Membantu Fasilitator Masyarakat dan SETO dalam mengumpulkan
bahan-bahan untuk pembuatan materi sosialisasi,
2) Membantu dan bersama-sama Fasilitator Masyarakat melakukan
sosialisasi pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP,
3) Membantu Fasilitator Masyarakat menyusun kriteria pembentukan
LPSTK, Pokmas dan Reef Watcher,
4) Membantu dan bersama-sama Fasilitator Masyarakat memfasilitasi
pembentukan LPSTK, Pokmas dan pengangkatan Reef Watcher,
29
5) Memfasilitasi pertemuan-pertemuan LPSTK dan Pokmas,
6) Membantu dan melakukan penyuluhan serta pelatihan peningkatan
kapasitas bagi LPSTK dan Pokmas,
7) Memfasilitasi penyusunan rencana kerja LPSTK dan kelompok
masyarakat,
8) Mengidentifikasi kebutuhan informasi bagi LPSTK, Pokmas dan
masyarakat umum,
9) Memfasilitasi dan membantu LPSTK dalam membuat PRA, RPTK dan
penetapan Daerah Perlindungan Laut (village sanctuary),
10) Membantu Pokmas-Pokmas mengindentifikasi usulan kegiatan untuk
memperoleh dana bantuan desa untuk pembangunan prasarana
sosial (village grant), dan dana bantuan untuk revolving fund melalui
Seed Fund Desa,
11) Membantu LPSTK dan Pokmas dalam merumuskan dan penyelesaian
masalah, yang dihadapi, dan
12) Membuat laporan pelaksanaan dan perkembangan kegiatan LPSTK
dan Pokmas secara berkala.
Tanggung Jawab
1) Meminimalkan kendala teknis dan budaya yang mungkin dihadapi
oleh Fasilitator Masyarakat,
2) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kegiatan LPSTK
dan Pokmas,
3) Membantu Fasilitator dan SETO dalam pembuatan PTK,
4) Memastikan Rencana kerja tersusun atas dasar kebutuhan LPSTK,
Pokmas dan masyarakat,
5) Menyediakan informasi yang dibutuhkan Pokmas-Pokmas terkait
dengan rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang, usaha-usaha
produktif dan pasar,
6) Memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan Daerah
Perlindungan Laut,
7) Membantu Fasilitator Masyarakat dan SETO untuk mempersiapkan
bahan-bahan Pusat Informasi Masyarakat,
8) Membantu masyarakat dalam proses pelaksanaan pekerjaan
pembangunan prasarana sosial dan pengembangan mata
pencaharian alternatif, dan
30
9) Dapat berperan sebagai Fasilitator Masyarakat apabila sedang tidak
berada ditempat (Desa lokasi COREMAP) dan atau masa kerja
Fasilitator Masyarakat telah selesai.
2.3. Pelaku COREMAP di Kecamatan
Pelaku COREMAP II di kecamatan merupakan pelaku-pelaku yang
berkedudukan atau memiliki wilayah kerja lingkup kecamatan dalam satu
wilayah yang berdekatan misalnya kelompok pulau, atau satu
Kecamatan. Beberapa pihak karena tugasnya berada di kecamatan
dan memiliki peran yang dapat memperlancar pelaksanaan COREMAP,
seperti Camat.
2.3.1. Camat
Camat akan berkoodinasi dengan SETO dan pemangku kepentingan
dalam rangka memperlancar proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
COREMAP di Kecamatan. Secara berkala, Camat memberikan masukan-
masukan atas pelaksanaan program yang disampaikan pada forum-
forum konsultasi yang dilaksanakan oleh PMU atau CCEB.
2.3.2. Pelatih dan Penyuluh Senior (Senior Extension and Training Officer)
Senior Extension and Training Officer (SETO) adalah pihak yang diangkat
secara khusus oleh PMU untuk mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan
pengelolaan berbasis masyarakat di lokasi-lokasi COREMAP. SETO akan
bertugas selama masa kontrak. SETO berkoordinasi dengan PMU dan
Camat. Ruang lingkup area pekerjaan tergantung dengan kondisi lokal
lokasi program.
2.3.2.1. Kriteria
1) Berpendidikan S-1 dalam bidang kelautan, perikanan, lingkungan,
sosial, komunikasi, ekonomi, hukum dan humaniora dan atau memiliki
pengalaman minimal 5 (lima) tahun melakukan program
pemberdayaan masyarakat pesisir dan kepulauan atau program
sejenis,
2) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat,
3) Memiliki kemampuan teknik fasilitasi masyarakat,
4) Memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat lokasi COREMAP,
5) Memiliki kemampuan mendisain dan melakukan pelatihan dan
kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat lainnya,
31
6) Memiliki kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pelaku
COREMAP pada berbagai jenjang,
7) Memiliki kemampuan membuat perencanaan dan pelaporan
kegiatan,
8) Diutamakan yang dapat menggunakan bahasa lokal,
9) Bersedia bekerja penuh waktu dan tinggal dalam waktu yang lama di
lapangan (Kecamatan / Desa / Kampung).
10) Target Partisipasi perempuan sebagai SETO adalah 30 persen.
2.3.2.2. Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas
1) Mengkoordinir kerja Fasilitator Masyarakat,
2) Memfasilitasi dan melakukan penyuluhan dan pelatihan peningkatan
kapasitas / kemampuan Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa
secara berkala,
3) Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan PMU dan NCU,
4) Bersama-sama dengan PMU melakukan verifikasi proposal dana
bantuan untuk pembangunan prasarana sosial di Desa,
5) Berkoordinasi dengan Camat dalam merencanakan kegiatan-
kegiatan untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan berbasis
masyarakat di Desa-Desa,
6) Membantu LPSTK melakukan verifikasi proposal dana bantuan untuk
revolving fund / Seed Fund Desa (bergulir)
7) Memfasilitasi dan membantu Motivator Desa dalam penyusunan RPTK
dan penentuan Daerah Perlindungan Laut (Village Sanctuary),
8) Memantau dan mengevaluasi proses pemanfaatan dana bantuan
untuk revolving fund dan pembangunan prasarana sosial,
9) Memfasilitasi proses koordinasi dengan komponen MCS, CRITC, PA,
MCA/MPA, SDM dan Kelembagaan di tingkat Desa,
10) Memberikan konsultasi kepada Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa
dan Pokmas dalam melakukan pendataan sumberdaya perikanan
dan hasil perdagangannya,
11) Memfasilitasi dan membantu Kepala Desa, BPD dan LPSTK dalam
membuat peraturan desa untuk mendukung pelaksanaan RPTK dan
sistem pengawasan sumberdaya perikanan terumbu karang,
32
12) Memfasilitasi proses konsultasi dan persetujuan peraturan desa
(PERDES) di tingkat desa dan Kabupaten, dan
13) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan dan perkembangan
program secara berkala.
Tanggung Jawab
1) Mengasistensi penyusunan rencana kerja Fasilitator Masyarakat,
2) Memfasilitasi rangkaian proses pengelolaan berbasis masyarakat,
mulai dari tahap pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan
sampai pada tahap monitoring dan evaluasi,
3) Memberikan penguatan terhadap kapasitas dan kemampuan
Fasilitator Masyarakat, Motivator serta pokmas,
4) Mengoptimalkan sistem koordinasi desa ke PMU dan NCU agar
pelaksanaan program berjalan dengan efektif dan efisien,
5) Mensosialisasikan kriteria pemanfaatan dana bantuan untuk Seed
Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial ,
6) Mensosialisasikan mekanisme pemantauan dan pengawasan dana
bantuan untuk Seed Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial,
7) Menyediakan kebutuhan Motivator Desa dalam menfasilitasi
masyarakat dan LPSTK dalam PRA, penyusunan RPTK dan penentuan
Daerah Perlindungan Laut (village sanctuary),
8) Mengirim kumpulan data sumberdaya perikanan dan hasil
perdagangannya ke PMU, Dinas Kelautan Dan Perikanan untuk
dianalisis,
9) Memfasilitasi berjalannya sistem dan mekanisme koordinasi dengan
komponen lain dalam program, dan
10) Mendistribusikan informasi pelaksanaan dan perkembangan program
PBM ke PMU, NCU dan pihak terkait lainnya.
2.4. Pelaku COREMAP di Kabupaten
Dalam kerangka otonomi daerah peran Kabupaten sebagai daerah
otonom menjadi sangat vital dan strategis, karena berbagai kebijakan
perencanaan, anggaran dan pelaksanaan program akan diputuskan.
Sumberdaya ekosistem terumbu karang sebagai obyek yang akan
direhabilitasi, diproteksi dan dikelola terletak di wilayah yurisdiksi
Kabupaten, dengan demikian otoritas pelaksanaan COREMAP
Kabupaten di bawah koordinasi nasional, secara intensif akan berupaya
33
untuk mewujudkan model pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu
karang yang dapat dirasakan manfaatnya secara ekologis (kelestarian)
dan secara ekonomis (peningkatan kesejahteraan masyarakat).
Untuk kepentingan tersebut, maka dipilih 7 (tujuh) Kabupaten di wilayah
Indonesia bagian Timur sebagai lokasi pilot COREMAP, yaitu (1)
Kabupaten Sikka (NNT), (2) Kabupaten Pangkep (Sulsel), (3) Kabupaten
Selayar (Sulsel), (4) Kabupaten Buton (Sultra), (5) Kabupaten Wakatobi
(Sultra), (6) Kabupaten Biak, dan (7) Kabupaten Raja Ampat sebagai
lokasi COREMAP dengan beberapa pertimbangan :
1) Keanekaragaman sumberdaya hayati ekosistem terumbu karang,
2) Luasan terumbu karang,
3) Ketergantungan masyarakat setempat terhadap sumberdaya
ekosistem terumbu karang, dan
4) Minat dari pemerintah daerah untuk mengelola wilayah pesisir dan
laut secara berkesinambungan.
Pelaku COREMAP di Kabupaten adalah aparat pemerintah dan
pemangku kepentingan lainnya dengan fungsi dan peran sebagai
berikut :
2.4.1. Bupati
Bupati merupakan pembina: (i) Dewan Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir (atau lembaga sejenis) Kabupaten, (ii) PMU serta
bertanggungjawab atas pelaksanaan COREMAP di tingkat kabupaten.
Bupati secara berkala melakukan pertemuan dengan PMU untuk
mengevaluasi proses dan perkembangan COREMAP. Bupati akan
memberikan supervisi dan advise dalam kerangka meningkatkan kinerja
PMU, melakukan optimasi pelaksanaan program dan mengefektifkan
koordinasi antar pemangku kepentingan. Dalam waktu-waktu tertentu,
Bupati akan melakukan rapat dengar pendapat dan berkonsultasi
dengan DPRD untuk mempersiapkan dukungan bagi pelaksanaan
COREMAP, baik dari sisi kebijakan maupun anggaran.
2.4.2. Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Coastal Community
Empowerment Board)
Coastal Community Empowerment Board (CCEB) terdiri dari instansi
terkait, dan perwakilan pemangku kepentingan lainnya (Masyarakat,
LSM, Perusahaan swasta, perguruan tinggi, perempuan ) yang diwakili
secara berimbang, dibentuk oleh Bupati untuk melakukan pembinaan
34
pengembangan peran serta masyarakat, pembinaan administrasi dan
fasilitasi pemberdayaan masyarakat pada seluruh tahapan program.
CCEB juga berfungsi dalam memberikan dukungan koordinasi program
antar instansi, pelayanan dan proses administrasi di kabupaten. Dalam
melaksanakan fungsi dan perannya, CCEB dibantu oleh PMU COREMAP
Kabupaten. Fungsi dan tugas CCEB dalam COREMAP adalah sebagai
berikut :
1) Memberikan masukan/saran dalam penyusunan kebijakan dan
Rencana Strategis (Renstra) pengelolaan terumbu karang di
Kabupaten;
2) Mereview dan memberikan masukan rencana kerja tahunan yang
disusun oleh Unit Pengelola Program (PMU) sebelum diajukan kepada
DPRD;
3) Memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan COREMAP;
4) Menganalisis kemajuan yang dicapai dan opini publik mengenai
COREMAP;
5) Melaksanakan koordinasi dengan program-program sejenis;
6) Memantau kemajuan pelaksanaan program di kabupaten; dan
7) Memberikan dukungan informasi mengenai pengelolaan kepada
DPRD, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya.
2.4.3. Unit Pengelola Program (Program Management Unit)
Program Management Unit (PMU) adalah struktur organisasi COREMAP II
di kabupaten. PMU berperan dalam memfasilitasi proses perencanaan,
pelaksanaan dan pelestarian COREMAP di wilayahnya agar dapat
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan
mekanisme COREMAP. PMU di setiap Kabupaten terdiri dari unsur-unsur
Dinas KP, Bappeda, KSDA atau Taman Nasional Laut terkait serta instansi
lain terkait. Secara khusus mereka akan dibantu oleh tim konsultan yang
akan mendukung kegiatan PMU selama beberapa waktu sampai tim PMU
berjalan sesuai pedoman yang telah ditetapkan.
Secara rinci PMU bertanggung jawab dan berfungsi :
1) Melaksanakan kebijakan dan rekomendasi CCEB
2) Mempersiapkan rencana kerja dan anggaran tahunan (sesudah
mendapat persetujuan dari CCEB)
3) Mengkoordinasikan keseluruhan program
35
4) Mengelola anggaran, administrasi, pemantauan dan evaluasi.
5) Mengadakan Sosialisasi di wilayah program
6) Menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan (keuangan dan fisik)
ke NCU
7) Mempersiapkan strategi untuk mengatasi hal-hal yang berpotensi
menimbulkan masalah dalam pelaksanaan program
8) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan program
2.5. Pelaku COREMAP di Provinsi
Pelaku COREMAP di Provinsi adalah pelaku-pelaku yang berkedudukan di
provinsi.
Pelaku COREMAP di provinsi adalah :
2.5.1. Gubernur
Gubernur merupakan penanggungjawab pelaksanaan COREMAP di
provinsi yang berfungsi dan berperan membina pelaksanaan lintas
kabupaten. Gubernur secara berkala akan memberikan supervisi dan
advise kepada RCU dalam kerangka meningkatkan kinerja,
mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan di bawah koordinasi
RCU dan mengefektifkan sistem koordinasi lintas Kabupaten. Pada waktu-
waktu tertentu, Gubernur akan melakukan pertemuan terbatas dengan
para Bupati/Walikota untuk mengevaluasi perkembangan program di
daerah, melakukan rapat dengar pendapat dengan DPRD untuk
membahas dukungan yang perlu diberikan untuk mengefektifkan
pelaksanaan program, dan juga melakukan pertemuan dengan institusi
penegak hukum terkait dengan kondisi keamanan di wilayah perairan
serta aktifitas pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang.
2.5.2. Unit Koordinasi Provinsi (Regional Coordinating Unit)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi berfungsi dan berperan dalam
melakukan pemantauan dan evaluasi program, serta melaksanakan
kegiatan pendidikan,penyadaran masyarakat, dan kemitraan bahari dan
pelaksanaan MCS seperti pengawasan berbasis dinas, patroli gabungan
dan sistem pengawasan berbasis masyarakat (SISWASMAS) yang
dikembangkan di kabupaten dan desa. Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi bisa diikutsertakan atas permintaan dari Pusat atau Kabupaten,
dan bersedia mendukung dengan SDM yang berkompetensi sesuai
dengan kebutuhan dimasing-masing kabupaten. Dinas KP akan dibantu
36
dalam koordinasi kegiatan yang bersifat lintas kabupaten oleh Bappeda
Provinsi.
2.6. Pelaku COREMAP di Pusat
Pelaku COREMAP adalah pelaku-pelaku yang berkedudukan atau
memiliki wilayah kerja di tingkat nasional. Pelaku COREMAP di pusat terdiri
dari :
2.6.1. Komite Pengarah (Steering Committee – SC)
Komite Pengarah bertanggung jawab dan berfungsi untuk:
1) Memberikan arahan kepada Komite Teknis dalam pengembangan
kebijakan yang terkait dalam bidang rehabilitasi dan pengelolaan
terumbu karang;
2) Memberikan arahan kepada Komite Teknis dan Pengelola Program
dalam pelaksanaan COREMAP II;
3) Melakukan pertemuan dan koordinasi dengan Komite Teknis
COREMAP II; dan
4) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Komite Teknis COREMAP
II
2.6.2. Komite Teknis (Technical Committee – TC)
Komite Teknis bertanggung jawab dan berfungsi untuk:
1) Memberikan bimbingan dan pembinaan teknis pelaksanaan
COREMAP II kepada Pengelola Program;
2) Menetapkan kebijakan dan arahan teknis kepada Pengelola Program
COREMAP II sesuai dengan komponen teknisnya;
3) Memfasilitasi pelaksanaan program baik di pusat maupun daerah;
4) Melakukan koordinasi dengan Komite Pengarah;
5) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Kantor Pengelola
Program;
6) Melakukan koordinasi dengan Komite Pengarah; dan
7) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Kantor Pengelola
Proyek.
37
2.6.3. Unit Koordinasi Nasional (National Coordination Unit)
Fungsi dan perannya adalah melakukan pembinaan kepada Tim
COREMAP di Provinsi dan Kabupaten yang meliputi pembinaan teknis
dan administrasi, melakukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di
pusat, pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut pelaksanaan
COREMAP di pusat dan daerah. Dalam melaksanakan fungsi dan
perannya NCU dibantu oleh sekretariat COREMAP.
2.6.4. Konsultan
Status konsultan bersifat individual dan institusi (perusahaan). Konsultan
yang berstatus institusi akan dipimpin oleh seorang ketua tim (Project
Management Advisory) dan didukung oleh beberapa staf profesional
(tenaga spesialis). Fungsi dan perannya adalah menyediakan keahlian
yang diperlukan oleh PBM dan pelaku COREMAP lainnya dalam
menjalankan proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
implementasi COREMAP secara nasional sesuai dengan prinsip-prinsip,
kebijakan, prosedur dan mekanisme COREMAP.
Konsultan yang direkrut akan membantu pelaksanaan COREMAP dalam
bidang keuangan, mata pencaharian alternatif, pengadaan barang dan
jasa, serta bidang teknis.
Organisasi dan pelaku COREMAP yang dijelaskan diatas adalah
pelaksana kegiatan-kegiatan, baik bersifat teknis maupun non teknis.
Organisasi dan kelembagaan diharapkan konsisten dalam menjalankan
program ini, sehingga program dapat berjalan dan mencapai hasil sesuai
dengan tujuan serta targetnya. Penjabaran secara rinci perihal tahapan
dan tata cara pelaksanaan pengelolaan terumbu karang yang berbasis
masyarakat akan dibahas pada bab selanjutnya.
38
BAB III
PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
BERBASIS MASYARAKAT
Siklus Pengelolaan Berbasis Masyarakat terdiri atas 6 tahapan yaitu persiapan,
praperencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
(P5E). Setiap tahap berbeda jangka waktu dan tingkat kompleksitasnya,
tergantung kepada kapasitas masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan
di setiap tahap.
3.1. Persiapan
Persiapan merupakan kegiatan PBM di tingkat nasional maupun
kabupaten. Tahapan ini meliputi; (i) penyusunan rencana dan sosialisasi
program, (ii) perekrutan SETO dan Fasilitator Masyarakat (Community
Facilitator), (iii) pelatihan, (iv) kegiatan-kegiatan penyusunan rencana
program dan sosialisasi program dari tingkat nasional sampai ke tingkat
desa. Pada tahap ini juga dilakukan rekruitmen konsultan, SETO dan
39
Fasilitator Masyarakat berikut penempatannya. Tahapan persiapan terdiri
dari :
3.1.1. Penyusunan Rencana dan Sosialisasi Program
Konsep program PBM disusun oleh komponen PBM di tingkat nasional
dengan mengacu kepada panduan COREMAP, pembelajaran
COREMAP I dan program lain yang sejenis serta dokumen Pedoman
Umum Pengelolaan Terumbu Karang, Pedoman Umum COREMAP II,
Perjanjian Pinjaman dengan Bank Dunia, Perjanjian Pinjaman Kredit
dengan IDA/IBRD, Perjanjian Hibah dengan GEF, Dokumen Penilaian
Proyek, Dokumen Rencana Pelaksanaan Proyek (PIP), serta dokumen
kebijakan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang ada.
Luaran dari rencana dari program PBM ini adalah tersedianya Pedoman
PBM ini beserta dokumen pendukung kegiatan PBM lainnya, yang
dilanjutkan dengan sosialisasi ke kabupaten sampai dengan tingkat desa
calon lokasi PBM.
Maksud pokok tahap ini adalah menawarkan dan bersama-sama
dengan kabupaten untuk merencanakan program PBM yang dilanjutkan
oleh PMU Kabupaten ke masing-masing desa calon lokasi. Tahap
perencanaan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, untuk
melakukan penggalangan input dan pengkayaan materi-materi
perencanaan, sehingga diperoleh hasil yang bersifat akomodatif dan
berdasarkan kebutuhan ril. Dalam tahap sosialisasi akan dikaitkan konsep
program PBM yang telah disusun dengan hasil diskusi bersama
masyarakat nelayan dan pemangku kepentingan lainnya. Melalui
sosialisasi ini diupayakan terwujudnya kondisi masyarakat yang betul-betul
siap menerima dan menjalankan komponen PBM pada Program
COREMAP. Sosialisasi ini ditujukan untuk memperoleh dukungan penuh
dari Pemerintah Desa, para tokoh kunci dan masyarakat setempat.
Sosialisasi dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan
mengenai konsepsi dasar, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip, kebijakan, serta
proses dan mekanisme pelaksanaan COREMAP melalui berbagai forum di
tingkat pusat maupun daerah.
Tahap sosialisasi ini dipandang penting dalam mendukung keberhasilan
proses dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahap-tahap berikutnya.
Tahap ini perlu dimanfaatkan oleh seluruh pelaku COREMAP di semua
tingkatan sebagai upaya untuk mendorong partisipasi dan pengawasan
dari semua pihak. Dengan demikian, maka semua pelaku PBM memiliki
pemahaman yang sama mengenai PBM.
40
3.1.2. Perekrutan SETO dan Fasilitator Masyarakat
Keberhasilan program COREMAP akan ditentukan oleh profesionalisme
dan dedikasi dari SETO dan tim Fasilitator. Kualifikasi yang tepat akan
menguntungkan dalam proses pengangkatannya. Untuk menunjang
keberhasilan PBM, maka SETO dan Fasilitator Masyarakat akan diberikan
sejumlahn pelatihan sambil bekerja dan PMU.
Proses pengangkatan SETO dan Fasilitator Masyarakat mengacu kepada
prosedur dan ketentuan yang berlaku, yaitu pengiklanan, penyaringan,
mengundang untuk wawancara dan proses wawancara. Selanjutnya,
para pelamar yang telah terpilih dalam proses rekruitmen akan
mendapatkan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan
peningkatan pengetahuan tentang COREMAP II.
3.1.3. Pelatihan
SETO dan Fasilitator Masyarakat yang direkrut serta staf PBM kabupaten,
akan mengikuti tiga kegiatan pelatihan, yaitu pengelolaan perikanan
karang secara berkelanjutan, pemasaran sosial pengelolaan terumbu
karang berkelanjutan, dan PRA.
(a) Pelatihan Pengelolaan Perikanan Karang Secara Berkelanjutan
Perikanan terumbu karang merupakan sektor yang paling produktif. Jika
dikelola dengan baik, dapat menjadi sumberdaya yang dapat terbaharui
yang mampu menyediakan kebutuhan protein dan sumber makanan
yang murah bagi kurang lebih 60 juta manusia yang hidup di wilayah
pesisir.
