BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

92
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai prospek- prospek pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas untuk menutup kebutuhan dana di atas, karenanya pemerintah menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan dalam membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa. Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai tuntunan kebutuhan tidak sebatas finansiil namun juga tuntunan moralitasnya. Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktek bunga (free interest banking). 1 Dalam firman Allah dijelaskan sebagai berikut: Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk 1 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), 195.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin

meningkat pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai prospek-

prospek pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN

sangat terbatas untuk menutup kebutuhan dana di atas, karenanya pemerintah

menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan dalam

membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa.

Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai

tuntunan kebutuhan tidak sebatas finansiil namun juga tuntunan moralitasnya.

Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktek

bunga (free interest banking).1

Dalam firman Allah dijelaskan sebagai berikut:

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia

bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa

yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk

1 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), 195.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

2

memperoleh keridhoan Allah, maka itulah orang yang melipat gandakan

(pahalaya).2 (QS. Ar-Ruum: 39).

Dalam ayat yang lain juga dijelaskan sebagai berikut:

Artinya: Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah

dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara

tidak sah (bathil). Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir diantara

mereka adzab yang pedih.3 (QS An-nisaa‟: 161).

Bank Islam atau di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga

keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui

aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip

syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak

lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan

lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro

maupun mikro.4

Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat,

bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti

perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar),

bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan penggunaan uang

sebagai alat tukar. Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus dimiliki oleh pelaku

perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW

yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 575.

3 Ibid., 136.

4 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 30.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

3

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum

terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan

tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil

atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.5 Adapun perbedaan

bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1.1

Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil

NO BUNGA BAGI HASIL

1 2 3

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu

akad dengan asumsi harus selalu

untung.

Penentuan besarnya rasio / nisbah

bagi hasil dibuat pada waktu akad

dengan berpedoman pada

kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya persentase berdasarkan

pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil

berdasarkan pada jumlah

keuntungan yang diperoleh.

3. Pembayaran bunga tetap seperti

yang dijanjikan tanpa pertimbangan

apakah proyek yang dijalankan oleh

pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil bergantung pada

keuntungan proyek yang dijalankan.

Bila usaha merugi, kerugian akan

ditanggung bersama oleh kedua

belah pihak.

5 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),

37.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

4

1 2 3

4. Jumlah pembayaran bunga tidak

mengikat sekalipun jumlah

keuntungan berlipat atau keadaan

ekonomi sedang “booming”.

Jumlah pembagian laba meningkat

sesuai dengan peningkatan jumlah

pendapatan.

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau

tidak dikecam) oleh semua agama,

termasuk Islam.

Tidak ada yang meragukan

keabsahan bagi hasil.

Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 61.

Ketika bank syariah pertama kali berkembang, baik di tanah air maupun di

mancanegara, sering kali dikatakan bahwa bank syariah adalah bank bagi hasil.

Hal ini dilakukan untuk membedakan bank syariah dengan bank konvensional

yang beroperasi dengan sistem bunga. Hal itu betul, tetapi tidak sepenuhnya

benar. Karena sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan bagian saja dari

sistem operasi bank syariah. Dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil sudah pasti

merupakan salah satu praktik perbankan syariah. Namun sebaliknya, praktik

perbankan syariah belum tentu seluruhnya menggunakan sistem bagi hasil.

Karena selain sistem bagi hasil, masih ada sistem jual beli dan sewa menyewa

yang juga digunakan dalam sistem operasi bank syariah.6

Kebutuhan pembiayaan aneka barang dapat dipenuhi dengan berbagai

cara, antara lain dengan akad jual beli (murabahah), bagi hasil (musyarakah

6 Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2007), 97.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

5

mutanaqisah), dan sewa (ijarah muntahiya bittamlik).7 Seperti halnya di Bank

Muamalat Pasuruan, dalam produk pembiayaan hunian syariah atau yang disebut

dengan produk KPR Muamalat iB mempunyai dua macam pilihan akad,yaitu

murabahah dan musyarakah mutanaqishah.

Murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.8

Dengan akad murabahah ini bank syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan

membelikan aset yang dibutuhkan kepada supplier kemudian menjual kembali

kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Selain

mendapat keuntungan margin, bank syariah juga hanya menanggung resiko yang

minimal. Sementara itu, nasabah mendapat kebutuhan asetnya dengan harga yang

tetap.9

Adapun Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi

dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.10

Sedangkan musayarakah

mutanaqishah merupakan salah satu bentuk dari musyarakah, di mana secara

bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.11

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa akad musyarakah

mutanaqishah merupakan kerja sama antara bank dan nasabah untuk membeli

rumah, di mana setiap bulan nasabah membayar angsuran untuk membeli porsi

7 Ascarya, Akad & Produk, 127.

8 Karim, Bank Islam,113.

9 Ascarya, Akad & Produk, 127.

10 Dumairi Nor et. al., Ekonomi Syariah Versi Salaf (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2007), 85.

11 Antonio, Bank Syariah, 168.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

6

kepemilikan bank, sehingga porsi kepemilikan bank atas rumah tersebut

berkurang secara bertahap dan saat jatuh tempo kepemilikan sepenuhnya menjadi

milik nasabah. Sedangkan dalam prakteknya di Bank Muamalat Pasuruan adalah

setiap bulan nasabah membayar sewa untuk mengurangi porsi kepemilikan bank

sehingga saat jatuh tempo rumah tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.

Dari pemaparan tersebut dapat diketahui adanya ketidaksesuaian antara

akad dengan pelaksaannya, karena akad musyarakah mutanaqishah pada dasarnya

adalah akad kerja sama dan bukan sewa menyewa. Karena itu peneliti tertarik

untuk meneliti kebenaran tentang akad yang digunakan.

Selain ketidaksesuaian tersebut, yang menjadi ketertarikan penulis adalah

pemikiran madzhab Syafi‟i tentang syirkah, karena menurut madzhab Syafi‟i

syirkah yang hukumnya boleh hanya satu macam, yaitu syirkah ‘inan.12

Untuk

lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengaitkan penelitian tentang

produk pembiayaan hunian syariah ini dengan pemikiran madzhab Syafi‟i, yang

mana penelitian tentang produk ini akan dilakukan di Bank Muamalat Pasuruan.

Adapun alasan memilih Bank Muamalat Pasuruan sebagai tempat penelitian selain

karena menemukan permasalahan yang telah disebutkan di atas juga karena

masyarakat Pasuruan memiliki tradisi dan kultur yang tidak bisa lepas dari agama

(Islam), hal ini adalah pengaruh ulama (kyai) yang menjadi rujukan utama dari

kehidupan dan kultur masyarakat Pasuruan secara umum tanpa mengecilkan peran

dari penganut agama lain. Hal ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis

12

Abdulrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, terj. Moh. Zuhri, et. al. (Semarang: CV.

Asy Syifa‟, 1994), 140.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

7

untuk meneliti tentang pembiayaan hunian pada bank syariah di tengah

masyarakat yang agamis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

dan menganalisa dengan judul “PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH

MENURUT MADZHAB SYAFI‟I (Studi Pada Bank Muamalat Cabang

Pembantu Pasuruan)”.

B. Fokus Penelitian

1. Apa saja bentuk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang

Pembantu Pasuruan?

2. Bagaimana pelaksanaan akad dalam produk pembiayaan hunian syariah pada

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan menurut madzhab Syafi‟i?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui macam-macam bentuk dari pembiayaan hunian syariah di

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan akad dalam produk pembiayaan hunian

syariah pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan menurut madzhab

Syafi‟i.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berisi tentang konstribusi apa yang akan diberikan

setelah selesai melakukan penelitian.13

Dalam penelitian ini, manfaat dibagi

menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

13

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2014), 38.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

8

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

pembiayaan pada perbankan syariah, khususnya pembiayaan hunian

syariah, baik secara teori maupun secara praktik yang ada di perbankan

syariah, khususnya di Bank Muamalat.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

menjadi acuan dalam penelitian-penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Dengan melakukan penelitian tentang pembiayaan Kongsi

Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Muamalat Cabang Pembantu

Pasuruan, maka penulis mengetahui bagaimana praktek pembiayaan

tersebut, yang meliputi prosedur pengajuan permohonan pembiayaan

serta akad yang digunakan dalam pelaksanaan pembiayaan.

b. Bagi Instansi yang Diteliti

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan

bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta penetapan

kebijakan agar lebih baik dimasa yang akan datang.

c. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dan mengetahui lebih mendalam tentang aplikasi pembiayaan Kongsi

Pemilikan Rumah (KPR) di bank Syariah, khususnya di Bank

Muamalat.

d. Bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

9

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

referensi dan memperkaya pustaka di lembaga IAIN Jember, dan

dapat membantu mahasiswa yang ingin mengembangkan kajian

tentang pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan

syariah.

E. Definisi Istilah

1. Pembiayaan

Pembiayaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya.14

2. Hunian Syariah

Hunian adalah tempat tinggal, kediaman (yang dihuni).15

Sedangkan

yang dimaksud hunian syariah di dalam penilitian ini merupakan produk

pembiayaan kepemilikan hunian sesuai dengan prinsip syariah, yang mana di

Bank Mualamat Cabang Pembantu Pasuruan disebut dengan Produk KPR

Muamalat iB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada brosur yang ada di

lampiran.

3. Madzhab Syafi‟i

Menurut Said Ramadhany al-Buthy pengertian madzhab adalah jalan

pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam

menetapkan suatu hukum Islam dari al-Qur‟an dan Hadits.16

Sedangkan

14

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 147. 15

Ibid., 412. 16

Huzaemah Tahido Yonggo, Pengantar Perbandingan Madzhab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), 71.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

10

Syafi‟i adalah madzhab ilmu fikih yang dipelopori oleh Muhammad bin Idris

asy-Syafi‟i.17

Maksud dari judul pembiayaan hunian syariah menurut madzhab Syafi‟i

dalam penelitian ini adalah mendiskripsikan praktik pembiayaan hunian syariah di

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan disertai dengan pemikiran madzhab

Syafi‟i tentang akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi

yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup.18

Untuk lebih jelasnya

akan dipaparkan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan mengenai

latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

definisi istilah dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah kajian kepustakaan, dalam bab ini akan diuraikan

mengenai penelitian terdahulu yang merupakan hasil penelitian dari peneliti

sebelumnya serta kajian teori yang terdiri dari manajemen pembiayaan yang

meliputi unsur-unsur pembiayaan dan prosedur pembiayaan, pembiayaan Kongsi

Pemilikan Rumah (KPR) yang meliputi tujuan dan manfaat, syarat dan kondisi,

fitur produk, dan perbedaan KPR syariah dengan KPR konvensional, serta akad

yang digunakan dalam produk pembiayaan tersebut yang terdiri dari murabahah

dan musyarakah mutanaqishah.

17

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 1114. 18

Tim penyusun, Karya Ilmiah, 48.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

11

Bab ketiga adalah metode penelitian, dalam bab ini akan diuraikan

mengenai pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian

yang terdiri dari jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data, analisis

data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

Bab keempat adalah penyajian data dan analisis. Bab ini berisi tentang

gambaran objek penelitian, penyajian data dan analisis, serta pembahasan temuan.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan atau

jawaban dari fokus penelitian dan saran-saran.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

12

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR)

sebagaimana akan dibahas dalam penelitian ini bukanlah hal yang baru, sudah ada

beberapa karya ilmiah yang telah memaparkan penelitian tentang hal tersebut,

namun dari beberapa karya ilmiah tersebut memiliki perbedaan antara satu sama

lain, sehingga benar-benar berbeda. Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Laily Hidayati Rosyidi, dalam Skripsi

STAIN Jember tahun 2012 yang berjudul “IMPLEMENTASI

PEMBIAYAAN KONGSI PEMILIKAN RUMAH SYARIAH (KPRS)

PADA BNI SYARIAH CABANG JEMBER TAHUN 2012”. Fokus

penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana implementasi pembiayaan

Kongsi Pemilikan Rumah Syariah pada BNI Syariah Cabang Jember.

