BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar...
![Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Lapangan Sukowati terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi
Sumatera Utara yang merupakan salah satu lapangan yang menghasilkan minyak
bumi. Daerah ini termasuk ke dalam Cekungan Sumatra Tengah yang sudah
dikenal sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia.
Sukowati merupakan lapangan yang ditemukan pada tahun 1984 oleh P.T Caltex
Pasific Indonesia (CPI) dan merupakan lapangan yang belum dikembangkan.
Pada tahun 2002 lapangan ini termasuk daerah yang dikembalikan oleh P.T CPI
ke pemerintah dan sekarang dikelola oleh P.T Energi Mega Persada, Tbk. Sampai
saat ini telah dilakukan pengeboran sebanyak tiga belas sumur eksplorasi, dan
terdapat empat sumur yang telah produksi (PT. Energi Mega Persada, 2007).
Ilmu geokimia minyak dan gas bumi merupakan ilmu yang menerapkan
prinsip kimia untuk mempelajari asal mula, migrasi, akumulasi dan alterasi
minyak bumi (Hunt, 1996). Lapangan Sukowati merupakan sebuah lapangan lama
yang pernah ditinggalkan karena dianggap tidak ekonomis, sehingga perlu
dilakukan penelitian salah satunya tentang analisis geokimia untuk evaluasi ulang
potensi Lapangan Sukowati, berdasarkan data geokimia yang sudah tersedia
sebelumnya oleh Core Laboratorium International Ltd. (1985), PT. Caltex Pacific
Indonesia. Data geokimia tersebut digunakan untuk menentukan dan
mengevaluasi batuan induk yang terdapat di Lapangan Sukowati serta melakukan
korelasi batuan induk-minyak bumi yang sudah diproduksi. Analisis batuan induk
![Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/2.jpg)
2
penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan batuan induk
menghasilkan hidrokarbon, sedangkan korelasi batuan induk – minyak bumi
penting dilakukan untuk mengetahui kecocokan senyawa kimia pada batuan induk
dengan minyak bumi yang dihasilkan. Apabila terjadi ketidakcocokan, maka akan
menjadi tantangan bagi perusahaan untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut untuk
mengetahui sumber minyak bumi yang dihasilkan.
I.2. Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis geokimia guna
mengetahui hubungan karakteristik batuan induk dengan minyak bumi di daerah
penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi formasi batuan yang terekam pada sumur pemboran untuk
menentukan formasi yang menjadi batuan induk. Kegiatan pokok evaluasi
batuan induk ini meliputi kuantitas, kualitas, dan kematangan kerogen. Selain
itu juga dilakukan analisis data biomarker untuk mengetahui lingkungan
pengendapan dan jenis material organiknya.
2. Menentukan karakteristik minyak bumi berdasarkan komposisi whole oil dan
analisis biomarker untuk mengetahui sumber material organik, tipe
lingkungan batuan induk penghasil minyak bumi, dan tingkat kematangan.
3. Korelasi batuan induk – minyak bumi menggunakan data biomarker untuk
mengetahui kecocokan batuan induk dan minyak bumi secara kimiawi.
4. Korelasi geokimia dengan kondisi geologi menggunakan data stratigrafi,
proses tektonik dan lingkungan pengendapan yang di interpretasikan dengan
hasil penelitian. Selain itu juga menggunakan peta top basement dan posisi
![Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/3.jpg)
3
sumur di daerah penelitian untuk mengetahui perkiraan pola penyebaran oil
window berdasarkan nilai reflektansi vitrinit dan arah migrasi.
I.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Objek penelitian merupakan Lapangan Sukowati, yang terletak disebelah
tepi barat laut Cekungan Sumatera Tengah. Lapangan tersebut merupakan daerah
operasi dari EMP-Tonga Ltd. Secara administratif Lapangan Sukowati terletak di
Padang Lawas, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara, sekitar 13
km sebelah utara Kota Binanga. Secara geografis pada longitude 990 26’ 00”–990
33’ 00”, latitude 10 23’ 00”–10 28’ 00” dalam sistem koordinat lintang-bujur atau
lat-long (latitude-longitude).
Gambar 1.1. Lokasi objek penelitian
![Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Pelaksanaan penelitian di Lapangan Sukowati dilaksanakan mulai 6
Februari 2014 - 27 April 2014 atau kurang lebih tiga bulan dan bertempat di PT.
Energi Mega Persada, Tbk – Kuningan – Jakarta Selatan - Jakarta. Rancangan
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Waktu pelaksanaan penilitian
I.4. Batasan Masalah
1. Melakukan karakteristik hanya dilakukan pada Formasi Pematang, Sihapas
dan Telisa untuk menentukan formasi yang menjadi batuan induk di
Lapangan Sukowati berdasarkan data geokimia yang tersedia.
2. Karakterisasi minyak bumi dilakukan hanya pada sumur yang mempunyai
data sampel minyak bumi, yaitu pada sumur SS-1 dan SS-5.
3. Penentuan korelasi batuan induk – minyak bumi menggunakan data
biomarker.
4. Korelasi geokimia - kondisi geologi hanya berdasarkan data geologi regional
hasil peneliti terdahulu yang diinterpretasikan dengan hasil penelitian.
![Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/5.jpg)
5
I.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan eksplorasi lanjutan
bagi PT. Energi Mega Persada, Tbk yang dilakukan pada daerah penelitian yang
berguna untuk mengembangkan Lapangan Sukowati, khusunya dengan korelasi
batuan induk dengan minyak bumi. Dengan korelasi akan dapat diketahui asal
minyak bumi, memperkirakan pola persebaran oil window berdasarkan nilai
reflektansi vitrinit , dan mengetahui arah migrasi minyak bumi.
I.6. Peneliti Terdahulu
- Menurut William, et al (1985), terdapat dua fasies sumber organik utama
pada Formasi Pematang Cekungan Sumatera Tengah yaitu fasies algal-
amorphous dan fasies carbonaceous. Fasies algal-amorphous cenderung
menghasilkan minyak (oil prone) dan terdapat pada Formasi Brown Shale
pada Cekungan Balam, Aman, dan Rangau. Fasies carbonaceous
menghasilkan gas dan kondensat atau light oil prone dan terdapat pada
Formasi Coal Zone di Cekungan Kiri.
- Katz dan Mertani (1989) dalam penelitian menyebutkan bahwa minyak
bumi Cekungan Sumatera Tengah mempunyai komposisi dan karakteristik
antara lain: mempunyai nilai API gravity berkisar 16,50-47,00, kandungan
hidrokarbon jenuh pada minyak mentah berkisar 40%-80%, nilai CPI
umumnya > 1, rasio pristan/fitana umumnya lebih dari 2 bahkan hingga 6,9.
Mempunyai rasio sterana/hopana yang rendah (<0,1) dan indek gamaserana
yang rendah (<1,0).
![Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/6.jpg)
6
- Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang
terletak di sebelah tenggara daerah peneltian, membagi blok tersebut menjadi
dua yaitu bagian utara dan selatan. Hasil evaluasi minyak bumi Blok Kampar
Barat pada bagian utara mempunyai karakteristik nilai API gravity 36,2 –
42,70, dominansi sterana C29 atas sterana C27 dan C28, dan rasio pristan/fitana
tinggi (9.17-12.88) yang menunjukkan tingginya input material organik dari
daratan atau terendapkan pada lingkungan yang oksidatif. Pada bagian selatan
mempunyai nilai API gravity sedang (30-330), dominansi sterana C27 atas
sterana C28 dan C29, rasio tm/ts yang rendah (<0,6), rasio pristan/fitana sedang
(<2,7), dan mempunyai distribusi n-alkena bimodal dengan puncak C15 - C19
dan C22 - C27 yang menunjukkan adanya kontribusi alga non laut.
Evalusi Batuan Induk pada Formasi Brown Shale Blok Kampar Barat
bagian utara menunjukkan karakteristik serpih mempunyai TOC rerata 2,7%,
merupakan kerogen tipe II, potential yield rerata 6 mgHC/gr , HI rerata 188,
semua sampel belum matang dengan nilai Ro berkisar 0,47-0,49. Pada bagian
selatan berdasarkan analisis fasiesnya dibagi menjadi dua tipe genetik, yaitu
fasies rawa (swamp) dan fasies lacustrine.
a. Fasies rawa mempunyai karakteristik TOC berkisar 1,7-10,2% dengan
potential yield 51 mgHC/gr, merupakan kerogen tipe II, dan mempunyai
tingkat kematangan immature – early mature (Ro berkisar 0,46-0,62).
b. Fasies lacustrine mempunyai karakteristik TOC rerata 3,2%, merupakan
kerogen tipe II-III, dan mempunyai tingkat kematangan early mature-late
mature (Ro berkisar 0,53-1,23).
![Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/7.jpg)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Geologi Regional
II.1.1. Konfigurasi dan Fisiografi Cekungan Sumatera Tengah
Pulau Sumatera memiliki tiga cekungan belakang busur yang besar, yaitu
Cekungan Sumatera Selatan, Cekungan Sumatera Tengah dan Cekungan
Sumatera Utara. Ketiganya merupakan cekungan tersier yang terbentuk akibat
produk dari proses subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia
dan terletak di sebelah barat daya sundaland (Eubank dan Makki, 1981). Secara
fisiografis (Gambar 2.1), Cekungan Sumatera Tengah memiliki bentuk asimetri
dengan luas kurang lebih 100.000 km2 (Whibbley, 1992) dan dibatasi di bagian
utara oleh Tinggian Asahan, di bagian timur oleh Semenanjung Malaya dan
Sundaland, di bagian barat oleh Pegunungan Bukit Barisan, di bagian tenggara
oleh Tinggian Tiga puluh (Heidrick dan Aulia, 1993).
Gambar 2.1. Konfigurasi dan fisiografis Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
![Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/8.jpg)
8
Secara umum Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari satu deposenter
utama, yaitu tempat deposisi sedimen Eosen hingga Resen dengan beberapa horst
dan graben yang terbentuk lokal. Cekungan Sumatra Tengah mulai mengalami
rifting sejak Paleogen dengan orientasi arah relatif utara-selatan. Proses rifting
tersebut terjadi akibat penipisan lapisan kerak yang memicu naiknya mantel dan
terjadi diapirisme magma. Hal tersebut menyebabkan Cekungan Sumatra Tengah
memiliki heat flow yang tinggi, yaitu dengan rata-rata sebesar 6,80C/100 m atau
3,3 HFU (heat flow units) (Gambar 2.2).
Subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia yang bersifat
oblique (N6°E) pada Miosen menghasilkan gaya kompresional yang
menyebabkan cekungan mengalami inversi. Proses subduksi ini juga yang
menyebabkan terbentuknya busur kepulauan, prisma akresi, dan cekungan depan
busur Sumatera (fore-arc basin) serta Pegunungan Bukit Barisan yang berada di
sebelah barat Cekungan Sumatera Tengah (Whibley, 1992).
Gambar 2.2. Diapirisme magma yang menyebabkan tingginya heat flow (after Carvalho et al,
1980., Kay 1980 dan Ringwood, 1977 dalam Eubank dan Makki, 1981)
![Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/9.jpg)
9
II.1.2. Tektonik Cekungan Sumatera Tengah
Dari data yang ada menunjukkan bahwa perkembangan struktural Lapangan
Sukowati secara garis besar sama dengan tektonik Cekungan Sumatera Tengah.
Berikut merupakan uraian tahapan evolusi struktural utama yang terjadi daerah
penelitian dan sekitarnya (PT. Energi Mega Persada, 2007) :
- Eosen Tengah – Akhir
Awal perkembangan graben berarah utara-selatan, merupakan respon
terhadap tegasan tensional di belakang busur. Pengendapan Formasi Pematang
diperkirakan terjadi disekitar 46 juta tahun yang lalu. Kecepatan penurunan
graben awal diperkirakan berjalan lambat. Sedimentasi rawa, sungai, dan danau
dangkal merupakan penciri pengendapan Formasi Pematang paling awal.
- Eosen Akhir – Oligosen Akhir
Peningkatan kecepatan penurunan graben yang melebihi kecepatan
sedimentasi kemungkinan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan danau
semakin dalam. Pada tahap ini beberapa sub cekungan di Sumatera tengah
berkembang fasies danau anoxic.
- Peristiwa Tektonik Oligosen Akhir
Peristiwa ini merupakan suatu periode pengangkatan, perlipatan, dan erosi
tinggi-tinggian yang lebih tua dan daerah-daerah dimana endapan klastik
Formasi Pematang tersingkap. Kejadian tektonik 29 juta tahun yang lalu,
bersamaan dengan penurunan muka air laut paling besar pada Masa Kenozoik
yang menyebabkan erosi besar pada tahap ini.
![Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/10.jpg)
10
- Oligosen Akhir – Miosen Tengah
Suatu tahap tektonik yang secara umum tenang, yang meliputi suatu
siklus regresi atau transgresi dimulai dengan pengisian graben Formasi
Pematang bagian atas berlanjut hingga pengendapan Formasi Telisa pada
lingkungan laut yang lebih dalam. Ketidakselarasan lokal dalam Formasi
Pematang bagian atas merupakan bukti adanya kemenerusan pengaruh tektonik
hingga Miosen Awal. Kearah Pegunungan Proto Barisan ditemukan vulkanik
dalam Formasi Telisa.
- Miosen Tengah
Pengangkatan, perlipatan, pensesaran, dan aktivitas magmatis yang diikuti
oleh erosi terekam sebagai tektonik besar di Cekungan Sumatera Tengah.
Periode pembentukan struktur Miosen Tengah dianggap penting dari sudut
ekonomi sebagaimana diyakini bahwa tahap utama pembentukan perangkap dan
ekspulsi hidrokarbon terjadi pada fase ini.
- Miosen Tengah – Resen
Pengangkatan Bukit Barisan dimulai pada Kala Miosen Tengah sebagai
respon terhadap adanya peningkatan gaya geser menganan pada batas lempeng.
Peristiwa utama yang berhubungan dengan Sesar Sumatra kemungkinan terjadi
pada awal dan akhir Pliosen. Gaya geser menganan dan kompresi menghasilkan
model struktur tektonik sesar mendatar merencong yang terdiri dari sesar
bersudut besar, sesar sungkup, dan sumbu-sumbu lipatan orde pertama yang
menyudut terhadap jurus sesar mendatar merencong tersebut.
![Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/11.jpg)
11
II.1.3. Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
Penamaan satuan stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah pada penelitian ini
menggunakan penamaan yang dipublikasikan oleh Mertosono dan Nayoan (1974).
Hal ini disesuaikan dengan terminologi yang digunakan oleh PT. Energi Mega
Persada, Tbk. Penamaan ini berbeda dengan penamaan yang digunakan oleh De
Coster (1974) yang digunakan pada Cekungan Sumatra Tengah bagian selatan
daerah penelitian. Lapangan Sukowati terletak pada graben mandian. Berikut ini
adalah satuan stratigrafi utama penyusun Cekungan Sumatra Tengah dari paling
tua hingga paling muda :
II.1.3.1. Batuan Dasar
Menurut Pulunggono dan Cameron dalam BP Migas (2008) menyebutkan
bahwa batuan-batuan dasar pra-tersier Cekungan Sumatra Tengah dapat
dikelompokkan kedalam tiga kelompok litologi, yaitu :
a. Lempeng Mikro Mergui yang berumur Permian – Karbon tersusun oleh batuan
terdiri dari greywacke, kuarsit dan argillit, serta intrusi granit.
b. Lempeng Mikro Malaka yang berumur Paleozoikum tersusun oleh kuarsit,
granit, dan batugamping.
c. Mutus Assemblage yang berumur Trias-Jura tersusun oleh argillit, serpih
merah, tufa dan basalt.
III.1.3.2. Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan langsung diatas batuan dasar di Cekungan
Sumatera Tengah dan terdiri dari dominasi dua fasies kontinental, yaitu a)
batulempung berbintik beraneka warna dan batupasir berbutir halus dengan
![Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/12.jpg)
12
sisipan serpih danau yang kaya material organik dan b) sekuen konglomerat
dengan fragmen batupasir berbutir kasar dan batulempung beraneka ragam
(Yarmanto, et al., 1995) dan berumur Eosen-Oligosen berkisar 50-24 jtl (William
et al., 1985). Warna batulempung yang beraneka ragam kemungkinan besar
merepresentasikan lingkungan pengendapan danau air tawar dengan pelamparan
sub-aerial yang luas. Serpih organik dianggap berasal dari kondisi lingkungan
yang tergenang air, seperti rawa-rawa yang merupakan lingkungan reduksi yang
khas (Mertosono dan Nayoan, 1974). Williams, et al (1985) dalam publikasinya
membagi Kelompok Pematang menjadi lima formasi, yaitu :
a. Formasi Lower Red Bed
Formasi Lower Red Bed terdiri dari batulumpur berbintik beraneka
warna, batulanau, batupasir, dan sedikit konglomerat. Warna yang sering
dijumpai antara lain abu-abu, hijau, ungu dan merah. Distribusi fasies pada
formasi ini kurang dapat dibedakan dengan baik akibat data sumur yang
terbatas, karena kontrol cekungan yang lebih dalam.
b. Formasi Brown Shale
Formasi Brown Shale menindih selaras diatas Formasi Lower Red Bed,
bahkan di beberapa area mempunyai fasies lateral yang sama. Litologi batuan
formasi ini adalah laminasi batuserpih dan batulanau yang mempunyai warna
coklat-hitam. Batuserpih dan batulanau pada formasi ini kaya akan kandungan
material organik dan menandakan batuan tersebut diendapkan pada kondisi air
yang cukup tenang. Berdasarkan hasil pemboran, ketebalan maksimum
formasi ini adalah 1900 kaki.
![Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/13.jpg)
13
c. Formasi Coal Zone
Formasi Coal Zone adalah formasi yang sebagian secara lateral setara
dengan Formasi Brown Shale dan sebagian sedikit lebih muda, terjadi
terutama di Cekungan Kiri. Mempunyai litologi terdiri dari laminasi
batuserpih endapan danau dangkal dengan batubara dan sedikit batupasir.
Formasi ini mencapai ketebalan lebih dari 2.000 kaki, namun beberapa
penebalan terjadi akibat pengaruh tektonik.
d. Formasi Lake Fill
Formasi Lake Fill mempunyai litologi batupasir fluvial-delta,
konglomerat, dan batuserpih danau yang dangkal. Batuan terendapkan pada
sistem fluvio-lacustrine delta dengan input sedimen bervariasi secara
melintang, akibatnya hubungan fasies menjadi komplek dan sangat bervariasi.
Ketebalan formasi umumnya lebih dari 2000 kaki. Pada area cekungan yang
lebih dalam Formasi Lake Fill menindih selaras diatas Formasi Brown Shale
dan Coal Zone.
e. Formasi Fanglomerat
Formasi Fanglomerat mempunyai litologi batupasir, konglomerat dan
minor batulumpur merah-hijau. Terendapkan terutama disepanjang lembah
yang membatasi fault scarps dan berhubungan dengan kipas aluvial. Formasi
Fanglomerat mempunyai ketebalan lebih dari 6000 kaki.
![Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/14.jpg)
14
II.1.3.3. Kelompok Sihapas
Menurut Yarmanto, et al (1995) berdasarkan dari umur tua ke muda,
Kelompok Sihapas terbagi menjadi Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, Duri
dan Telisa
a. Formasi Menggala
Formasi Menggala diendapkan tidak selaras dengan Formasi Pematang.
Secara regional formasi ini tersusun oleh kombinasi dari fluvial non-marine,
klastika sungai teranyam, dan bergradasi menjadi lingkungan open marine
(Yarmanto, et al., 1995). Formasi Menggala tersusun atas perselingan
batupasir, batupasir konglomeratan dan konglomerat yang terendapkan pada
lingkungan sungai teranyam (PT. Energi Mega Persada, 2007).
b. Formasi Bangko
Formasi Bangko tersusun atas perselingan batupasir, batulanau, dan
batulempung dengan sedikit batupasir konglomeratan dan batubara.
Pengendapan Formasi Bangko diperkirakan pada lingkungan delta bagian
bawah hingga laut dangkal, dengan bukti ditemukannya bioturbasi dan fauna
laut dangkal ke arah bagian atas formasi (PT.Energi Mega Persada, 2007).
c. Formasi Bekasap
Formasi Bekasap diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko,
terdiri dari batupasir halus-kasar, bersifat masif, dan berseling dengan serpih
tipis. Dijumpai juga lapisan batubara dan batugamping tipis, dicirikan dengan
pola progradasi dan mengkasar ke atas pada batupasir yang merupakan hasil
dari proses deltaic didekatnya (Yarmanto, et al., 1995).
![Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/15.jpg)
15
d. Formasi Duri
Formasi Duri diendapkan selaras diatas Formasi Bekasap, dimana pada
beberapa tempat mempunyai umur yang sama dengan Formasi Bekasap.
Terdiri atas suatu seri batupasir halus-sedang dan berselingan dengan serpih
dengan ketebalan mencapai lebih dari 300 kaki, terbentuk pada lingkungan
inner neritic deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut secara
lateral menjadi batupasir laut dalam dari Formasi Telisa.
e. Formasi Telisa
Formasi Telisa mempunyai hubungan menjemari dengan Kelompok
Sihapas bagian bawah dan dibeberapa tempat mempunyai hubungan sejajar.
Litologi Formasi Telisa tersusun atas serpih gampingan, batupasir
glaukonitan, perselingan batulempung lanauan dan batupasir gampingan
dengan sisipan batugamping serta serpih gampingan. Formasi ini banyak
mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan bahwa formasi ini
diendapkan pada lingkungan sub-litoral luar hingga batial atas. Formasi ini
secara tidak selaras ditutupi oleh endapan vulkanik Kota Alam, Formasi
Petani dan Formasi Minas (PT. Energi Mega Persada, 2007).
II.1.3.4. Formasi Petani
Menurut Mertosono dan Nayoan (1974) Formasi Petani merupakan tahap
regresif dari siklus pengendapan tersier. Sedimen yang awalnya diendapkan di
laut, ke atas berubah lingkungan non-laut. Terdapat foram yang melimpah di
bagian bawah tetapi semakin berkurang ke atas. Formasi ini tersusun atas
batulempung gampingan abu-abu keputihan dan batulanau dengan sedikit
![Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/16.jpg)
16
perselingan batubara dan tuf. Fosil foraminifera plangtonik dan bentonik
menunjukkan lingkungan pengendapan neritik dalam hingga neritik tengah.
II.1.3.5. Endapan Kuarter
Menurut Mertosono dan Nayoan (1974) Endapan Kuarter diwakili oleh
Formasi Minas / Aluvium. Formasi ini terdiri dari lapisan tipis gravel, pasir
kuarsa, lempung serta limonit yang berwarna kuning. Diendapkan secara tidak
selaras diatas Formasi Petani pada Pliosen-Pleistosen sekitar 2,8 jtl (Yarmanto, et
al., 1995). Selain itu pada Lapangan Sukowati terdapat batuan vulkanik dan
vulkanik-klastik penyusun seri Vulkanik Kota Alam yang tersingkap di seluruh
sub-cekungan Tibawan, Pendalian, dan Kota Mesjid. Seri vulkanik ini mempunyai
komposisi intermediet hingga basa dan diperkirakan seumur dengan Formasi
Minas (PT. Energi Mega Persada, 2007).
Gambar 2.3. Peta geologi daerah penelitian (Aspden,. et al, 1982)
![Page 17: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/17.jpg)
17
Gambar 2.4. Kolom Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah (PT. Energi Mega Persada,
2007 modified from Heidrick dan Aulia, 1993)
II.1.4. Struktur Geologi Cekungan Sumatera Tengah
Secara umum terdapat lima struktur utama di daerah penelitian dengan arah
trend barat laut-tenggara. Berikut ini merupakan elemen-elemen struktural utama
di Lapangan Sukowati dan sekitarnya (PT. Energi Mega Persada, 2007) :
- Tinggian Ujung Padang-Dalu Dalu
Tinggian Ujung Padang - Dalu Dalu merupakan tinggian struktur Formasi
Pre-Pematang, yang berarah timur laut tenggara, dimana sedimen-sediman
pematang tererosi sepanjang sumbunya.
![Page 18: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/18.jpg)
18
- Tinggian Pulau Gadang
Tinggian Pulau Gadang adalah tinggian struktural yang dibatasi oleh sesar
yang berarah barat laut-tenggara sepanjang batuan dasar yang tersingkap.
Tinggian Plio-Pleistosen inilah yang memisahkan Cekungan Kampar dengan
Cekungan Sumatera Tengah.
- Antiform Basar
Antiform Basar merupakan suatu tinggian Plio-Pleistosen yang dibatasi
oleh sesar berarah baratlaut-tenggara yang memisahkan Sub cekungan
Pendalian, Kota Mesjid dan Pendalian-Tibawan.
- Tinggian Pendalian
Tinggian pendalian merupakan tinggian batuan dasar yang berarah utara-
selatan yang memisahkan graben Linggai dan Sligi dimana sedimen-sedimen
Formasi Pematang tererosi.
- Antiklin Rokan
Antiklin Rokan merupakan suatu antiklin yang dapat diketahui dari data
permukaan dan seismik, dibatasi oleh sesar naik dengan sudut besar. Antiklin ini
merupakan lanjutan dari antiklin Linggai kearah barat laut yang mempunyai
sumbu lipatan berbentuk “S” dan berubah menjadi simetri searah jurus.
![Page 19: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/19.jpg)
19
Gambar 2.5. Peta kerangka struktural Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
II.1.5. Sistem Minyak dan Gas Bumi Daerah Penelitian
Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai sistem minyak dan gas bumi
pada Lapangan Sukowati oleh PT. Energi Mega Persada (2007) adalah sebagai
berikut :
II.1.5.1. Batuan Induk
Batuan induk yang dapat menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon di
Lapangan Sukowati adalah batuan induk regional, yaitu Formasi Pematang.
Batuan induk potensial lainnya pada area ini adalah Formasi Telisa yang
terendapkan selama Miosen Awal-Tengah. Berdasarkan model burial history
(Gambar 2.6), diperkirakan pembentukan minyak bumi di Formasi Telisa terjadi
pada Miosen Akhir yang berhubungan dengan pembentukan struktur utama.
![Page 20: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/20.jpg)
20
Gambar 2.6. Model burial history pada daerah penelitian berdasarkan data sumur SS-1
(PT. Energi Mega Persada, 2007)
II.1.5.2. Reservoar
Terdapat satu satuan batuan yang dikenal sebagai penghasil hidrokarbon
utama di Lapangan Sukowati, yaitu unit reservoar pada Kelompok Sihapas.