Pelatihan ini akan memberikan informasi awal kepada SETO dan Fasilitator
Masyarakat yang selanjutnya akan didiseminasikan kepada pemangku
kepentingan pada semua tingkatan tentang alternatif dan kelebihan
serta kekurangan dari strategi pengelolaan, yang dilihat dari sudut
pandang nelayan, manajer sumberdaya dan organisasi lingkungan.
Pelatihan diselenggarakan oleh PMU, diberikan dalam bentuk kursus
singkat yang dilengkapi dengan dukungan informasi secara penuh,
seperti buku saku, video dan sesi diskusi, selain juga checklist dan latihan
penilaian pribadi yang akan dapat dipakai untuk mengetahui
pemahaman peserta tentang berbagai masalah dan pilihan.
Setelah pelatihan seluruh peserta diharapkan dapat memahami
mengapa COREMAP memfokuskan diri pada pengelolaan perikanan
terumbu karang berkelanjutan, relevansinya bagi masyarakat dan sarana
41
yang dapat dipergunakan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan
dan terumbu karang dengan lebih baik.
(b) Pelatihan Pemasaran Sosial Terumbu Karang secara Berkelanjutan
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memperdalam kemampuan tim
PBM COREMAP dalam menarik perhatian kelompok-kelompok
masyarakat untuk mengerti kebutuhan dan menjadi berminat dalam
mengelola sumberdaya perikanan dan ekosistem terumbu karang.
Pelatihan pemasaran sosial dapat dilaksanakan di setiap kabupaten oleh
satu tim ahli pemasaran sosial yang dikontrak PMU. Pelatihan ini akan
dimulai dengan pembahasan peran pemasaran sosial atau kampanye
penyebarluasan dalam rangka mempermudah suatu perubahan dalam
masyarakat.
Pelatihan pemasaran sosial ini menawarkan suatu pendekatan baru
dalam rangka mendorong usaha pelestarian dan pengelolaan
berkelanjutan di wilayah pesisir Indonesia dengan menggunakan
kekayaan alam Indonesia sebagai landasan untuk membangun rasa
bangga terhadap usaha-usaha pengelolaan dan pelestarian.
Pelatihan ini akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
a) Menyepakati wilayah sasaran
b) Identifikasi visi dan tujuan kampanye
c) Menentukan kelompok sasaran
d) Identifikasi kunci emosional (emotional key)
e) Menentukan spesies sasaran
f) Slogan kampanye
g) Identifikasi pesan-pesan kunci
h) Melakukan penelitian (penelitian penerapan) pasar
Peserta akan melakukan langsung semua langkah dan mengunakan alat
peraga yang tepat untuk mencapai target. Kegiatan yang akan
dilaksanakan selama pelatihan ini antara lain adalah:
a) Penampilan dan menganalisa kuesioner survei, focus group
discussion (FGD) dan software seperti Survei Pro (yang mudah
dipakai dan sangat mempermudahkan analisa data kuesioner,
b) Penyiapan dan penerapan siaran pers,
42
c) Pembuatan panggung boneka,
d) Lagu lagu anak ,
e) Komik tentang pengelolaan,
f) Lagu popular,
g) Khotbah,
h) Papan iklan,
i) Kegiatan sesuai dengan ciri khas masing masing wilayah (dongeng,
drama dsb).
Para peserta akan dipilih dengan menggunakan kriteria yang jelas,
termasuk di antaranya kriteria berikut ini: (i) Pengalaman bekerja dalam
jangka panjang di masyarakat di kabupaten; (ii) Menunjukkan
kemampuan sebagai fasilitator atau pelatih dan (iv) Kesediaan untuk
bekerja dalam waktu yang lama di lapangan. Dua atau tiga wakil-wakil
media juga akan ikut serta dalam pelatihan serta memberikan laporan
tentang kegiatan lapangan yang dilaksanakan setelah pelatihan.
(c) Pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA)
Bersamaan dengan menumbuhkan kesadaran masayarakat dan distribusi
informasi, melalui proses sosialisasi COREMAP merupakan kesempatan
yang ideal untuk mengumpulkan data/informasi terbaru dari nelayan dan
nara sumber lain yang ada di desa. Pengumpulan informasi ini dilakukan
dengan menggunakan metode PRA oleh tim yang dibentuk. Informasi
yang diperoleh akan disampaikan kepada PMU untuk masukan
penyusunan draft pertama “Rencana Strategis Pengelolaan Sumberdaya
Laut Kabupaten”.
Tujuan dari pelatihan ini untuk menjamin Tim PBM memahami metode
(alat/cara) pengumpulan data yang akan digunakan selama masa
sosialisasi dan untuk menstandardisasi data-data yang akan dikumpulkan
untuk diolah ole PMU. Pelatihan ini akan menerapkan metode-metode
tersebut dan mendiskusikan pengalaman-pengalaman Tim PBM
menggunakan beberapa metode di bawah ini :
1) Melaksanakan wawancara semi-struktural
2) Mengadakan rapat-rapat desa
3) Mengamati sejarah desa terutama yang berkaitan dengan
perkembangan perikanan tangkap, migrasi ikan dan trend hasil
tangkapan
43
4) Memetakan daerah tangkapan terutama ikan karang (diatas peta
yang disiapkan oleh PMU) setiap bulannya, diikuti dengan nelayan
individu dengan metode penangkapan yang berbeda.
5) Kalender musiman untuk berbagai bentuk/garis nelayan termasuk
reef gleaners, penjual kayu bakar, pria dan wanita.
6) Jadwal harian untuk nelayan, khususnya reef gleaners dan pria,
wanita pada umumnya.
Bahan-bahan untuk penerapan PRA dalam Perencanaan dapat dilihat
pada Lampiran 16.
3.1.4. Pengkajian dan Sosialisasi Awal
PBM COREMAP memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk
mendapatkan data yang diperlukan dan menciptakan perencanaan
yang baik. Pelaksana program harus menyepakati informasi apa saja
yang dibutuhkan untuk menciptakan pengelolaan wilayah terumbu
karang secara berkelanjutan dan mengoptimalkan hasil penangkapan
serta daya dukung lingkungan karang untuk generasi ini dan masa
depan.
Pengkajian dan sosialisi awal memberikan kesempatan pertama kepada
pelaksana PBM COREMAP ini dan mengunjungi lokasi COREMAP serta
membuat sosialisasi dan pengkajian selama tinggal di setiap desa.
Tujuan kegiatan ini adalah melakukan pengumpulan data dan
pengkajian kondisi ekologi dan sosial secara obyektif untuk dijadikan
bahan-bahan dalam menetapan strategi dan rencana implementasi
PBM. Pada saat yang bersamaan dilakukan sosialisasi program kepada
pihak-pihak yang memiliki relevansi dan yang potensial untuk berkostribusi
pada program.
Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses pengkajian dan sosialisasi
awal adalah :
1) Aparat desa-kepala desa, SEKDES, Bendahara Kampung
2) Perwakilan dari BPD
3) Pastur, Imam, Pendeta
4) Pelaku usaha kunci dan anggota masyarakat yang berpengaruh
5) Perwakilan dari nelayan.
6) Guru sekolah yang ada di desa
44
7) Kelompok PKK, and Posyandu
8) Organisasi di Desa (contoh, lembaga simpan pinjam, BMT, kelompok
nelayan dan kelompok petani),
9) Pemuda dan pemudi.
Tahapan dan Strategi Kegiatan :
1) Mempersiapkan pertemuan secara informal dengan masyarakat
dan pemangku kepentingan lainnya,
2) Melakukan diskusi intensif dengan materi-materi yang terfokus
dengan menggunakan metode FGD, kuisioner dan wawancara,
3) Mencatat dan mendokumentasikan hasil-hasil yang diperoleh,
4) Menganalisis hasil-hasil dan selanjutnya dijadikan sebagai bahan
untuk penyusunan rencana dan strategi implementasi PBM.
(a) Rapid Rural Appraisal (RRA)
(i) Pengkajian Potensi dan Status Sosial Ekonomi Desa Secara Cepat
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan, menganalisis dan
memetakan potensi dan status sosial ekonomi masyarakat untuk
mengenali deskripsi situasi obyektif desa lokasi COREMAP. Data dan
informasi desa yang dibutuhkan adalah :
1) Organisasi Desa
2) Kelompok Masyarakat yang ada
3) LSM setempat
4) Pimpinan Masyarakat
5) Masalah dan Potensi Desa
6) Pentingnya berbagai kegiatan ekonomi
7) Perubahan mata pencaharian musiman
Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, seperti Kepala Desa,
anggota BPD, rohaniawan, pimpinan kelembagaan sosial, pokmas
yang telah exist
Tahapan, strategis dan metode yang dipergunakan di dalam kegiatan
ini adalah:
45
1) Pengumpulan data dan informasi melalui pertemuan formal
dengan aparat dan tokoh desa
2) Penggalian pengetahuan dan pandangan masyarakat melalui
diskusi kelompok, dengan kelompok wanita, nelayan, anak-
anak, petani dan pedagang
3) Wawancara pribadi semi-struktural dengan pemangku
kepentingan utama dan kunjungan rumah secara acak
4) Identifikasi lokasi penangkapan pada peta yang telah
disiapkan
5) Kalender musim bagi nelayan, petani dan wanita
6) Sejarah desa dari berbagai sumber
7) Kunjungan langsung dengan nelayan
8) Pemantauan Sosial Ekonomi Masarakat Pesisir:
- Kondisi Sosek Penduduk
- Kegiatan Penangkapan Ikan
- Pemantauan Sumberdaya Alam Non-ikan
- Indikator Kemakmuran Rumah Tangga
- Pengkajian Sikap Individu
- Pemantauan Hasil Tangkapan Ikan
Hasil dari RRA dan peta sketsa masyarakat ini akan dievaluasi oleh tim
PMU dan dikombinasikan dengan data yang telah ada (hasil survey
LSM, penelitian Universitas, data sekunder dari instansi yang ada di kabupaten) dan digunakan untuk menyusun draft pertama strategic
plan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang Kabupaten.
(ii) Penggalian Persepsi Masyarakat Tentang Status Ikan dan Terumbu
Karang
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan,
pandangan dan respon masyarakat terhadap kondisi sumberdaya
ekosistem terumbu karang, bentuk dan pola pemanfaatannya.
Untuk mengetahui hal-hal yang dimaksud, maka Tim PBM akan
mengadakan diskusi intensif dengan berbagai nelayan, untuk
mengidentifikasi berbagai aktivitas mereka, terutama yang terkait
dengan aktivitas penangkapan. Berbagai pendekatan akan dilakukan
untuk merangkul mereka dalam melaksanakan kegiatan.
46
Interview akan mencakup beberapa perwakilan dari nelayan yang
menggunakan alat yang berbeda untuk mengetahui :
1) Wilayah penangkapan (dibuat oleh nelayan dalam peta yang
telah dipersiapkan sebelumnya, menurut jenis dan musim),
Kecenderungan penangkapan (cpue);
2) Alasan-alasan kenapa mereka menggunakan alat tangkap
tersebut (bila mereka menggunakan alat tangkap baru, apa
alasan penggunaan alat baru? Apa alat tangkap
sebelumnya?);
3) Lokasi dengan potensi khusus (lokasi pemijahan, nursery ground,
dsb.);
4) Lokasi yang memiliki potensi unik secara ilmiah;
5) Wilayah yang secara khusus dipengaruhi oleh pihak-pihak luar;
6) Perpindahan nelayan musiman dari wilayah lain; dan
7) Identifikasi praktek penangkapan illegal oleh nelayan asing,
tetangga desa dan nelayan setempat.
Hasil survei ini akan diserahkan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan
untuk disusun oleh PMU, bersama dengan seluruh data sekunder yang
tersedia yang berhasil diperoleh dari berbagai sumber seperti : jasa
selam, LSM, industri perikanan, dan perguruan tinggi setempat untuk
membuat konsep peta potensi perikanan yang terfokus pada wilayah
penangkapan, dan semua titik penting di dalam peta kabupaten.
Peta tersebut akan dibagikan kepada masyarakat yang ingin
berpartisipasi di dalam Program COREMAP untuk membantu mereka
di dalam menentukan lokasi wilayah kritis yang perlu pengelolaan dan
bagi yang ingin terlibat di dalam pembuatan keputusan manajemen.
Karena proses perencanaan dan pengelolaan dilaksanakan untuk
setiap kelompok masyarakat, wilayah penangkapan, terumbu karang,
padang lamun dan bakau, pemerintah kabupaten akan membentuk
sistem pengelolaan laut yang terkoordinasi untuk seluruh wilayah
kabupaten.
(b) Studi Banding untuk Tokoh Kunci dalam Pengelolaan (Pro dan Kontra)
Pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan merupakan
konsep yang relatif baru di Indonesia, untuk itu perlu memberikan
kesempatan untuk mengajak nelayan turut mendukung pengelolaan
tersebut melalui pemahaman masyarakat terhadap tujuan COREMAP.
Berdasarkan alasan ini, beberapa tokoh dari desa akan diikutsertakan
47
dalam kegiatan studi banding ke beberapa lokasi agar mereka dapat
melihat manfaat dari suatu bentuk pengelolaan terumbu karang
berkelanjutan.
Kriteria Seleksi Lokasi Tujuan Studi Banding
Lokasi tujuan studi banding sebaiknya memiliki kesamaan karakteristik
dengan lokasi COREMAP di Indonesia, seperti habitat (perikanan karang),
kegiatan penangkapan (skala kecil dan menengah), keberhasilan dan
kegagalan suatu pengelolaan (perijinan, zonasi, pembatasan alat
tangkap, dll). Berdasarkan pertimbangan ini, dapat ditetapkan lokasi
kegiatan tersebut baik di dalam maupun di luar negeri.
Kriteria Seleksi Peserta
Peserta studi banding adalah orang-orang yang paling berpengaruh
diantara para nelayan dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun
kriteria seleksi peserta diantaranya :
1) Anggota masyarakat setempat yang mempunyai komitmen
terhadap COREMAP
2) Bersedia mengikuti kegiatan studi banding secara penuh
3) Minimal 30% adalah perempuan
4) Bersedia menyebarluaskan hasil-hasil studi banding terutama
kepada pemangku kepentingan COREMAP.
3.1.5. Pembangunan Pusat Informasi Masyarakat
Tujuan pembangunan pusat informasi adalah agar masyarakat dapat
mengakses dengan mudah informasi-informasi yang secara khusus terkait
dengan aktifitas kenelayanan maupun informasi yang bersifat umum.
Pusat informasi juga akan menyediakan informasi tentang perkembangan
kegiatan-kegiatan COREMAP utamanya pemanfaatan dana bantuan
untuk Seed Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial pendukung
pengelolaan terumbu karang.
Untuk hal tersebut, COREMAP akan menyediakan dana sebesar Rp.
10.000.000 (sepuluh juta rupiah) setiap Desa untuk melakukan renovasi
atau perbaikan gedung/tempat selanjutnya akan dijadikan sebagai
pusat informasi bagi masyarakat.
48
Strategi dan Tahapan Pelaksanaannya
1) Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa akan memfasilitasi LPSTK
untuk menentukan tempat yang akan dijadikan sebagai pusat
informasi,
2) LPSTK akan mengkordinasikan dengan pemilik tempat/gedung,
Kepala Desa dan BPD untuk menetapkan statusnya,
3) Apabila gedung/tempat yang dimaksud adalah milik masyarakat,
maka yang bersangkutan akan membuat pernyataan kesediaannya
untuk menjadikan gedung/tempatnya sebagai pusat informasi bagi
masyarakat,
4) Apabila gedung/tempat yang dimaksud adalah milik pemerintah,
maka Kepala Desa akan membuat surat keputusan atau berita
acara penetapan gedung/tempat sebagai pusat informasi bagi
masyarakat,
5) Selanjutnya dibentuk panitia renovasi gedung pusat informasi,
6) Panitia akan meneliti kondisi gedung, dan selanjutnya menyusun
perencanaan renovasi dan anggarannya,
7) Rencana renovasi dan anggaran yang telah disusun oleh panitia,
diajukan kepada Kepala Desa untuk disetujui,
8) Rencana renovasi dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala
Desa diteruskan ke PMU atas fasilitasi Fasilitator Masyarakat dan SETO
untuk diverifikasi dan mendapatkan persetujuan,
9) Setelah PMU menyetujui usulan tersebut, maka PMU akan
memerintahkan pencairan dana melalui rekening LPSTK,
10) Panitia akan menunjuk pihak yang akan melakukan renovasi
gedung, dan
11) Setelah kegiatan renovasi telah selesai, maka LPSTK akan membuat
laporan pelaksanaan dan pengelolaan keuangan melalui asistensi
Fasilitator Masyarakat dan SETO, kemudian diserahkan kepada PMU.
3.2. Pra - Perencanaan
3.2.1. Pembuatan Peta Rencana Strategis Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang Berkelanjutan
Sebagai langkah awal dalam proses perencanaan PBM COREMAP
adalah penyediaan data dan informasi tentang obyek-obyek yang
menjadi fokus perencanaan. Untuk itu, PMU akan melakukan
49
pengumpulan data-data yang berkaitan dengan ekosistem terumbu
karang. Status data yang akan digunakan adalah data sekunder dan
primer. Data-data yang dibutuhkan mencakup peta potensi sumberdaya
ekosistem terumbu karang, dan model-model pengelolaannya. Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai pihak seperti :
� Data perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, provinsi,
kabupaten maupun perusahaan perikanan;
� Peta-peta dan laporan-laporan Proyek MREP;
� Atlas pesisir dan laut;
� Hasil penelitian dari Perguruan Tinggi, LSM dan organisasi lain yang
peduli terhadap ekosistem terumbu karang;
� Titik posisi (GPS) tempat penyelaman utama dari operator selam
lokal;
Peta dasar yang akan digunakan dalam PRA berskala 1 : 50.000 yang
disediakan oleh PMU. Peta-peta dimaksud akan digandakan untuk
disediakan bagi Tim PBM selama melakukan sosialisasi Rapid Rural
Assessment. PMU juga akan melakukan pendigitasian data yang
dikumpulkan dari para nelayan yang merupakan hasil PRA.
Sementara untuk data primer, diperoleh dari pengukuran dan
pengambilan data yang mencakup rataan terumbu karang dan daratan
pulau. Untuk melakukan pengukuran data dibutuhkan peta dasar
sebagai acuan atau pembanding dalam proses pembuatan peta pada
setiap wilayah desa/pulau. Pembuatan peta akan dilakukan bersama-
sama (partisipatoris), dengan melibatkan masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya yang intensif berinteraksi secara sosial, ekonomi
dengan wilayah yang akan dipetakan. Tim PBM bertugas memfasilitasi
dan membantu masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam
pembuatan peta. Obyek-obyek yang akan dipetakan adalah, wilayah
daratan pulau yang meliputi tata jalan, tata pemukiman, tata bangunan
pemerintahan (kantor), tata bangunan sosial (peribadatan dan makam),
tata bangunan ekonomi, tata vegetasi pantai/darat, serta wilayah rataan
terumbu karang yang meliputi biota yang terkandung pada perairan
mulai dari garis pantai sampai dengan garis slope.
Hasil yang diperoleh berupa peta tematik dengan tema-tema tertentu,
seperti peta sebaran terumbu karang, peta pemukiman, peta wilayah
penangkapan, dan lain sebagainya, akan dikembangkan oleh PMU
dalam penyajian informasi tentang sumberdaya ekosistem terumbu
karang di atas peta. Peta tersebut akan menjadi dasar untuk
membangun rancangan awal Rencana Strategis Pengelolaan Ekosistem
50
Terumbu Karang Berkelanjutan. Data dasar dan peta tersebut akan
disesuaikan secara berkala melalui program COREMAP. Selanjutnya
didesiminasi kepada kepala desa, LPSTK dan stakeholder terkait.
Untuk memperkuat hasil pengkajian dan pemetaan tersebut, akan
dilakukan pembaruan data dan informasi secara berkala. Untuk itu, PMU
dan tim PBM akan melakukan sebuah kegiatan pengumpulan dan
pengkajian data sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya terkait
dengan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang dengan
menggunakan pendekatan atau metode PRA (participatory rural
appraisal atau pengkajian kondisi desa / kampung secara partisipatif).
3.2.2. Mempersiapkan Rekrutment Motivator Desa
Motivator Desa (Village Motivator) adalah anggota masyarakat desa
setempat yang menjadi panutan dan mempunyai bakat kepemimpinan,
serta motivasi untuk membangun desa, yang dipilih oleh masyarakat
untuk membantu Fasilitator Masyarakat dalam membimbing dan
memotivasi masyarakat agar mampu berperan aktif dalam kegiatan
pengelolaan terumbu karang secara lestari.
Calon Motivator Desa akan dipilih oleh masyarakat dengan masukan dari
SETO dan Fasilitator Masyarakat yang melakukan sosialisasi dan
pengkajian awal terlebih dahulu. Seleksi ini akan dilakukan sesuai kriteria
yang disepakati dan disetujui masyarakat. Hasil seleksi motivator oleh
masyarakat akan ditetapkan oleh Kepala Desa. Motivator Desa akan
dikontrak oleh PMU COREMAP untuk membantu pelaksanaan kegiatan
Pengelolaan Berbasis Masyarakat di desa.
Strategi Pemilihan Motivator Desa
1. Susun Kerangka Acuan untuk Motivator Desa.
2. Penentuan pemenang didasarkan pada perolehan jumlah suara yang
terbanyak.
3. Masing-masing Pokmas atau anggota masyarakat mengajukan calon
sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.
Isi Kerangka Acuan
⇒ Tugas dan tanggung jawab Motivator
Desa
⇒ Syarat-syarat untuk menjadi Motivator
Desa
⇒ Proses pemilihan dan penetapan
51
4. Sebelum dilakukan pemilihan, Fasilitator Masyarakat akan menjelaskan
secara rinci tentang tugas dan tanggung jawab Motivator Desa.
5. Kandidat menyampaikan pendapatnya tentang terumbu karang,
program PBM -COREMAP, dan program-program yang akan
dilaksanakan untuk mengembangkan masyarakat, agar para pemilih
dapat menilai kemampuan dan kesungguhan masing-masing calon.
6. Sebelum dilakukan proses pemilihan, pastikan bahwa para calon
bersedia untuk dipilih dan telah memenuhi persyaratan seperti yang
tertuang di dalam Kerangka Acuan.
7. Proses pemilihan secara demokratis.
8. Motivator yang dipilih di setiap desa sebanyak 2 orang, 1 orang laki-
laki dan 1 orang perempuan.
9. Kukuhkan hasil pemilihan dengan Keputusan Kepala Desa.
10. Motivator yang terpilih akan dikontrak oleh PMU dan dievaluasi kinerja
kerjanya setiap tahun
3.2.3. Pembekalan Tim Lapangan (Motivator Desa)
SETO bertanggung jawab menyiapkan Tim Lapangan di beberapa desa
berdekatan. Melalui Pelatihan PBM yang diselenggarakan PMU, masing-
masing SETO akan mempersiapkan peralatan pelatihan (toolkit) yang
telah disepakati akan dipakai dalam rangka persiapan Tim Lapangan.
Pembekalan Motivator Desa dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan COREMAP, kemampuan dan efektivitas Motivator dalam
melaksanakan tugasnya.
Hasil yang diharapkan dari pembekalan Motivator Desa adalah agar
mereka memahami tugas dan tanggung jawab yang harus diemban
tentang Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang,
permasalahan lingkungan, kepemimpinan, manajemen, dan tentang
cara-cara memberikan motivasi kepada masyarakat untuk hidup
produktif dan ramah lingkungan.