Dengan hasil penelitian bahwa KPRS Syariah cabang Jember ini telah

sesuai dengan syariat Islam dan prosedur-prosedur yang dilaksanakan

menggunakan analisis 5C dalam mempertimbangkan pengambilan

keputusan pembiayaan dan akad yang digunakan dalam bertransaksi KPRS

ini menggunakan akad murabahah (jual beli).19

19

Laily Hidayati Rosyidi, “Implementasi Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS)

Pada BNI Syariah Cabang Jember Tahun 2012”, (Skripsi, STAIN Jember, Jember, 2012), viii.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

13

2. Penelitian yang dilakukan oleh Corina Hidayah, dalam Skripsi IAIN

Walisongo Semarang tahun 2012 yang berjudul “TINJAUAN HUKUM

ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD MUSYARAKAH WAL IJARAH

(Studi Kasus Pada Produk Kongsi Pemilikan Rumah Syariah di Bank

Muamalat Indonesia Semarang)”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

bagaimana praktek akad musyarakah wal ijarah dalam produk KPRS pada

Bank Muamalat Indonesia Semarang, apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai

muamalah Islam. Dengan hasil penelitian bahwasanya pelaksanaan akad

musyarakah dan ijarah pada KPRS kurang sesuai dalam pengamalannya

dengan nilai-nilai dalam muamalah Islam, karena dalam pelaksanaan akad

musyarakah tersebut harus dilakukan oleh dua orang/lebih untuk

mengadakan suatu perkongsian/perserikatan dalam menangani sebuah

proyek dan mengadakan kesepakatan baik dalam hal pemberian modal serta

pembagian keuntungan dan kerugian, selain itu juga menjalankan usaha atau

proyek tersebut secara bersama-sama. Sedangkan dalam pelaksanaan akad

ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

(milkiyah/ownership) atas barang itu sendiri. Dalam konteks boleh

dilakukan asalkan menggunakan akad ijarah muntahiyah bit tamlik.20

3. Penelitian yang dilakukan oleh Agisa Muttaqien, dalam Skripsi Universitas

Indonesia tahun 2012 yang berjudul “PEMBIAYAAN PEMILIKAN

RUMAH DENGAN AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH PADA

20

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/114/jtptiain-gdl-corinahida-5694-1-

072311020.pdf (15 April 2015).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

14

BANK MUAMALAT INDONESIA (Studi Kasus: Produk Pembiayaan

Hunian Syariah Kongsi (PHSK))”. Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah

apakah penerapan prinsip musyarakah dan ijarah pada akad musyarakah

mutanaqishah dalam produk pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK)

telah memenuhi peraturan perundang-undangan dan fatwa yang berlaku.

Dengan hasil penelitian bahwa penerapan akad musyarakah mutanaqishah

pada produk Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) di Bank

Muamalat Indonesia (BMI) telah memenuhi sebagian besar ketentuan dalam

perundang-undangan dan fatwa MUI, namun BMI melanggar ketentuan

tentang pengalihan objek hunian kepada nasabah.21

Adapun dalam penelitian ini, penulis fokus pada akad yang digunakan

dalam pembiayaan hunian syariah menurut madzhab Syafi‟i. Dan sepengetahuan

penulis belum ada yang membahas masalah tersebut, sehingga penelitian ini

benar-benar berbeda dari penelitian terdahulu yang telah disebutkan penulis.

Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi

objek yang diteliti yaitu produk pembiayaan hunian syariah.

B. Kajian Teori

1. Pemikiran Madzhab Syafi’i

Seperti yang telah disampaikan di latar belakang bahwa kebutuhan

pembiayaan hunian syariah dapat dipenuhi dengan berbagai pilihan akad,

antara lain bagi hasil (musyarakah mutanaqishah), jual beli (murabahah) dan

21

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312358-S%2043134-Pembiayaan%20pemilikan-

full%20text.pdf (15 April 2015).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

15

sewa (ijarah muntahiya bittamlik). Berikut akan dijelaskan pemikiran

madzhab Syafi‟i tentang akad-akad tersebut.

a. Murabahah

Menurut Syafi‟iyah, murabahah adalah menjual dengan harga beli

semula serta mengambil untung.22

Jual beli tersebut sah dengan

ketentuan:23

1) Dilakukan oleh orang yang memiliki hak tasharruf (pembelanjaan)

secara mutlak, bukan orang yang terlarang membelanjakan hartanya

(karena masih kecil, pemboros atau gila).

2) Adanya ijab qabul.

Adapun rukun jual beli ada tiga, yaitu:

a) Shighat (ucapan akad/ijab qabul)

Menurut Syafi‟iyah, jual beli tidak sah kecuali dengan

shighat berupa perkataan atau sesuatu yang dapat menggantikannya,

seperti surat, seorang utusan dan isyaratnya orang tuna wicara yang

sudah dimaklumi.24

Akad jual beli dapat terjadi dengan lafadz apa

saja yang menunjukkan arti pemindahan pemilikan (pertukaran) dan

dimengerti maksudnya. Yang demikian itu terbagi dua, yaitu: sharih

(tegas) dan kinayah (tidak tegas).25

22

Abdulrahman Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid III, terj. Moh. Zuhri dan A. Ghazali

(Semarang: CV. Asy-Syifa‟, 1994), 314. 23

Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Kunci Fiqih Syafi‟i, terj. Hafid Abdullah

(Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1992), 126. 24

Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 319. 25

Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, terj. Chatibul Umam dan

Abu Hurairah (t.tp: Darul Ulum Press, 2001), 21.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

16

Yang dimaksud sharih adalah pernyataan yang tidak

mengandung pengertian lain selain maksud jual beli, seperti yang

mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu dengan harga sekian”.

Sedangkan yang dimaksud kinayah adalah pernyataan yang bisa

mengandung arti lain selain jual beli, seperti ketika penjualnya

mengatakan: “saya berikan pakaian ini kepadamu dengan ditukar

pakaian itu”. Pernyataan ini bisa berarti menjual atau tukar pakai.

Jika diniatkan menjual dan membeli, sah.

Tidak diampuni (bolehkan) memisahkan antara ijab dan

qabul dengan pembicaraan lain (luar jual beli) secara mutlak. Baik

yang sedikit maupun banyak.26

Adapun pembicaraan yang masih membicarakan tentang

batas dan sifat barang yang dijual, maka pemisah dengan hal tersebut

tiada membahayakan, biarpun panjang dan telah dimengerti oleh

kedua orang yang melakukan aksi tersebut. Demikian juga tidak

membahayakan pemisah dengan tindakan diam sebentar. Adapun

diam yang lama, yaitu diam yang bisa memberi pengertian berpaling

dari qabul, maka tidak diperbolehkan.

Masing-masing dari penjual dan pembeli mempunyai hak

ruju‟ atau mencabut ucapannya kembali selama mereka masih dalam

majlis jual beli itu sebelum keduanya berpisah.27

Adapun syarat-syarat shighah adalah:28

26

Al Jaziri. Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 330. 27

Ibid., 331.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

17

1) Pembicaraan kedua pihak (penjual dan pembeli) tertuju

langsung kepada yang bersangkutan.

2) Pembicaraan itu tertuju kepada orangnya secara utuh,

misalnya dengan mengatakan: “saya jual kepadamu”. Jika

mengatakan: “saya jual ke tanganmu”, misalnya, maka tidak

sah.

3) Yang memulai pembicaraan pertama diantara dua pihak

hendaklah menyebutkan harga dan barangnya, misalnya

dengan mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu dengan

harga sekian”, atau “saya beli barang ini darimu dengan

harga sekian”.

4) Baik penjual maupun pembeli harus menyengaja lafadz yang

diucapkannya.

5) Antara ijab dan qabul tidak diselang pembicaraan lain.

6) Antara ijab dan qabul tidak diselang diam lama yang

mengesankan penolakan.

7) Pihak pertama tidak berubah pendirian sebelum ada

pernyataan pihak kedua. Artinya, bahwa yang menyatakan

ijab tidak mengubah kata-katanya sebelum pihak kedua

menyatakan qabul. Bila (pihak pertama) mengatakan: “saya

jual (barang ini) kepadamu dengan harga lima”, lalu

28

Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, 34.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

18

mengatakan: “bukan, melainkan sepuluh” sebelum pihak

kedua menyatakan qabul, maka akad itu tidak sah.

8) Pernyataan masing-masing kedua pihak terdengar oleh yang

lain, juga oleh orang yang didekatnya. Jika tidak terdengar

oleh orang yang didekatnya maka belum cukup, sekalipun

pelaku akad mendengarnya.

9) Antara ijab dan qabul ada kesesuaian. Jika penjual

mengatakan: “saya jual (barang ini) kepadamu dengan harga

seribu uang pecahan”, lalu diterima dengan harga seribu uang

bulat atau sebaliknya, maka tidak sah.

10) Tidak menggantungkan shighah pada sesuatu yang tidak ada

relevansinya dengan akad, misalnya dengan mengatakan:

“saya jual rumah ini kepadamu, jika Fulan menghendaki, atau

jika Allah menghendaki”. Beda halnya dengan mengatakan:

“… jika kamu menghendaki”, karena penggantungan

semacam ini tidak membatalkan dengan syarat-syarat tadi.

11) Tidak dibatasi waktu. Jika mengatakan: “saya jual unta ini

selama sebulan”, maka tidak sah.

12) Qabul itu dilakukan oleh yang diajak bicara. Jika (penjual)

mengatakan: “saya jual barang ini kepadamu”, kemudian

orang lain menyatakan qabul menggantikan orang yang

diajak bicara, maka jual beli itu tidak sah.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

19

13) Kedua pihak yang mengadakan shighah akad tetap dalam

keadaan sehat akal sehingga qabul-nya berlangsung

sempurna. Bila penjual mengatakan: “saya jual (barang ini)

kepadamu dengan harga sekian”, kemudia gila sebelum

pembeli mengatakan: “saya terima”, maka akad itu batal.

b) „Aqid (orang yang melakukan akad/penjual dan pembeli)

Syafi‟iyah berpendapat bahwa akad jual beli tidak sah oleh

empat golongan berikut:29

1) Anak kecil, mumayyiz atau belum.

2) Orang gila.

3) Hamba, sekalipun mukallaf.

4) Orang buta.

Bila seseorang menjual sesuatu kepada seorang diantara

mereka, maka jual beli itu batal, penjual wajib mengembalikan harta

yang telah diterima dan harus tetap dalam jaminan. Sedangkan

barang yang diterima mereka tadi, seandainya hilang, tidak boleh

dituntut, melainkan dianggap hilang ditangan pemiliknya.

Adapun syarat-syarat ‘aqid (pelaku akad) ialah:30

1) Memiliki kebebasan melakukan akad, maka tidak sah oleh

anak kecil, orang gila, dan orang yang dibawah perwalian

karena kelemahan akal.

29

Ibid., 25. 30

Ibid., 35.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

20

2) Tidak dipaksa dengan cara yang tidak hak, maka tidak sah

jual beli oleh orang yang dipaksa.

3) Islam, bila barang yang akan dibeli kepadanya berupa mushaf

al-Qur‟an dan lain sebagainya.

4) Bukan musuh perang bila yang akan dibeli merupakan

peralatan perang.

c) Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan/uang dan barang yang dijual)

Syafi‟iyah berpendapat, tidak sah memperjual belikan barang

yang dighasab secara mutlak. Baik dijual kepada orang yang

mengghasabnya sendiri atau kepada orang lain, dan yang menjual itu

pemilik aslinya sendiri maupun orang lain, kecuali apabila barang

yang dighasab tersebut dapat diserah terimakan.31

Adapaun syarat-syarat barang yang diakad adalah:32

1) Barang itu suci.

2) Dapat dimanfaatkan secara syara‟, maka tidak sah menjual

serangga, karena secara syara‟ tidak dapat dimanfaatkan.

3) Dapat diserah-terimakan, maka tidak sah menjual barang

yang terbang di udara, ikan yang masing di air (belum

ditangkap), atau harta rampasan (jarahan).

4) Barang itu diakad oleh orang yang memiliki wewenang

penuh. Maka tidak sah menjual barang yang masih tersangkut

dengan hak orang lain.

31

Al Jaziri. Fiqih Empat Madzhab Jilid III, 340. 32

Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab: Bagian Muamalat II, 35.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

21

5) Barang itu diketahui oleh kedua pihak, baik zat, ukuran

maupun sifatnya.

b. Musyarakah

Menurut Syafi‟iyah definisi dari syirkah adalah:

Artinya:

“Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan

cara yang masyhur (diketahui).33

Syirkah menurut Imam Syafi‟i harus memenuhi beberapa unsur,

antara lain:34

1) Adanya percampuran harta

2) Pekerjaan pada harta itu (badan usaha)

3) Pembagian keuntungan.

Ulama‟ Madzhab Syafi‟i menerangkan: syirkah yang hukumnya

boleh hanyalah satu macam, yaitu syirkah ‘inan, yaitu pernyataan tentang

perjanjian dua orang atau lebih untuk berserikat dalam suatu modal harta

untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan

harta modal mereka,35

dengan ketentuan sebagai berikut:36

1) Jenis harta dari masing-masing pihak harus sama sifatnya. Kalau

kepunyaan salah satu pihak dirham, sedangkan yang lain dinar atau

33

Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah: Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum (Bandung: CV

Pustaka Setia, 2001), 184. 34

Al-Imam Asy-Syafi‟i, Al-Umm Jilid 5, terj. Ismail Yakub (Kuala Lumpur: Victory Agencie,

2000), 130. 35

Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, 138. 36

Imam Abu Ishaq Ibrahim, Kunci Fiqih Syafi‟i, 154-155.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

22

salah satu pihak milik sendiri sedangkan yang lain pinjaman maka

syirkah itu tidak sah.