Ketebalan lapisan batuan reservoar berkisar antara 2-42 kaki (Sumur SS-1) dan 2-
31 kaki (Sumur SS-2). Porositas batuan reservoar tersebut bervariasi dari 16-
32,5% dengan rata-rata 19,3% dan permeabilitas berkisar antara 0,7-3031 mD
dengan rata-rata 477,4 mD.
II.1.5.3. Batuan Tudung
Batuan tudung pada seluruh akumulasi hidrokarbon di Lapangan Sukowati,
terdiri dari batuan tudung regional yaitu Formasi Telisa dan batuan tudung
intraformational pada Kelompok Sihapas. Formasi Telisa dapat berperan baik
sebagai batuan tudung hidrokarbon efektif dan juga menjadi batuan pelindung
terhadap invasi air meteorik permukaan. Batulempung penyusun Kelompok
Sihapas juga dapat berperan sebagai batuan tudung saat menutupi batupasir.
![Page 21: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/21.jpg)
21
II.1.5.4. Pemerangkapan, Ekspulsi, dan Migrasi
Pembentukan perangkap struktur di Lapangan Sukowati dikontrol oleh
peristiwa tektonik Plio-Pleistosen. Tahap tektonik ini menghasilkan ciri-ciri
struktur yang diketahui sebagai trend Sumatera berarah barat laut-tenggara.
Kondisi tektonik tersebut menghasilkan perangkap-perangkap di Lapangan
Sukowati, yaitu sebagai berikut :
1. Antiklin Tersesarkan, peragkap antiklin ini dapat dengan mudah dikenali di
permukaan yang dibentuk oleh deformasi tahap akhir (Gambar 2.8A).
2. Perangkap Ketidakselarasan, yang berkaitan dengan pengendapan batupasir
Kelompok Sihapas yang tidak selaras di atas batuan dasar (Gambar 2.8B).
3. Perangkap Stratigrafi, perangkap ini berkaitan dengan perubahan fasies lateral
antara batupasir fluvio-deltaik dan batulempung Kelompok Sihapas.
Gambar 2.7. Perangkap antiklin tersesarkan (A) dan ketidakselarasan (B) di Lapangan Sukowati
(PT. Energi Mega Persada, 2007)
![Page 22: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/22.jpg)
22
Migrasi hidrokarbon dari batuan induk menuju batuan reservoar pada
dasarnya terjadi secara vertikal dan lateral. Migrasi vertikal menuju batuan
reservoar yang lebih dangkal terjadi melalui zona-zona kekar dan sesar secara
langsung dari batuan induk ke batuan reservoar (Gambar 2.8A), sedangkan
migrasi lateral terjadi melalui permeabilitas matrik (Gambar 2.8B).
Gambar 2.8. Diagram skematis yang memperlihatkan migrasi vertikal (A) dan migrasi lateral (B)
di Lapangan Sukowati (PT. Energi Mega Persada, 2007
II.2. Dasar Teori
II.2.1. Batuan Induk
Batuan induk adalah semua batuan yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup untuk
membentuk suatu akumulasi minyak dan gas bumi (Hunt, 1996). Batuan induk
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (Hunt, 1996):
![Page 23: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/23.jpg)
23
a. Batuan induk potensial, yaitu batuan induk yang masih belum matang
(immature) untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dalam kondisi
alamiahnya, namun dapat menghasilkan minyak atau gas bumi dalam jumlah
signifikan bila dipanaskan pada laboratorium atau secara proses alamiahnya.
b. Batuan induk efektif, yaitu batuan induk yang telah menghasilkan dan
mengeluarkan minyak atau gas bumi menuju reservoar, dapat bersifat aktif
(masih mengeluarkan) dan inaktif.
Kemampuan batuan induk untuk menghasilkan minyak dan gas bumi
tergantung beberapa faktor, yaitu :
1. Kuantitas Material Organik
Pada prinsipnya kuantitas (banyaknya) material organik yang terdapat
pada batuan induk dapat diketahui dari hasil analisis Total Organic Carbon
(TOC) yang didapat dari analisa pemanasan conto batuan. Nilai TOC yang
didapatkan kemudian di klasifikasikan berdasarkan klasifikasi (Tabel 2.1.).
Semakin tinggi kandungan TOC pada batuan menunjukkan semakin baik
kuantitasnya sebagai batuan induk.
Tabel 2.1. Klasifikasi kandungan TOC (Peters dan Cassa, 1994)
Potensial (Kuantitas) TOC ( wt.%)
Poor < 0,5
Fair 0,5 – 1
Good 1 – 2
Very Good 2 – 4
Excellent > 4
![Page 24: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/24.jpg)
24
2. Kualitas Material Organik
Kualitas material organik yang terdapat pada batuan induk dapat
diketahui dari kandungan hidrogen (H) pada sampel. Semakin tinggi
kandungan H, maka jumlah hidrokarbon yang terbentuk akan semakin banyak.
Jumlah kandungan hidrogen akan berpengaruh dalam menentukan tipe
kerogen, sehingga kita dapat mengetahui produk utama dari batuan induk
tersebut.
Tabel 2.2. Klasifikasi kandungan hidrogen beserta produk utamanya (Waples, 1985 dalam
Subroto, 1993)
Indek Hidrogen Produk Utama Kuantitas Relatif
<150 Gas Kecil
150-300 Minyak dan Gas Kecil
300-450 Minyak Sedang
450-600 Minyak Banyak
> 600 Minyak Sangat Banyak
3. Kematangan Material Organik
Kematangan material organik perlu diketahui untuk mengetahui apakah
batuan induk telah menghasilkan hidrokarbon. Kematangan batuan induk
dapat diketahui dari dua parameter: pertama, analisis pemantulan vitrinit
(vitrinite reflectance) yang didapat dari pengamatan maseral vitrinit dalam
bentuk sayatan poles dibawah mikroskop; kedua, berdasarkan data Tmax hasil
analisis Rock Eval Pyrolisis (REP).
![Page 25: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/25.jpg)
25
Tabel 2.3. Klasifikasi berbagai analisis kematangan kerogen (Peters & Cassa, 1994)
Tingkat Kematangan Parameter
Ro (%) Tmax (°C) TAI
Belum Matang 0,2 – 0,6 < 435 1,5 – 2,6
Matang
Awal 0,6 – 0,65 435 - 445 2,6 – 2,7
Puncak 0,65 – 0,9 445 - 450 2,6 – 2,7
Akhir 0,9 – 1,35 450 - 470 2,9 – 3,3
Sangat Matang > 1,35 > 470 > 3,3
II.2.2. Material Organik
Material organik yang terendapkan pada sedimen terutama terdiri dari
biopolimer makhluk hidup, yaitu: karbohidrat, protein, lipid, lignin, dan
subkelompok seperti: kitin, lilin, resin, pigmen, glikosida, lemak, dan minyak
esensial. Phytoplankton (tumbuhan) dan zooplankton (hewan) merupakan contoh
organisme laut yang dapat membentuk material organic, sedangkan spora, polen,
organik debris, kayu, dan material organik daur ulang merupakan organisme darat
yang dapat membentuk material organik. Pada dasarnya tidak semua material
organik dapat menghasilkan hidrokarbon, karena material tersebut mungkin
sebagian akan dimakan organisme dan dapat juga bereaksi dengan zat mineral
(Hunt, 1996).
Terdapat beberapa kondisi untuk mendukung pembentukan sedimen yang
kaya akan material organik (Killops dan Killops, 2005). Pertama, diperlukan
suplai material organik dalam jumlah yang cukup banyak. Kedua, dibutuhkan
lingkungan pengendapan yang mempunyai energi rendah (kecepatan arus air
rendah dan pengaruh gelombang yang terbatas). Hal ini penting untuk
mengendapkan material organik yang sebagian besar mempunyai ukuran kecil
![Page 26: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/26.jpg)
26
dan agar terhindar dari proses erosi. Ketiga, input material anorganik yang
terbatas, sehingga tidak menutupi material organik secara signifikan. Keempat,
kondisi dimana harus mendukung terjadinya preservasi material organik dalam
sedimen dari ancaman degradasi oleh detritivor dan dekomposer.
Gambar 2.9. Lingkungan pengendapan tempat terbentuknya deposit kaya material organik
(Brooks et al., 1987 dalam Killops dan Killops, 2005)
II.2.3. Kerogen
Kerogen awalnya didefinisikan sebagai material organik pada batuan yang
mampu menghasilkan minyak atau gas (oil shale) bila mengalami pemanasan.
Setelah itu, istilah kerogen didefinisikan sebagai semua material organik pada
batuan sedimen yang tidak terlarut oleh pelarut asam, basa, dan organik non
oksidan. Kerogen dalam batuan dapat berasal dari empat sumber utama, yaitu:
marine, lacustrine, terrestrial, dan recycled. Sebagian besar minyak bumi yang
terbentuk di dunia berasal dari kerogen marine dan lacustrine, sedangkan
sebagian besar batubara berasal dari tumbuhan darat dan kerogen daur ulang yang
umumnya sebagian besar inert.