Bahan dan alat yang diperlukan (toolkit)
� Bahan pelatihan Pengelolaan Terumbu Karang Secara Berkelanjutan
� Bahan pelatihan Pemasaran Sosial
� Bahan pelatihan toolbox pengelolaan berbasis masyarakat
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� Alat tulis
52
� Brosur
� Film/slide
� Buku referensi yang lain
Strategi pelaksanaan
1. Pelaksana pelatihan adalah SETO dan Fasilitator Masyarakat dengan
difasilitasi oleh PMU COREMAP Kabupaten.
2. Peserta pelatihan adalah Motivator Desa dari seluruh desa lokasi
kegiatan PBM.
3. Tempat pelaksanaan di desa-desa lokasi COREMAP yang berdekatan,
secara bergiliran.
4. Materi pelatihan mencakup aspek-aspek:
⇒ Pendampingan masyarakat
⇒ Lingkungan dan masalahnya
⇒ Program COREMAP
⇒ Pengorganisasian masyarakat
⇒ Kepemimpinan dan motivasi
⇒ Manajemen Kelompok
5. Dalam penyampaian makalah digunakan bahasa yang mudah
dipahami peserta.
6. Agar peserta pelatihan dapat berperan aktif, adakan diskusi kelompok
untuk membahas materi yang telah disampaikan.
7. Selain pemutaran film/slide dan penggunaan alat peraga, lengkapi
kegiatan pelatihan dengan studi lapangan.
8. Pada akhir kegiatan pelatihan, lakukan evaluasi untuk mengetahui
tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang telah diberikan
dan bagaimana kesiapan mereka dalam membantu Fasilitator
Masyarakat.
9. Modul yang akan digunakan adalah :
⇒ Pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan
⇒ Strategi kampanye / pemasaran sosial
⇒ PRA
⇒ Pengelolaan keuangan kelompok di desa
⇒ Pengelolaan Wilayah Terumbu Karang Berbasis Masyarakat
53
⇒ Pengelolaan Konflik
⇒ Penguatan kelembagaan desa
⇒ Keselamatan di laut
⇒ Peran perempuan dalam pengelolaan berbasis masyarakat
Pembekalan tim lapangan akan berlangsung terus menerus selama PBM
COREMAP berlangsung di desa.
Ada juga pelatihan yang akan diselenggarakan oleh pihak ketiga,
misalnya pemantauan sensus ikan dan terumbu karang, pengelolaan
keuangan desa, penguatan lembaga keuangan mikro dan dukungan
teknis untuk mengkaji usulan secara teknis.
3.3. Perencanaan Berbasis Masyarakat
Prinsip utama pengelolaan berbasis masyakat adalah, masyarakat harus
terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan mulai dari penyusunan
rencana, pelaksanaan, pemantauan, pelaksanaan, hingga evaluasi
terhadap hasil-hasil yang dicapai. Oleh karena itu, masyarakat, Motivator
Desa, Fasilitator Masyarakat dan SETO merupakan pelaksana utama
COREMAP sejak tahap awal.
Kegiatan perencanaan diawali dengan kegiatan mengenali profil desa
yang bersangkutan. Profil desa digambarkan melalui pengkajian bersama
masyarakat (PRA) dalam bentuk faktor-faktor internal yang menjadi
potensi desa dan kelemahan-kelemahannya, faktor-faktor eksternal yang
menjadi peluang dan ancaman, serta isu-isu strategis yang akan menjadi
dasar penyusunan rencana.
Berdasarkan profil dan isu-isu strategis tersebut, selanjutnya dirumuskan visi
pengelolaan terumbu karang yang akan memberikan inspirasi bagi
semua pihak yang berkepentingan terhadap terumbu karang di wilayah
desa tempat kegiatan berlangsung. Visi pengelolaan merupakan arah
dari segenap strategi dan kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam
kegiatan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.
Kotak 1 Visi harus mencakup kepentingan masyarakat luas
terhadap kelestarian terumbu karang dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat
54
Bertolak dari visi yang telah dirumuskan, langkah berikutnya adalah
menentukan sasaran atau target-target pengelolaan yang ingin dicapai,
baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Selain bertolak dari
visi yang telah dirumuskan, salah satu prinsip dalam penentuan sasaran
adalah bahwa sasaran yang ditentukan harus dapat diukur, sehingga
pada suatu waktu tingkat keberhasilannya dapat diukur dan dievaluasi.
Kotak 2 Sasaran harus dapat diukur nilainya, misalnya pada akhir
tahun proyek luasan terumbu karang yang dinyatakan
sebagai zona inti minimal 10% dari luasan terumbu
karang di kabupaten. Pendapatan masyarakat
meningkat minimal 2% pertahun.
Setelah sasaran ditetapkan, langkah selanjutnya merumuskan berbagai
strategi yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran/ target yang telah
ditetapkan tersebut.
Kotak 3 Untuk mencapai kelestarian terumbu karang dan
peringkatan pendapatan masyarakat, akan ditempuh
melalui 4 strategi pokok :
� Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang
(RPTK)
� Identifikasi dampak dan penerima dampak dari
pengelolaan Pengembangan Mata Pencaharian
Alternatif (MPA) dan Seed Fund Desa
� Strategi penguatan kapasitas pengelolaan di desa
� Pembangunan Prasarana Penunjang
Strategi tersebut biasanya terdiri dari strategi besar (grand strategy) dan
strategi operasional berupa rumusan jenis-jenis kegiatan pemantauan
yang dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan berbagai kegiatan
yang telah direncanakan dan sistem evaluasi tingkat pencapaian hasil
berdasarkan target yang telah ditetapkan.
Rangkaian kegiatan pra-perencanaan selesai dilaksanakan, apabila:
� Fasilitator Masyarakat telah mensosialisasikan diri dan diterima
masyarakat
� Fasilitator Masyarakat telah mensosialisasikan program COREMAP
kepada masyarakat
55
� Lembaga masyarakat yang ada berminat untuk berpartisipasi dalam
PBM
� Pokmas tambahan telah terbentuk
� Motivator Desa telah terpilih dan ditetapkan
� Pengamat Karang telah terpilih dan ditetapkan
� Motivator, pengamat karang dan pengurus pokmas telah mendapat
pembekalan
Tahapan berikutnya adalah penyusunan perencanaan program PBM
untuk desa yang bersangkutan. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama
oleh Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa, Pokmas, dengan dukungan
dari SETO dan PMU serta pihak lain yang terkait.
Perencanaan diawali dengan pengkajian ulang hasil dari RRA dan Draft
pertama Peta Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang secara
berkelanjutan, identifikasi dan analisa profil desa guna menemukan isu
dan masalah-masalah strategis yang akan dijadikan sebagai dasar untuk
menetapkan visi, sasaran serta program-program pengelolaan terumbu
karang secara terpadu di desa yang bersangkutan. Dengan demikian
masing-masing desa akan berkontribusi terhadap pencapaian
”Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan”.
3.3.1. Strategi Pelibatan Pemangku Kepentingan
Pengalaman dalam pengelolaan berbasis masyarakat dari berbagai
wilayah menjelaskan bahwa pengguna sumberdaya utama sering tidak
dilibatkan dalam pengelolaan tersebut. Ini bisa dipahami, karena nelayan
paling sering berada di laut pada waktu desa membuat masyawarah.
Selain itu, banyak juga nelayan kecil merupakan orang yang tidak biasa
untuk mengemukakan pendapat di pertemuan formal dan musyawarah
desa.
Untuk merubah perilaku masyarakat tersebut, maka diperlukan strategi
pelibatan pemangku kepentingan didalam pelaksanaan PBM-COREMAP.
Hasilnya adalah keikutsertaan perwakilan dari semua pemangku
kepentingan yang dapat terekam dan terukur.
Bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan strategi tersebut
adalah:
� Daftar semua pengguna SDA karang, ikan karang, bakau dan
padang lamun
56
� Pendekatan khusus untuk melibatkan semua pengguna dalam
program
� Alat pemantauan untuk merekam kesuksesan keterlibatan masyarakat
Strategi Pelaksanaan
1. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan membuat daftar semua
Pemangku kepentingan di tingkat desa
2. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan membahas pendekatan
yang cocok untuk mengajak keikutsertaan masing masing pemangku
kepentingan, orang berpengaruh akan dikunjungi secara individu dan
pendapat dan saran akan direkam dari masing masing orang, mereka
akan dibagi dalam dua kelompok yang mendukung dan yang belum
mendukung prinsip pengelolaan
3. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan menginventarisasi
kelompok-kelompok yang ada di desa dan menyusun strategi untuk
bertemu dan mencari pendapat kelompok terhadap pengelolaan
4. Fasilitator Masyarakat dan MD akan membuat daftar atau inventaris
semua pengguna SDA di desa, rumah ke rumah dan desa per desa.
5. Minimal setiap bulan Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan
mendiskusikan siapa saja yang belum mengikuti kegiatan dan
menyepakati pendekatan baru.
Melalui proses ini semua masyarakat akan merasa diikutsertakan dalam
perencanaan ini.
3.3.2. Pengkajian Partisipatif (PRA) di Desa
Pada saat masyarakat secara aktif mulai ikut serta, maka dilakukan PRA
di desa. PRA dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap status
dan kecenderungan penggunaan sumberdaya dari semua lapisan dan
kelompok masyarakat di satu desa demi kepentingan saat ini dan masa
depan. Untuk itu, setiap tim PBM akan mendapatkan panduan yang
menjelaskan cara untuk melaksanakan kegiatan PRA dan dipraktekkan
secara periodik sehingga menjadi terampil dalam pelaksanaannya.
Adapun tujuan pelaksanaan PRA ini adalah a) Menggambarkan
informasi tentang sumberdaya, kelembagaan, sejarah desa, isu-isu
pengelolaan sumberdaya alam, yang dilakukan oleh masyarakat secara
partisipatif; b) Peta-peta dan materi lain yang dikaji, dianalisa dan
disepakati terhadap situasi, kecenderungan dan peluang yang
diinformasikan melalui papan pengumuman di desa; dan c) Tersebarnya
57
informasi pada semua sektor di masyarakat. Dimana untuk mendapatkan
kedua hal tersebut, diperlukan bahan dan alat sebagai berikut:
� Peta topografi (berskala 1 : 50.000) dan photocopinya
� Kertas plano dan spidol
� Alat snorkelling
� Alat PRA termasuk : Sejarah desa, kalendar musiman dari kelompok
setiap kepentingan, peta penangkapan per musim dari berbagai
cara pengambilan ikan,
Hasil yang ingin dicapai
Gambaran mengenai profil desa dan isu strategis untuk pengelolaan
terumbu karang serta pengembangan sosial ekonomi masyarakat.
Dokumen ini diharapkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu dua
bulan.
Strategi pelaksanaan
1. Tim PBM COREMAP akan meninjau ulang daftar desa yang disusun
pada Lampiran 9 dan menyepakati cara apa saja yang akan dipakai
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.
2. Tim PBM COREMAP akan membuat beberapa pertemuan dengan
kelompok kecil dan mengkaji bersama dengan alat PRA.
3. Tim PBM COREMAP akan membuat triangulasi antara pengguna
untuk mendapat berbagai pendapat dan sudut pandang terhadap
status potensi terumbu karang dan ekosistem terkait.
4. Tim PBM COREMAP akan membuat pertemuan antar kelompok, desa
dan desa sampai semua pihak terlibat.
Contoh Pengambilan Informasi oleh Kelompok dalam kegiatan PRA
KELOMPOK A
Mengumpulkan data tentang kondisi
ekosistem terumbu karang di wilayah
pesisir desa
KELOMPOK B
Mengumpulkan data tentang kondisi
ekosistem sosial ekonomi masyarakat
KELOMPOK C
Mengumpulkan data tentang kegiatan
pemanfaatan sumberdaya alam di
wilayah pesisir desa
KELOMPOK D
Mengumpulkan data dan mengkaji
tentang kelembagaan desa
58
5. Hasil informasi pengkajian akan di tempel di pusat informasi di setiap
desa dan direkam oleh Fasilitator Masyarakat dan MD untuk menyusun
profil desa baru untuk dibahas di tingkat PMU
6. Identifikasi dan Analisa profil desa (profiling) merupakan kegiatan
mengidentifikasi dan menganalisa kondisi potensi suatu desa yang
meliputi aspek-aspek : kualitas lingkungan terumbu karang, potensi
sumberdaya alam laut, kondisi sosial ekonomi masyarakat,
pemanfaatan sumberdaya, dan kelembagaan.
7. Lakukan pengumpulan data baik berupa data primer yaitu melalui
pengamatan langsung, maupun data sekunder yaitu berupa informasi
yang diperoleh dari sumber tertentu.
8. Lakukan pembahasan bersama-sama terhadap data yang telah
terkumpul untuk memastikan apakah data yang terkumpul telah
lengkap dan memenuhi syarat.
3.3.3. Pendataan Perahu, Alat Tangkap dan Alat Bantu Penangkapan
Tim PBM COREMAP dan Kepala Desa akan mendukung Dinas Kelautan
dan Perikanan di tiap kabupaten program untuk melakukan pencatatan
aktifitas produksi nelayan dalam kerangka mengoptimalkan usaha
penangkapan ikan dengan cara melakukan pendataan perahu
berukuran kecil dan alat tangkapnya. Kegiatan ini, secara tidak langsung
membantu Pemerintah Desa dan masyarakat untuk pengelolaan
sumberdaya perikanan khususnya untuk komoditas tertentu (nilai
ekonomis tinggi dan dilindungi), pengelolaan hasil tangkapan untuk
konstribusi pembangunan desa dan masyarakat, serta mengatur akses ke
wilayah terumbu karang setempat terutama di daerah perlindungan laut.
3.3.4. Pengkajian Partisipatif Antar Desa
Salah satu kegiatan utama dalam mengembangan pengelolaan berbasis
masyarakat secara luas adalah komunikasi dan penciptaan hubungan
kerjasama antara semua pihak terkait di desa dan antar desa. Untuk
mendukung kegiatan ini, COREMAP akan mengembangkan sistem
komunikasi radio di setiap desa lokasi COREMAP, di mana dialog dan
Contoh Data Sekunder :
- Jumlah penduduk
- Data iklim
- dsb
Contoh Data Primer :
- Hasil pengamatan langsung terhadap
adanya kegiatan pemboman
- Hasil pengamatan langsung terhadap
terjadinya abrasi pantai
- Hasil pengamatan langsung terhadap
kebiasaan sehari-hari kaum perempuan di
desa lokasi
59
konsensus dibangun melalui jaringan komunikasi antar desa. Proses dialog
dan konsensus tersebut mendapatkan arahan dari camat, tokoh
masyarakat, SETO dan anggota masyarakat. Pada gilirannya, pengkajian
partisipatif (PRA) antar desa bertujuan untuk menyusun pengelolaan
bersama ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait, terutama
sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh lebih dari satu desa serta untuk
mengantisipasi pengelolaan sumberdaya pada wilayah yang sama oleh
nelayan atau masyarakat dari dua desa yang berbeda.
3.3.5. Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan Terumbu
Karang (RPTK)
Tujuan kegiatan ini adalah menyusun dan menetapkan rencana strategi
pengelolaan ekosistem terumbu karang berupa dokumen Rencana
Pengelolaan Terumbu Karang berbasis masyarakat.
Rencana strategis yang dimaksud merupakan tahapan penyusunan
kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang terpadu berbasis
masyarakat yang disusun bersama-sama oleh LPSTK dan masyarakat
dengan dipandu oleh Motivator Desa, Fasilitator Masyarakat dan SETO. Di
tahap awal, berdasarkan visi dan sasaran, dilakukan perumusan program
kerja pengelolaan terumbu karang terpadu yang terarah berdasarkan isu
dan masalah yang ada. Program tersebut dihasilkan dari kesepakatan
bersama antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
program PBM-COREMAP.
Adapun bahan dan alat yang diperlukan untuk pembuatan rencana
pengelolaan terumbu karang dimaksud terdiri dari :
� Hasil Pengkajian cepat (RRA) yang telah dilakukan
� Hasil Pengkajian Partisifatif (PRA) yang telah dilakukan berupa profil
desa/kampung/pulau
� Hasil Studi baseline dan monitoring CRITC,
� Referensi yang relevan untuk pembuatan rencana pengelolaan
perikanan, baik dari aspek legal maupun teknis
� Peta-peta tematik yang telah didigitasi seperti peta Rencana
Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan,
� Draft Perencanaan Strategis Pengelolaan Perikanan secara
berkelanjutan
� Whiteboard
� Alat tulis
60
� Brosur dan buku-buku
Sistematika RPTK meliputi :
� Gambaran Umum (Profil) Desa
� Isu-isu pokok pengelolaan terumbu karang terpadu
� Visi pengelolaan terumbu karang
� Sasaran/target yang ingin dicapai
� Strategi dan jenis jenis kegiatan yang akan dilakukan
� Organisasi pelaksana
� Waktu pelaksanaan dan biaya yang dibutuhkan
Pihak-pihak yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan rencana
pengelolaan terumbu karang adalah :
� Kepala Desa/Kampung
� Badan Perwakilan Desa (BPD)/BAPERKAM
� Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)
� Nelayan dari berbagai cara penangkapan
� Pengumpul /penggarap hasil sda dari terumbu karang, bakau dan
padan lamun
� Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang telah terbentuk - Motivator
Desa
� Fasilitator Masyarakat dan SETO
� Pengamat Karang
� Anggota masyarakat desa secara umum
� Komponen lain sesuai dengan kekhasan kelembagaan masing-
masing daerah (misalnya : di Kab. Selayar ada lembaga
penyelesaian konflik yang disebut Qadi, di Kab. Biak berlaku
Lembaga Adat dan Gereja).
Strategi Pelaksanaan Pembuatan RPTK :
1. SETO dan Fasilitator Masyarakat memfasilitasi pembentukan tim inti
penyusunan tingkat desa yang terdiri dari anggota LPSTK dan tim
pendukung yang terdiri dari Kepala Desa dan BPD (Badan Perwakilan
Desa) atau BAPERKAM (Badan Perwakilan Kampung),
2. Tim inti dan pendukung menyusun jadwal dan agenda pembuatan
61
RPTK,
3. Tim inti melakukan penggalangan input dari berbagai pihak yang
berada di desa/kampung/pulau, termasuk pendatang yang
melakukan aktifitas penangkapan, perdagangan dan lain
sebagainya. Kegiatan ini dapat berbentuk diskusi dusun (kampung),
interview, observasi,
4. Tim pendukung melakukan konsultasi dengan berbagai pihak
utamanya yang terkait dengan biota laut, pengelolaan sumberdaya
berkelanjutan, aspek legal, teknis dan lain sebagainya pada tingkat
Kecamatan dan Kabupaten,
5. Tim inti melakukan validasi data dan informasi terkait dengan
aspirasi/kepentingan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya
terhadap sumberdaya ekosistem terumbu karang, selanjutnya
mengkonsultasikan dengan tim pendukung,
6. Tim inti dan pendukung melakukan verifikasi, kompilasi serta
penyelarasan data dan informasi yang akan dimasukkan sebagai
bahan-bahan dalam pembuatan draft RPTK,
7. Draft yang telah jadi, selanjutnya disosialisasi dan dikonsultasikan
kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk
mendapatkan feedback, melalui workshop tingkat desa
8. Tim inti dan pendukung melakukan revisi secara akomodatif
berdasarkan masukan (feedback) yang diperoleh,
9. Tim inti dan pendukung meminta bantuan kepada SETO, Fasilitator
Masyarakat dan PMU untuk penyesuaian redaksi, sistematika dan lain-
lain yang diperlukan, dan
10. Kepala Desa akan menertibkan Surat Keputusan tentang Rencana
Pengelolaan Terumbu Karang berbasis masyarakat.
Proses pembuatan RPTK membutuhkan waktu dan proses yang relatif
panjang, kurang lebih 6 hingga 9 bulan, mengingat bervariasinya hal-hal
yang perlu diatur dalam RPTK, beragamnya pemangku kepentingan
yang memiliki aspirasi berbeda dalam mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya ekosistem terumbu karang. Dalam konteks demikian, RPTK
merupakan produk dokumen yang sifatnya strategis dan vital dalam
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. Secara detail, tahapan-
tahapan dan jenis kegiatan yang dilakukan dalam proses pembuatan
RPTK dapat dilihat pada Gambar 3.
Beberapa subtansi isi dari materi-materi yang termuat dalam RPTK yang
perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan dokumen RPTK dan
tahapan-tahapan teknis yang perlu dilakukan, antara lain :
62
• Penataan Wilayah atau Sistem Zonasi / Permintakatan
Wilayah laut dan pantai dalam kawasan lokasi program COREMAP
mengandung sumberdaya laut yang kaya. Potensi-potensi ini dapat
digunakan dengan berbagai cara termasuk pengelolaan perikanan
jangka panjang yang berkelanjutan dan pariwisata. Namun dengan
tekanan pembangunan ekonomi dan bertambah harapan masyarakat
maka terdapat tingkat resiko yang tinggi dimana tidak ada pengelolaan
akan bertahan lama dalam waktu yang panjang tanpa perencanaan
pengelolaan yang disetujui dan dipahami oleh masyarakat lokal yang
memfasilitasi antara pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam.
Dengan berbagai bentuk kepentingan dan pemanfaatan sumberdaya
umumnya membutuhkan perencanaan tata ruang yang dapat
mengalokasikan pemanfaatan dan tingkat dampaknya terhadap
wilayah-wilayah spesifik.
Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Analisa Ekosistem Laut (Sea
Ecosytem Analysis) telah dilakukan pada COREMAP phase I. Kegiatan ini
mengidentifikasi bahwa ternyata pada wilayah-wilayah tertentu memiliki
kekhasan sendiri-sendiri, sebagai contoh terdapat wilayah yang menjadi
pusat keanekaragaman karang dan ikan hias, ada wilayah yang menjadi
pusat masyarakat menangkap ikan untuk umpan, ada wilayah yang
menjadi pusat masyarakat memancing sunu dan lain sebagainya.
Keadaan inilah yang harus dikelola agar keberadaan wilayah dan
kekhasan tersebut dapat terpelihara.
Suatu penataan wilayah yang berbasis pada masukan dan diskusi
masyarakat serta dianalisa oleh tim formulator akan menghasilkan dasar
untuk kegiatan konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan.
Beberapa kategori wilayah yang penting dibuat yaitu:
� Wilayah pemanfaatan tradisional (wisata, lokasi pemacingan umpan
dan lain-lain),
� Wilayah pengembangan budidaya laut (rumput laut, kerang,
pembesaran ikan dan lain-lain)
� Wilayah perlindungan masyarakat atau konservasi (community
sanctuary), dan
� Wilayah yang menjadi alur transportasi perairan pedalaman Desa
atau pulau.
Penataan wilayah atau sistem zonasi selain mengatur pola pemanfaatan
sumber daya laut yang tersedia agar dapat berkelanjutan juga
diharapkan dengan adanya penataan wilayah atau sistem zonasi ini
63
dapat meredam kemungkinan-kemungkinan terjadinya konflik lokasi
tangkapan antar pengguna dari dalam dan luar.
• Sistem dan Mekanisme Pengelolaan
Kompilasi petaan wilayah merupakan representasi tahap awal dari
penyusunan RPTK. Keberadaan dan manajemen pengelolaan wilayah
tidak akan memberikan dampak apa-apa kecuali dipahami serta
diketahui oleh masyarakat yang dipengaruhi. Oleh karena itu
merupakan hal penting bahwa masyarakat paham dan menerima
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan rencana yang
dibuat secara umum, bagaimana mengawasi pelaksanaan kegiatan-
kegiatan tersebut dan masih banyak lagi hal-hal yang harus diatur untuk
mendukung pelaksanaan sistem zonasi yang telah dibuat.