2) Hendaklah kedua harta dari masing-masing pihak itu dicampurkan.

3) Laba dari kerja sama tersebut dibagi menurut jumlah modal yang

mereka berikan, demikian pula bila terjadi kerugian.

Selain ketentuan-ketentuan tersebut, syirkah juga mempunyai

empat rukun, yaitu:37

a) Ijab

b) Qabul

c) Anggota syirkah

d) Modal

Masing-masing dari rukun-rukun tersebut mengandung beberapa

syarat, antara lain:38

a) Mengenai ijab dan qabul disyaratkan hendaknya berupa pernyataan

yang berfaidah memberi izin untuk menjalankan modal kepada

orang yang menjalankannya dari para anggota dengan cara jual beli

dan semisalnya.

b) Adapun tentang anggota syirkah maka masing-masing disyaratkan

hendaknya:

a) Pandai

b) Dewasa

c) Merdeka.

37

Al Jaziri, Fiqih Empat Madzhab Jilid IV, 149. 38

Ibid., 149-151.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

23

Jadi akad syirkah itu sah terselenggara dari anggota yang

buta, tetapi yang menjalankan adalah orang yang tidak buta. Di

dalam menyerahkan modal, ia mewakilkan orang lain tetapi dengan

syarat ia memang orang yang secara hukum mempunyai keahlian

mewakilkan kepada orang lain, misalnya ia merupakan orang

pandai dan dewasa.

c) Tentang uang modal, maka disyaratkan untuknya beberapa perkara,

yaitu:

1) Bahwa modal itu berupa barang mitsli, yaitu barang yang

dapat dibatasi oleh takaran atau timbangan dan barang

tersebut bisa dipesan.

2) Bahwa modal dicampur sebelum perjanjian syirkah hingga

salah satunya tidak bisa dibedakan dari lainnya.

3) Bahwa modal yang dikeluarkan oleh masing-masing anggota

tersebut sejenis, artinya modal tersebut sebagiannya dengan

sebagian yang lain adalah sama jenis.

c. Ijarah

Ulama madzhab Syafi‟i menerangkan: Perjanjian persewaan ialah

suatu perjanjian atas manfaat yang diketahui dan disengaja, yang bisa

diserahkan kepada pihak lain secara mubah dengan ongkos yang diketahui.

Dari definisi tersebut telah terkandung rukun-rukun perjanjian

persewaan, yaitu:39

39

Ibid., 172.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

24

a. Shighat, yaitu ijab dan qabul.

b. Aqid (orang yang melakukan perjanjian) di dalamnya ada dua

pelaku, yaitu orang yang menyewakan (mu’jir) dan orang yang

menyewa (musta’jir). Atau kadang-kadang disebut mukri, yakni

pemilik barang, dan juga disebut muktari, yakni orang yang

mengambil manfaatnya.

c. Ma’qud alaih, yaitu ongkos dan manfaat.

Ulama madzhab Syafi‟i menjelaskan: Setiap rukun dari rukun-

rukun perjanjian persewaan mempunyai syarat-syarat. Adapun rukun yang

pertama, yaitu shighat (ijab dan qabul), maka disyaratkan syarat-syarat

yang telah disebutkan dalam pembahasan jual beli (murabahah).40

Tentang rukun yang kedua, yaitu orang yang melakukan perjanjian,

baik orang yang menyewakan atau orang yang menyewa, maka baginya

disyaratkan beberapa syarat yang terdahulu dalam pembahasan jual beli.41

Dalam persewaan tidak disyaratkan bebas membelanjakan harta.

Hal ini dalam seluruh bentuk. Sebab orang bodoh sah menyewakan dirinya

dalam hal-hal yang mana dia tidak mencari hasil dengannya pada

umumnya, seperti ia sebagai buruh dalam ibadah haji. Berbeda dengan

pekerjaan yang untuk mencari hasil, seperti menukang besi atau menukang

kayu, maka tidak sah ia menyewakan diri di dalamnya.

Mengenai rukun yang ketiga, yaitu barang atau perkara yang

dijadikan perjanjian, maka ada dua macam, ialah ongkos atau upah dan

40

Ibid., 190. 41

Ibid., 194.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

25

manfaat. Tentang upah atau ongkos, maka terkadang berupa hutang yang

tidak tertentu, dan terkadang berupa upah telah tersedia dan tertentu.

Ongkos yang tidak tertentu disyaratkan memenuhi syarat-syarat dalam

harga, yaitu harus diketahui kadarnya, jenisnya, macamnya dan sifatnya.42

Adapun kalau ongkos itu ditentukan, maka disyaratkan harus bisa

dilihat. Jadi kalau seseorang berkata: “saya sewakan kepadamu rumah ini

dengan ongkos unta ini”, maka disyaratkan melihat untanya tadi.43

Adapun mengenai manfaat, maka disyaratkan memenuhi beberapa

persyaratan berikut:44

a. bahwa manfaat yang dikehendaki itu mempunyai nilai harga. Jadi

tidak sah persewaan atau perburuhan didasarkan pada manfaat yang

remeh. Seperti menyewakan pohon-pohonan yang hanya untuk

menjemur pakaian di atasnya.

b. Bahwa manfaat tersebut bukan merupakan benda yang menjadi

tujuan perjanjian persewaan. Seperti kalau seseorang menyewa sapi

karena susunya. Perjanjian persewaan dalam masalah ini

mengandung maksud bahwa yang menjadi tujuan adalah

terpenuhinya menggunakan susu. Sedangkan susu itu tidak bisa

dimiliki dengan perjanjian persewaan kecuali karena mengikuti

yang lain.

42

Ibid., 194. 43

Ibid., 195. 44

Ibid., 196.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

26

c. Bahwa pekerjaan di mana manfaat itu bergantung dapat diserahkan

secara nyata maupun secara hukum. Jadi tidak sah memburuhkan

wanita yang sedang haid untuk menyapu di masjid.

d. Bahwa pekerjaan yang menjadi gantungan manfaat itu tidak wajib

bagi si buruh. Jadi tidak sah melakukan perburuhan untuk

melakukan sholat dan semisalnya dari berbagai macam ibadat yang

tidak boleh digantikan.

e. Bahwa pekerjaan dan manfaat sama-sama diketahui. Jadi seorang

penjahit bisa diketahui pekerjaannya menjahit pakaian, dan seorang

guru dapat diketahui pekerjaannya dengan waktu mengajarnya.

Adapun macam-macam persewaan itu ada dua, antara lain sebagai

berikut:45

a. Persewaan benda atau barang (ijarah „ain), yaitu suatu nama dari

perjanjian yang terselenggara atas manfaat yang berkaitan dengan

suatu barang tertentu yang dikehendaki oleh orang yang menyewa.

Contohnya seperti seseorang menyewa lahan pertanian tertentu

untuk diambil manfaat tanamannya pada masa tertentu dengan

ongkos tertentu.46

b. Persewaan tanggungan (ijarah dzimmah), yaitu suatu nama dari

perjanjian atas suatu manfaat yang berkaitan dengan suatu yang

tidak tertentu, namun disifati dalam tanggungan. Atau dengan kata

lain ialah perjanjian pada sesuatu yang manfaatnya berada dalam

45

Ibid., 192. 46

Ibid., 193.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

27

tanggungan, seperti dalam perjanjian pemesanan barang. Dalam

persewaan ini disyaratkan hendaknya dengan bentuk yang khusus.

Jadi tidak sah dengan bentuk selainnya, seperti: “saya

menyanggupi tanggunganmu”, atau “saya menyerahkan kepadamu

demikian”.47

2. Pembiayaan Hunian Syariah

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.48

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan,

yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.

Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan

yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah, kepada

nasabah.49

Sedangkan manajemen pembiayaan adalah bagaimana mengelola

pemberian pembiayaan mulai dari pembiayaan tersebut diberikan sampai

dengan pembiayaan tersebut lunas.

47

Ibid., 193. 48

Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), 73. 49

Muhamad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), 260.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

28

b. Prosedur Pembiayaan

1) Permohonan Pembiayaan

Tahap awal proses pembiayaan adalah permohonan

pembiayaan. Secara formal, permohonan pembiayaan dilakukan

secara tertulis dari nasabah kepada officer bank. Namun dalam

implementasinya, permohonan dapat dilakukan secara lisan terlebih

dahulu, untuk kemudian ditindak lanjuti dengan permohonan tertulis

jika menurut officer bank usaha dimaksud layak dibiayai.50

Inisiatif pengajuan pembiayaan biasanya datang dari nasabah

yang biasanya kekurangan dana. Namun demikian dalam

perkembangannya, inisiatif tersebut tidak mesti datang dari nasabah,

tetapi juga dapat muncul dari officer bank. Officer bank syariah yang

berjiwa bisnis biasanya mampu menangkap peluang usaha tertentu.

Yang perlu diperhatikan dalam setiap pengajuan proposal

suatu kredit hendaknya yang berisi keterangan tentang:51

a) Riwayat perusahaan, seperti riwayat hidup perusahaan, jenis

bidang usaha, nama pengurus berikut latar belakang

pendidikannya, perkembangan perusahaan, serta wilayah

pemasaran produknya.

b) Tujuan pengambilan kredit, dalam hal ini harus jelas tujuan

pengambilan kredit. Apakah untuk memperbesar omset

penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi atau untuk

50

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003),

138. 51

Kasmir, Manajemen Perbankan, 96.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

29

mendirikan pabrik baru (perluasan) serta tujuan lainnya.

Kemudian juga yang perlu mendapat perhatian adalah

kegunaan kredit apakah untuk modal kerja atau investasi.

c) Besarnya kredit dan jangka waktu.

Dalam proposal pemohon menentukan besarnya jumlah kredit

yang diinginkan dan jangka waktu kreditnya.

d) Cara pemohon mengembalikan kredit, maksudnya perlu

dijelaskan secara rinci cara-cara nasabah dalam

mengembalikan kreditnya apakah dari hasil penjualan atau

dengan cara lainnya.

e) Jaminan kredit

Jaminan kredit yang diberikan dalam bentuk surat atau

sertifikat. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan

sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya, biasanya setiap

jaminan diikat dengan suatu asuransi tertentu.

Selanjutya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang

telah dipersyaratkan seperti:52

a) Akta pendirian perusahaan

Dipergunakan untuk perusahaan yang berbentuk PT

(Perseroan Terbatas) atau Yayasan yang dikeluarkan oleh

Notaris dan disahkan oleh Departemen Kehakiman.

b) Bukti diri (KTP) para pengurus dan pemohon kredit

52

Ibid., 97.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

30

c) TDP (Tanda Daftar Perusahaan)

Tanda Daftar Perusahaan ada selembar sertifikat yang

dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan

dan biasanya berlaku 5 tahun dan jika masa berlakunya habis

dapat diperpanjang kembali.

d) NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

Nomor Pokok Wajib Pajak, merupakan surat tentang

wajib pajak yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan.

e) Neraca dan laporan laba rugi 3 tahun terakhir.

f) Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan

g) Daftar penghasilan bagi perseorangan

h) Kartu Keluarga (KK) bagi perseorangan.

2) Pengumpulan Data dan Investigasi

Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada

kebutuhan dan tujuan pembiayaan. Untuk pembiayaan konsumtif,

data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan

kemampuan nasabah untuk membayar pembiayaan dari penghasilan

tetapnya. Data yang diperlukan antara lain:53

a) Untuk pegawai (karyawan swasta/PNS/ABRI)

1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atau pasport.

2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.

53

Zulkifli, Perbankan Syariah, 140.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

31

3. Slip gaji terakhir.

4. Surat referensi dari kantor tempat bekerja atau SK

pengangkatan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).

5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.

6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik.

7. Data obyek pembiayaan

8. Data jaminan.

b) Untuk pengusaha perorangan

1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atau pasport.

2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.

3. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.

6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan

terakhir.

7. Data obyek pembiayaan

8. Data jaminan.

c) Untuk profesional seperti dokter, pengacara, dll.

1. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atau pasport.

2. Kartu Keluarga, Surat Nikah.

3. Surat ijin profesi

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

32

4. Surat ijin praktek

5. Salinan rekening bank 3 bulan terakhir.

6. Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan

terakhir.