![Page 27: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/27.jpg)
27
Bitumen adalah zat alami berbentuk padat dan cair yang terbentuk dari
pematangan kerogen, mempunyai variasi warna, kekerasan, volatilitas, dan
terutama tersusun oleh unsur karbon dan hidrogen. Bitumen dapat berasosiasi
dengan mineral, sedangkan komponen penyusun nonmineral sebagian besar larut
pada karbon disulfida (Hunt, 1996).
II.2.3.1. Pembentukan Kerogen
Kerogen terbentuk dari biopolimer makhluk hidup (protein dan karbohidrat)
yang mengalami proses diagenesis seiring dengan meningkatnya deposisi dan
temperatur. Selama diagenesis awal pada lingkungan air, bahan organik dipecah
oleh mikroba ke dalam konstituen yang lebih kecil dan melalui reaksi kondensasi
meningkatkan kandungan zat humik. Pembentukan kerogen bersaing dengan
perusakan material organik akibat proses oksidasi oleh mikroba, sehingga terjadi
preservasi selektif dari biomakromolekuler yang resisten (dengan kemungkinan
alterasi mikroba kecil).
Potensi alur pembentukan kerogen dapat dilihat pada Gambar 2.10 dimana
terlihat bahwa kerogen tidak hanya terbentuk dari biomakromolekul yang resisten
tapi juga terbentuk dari geomakromolekul, makromolekul yang kaya sulfur,
gabungan biomolekul LMW dan preservasi unsur lipid. Geomakromolekul dapat
terbentuk langsung dari hasil alterasi pada biomakromolekul. Proses vulkanisasi
pada biomolekul LMW dapat membentuk makromolekul yang kaya sulfur pada
kerogen, sedangkan preservasi lipid pada kerogen terjadi pada akhir proses
diagenesis (Killops and Killops, 2005).
![Page 28: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/28.jpg)
28
Gambar 2.10. Model pembentukan kerogen (Killops dan Killops, 2005)
II.2.3.2. Komposisi Kerogen
Kerogen tersebar pada batuan sedimen dalam bentuk yang sangat halus
sehingga untuk mengetahui komposisinya harus melalui pemeriksaan
mikroskopik, salah satunya menggunakan petrografi batubara. Karbon dan
hidrogen merupakan unsur utama pada kerogen, selain itu kandungan oksigen
juga penting pada struktur kerogen. Kandungan alifatik pada kerogen umumnya
lebih tinggi dibandingkan batubara. Kerogen juga mengandung cincin aromatik
yang dapat mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen (Killops dan Killops, 2005)
![Page 29: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/29.jpg)
29
Tabel 2.4. Perubahan komposisi pada tiga tipe kerogen utama akibat penambahan kematangan
(after Behar dan Vandenbroucke, 1987 dalam Killops dan Killops, 2005)
II.2.3.3. Klasifikasi Kerogen
Kerogen berdasarkan kandungan unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan
Oksigen (O) dapat diklasifikan menjadi empat, yaitu kerogen tipe I, II, III dan IV.
Berikut merupakan uraian dari keempat tipe tersebut (Killops dan Killops, 2005):
a. Kerogen Tipe I
Kerogen tipe I relatif jarang, dan awalnya memiliki rasio atom H/C
yang tinggi (>1,5) dan rasio atom O/C rendah (<0,1). Mengandung material
lipid yang signifikan, terutama alifatik rantai panjang. Lipid ini terutama
berasal dari material organik yang berasal dari laut, seperti phytoplankton
(alga, diatome) dan zooplankton, meskipun material bakteri amorf dapat
berkontribusi. Dibandingkan dengan jenis kerogen lain, tipe I mengandung
sedikit unsur aromatik dan heteroatom
b. Kerogen Tipe II
Kerogen tipe II lebih sering dijumpai dibanding tipe I, mempunyai rasio
atom H/C relatif tinggi (0,8-1,5) dan rasio O/C yang rendah (0,1 – 0,2).
Struktur alifatik yang penting dan terdiri dari rantai yang cukup panjang
![Page 30: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/30.jpg)
30
(sampai C25) dan sistem cincin (naftena). Tipe kerogen ini berasal dari
material organik darat dan laut, seperti spora dan alga.
c. Kerogen Tipe III
Kerogen tipe III memiliki rasio atom H/C yang rendah (<1,0) dan O/C
yang tinggi (hingga 0,3) pada awalnya. Mempunyai kandungan yang tinggi
dari unsur oksigen dan kelompok alifatik hadir dalam jumlah kecil,
didominasi oleh metil dan rantai pendek lainnya, serta sering berikatan dengan
kelompok yang mengandung oksigen. Tipe Kerogen III terbentuk dari
tumbuhan vaskular dan mengandung sisa tanaman yang mengandung lignin
terutama senyawa aromatik, sehingga didominasi maseral vitrinit.
d. Kerogen Tipe IV
Kerogen tipe IV terdiri dari terutama opak debris, sebagian besar
inertinit dengan kandungan vitrinit yang minor. Tipe kerogen ini tidak
mempunyai potensi menghasilkan hidrokarbon. Terbentuk kemungkinan dari
material tumbuhan tingkat tinggi yang telah mengalami tingkat oksidasi yang
tinggi di daratan, kemudian tertransportasi dan terendapkan.
Tabel 2.5. Klasifikasi dan komposisi kerogen (Waples, 1985 dalam Subroto, 1993)
Maseral Tipe Kerogen Material Organik Asal
Alginit I Alga air tawar
Eksinit II Polen dan spora
Kutinit II Lapisan lilin tanaman
Resinit II Resin tanaman
Liptinit II Lemak tanaman, alga laut
Vitrinit III material tumbuhan tinggi (kayu, selulosa)
Inertinit IV Arang, material yang tersusun ulang yang teroksidasi
![Page 31: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/31.jpg)
31
II.2.4. Asal dan Pematangan Minyak dan Gas Bumi
Asal usul minyak dan gas bumi mempunyai dua jalur utama (Gambar 2.11)
yaitu dimana sekitar 10-20% minyak dan gas bumi terbentuk langsung dari
sintesis hidrokarbon oleh organisme hidup yang dapat dengan mudah berubah
menjadi hidrokarbon (terletak di sebelah kiri Gambar 2.11). Jalur kedua
melibatkan konversi lipid, protein, dan hidrokarbon dari material organik pada
batuan sedimen. Dimana ketika kerogen terkubur dalam dengan temperatur tinggi
akan terjadi cracking untuk membentuk bitumen dan lebih lanjut menjadi minyak
dan gas bumi. Minyak dan gas bumi yang terkubur dengan temperatur tinggi
dapat berubah mengikuti dua jalur, yaitu didominasi oleh peningkatan molekul
hidrogen berukuran kecil dan didominasi oleh molekul hidrogen berukuran besar.
Hasil akhir produk dari keduanya adalah metana dan grafit (Hunt, 1996).
Gambar 2.11. Skema asal dan proses pembentukan minyak dan gas bumi (Hunt, 1996)
![Page 32: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/32.jpg)
32
II.2.4.1. Diagenesis
Mempunyai interval kedalaman kurang dari 100 m dan temperatur sampai
500C. Dalam tahap diagenesis, suhu dan tekanan mempunyai peranan kecil dan
transformasi terjadi dalam kondisi sederhana. Selama awal diagenesis, agen utama
yang berperan sebagai pengurai adalah aktivitas mikroba. Pada diagenesis awal
biopolimer (protein, karbohidrat) dihancurkan oleh aktivitas mikroba, kemudian
terkondensasi membentuk struktur geopolimer baru. Hidrokarbon penting yang
terbentuk dalam proses diagenesis adalah metana, selain itu juga dihasilkan CO2,
H2O dan beberapa senyawa heteroatomik berat (Tissot dan Welte, 1984).
II.2.4.2. Katagenesis
Katagenesis merupakan proses dimana deposisi sedimen mengalami
pendalaman akibat subsidence cekungan maupun tektonik, hal tersebut
mengakibatkan peningkatan suhu dan tekanan. Suhu dapat berkisar dari sekitar
50-2000 C dan tekanan geostatik karena overburden dapat bervariasi 300-1000
atau 1.500 bar. Akibatnya material organik mengalami perubahan besar melalui
evolusi kerogen dan menghasilkan hidrokarbon (Tissot dan Welte, 1984).
Kerogen bitumen minyak + gas + residu
Pada tahap ini dikenal istilah oil window, yaitu interval kedalaman dimana
batuan induk menghasilkan dan mengeluarkan sebagian besar minyak (Hunt,
1996). Akhir katagenesis mencapai di kisaran mana hilangnya dari rantai karbon
alifatik dalam kerogen.