Dalam sistem dan mekanisme pengelolaan secara rinci dibahas tentang :
� Jenis kegiatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan
dalam zona yang telah ditetapkan,
� Jenis alat tangkap yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam
masing-masing zona,
� Jenis biota laut yang boleh dan tidak boleh ditangkap atau
dimanfaatkan (jenis biota laut yang dapat dimanfaatkan secara
terbatas),
� Definisi kawasan konservasi (minimum 10 % daerah terumbu karang),
� Alur transportasi tradisional yang boleh dilewati, dan
� Tata cara pengelolaan dan menjalankan sistem zonasi.
Untuk mengefektifkan sistem dan mekanisme pengelolaan dibutuhkan
seperangkat kelembagaan atau organisasi yang akan bertanggung
jawab menjadi pelaksana RPTK dan sebuah kerangka tata hubungan
kerja antar unsur di tingkat desa atau pulau yaitu Lembaga Pengelola
Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK).
Komponen-komponen dalam struktur kelembagaan pelaksana RPTK
seyogyianya berasal dari unsur Pemerintahan Desa (Kepala Desa, BPD
dan Qhadi) dan kekuatan masyarakat seperti LKM, Pokmas dan lain-lain.
Masing-masing unsur yang terlibat dalam struktur pelaksana RPTK
maupun dalam tata hubungan kerja memiliki gambaran tugas masing-
masing (seperti yang tercantum dalam penjelasan kelembagaan RPTK),
disana tertera dengan jelas siapa yang melakukan apa. Pembagian
64
tugas seperti ini dimaksudkan agar tumbuh sikap dan rasa tanggung
jawab terhadap tugas.
• Perencanaan Program
Keberadaan program-program sangat dibutuhkan untuk menjalankan
RPTK. Sebenarnya program-program inilah yang menjadi inti dari RPTK.
Dalam RPTK telah dirumuskan beberapa program yang dinggap dapat
mendukung visi dan misi desa atau pulau antara lain :
� Program konservasi dan penyadaran masyarakat,
� Program peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat,
� Program penentuan daerah perlindungan masyarakat (DPL) atau
village sanctuary,
� Program pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA), yang
direkomendasi oleh masyarakat,
� Program peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dan kesetaraan
jender, dan
� Program Pembangunan Prasarana Pendukung RPTK.
Pelaksanaan dari setiap rencana program yang disusun dalam RPTK tidak
hanya akan dilakukan oleh masyarakat, akan tetapi melibatkan pihak-
pihak yang terkait berdasarkan kapasitas dan kompetensinya. Program-
program yang bersifat pengawasan dan penegakan hukum misalnya
akan didukung oleh aparat penegak hukum formal (Polisi, Jagawana
dan Tentara AD/AL), Sementara program-program yang lain yang
membutuhkan biaya yang relatif besar akan didukung oleh pihak-pihak
ketiga atau Pemerintah Kabupaten melalui unit-unit kerjanya dan
mungkin juga dari pihak ketiga seperti dari COREMAP melalui Dana
Bantuan Desa (Village Grant).
• Sanksi-Sanksi
Hal yang paling mempengaruhi kesuksesan sebuah perencanaan
utamanya yang dibangun di atas konsensus berbagai pihak
(stakeholders) adalah konsekuensi dari konsensus tersebut yang biasanya
dituangkan dalam bentuk sanksi-sanksi. Kepatuhan masyarakat atau
pihak-pihak lain terhadap aturan bergantung bagaimana sanksi
ditegakkan. Semakin longgar penegakan sanksi, maka akan semakin
rapuh pula aturan yang telah dibuat, tetapi sebaliknya semakin konsisten
untuk menegakkan sanksi akan semakin kuat aturan yang ada.
65
Untuk penerapan dan keberlanjutan materi-materi yang terkandung
dalam sanksi-sanksi sebaiknya bersumber dari kearifan lokal yang sejak
lama dianut oleh masyarakat (revitalisasi kearifan lokal). Sehingga aturan
baru seyogyanya berbasis pengetahuan, pengalaman dan proses berfikir
masyarakat.
Penerapan sanksi dilakukan dengan pola bertingkat yang juga
bergantung seberapa besar bobot pelanggaran yang dilakukan. Dalam
RPTK diatur jenis-jenis pelanggaran yang dapat diselesaikan ditingkat
desa atau pulau oleh penanggung jawab pelaksana RPTK lokal, seperti
pelanggaran terhadap areal perlindungan atau kawasan konservasi
masyarakat (community sanctuary), masuk pada wilayah-wilayah yang
tidak dibolehkan dan lain-lain. Sementara pelanggaran yang bersifat
kriminal lingkungan dan bobotnya besar seperti membom, membius dan
lain-lain, maka penanggung jawab pelaksana RPTK akan berkoordinasi
dengan aparat penegak hukum formal.
Gambar 3. Pentahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu
Karang (RPTK)
Adapun tahapan-tahapan, maksud pada tiap langkah tersebut serta
jenis detail kegiatan penyusunan sebuah RPTK seperti terlihat pada
Gambar 3 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
66
Tahapan Pembuatan RPTK
1. Sosialisasi dan Diseminasi
Masyarakat harus mengetahui dan memahami pentingnya sumberdaya
ekosistem terumbu karang dikelola secara baik, untuk dimanfaatkan saat
ini dan demi kepentingan generasi yang akan datang. COREMAP hadir
untuk mendukung dan memfasilitasi masyarakat agar pemahamannya
semakin meningkat, kapasitasnya semakin baik, jaringan kemitraannya
semakin luas, dengan demikian masyarakat akan lebih mudah untuk
mencapai tujuannya untuk mengelola sumberdaya secara efektif, dan
dapat menjamin keberlanjutannya. Dengan membuat perencanaan
strategis sumberdaya dalam bentuk Rencana Pengelolaan Terumbu
Karang (RPTK), masyarakat dapat mengelola sumberdaya secara
sistematis, fokus dan berdaya guna.
Menyebarluaskan informasi melalui sosialisasi dan diseminasi tentang
COREMAP dan RPTK, maka masyarakat secara perlahan akan
mempertimbangkan untuk menjadikannya sebagai “agenda hidup”
mereka.
2. Pembuatan Profil Desa/Kampung
Data dan informasi (DAIS) tentang kondisi sosial dan sumberdaya
merupakan bahan-bahan dalam membuat RPTK pada lingkup
desa/kampung. Membuat profil desa/kampung salah satu cara untuk
mengumpulkan dais tentang kondisi obyektif di desa. Pembuatan profil
desa/kampung dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan
masyarakat, dengan pertimbangan merekalah yang memiliki banyak
informasi dan paling mengenali desa/kampungnya. Pembuatan profil
desa/kampung dilakukan dalam bentuk PRA dan analisis ekosistem laut
(AEL).
3. Pembentukan Tim Penyusun
Dais dan berbagai kepentingan harus diorganisir serta dikelola secara
baik, sehingga hal-hal yang penting untuk dimasukkan dalam RPTK akan
termuat. Untuk itu, akan dibentuk tim penyusun oleh LPSTK yang terdiri
sekitar 7 – 10 orang. Tim ini akan bertanggung jawab untuk
mengumpulkan aspirasi, mengkompilasi, merekap, dan mengolah
bahan-bahan yang akan dijadikan materi-materi dalam RPTK. Tim ini
akan melakukan diskusi tingkat dusun, diskusi tingkat lingkungan dan
diskusi tingkat desa/kampung untuk mengumpulkan sebanyak-
banyaknya Dais.
67
4. Membuat Draft RPTK
Hasil Dais dan aspirasi dari masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang
telah dikumpulkan akan diolah dan selanjutnya dikonstruksi menjadi
dokumen RPTK sesuai dengan sistematika yang ada. Penyusunan draf
RPTK dilakukan melalui pemahasan pleno oleh tim yang dibantu dan
difasilitasi oleh SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa.
Selanjutnya SETO dan Fasilitator Masyarakat akan memfasilitasi
pembuatan dokumen RPTK, dengan berkonsultasi dengan konsultan-
konsultan COREMAP utamanya konsultan manajemen perikanan dan
konsultan legal terkait dengan substansi dan teknik penulisan dokumen.
5. Konsultasi Publik dan Revisi Akomodatif
Dokumen RPTK yang telah dibuat dalam bentuk draf akan disosialisasikan
kepada khalayak umum melalui musyawarah desa yang dihadiri oleh
unsur pemerintah desa, BPD, kelompok masyarakat, aparat hukum lokal,
petugas teknis instansi, dan lain-lain. Agenda utamanya adalah
penyampaian/presentasi RPTK oleh tim penyusun. Acara akan fifasilitasi
oleh SETO/Fasilitator Masyarakat/Motivator Desa. Semua tanggapan,
masukan dan kritikan akan dicatat oleh tim penyusun, yang kemudian
dilakukan analisis untuk menentukan hal-hal apa saja yang perlu
dimasukkan sebagai revisi dokumen.
6. Persetujuan dan Pengesahan
Hasil revisi dokumen akan dibahas kembali secara mendalam oleh tim
penyusun, Kepala Desa dan BPD melalui rapat konsultasi. Kepala Desa
dan BPD akan membahas substansi RPTK dan hal-hal yang lain yang
terkait dengan proses pengesahaannya. Apabila telah disepakati materi-
materi RPTK, maka Kepala Desa akan mengesahkan RPTK atas
persetujuan BPD menjadi lembar desa sebagai salah satu pedoman
pembangunan tingkat desa.
7. Monitoring dan Evaluasi (Monev)
Kegiatan monev dilakukan pada setiap tahapan kegiatan dan proses
penyusunan RPTK. Potensi-potensi bias dalam satu kegiatan dan proses
dapat muncul dalam kondisi apapun. Banyaknya bias, akan
menyebabkan kualitas dokumen rendah dan bisa jadi tidak kredibel dan
akseptabel di tengah-tengah masyarakat. Bias disetiap tahapan dan
proses dapat saja muncul karena kondisi-kondisi tertentu, misalnya
pertemuan atau musyawarah desa/kampung tidak merepresentasi
masyarakat, situasi yang kurang kondusif, sehingga masyarakat tidak
dapat menyampaikan aspirasinya, dan lain-lain. Monev bertujuan untuk
68
Terjaminnya kelestarian sumberdaya terumbu karang dan kesejahteraan
masyarakat setempat melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan
berkelanjutan ramah Iingkungan dan pengembangan mata pencaharian
alternatif bagi masyarakat setempat.
mendeteksi gejala-gejala bias, agar dapat segera merancang dan
melakukan upaya antisipatif, agar pelaksanaan setiap tahapan kegiatan
dan proses penyusunan RPTK berlangsung secara efektif.
Rencana pengelolaan merupakan dokumen yang memiliki tata aturan
yang sistematis dan jelas, dengan demikian akan memudahkan bagi
masyarakat dan pihak-pihak lain untuk memahami dan
melaksanakannya. Sebelum menyusun/membuat RPTK, masyarakat dan
pihak-pihak terkait dalam penyusunan RPTK perlu memahami kerangka
fikir, struktrur dan alur penyusunannya.
Sebagai gambaran, berikut disajikan sebuah struktur dan alur
penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang, mulai dari
mengidentifikasi isu hingga penyusunan kegiatan pengelolaan ekosistem
terumbu karang.
Gambar 4. Struktur dan Alur Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang
Terpadu
Sasaran Jangka Panjang :
1. Seluruh areal terumbu karang yang ada telah ditata sesuai dengan fungsinya ke
dalam zona pemanfaatan, pemanfaatan terbatas, zona lindung (10 % daerah
terumbu karang) dan zona yang lain,
2. Tidak terjadi perusakan terhadap sumberdaya ekosistem terumbu karang,
3. Tersedianya lembaga keuangan mikro di desa/kampung sebagai penunjang
pelaksanaan usaha produktif masyarakat dan pengembangan perekonomian
desa/kampung, dan
4. Penghasilan masyarakat meningkat.
Sasaran Jangka Pendek :
1. Masyarakat dapat mengerti program- program pengelolaan terumbu karang,
2. Masyarakat dapat memahami arti penting ekosistem terumbu karang bagi
lingkungan dan kehidupan manusia, dan
SASARAN (STRATEGIS)
ISU-ISU STRATEGIS
VISI
69
Tabel 2. Matriks Rencana Strategis Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Terpadu
Visi Strategi
Kegiatan Sasaran Program
Terjaminnya
kelestarian
sumberdaya
terumbu karang
dan
kesejahteraan
masyarakat
setempat melalui
penerapan
prinsip-prinsip
pengelolaan
berkelanjutan
ramah Iingkungan
dan
pengembangan
usaha ekonomi
bagi masyarakat
setempat.
1. Sasaran
Jangka
Panjang
2. Sasaran
Jangka Pendek
Penyusunan
Rencana
Pengelolaan
Terumbu Karang
Berkelanjutan
1. Pembagian areal terumbu
karang (zonasi) ke dalam
zona lindung dan zona
pemanfaatan
2. Pengintegrasian hak-hak
pengelolaan tradisional ke
dalam rencana
pengelolaan
3. Konservasi dan rehabilitasi
4. Penyusunan dan
penetapan aturan
pemanfaatan sumberdaya
alam laut
5. Penyusunan mekanisme
pemecahan konflik
Pengembangan
Mata Pencaharian
Altematif
1. Identifikasi jenis-jenis usaha
2. Pemilihan jenis-jenis usaha
yang akan dikembangkan
3. Penyusunan studi
kelayakan
4. Pelatihan teknis dan
manajemen usaha
5. Pembentukan Lembaga
Keuangan mikro dan
Manajemen
Pengembangan
Kapasitas
pengelolaan uang
desa dan Prasarana
Dasar pengelolaan.
1. Idenffikasi kebutuhan
prasarana
2. Penetapan jenis jenis
prasarana dasar yang
akan dibangun
3. Penyusunan Rancangan
Teknis dan Usulan Kegiatan.
Peningkatan
Kapasitas
Masyarakat
1. Identifikasi jenis-jenis
pelatihan yang diperlukan
2. Pemilihan jenis-jenis
kegiatan pelatihan
Penyusunan rencana kegiatan
pelatihan.
70
Strategi pelaksanaan Diseminasi RPTK
Diseminasi RPTK adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk
menyebarluaskan informasi tentang RPTK, sehingga masyarakat dan
para pengguna sumberdaya ekosistem terumbu karang dapat
mengetahui, memahami dan mematuhi segala ketentuan yang diatur.
Diseminasi dapat dilakukan secara terbatas dan massal dengan
menggunakan beragam metode. Metode yang digunakan dalam
proses diseminasi RPTK adalah :
(1) Komunikasi langsung, metode ini secara langsung disampaikan
kepada target sasaran. Kegiatan ini bisa dalam bentuk penyuluhan,
pelatihan, seminar, dialog, dan acara-acara sosial keagamaan
lainnya,
(2) Penggunaan media, metode ini menggunakan sarana bantu untuk
menyampaikan informasi kepada target sasaran. Kegiatan ini bisa
dalam bentuk pembuatan poster, brosur, factsheet, newsletter,
jurnal dan lain-lain,
(3) Kombinasi komunikasi publik dengan menggunakan media, metode
ini digunakan untuk menyampaikan informasi kepada target sasaran
yang berada dalam cakupan wilayah yang luas. Kegiatan ini bisa
dalam bentuk, spot acara (talk show) radio, iklan radio, dan lain-lain.
Teknis Pelaksanaan Diseminasi RPTK adalah :
(1) SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa memfasilitasi LPSTK
untuk merencanakan kegiatan dan jadual diseminasi RPTK,
(2) SETO, Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi LPSTK
mengumpulkan bahan atau materi-materi RPTK yang akan
didiseminasi kepada masyarakat luas,
(3) SETO, Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi LPSTK menentukan
jenis kegiatan yang akan digunakan untuk mendiseminasikan RPTK,
(4) LPSTK melakukan koordinasi dengan Kepala Desa dan BPD untuk
menentukan bentuk diseminasi RPTK yang akan dilakukan,
(5) Kepala Desa dan BPD mengundang pihak-pihak yang relevan
dengan materi-materi RPTK untuk menjadi narasumber,
(6) Kepala Desa dan DPD mengundang masyarakat luas dan pihak-
pihak terkait untuk menghadiri pertemuan/musyawarah
desa/kampung,
71
(7) SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa memfasilitasi proses
pertemuan/musyawarah desa/kampung, dimana dalam acara
tersebut LPSTK akan menjelaskan materi-materi RPTK,
(8) LPSTK atas bantuan SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa
melakukan evaluasi dan analisis tingkat pengetahuan dan
pemahaman peserta pertemuan/musyawarah desa/kampung, dan
(9) LPSTK menyusun rencana tindak lanjut untuk penguatan proses
diseminasi RPTK.
3.4. Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat
3.4.1. Penetapan Indikator Keberhasilan dan Mekanisme Monitoring
COREMAP menetapkan indikator keberhasilan di setiap tahapan
pelaksanaan PBM COREMAP yang mencakup 4 dimensi, yaitu input,
proses, output dan outcome. Indikator keberhasilan ini menjadi tolok ukur
yang akan dimonitoring di setiap pelaksanaan yang akan dimulai dari
desa, antar desa, kecamatan, kabupaten dan nasional. Laporan
terhadap semua kegiatan akan dibuat oleh pelaku COREMAP dan
diajukan dari desa melalui kecamatan, ke PMU kabupaten dan
ditembuskan kepada NCU. NCU dalam hal ini berperan untuk
mengkompilasi laporan monitoring antar kabupaten, menganalisis, dan
memberikan hasilnya dalam bentuk dukungan teknis kepada daerah
supaya program berjalan dengan baik.
Penetapan indikator-indikator keberhasilan saintifik (khususnya indikator
bio-ekologis) dan teknik monitoringnya akan disiapkan oleh CRITC LIPI.
Metode monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara partisipatif yang
melibatkan SETO, Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa dan pihak-pihak
lainnya di desa/kampung. Untuk itu, akan dilaksanakan pelatihan khusus
bagi SETO dan Fasilitator Masyarakat dalam monitoring dan evaluasi
manfaat pelaksanaan COREMAP disetiap desa/kampung. Pelatihan ini
akan dikelola langsung oleh CRITC, dalam hal penyediaan materi,
pemandu/pelatih serta simulasi metode dan peralatan.
Perkembangan pelaksanaan kegiatan-kegiatan PBM (antara lain;
workshop/pelatihan, pembangunan pusat informasi, pengelolaan
bersama Taman Nasional Laut) yang terkait langsung dengan
masyarakat akan dimonev secara berkala (tahunan) oleh SETO dan
Fasilitator Masyarakat. Indikator-indikator yang digunakan
menitikberatkan pada kondisi sosial masyarakat yang meliputi, tingkat
pengetahuan/persepsi, respon terhadap pelaksanaan program serta
fenomena riil yang hadir dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem
72
terumbu karang setelah COREMAP dilaksanakan. Petunjuk dan alat bantu
yang digunakan untuk monev PBM termasuk pengelolaan bersama
dengan Taman Nasional dapat dilihat pada Lampiran 8.
3.4.2. Pelaksanaan Kesepakatan Pengelolaan di Desa dan Antar Desa
Pengelolaan yang nyata akan terwujud pada saat pengguna
sumberdaya menyepakati dan pengikuti kesepakatan tersebut. Di
tingkat desa perlu waktu yang panjang untuk menentukan kontribusi
pencapaian pengelolaan perikanan karang secara berkelanjutan.
Pengelolaan berkelanjutan tidak akan terjadi jika sebagian pengguna
sumberdaya tidak menyepakati untuk mengikuti kesepakatan dan saling
menjaga kesepakatan tersebut.
Tim PBM COREMAP dan Camat memfasilitasi serta mendukung proses
pembuatan kesepakatan desa dan melalui jaringan antar desa akan
mendukung kesepakatan terhadap sumberdaya yang dikelola bersama.
Kesepakatan antar desa dimaksudkan agar kepentingan antar desa
tidak saling tumpang tindih serta bertentangan, mengingat setiap desa
akan mengandalkan sumberdaya yang berada di wilayah yurisdiksinya
sebagai salah satu sumber pendapatan desa.
Pengelolaan terumbu karang mencakup serangkaian kegiatan yang
saling menunjang satu dengan lainnya yaitu :
� Penetapan batas kawasan/unit pengelolaan
� Identifikasi hak-hak pengelolaan tradisional
� Integrasi hak-hak pengelolaan tradisional ke dalam program
pengelolaan
� Konservasi dan rehabilitasi
� Penetapan aturan pemanfaatan sumberdaya alam laut
� Penetapan mekanisme pemecahan konflik
� Pengawasan dan pengendalian
Dengan demikian akan tercapai sasaran pengelolaan yang meliputi :
� Tertatanya kawasan terumbu karang menurut fungsi-fungsinya, yaitu:
fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.
� Terakomodasinya hak-hak pengelolaan tradisional dari masyarakat
kedalam rencana pengelolaan
� Terjaganya keutuhan sumberdaya hayati di zona lindung (marine
73
sanctuary) yang berada di kawasan terumbu karang
� Adanya peningkatan kualitas terumbu karang, baik yang berada
pada zona lindung maupun pada zona pemanfaatan, secara terus
menerus melalui kegiatan rehabilitasi dan konservasi.
� Adanya suatu peraturan baku yang mengatur berbagai bentuk
kegiatan di zona pemanfaatan, antara lain meliputi: kegiatan-
kegiatan yang diperbolehkan atau yang dilarang, batas-batas
maksimum penangkapan ikan yang diperbolehkan, sumberdaya
yang boleh dimanfaatkan, dan sebagainya.
� Terbentuknya mekanisme pengawasan terhadap seluruh kawasan
terumbu karang di wilayah desa dan sekitarnya.
� Tercapainya kesepakatan tentang pemberian sanksi terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di kawasan pengelolaan
� Adanya batas kawasan pengelolaan yang jelas dan tegas, sehingga
masyarakat disekitarnya dapat dengan mudah mengetahui batas-
batas kawasan pengelolaan, terutama batas zona lindung, zona
penyangga dan zona pemanfaatan baik yang berada di wilayah
mereka maupun kawasan yang dikelola bersama dengan desa
tetangganya.
3.4.3. Proses Penyusunan Peraturan Desa (PERDES) dan Kesepakatan
Sanksi
Kesepakatan pengelolaan terumbu karang akan berjalan dengan baik
bila disertai dengan legalitas aspeknya dalam bentuk peraturan desa. Hal
ini penting sebagai landasan pemberian sanksi bagi siapapun yang
melanggar peraturan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan
ekosistem terkait. Mekanisme ini merupakan proses untuk merumuskan
aturan-aturan tentang pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan
ekosistem terkait dalam rangka menjaga dan mempertahankan
kelestariannya. Peraturan ini sekurang-kurangnya berisi tentang jenis
sumberdaya yang akan diatur jenis-jenis kegiatan yang diperbolehkan,
jenis-jenis kegiatan yang dilarang, dan sanksi bila terjadi pelanggaran.
Bahan dan alat yang diperlukan di dalam tahapan kegiatan adalah:
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media Iainnya
� Alat tulis
� Referensi tentang aturan-aturan tradisional (bila ada)
Mekanisme proses penyusunan peraturan desa diurai sebagai berikut:
74
1. Lakukan diskusi yang melibatkan masyarakat, aparat desa, dan pihak
lain yang terkait.
2. Kelompokan peserta diskusi ke dalam 4 kelompok.
3. Masing-masing kelompok membuat rumusan sesuai dengan bidang
tugasnya.