7. Data obyek pembiayaan

8. Data jaminan: valuabilitas, legalitas, dan marketibilitas.

Untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah

data yang dapat menggambarkan kemampuan nasabah untuk

melunasi pembiayaan. Data yang diperlukan antara lain:54

a) Calon nasabah adalah perorangan

1. Legalitas usaha

2. Kartu Identitas calon nasabah dan istri: Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atau pasport.

3. Kartu Keluarga dan Surat Nikah.

4. Laporan Keuangan 2 tahun terakhir.

5. Past Performance 1 tahun terakhir.

6. Bisnis plan.

7. Data objek pembiayaan.

8. Data jaminan.

b) Calon nasabah adalah badan hukum

1. Akta pendirian usaha berikut perubahannya yang sesuai

dengan ketentuan pemerintah.

54

Ibid., 143.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

33

2. Legalitas usaha.

3. Identitas pengurus.

4. Laporan keuangan 2 tahun terakhir.

5. Past Performance 1 tahun terakhir.

6. Bisnis plan.

7. Data objek pembiayaan.

8. Data jaminan.

Untuk mendukung kebenaran data yang diperoleh, officer

bank dapat melakukan investigasi antara lain melakukan kunjungan

lapang dan wawancara. Proses investigasi ini dapat dilakukan

berkali-kali untuk meyakini data yang diberikan nasabah. Investigasi

dapat dilakukan terhadap nasabah yang bersangkutan ataupun pihak

lainnya yang terkait, seperti rekanan bisnis calon nasabah.

3) Analisa Pembiayaan

Analisa pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai

metode sesuai kebijakan bank. Dalam beberapa kasus seringkali

digunakan metode analisa 5C, yang meliputi:

a. Character (Karakter)

Character artinya sifat atau karakter nasabah

pengambil pinjaman.55

Character menggambarkan watak dan

kepribadian calon debitur. Bank perlu melakukan analisis

terhadap karakter calon debitur, tujuannya adalah untuk

55

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 261.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

34

mengetahui bahwa calon debitur mempunyai keinginan untuk

memenuhi kewajiban membayar pinjamannya sampai lunas.56

Untuk memperkuat data ini, dapat dilakukan hal-hal

sebagai berikut:57

1. Wawancara; Karakter seseorang dapat dideteksi dengan

melakukan verifikasi data dengan interview. Apabila

datanya benar, maka calon nasabah seharusnya dapat

menjawab semua pertanyaan dengan mudah dan yakin.

2. BI (Bank Indonesia) checking; BI checking dilakukan

untuk mengetahui riwayat pembiayaan yang telah

diterima oleh nasabah berikut status nasabah yang

ditetapkan oleh BI. Tunggakan pinjaman nasabah di

bank lain juga memberikan indikasi yang buruk terhadap

karakter nasabah.

3. Bank Checking; Bank checking dilakukan secara

personal antara sesama officer bank, baik dari bank yang

sama maupun bank yang berbeda. Biasanya setiap officer

memiliki pengalaman tersendiri dalam berhubungan

dengan calon nasabah. Tunggakan pinjaman di bank lain

juga memberikan indikasi yang buruk terhadap karakter

nasabah.

56

Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana, 2010), 112. 57

Zulkifli, Perbankan Syariah, 145.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

35

4. Trade Checking; analisa dilakukan terhadap usaha-usaha

sejenis, pesaing, pemasok, dan konsumen. Pengalaman

kemitraan semua pihak terkait pasti meninggalkan kesan

tersendiri yang dapat memberikan indikasi tentang

karakter calon nasabah, terutama masalah keuangan

seperti cara pembayaran.

b. Capacity (Kapasitas/Kemampuan)

Capacity artinya kemampuan nasabah untuk

menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang

diambil.58

Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk

mengetahui kemampuan calon debitur dalam memenuhi

kewajibannya sesuai jangka waktu kredit.59

Untuk mengetahui kapasitas nasabah, bank harus

memperhatikan:60

1. Angka-angka hasil produksi

2. Angka-angka penjualan dan pembelian

3. Perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan

proyeksinya

4. Data finansial perusahaan beberapa tahun terakhir yang

tercermin dalam neraca laporan keuangan.

Untuk pembiayaan konsumtif, analisa diarahkan pada

kemampuan sumber penghasilan calon nasabah membiayai

58

Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 59

Ismail, Manajemen Perbankan, 112. 60

Zulkifli, Perbankan Syariah, 146.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

36

seluruh pengeluaran bulanannya. Untuk itu, yang perlu

dianalisa adalah:

1. Perusahaan tempat yang bersangkutan bekerja

2. Lama bekerja

3. Penghasilan.

c. Capital (Modal)

Capital artinya besarnya modal yang diperlukan

peminjam.61

Biasanya bank tidak akan bersedia untuk

membiayai suatu usaha 100%, artinya setiap nasabah yang

mengajukan permohonan pembiayaan harus pula menyediakan

dana dari sumber lainnya atau modal sendiri, dengan kata lain,

capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan

yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh

bank.62

Untuk mengetahui hal ini, maka bank harus melakukan

hal-hal sebagai berikut:63

1. Melakukan analisa neraca sedikitnya 2 tahun terakhir.

2. Melakukan analisa ratio untuk mengetahui likuiditas,

solvabilitas, dan rentabilitas dari perusahaan dimaksud.

Untuk pembiayaan konsumtif, hal ini dapat tercermin

dari uang muka yang sanggup dibayar oleh calon nasabah.

61

Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 62

Kasmir, Manajemen Perbankan, 92. 63

Zulkifli, Perbankan Syariah,146.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

37

d. Colleteral (Jaminan)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik

yang bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya

melebihi jumlah pembiayaan yang diberikan. Jaminan juga

harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah,

jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat

mungkin. Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung bank dari

risiko kerugian.64

Analisa dilakukan antara lain:65

1. Meneliti kepemilikan jaminan yang diserahkan.

2. Mengukur dan memperkirakan stabilitas harga jaminan

dimaksud.

3. Memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang

dalam waktu relatif singkat tanpa harus mengurangi

nilainya.

4. Memperhatikan pengikatannya, sehingga secara legal

bank dapat dilindungi.

5. Rasio jaminan terhadap jumlah pembiayaan. Semakin

tinggi rasio tersebut, maka semakin tinggi kepercayaan

bank terhadap kesungguhan calon nasabah.

6. Marketabilitas jaminan. Jenis dan lokasi jaminan sangat

menentukan tingkat marketable suatu jaminan. Rumah

64

Kasmir, Manajemen Perbankan, 92. 65

Zulkifli, Perbankan Syariah, 147.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

38

yang berharga jutaan rupiah bisa turun hanya karena

terletak di lokasi yang sulit dijangkau.

e. Condition (Kondisi)

Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek

atau tidak.66

Bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon

debitur dikaitkan dengan kondisi ekonomi, apakah kondisi

ekonomi tersebut akan berpengaruh pada usaha calon debitur

di masa yang akan datang.67

Analisa diarahkan pada kondisi sekitar yang secara

langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap usaha

calon nasabah, seperti kebijakan pembatasan usaha properti,

pelarangan ekspor pasir laut, trend PHK besar-besaran usaha

sejenis dan lain-lain.

Kondisi yang harus diperhatikan bank antara lain:68

1. Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi

perkembangan usaha calon nasabah.

2. Kondisi usaha calon nasabah, perbandingannya dengan

usaha sejenis, dan lokasi lingkungan wilayah usahanya.

3. Keadaan pemasaran dari hasil usaha calon nasabah.

4. Prospek usaha dimasa yang akan datang.

66

Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 261. 67

Ismail, Manajemen Perbankan, 113. 68

Zulkifli, Perbankan Syariah, 146.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

39

5. Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek

industri di mana perusahaan calon nasabah terkait di

dalamnya.

4) Persetujuan Pembiayaan

Proses persetujuan adalah proses penentuan disetujui atau

tidaknya sebuah pembiayaan usaha. Proses persetujuan ini juga

tergantung kepada kebijakan bank yang biasanya disebut sebagai

Komite Pembiayaan. Tingkat kewenangan Komite Pembiayaan

tergantung kebijakan bank. Di dalam Komite Pembiayaan ini, officer

bank akan mempertahankan proposal bisnisnya dihadapan para

anggota Komite Pembiayaan, yang biasanya terdiri dari para senior

officer yang lebih berpengalaman dalam bisnis dan juga arah

kebijakan bank.69

Komite Pembiayaan merupakan tingkat paling akhir

persetujuan sebuah proposal pembiayaan, karena itu hasil akhir dari

Komite Pembiayaan adalah penolakan atau penundaan ataupun

persetujuan pembiayaan. Di dalam Komite Pembiayaan, biasanya

akan diperoleh persyaratan tambahan yang harus dipenuhi pada

persetujuan suatu proposal pembiayaan. Tambahan persyaratan

tersebut harus dilakukan secara tertulis di dalam proposal

pembiayaan, disertai persetujuan anggota Komite Pembiayaan yang

bersangkutan.

69

Ibid., 152.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

40

Biasanya keputusan kredit akan mencakup:70

a) Akad kredit yang akan ditandatangani

b) Jumlah uang yang diterima

c) Jangka waktu kredit, dan

d) Biaya-biaya yang harus dibayar.

5) Pengumpulan Data Tambahan

Proses pengumpulan data tambahan dilakukan untuk

memenuhi persyaratan yang diperoleh dari disposisi Komite

Pembiayaan. Pemenuhan persyaratan ini merupakan hal terpenting

dan merupakan indikasi utama tindak lanjut pencairan dana.71

6) Pengikatan

Tindakan selanjutnya setelah semua persyaratan dipenuhi

adalah proses pengikatan, baik pengikatan pembiayaan ataupun

pengikatan jaminan. Secara garis besar, pengikatan terdiri dari dua

macam, yakni pengikatan di bawah tangan dan pengikatan notariel.

Pengikatan di bawah tangan adalah proses penandatanganan akad

yang dilakukan antara bank dan nasabah, sedangkan pengikatan

notariel adalah proses penandatanganan akad yang disaksikan oleh

notaris. Perbedaan antara keduanya adalah pada saat terjadi

penyangkalan terhadap akad transaksi dimaksud. Pada pengikatan di

bawah tangan, maka pada saat terjadi penyangkalan, bank harus

berusaha membuktikan bahwa nasabah yang bersangkutan benar-

70

Kasmir, Manajemen Perbankan, 101. 71

Zulkifli, Perbankan Syariah, 153.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

41

benar telah menandatangani akad dimaksud. Sedangkan pada

notariel, nasabah yang harus membuktikannya.

Terkait dengan jaminan, maka jenis pengikatan terdiri dari:72

a) Hak Tanggungan, untuk jaminan berupa tanah. Dasar

hukumnya adalah UU No. 4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996

tentang Hak Tanggungan.

b) Hipotik, untuk jaminan berupa barang tidak bergerak selain

tanah dan kapal berukuran 20 m3 ke atas. Dasar hukumnya

adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1162.

c) FEO (Fiducia Eigendoms Overdracht) atau Fidusia, untuk

jaminan berupa barang bergerak. Dasar hukumnya adalah UU

No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

d) Gadai, untuk jaminan berupa barang perniagaan, surat

berharga, dan logam mulia yang penguasaannya ada di

tangan bank. Pengikatan gadai ini biasanya disertai dengan

Surat Kuasa Mencairkan. Dasar hukumnya adalah Kitab

Undang-undang Hukum Perdata pasal 1152.

e) Cessie, untuk jaminan berupa piutang. Dasar hukumnya

adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 613.

f) Borght, untuk jaminan berupa personal guarantee (jaminan

pribadi).

72

Ibid., 153.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

42

7) Pencairan

Proses selanjutnya adalah pencairan fasilitas pembiayaan

kepada nasabah. Sebelum melakukan proses pencairan, maka harus

dilakukan pemeriksaan kembali semua kelengkapan yang harus

dipenuhi sesuai disposisi Komite Pembiayaan pada proposal

pembiayaan. Apabila semua persyaratan telah dilengkapi maka

proses pencairan fasilitas dapat diberikan.73

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-

surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan

di bank yang bersangkutan. Dengan demikian, penarikan dana kredit

dapat dilakukan melalui rekening yang telah dibuka. Pencairan atau

pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian

kredit dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit. Pencairan

dana kredit tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak dan

dapat dilakukan:74

a) Sekaligus

b) Atau secara bertahap.