![Page 33: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/33.jpg)
33
II.2.4.3. Metagenesis
Metagenesis adalah tahap akhir dari evolusi sedimen terjadi karena
penambahan temperatur dan kedalaman dimana interval kedalaman mencapai ±
10000 m. Semua fluida yang telah terbentuk berubah menjadi dry gas (over
mature) akibat semakin meningkatnya temperatur (200–2500C). Sejumlah kecil
gas metana masih terbentuk dan material organik yang tersisa berubah menjadi
residu grafitik. Akhir metagenesis merupakan awal terjadinya metamorfisme
(Tissot dan Welte, 1984).
II.2.5. Komposisi Kimia Minyak dan Gas Bumi
Minyak dan gas bumi atau petroleum merupakan salah satu bentuk bitumen
yang terutama terdiri dari hidrokarbon yang ada dalam bentuk cair atau gas dalam
reservoir alaminya. Kata petroleum berasal dari bahasa latin “petra” yang berarti
batuan dan “oleum” yang berarti minyak. Minyak dan Gas Bumi tersusun hampir
seluruhnya oleh unsur hidrogen dan karbon, yang dalam rasio sekitar 1,85 atom
hidrogen dibanding 1 atom karbon dalam minyak mentah (crude oil). Densitas
atau berat jenis minyak bumi berdasarkan klasifikasi API (Hunt, 1996) dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Klasifikasi minyak bumi berdasarkan API/American Petroleum Institute (Hunt, 1996)
Densitas Minyak Bumi °API
Light Oil >31,1
Medium Oil 22,3 – 31,3
Heavy Oil 10 – 22,3
Extra Heavy Oil <10
![Page 34: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/34.jpg)
34
Minyak dan gas bumi juga tersusun oleh unsur minor, diantaranya:
nitrogen, sulfur, dan oksigen (NSO) yaitu sekitar 3%, selain itu dapat dijumpai
kehadiran logam berat seperti vanadium dan nikel. Unsur karbon dan hidrogen
yang bergabung membentuk hidrokarbon mempunyai ukuran dan jenis molekul
yang bervariasi pada minyak mentah. Perbedaan sifat fisik dan kimia hidrokarbon
disebabkan karena perbedaan distribusi ukuran dan jenis dari hidrokarbon dan
kehadiran senyawa NSO yang bervariasi (Hunt, 1996).
II.2.5.1. Variasi Ukuran Molekul
Molekul paling kecil pada petroleum adalah metane, sedangkan molekul
paling besar adalah aspaltene. Akibat peningkatan ukuran molekul akan
mengubah bentuk gas menjadi cair hingga padat. Pada seri parafin nilai C1-C4
menunjukkan gas, C5-C16 untuk cairan, dan diatas C16 untuk padatan (Hunt,
1996).
II.2.5.2. Variasi Jenis Molekul
Molekul hidrokarbon mempunyai bentuk struktural yang berbeda dengan
nama-nama sebagai berikut: alkana adalah molekul rantai terbuka dengan ikatan
tunggal antara atom karbon; sikloalkana merupakan alkana yang berbentuk cincin;
alkena mengandung satu atau lebih ikatan rangkap antara atom karbon; dan arena
merupakan hidrokarbon dengan satu atau lebih cincin benzena. Namun sebagian
besar sering mendengar istilah parafin untuk alkana, naftena atau sikloparafin
untuk sikloalkana, olefin untuk alkena, dan aromatik untuk arena (Hunt, 1996) :
![Page 35: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/35.jpg)
35
a. Parafin (CnH2n+2)
Tipe hidrokarbon parafin merupakan penyusun minyak mentah terbesar
kedua setelah naftena. Parafin didominasi oleh fraksi gasolin dan merupakan
hidrokarbon utama pada reservoar tua (yang telah terkubur dalam). Istilah lain
yang sering digunakan untuk menggantikan parafin adalah alifatik dan
hidrokarbon jenuh. Dapat membentuk struktur rantai normal (n-parafin) atau
bercabang.
b. Naftena atau Sikloparafin (CnH2n)
Naftena merupakan struktur molekul penyusun minyak mentah
terbanyak (rata-rata ± 50%), akan bertambah jumlahnya pada fraksi yang lebih
berat dan menurun pada fraksi ringan. Naftena yang sering muncul pada
minyak mentah adalah metal siklopentana dan metal sikloheksana, dimana
keduanya hadir 2% atau lebih dalam minyak mentah. Naftena dan parafin juga
disebut sebagai hidrokarbon jenuh karena semua ikatan karbon yang tersedia
terisi penuh oleh hidrogen.
c. Olefin (CnH2n-2)
Olefin merupakan struktur hidrokarbon dengan ikatan rangkap antara
dua atom karbon atau lebih, hal tersebut menyebabkan unsur ini menjadi
sangat reaktif dibanding jenis hidrokarbon lainnya. Sangat jarang ditemukan
dalam minyak mentah dan mudah tereduksi menjadi parafin atau thiol oleh
hidrogen sulfida pada sedimen. Contoh paling umum yang ditemukan adalah
isoprena yang merupakan struktur dasar yang penting di alam.
![Page 36: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/36.jpg)
36
d. Aromatik (CnH2n-6)
Aromatik merupakan hidrokarbon tak jenuh dimana dapat
menambahkan hidrogen atau unsur lainnya pada struktur cincin. Semua
aromatik setidaknya mengandung satu cincin benzena. Terkonsentrasi dalam
bentuk fraksi berat seperti pelumas dan residu, dimana prosentasenya lebih
dari 50%. Keterdapatannya jarang mencapai lebih dari 15% dalam minyak
mentah keseluruhan. Toluena dan metasilena tipe hidrokarbon aromatik yang
paling sering ditemukan.
e. Senyawa Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen (Aspaltik)
Nonhidrokarbon merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen,
sulfur, atau oksigen dalam molekul. Meskipun unsur ini hadir dalam jumlah
kecil, mereka dapat meningkatkan fraksi nonhidrokarbon dalam minyak
mentah dengan bergabung dalam molekul. Sebagian besar residu minyak
mentah mengandung senyawa nonhidrokarbon yang tinggi.
II.2.6. Analisis Batuan Induk
Analisis batuan induk digunakan untuk mengetahui potensi atau
kemampuan batuan induk menghasilkan hidrokarbon perlu dilakukan evaluasi
terhadap batuan induk meliputi kuantitas, kualitas dan kematangan termal material
organik. Metode-metode analisis untuk mengetahui ketiga parameter tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:
![Page 37: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/37.jpg)
37
II.2.6.1. Analisis Total Organic Carbon (TOC)
Analisis TOC biasanya dilakukan menggunakan alat penganalisis karbon
Leco. Teknik yang dilakukan cukup sederhana, yaitu dengan membakar sampel
berbentuk bubuk yang bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan
bantuan oksigen (Gambar 2.12). Semua karbon organik akan berubah menjadi
CO2, diperangkap dan kemudian dilepaskan ke detektor, jumlah CO2 yang
dilepaskan proporsional dengan jumlah karbon organik dalam sampel batuan.
Jumlah karbon dioksida yang di dapat proporsional dengan jumlah karbon organik
di dalam batuan (Subroto, 1993).
Gambar 2.12. Diagram skematik penganalisis karbon Leco (Subroto, 1993)
II.2.6.2. Rock Eval Pyrolysis (REP)
Pada tahun 1977, Espitalié, dkk menerbitkan paper pertama tentang
pengembangan dan penggunaan dari Rock-Eval pyrolyzer. Prinsipnya adalah
analisis komponen hidrokarbon dalam batuan yang dioksidasi dengan cara
melakukan pirolisis pada kondisi atmosfer inert (mis. dengan Helium) dengan
temperatur yang terprogram (Hunt, 1996).
![Page 38: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/38.jpg)
38
Gambar 2.13. Diagram skematik Rock-Eval (Subroro, 1993)
Problem yang muncul pada Rock-Eval Pyrolysis adalah adanya matrik
mineral lempung seperti smektit dan illite yang menyebabkan pengurangan HI
dan penambahan OI. Untuk menghilangkan kandungan matrik mineral tersebut
digunakan larutan HCl dan HF. Dari analisa Rock-Eval Pyrolysis akan diperoleh
parameter-parameter sebagai berikut (Hunt, 1996):
a. S1 yaitu mengukur kandungan free hydrocarbon yang tervolatilisasi dari
batuan pada temperatur < 3000C, yang dihasilkan dari kerogen selama
proses pengendapan.
b. S2 yaitu menunjukkan jumlah hidrokarbon hasil proses cracking, yang terjadi
akibat kerogen pada batuan induk mengalami peningkatan temperatur 350-
5500C secara alamiah.
c. S3 yaitu menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang terbentuk dari pirolisis
material organik, terbentuk pada temperatur 300 – 3900C.
![Page 39: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/39.jpg)
39
d. Tmax yaitu menunjukkan temperatur pada saat pembentukan hidrokarbon
melalui cracking (S2) mencapai intensitas maksimal. Nilai Tmax yang
menunjukkan oil window berkisar antara 435-4700C.
e. Hydrogen Index (HI) atau (S2/TOC) x 100 dan Oxygen Index (OI) atau
(S3/TOC) x 100. Nilai HI yang semakin tinggi menunjukkan oil prone,
sedangkan nilai OI yang tinggi menunjukkan gas prone.