4. Bahas hasil rumusan masing-masing kelompok bersama-sama agar
diperoleh keselarasan hubungan antara jenis-jenis sumberdaya,
ketentuan-ketentuan pemanfaatan, larangan dan sanksi.
5. Tuangkan hasil rumusan bersama tersebut ke dalam Keputusan Desa
dan atau Lembaga Adat tentang Ketentuan-ketentuan Kegiatan
Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang dan
Ekosistem Terkait.
6. Selanjutnya, Keputusan Desa ini dipakai sebagai acuan penyelesaian
masalah berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya terumbu karang dan ekosistem terkait yang mungkin
timbul di kemudian hari.
3.5. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir
3.5.1. Pelatihan Pengelolaan Keuangan Mikro
Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir merupakan salah satu
sasaran program COREMAP. Teknis pengelolaan keuangan usaha-usaha
masyarakat akan dikelola oleh sebuah lembaga keuangan yang memiliki
sistem manajemen keuangannya baik. Lembaga keuangan mikro (LKM)
bisa merupakan BMT atau LKM yang telah eksis dan telah menunjukkan
kredibilitasnya dalam mengelola dana-dana berbantuan untuk
masyarakat. BMT/LKM ini, selanjutnya akan membuka unit pelayanan
sampai ke desa-desa agar masyarakat mudah untuk menjangkaunya.
KELOMPOK A
Merumuskan jenis jenis
sumberdaya yang perlu
diatur pemanfaatannya
KELOMPOK B
Merumuskan kegiatan
pemanfaatan yang
diperbolehkan
KELOMPOK D
Merumuskan sanksi-
sanksi pelanggaran
KELOMPOK C
Merumuskan
larangan-larangan
Jenis-jenis
sumberdaya yang
perlu diatur
1. Ikan
2. Terumbu karang
3. Pasir
Kegiatan yang boleh
dilakukan
1. Menangkap ikan dengan alat
tertentu
2. Budidaya rumput laut
3. Budidaya ikan dalam keramba
Kegiatan yang
dilarang :
1. Menangkap ikan dengan bom
2. Menambang batu karang
3. Menambang pasir
Sanksi-sanksi :
1. Menyerahkan hasil
tangkapan
2. Didenda
3. Alat disita
75
Apabila pada lokasi/Desa belum ada BMT/LKM, maka akan difasilitasi
pembentukkannya oleh Tim PBM. LKM yang akan dibentuk pada tingkat
desa adalah lembaga yang secara khusus akan mengelola dana
bantuan revolving fund untuk usaha ekonomi masyarakat (Seed Fund
Desa). Pendirian dan penguatan LKM ini akan dibantu oleh suatu
lembaga keuangan (BMT/LKM) yang telah berjalan. PMU akan
memfasilitasi kerjasama antara LPSTK dengan lembaga keuangan yang
kredibel. Kegiatan-kegiatan yang akan di fasilitasi meliputi, pelatihan dan
pendampingan.
Pelatihan pengelolaan keuangan mikro adalah tahap pertama
penguatan kapasitas dalam pengelolaan dana bantuan bagi LKM yang
membutuhkan. Pelaku COREMAP yang dipercaya sebagai pemegang
dana bantuan akan dilatih tata cara pembukuan dan pelaporan
keuangan yang baik dan terbuka.
Tujuan
Menjamin penggunaan dana seed fund desa (village seed fund) secara
benar dan efektif, dan adanya mekanisme pelaporkan setiap
penggunaan dana tersebut secara tertulis dan terbuka, dan secara tidak
langsung terbentuknya pengawasan dari masyarakat.
Hasil yang ingin dicapai
Semua pelaku COREMAP khususnya pengurus LKM dan Pokmas (yang
memanfaatkan dana seed fund desa) bisa membuat laporan keuangan
dengan baik, dan menyediakan laporan keuangan tepat waktu
dilengkapi dengan bukti yang sah.
Bahan dan alat yang diperlukan :
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� Alat tulis
� Buku referensi
� Alat peraga
Strategi pelaksanaan :
1. Persiapkan materi pelatihan secara matang.
2. Pelatihan perlu ditunjang oleh pengajar yang telah dipilih oleh PMU
dengan instruktur yang sudah berpengalaman dalam
pengembangan usaha kecil/ LKM/BMT.
76
3. Kelompokan peserta pelatihan praktis selama tiga hari. Materi yang
bersifat umum, misalnya mengenai pembukuan dan pelaporan
keuangan, dapat diberikan secara bersamaan kepada seluruh
peserta. Sedangkan untuk praktek, semua peserta diharapkan akan
membuat pekerjaan masing masing.
4. Pada setiap akhir penyampaian materi dan praktek, diadakan diskusi
kelompok untuk melihat tingkat pemahaman terhadap materi yang
diberikan.
5. Akhiri kegiatan pelatihan dengan simulasi dan ujian.
6. Peserta yang lulus ujian bisa diberikan sertifikat ”mampu mengelola
keuangan”
7. Pada peserta yang tidak lulus, akan diberikan kesempatan untuk
mengikuti ujian pada waktu lain.
8. Peserta yang lulus ujian bisa dipilih oleh masyarakat untuk menjadi
anggota LKM, dan mendapatkan pelatihan lanjutan ”Penguatan dan
pembentukkan Sistem simpan-pinjam melalui Lembaga Keuangan
Mikro”
3.5.2. Pelatihan Manajemen Usaha
Pelatihan pengelolaan usaha dan petunjuk teknis adalah kegiatan
pelatihan tentang teknik atau cara-cara mengelola keuangan,
memproduksi suatu barang/jasa serta cara-cara pengelolaan suatu
usaha.
Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
berkaitan dengan usaha yang akan atau sedang dikembangkan antara
lain meliputi : cara-cara memproduksi suatu barang, cara
memasarkannya, cara pengelolaan keuangan, dsb.
Hasil yang ingin dicapai
Peserta pelatihan memiliki kesiapan teknis untuk menjalankan usaha yang
akan dikembangkan.
Bahan dan alat yang diperlukan :
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� Alat tulis
� Buku referensi
77
� Alat peraga
Strategi Pelaksanaan :
1. Persiapkan materi pelatihan secara matang.
2. Pelatihan perlu ditunjang oleh pengajar yang telah berpengalaman
pada bidang usaha yang akan dikembangkan misalnya untuk
pelatihan usaha “Ternak itik” harus ada instruktur yang sudah
berpengalaman dalam usaha ternak itik.
3. Kelompokan peserta pelatihan sesuai dengan jenis usahanya. Materi
yang bersifat umum, misalnya mengenai manajemen usaha, dapat
diberikan secara bersamaan kepada seluruh peserta. Sedangkan
untuk materi khusus, misalnya tentang proses produksi, harus diberikan
secara terpisah sesuai dengan kelompok usahanya.
4. Pada setiap akhir penyampaian materi, adakan diskusi
kelompok untuk melihat tingkat pemahaman terhadap materi
yang diberikan.
5. Usahakan agar program pelatihan dilengkapi dengan kegiatan
praktek, sehingga peserta betul-betul dapat menguasai bidang usaha
yang akan dikembangkan.
6. Akhiri kegiatan pelatihan dengan simulasi.
Kotak 4 Setiap kelompok menyusun rencana usaha dan diminta
menjelaskan bagaimana tahapan-tahapan kegiatan
yang akan dilakukan Sejas awal hingga kegiatan usaha
berjalan.
3.5.3. Penguatan dan Pembentukan Sistem Simpan Pinjam melalui
Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Lembaga Keuangan Mikro adalah suatu lembaga yang telah ada atau
akan dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi menghimpun, mengelola,
dan menyalurkan dana untuk menunjang upaya pelaksanaan dan
pengembangan mata pencaharian bagi masyarakat. Salah satu bentuk
lembaga keuangan yang ada adalah BMT/LKM yang merupakan sebuah
organisasi profit yang memberikan pembagian keuntungan kepada
pelaku usaha dan anggotanya.
Penetapan BMT/LKM dipilih berdasarkan rekomendasi dari disain micro
finance consultant yang disetujui oleh PMU. BMT/LKM yang berkedudukan
di kabupaten, akan membentuk Unit Simpan Pinjam (USP) di desa / lokasi
78
program yang akan dilayani. Struktur dan komposisi pengurus USP akan
dibentuk oleh BMT/LKM berdasarkan kebutuhan.
Apabila tidak terdapat BMT/LKM yang direkomendasi menjadi pengelola
dana bantuan untuk masyarakat, maka SETO, Fasilitator Masyarakat dan
Motivator Desa akan memfasilitasi proses pembentukan kelembagaan
keuangan mikro di tingkat desa/kampung.
Unit Simpan Pinjam sebagai perpanjang BMT/LKM atau lembaga
keuangan mikro yang baru dibentuk, secara garis besar terdiri dari
pengurus dan staf pengelola. Beberapa ketentuan yang terkait dengan
staff /anggota adalah sebagai berikut :
1. Staf/pengurus BMT/LKM bekerja secara proaktif untuk meningkatkan
pelaksanaan dan pengembangan usaha yang dilakukan oleh
anggotanya maupun masyarakat lainnya yang mendapat dukungan
dari COREMAP (Seed Fund).
2. Jumlah staf yang dimiliki terbatas dengan waktu kerja yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagian staf bekerja langsung di
masyarakat untuk mengidentifikasi/memverifikasi kegiatan-kegiatan
potensial yang akan didanai oleh lembaga ini, memantau penyaluran
dan penggunaan dana yang telah diberikan, serta mengevaluasi
kegiatan usaha tersebut.
3. Melakukan pelatihan-pelatihan (jika diperlukan) yang dilakukan
secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pengembangan usaha
kepada para anggotanya dan masyarakat umum, maupun dalam
pengembangan kapasitas kelembagaan. Pengurus USP atau
lembaga yang dibentuk baru akan mendapatkan pelatihan secara
profesional.
4. Menyediakan bantuan pemasaran produk untuk meningkatkan
keuntungan dari suatu jenis usaha, yang berdampak juga pada
meningkatnya pembagian hasil.
5. Lembaga ini dimulai dengan modal yang dikumpulkan dari
masyarakat atau mendapat bantuan dana dari pihak lain dalam
rangka penguatan modal, sehingga lembaga ini merupakan
lembaga mandiri yang tidak tergantung kepada program COREMAP.
Bentuk kelembagaan ini cocok untuk diterapkan di lingkungan
desa/kampung dan telah terbukti keberhasilannya serta memberikan
kesempatan bagi pengembangan usaha tidak hanya kepada
anggotanya tetapi juga kepada masyarakat luas.
79
Tujuan
Meningkatkan akses terhadap modal serta dukungan bagi pelaksanaan
usaha-usaha masyarakat melalui aturan main yang jelas dan sistem yang
teratur.
Hasil yang ingin dicapai
� Adanya peningkatan skala dan kualitas kegiatan yang ditangani
oleh LKM/BMT melalui kerjasama dengan COREMAP.
� Terbentuknya lembaga keuangan mikro di desa/kampung (bila
belum ada) dengan dukungan teknis dari COREMAP.
Strategi Pelaksanaan Pembentukan Unit Simpan Pinjam / USP (terdapat
lembaga keuangan yang direkomendasi)
1. Konsultan keuangan mikro yang dikontrak oleh PMU akan membuat
pengkajian/ assessment terhadap lembaga keuangan mikro (micro
finance consultant) di setiap kabupaten dan desa lokasi COREMAP.
Lembaga yang paling aktif dan profesional akan dikontrak untuk
mendukung penguatan sistem pengelolaan keuangan di masyarakat
serta akan memberikan rekomendasi untuk sistem-sistem dan juga
pedoman teknis keuangan mikro.
2. Hasil kajian konsultan keuangan akan merekomendasi salah satu
BMT/LKM di kabupaten yang akan menjadi pengelola Seed Fund.
3. PMU akan melakukan penilaian atas disain tersebut, dan selanjutnya
memberikan konfirmasi persetujuannya.
4. BMT/LKM yang diunjuk akan dikontrak oleh PMU untuk memfasilitasi
pengelolaan Seed Fund bagi masyarakat.
5. Apabila BMT/LKM tidak memiliki unit-unit sampai pada tingkat desa,
maka BMT/LKM akan membuat Unit Simpan Pinjam (USP) sebagai
perpanjangannya di desa, agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.
6. SETO dan Fasilitator Masyarakat akan memfasilitasi proses rekruitmen
pengurus dan staf yang akan bertugas pada USP.
7. BMT/LKM akan melaksanakan pelatihan administrasi dan pembukuan
bagi pengurus USP dalam hal pengelolaan keuangan di tingkat
desa/kampung.
8. USP akan melatih dan membantu kelompok masyarakat yang akan
mengajukan usulan usaha.
80
9. Mekanisme pengajuan usulan, pencairan dan pengembalian dana
oleh kelompok masyarakat akan ditentukan berdasarkan kajian oleh konsultan keuangan mikro (sistem dan mekanisme dapat dilihat pada
pedoman umum pengelolaan keuangan mikro).
10. SETO, Fasilitator Masyarakat dan MD akan memfasilitasi proses
sosialisasi sistem keuangan mikro kepada kelompok masyarakat dan
masyarakat luas.
Strategi Pelaksanaan Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (apabila
tidak terdapat lembaga keuangan yang direkomendasi)
1. Lembaga keuangan mikro yang sudah ada ataupun yang akan
dibentuk bukan merupakan bagian dari struktur LPSTK.
2. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa melakukan identifikasi
dan mengevaluasi kelembagaan keuangan yang telah ada serta
telah berjalan ditingkat desa/kampung,
3. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa melakukan sosialisasi
kepada masyarakat perihal rencana pembentukan kelompok usaha
bersama atau lembaga keuangan melalui sistem simpan pinjam,
4. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa dan LPSTK membuat
struktur serta kriteria calon pengurus dan staf pengelola kelompok
usaha bersama atau lembaga keuangan,
5. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa mengidentifikasi
masyarakat yang memiliki minat, motivasi dan keterampilan dalam
mengelola keuangan,
6. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa melakukan rekruitmen
orang-orang yang telah memenuhi syarat sesuai dengan
kesepakatan,
7. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa memfailitasi proses
pembuatan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga kelompok
usaha bersama atau lembaga keuangan, dan selanjutnya disyahkan
bersama melalui rapat anggota yang disaksikan oleh Kepala Desa
dan Badan Perwakilan Desa (BPD), dan
8. Pengurus dan staf yang telah diangkat akan memperoleh latihan-
latihan keorganisasian, analisis usaha, pengelolaan keuangan serta
administrasi dan pembukuan.
81
3.5.4. Program Percontohan Pengembangan Teknologi Tepat Guna
Mata Pencaharian Alternatif (MPA) merupakan mata pencaharian atau
suatu usaha baru yang dikembangkan dalam rangka mengurangi atau
menghilangkan tekanan terhadap terumbu karang sekaligus untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Tujuan
Tujuan pengembangan MPA adalah untuk mengisi pendapatan nelayan
(dan pengguna sumberdaya karang yang lainnya) yang terkena dampak
akibat pengembangan pengelolaan sumberdaya laut secara
berkelanjutan. Secara tidak langsung mengurangi atau menghilangkan
cara-cara penangkapan ikan atau pemanfaatan sumberdaya laut
lainnya yang berakibat pada rusaknya terumbu karang.
Sasaran pengembangan MPA
Terbentuknya jenis-jenis usaha yang dapat diterima oleh masyarakat
sebagai mata pencaharian alternatif untuk merubah kegiatan
masyarakat dari yang bersifat merusak terumbu karang menjadi ramah
lingkungan serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.
Langkah-Iangkah dalam pengembangan MPA
1. Menentukan kelompok sasaran yang akan mendapatkan manfaat
dengan keberadaan Pengelolaan
2. Membahas secara bersama dengan kelompok sasaran mengenai
jenis-jenis kegiatan yang mereka minati.
3. Mencari informasi tentang usaha-usaha yang diusulkan dari wilayah
lain
4. Mengkaji secara dalam setiap kegiatan MPA yang disarankan, serta
menulis ringkasan usaha tersebut (proposal kegiatan). Ringkasan jenis
kegiatan ini meliputi: teknik yang akan dipakai, modal yang diperlukan
untuk memulai usaha tersebut, periode siklus usaha serta hasil yang
diharapkan, risiko yang akan dihadapi dan cara mengatasi/antisipasi,
produk yang akan dibuat dan cara pemasaran, kepada siapa dan
dimana.
5. Jika diperlukan PMU akan menyediakan dukungan tenaga Ahli atau
teknisi praktis untuk membantu penyusunan ringkasan/proposal
kegiatan tersebut.
6. Jika berdasarkan hasil pengkajian, usaha diatas merupakan usaha
yang potensial, maka usaha tersebut akan ditawarkan melaui
82
prosedur Dana Bantuan MPA kabupaten atau seed fund desa untuk
menyediakan modal awal.
7. Jika melalui Dana Bantuan MPA kabupaten atau seed fund desa
menyetujui untuk mendukung kegiatan tersebut fasilitator desa dan
motivator desa perlu melihat alasan penolakan pemberian modal
kepada usaha tersebut
8. Untuk semua kegiatan yang dapat didukung oleh COREMAP,
dilakukan pelatihan teknis dan manajemen yang berkaitan dengan
jenis usaha yang akan dikembangkan.
3.5.5. Dana Bantuan Mata Pencaharian Alternatif Kabupaten (District AIG
Fund)
a. Pengertian
Dana Bantuan MPA Kabupaten atau AIG District Fund adalah dana
pinjaman yang disediakan oleh COREMAP untuk mendorong
peningkatan usaha-usaha ekonomi di lokasi program. Secara spesifik AIG
District Fund ini untuk membiayai usaha-usaha ekonomi skala kecil dan
menengah yang mendukung pengembangan ekonomi di tingkat desa-
desa dalam wilayah Kabupaten yang menjadi lokasi Coremap yang
dapat menurunkan tekanan terhadap sumberdaya laut khususnya
terumbu karang. Yang mana setelah program berakhir dana bantuan
MPA ini dapat tetap dapat diakses oleh masyarakat yang dikelola oleh
pemerintah daerah setempat. Adapun pemanfaat dari dana bantuan ini
adalah pelaku-pelaku usaha yang sifat jenis usahanya tidak
bertentangan dengan kegiatan perlindungan sumberdaya alam.
Salah satu bentuk bantuan COREMAP untuk mendukung aktifitas
masyarakat dan pelaku usaha dalam melakukan rehabilitasi terumbu
karang dan usaha ekonomi produktif adalah Dana Bantuan MPA
Kabupaten. Untuk memanfaatkan dana bantuan tersebut akan dilewati
dua tahapan, yaitu pertama penyaluran Dana Bantuan MPA Kabupaten
dari COREMAP ke Lembaga Keuangan Mikro yang direkomendasi oleh
tenaga ahli keuangan mikro (micro finance consultant) yang tertuang
dalam disain pengelolaan Dana Bantuan MPA Kabupaten, kedua
penyaluran dana dari lembaga keuangan ke Pelaku usaha yang telah
mengajukan usulan dan telah mendapat rekomendasi dari PMU. Tahapan
tersebut adalah :
A. Proses Penyerahan Dana dari Lembaga Dana COREMAP ke Lembaga
Perbankan
83
1. Konsultan Dana MPA Kabupaten/ menyusun desain MPA
kabupaten dan petunjuk teknisnya, termasuk penentuan lembaga
keuangan yang akan bekerjasama dengan PMU dalam
pemanfaatan Dana.
2. Project Implementation Unit (PMU) dan NCU memberikan
persetujuan terhadap desain District AIG Fund/Dana MPA
Kabupaten.
3. Pelaku usaha di Tingkat Desa, Kecamatan atau Kabupaten
mengajukan proposal kegiatan usaha ke PMU (Dokumen: Proposal
Usaha)
4. PMU melakukan verifikasi terhadap proposal kegiatan usaha yang
diajukan oleh Pelaku usaha,
5. PMU melaporkan daftar usulan yang diterima kepada NCU untuk
mendapatkan persetujuan (Dokumen : Surat Pengantar PMU,List
Proposal, Resume Proposal)
6. NCU mengeluarkan Surat Persetujuan ditujukan ke PMU (Dokumen :
Surat Persetujuan,ttd Dir. NCU)
7. PMU mengeluarkan rekomendasi persetujuan terhadap proposal
yang dinyatakan memenuhi syarat berdasarkan hasil verifikasi
(Dokumen: Surat Persetujuan, ttd oleh Ketua PMU)
8. PMU menyerahkan surat persetujuan dan resume proposal ke
Lembaga keuangan yang ditunjuk,
9. Pelaku Usaha dan lembaga keuangan membuat perjanjian yang
berisi antara lain memuat Nilai dan Masa Waktu Perjanjian, Sistem
Pembayaran, Mekanisme Pengembalian dan Sanksi (Dokumen:
MOU antar pelaku Usaha dan Lembaga Keuangan,ttd Kepala
Lembaga keuangan dan Pelaku Usaha)
10. Lembaga Keuangan menyerahkan Dokumen MOU ke PMU
11. PMU mengajukan permohonan pencairan anggaran ke KPPN
(Dokumen : Surat Persetujuan,Resume proposal,SPP)
12. KPPN melakukan pencairan anggaran ke Lembaga keuangan
(dokumen: Rekening Dana AIG)
13. Lembaga keuangan/Perbankan melakukan pencairan dana ke
rekening pelaku Usaha
14. Dana Bantuan MPA Kabupaten yang diterima oleh Pelaku Usaha
akan diawasi pengelolaannya oleh Lembaga Keuangan dan PMU
15. Pelaku Usaha memberikan Laporan Penggunaan Dana Bantuan
MPA Kabupaten ke Lembaga keuangan dan PMU. Setiap 3 bulan
84
(Dokumen:laporan Progress kegiatan, Laporan
pertanggungjawaban Keuangan)
B. Proses Penyerahan Dana Bantuan MPA Kabupaten ke pelaku usaha,
sistem pengusulan, pencairan dan pengontrolan dana akan didesain
oleh AIG Fund design consultant yang akan dikontrak oleh PMU seperti
yang diterangkan diatas, namun diharapkan desain secara umum
seperti dibawah ini:
1. Pelaku usaha di Tingkat Desa, Kecamatan atau Kabupaten
mengajukan proposal kegiatan usaha ke PMU
2. PMU melakukan verifikasi terhadap proposal kegiatan usaha yang
diajukan oleh Pelaku usaha
3. PMU mengeluarkan rekomendasi persetujuan terhadap proposal
yang dinyatakan memenuhi syarat berdasarkan hasil verifikasi
4. Pelaku usaha mengajukan permohonan pencairan anggaran ke
Lembaga Perbankan berdasarkan rekomendasi persetujuan yang
dikeluarkan oleh PMU
5. Lembaga Perbankan melakukan pencairan anggaran ke Pelaku
usaha
6. Dana Bantuan MPA Kabupaten yang diterima oleh Lembaga
Perbankan akan diawasi pengelolaannya oleh PMU
7. Lembaga Perbankan secara reguler akan memberikan Laporan
Penggunaan Dana Bantuan MPA Kabupaten oleh Pelaku usaha ke
PMU.
b. Model Pengelolaan dan Jumlah Dana
Dana Bantuan MPA Kabupaten sebagai dana pinjaman diperuntukan
bagi Pelaku usaha skala kecil dan menengah, baik yang berdomisili di
tingkat Desa, Kecamatan ataupun Kabupaten. Pelaku usaha akan
meminjam Dana Bantuan MPA Kabupaten ini melaksanakan usaha
MPA/AIG yang dapat secara langsung memberikan penghasilan bagi
masyarakat di wilayah COREMAP serta mengurangi tekanan terhadap
terumbu karang dan ekosistem laut.