8) Monitoring

Proses selanjutnya adalah proses monitoring terhadap

nasabah. Bagi officer bank syariah, pada saat memasuki tahapan ini

maka sebenarnya risiko pembiayaan baru saja dimulai saat pencairan

dilakukan. Monitoring dapat dilakukan dengan memantau realisasi

73

Ibid., 154. 74

Kasmir, Manajemen Perbankan, 101-102.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

43

pencapaian target usaha dengan bisnis plan yang telah dibuat

sebelumnya. Apabila terjadi tidak pencapaian target, maka officer

bank harus segera melakukan tindakan penyelamatan. Tindakan

penyelamatan awal adalah dengan langsung “turun” ke lapangan

menemui nasabah untuk mengetahui permasalahan utama yang

dialami oleh nasabah, untuk kemudian memberikan advis

penyelesaian masalah.

Beberapa langkah monitoring yang harus dilakukan antara

lain:75

a) Memantau mutasi rekening koran nasabah.

b) Memantau pelunasan angsuran

c) Melakukan kunjungan rutin ke lokasi usaha nasabah untuk

memantau langsung operasional usaha dan perkembangan

usaha. Hal ini bermanfaat untuk memantau kemungkinan

terjadinya side streaming atau penyimpangan tujuan

penggunaan dana dan pencapaian target sesuai bisnis plan.

d) Melakukan pemantauan terhadap perkembangan usaha sejenis

melalui media massa ataupun media lainnya.

c. Akad Yang Digunakan

Kebutuhan pembiayaan hunian syariah dapat dipenuhi dengan

berbagai cara, antara lain dengan akad bagi hasil (musyarakah

75

Zulkifli, Perbankan Syariah, 154.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

44

mutanaqishah), jual beli (murabahah), dan sewa (ijarah muntahiya

bittamlik). Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan satu persatu berikut ini.

1. Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan

tsaman (bunga perolehan) dan ribh (keuntungan/margin) yang

disepakati oleh penjual dan pembeli.76

Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang

disepakati”, maka karakteristik murabahah adalah si penjual harus

memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan

menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya

tersebut.77

Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara

pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan

pembelian (KPP).78

Dalam kitab al-Umm, seperti dikutip dalam

bukunnya Syafi‟i Antonio, Imam Syafi‟i menamai transaksi jenis ini

dengan istilah al-aamir bisy-syira.

Secara umum, aplikasi dari bai’ al-murabahah dapat

digambarkan dalam skema berikut ini.

76

Nor et. al., Ekonomi Syariah, 40. 77

Karim, Bank Islam, 113. 78

Antonio, Bank Syariah, 102.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

45

Gambar 2.1

Skema Bai’ Al-murabahah

1). Negosiasi & Persyaratan

2). Akad Jual Beli

6). Bayar

5). Terima

Barang &

Dokumen

3). Beli Barang 4). Kirim

Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 107.

Adapun bentuk-bentuk akad murabahah yang ada di

perbankan syariah antara lain:79

a. Murabahah sederhana

Murabahah sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika

penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan

harga sesuai dengan perolehan ditambah marjin keuntungan

yang diinginkan.

79

Ascarya, Akad & Produk, 89.

Bank Nasabah

Suplier Penjual

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

46

b. Murabahah kepada pemesan

Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu pemesan,

pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan

pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena

kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk murabahah

inilah yang diterapkan perbankan syariah.

Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan

murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga

kelompok.80

a) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA

(Unrestricted Investment Account = investasi tidak terkait).

b) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA

(Restricted Invetment Account = investasi terkait).

c) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan Modal Bank.

Dalam setiap pendesainan sebuah pembiayaan, fakor-faktor

yang perlu diperhatikan adalah:

a) Kebutuhan nasabah;

b) Kemampuan finansial nasabah.

Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi sumber dana yang

akan digunakan untuk pembiayaan tersebut.

2. Musyarakah Mutanaqishah

80

Karim, Bank Islam, 117.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

47

Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari

akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara

dua pihak atau lebih. Secara tata bahasa arti dari musyarakah adalah

syirkah yang berasal dari kata syaraka – yusyriku- syarkan –

syarikan - syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan

atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah

merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara

mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu – tanaqish – tanaqishan

- mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.81

Jadi, dengan demikian musyarakah mutanaqishah

(diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak

atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana

kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak

sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya.

Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas

hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan

pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.

Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat

digambarkan dalam skema berikut ini.

81

ekonomisyariah.info/blog/2013/09/24/musyarakah-mutanaqishah-di-pembiayaan-perbankan-

syariah/ (02 September 2015).

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

48

Gambar 2.2

Skema Musyarakah

Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 94.

Syirkah berarti sharing „berbagi‟, dan di dalam terminologi

fiqih Islam dibagi dalam dua jenis:

a. Syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan

bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti.82

Musyarakah

pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya

yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau

lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih

berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari

keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.83

Syirkah amlak ada dua macam, yaitu:84

1) Ikhtiari atau disebut syirkah amlak ikhtiari yaitu

perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang

82

Ascarya, Akad & Produk, 49. 83

Antonio, Bank Syariah, 91. 84

M. Noor Harisudin, Fiqih Muamalah 1 (Surabaya: Pena Salsabila, 2014), 60.

Nasabah Bank Syariah

Proyek Usaha

Keuntungan

Bagi Hasil Sesuai dengan Kontribusi Modal

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

49

yang berserikat, seperti dua orang yang sepakat membeli

suatu barang atau keduanya menerima hibah, wasiat, atau

wakaf dari orang lain maka benda-benda ini menjadi harta

serikat (bersama) bagi mereka berdua.

2) Jabari (syirkah amlak jabari). Perkongsian yang

ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan

didasarkan atas perbuatan keduanya. Seperti harta warisan

yang mereka terima dari orang tuanya.

b. Syirkah ‘uqud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang

terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial

bersama.85

Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan

di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari

mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat

berbagi keuntungan dan kerugian.86

Musyarakah akad terbagi menjadi empat:87

1) Syirkah al-‘Inan

Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang

atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari

keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua

pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian

sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan

tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana

85

Ascarya, Akad & Produk, 49. 86

Antonio, Bank Syariah, 91-92. 87

Ibid., 92.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

50

maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik

sesuai dengan kesepakatan mereka.

2) Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama

antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan

suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam

kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian

secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis

musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan,

kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh

masing-masing pihak.

3) Syirkah A’maal

Musyarakah a’maal adalah kontrak kerja sama dua

orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama

dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja

sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek,

atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order

pembuatan seragam sebuah kantor.

4) Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang

atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta

ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit

dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

51

tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian

berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan

oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan

modal karena pembelian secara kredit berdasar pada

jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim

disebut sebagai musyarakah piutang.

Adapun bentuk-bentuk musyarakah yang diterapkan di

perbankan syariah antara lain:88

a. Musyarakah Tetap

Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah

musyarakah tetap ketika jumlah dan porsi modal yang

disertakan oleh masing-masing mitra tetap selama periode

kontrak.

b. Musyarakah Menurun

Bentuk akad lain yang merupakan pengembangan dari

musyarakah adalah musyarakah menurun. Pada kerja sama ini,

dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama suatu aset dalam

bentuk properti, peralatan, perusahaan, atau lainnya. Bagian aset

pihak pertama, sebagai pemodal, kemudian dibagi ke dalam

beberapa unit dan disepakati bahwa pihak kedua, sebagai klien,

akan membeli bagian aset pihak pertama unit demi unit secara

periodik sehingga akan meningkatkan bagian aset pihak kedua

88

Ascarya, Akad & Produk, 60.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

52

sampai semua unit milik pihak pertama terbeli semua dan aset

sepenuhnya milik pihak kedua. Keuntungan yang dihasilkan

pada tiap-tiap periode dibagi sesuai porsi kepemilikan aset

masing-masing pihak saat itu.

c. Musyarakah Mutanaqishah

Musyarakah mutanaqishah yaitu suatu penyertaan modal

secara terbatas dari mitra usaha kepada perusahaan lain untuk

jangka waktu tertentu, yang dalam dunia modern biasa disebut

Modal Ventura tanpa unsur-unsur yang dilarang dalam syariah,

seperti riba, maysir, dan gharar.

3. Ijarah Muntahiya Bittamlik

Menurut etimologi, ijarah adalah upah atau sewa menyewa.89

Sedangkan menurut terminologi ijarah adalah akad pemindahan hak

guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa

diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas

barang itu sendiri.90

Sedangkan transaksi yang disebut dengan ijarah

muntahiya bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual

beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan

kepemilikan barang di tangan si penyewa.91

Secara umum, aplikasi perbankan dari ijarah dapat

digambarkan dalam skema berikut ini:

89

Harisudin, Fiqh Muamalah 1, 49. 90

Antonio, Bank Syariah, 117. 91

Ibid., 118.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

53

Gambar 2.3

Skema Ijarah

B) Milik

3). Sewa Beli

A) Milik

2). Beli Objek Sewa 1). Pesan Objek

Sewa

Sumber: Syafi‟i Antonio, 2001: 119.

Ada dua jenis ijarah dalam hukum Islam:92

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu

mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan

jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut

musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan

disebut ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti,

yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau

properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya

sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis

konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut

92

Ibid., 99.

PENJUAL

SUPLIER

NASABAH OBJEK

SEWA

BANK

SYARIAH

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

54

musta’jir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut

mu’jir/muajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah.

Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan

jasa perbankan syariah. Sementara itu, ijarah bentuk kedua biasa

dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan

syariah.

d. Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional

Serupa dengan produk perbankan syariah lain, KPR syariah juga

tidak mengenal bunga dalam sistem kreditnya. Perhitungan yang dipakai

adalah bagi hasil. Ternyata, tidak hanya itu yang menjadi perbedaan

antara KPR syariah dan KPR konvensional. Berikut adalah beberapa poin

yang bisa anda catat.93

1) Satu akad vs multi akad

Bila di KPR bank konvensional hanya dikenal satu akad,

yaitu akad jual beli. KPR syariah memiliki beberapa alternatif

pilihan akad yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam

sistemnya, ada beberapa jenis akad yang ditetapkan oleh KPR

syariah, yaitu akad murabahah (jual beli), akad musyarakah

mutanaqishah (kepemilikan bertahap), akad ijarah (sewa), dan

ijarah muntahiyah bittamlik (sewa beli). Akad yang sering

ditawarkan secara umum adalah akad murabahah dan musyarakah.

93

m.news.viva.co.id/news/read/594116-ini-bedanya-kpr-syariah-dan-kpr-konvensional (19 Mei

2015).

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

55

Tetapi, yang paling banyak ditawarkan adalah skema jual beli atau

murabahah.

2) Angsuran fluktuatif vs angsuran tetap

Karena bunga yang diterapkan pada KPR konvensional

biasanya bersifat fluktuatif atau menyesuaikan kondisi suku bunga

yang berlaku, maka angsuran bersifat fluktuatif. Walaupun KPR

konvensional menetapkan angsuran tetap, namun biasanya hanya

berlaku 1–3 tahun saja, selebihnya angsuran bersifat fluktuatif.

Pada KPR syariah, harga jual rumah ditetapkan di awal saat

menandatangani perjanjian pembiayaan jual beli rumah. Itulah

kenapa KPR syariah memiliki jumlah angsuran bulanan yang tetap.

Namun, jumlah angsuran tersebut akan ditetapkan sesuai dengan

kesepakatan di awal perjanjian hingga jatuh tempo pembiayaan

atau masa angsuran selesai.

3) Penalti vs non penalti

Jika di KPR konvensional, anda akan dikenakan penalti saat

ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir. Berbeda

dengan KPR syariah, sistem penalti ini tidak berlaku. Sistem tanpa

penalti ini ditetapkan karena harga KPR sudah ditetapkan sejak

awal perjanjian.

Untuk lebih mudahnya penulis membuat tabel sebagai berikut:

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

56

Tabel 2.1

Perbedaan KPR Konvensional dengan KPR Syariah

No Keterangan

KPR

Konvensional

KPR Syariah

1 Akad Hanya satu Ada beberapa

alternatif akad

2 Sifat angsuran Fluktuatif Tetap

3 Penalti saat melunasi

angsuran

Ada Tidak ada

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

57

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian

deskriptif. Menurut Catherine Marshal dalam bukunya Jonathan Sarwono,

kualitatif riset didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk

mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam

interaksi manusia.94

Sedangkan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang

berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat

penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya.95

Penelitian deskripsi

berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dengan

sifat populasi tertentu.96

Jadi dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan

bagaimana pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR) menurut pendapat

madzhab Syafi‟i.

B. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih adalah Bank Muamalat Kantor

Cabang Pembantu Pasuruan, yang terletak di Jalan Panglima Sudirman No 34 F

Pasuruan.