Nilai HI dan OI dapat digunakan untuk mengetahui kualitas (tipe)
kerogen yang dihasilkan, yaitu dengan menggunakan diagram Pseudo Van
Krevelen. Selain itu nilai HI vs Tmax juga dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas kerogen.
Gambar 2.14. (A) Diagram Pseudo Van Krevelen (dari Espitalie et al., 1977 dalam Waples, 1981)
dan (B) Diagram HI vs Tmax (Hunt, 1996)
f. Production Index (PI) atau S1/(S1+S2), umumnya mempunyai nilai 0,1-0,4
dari awal sampai akhir saat oil window. Nilai PI yang tinggi menunjukkan
migrasi minyak, terutama jika nilai Tmax menurun dan TOC meningkat
pada saat yang sama.
![Page 40: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/40.jpg)
40
II.2.6.3. Pemantulan Vitrinit (%Ro)
Pemantulan vitrinit merupakan merupakan teknik yang paling banyak
digunakan untuk indikator kematangan, karena memiliki range kematangan yang
lebih panjang dibandingkan teknik atau indikator lainnya. Maseral lain seperti
liptinite yang mengandung hidrogen tinggi mempunyai nilai pemantulan yang
rendah, sedangkan fusinit (inertinit) yang mengandung hidrogen rendah
mempunyai nilai pemantulan yang tinggi (Gambar 2.15.).
Gambar 2.15. Perubahan pemantulan pada minyak (Ro) untuk A. Inertinit; B. Vitrinit; dan
C. Liptinit (Murchison, 1969 dalam Hunt, 1996)
Pemantulan cahaya pada permukaan sayatan poles vitrinit akan meningkat
seiring tingkat kematangan yang tinggi, karena adanya perubahan struktur
molekul pada maseral. Vitrinit mengandung klaster cincin aromatik yang saling
berhubungan dengan penambahan kematangan, klaster tersebut bergabung
menjadi struktur cincin aromatik yang lebih besar dengan orientasi yang lebih
teratur sehingga menyebabkan pemantulan cahaya yang lebih besar.
![Page 41: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/41.jpg)
41
Gambar 2.16. Perubahan struktur molekul kerogen tipe I; A) awal diagenesis dan B) akhir
katagenesis (Behar dan Vendenbroucke, 1987 dalam Hunt, 1996)
Menurut Dow dan O’Connor (1982) terdapat beberapa problem untuk
memperoleh nilai Ro yang sebenarnya, antara lain (Hunt, 1996):
- Vitrinit dapat terbentuk dari beberapa sumber, yaitu primer, daur ulang,
caving dan mud additives. Vitrinit primer yang dapat digunakan untuk
analisis kematangan.
- Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran Ro, antara lain
tekstur vitrinit yang kasar, oksidasi, dan inklusi oleh pirit ataupun bitumen.
- Material yang terlihat seperti vitrinit, seperti bitumen padat (beberapa tipe),
pseudovitrinit, dan semifusinit.
II.2.6.4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas atau gas chromatography (GC) adalah oven yang berisi
sebuah kolom gelas atau logam panjang, kecil, dan melingkar (Gambar 2.17)
dimana salah satu ujung kolom dihubungkan dengan tempat sampel diinjeksikan
ke dalam kolom. Ujung yang lain dihubungkan dengan suatu detektor yang dapat
memantau lewatnya senyawa-senyawa yang keluar dari kolom setelah mereka
dipisahkan. Laju aliran suatu molekul tergantung dengan berat molekul dan
![Page 42: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/42.jpg)
42
polaritasnya. Molekul yang berat bergerak lebih lambat daripada yang ringan dan
molekul polar bergerak lebih lambat daripada molekul non polar (Subroto, 1993).
Komponen yang keluar dari kolom dicatat proporsi konsentrasinya oleh
detektor. Grafik respon detektor (kelimpahan) vs waktu (kapan senyawa keluar
dari kolom) disebut kromatogram. Setiap puncak kromatogram menunjukkan
komponen tertentu. Pengenalan terhadap senyawa yang ditunjukkan oleh puncak
kromatogram dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar
yang autentik. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan suatu komponen
untuk melewati kolom komatografi. Kromatografi gas hidrokarbon jenuh pada
prinsipnya untuk melihat distribusi n-parafin dan isoprenoid (Subroto, 1993).
Gambar 2.17. Diagram skematik kromatografi gas (Subroto, 1993)
II.2.6.5. Kromatografi Gas – Spektometri Massa (GC-MS)
Kombinasi antara kromatografi gas dan spektometri massa memerlukan
suatu alat penghubung antarfase. Dalam sistem ini fungsi kromatografi gas
hanyalah untuk memisahkan komponen sebelum mereka memasuki spektometri
massa. Spektometri massa dirancang untuk mengamati karakter dan mengenali
![Page 43: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/43.jpg)
43
senyawa kimia dengan cara memustuskan senyawa tersebut menjadi fragmen
(ion) bermuatan listrik. Fragmentasi molekul dimulai dengan menembak molekul
tersebut dengan energi yang besar, sehingga elektronnya keluar dari molekul dan
menghasilkan ion-ion molekular (Subroto, 1993).
Ion-ion molekular dan fragmen yang bermacam tersebut dipercepat lajunya
didalam suatu tempat oleh medan magnet di dalam spektometri massa. Radius
tempat tersebut tergantung pada dua hal, yaitu rasio massa/muatan (m/z atau m/e)
ion dan kekuatan medan magnet. Senyawa dengan struktur kimia sama memiliki
spektra massa sama, dimana sterana mempunyai puncak m/z 217, sedangkan
triterpana memiliki puncak m/z 191 yang tinggi. Grafik yang didapat dengan
memantau suatu m/z tertentu sepanjang analisis kromatografi gas disebut
fragmentogram massa (Subroto, 1993).
Gambar 2.18. Diagram skematik kombinasi kromatografi gas-spektrometri massa (Subroto, 1993)
![Page 44: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/44.jpg)
44
II.2.7. Biomarker
Biomarker adalah senyawa organik tersusun atas struktur karbon atau
skeleton yang terbentuk dari organisme hidup dan cukup stabil untuk bertahan
pada minyak mentah atau material organik. Terdapat dua blok dasar pembentukan
biomarker, yaitu: pertama, 2-struktur karbon asam asetat yang bergabung untuk
membentuk rantai karbon panjang dan kedua, 5-struktur karbon isoprena yang
bergabung untuk membentuk seluruh isoprenoid dan terpenoid serta prekursor
untuk steroid. Biomarker mempunyai struktur komplek yang tahan terhadap
proses sekunder, seperti biodegradasi dan kematangan termal yang tinggi
sehingga dapat memberikan banyak informasi, antara lain : identifikasi material
sumber, lingkungan pengendapan, kematangan termal, korelasi minyak bumi
dengan batuan induk, dan tingkat biodegradasi (Hunt, 1996).
II.2.7.1. n- Parafin
Normal Parafin dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama, n- parafin bernomor
ganjil terdiri dari C25-C37 di berbagai tumbuhan. C27, C29, dan C31 terbentuk dari
lilin tumbuhan darat, sedangkan hidrokarbon C15, C17, dan C19 terbentuk dari
plankton. Kedua, n-parafin bernomor genap yang terbentuk pada karbonat anoksik
atau sedimen evaporit, karena pada lingkungan yang sangat reduktif, oksigen pada
asam atau alkohol melepas H2O tanpa kehilangan atom karbon (Hunt, 1996). Data
n-parafin dapat digunakan untuk mengetahui nilai CPI (Carbon Preference
Index), salah satunya menggunakan rumus perhitungan Bray & Evans (1961):
![Page 45: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/45.jpg)
45
Nilai CPI dapat digunakan sebagai indikator kematangan batuan induk.
Nilai CPI pada batuan induk yang belum matang umumnya >> 1,0, namun
nilainya mendekati 1.0 seiring peningkatan kematangan. Hal tersebut
diakibatkan pecahnya rantai alkil pada matrik kerogen menghasilkan n-parafin
dan hilangnya komponen OEP selama proses ekspulsi hidrokarbon (Killops dan
Killops, 2005). Selain itu, bentuk pola kromatogram dapat digunakan untuk
menentukan tipe batuan induk yang menghasilkan minyak bumi (Gambar 2.19.)
dengan cara membandingan pola kromatogram sampel minyak bumi dengan
pola kromatogram fraksi hidrokarbon jenuh C10+ (Robinson, 1987).
Gambar 2.19. Pola kromatogram fraksi hidrokarbon jenuh C10+ penciri tipe karakteristik crude oil
di Indonesia (Robinson, 1987)
![Page 46: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/46.jpg)
46
II.2.7.2. Isoprenoid asiklik (C5 – C20)
Hidrokarbon isoprenoid asiklik yang banyak digunakan dalam studi korelasi
minyak mentah dan batuan induk adalah pristana (C19) dan fitana (C20).