Tergantung kabupaten masing-masing namun secara umum Program
COREMAP akan menyediakan Dana Bantuan MPA Kabupaten kurang
lebih sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah) per tahun selama
4 Tahun (tidak lebih dari Rp. 1.200.000.000,- per kabupaten). Dana ini
dapat diakes oleh Pelaku usaha melalui Lembaga Perbankan di
Kabupaten yang ditunjuk oleh COREMAP melalui sistem skim pinjaman.
85
c. Persyaratan
1. Mempunyai lembaga usaha yang telah berdiri minimal 1 tahun
dengan surat-surat kelengkapan usaha yang sah dari lembaga yang
berwenang
2. Pelaku usaha tidak dinyatakan dalam kondisi pailit dan tidak sedang
proses pelunasan kredit/pinjaman dari Lembaga Perbankan
3. Mempunyai usaha atau setidaknya berpengalaman dalam usaha-
usaha indusrti dan perdagangan
4. Proposal usaha yang diajukan dinilai layak kriteria dasar sebagai
berikut:
• Secara ekonomis/finansial beresiko rendah
• Usaha yang tidak membutuhkan alat-alat operasional yang terlalu berat atau berteknologi tinggi
• Usaha tersebut memerlukan penyertaan modal disamping modal usaha sendiri
• Usaha harus konsisten dengan strategi pada kerangka lingkungan dan sosial yang sudah disetujui oleh penmerintah daerah,
• Memiliki pasar yang jelas
• Ramah lingkungan yang secara langsung ataupun tidak memberikan sumbangan untuk mengurangi tekanan terumbu karang
• Aman untuk diopesionalkan
5. Ada pernyataan kesanggupan pengembaliaan dana dari Pelaku
usaha yang mengusul
6. Ada rekomendasi dari PMU terhadap usaha yang diajukan
7. Pelaku usaha menyetujui model skim pinjaman yang di buat oleh
COREMAP dan lembaga perbankan yang ditunjuk
8. Mendapatkan persetujuan usaha dari Lembaga Perbankan yang
ditunjuk.
d. Pengusulan, Pencairan dan Pengontrolan Dana
1. Pelaku usaha mengajukan proposal usaha ke PMU COREMAP
disertai Surat Permohonan Rekomendasi.
2. PMU melakukan penilaian dan verifikasi terhadap proposal usaha
yang diajukan. Jika usulan usaha dinilai layak, PMU akan akan
86
memberikan rekomendasi ke Pelaku usaha yang mengusul.
3. Pelaku usaha mengajukan proposal usaha dan dokumen-dokumen
lembaga usahanya ke Lembaga Perbankan/keuangan yang
ditunjuk di sertai dengan dengan rekomendasi yang dikeluarkan
oleh PMU.
4. Lembaga Perbankan/Keuangan melakukan pemeriksaaan
terhadap dokumen-dokumen lembaga usaha. Jika lembaga usaha
tersebut dinilai oleh Lembaga Perbankan layak akan menerbitkan
Surat Kelayakan Pinjaman Usaha.
5. Lembaga Perbankan akan menyiapkan Draft Perjanjian Pinjaman
yang antara lain memuat Nilai dan Masa Waktu Perjanjian, Sistem
Pembayaran, Mekanisme Pengembalian dan Sanksi. Perjanjian
Kerjasama ini, selanjutnya dikonfirmasi kembali ke Pelaku usaha
pengusul.
6. Surat Perjanian Pinjaman selanjutnya ditandatangani oleh bersama
oleh Direktur Lembaga Perbankan dan Pelaku usaha yang
mengusul, serta diketahui oleh Ketua PMU.
7. Setelah pendatangan tersebut, Lembaga Perbankan akan
mencairkan dana pinjaman usaha ke rekening Pelaku usaha
pengusul.
8. Lembaga perbakan berkewajiban untuk melakukan pengontrolan
terhadap pengunaan yang dibantukan kepada Pelaku usaha.
9. Pelaku usaha secara reguler akan menyampaikan Laporan
Pengunaan Dana ke Lembaga Perbankan.
10. Dana yang dipinjamankan akan dikembalikan Pelaku usaha ke
Lembaga Perbankan sesuai mekanisme yang diatur dalam surat
Perjanjian Pinjaman.
11. Lembaga Perbankan/Keuangan melaporkan perkembangan
pemanfaatan dana kepada PMU setiap triwulan.
87
Gambar 5. Mekanisme Pengelolaan Dana Bantuan MPA Kabupaten
3.5.6. Rekomendasi Pemilihan Jenis Usaha
Rekomendasi pemilihan jenis usaha adalah suatu proses/kegiatan untuk
memilih jenis usaha yang layak untuk dikembangkan berdasarkan
alternatif jenis usaha yang telah teridentifikasi menurut kriteria yang
ditentukan. Contoh rekomendasi alternatif jenis-jenis usaha dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Tujuan
Untuk mendapatkan jenis usaha yang mudah dilaksanakan, memiliki pasar
yang jelas, menguntungkan, dan tidak memerlukan modal besar.
Hasil yang ingin dicapai
Jenis usaha yang memenuhi kriteria untuk dikembangkan sebagai Mata
Pencaharian Alternatif.
Bahan dan alat yang diperlukan
� Informasi sekunder mengenai jenis usaha
Project Management Unit (PMU)
LembagaPerbankan
Disain danPetunjukTeknisnya
Pelaku usaha(Desa / Kecamatan /
Kabupaten)
Persetujuan disain AIG/MPA
Fund dan juknisnya
Pengajuan usulanVerifikasi dan
Rekomendasi
Pengajuan
usulan
Pencairan
dana
1
2
5 6
7 8
LembagaPerbankan/Keuangan
Desain Dana Bantuan MPA Kabupaten
Petunjuk Teknisnya
Pelaku Usaha(Desa / Kecamatan /
Kabupaten)
Persetujuan disain District AIG
Fund dan Juknisnya
Persetujuan Pencairan Dana
Pengajuan usulanVerifikasi dan
Rekomendasi
Pengajuan
usulan
Pencairan
dana
Pelaporan
1
3
2 4
5 6
National Coordinating Unit (NCU)
88
� Nara sumber dari Pelaku usaha yang sedang melaksanakan
kegiatan tersebut
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� Alat tulis
Strategi pelaksanaan
1. Melakukan pengkajian terhadap setiap jenis usaha yang telah
teridentifikasi, kemudian mempunyai pasar jelas atau barang-barang
yang memang dibutuhkan, urutkan sesuai dengan tingkat keunggulan
faktor-faktornya, misalnya
⇒ Mendapat dukungan dari masyarakat
⇒ Bahan baku mudah di dapat
⇒ Teknologi dikuasai oieh masyarakat
⇒ Menarik untuk dilaksanakan oleh para nelayan
⇒ Lolos pengkajian ”dampak lingkungan” – kegiatan yang bisa
didukung oleh program COREMAP
⇒ Konsisten dengan strategi yang terdapat pada kerangka
lingkungan dan sosial yang sudah disetujui oleh pemerintah daerah
⇒ Tidak menimbulkan dampak pada ekosistem terumbu karang
(ramah lingkungan)
⇒ Memberikan keuntungan yang cukup besar
⇒ Menyerap banyak tenaga kerja
⇒ Kebutuhan modal kecil
2. Berdasarkan urutan yang telah dibuat, pilih jenis usaha yang akan
ditetapkan untuk dikembangkan.
3. Untuk menjamin pemilihan jenis usaha yang tepat, lakukan studi
banding dengan jenis jenis usaha yang sama yang telah ada.
3.5.7. Penyusunan Studi Kelayakan
Studi kelayakan adalah suatu kajian tentang kelayakan ekonomis suatu
rencana usaha, yang meliputi kajian tentang jumlah modal yang
dibutuhkan, bagaimana modal tersebut dikembalikan, bagaimana
perkiraan tingkat keuntungan yang akan diperoleh, dsb.
89
Tujuan
Untuk mengetahui jumlah modal yang dibutuhkan, kapasitas produksi
yang akan dicapai, perkiraan pendapatan, perkiraan tingkat
keuntungan, dan rencana pengembalian modal dari usaha yang akan
dikembangkan.
Hasil yang ingin dicapai
Studi kelayakan usaha yang berisi informasi tentang :
� Jenis usaha yang akan dikembangkan
� Jumlah modal yang dibutuhkan
� Kapasitas produksi
� Perkiraan pendapatan
� Perkiraan tingkat keuntungan
� Pola pengembalian modal
� Struktur organisasi pelaksanaannya
Bahan dan alat yang diperlukan
� Data sekunder mengenai jenis usaha tersebut
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� alat tulis
� Buku referensi
Strategi pelaksanaan
1. Bila dirasa perlu, lakukan studi banding dengan jenis jenis usaha yang
sama guna memperoleh informasi tentang teknik produksi, biaya
produksi dan harga jual.
2. Berdasarkan data hasil studi banding tersebut, susun suatu studi
kelayakan/ usulan kegiatan.
3. Lakukan pembahasan bersama guna mendapatkan masukan,
sehingga bisa dihasilkan suatu Usulan Kegiatan Usaha yang akurat dan
realisitis (lihat Lampiran 7)
90
3.5.8. Pengembangan Pengelolaan dan Pemasaran Ikan Hidup
Pengembangan pengelolaan dan pemasaran ikan hidup dilakukan
dalam upaya meningkatkan penghasilan nelayan melalui usaha ikan
hidup. Mengingat peluang pemasaran ikan dalam keadaan hidup
cukup tinggi dengan harga pasar yang cukup tinggi pula.
Tujuan
Memberi kesempatan kepada nelayan untuk mendapatkan penghasilan
yang lebih tinggi per ekor ikan melalui pemasaran ikan dalam keadaan
hidup.
Hasil yang ingin dicapai
� Nelayan mendapatkan peningkatan pendapatan melalui harga per
ekor ikan hidup yang lebih tinggi
� Penangkapan ikan secara ramah lingkungan dibuktikan lebih
menguntungkan dari pada penangkapan illegal dengan sianide
dan bom
Bahan dan alat yang diperlukan
� Pelatihan perikanan karang secara berkelanjutan.
� Peluang untuk menembus ke pasar internasional melalui hubungan
pembeli ikan hidup di Hongkong
� Bahan bacaan ”Praktek penangkapan ikan hidup, penanganan,
transportasi dan pemasaran”
Strategi pelaksanaan
COREMAP akan membuat pilot program/kerjasama dengan lembaga
yang fokus pada masalah pemasaran ikan karang hidup di beberapa
Kabupaten. Setelah membuktikan pendekatan layak dan
menguntungkan nelayan serta melestarikan lingkungan, bisa diterapkan
di wilayah COREMAP lain.
3.5.9. Seed Fund Desa
COREMAP akan memberikan dukungan dana kepada masyarakat di
desa-desa COREMAP. Setiap dana yang diberikan harus dimanfaatkan
secara transparan demi pencapaian tujuan COREMAP.
91
a. Pengertian
Seed Fund Desa adalah dana bantuan dari Pemerintah kepada
masyarakat, dimana mekanisme pengembangan dana tersebut akan
diatur berdasarkan hasil kajian dari Konsultan Keuangan Mikro yang
dikontrak oleh PMU. Pencairan Seed Fund Desa dilakukan oleh LKM/BMT.
Diharapkan Seed Fund Desa ini akan berkembang dan bergulir, sehingga
secara berkesinambungan dapat memberi bantuan kepada usaha-
usaha yang dikembangkan oleh masyarakat di desa. Konsultan Mikro
Finance akan membuat desain lebih rinci mengenai mekanisme sistem
pengelolaan Seed Fund Desa dan pedoman teknis pelaksanaannya,
tetapi diharapkan umumnya seperti digambarkan di bawah ini.
Mekanisme pencairan dana dapat dilihat pada Gambar 6.
Seed Fund Desa adalah dana bantuan yang disiapkan oleh COREMAP
untuk mendukung pengembangan usaha-usaha ekonomi produktif yang
diusahaan oleh masyarakat melalui LKM/BMT.
b. Model Pengelolaan dan Jumlah Dana
Seed Fund Desa ini pengelolaannya dilakukan dengan model Dana
Bergulir (revolving fund), sehingga diharapkan berkembang dan
menjadi dana bergulir dan memberi bantuan kepada usaha-usaha
yang dikembangkan oleh masyarakat di desa. Dalam
pelaksanaannya, Peminjam yang mendapatkan bantuan Seed Fund
Desa berkewajiban untuk melakukan pengembalian, sehingga dana
tersebut dapat digulirkan/dibantukan kembali.
Seed Fund Desa ditentukan besarnya sejumlah Rp. 50.000.000,- (Lima
Puluh Juta Rupiah) untuk setiap desa lokasi COREMAP. Jumlah dana
tersebut untuk membiayai sejumlah usaha ekonomi produktif yang
diusulkan oleh masyarakat. Seed Fund Desa yang diberikan untuk
membiayai setiap usaha ekonomi produktif yang diusulkan Peminjam
harus ada kontribusi (misalnya 30%).
c. Persyaratan
a. Usaha ekonomi produktif dinilai layak dengan kriteria dasar sebagai
berikut:
� Jenis usaha yang diusulkan layak secara ekonomis/finansial
beresiko rendah
� Teknologi dapat dikuasai oleh masyarakat
� Memerlukan modal rendah
92
� Memiliki pasar yang jelas
� Ramah lingkungan yang secara langsung ataupun tidak
memberikan sumbangan untuk mengurangi tekanan terumbu
karang
� Aman untuk diopesionalkan
� Harus mengikuti kerangka pengelolaan dampak lingkungan dan
sosial
b. Ada pernyataan kesanggupan pengembaliaan dana dari
c. Ada peryataan pernyataan kesanggupan keswadayaan
d. Usulan usaha ekonomi produktif mendapatkan persetujuan LKM/BMT
dengan koordinasi dari LPSTK, SETO dan Fasilitator Masyarakat.
d. Contoh Jenis Usaha Ekonomi Produktif
1. Pengalihan cara penangkapan ikan dari cara yang merusak
(misalnya penangkapan ikan dengan sianida)
2. Pembuatan es
3. Pembuatan kotak pendingin untuk penyimpanan ikan
4. Pengolahan ikan pasca panen
5. Budidaya rumput laut (sea weed)
6. Budidaya ikan atau moluska dengan teknologi yang telah teruji
7. PenyeIaman (snorkeling) atau kegiatan wisata lain yang tidak
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan
8. Kerajinan tangan yang bahan dasarnya bukan dari biota-biota laut
9. Pengadaan Rumpon (artificial fishing ground) di luar areal terumbu
karang
10. Dan lain-lain yang tidak merusak sumberdaya laut
e. Pengusulan dan Pencairan Dana
1. Rincian mengenai pengusulan dan pencairan Seed Fund Desa
akan disiapkan oleh Konsultan Micro Finance.
2. Konsultan Micro Finance akan membuat desain sistem pengelolaan
Seed Fund Desa dan pedoman teknisnya.
3. Desain sistem pengelolaan Seed Fund Desa termasuk pedoman
teknisnya akan disetujui oleh PMU dan NCU, dan akan menjadi
sistem untuk pengusulan dan pencairan dana.
93
4. Pencairan dana Seed Fund dari KPPN ke rekening LKM/BMT yang
ditunjuk dilakukan dalam dua tahapan pencairan. Tahap I 50%
setelah LPSTK melaporkan hasil evaluasi proposal bersama LKM/BMT
ke PMUdan tahap II 50% setelah dana tahap I digulirkan.
f. Pemantauan, Pelaporan dan Pengembalian Dana
1. Dana yang dipinjam oleh masyarakat harus diperuntukan
sepenuhnya untuk operasionalisasi usaha yang diusulkan
2. Fasilitator Masyarakat dan motivator desa melakukan asistensi
terhadap usaha masyarakat
3. Jika ada indikasi penyahlagunan dana yang dibantukan, Fasilitator
Masyarakat atau motivator desa berkewajiban untuk memberikan
laporan ke LKM/BMT dan LPSTK. Selanjutnya LPSTK akan melakukan
verifikasi ke . Berita Acara hasil verifikasi ini selanjutnya akan
diserahkan ke LKM/BMT. Jika terbukti terdapat penyalahgunaan
anggaran, akan dikenakan sanksi sesuai yang diatur dalam
Perjanjian Pinjaman antara LKM dan.
4. Pengembalian dana bantuan akan dilakukan secara langsung oleh
Peminjam ke LKM. Sistem pengembalian dana didasarkan pada
masa waktu dan presentasi keuntungan usaha yang selajuntnya
diatur dalam Perjanijian Kerjasama antara LKM dan Peminjam.
5. Dana pengembalian dari Peminjam yang mendapatkan bantuan
dana akan disimpan dan dituangkan dalam satu pembukaan
LKM/BMT yang terpisah dari dana-dana lainnya.
6. LKM/BMT secara reguler (setiap bulannya) akan menyampaikan
Laporan Pengunaan dan Pengembalian dana ke PMU untuk semua
Peminjam.
7. Dana pengembalian ini akan digulirkan kembali
94
Gambar 6. Mekanisme Pengelolaan Seed Fund Desa
Mekanisme Pengelolaan Seed Fund Desa
A. Proses Penyerahan Dana dari PMU ke LKM
1. Konsultan Mikro Finance menyusun desain Seed Fund Desa dan
petunjuk teknisnya.
2. Project Implementation Unit (PMU) dan NCU memberikan
persetujuan terhadap desain Seed Fund Desa.
3. Pokmas mengusul proposal ke LPSTK (Dokumen:Proposal Usaha)
4. LPSTK memverifikasi proposal (Dokumen: Surat Verifikasi proposal)
5. LPSTK menyerahkan list proposal yang telah diverifikasi dan
dokumen proposal Usaha (Dokumen;Daftar Verifikasi
Proposal,Proposal Usaha)
6. LPSTK memberikan Surat Kerjasama dengan LKM (Dokumen: MOU
antar LKM/BMT dengan LPSTK,Rekening LKM)
Project Implementation
Unit (PMU)
Lembaga Pengelolan Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
Persetujuan disain micro
finance
Disain micro finance KPPN
Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)
Fasilitator Masyarakat
Motivator Desa
Kelompok Masyarakat
SETO
Kelompok
Masyarakat
Fasilitasi penyusunan
proposal
Asistensi
Pencairan
Pengembalian
Persetujuan dan
Pencairan dana
Permohonan
penyerahan dana
Pengawasan
dan
pelaporan
Proses Penyerahan
dari PMU ke LKM
Proses Penyerahan Seed
Fund dari LKM ke Pokmas
1 2
3
4
5
6 7
Project Management
Unit (PMU)
Lembaga Pengelolan Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
Persetujuan disain micro
Finance Konsultan oleh PMU & NCU
Disain micro finance KPPN
Lembaga Keuangan
Mikro (LKM/BMT)
Fasilitator Masyarakat
Motivator Desa
Peminjam (Individu/Kelompok
SETO
Fasilitasi penyusunan
proposal
Pencairan Seed Fund Desa
Pengembalian
Persetujuan dan
Pencairan dana
Permohonan
penyerahan dana
Pengawasan
dan
pelaporan
Proses Penyerahan
Dana dari PMU ke LKM
Proses Penyerahan Seed
Fund dari LKM ke Pokmas
1 2
3
5
4
6 7
Peminjam (Individu/Kelompok)
95
7. PMU mengajukan permintaan pencairan dana Seed Fund Desa ke
KPPN (Dokumen;SPP,Resume Proposal)
8. KPPN mencairkan dana ke LKM/BMT atau Lembaga Perbankan
yang ditunjuk oleh PMU
9. Dana Seed Fund Desa yang diterima oleh LKM/BMT akan diawasi
pengelolaannya oleh LPSTK dan PMU
10. LKM/BMT secara reguler akan memberikan Laporan Penggunaan
dan Pengembalian dana Seed Fund Desa oleh Peminjam ke LPSTK
(Dokumen: Laporan Progress kegiatan, laporan
pertanggungjawaban keuangan)
11. LPSTK secara reguler memberikan laporan perkembangan
pemanfaatan dana Seed Fund ke PMU. (Dokumen : Lap.
Pemanfaatan Dana Seed Fund)
3.5.11. Dana Bantuan Desa (Village Grant)
a. Pengertian
Dana Bantuan Desa adalah dana bantuan hibah yang disediakan oleh
COREMAP untuk mendukung pembiayaan kegiatan pengelolaan
terumbu karang dan pembangunan prasarana dasar desa.
b. Model Pengelolaan dan Jumlah Dana
Dana Bantuan Desa adalah dana habis (hibah) yang akan dikelola oleh
Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK).
Pengelolaan penggunaan dana ini terintegrasi dalam Rencana
Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) yang dihasilkan.
Program COREMAP akan menyediakan Dana Bantuan Desa sebesar Rp.
100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) untuk setiap desa lokasi COREMAP.
Jumlah dana tersebut dipergunakan untuk membiayai beberapa
kegiatan pembangunan fisik sarana dan prasarana desa.
Dana Bantuan Desa yang diperuntukan untuk kegiatan pembangunan
fisik sarana dan prasarana desa, diharapkan terdapat kontribusi dari
masyarakat. Bentuk kontribusi masyarakat sebesar 30 % ini dapat berupa
tenaga kerja, barang, uang tunai atau kombinasi dari ketiganya. Semua
aktivitas terkait dengan Dana bantuan Desa ini harus mengikuti strategi
yang terdapat dalam kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial yang
telah disetujui oleh pemerintah daerah setempat.
96
c. Sasaran Penggunaan Dana dan Jenis Kegiatan
Sarasan Penggunaan Dana Bantuan Desa diketegorikan dalam 3 bagian
program/ kegiatan. Antara lain contohnya termasuk :
1. Program pembangunan sarana dana prasarana desa, seperti:
• Bangunan untuk memantau zona lindung
• Pengembangan Pusat Informasi di desa
• Sistem penyediaan air tawar untuk keperluan masyarakat
• Dermaga kecil
• Dinding penahan gelombang
• Perbaikan sanitasi desa
• Listrik desa
2. Program-Program Koservasi dan Rehabilitasi, seperti :
• Pembuatan tanda batas Daerah Perlindungan Laut
• Pemasangan papan informasi atau pencetakan poster
lingkungan
• Penanaman pohon bakau untuk menahan abrasi dan
memperbaiki ekosistem pantai
• Kegiatan pemantauan oleh masyarakat
• Restocking ikan/biota
3. Program-program Peningkatan Kapasitas Masyarakat, seperti :
• Pelatihan Penilaian Kondisi Terumbu Karang
• Pelatihan Pengelolaan Kelompok
• Pelatihan Pengelolaan Keuangan
• Pelatihan Guide Selam dan Wisata
• Pelatihan Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Kerja
Nelayan,
• Pelatihan MCS berbasis masyarakat
97
d. Persyaratan Pemanfaatan
1. Dokumen hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Rencana
Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) telah tersusun dan
ditandatangani oleh Kepala Desa dan BPD sebagai suatu
dokumen yang disepakati oleh masyarakat di bawah koordinasi
Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)
2. Dokumen Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) telah
divalidasi oleh PMU dengan menggunakan format validasi yang
telah disiapkan oleh NCU,
3. Program/kegiatan yang diusulkan merupakan bagian integral yang
tertuang dalam Dokumen Rencana Pengelolaan Terumbu Karang
/RPTK (Upaya Perlindungan /Konservasi, Upaya Pengembangan
Mata Pencaharian Altenatif, Upaya Pengembangan Dana Usaha
Produktif Desa, Upaya Pembangunan Sarana dan Prasarana Sosial
beserta program rencana aksinya dan kelembagaannya)
4. Permohonan bantuan dana harus konsisten dengan RPTK untuk
pembangunan prasarana harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
� Prasarana yang akan dibangun dapat menunjang keberhasilan
pengelolaan terumbu karang
� Dapat memberikan manfaat bagi sebagian besar masyarakat.