Bank ini terletak tak jauh dari pusat kota, dan berdampingan dengan bank

syariah yang lain, sehingga memudahkan masyarakat untuk mencari lokasinya.

94

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),

193. 95

Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 89. 96

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), 57.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

58

Selain itu, bank ini juga bukan termasuk kantor cabang, melainkan cabang

pembantu sehingga tidak sesibuk layaknya kantor cabang, sehingga memudahkan

peneliti dalam melakukan penelitian. Selain hal tersebut, pemilihan lokasi ini pun

berdasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Bank Muamalat merupakan bank murni syariah pertama di Indonesia,

sehingga tidak diragukan lagi eksistensinya. Begitu pula dengan Bank

Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan yang telah beroperasi sejak lima

tahun terakhir dan mampu bersaing dengan bank syariah yang lain.

2. Dalam produk pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR), Bank

Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan mempunyai variasi akad lebih

banyak dibandingkan dengan bank syariah lain yang ada di Pasuruan. Jika

produk KPR pada bank syariah yang lain hanya menggunakan akad

murabahah, pada Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan ada dua

akad, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.

C. Subyek Penelitian

Pada bagian ini dilaporkan jenis data dan sumber data.97

Jika dilihat dari

jenisnya, maka kita dapat membedakan data kualitatif sebagai berikut:

1. Data Primer

Dalam jenis data ini yang menjadi sumber datanya adalah informan

yang terdiri dari customer service dan marketing funding (penyelia

pemasaran pembiayaan).

97

Tim penyusun, Pedoman Penulisan, 47.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

59

2. Data Sekunder

Adapun dalam jenis data ini yang menjadi sumber datanya antara

lain:

a. Dokumentasi. Sumber datanya berupa dokumen-dokumen, arsip, dan

prasarana lain yang mendukung dalam penelitian tentang Kongsi

Pemilikan Rumah (KPR) ini.

b. Kepustakaan. Sumber datanya berupa buku-buku, artikel, majalah,

internet dan lain-lain yang berkaitan dengan Kongsi Pemilikan Rumah

(KPR).

Adapun dalam menentukan sumber data tersebut menggunakan metode

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang

dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.98

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui

percakapan atau tanya jawab.99

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak

terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun

98

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), 218. 99

Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,

2014), 130.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

60

dengan menggunakan telepon.100

Ditinjau dari pelaksanaannya, maka

dibedakan atas:101

a. Interview bebas, inguided interview, di mana pewawancara bebas

menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang akan

dikumpulkan.

b. Interview terpimpin, guided interview, yaitu interview yang

dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan

pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam

interview terstruktur.

c. Interview bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interview bebas

dan interview terpimpin.

Dari berbagai jenis wawancara yang telah disebutkan, penelitian ini

menggunakan wawancara terstruktur atau terpimpin, yaitu wawancara

dengan membawa pedoman pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

Adapun data-data yang ingin diperoleh dalam wawancara ini dapat dilihat

pada formulir pengumpulan data yang ada di lampiran.

2. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-

barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,

peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.102

100

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: CV Alfabeta, 2003), 157. 101

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2002), 132. 102

Ibid., 135.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

61

Adapun data-data yang ingin diperoleh dari teknik dokumentasi ini dapat

dilihat pada formulir pengumpulan data yang ada di lampiran.

3. Observasi

Menurut Bungin, observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

pengindraan.103

Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula

dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu

objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat

dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan

pengecap.104

Ada 3 macam observasi, yaitu:105

a. Observasi partisipatif. Dalam penelitian ini peneliti terlibat dengan

kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian.

b. Observasi terus terang dan tersamar. Dalam hal ini, peneliti dalam

melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada

sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam

suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar.

c. Observasi tak berstruktur. Yaitu observasi yang tidak dipersiapkan

secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.

103

Satori dan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, 105. 104

Arikunto, Prosedur Penelitian, 133. 105

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), 64.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

62

Dalam penelitian ini, jenis observasi yang dilakukan oleh peneliti

adalah observasi partisipatif, yaitu dalam melakukan pengamatan peneliti

terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari perbankan. Adapun data yang

ingin diperoleh dari teknik observasi ini dapat dilihat pada formulir

pengumpulan data yang ada di lampiran.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan proses pencandraan (description) dan

penyusunan transkrip interview serta material lain yang telah terkumpul.

Maksudnya, agar peneliti dapat menyempurnakan pemahaman terhadap data

tersebut untuk kemudian menyajikannya kepada orang lain dengan lebih jelas

tentang apa yang telah ditemukan atau didapatkan dari lapangan.106

Analisis data dapat didefinisikan pula sebagai proses penelaahan,

pengurutan, dan pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis

kerja dan mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan

penelitian. Data dalam penelitian kualitatif terdiri dari deskripsi yang rinci tentang

situasi, interaksi, peristiwa, orang dan perilaku yang teramati; atau nukilan-

nukilan langsung dari seseorang tentang pengalaman, fikiran, sikap, dan

keyakinannya atau petikan-petikan dokumen, surat dan rekaman-rekaman

lainnya.107

106

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi, Presentasi, dan

Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Penelitian Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial,

Pendidikan, dan Humaniora (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), 209. 107

Muhammad Tholchah Hasan, dkk, Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan

Praktis (Malang: Visipress, 2002), 173-174.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

63

Ada dua cara analisis data penelitian kualitatif, yaitu analisis data ketika

peneliti masih berada di lapangan dan analisis data ketika peneliti menyelesaikan

tugas-tugas pendataan.108

Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data selama

dilapangan model Miles and Huberman, yaitu dengan langkah-langkah sebagai

berikut:109

1. Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

2. Penyajian data. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

3. Verifikasi, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi.

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk

pengembangan validitas (kesahihan) data penelitian. Dalam penelitian ini cara

yang digunakan adalah triangulasi data, atau disebut juga dengan triangulasi

sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam pengumpulan data, ia wajib

menggunakan beragam sumber data yang tersedia, artinya, data yang sama atau

sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa data yang

berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih

108

Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, 210. 109

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 91.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

64

teruji bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain

yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupun yang berbeda.110

Jadi untuk mengukur keabsahan data tentang produk pembiayaan Kongsi

Pemilikan Rumah (KPR), peneliti tidak hanya menggali data dari satu sumber,

melainkan dari beberapa sumber, yakni dari nasabah, customer service serta dari

marketing landing.

G. Tahap-tahap Penelitian

Secara garis besar, prosedur kerja penelitian dilalui dalam tahapan-

tahapan:

1. Perencanaan penelitian

Perencanaan penelitian merupakan kegiatan awal penelitian. Secara

fisik, kegiatan perencanaan ini diantaranya ditandai oleh adanya proposal

penelitian dan istrumen penelitian. Dalam arti nonfisik, kegiatan

perencanaan merupakan serangkaian strategi peneliti untuk kegiatan

penelitiannya.111

Pada tahap ini, peneliti melakukan kunjungan pada Bank Muamalat

Cabang Pembantu Pasuruan terkait perizinan untuk melakukan penelitian.

Setelah izin diperoleh maka peneliti menyusun jadwal penelitian,

menentukan subyek penelitian serta menentukan teknik pengumpulan data

yang hendak dipergunakan.

110

Hasan, et.al., Metodologi Penelitian Kualitatif, 141. 111

Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, 47.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

65

2. Pelaksanaan penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan inti sebuah

penelitian. Peneliti memasuki kancah penelitian dengan menghadapi subjek

dan objek penelitian.112

Pada tahap ini, peneliti melakukan penelitian dengan mengumpulkan

data menggunakan teknik yang telah dipilih, yaitu wawancara, dokumentasi,

dan observasi dengan subyek penelitian yang telah ditentukan. Setelah data

terkumpul maka peneliti melakukan analisis data dan keabsahan data.

3. Penulisan laporan penelitian

Tahap yang terakhir yaitu penulisan laporan penelitian, dalam hal ini

adalah skripsi dengan sistematika yang sesuai dengan pedoman penulisan

karya ilmiah yang telah ditentukan oleh lembaga IAIN Jember

112

Ibid., 54.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

66

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Objek Penelitian

1. Sejarah Pendirian113

Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga

Bank dan Perbankan yang diselenggaakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-

20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah

Nasional IV Majelis Ulama di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada 22-25 Agustus

1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan

bank murni syariah pertama di Indonesia.

Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan

penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia di Hotel Sahid

Jaya berdasarkan Akte Notaris No 1 Tanggal 1 November yang dibuat oleh

Notaris Yudo Paripurno, S.H dengan izin Menteri Kehakiman Nomor

C2.2413.T01.01 Tanggal 21 Maret 1992/ Berita Negara Republik Indonesia

Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.

Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari

berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian dalam

acara silaturrahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari

masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka.

113

Dokumentasi, Bank Muamalat Annual Report 2012, 22-23.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

67

Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Keuangan RI Nomor 1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 serta izin

usaha yang berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

430/KMK.013/1992 tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai beroperasi

pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada 27 Oktober 1994,

Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank

Devisa.

Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia

Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap

perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen

korporasi. Bank Muamalat ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998, angka

non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai lebih dari

60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai

titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari sepertiga modal awal.

Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era

baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang

berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham luar

negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

pada 21 Juni 1999.

Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan

berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak

lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

68

kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap

pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Saat ini, Bank Muamalat memberikan layanan kepada sekitar 3 juta

nasabah melalui 422 kantor layanan yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia

dan didukung oleh jaringan layanan di lebih dari 4 ribu outlet System Online

Payment Point (SOPP) di PT POS Indonesia dan 1.001 Automated Teller

Machine (ATM). Untuk memantapkan aksesibilitas nasabah, Bank Muamalat

telah meluncurkan Shar-e Gold yang digunakan untuk bertransaksi bebas biaya

di jutaan merchant di 170 negara. Shar-e Gold meraih predikat sebagai Kartu

Debit Syariah Berteknologi Chip Pertama di Indonesia oleh Musium Rekor

Indonesia (MURI).

Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang berekspansi

keluar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia.

Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic Payment System

(MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia.

Pelopor perbankan syariah ini selalu berkomitmen untuk menghadirkan

layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah dijangkau bagi

masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara.

Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah,

media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas

dengan perolehan lebih dari 100 penghargaan bergengsi selama 5 tahun, dari

tahun 2008-2012.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

69

Untuk meningkatkan kualitas layanan dan jaringan maka Bank

Muamalat membuka Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu yang

tersebar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia.

Akhirnya pada tahun 2010, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk

membuka Kantor Cabang Pembantu di Pasuruan,114

yang terletak di Jalan

Panglima Sudirman No 34 F Pasuruan, dan launcing pada tanggal 05 April

2010.115

2. Visi dan Misi Bank Muamalat116

a. Visi

Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dan

dikagumi di pasar rasional.

b. Misi

Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan

pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi

investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh

pemangku kepentingan.

3. Legalitas dan Struktur Organisasi

a. Legalitas

Landasan hukum dari perbankan syariah adalah UU No 7 tahun

1992 tentang Perbankan, dengan perubahan UU No 10 tahun 1998. Dan

PP No 72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan bagi hasil yang dicabut

114

Sarah, wawancara, Pasuruan, 2 Februari 2015. 115

Farid, wawancara, Pasuruan, 18 Februari 2015. 116

Dokumentasi, Bank Muamalat Annual Report 2012, 24.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

70

dengan PP No 30 tahun 1999. Serta UU No 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.

Setiap bank yang didirikan pasti mempunyai legalitas masing-

masing. Adapun legalitas dari pendirian Bank Muamalat antara lain:117

a. Akte Notaris Yudo Paripurno, S.H dengan izin Menteri Kehakiman

Nomor C2.2413.T.01.01 tanggal 21 Maret 1992 / Berita Negara

Republik Indonesia tanggal 28 April 1992 Nomor 34.

b. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991.

c. Izin usaha yang berupa keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia nomor 430/KMK.013/1992 tanggal 1 Mei 1992.

b. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

berinduk pada Bank Muamalat Cabang Malang.118

Sedangkan struktur dari

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan sendiri dapat dilihat dalam

lampiran 1.

4. Produk Pembiayaan di Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Produk penyaluran dana (pembiayaan) yang ada di Bank Muamalat

Cabang Pembantu ada 3, yaitu:

1. Coorporate, yaitu untuk membiayai perusahaan-perusahaan besar.

2. SME, untuk pembiayaan modal kerja dan investasi.

3. Konsumer, untuk pembiayaan hunian syariah dan renovasi.

117

Ibid., 22. 118

Farid, wawancara, Pasuruan, 3 Februari 2015.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

71

Namun produk yang diaplikasikan di bank Muamalat Cabang Pembantu

Pasuruan hanya satu, yaitu Pembiayaan Konsumer.119

Produk pembiayaan

Konsumer di Bank Muamalat disebut dengan produk KPR Muamalat iB.