� Menggunakan tenaga kerja setempat
� Sebanyak mungkin menggunakan bahan-bahan lokal.
� Konstruksi, instalasi, pengoperasian, dan perawatannya sesuai
dengan kemampuan teknologi di tingkat desa
� Kegiatan ada sustainability plan – yang membuktikan
berkelanjutan pemanfaatan jangka panjang dan ikut kerangka
pengelolaan lingkungan dan sosial
� Prasarana yang akan dibangun tidak mengganggu lingkungan
dan aman untuk diopersionalkan
� Bantuan dana yang diperlukan berada dalam kisaran
anggaran dana bantuan yang tersedia.
� Ada kejelasan bentuk dan nilai kontribusi masyarakat terhadap
kegiatan yang diusulkan.
� Permohonan bantuan dana diusulkan oleh Kelompok
Masyarakat (Pokmas) melalui LPSTK dengan persetujuan
Pemerintah Desa.
98
� Proposal diajukan ke PMU dan mendapatkan respon
(disetujui,ditolak dengan catatan atau ditolak)
� LPSTK membuka rekening bank (bank account) dan memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor rekening lain
seperti rekening bendahara desa, program lain yang terdapat
didesa,
� Jumlah dana yang disalurkan oleh PMU ke LPSTK berdasarkan
dan disesuaikan dengan jumlah usulan dana kegiatan yang
disetujui.
� Dana akan disalurkan dalam 2 (dua) tahap dimana tahap
kedua dapat dicairkan setelah aturan yang terdapat dalam
dokumen RPTK diformalkan/dilegalkan dalam Peraturan Desa
(PERDES)
e. Pengusulan dan Pencairan Dana
1. Pokmas didampingi oleh Fasilitator Masyarakat dan motivator
desa menyusun proposal kegiatan dan rencana anggaran biaya
secara lengkap, yang terdiri dari deskripsi program secara umum,
rencana teknis, disain gambar dan rencana anggaran biaya
(sesuai dengan format yang telah ada). Kegiatan yang diusulkan
tersebut bagian dari proram/kegiatan yang tertuang dalam RPTK,
sehingga dalam proposal yang dibuat harus muncul rasionalitas
keterkaitan antara kegiatan yang diusulkan dengan RPTK.
2. Pokmas mengajukan proposal lengkap ke LPSTK disertai dengan
Surat Pengantar Proposal dari Ketua Pokmas. Jika kegiatan yang
diusulkan adalah kegiatan pembangunan sarana fisik
desa/kampung, maka harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan
dari anggota-anggota Pokmas tentang nilai dan bentuk
kontribusi pokmas/masyarakat di dalamnya.
3. LPSTK didampingi Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa
melakukan konsultasi dengan Pemerintah Desa dan Badan
Perwakilan Desa (BPD). Hasil konsultasi ini dituangkan dalam
Berita Acara yang ditangani bersama oleh Kepala Desa dan
Ketua LPSTK.
4. LPSTK didampingi SETO melakukan verifikasi dan koordinasi
terhadap proposal kegiatan yang diajukan Pokmas. Jika proposal
kegiatan yang diajukan Pokmas dinyatakan layak, SETO dan
Ketua LPSTK akan menandatangi Berita Acara persetujaun hasil
penilaian dan verifikasi.
5. LPSTK mengajukan proposal kegiatan Pokmas ke Project
99
Management Unit (PMU) disertai Surat Pengantar Proposal dari
Ketua LPSTK dengan beberapa kelengkapan sebagai berikut:
a. Dokumen RPTK.
b. Berita Acara hasil verifikasi dan koordinasi CAMAT, SETO dan
Ketua LPSTK.
c. Berita Acara hasil konsultasi Kepala Desa dan Ketua LPSTK.
6. PMU COREMAP bersama-sama dengan konsultan menilai
kelayakan teknis dari RPTK dan proposal kegiatan yang diajukan
LPSTK. Hasil penilaian ini dituangkan dalam Berita Acara yang
datandatangi oleh Ketua PMU COREMAP.
7. Jika hasil penilaian diterima, PMU akan menyiapkan Perjanjian
Kerjasama yang antara lain memuat Nilai dan Masa Waktu
Perjanian, Sistem Pembayaran/Termin, dan Sanksi. Perjanjian
Kerjasama ini, selajutnya dikonfirmasi kembali ke LPSTK pengusul.
8. KPPN mengeluarkan Surat Perintah Membayar ke LPSTK melalui
rekening LPSTK yang ada di Bank.
9. Penandatangan dalam rekening LPSTK atau rekening lain yang
digunakan paling sedikit terdiri dari 2 orang yaitu Ketua dan
Bendahara.
f. Pengelolaan Dana
� Dana yang dibantukan sepenuhnya dipergunakan unutk
membiayai kegiatan dan pembelian barang barang-barang yang
dibutuhkan dalam kegiatan tersebut
� Pembelian barang yang dibutuhkan sedapat mungkin dibeli dari
pemasok yang ada di desa setempat. Jika harga di atas Rp. 15
juta penetapan harga beli didasarkan pada sedikitnya tiga
pembanding harga penawaran
� Jenis-jenis barang yang dibeli harus sesuai dengan daftar yang
tercantum dalam proposal kegiatan yang diusulkan
� Setiap item pengeluaran dana harus ditulis dalam 1 pembukuan,
dilengkapi dengan dengan bukti/kwitansi pembelian atau
pengeluaran
� Bendahara LPSTK setiap bulannya merekapitulasi jumlah anggaran
yang ada dan menyusun laporan penggunaannya.
g. Sistem Pencairan Dana
Pencairan dana dilakukan sebanyak 2 tahap, yaitu :
100
(1) Pencairan dana tahap I, sebesar 50 % dilakukan setelah
dokumen hasil PRA dan dokumen RPTK divalidasi dan
ditandatangani persetujuan proposal oleh PMU,
(2) Pencairan dana tahap II, sebesar 50 % dilakukan setelah
pelaksanaan pekerjaan mencapai kemajuan 90 % dari
pemanfaatan dana tahap I yang dibuktikan dengan laporan
oleh Ketua LPSTK diverifikasi oleh Kepala Desa, Fasilitator dan
SETO dan diformalkannya aturan-aturan yang terdapat dalam
RPTK sebagai peraturan desa /Perdes (dibuktikan dengan
lampiran Perdes tersebut)
h. Sistem Pelaksanaan Pekerjaan
(1) LPSTK membentuk panitia pelaksana yang terdiri dari 4 orang,
masing-masing 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang
bendahara dan 1 orang pembantu umum,
(2) Panitia pelaksana memilih dan menentukan pihak yang akan
melaksanakan pekerjaan (perseorangan / tidak berbadan hukum
atau perusahaan / berbadan hukum),
(3) Panitia pelaksana dan pelaksana pekerjaan menandatangani
Kontrak Kerja sebelum memulai pekerjaan,
(4) Pelaksana pekerjaan akan membuat laporan kemajuan pekerjaan,
apabila akan melakukan penagihan dana,
(5) Laporan kemajuan pekerjaan termasuk penggunaan biaya akan
diinformasikan oleh panitia pelaksana kepada masyarakat umum
meialui papan transparansi (yang disiapkan pada pusat informasi
desa / kampung) dan pengumuman di rumah-rumah ibadah,
(6) Sebelum serah terima hasil pekerjaan, pelaksana pekerjaan akan
melaporkan secara rind hasil pekerjaan dihadapan panitia
pelaksana,
(7) Setelah panitia pelaksana menganggap hasii yang dilaporkan oleh
pelaksana pekerjaan sesuai dengan master plan I rencana umum,
maka dibuat Berita Acara serah terima hasil pekerjaan yang
ditandatangani oleh panitia pelaksana dan pelaksana pekerjaan,
dan
(8) Panitia pelaksana membuat laporan rekapitulasi pelaksanaan
pekerjaan (substansi dan keuangan) dan menyerahkan ke PMU.
i. Pemantauan dan Pelaporan
� Fasilitator Masyarakat bertanggungjawab untuk memantau
101
kegiatan yang dijalankan oleh LPSTK dan alokasi penggunaan
dana untuk pembiayan kegiatan dimaksud. Hasil pemantauan
Fasilitator Masyarakat akan dilaporkan secara reguler ke SETO.
� LPSTK didampingi oleh Fasiliator Masyarakat setiap bulannya
menyusun Laporan Kemajuan Hasil dan Laporan Penggunaan
Dana ke PMU.
� Jika kegiatan yang dilaksanakan oleh LPSTK tidak berjalan seperti
yang diharapkan, termasuk kesalahan terhadap penggunaan
anggaran, maka PMU dapat menghentikan atau peninjauan ulang
kegiatan dan bantuan dana yang diberikan.
� Pada akhir masa pelaksanaan kegiatan, SETO, PMU dan LPSTK
secara bersama akan melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang
dilaksanakan.
102
Gambar 7. Diagram Proses Pengajuan Dana Bantuan Desa (Village Grant Fund)
oleh LPSTK
Mekanisme Pengelolaan Bantuan Desa (Block Grant Village)
1) Kebutuhan pembangunan desa/kampung untuk mendukung
pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang akan
diidentifikasi oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui diskusi
dusun.
2) Hasil identifikasi kebutuhan, akan dikaji bersama untuk menentukan
jenis-jenis kegiatan yang relevan. Jenis kegiatan yang dipilih,
selanjutnya didiskusikan dan dibahas ditingkat desa/kampung atas
fasilitasi Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.
Project Implementation
Unit (PMU)
Lembaga Pengelolan Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
KPPN
Fasilitator Masyarakat
Motivator Desa
Kelompok Masyarakat
Kelompok
Masyarakat
Verifikasi
National Coordinating Unit
(NCU)
PEMDES / BPD
Fasilitasi penyusunan
proposal
Verikasi
Konsultasi dan
pelaporan
SETO + CAMAT
BANK
Pencairan
Village Grant
Permohonan
pembayaran Supervisi dan
pelaporan
Setuju
Tolak
1
2
3
4
5
6
Project Management
Unit (PMU)
Lembaga Pengelolan Sumberdaya
Terumbu Karang (LPSTK)
KPPN
Fasilitator Masyarakat
Motivator Desa
Kelompok Masyarakat
Kelompok
Masyarakat
Koordinasi
National Coordinating Unit
(NCU)
PEMDES / BPD
Fasilitasi penyusunan
proposal
Verikasi
Konsultasi dan
pelaporan
SETO + CAMAT
BANK
Pencairan
Village Grant
Permohonan
pembayaran Supervisi dan
pelaporan
Setuju
Tolak
1
2
3
4
5
6
103
3) Jenis-jenis kegiatan yang disepakati untuk diusul mendapatkan
fasilitas Village Grant dibuatkan proposal oleh kelompok masyarakat
atas bantuan dan asistensi dari Fasilitator Masyarakat dan Motivator
Desa.
4) Proposal-proposal kegiatan yang telah dibuat, selanjutnya diajukan
ke LPSTK. Proposal yang masuk akan diverifikasi oleh tim khusus yang
dibentuk oleh LPSTK bersama Fasilitator Masyarakat dan Motivator
Desa. Selanjutnya hasil verifikasi dikonsultasikan dengan Kepala Desa
dan Badan Perwakilan Desa untuk disetujui menjadi program
pembangunan desa.
5) Proposal yang telah ditesujui pada masing-masing desa, selanjutnya
diteruskan ke PMU di kabupaten melalui SETO. Sebelum tiba di PMU,
SETO akan memverifikasi proposal-proposal tersebut dan
mengkoordinasikannya dengan Camat. Selanjutnya Camat akan
memasukkan kegiatan-kegiatan tersebut menjadi program
pembangunan kecamatan, dan akan memantau dan mengevaluasi
pelaksanaannya.
6) SETO menyerahkan proposal-proposal kegiatan ke PMU. Selanjutnya
PMU akan menilai proposal-proposal secara substansi dan
penganggarannya. Dalam waktu tidak lebih dari 7 hari, PMU
menetapkan hasil penilaiannya. Proposal yang dianggap belum
lengkap akan dikembalikan untuk dilakukan
perbaikan/penyempurnaan. Proposal yang dinyatakan tidak layak
akan ditolak, sementara proposal yang dinyatakan layak akan
disetujui. Setelah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan NCU perihal
hasil penilaian, maka selanjutnya PMU membuat surat perintah
pembayaran ke KPKN.
7) Dalam waktu yang tidak lebih dari 10 hari, KPKN akan mencairkan
Village Grant ke masyarakat melalui rekening bank LPSTK atau
rekening lain yang disepakati.
8) LPSTK akan membentuk panitia pelaksana yang akan menjadi
penanggung jawab melaksanakan pekerjaan. Apabila masyarakat
tidak dapat melaksanakan pekerjaan tersebut, maka panitia
pelaksana akan menunjuk pihak ketiga setelah ada kesepakatan
kerja yang dituangkan dalam kontrak kerja.
9) Pemantauan pekerjaan akan dilakukan oleh SETO, Fasilitator
Masyarakat, Camat, Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.
10) Apabila pekerjaan telah rampung, LPSTK akan membuat laporan
pelaksanaan pekerjaan yang dibantu dan diasistensi oleh SETO dan
Fasilitator Masyarakat. Laporan selanjutnya diserahkan ke PMU dan
ditembuskan ke NCU.
104
3.6. Pemantauan Hasil Penangkapan oleh Nelayan
Pengumpulan data ilmiah merupakan hal penting didalam mengevaluasi
keberhasilan dari kegiatan COREMAP terhadap perbaikan kondisi
sumberdaya ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait.
Di dalam dunia perikanan, terdapat nelayan-nelayan yang berpartisipasi
dalam memelihara dan meningkatkan sumberdaya ikan, dimana
nelayan-nelayan tersebut memberikan pengetahuan/pengalaman serta
menyediakan jasa mereka kepada pihak-pihak yang berwenang dalam
penelitian dan pengelolaan perikanan. Nelayan-nelayan ini mempunyai
peranan yang besar dalam menyediakan data dan informasi untuk
menghitung hasil tangkapan per unit upaya (Catch Per Unit Effort-CPUE)
yang digunakan untuk memantau kualitas sumberdaya (pers. Com. Lyod,
2003).
Sebagian besar dari nelayan yang berada di kabupaten lokasi COREMAP
menunjukkan keinginannya untuk berpartisipasi dalam pengumpulan
data. Antusias nelayan ini perlu dimanfaatkan secara baik dan
dikembangkan.
Manajer-manajer COREMAP II akan menyediakan lembar-lembar isian
yang sederhana sehingga mudah diisi oleh setiap orang yang terlibat.
Petunjuk pengambilan data dapat dilihat di Pedoman Umum Led
Community Fisheries.
Tujuan
Menyediakan data CPUE sebagai indikator dari perbaikan ekosistem dan
sumberdaya terkait. Dimana, data CPUE tersebut dihitung berdasarkan
data harian yang dikumpulkan oleh nelayan.
Hasil yang Diinginkan
Dengan melibatkan nelayan didalam pemantauan diharapkan
ketersediaan data yang akurat dan dapat digunakan untuk menghitung
keberhasilan dari kegiatan COREMAP di kawasan-kawasan yang dikelola.
Strategi pelaksanaan
a. Identifikasi metode pengumpulan data yang sesuai
COREMAP bersama dengan konsultan perikanan di PMU dan NCU
CRITC dan Dinas Perikanan akan mengidentifikasi metode
105
pengumpulan data yang sesuai, sehingga dapat dilakukan dengan
mudah dan tepat oleh masyarakat yang terlibat.
b. Plot lokasi dan posisi penangkapan ikan ke peta
COREMAP akan menyediakan peta dasar yang sederhana dan
terbagi kedalam grid-grid (kotak-kotak yang memiliki lintang bujur
yang jelas dan sederhana) untuk digunakan oleh nelayan dalam
penentuan lokasi dan posisi menangkap ikan. Peta dasar ini harus
tahan air dan memiliki ketahanan terhadap kondisi yang tidak baik di
lapangan.
c. Pembuatan lembar isian sederhana dan tepat
Lembar isian yang dibuat harus sederhana dan tepat, dan tidak
menimbulkan keraguan bagi penggunanya. Pengelompokan data
berdasarkan jumlah tangkapan, jenis/ukuran kapal, alat tangkap,
waktu penangkapan, jumlah nelayan harus mempunyai unit/satuan
dan system pengelompokkan yang jelas. Lembar isian ini harus
memuat tanggal, nama kapal/perahu atau kelompok nelayan dan
pelaksana. (contoh lembar isian untuk CPUE).
d. Penentuan spesies (biota) indikator, contoh: ikan, lobster, dll.
Penentuan spesies indikator yang akan digunakan untuk mengukur
dampak kegiatan COREMAP terhadap ekosistem terumbu karang dan
sumberdaya terkait harus melibatkan masyarakat dan pihak-pihak
terkait.
Spesies indikator dapat merupakan spesies (jenis ikan tertentu) yang
menjadi tujuan utama penangkapan atau spesies yang dapat
digunakan untuk memantau kesehatan terumbu karang.
Gambar spesies indikator sebaiknya tercantum di dalam lembar isian,
sehingga memudahkan nelayan untuk mengenali spesies tersebut
secara visual.
106
XX
1 2 3 4 1 2 3 4
GRID
Name Date
ANNEX 3
Gambar 8. Spesies Indikator
e. Motivator Desa bertanggung jawab terhadap penyampaian hasil
pemantauan (CPUE) dalam mendukung pengumpulan, membuat
lembar isian, dan menyajikan hasil secara sederhana setiap bulan,
serta menjaga kerahasian data dan informasi kepada nelayan
lainnya.
Penyampaian analisis hasil tangkapan dalam bentuk CPUE kepada
masyarakat, terutama nelayan akan memberikan manfaat nyata
dalam rencana operasi penangkapan dan pengelolaan perikanan,
mendorong terciptanya diskusi antar nelayan dan masyarakat, serta
menjaga keterlibatan nelayan dalam kegiatan ini.
3.7. Pembentukan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat (Siswasmas)
Pembentukan sistem pengawasan terumbu karang adalah suatu proses
untuk merumuskan dan menetapkan organisasi, tata hubungan dan
tatacara yang harus diikuti dalam melakukan kegiatan pengawasan
terhadap sumberdaya terumbu karang dan ekosistem terkait.
Metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan merupakan
salah satu ancaman terbesar terhadap perikanan berkelanjutan di
wilayah Indonesia, khususnya di bagian timur. Faktor-faktor lain yang
mendukung semakin maraknya kegiatan ini adalah: mudahnya akses
untuk mendapatkan bahan-bahan yang digunakan dalam
penangkapan ikan secara ilegal (misalnya: bom dan racun ikan),
penggunaan karang sebagai bahan bangunan, masih rendahnya
dukungan infrastruktur penunjang kegiatan patroli, serta luasnya wilayah
laut yang harus diawasi, lemahnya polisi, hukum dan sistem pengadilan.
107
COREMAP akan bekerja sama dengan masyarakat untuk mengatasi
penangkapan ikan yang merusak ekosistem terumbu karang, serta
mengambil langkah-langkah tegas untuk mengurangi kegiatan ilegal
tersebut. Selain itu, COREMAP akan mendukung upaya-upaya hukum
terhadap penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan
mendukung tersusunya sistem pengawasan terumbu karang.
Tujuan
Untuk merumuskan suatu sistem pengawasan yang tepat guna
mencegah atau menekan terjadinya kerusakan terumbu karang.
Hasil yang ingin dicapai
Terbentuknya organisasi dan tata cara pelaksanaan kegiatan
pengawasan terumbu karang oleh masyarakat.
Bahan dan alat yang diperlukan
� Peta areal terumbu karang
� Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya
� Alat tulis
� Alat-alat pemetaan
Strategi pelaksanaan
1. Identifikasi kegiatan yang merusak terumbu karang
Melakukan pembahasan bersama tentang hal-hal yang berkaitan
dengan perusakan karang yang biasa terjadi, misalnya:
⇒ Jenis jenis kegiatan perusakan terumbu karang
⇒ Latar belakang penggunaan alat atau metode yang merusak
⇒ Lokasi sering terjadinya pelanggaran
⇒ Bagaimana kegiatan perusakan dilakukan dan bagaimana
frekwensinya
⇒ Siapa saja yang sering melakukan pelanggaran
⇒ Bagaimana peranan aparat penegak hukum dalam kegiatan
pengawasan dan penanganan pelanggaran
108
2. Perumusan tindakan pengawasan
Setelah aspek-aspek tersebut dapat dipahami bersama, selanjutnya
dirumuskan tindakan pengawasan yang perlu dilakukan, antara lain
meliputi :
⇒ Identifikasi alat yang diperlukan untuk kegiatan pengawasan
⇒ Bagaimana kegiatan pengawasan harus dilakukan
⇒ Kapan kegiatan pengawasan harus dilakukan
⇒ Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi pelanggaran
⇒ Bagaimana menjalin kerjasama dengan aparat penegak hukum
untuk penanganan kasus pertangungjawabannya.
⇒ Kepada siapa hasil pengawasan harus dilaporkan
3. Perumusan struktur organisasi pengawasan
Merumuskan struktur organisasi pengawasan yang tepat/sesuai dengan
kondisi desa dan perairannya dengan mengintegrasikan para Reef
Watcher yang telah diangkat sebagai penanggung jawab di koordinasi
Kelompok Masyarakat Konservasi.
4. Perumusan organisasi dan mekanisme pengawasan
Menuangkan hasil rumusan tersebut ke dalam satu Keputusan Kepala
Desa tentang Mekanisme Pengawasan Terumbu Karang.
5. Identifikasi pihak-pihak penegak hukum tingkat Desa, Kecamatan dan
Kebupaten
Untuk mengefektifkan dan mendayagunakan sistem pengawasan yang
akan dibuat, sebaiknya dilakukan identifikasi terhadap para pihak yang
secara kelembagaan memiliki tupoksi (tugas dan fungsi pokok) dalam
penegakan hukum di laut, seperti polisi, jagawana (taman nasional), TNI
AD (Binsa), dan TNI (perwira penyidik). Hal ini juga untuk menghindari
dampak negatif yang mungkin akan muncul dari sistem ini utamanya
bagi Reef Watcher dan anggota Pokmas Konservasi.
6. Sosialisasi
Mensosialisasikan Keputusan Kepala Desa tersebut ke seluruh lapisan
masyarakat.