Berikut akan dijelaskan tentang tujuan dan manfaat dari produk

pembiayaan konsumer tersebut:120

a. Tujuan:

1) Pembelian properti ready stock ataupun indent, berupa:

a) Rumah tinggal

b) Rumah susun

c) Apartemen

d) Condotel

2) Pembangunan (rumah)

3) Renovasi (rumah)

4) Take Over KPR dari bank lain (Bank Konvensional maupun bank

Syariah).

b. Manfaat:

1) Memberikan kepastian dan kenyamanan angsuran yang tetap

pembiayaan lunas.

2) Memberikan keringanan dalam uang muka & kemudahan

persyaratan.

3) Memberikan keringanan bebas biaya pinalti saat pelunasan

dipercepat.

119

Farid, wawancara, Pasuruan, 11 Juni 2015. 120

Dokumentasi, Pasuruan, 13 Februari 2015.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

72

B. Penyajian Data dan Analisis

1. Bentuk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Cabang

Pembantu Pasuruan

Produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat cabang

pembantu Pasuruan disebut dengan produk KPR Muamalat iB, produk ini

sangat flexibel sehingga nasabah memiliki pilihan sesuai kebutuhan. Produk

ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu KPR iB Pembelian dan KPR iB

Kongsi.121

Untuk memperoleh pembiayaan di Bank Muamalat Pasuruan, calon

nasabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut:122

a. Usia minimal 21 tahun saat pengajuan pembiayaan atau sudah

menikah.

b. Usia maksimal saat jatuh tempo pembiayaan:

1) Pegawai: 55 tahun atau belum pensiun.

2) Wiraswasta: 60 tahun.

c. Status karyawan

1) Karyawan tetap (minimal telah 1 tahun)

2) Karyawan kontrak (minimal telah 2 tahun)

3) Wiraswasta (minimal telah 2 tahun)

d. Pengakuan penghasilan

1) Gaji pokok 100% x nilai gaji pokok

2) Tunjangan tetap 100% x nilai tunjangan tetap

121

Farid, wawancara, Pasuruan, 11 Juni 2015. 122

Dokumentasi, Pasuruan, 13 Februari 2015.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

73

3) Tunjangan tidak tetap 50% x rata-rata tunjangan selama 3 bulan

4) Gaji pasangan 100% x nilai gaji pokok

e. Cash Ratio

1) Pendapatan < Rp 5 juta:

35% dari pendapatan

70% dari disposable Income

2) Pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta:

40% dari pendapatan

75% dari Disposable Income

3) Pendapatan > Rp 10 juta:

50% dari pendapatan

80% dari Disposable Income

Selain kriteria nasabah tersebut, ada pula kriteria properti yang harus

dipenuhi, antara lain:123

a. Properti baru Ready stock

Indent (harus dari developer rekanan)

b. Properti Bekas Ready Stock

c. Pengakuan harga properti

1) Developer rekanan : sesuai price list

2) Developer Lainnya : nilai taksasi

123

Ibid.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

74

Selain kriteria tersebut, ada pula kriteria umum untuk properti, antara

lain:124

a. Lebar jalan dimuka minimum 3 meter

b. Tidak berada di bawah jalur tegangan tinggi (berjarak minimal 20

meter)

c. Tidak berada di daerah yang terkena banjir dalam 2 tahun terakhir.

d. Tidak berlokasi di jalur hijau (green belt), bantaran sungai dan

bantaran rel kereta api.

e. Tidak berada di dekat kuburan (minimal 20 meter)

f. Kepemilikan (Status Sertifikat):

1) Hak Milik (HM)

2) Hak Guna Bangunan (HGB) dengan sisa masa berlaku HGB pada

saat pembiayaan jatuh tempo minimum 1 tahun.

3) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau Strata Title yang

didirikan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan (tidak

diperkenankan untuk kios) untuk Apartemen.

Adapun ketentuan dari financing to value (nilai pembiayaan) adalah

sebagai berikut:125

a. Plafond pembiayaan untuk KPR iB Pembelian adalah sbb:

124

Ibid. 125

Ibid.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

75

Tabel 4.1

Plafon KPR Pembelian

Pembiayaan & Tipe Agunan

FTV Maksimum

FP 1 FP 2 FP 3 dst

KPR Tipe Bangunan > 70 m2 70% 60% 50%

KPRS Tipe Bangunan > 70 m2 70% 60% 50%

KPR Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 70% 60%

KPRS Tipe Bangunan 22-70 m2 80% 70% 60%

KPRS Tipe Bangunan s/d 21 m2 90% 70% 60%

Sumber: Dokumentasi 2015

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Keterangan:

FP : Fasilitas Pembiayaan

KPR: Pembiayaan Pemilikan Rumah Susun/Apartemen/Condotel

b. Plafond pembiayaan untuk KPR iB Kongsi adalah sbb:

Tabel 4.2

Plafon KPR Kongsi

Pembiayaan & Tipe Agunan

(MMQ & IMBT)

FTV Maksimum

FP 1 FP 2 FP 3 dst

1 2 3 4

KPRS Tipe Bangunan s/d 21 m2 90% 80% 70%

KPRS Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 80% 70%

KPR Tipe Bangunan 22-70 m2 90% 80% 70%

Page 76: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

76

1 2 3 4

KPRS Tipe Bangunan >70 m2 80% 70% 60%

KPR Tipe Bangunan >70 m2 80% 70% 60%

Sumber: Dokumentasi 2015

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Adapun karakteristik dari produk pembiayaan KPR tersebut dapat

dilihat dalam tabel berikut:126

Tabel 4.3

Karakteristik KPR Kongsi dan KPR Pembelian

ITEM KPR KONGSI KPR PEMBELIAN

1 2 3

Akad Musyarakah

Mutanaqisah

Murabahah

Tujuan

Penggunaan

Properti baru (non

indent) dan properti

second.

Properti baru (non indent) dan properti

second, pembelian material untuk

properti indent, renovasi,

pembangunan tanah kavling.

Plafond Maks. 90% (untuk

LB ≤ 70 m2).

Maks. 80% (untuk

LB ≥ 70 m2).

Pembelian properti: Maks 90% (untuk

LB ≤ 70 m2). Pembangunan: 100%.

Material umum: Maks 80% dari tanah.

Renovasi: senilai biaya renovasi

(RAB, tidak termasuk BTK).

126

Ibid.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

77

1 2 3

Pricing Dapat dievaluasi

setelah 2 tahun

Fixed sampai dengan pembiayaan

lunas.

Sumber: Dokumentasi 2015

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Farid menegaskan, di Bank Muamalat Pasuruan, pembiayaan ini

hanya untuk pegawai tetap, dengan jangka waktu pembayaran yang dapat

dipilih sesuai dengan kemampuan nasabah, namun batas maksimalnya adalah

15 tahun.127

Adapun keuggulan dari produk KPR Muamalat iB dan contoh

angsuran serta perhitungannya dapat dilihat di lampiran.

2. Pelaksanaan Akad Dalam Produk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank

Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Farid dari bagian marketing mengatakan, dalam mengajukan

pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

ada beberapa prosedur yang harus dilalui, antara lain:128

a. Nasabah mengajukan ke bank.

Saat nasabah mengajukan ke Bank maka petugas akan bertanya

tentang pembiayaan yang diinginkan, apakah pembiayaan yang

diinginkan tersebut ada di Bank Muamalat Pasuruan atau tidak, jika ada

maka dilanjutkan pada tahap ke dua.

127

Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015. 128

Ibid., 11 Juni 2015.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

78

b. Memilih akad

Setelah petugas bank mengetahui pembiayaan yang diinginkan

oleh nasabah dan pembiayaan tersebut ada di Bank Muamalat Pasuruan

maka tahap selanjutnya adalah menentukan akad yang akan dipakai

sesuai dengan keinginan nasabah.

c. Persyaratan

Setelah akad dipilih maka tahap selanjutnya adalah

menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan oleh bank. Persyaratan

tersebut meliputi:

Tabel 4.4

Syarat-syarat Pembiayaan KPR iB Muamalat

No Jenis Dokumen Pegawai

Pekerja

Profesional

Wiraswasta

1 2 3 4 5

1 Form aplikasi yang

telah diisi dengan

lengkap dan benar

2 Fotokopi KTP calon

nasabah dan suami

atau istri

3 Fotokopi Kartu

Keluarga

4 Fotokopi Surat Nikah

Page 79: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

79

1 2 3 4 5

5 Fotokopi sertifikat

tanah obyek bangunan

6 IMB/IPMB/Ijin

Pendahuluan

Mendirikan

Bangunan/ Surat ijin

sejenis dari instansi

setempat yang

berwenang

7 PBB tahun terakhir

untuk rumah tangan

kedua

8 Fotokopi Rekening

Tabungan / Giro

Pribadi (Payroll Gaji)

3 bulan terakhir.

9 Laporan Keuangan

perusahaan

10 Slip gaji asli terakhir

dan / atau surat

keterangan

penghasilan

Page 80: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

80

1 2 3 4 5

11 Fotokopi Akte

Pendirian Perusahaan

berserta perubahan

dan izin-izin usaha

TDP dan SIUP

12 Fotokopi NPWP

Pribadi / STP Pribadi

Sumber: Brosur KPR Muamalat iB

d. Proses (Analisa)

Setelah memilih akad dan mengumpulkan persyaratan maka

selanjutnya akan diproses oleh pihak bank, proses ini meliputi analisa.

Yang bertugas untuk melakukan analisa adalah Muamalat Consumer

Center (MCC). Proses analisa ini diperlukan untuk mengetahui apakah

pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah tersebut layak disetui

atau tidak. Analisa tersebut menggunakan prinsip 5C, yaitu:

a) Character (karakter dari calon nasabah)

b) Capacity (kemampuan calon nasabah)

c) Capital (modal calon nasabah)

d) Collateral (jaminan calon nasabah)

e) Condition of economy (kondisi ekonomi calon nasabah)

e. Keputusan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

81

Jika permohonan pembiayaan yang diajukan disetujui oleh bank

maka segera dilengkapi data persyaratan sehingga dapat segera

diproses.

f. Perjanjian notaris.

Setelah semua persyaratan telah lengkap, maka langkah

selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian. Adapun

penandatanganan perjanjian ini dilakukan di depan notaris.

g. Pencairan.

Setelah semuanya selesai, maka tahap selanjutnya adalah proses

pencairan dana.

Adapun penelitian mengenai akad yang digunakan, penulis melakukan

wawancara dengan Farid Ismariyanto dari bagian penyelia pemasaran dengan

hasil bahwa akad yang digunakan untuk pembiayaan hunian syariah di Bank

Muamalat Pasuruan ada dua pilihan, yaitu murabahah dan musyarakah

mutanaqishah. Akad murabahah untuk produk KPR iB Pembelian, sedangkan

musyarakah mutanaqishah untuk produk KPR iB Kongsi.

Murabahah yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan

pembeli.129

Farid megungkapkan bahwa dalam akad ini nasabah membeli rumah

kepada bank dengan harga jual yang disepakati bersama. Misalnya rumah

129

Nor et.al., Ekonomi Syariah, 40.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

82

dengan harga 100 juta, dalam waktu 15 tahun rumah tersebut dijual dengan

harga 150 juta.

Farid menegaskan bahwa pada akad ini, batas minimal jaminan adalah

70% dari pembiayaan. Adapun yang menjadi jaminan adalah sertifikat rumah

yang dibeli tersebut.130

Adapun alur dari pembiayaan KPR dengan akad murabahah ini

adalah sebagai berikut:131

Gambar 4.1

Alur Pembiayaan dengan Akad Murabahah

Sumber: Dokumentasi, 12 Juni 2015

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Keterangan:

1. Nasabah dan BMI bekerja sama dalam akad Al Murabahah untuk

pembelian barang sesuai dengan spesifikasi dan harga barang yang

telah disepakati.

130

Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015. 131

Dokumentasi, Pasuruan, 13 Juni 2015.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

83

2. BMI membelikan barang kebutuhan nasabah dan menjual kepada

nasabah dengan harga jual yang di dalamnya termasuk harga beli

ditambah margin keuntungan.

3. Nasabah membayar kewajiban berupa uang pokok dan margin ke

BMI.

Sedangkan musyarakah mutaaqishah menurut Farid adalah bentuk

akad kerja sama antara bank dan nasabah, dimana bank dan nasabah bekerja

sama untuk membeli rumah yang kemudian rumah tersebut menjadi milik

bersama. Adapun besarnya porsi kepemilikan disesuaikan dengan jumlah

modal atau dana yang disertakan. Selanjutnya nasabah akan membayar porsi

milik bank dengan cara mengangsur sampai batas waktu yang telah disepakati.

Dalam masa angsuran tersebut porsi kepemilikan bank akan menurun, hingga

pada akhir angsuran rumah tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.132

Farid juga mengungkapkan bahwa selain nasabah harus membayar

angsuran untuk megambil alih porsi milik bank, nasabah juga harus membayar

sewa sampai batas kepemilikan bank berakhir. Membayar angsuran tersebut

untuk mengambil alih porsi kepemilikan bank, sedangkan sewa adalah untuk

keuntungan bank atas kepemilikannya untuk rumah tersebut.

Farid juga menegaskan bahwa dalam akad ini, batas minimal jaminan

adalah 80% dari pembiayaan. Sama halnya dengan KPR iB Pembelian yang

menggunakan akad murabahah, dalam akad ini yang menjadi jaminan adalah

sertifikat rumah yang dibeli.

132

Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

84

Adapun alur dari pembiayaan KPR dengan akad musyarakah

mutanaqishah ini adalah sebagai berikut:133

Gambar 4.2

Alur Pembiayaan dengan Akad Musyarakah Mutanaqishah

Sumber: Dokumentasi, 12 Juni 2015

Bank Muamalat Cabang Pembantu Pasuruan

Keterangan:

1. Nasabah dan BMI bekerjasama (Musyarakah Mutanaqisah) membeli

rumah.

2. Nasabah menyewa manfaat rumah tersebut untuk tempat tinggalnya

kepada BMI.

3. Nasabah membayar kewajiban berupa ujrah dan pembayaran cicilan

musyarakah (pengambialihan porsi BMI oleh nasabah secara

bertahap). Di akhir masa sewa kepemilikan rumah seutuhnya (100 %)

menjadi milik nasabah.

133

Dokumentasi, Pasuruan, 13 Juni 2015

Page 85: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

85

Farid juga mejelaskan bahwa setiap pembayaran angsuran atau

pelunasan pembiayaan nasabah kepada bank dapat dilakukan di Bank

Muamalat manapun atau melalui rekening yang telah dibuka atas nama

nasabah tersebut di Bank Muamalat.134

C. Pembahasan Temuan

1. Bentuk Pembiayaan Hunian Syariah di Bank Muamalat Cabang

Pembantu Pasuruan

Produk KPR di Bank Muamalat adalah sebuah produk yang bertujuan

untuk membantu masyarakat yang ingin memiliki rumah namun tidak

memiliki cukup dana untuk membelinya secara kontan. Proses dalam

pengajuannya pun mudah dan terbilang cepat, jika nasabah mampu

melengkapi semua persyaratan dengan cepat maka prosesnya pun akan cepat.

Setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan akan dianalisis, adapun

bagian yang bertugas untuk menganalisis adalah Muamalat Consumer Center

(MCC) yang untuk wilayah Jawa Timur hanya ada di Bank Muamalat

Surabaya. Analisis tersebut meliputi jaminan, dan kemampuan untuk

membayar angsuran.

Dalam produk ini juga nasabah bebas memilih jangka waktu yang

diinginkan sesuai dengan kemampuannya untuk membayar angsuran,

maksimal 15 tahun. Jika belum jatuh tempo namun nasabah sudah tidak

mampu untuk membayar, maka jaminan akan segera dilelang atau dijual ke

pihak lain.

134

Farid, wawancara, Pasuruan, 12 Juni 2015.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

86

Adapun penerapan dari pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat

Pasuruan ini pada dasarnya relatif sama dengan bank syariah lain yang ada di

Pasuruan. Namun yang membedakan hanya dari segi bentuk akad yang

digunakan. Kalau di bank syariah lain hanya menggunakan akad murabahah

dalam produk pembiayaan hunian syariah-nya, sedangkan di Bank Muamalat

Pasuruan menerapkan dua pilihan akad, yakni murabahah dan musyarakah

mutanaqishah, sehingga nasabah dapat memilih sesuai dengan kebutuhannya.

2. Akad Yang Digunakan Menurut Madzhab Syafi’i

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa akad yang digunakan

dalam pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang Pembantu

Pasuruan ada dua pilihan, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.

Murabahah merupakan akad jual beli, di mana bank menjual rumah

kepada nasabah sesuai dengan harga asal ditambah dengan margin yang telah

disepakati.

Dalam pelaksanaanya, transaksi dengan akad murabahah ini telah

memenuhi rukun yang disebutkan madzhab Syafi‟i, antara lain adanya

shighat (serah terima), adanya orang yang melakukan akad yaitu bank dan

nasabah selaku pejual dan pembeli, dan adanya barang yang diperjual

belikan, dalam hal ini adalah rumah.

Selain itu dalam shighat, pembicaraan kedua pihak langsung tertuju

pada yang bersangkutan dan menyebutkan harganya. Dan orang yang

melakukan akad memiliki kebebasan penuh dalam melakukan akad, serta

tidak dalam kondisi terpakasa. Adapun barang yang diakadkan itu dapat

Page 87: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

87

dimanfaatkan secara secara syara‟, diketahui wujudnya dan dapat diserah

terimakan.

Dengan demikian, pembiayaan hunian syariah dengan akad

murabahah ini telah sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan madzhab

Syafi‟I, hal tersebut dapat diketahui dengan terpenuhinya rukun dan syarat

sahya jual beli menurut madzhab Syafi‟i.

Akad yang selanjutnya yaitu musyarakah mutanaqishah, yaitu akad

kerja sama untuk membeli rumah. Di mana bank dan nasabah sama-sama

mempunyai porsi modal yang dikumpulkan menjadi satu untuk membeli

rumah yang nantinya rumah tersebut dipakai oleh nasabah sehingga nasabah

menyewa porsi rumah milik bank sambil membeli porsi bank secara

angsuran, sehingga pada saat jatuh tempo porsi bank telah terbeli semua oleh

nasabah dan rumah sepenuhnya menjadi milik nasabah.

Dalam akad musyarakah mutanaqishah ini terdapat perpaduan akad,

yakni akad syirkah (kerja sama) dan ijarah (sewa). Karena ada perpaduan dua

akad maka ketentuan dari kedua akad tersebut harus terpenuhi.

Ulama madzhab Syafi‟i menyebutkan bahwa rukun syirkah ada

empat, yaitu ijab, qabul, anggota syirkah dan modal. Dalam prakteknya,

rukun tersebut telah terpenuhi. Ijab dan qabul dibuktikan dengan adanya

penandatangan akad perjanjian di depan notaris, anggota syirkah yakni bank

dan nasabah, dan modal adalah uang nasabah dan bank yang dicampur untuk

membeli rumah.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

88

Dalam ijab qabul terdapat kesepakatan yang tertuang dalam perjajian,

dan anggota syirkah yaitu nasabah dan pihak bank merupakan orang yang

pandai, dewasa da merdeka. Sedangkan modal di sini sejenis yaitu berupa

uang yang kemudian dicampur untuk membeli rumah.

Adapun jenis syirkah yang digunakan di sini adalah syirkah „inan

karena porsi dana milik kedua pihak tidak sama jumlahnya. Dengan

demikian, akad syirkah dalam produk ini telah sesuai dengan pendapat

madzhab Syafi‟i.

Sedang rukun ijarah menurut madzhab Syafi‟i adalah adanya „aqid

(orang yang melakukan perjanjian) yakni bank dan nasabah, ma’qud alaih

(ongkos dan manfaat) yakni ongkos sewa dan manfaat dari rumah yang

disewa, dan shighah yakni ijab dan qabul.

Menurut madzhab Syafi‟i, syarat shighat dan „aqid (oramg yang

melakukan perjanjian) pada akad ijarah sama dengan akad murabahah,

sedangkan ongkos disyaratkan harus bisa dilihat, dalam hal ini ongkos sewa

berupa uang sehingga bisa dilihat, dan manfaat disyaratkan mempunyai nilai

harga, dan dalam hal ini rumah dapat dimanfaatkan untuk tinggal sehingga

mempunyai nilai harga. Oleh karena itu, rukun dan syarat ijarah menurut

menurut madzhab Syafi‟I telah tepenuhi dalam akad produk ini.

Karena ketentuan dari syirkah dan ijarah telah terpenuhi maka

pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqishah ini telah sesuai dengan

madzhab Syafi‟i.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Produk pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Pasuruan disebut

dengan produk KPR Muamalat iB, produk ini terbagi menjadi dua yaitu KPR

iB Pembelian dan KPR iB Kongsi. Dalam KPR iB Pembelian menggunakan

akad murabahah, sedangkan KPR iB Kongsi menggunakan akad musyarakah

mutanaqishah.

2. Dalam mengajukan pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Cabang

Pembantu Pasuruan ada beberapa tahap yang perlu dilalui, yakni:

a. Nasabah mengajukan ke bank

b. Memilih akad yang akan digunakan

c. Menyerahkan data persyaratan

d. Proses analisa

e. Keputusan diterima atau ditolaknya pengajuan pembiayaan

f. Penandatanganan perjanjian di depan notaries

g. Pencairan.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa akad yang

digunakan dalam pembiayaan hunian syariah di Bank Muamalat Pasuruan ada

dua, yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqishah.

Adapun murabahah adalah akad jual beli, dan dalam akad ini telah

memenuhi rukun dan syarat yang dikemukakan madzhab Syafi‟i. Sedangkan

Page 90: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

90

musyarakah mutanaqishah adalah akad kerjasama untuk membeli rumah.

Dalam akad musyarakah mutaaqishah ini terdapat perpaduan akad, yakni

akad syirkah dan ijarah, dan dalam pelaksanaannya keduanya telah

memenuhi ketentuan madzhab Syafi‟i. Sehingga baik akad murabahah

maupun musyarakah mutanaqishah keduanya telah sesuai dengan ketentuan

madzhab Syafi‟i.

B. Saran-saran

1. Lebih memperkenalkan Bank Muamalat Pasuruan terhadap masyarakat

setempat, karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak tau

adanya Bank Muamalat di Pasuruan.

2. Bagi pihak penyelia pemasaran, dalam menjelaskan akad musyarakah

mutanaqishah, sebaiknya diperjelas bahwa di dalamnya ada perpaduan akad

syirkah (kerjasama) dan ijarah (sewa), sehingga lebih mudah dipahami oleh

calon nasabah.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

91

DAFTAR PUSTAKA BUKU:

Abdullah, Hafid. 1992. Kunci Fiqih Syafi‟i. Semarang: CV. Asy Syifa‟.

Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:

Gema Insani.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif: Ancangan Metodologi,

Presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti

Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora. Bandung:

CV Pustaka Setia.

Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Surabaya: CV.

Pustaka Agung Harapan.

Harisuddin, M. Noor. 2014. Fiqih Muamalah 1. Surabaya: Pena Salsabila.

Hasan, Muhammad Tholchah, dkk. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif:

Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Visipress.

Ismail. 2010. Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta:

Kencana.

Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada.

Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT RjaGrafindo Persada.

Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

_________. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Nor, Dumairi dkk. 2007. Ekonomi Syariah Versi Salaf. Pasuruan: Pustaka

Sidogiri.

Rosyidi, Laily Hidayati. 2012. Implementasi Pembiayaan Kongsi Pemilikan

Rumah Syariah (KPRS) Pada BNI Syariah Cabang Jember Tahun 2012.

Jember.

Saebani, Beni Ahmad. 2009. Metode Penelitian Hukum. Bandung: CV. Pustaka

Setia.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN - IAIN Jember

92

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Satori, Djam‟an dan Aan Komariah. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Subana dan Sudrajat. 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka

Setia.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: PT Alfabeta.

__________. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

__________. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Syafe‟i, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS dan Umum.

Bandung: CV Pustaka Setia.

Tim Penyusun STAIN. 2014. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: STAIN

Jember Press.

Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Umam, Chatibul dan Abu Hurairah. 2001. Fiqh Empat Madzhab: Bagian

Muamalat II. t.tp: Darul Ulum Press.

Yakub, Ismail. 2000. Al-Umm Jilid 5. Kuala Lumpur: Victory Agencie.

Yonggo, Huzaemah Tahido. 1999. Pengantar Perbandingan Madzhab. Jakarta:

Logos Wacana Ilmu.

Zuhri, Moh, dkk. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid IV. Semarang: CV Asy Syifa‟.

Zuhri, Moh dan A. Ghazali. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid III. Semarang: CV.

Asy-Syifa‟.

Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta:

Zikrul Hakim.

INTERNET:

ekonomisyariah.info.

http://library.walisongo.ac.id.

http://lib.ui.ac.id.

http://viva.co.id.