109
Gambar 9. Mekanisme Pengawasan Sumberdaya Perikanan Terumbu Karang oleh
Masyarakat
Pengawasan Sumberdaya Perikanan Terumbu Karang oleh Masyarakat
Reef Watcher (RW) dan Kelompok Masyarakat Konservasi (Pokmas)
adalah pihak yang dipilih oleh masyarakat dan mendapatkan mandat
untuk melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap kondisi
lingkungan perairan di Daerah Perlindungan Laut ( DPL) dan di wilayah
sekitar perairan desa / pulau. RW atau Pokmas membuat rencana dan
jadual pemantauan secara berkala. Pemantauan dilakukan dalam 2
pola, yang pertama pemantauan dilakukan oleh RW atau Pokmas secara
khusus dengan mengitari dan mengamati target-target pantauan. Kedua,
RW atau Pokmas melakukan pemantauan bersamaan dengan
menjalankan aktifitas produksi, misalnya memancing. Saat melakukan
pemantauan, RW atau Pokmas akan mencatat dan mendokumentasikan
Pengawas Karang
(Reef Watchers)
Pokmas
Konservasi
Daerah Perlindungan
Laut (DPL) dan
perairan di sekitar
desa / pulau
Pemantauandanpengawasan
Base line data dan
analisis
LPSTK
Koleksidata / informasi
PEMDES / BPD
Pencatatan, dokumentasidanmelaporkan
Kegiatanmelanggar
Unit penegak hukumlokal ( Desa/ Kecamatan)
Unit MCS
Kabupaten
Tindaklanjut
Permintaandukungan
Koordinasidanlaporan
Koordinasidanlaporan
PenegakHukum (Polisi , Jaksa, Hakim)
Prosespenegakkan hukumPelimpahan
Pengawas Karang
(Reef Watchers)
Pokmas
Konservasi
Daerah Perlindungan
Laut (DPL) dan
perairan di sekitar
desa / pulau
Pemantauandanpengawasan
Base line data dan
analisis
LPSTK
Koleksidata / informasi
PEMDES / BPD
Pencatatan, dokumentasidanmelaporkan
Kegiatanmelanggar
Unit penegak hukum lokal l
Unit MCS
Kabupaten
Tindaklanjut
Permintaandukungan
Koordinasidanlaporan
Koordinasi danlaporan
PenegakHukum Polisi ,PPNS Perikanan,
Perwira TNI AL
Proses penegakkan Hukum (Hakim ,Jaksa) Pelimpahan
(Desa/Kecamatan) Desa
/
110
hasil pengamatan, baik terhadap kondisi ekologis perairan (dinamika
biota dalam DPL) maupun kondisi keamanan. Apabila diduga ada
indikasi terjadi kegiatan yang melanggar (penangkapan ikan tidak ramah
lingkungan - PITRAL), maka RW atau Pokmas akan melaporkannya ke unit
penegak hukum lokal (UPHL) di Desa atau Kecamatan (terdiri Polisi,
Angkatan Darat, Jagawana, Angkatan Laut) terdekat dengan
menggunakan peralatan komunikasi untuk segera melakukan respon
(tindak lanjut). COREMAP akan menyediakan perangkat radio kepada
desa-desa COREMAP. RW atau Pokmas juga menyampaikan laporan
kejadian tersebut ke LPSTK, untuk diteruskan ke Kepala Desa. Laporan
yang telah diterima oleh Kepala Desa akan dianalisis seketika, dan jika
disimpulkan bahwa laporan tersebut benar kegiatan penangkapan ikan
tidak ramah lingkungan (PITRaL), maka Kepala Desa berkoordinasi
dengan UPHL untuk segera menuju ke lokasi kejadian untuk melakukan
tindakan.
Apabila merasakan sulit menanganinya, maka UPHL akan berkoordinasi
dengan unit MCS Kabupaten untuk meminta dukungan, baik itu personil
(jumlah dan satuan) maupun peralatan (misalnya vessel). Setelah laporan
permintaan dukungan diterima, maka unit MCS akan segera melakukan
menuju lokasi untuk melakukan tindak lanjut. Pelaku yang tertangkap,
segera dilimpahkan ke penegak hukum untuk dilakukan proses penyidikan
dan peradilan untuk memastikan status hukumnya.
Untuk memastikan atau mengoptimalkan pencaian hasil dan dampak
dari kegiatan-kegiatan PBM, baik dari sisi sosial kemasyarakatan maupun
kondisi ekologis lingkungan lokasi program, perlu diketahui secara obyektif
bagaimana pelaksanaan kegiatan, proses berlangsungnya kegiatan dan
hasil yang diperoleh dari setiap kegiatan yang dilakukan. Untuk itu,
pelaku-pelaku harus melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara
berkala, agar hal-hal yang dapat menjadi kendala dan menjadi potensi
pendukung dapat ditemukenali sejak awal, sehingga secara antisipatif
disusun strategi untuk pengelolaannya. Dalam bab berikutnya, akan
digambarkan tata cara pemantauan pengelolaan terumbu karang.
111
BAB IV
PEMANTAUAN PENGELOLAAN TERUMBU
KARANG BERBASIS MASYARAKAT
4.1. Pemantauan Program
Desain COREMAP telah membuat beberapa kerangka untuk membantu
pemantauan program sebagai berikut
4.1.1. Pemanfaatan Sumberdaya COREMAP
a. Monitoring Keuangan
Tujuan
Untuk menjamin penggunaan dana, alat, dan waktu yang bersumber dari
program COREMAP
112
Hasil yang ingin dicapai
� Bukti dalam bentuk kwitansi yang sah dari semua transaksi keuangan
dari tingkat desa sampai Nasional
� Bukti proses pengadaan barang dan jasa mengikuti panduan
Managemen Keuangan Manual yang di sepakati antar Pemerintah
Indonesia dan Bank Dunia
Bahan dan alat yang dipakai
� Barang dan jasa yang dibeli langsung harus ada bukti kwitansi yang
jelas.
� Untuk barang yang perlu mengikuti proses pengadaan tertentu
(barang dan jasa mahal) proses pengadaan barang sesuai dengan
Managemen Keuangan Manual
� Pengakuan yang jujur terhadap barang dan jasa yang disediakan
oleh masyarakat (inkind).
� Sistem laporan keuangan yang sederhana sesuai dengan pelatihan
pengelolaan keuangan di tingkat desa.
� Semua pelaku COREMAP wajib membuat laporan keuangan
bulanan.
Strategi pelaksanaan
1. Masyarakat yang ditunjuk untuk menjadi penanggung jawab
terhadap penggunaan dana COREMAP, dan semua pelaku
COREMAP akan diberikan pelatihan awal dalam pengelolaan
keuangan.
2. Pelatihan akan menjelaskan mengenai bukti pembayaran, serta cara
membuat laporan keuangan yang transparen dan terbuka.
3. Kegiatan yang didanai langsung ke rekening desa harus
dipertanggung jawabkan sebelum dana berikutnya dikirim ke rekening
4. Selama proses laporan keuangan dibuat secara tepat, dana program
akan diberikan langsung kepada lembaga keuangan desa.
5. Jika terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan maka dana
program tidak akan bisa dikirim lagi, sebelum kesalahan dikoreksi dan
Pertanggungjawaban di PMU menyepakati untuk memulai pengiriman
dana bantuan berikutnya.
6. Akan dibentuk sistem ”Anti-Corruption Plan” yang menjelaskan cara
menghadapi dan mengatasi kemungkinan penyalahgunaan dana
113
atau jasa COREMAP.
4.1.2. Tingkat Partisipasi dan Kegiatan Monitoring
Tujuan
Menjamin kegiatan yang direncanakan dilaksanakan sesuai dengan
partisipasi masyarakat.
Hasil yang ingin dicapai
� Adanya rasa memiliki dan bertanggungjawab atas semua kegiatan
yang dilaksanakan dengan dukungan dari COREMAP.
� Ada bukti pelaksanaan kegiatan yang bisa didapatkan melalui
kerjasama antara program dan masyarakat yang menjadi dasar
untuk pengembangan desa.
Bahan dan alat yang dipakai
Kerangka monitoring yang telah disiapkan oleh unit keuangan dan
Monev officer di PMU ( contoh lihat Lampiran 8).
Strategi pelaksanaan
1. Setiap kegiatan yang direncanakan didanai oleh COREMAP, akan
disiapkan kerangka aktifitas monitoring seperti contoh dibawah
2. Kegiatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan Kerangka yang
telah disepakati oleh monitoring and evaluating officer di PMU
3. Kegiatan yang dilaksanakan, nama peserta harus jelas
4. Daftar hadir dilampirkan
5. Formulir Monitoring diisi dan dikirim ke PMU dan simpan di arsip desa.
4.1.3. Proses Program
Tujuan
Merekam apa yang terjadi dalam program COREMAP, serta kemajuan
antara perencanaan sampai dengan evaluasi,
114
Hasil yang ingin dicapai
� Adanya parameter yang bisa membuktikan proses PBM menuju ke
pencapaian target yang telah ditetapkan
� Bila ada kesulitan untuk memastikan proses kemajuan yang
diinginkan maka perlu ada revisi terhadap kegiatan berikutnya.
Bahan dan alat yang dipakai
Alat monitoring yang disediakan dapat dipakai sewaktu - waktu (misalnya
satu kali per tahun).
Strategi pelaksanaan
Tim PBM COREMAP akan melakukan pemantauan bersama masyarakat
setiap tahun dan Hasilnya akan disampaikan kepada PMU, melalui KaBag
Pemantauan dan Evaluasi PMU.
4.1.4. Hasil Program Output dan Outcome
Tujuan
Untuk melihat sampai seberapa jauh COREMAP telah mencapai tujuan
program.
Hasil yang ingin dicapai
Hasil yang ingin dicapai menggunakan tolok ukur yang ditetapkan dalam
kerangka program yang telah dicapai.
Bahan dan alat yang dipakai
Sistem Monitoring dan Evaluasi yang disusun mulai dari tingkat desa
sampai Nasional
Strategi pelaksanaan
1. Apabila semua pelaku COREMAP memenuhi kewajiban
pelaporannya, maka setiap tingkat akan melihat perubahan yang
terjadi selama program COREMAP dilaksanakan.
2. Pelaporan kegiatan bulanan dan tahunan akan memberikan
kontribusi terhadap dokumentasi yang diperlukan untuk membuktikan
tujuan COREMAP tercapai.
115
3. Secara langsung nelayan diharapkan mampu mengukur berubahan
konkrit yang dapat meyakinkan mereka untuk tetap berupaya
mengelola wilayah terumbu karang secara berkesinambungan.
4.2. Pemantauan Terumbu Karang, Ikan Karang, Padang Lamun dan
Bakau
Kunci kesuksesan program COREMAP adalah dengan cara memastikan
wilayah sasaran COREMAP telah mengalami suatu perubahan sesuai
dengan tujuan COREMAP, yaitu kondisi sumberdaya alam dan tingkat
ekonomi masyarakat. Ada dua perubahan yang perlu diukur:
1. Perubahan fisik, - misalnya apakah ikan makin banyak atau sedikit?
Apakah hutan bakau di pantai makin lebih tipis atau lebar?
2. Perubahan perilaku – apakah masyarakat nelayan telah mengikuti
kesepakatan-kesepakatan pengelolaan atau tidak? untuk memantau
perubahan perilaku, maka ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan :
� Kesadaran,
� Keinginan untuk berubah,
� Berani mengambil tindakan
� Puas dengan dampak tindakan
Program COREMAP akan mendukung tim PBM untuk mempelajari
perubahan diatas. Perubahan perilaku telah dibahas di bagian 3.1.1.
Pengkajian dan sosialisasi awal dan 3.3.2. Pengkajian partisipatif di tingkat
desa.
4.2.1. Berbasis Masyarakat
Pengalaman selama ini adalah bahwa masyarakat menjadi obyek dalam
pembangunan. Obyek penelitian dan pengamatan sehingga tidak
jarang peneliti dan pengamat yang sudah mendapatkan informasi
(dengan melibatkan masyarakat setempat) Peneliti dan pengamat
datang, bertanya-tanya, mengukur, merekam, menganggu dan
merepotkan masyarakat sebelum mereka ucapkan terima kasih dan
pulang. Hasil dari pengkajian-kajian ini jarang sekali diberi kembali kepada
sumber informasi awal. Mungkin ini keliru, dalam negara seluas ini dengan
dukungan pemerintah sangat terbatas, COREMAP ingin mengajakkan
masyarakat pesisir untuk berperan penuh dalam pengembangan wilayah
116
masing masing. COREMAP akan mendukung secara teknis dan dengan
waktu tim PBM agar masyarakat bisa memantau semua segala hal yang
masyarakat merasa penting di darat dengan alat-alat PRA dan di laut
dengan sistem pemantauan berbasis masyarakat.
Tidak perlu khawatir bahwa masyarakat kurang pintar atau tidak mampu
mengumpul data, kebutuhan paling mendasar adalah SAYA MAU
BELAJAR, dan kesediaan waktu secara sukerela . Untuk beberapa cara
memantau perlu juga bisa berenang dan rasa tenang di laut!
Tujuan
Membangun sistem pemantauan yang mudah, efektif, fleksibel, terpadu,
dan sukarela untuk memantau perubahan pesisir yang terjadi dengan
membakukan cara (atau protokol) yang ada untuk setiap sumberdaya
pesisir dan laut serta pengaruh kwalitas lingkungan tersebut (kegiatan
manusia dan alam).
Hasil yang ingin dicapai
Meningkatkan informasi yang tersedia dan kesepakatan dari pihak terkait
dalam melihat adanya perubahan wilayah pesisir di tingkat desa, antar
desa, sampai dengan tingkat Kabupaten untuk memperbaiki
pengelolaan sumberdaya alamnya dan menjamin perkembangan
masyarakat berbasis kekayaan sumberdaya karang, ikan karang, bakau
dan padang lamun.
Bahan dan Alat yang diperlukan
� Alat perahu berbahan bakar
� Masker dan snorkel
� Alat ukur, tali, kuadrat, tape measure dll
� Papan tulis dibawah air
� Pensil
� Peta-peta wilayah
� Jam tangan
� GPS
� Kompas
117
Strategi pelaksanaan
1. Cara mendapatkan tim pemantauan yang baik
� Motivator Desa dan Fasiliator Masyarakat yang tinggal di desa
sasaran COREMAP akan melihat siapa-siapa yang cocok untuk
diajak berpartisipasi dalam kegiatan pemantauan. Nelayan yang
sering menyelam (misalnya pencari teripang dan mutiara) dapat
diikut sertakan karena kemampuannya membantu monitoring
dibawah laut. Petugas monitoring tidak dibatasi, artinya laki-laki
dan perempuan bisa melakukan pemantauan ini.
� Mencari masyarakat desa setempat yang berminat untuk belajar
sesuatu mengenai pengamatan karang, ikan karang, bakau dan
padang lamun.
� Mencari kelompok orang yang bervariasi, mudah, tua, pelajar dan
kelompok masyarakat yang kurang berperan. Memulai berdiskusi
membedakan ikan yang pernah mereka lihat sebelumnya.
Mengunakan gambar-gambar dan mencari nama lokal untuk
masing masing jenis biota laut yang pernah mereka jumpai
sebelumnya. Mencari manfaat dari berbagai macam jenis biota
dll.
2. Persiapan aksi
� Membagi pekerjaan: siapa yang akan mengamati langsung dilaut;
siapa akan mengemudikan perahu; siapa yang akan mengolah
data; siapa yang akan membuat gambar. Membuat satu tim
kemudian Menyepakati siapa akan menjadi penanggungjawab.
� Masing masing desa sudah ada anggaran yang disediakan untuk
kegiatan pelatihan dan PRA, menyusun perkiraan dana yang
dibutuhkan. Merencanakan seminimal mungkin, - agar kegiatan
dapat dilaksanakan setelah dukungan dari program tidak ada lagi
� Membuat jadwal untuk pelatihan, melalui koordinasi dengan PMU
dan Perguruan tinggi akan membuat pelatihan pertama untuk
instruktur, yang ditindaklanjuti dengan praktek lapangan bagi
masyarakat tim di setiap desa.
� Dalam pelatihan diajarkan metode-metode praktis, kemudian
dilanjutkan turun ke lapangan dan membuat uji-coba,
� Setelah diadakan standarisasi dilakukan pemantauan yang
lengkap, ke wilayah pantai dan sekitar pulau-pulau atau atol/napo
yang dikelola desa masing-masing.
118
3. Pelaksanaan
� Merekam hasil dan mengolah data langsung, baru melanjutkan
survei.
� Membuat pertemuan desa dan desa untuk mendiskusi hasil dari
pemantauan
� Memulai mendiskusikan wilayah pemantauan dan membuat peta
sederhana, dimana merupakan wilayah yang sangat penting bagi
nelayan dan kondisi wilayah saat ini; mendiskusi wilayah yang telah
rusak; wilayah yang diminati penyelam (jika ada) wilayah bakau
yang diambil untuk kayu bakar atau bangunan.
4. Mengkaitkan situasi saat ini dengan kebutuhan pengelolaan
Diskusi apakah itu perlu dikelola supayah tetap ada dan tetap
berperan. Diskusi mengenai cara mengelola, Wilayah yang perlu
dikelola adalah wilayah yang masih terbaik, karena memberi
kontribusi terbesar terhadap ekologi dan ekonomi desa. Diskusi
mengenai cara yang terbaik. Mendiskusi apa dampak dari
pengelolaan tersebut. Menjamin keterlibatan pengguna sumberdaya
alam dalam pembahasan ini. Menghadap intervensi pengelolaan
sebagai investasi ke depan bukan pengorbanan saat ini.
Mendiskusikan dengan pengguna kebutuhan mereka untuk
menyepakati dan menegakkan pengelolaan yang baik.
5. Menyepakati zonasi atau wilayah-wilayah pengelolaan
Secara teknis wilayah yang memiliki tingkat kerusakan yang rendah
diberi tanda sebagai kesepakatan wilayah pengelolaan. Untuk
menyelamatkan wilayah tersebut, maka dilakukan pengelolaan
berupa penanaman atau perawatan bakau disekitar wilayah
pengelolaan. Penangkapan ikan di “Buffer Zone” sebaiknya
menggunakan alat sederhana misalnya pancing.
6. Membuat usulan rehabilitasi
Wilayah yang telah rusak, perlu perilaku khusus untuk meningkatkan
nilai ekonomis, seperti penanaman bakau, pembuatan tanggul kecil
untuk menahan ombak; wilayah karang yang sudah rusak oleh bom
atau badai, sulit sekali kembali ke situasi sebelumnya, - karena setiap
kali anak karang yang mulai tumbuh terhempas ombak. Cara
memperbaiki karang yang rusak ini harus diuji, dengan mengambil
pecahan karang, supaya ada dasar yang keras yang tidak
digulingkan oleh ombak.
119
Wilayah yang telah bersih dari krikil dan pecahaan karang, karang
kecil akan kembali selama masih ada karang bagus disekitarnya.
Untuk masyarakat awam, bisa menjelaskan dengan contoh kebun
yang dibuat dalam hutan. Jika hutan bagus, dan kebun ditinggalkan
beberapa tahun hutan akan menutupi kebun dengan cepat. Jika
hutan telah dibabat, kebun yang ditinggalkan akan hanya ditumbuhi
semak-semak.
7. Pemantauan lanjutan
Semua kegiatan diatas disebut kondisi awal ”baseline data.” Informasi
yang diperlukan untuk membuat kesepakatan wilayah yang akan
dikelola, serta cara pengelolaannya. Setelah ditetapkan cara
pengelolaan (Bab 3.4. Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis
Masyarakat) disepakati adanya pola pemantauan. Untuk terumbu
karang, bakau dan padang lamun cukup sekali setahun, sedangkan
untuk ikan bisa dua kali per tahun. Dalam wilayah Daerah
Perlindungan Laut (DPL), setiap tahun hasil pemantauannya dibahas
di tingkat desa dan desa, sebelum diumumkan di papan informasi.
Perlu diketahui bahwa perubahan yang terjadi memerlukan waktu
yang cukup lama untuk dapat dilihat. Percepatan pertumbuhan
karang bervariasi, antara 1 mm dan 3 cm per tahun, ikan karang
mungkin hanya bisa berterlur setelah umurnya mencapai 3-5 tahun.
Pengelolaan tetap diperlukan selama minimal lima tahun sebelum
keuntungan nyata dapat dirasakan oleh nelayan. Pemantauan
tahunan dapat dilakukan dengan cara memperbaruhi komitmen
para pengguna agar tetap mengikuti aturan bersama.
Tanpa keikutsertaan para pengguna, pengelolaan hanya sebatas
konsep saja dan program COREMAP tidak akan mencapai sasaran
yang diinginkan.
4.2.2. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Dinamisme dan komitmen dari Dinas KP Kabupaten adalah kunci
kesuksesan program COREMAP. Sebagai instansi teknis terkait yang akan
mendukung PBM, staf Dinas KP Kabupaten akan diberikan fasilitas agar
sering berada di desa/ desa untuk menggarap bersama tim PBM akan
kebutuhan dan minat dari para nelayan terhadap pengelolaan terumbu
karang. Pada tahap awal PBM akan membantu staf lapangan Dinas KP
kabupaten untuk mendapatkan informasi terkini dan akurat dari setiap
desa. Dinas KP akan didukung oleh Konsultan MPA/Perikanan untuk
menyusun atau memperbaruhi Rencana Strategis Pengelolaan Perikanan
120
Berkelanjutan berdasarkan informasi yang didapatkan melalui RRA, PRA,
RRI, data sekunder dan pemantauan berbasis masyarakat.
Staf dari Dinas KP akan menjadi anggota District Monitoring Team, yang
akan melaksanakan pelatihan pada nelayan di desa sasaran COREMAP.
Dinas KP akan menampung aspirasi masyarakat dan memberikan
dukungan kepada PBM melalui pengajuan perbaikan kerangka hukum
dan kebijakan, serta memantau kegiatan PBM seluruhnya.
4.2.3. Standardisasi Pemantauan Peran LIPI dan Perguruan Tinggi
Untuk meyakinkan dukungan pada monitoring yang dilakukan
masyarakat , CRITC akan melakukan survey dasar (baseline survey) dan
TOT di setiap lokasi COREMAP. Masyarakat dengan bantuan dari
perguruan tinggi dan LSM lokal melakukan monitoring indikator biofisik,
sehingga tercipta keterlibatan tingkat lokal. CRITC akan melakukan
standarisasi base line monitoring . Perguruan tinggi melaksanakan
pelatihan monitoring biofisik sebagai bentuk bantuan teknis untuk Dinas
KP.
4.2.4. Pelaksanaan Pemantauan terhadap Ekosistem
Terumbu Karang
Secara langsung Dinas KP akan bertindak tegas terhadap kegiatan yang
merusak terumbu karang. Dinas KP akan menyiapkan tenaga PPNS untuk
bersama masyarakat melaksanakan patroli, kunjungan pasar dan
pedagang untuk sosialisasi pemanfaatan terumbu karang sebagaimana
mestinya.
Ikan Karang
Selain bertanggung jawab terhadap perijinan untuk kapal penangkapan
3-10 ton, Dinas KP akan memonitor hasil di pasar dan secara periodik
langsung di tempat pendaratan ikan (TPI). Pemantauan ukuran dan
jumlah indikator kunci spesies, serta diketahui jumlah ikan yang diduga
hasil tangkapan dengan bom atau sianida, sebagai data yang
membantu pengukuran perubahan yang terjadi selama program
COREMAP dijalankan.
121
Padang Lamun
Daerah padang lamun merupakan tempat yang penting sebagai
filter/saringan dan pelindung/shelter ikan-ikan muda, kuda laut dan
berbagai ikan hias yang menjadi makanan dugong. Kualitas dan jumlah
lamun menunjukan tingkat kesehatan suatu perairan. Kehilangan
padang lamun secara langsung akan mengancam keberadaan karang
dan ikan-ikan yang berasosiasi dengan lamun.
MD, Fasilitator Masyarakat akan memonitor perubahan padang lamun
baik dari sisi komposisi dan distribusi, dan bila perlu Dinas KP akan
melaksanakan intervensi pemeliharaan dari sumberdaya ini.
Hutan Bakau
Pertanggungjawaban untuk mengelola hutan bakau ada di dua instansi
pemerintah, DKP dan Departemen Kehutanan. COREMAP akan
melibatkan instansi tersebut untuk mendukung program PBM. Diharapkan
melalui CCE Board akan terjalin koordinasi erat dan perencanaan
bersama untuk mendukung penghijauan, penanaman kembali maupun
penetapan wilayah-wilayah dan zonasi hutan bakau.