Isoprenoid yang lebih kecil seperti norpristana (C18) dan farnesana (C15) hadir
dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada pristana dan fitana, sehingga
keduanya jarang digunakan dalam korelasi.
a. Pristana dan Fitana ( C19 dan C20)
Rasio Pr / Ph cenderung tinggi (>1) dalam lingkungan oksidasi, seperti
rawa gambut karena transformasi fitol menjadi asam fitanoat dilanjutkan
dekarbonisasi menjadi pristana. Pada lingkungan reduksi memiliki rasio yang
rendah (<1), karena transformasi fitol menjadi dehidrofitol dan mengurangi
pristana. Minyak low wax yang berasal dari batuan induk marine memiliki rasio
Pr/Ph 1-3. Minyak high wax dan kondensat berasal dari batuan induk non
marine memiliki rasio Pr/Ph 5-11 menunjukkan material organik berasal dari
darat (Powell and McKirdy, 1973 dalam Peters, et al, 2005). Selain itu rasio
Pr/nC17 < 0.5 menunjukkan minyak berasal dari marine source rock, sedangkan
jika Pr/nC17 > 1 menunjukkan minyak berasal dari batuan induk terendapkan di
daerah nonmarine (Lijmbach, 1975 dalam Peters et al, 2005).
b. Isoprenoid asiklik lainnya dan Anteisoprenoid
Berbagai hidrokarbon isoprenoid asiklik telah diidentifikasi dalam
minyak bumi dengan nomor karbon dari C5-C40 (Albaiges, 1980 dalam Hunt,
1996). Empat jenis isoprenoid asiklik telah teridentifikasi, tergantung dari
bagaimana unit isoprena saling berhubungan bersama. Reguler anteisoprenoid
![Page 47: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/47.jpg)
47
memiliki struktur yang sama dengan pristana dan fitana, tetapi gugus metil
berada pada posisi nomor karbon ganjil.
II.2.7.3. Triterpana atau Isoprenoid Siklik
Triterpana bersumber dari organisme bakteri (triterpenoid) yang
mengandung grup –OH dan ikatan ganda yang berasal dari membran bakteri
(Waples dan Machihara, 1991). Triterpana terbagi menjadi tiga famili berdasarkan
jumlah cincinnya, yaitu:
a. Trisiklik Triterpana (C19 – C45)
Trisiklik terpana dianggap sebagai produk diagenesis membran
prokariotik. Seri homolog dari trisiklik terpana berkisar dari C19-C30 (Aquineto
et al., 1983 dalam Hunt, 1996). Moldowan et al. (1983) mengidentifikasi
homolog trisiklik hingga C45 di beberapa minyak mentah dan batuan induk.
Konsentrasi trisiklik terpana dalam minyak mentah meningkat seiring dengan
meningkatnya kematangan, karena putusnya gugus trisiklik triterpana dalam
aspaltena dan kerogen (Hunt, 1996).
b. Tetrasiklik Triterpana (C24-C27)
Tetrasiklik triterpana masih sangat jarang dipelajari sehingga masih
sangat jarang digunakan. Umumnya mengandung tetrasiklik terpana pada
rentang C24-C27 dan terbentuk dari berbagai fraksi minyak mentah, seperti
aspaltena dan resin (Hunt, 1996).
![Page 48: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/48.jpg)
48
c. Pentasiklik Triterpana
1. Hopanoid (C27-C40)
Hopanoid terdapat hopana 17α(H), 21β(H) disebut hopana dan hopana
17β(H), 21α(H) disebut moretana. Rasio moretana/hopana dapat digunakan
sebagai indikator kematangan dimana nilai rasio moretane/hopana yang
rendah menunjukkan minyak yang sudah matang, untuk minyak bumi dengan
sumber berumur tersier memiliki rasio 0,1-0,3 (Grantham, 1986 dalam
Waples dan Machihara, 1991). Hopana terbentuk oleh membran prokariotik
pada bakteri, cyanobacteri (alga biru-hijau), dan organisme primitif lainnya
dengan sel prokariotik, selain itu juga terdapat pada pakis, lumut dan
beberapa tumbuhan tingkat tinggi (Hunt, 1996).
Sepasang hopana C27 sering dijumpai adalah 17α(H)-22,29,30-
trisnorhopana atau Tm dan 18α(H)-22,28,30-trisnorneohopana atau Ts. Tm
diperkirakan berupa struktur hasil biologis, sedangkan Ts berasal dari
sedimen dan batuan hasil diagenesis atau proses termal. Rasio Tm/Ts dapat
digunakan untuk mengetahui sumber batuan induk maupun minyak bumi.
Rasio Tm/Ts yang tinggi menunjukkan sumbernya berasal dari darat,
sebaliknya jika rasio Tm/Ts rendah menunjukkan sumber dari laut (Waples
dan Machihara, 1991). Selain itu rasio Tm/Ts juga dapat digunakan sebagai
indikator kematangan dengan klasifikasi (Peters dan Moldowan, 1993)
sebagai berikut jika rasio Tm/Ts 2,0-20,0 (immature), 1,0-2,0 (early mature),
0,5-1,0 (peak mature) dan 0,1-0,5 (post mature).
![Page 49: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/49.jpg)
49
2. Nonhopanoid
Nonhopana yang digunakan dalam geokimia antara lain adalah
gamaserana, oleanana, dan lupana (Hunt, 1996).
- Gamaserana sangat resisten terhadap biodegradasi, sehingga cenderung
bervariasi pada minyak dan batuan induk. Gamaserana digunakan
sebagai penciri lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi.
- Oleanana dan lupana berasal dari angiosperma dan tumbuhan tingkat
tinggi, selain itu juga ditemukan di batubara (lignit). Kehadiran
keduanya mencirikan sumber berasal dari darat (terestrial).
II.2.7.4. Sterana (C19-C30)
Sterana terbentuk dari sterol yang berasal dari sebagian besar tumbuhan
tingkat tinggi dan juga algae, namun tidak dijumpai pada organisme prokariotik.
Sterol berubah menjadi menjadi stanol, sterena, dan akhirnya sterana melalui
aktivitas mikroba dan reaksi diagenesis temperatur rendah. Konsentrasi sterana
meningkat seiring kedalaman penimbunan sedimen. Sterana yang umum
digunakan dalam korelasi geokimia minyak dan gas bumi mengandung C27, C28,
dan C29. Sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi mempunyai sterol C29 yang
dominan. Sebaliknya sterol C27 cenderung dominan pada plangton, umumnya
terkonsentrasi pada alga merah dan zooplankton (Hunt, 1996).
II.2.8. Korelasi Geokimia Batuan Induk dan Minyak Bumi
Korelasi dipisahkan menjadi dua, yaitu minyak mentah dengan minyak
lainya atau dengan ekstrak dari batuan induknya. Korelasi merupakan alat penting
untuk menjawab pertanyaan produksi dan eksplorasi, serta memperluas dan
![Page 50: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/50.jpg)
50
memperjelas tren eksplorasi yang ada. Korelasi minyak bumi – bataun induk lebih
sulit dibanding dengan korelasi antara minyak bumi, karena banyak permasalahan
yang melibatkan kedua jenis sampel dan interpretasi data (Hunt, 1996).
Parameter bulk correlation tidak terlalu berguna dalam korelasi minyak-
batuan induk, karena beberapa alasan. Pertama, beberapa sampel batuan induk
tidak cukup mewakili minyak yang dihasilkan dari interval batuan sumber yang
tebal dengan komposisi yang bervariasi. Kedua, batuan induk tidak akan
menghasilkan minyak dengan komposisi yang sama sepanjang sejarah
generasinya. Ketiga, komposisi bitumen yang diekstrak dari batuan dengan
prosedur berbeda akan menghasilkan komposisi yang berbeda. Berdasarkan hal
tersebut maka, perbandingan biomarker adalah metode yang paling cocok untuk
korelasi minyak-batuan induk. (Price dan Clayton, 1992 dalam Hunt, 1996).
Beberapa rasio biomarker yang umum digunakan antara lain :
a. Indek Homohopana
Seri homohopana (C31-C35) merupakan hopana dengan tambahan
kelompok CH2 pada rantai samping yang dipercaya berasal dari hopanoid C35
pada mikroorganisme prokariotik. Indek homohopana adalah rasio C35/(C31-
C35), dengan konfigurasi 17α(H), 21β(H), 22S dan 22R. Rasio yang tinggi
menunjukkan kondisi reduksi yang kuat, seperti lingkungan karbonat dan
evaporit laut, karena dianggap lingkungan tersebut mempreservasi C35. Indek
rendah, dimana C31 dan C32 lebih dominan, menunjukkan lingkungan suboxic.
Indek homohopana menurun seiring peningkatan kematangan.
![Page 51: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/51.jpg)
51
b. Indek Oleanana
Oleanana dapat berasal dari angiosperma dan tumbuhan tingkat tinggi.
Indek oleanana adalah rasio 18α(H)+18β(H)-oleanana/17α(H)-hopane.
Minyak dengan indek oleanana tinggi (>30%) mengindikasikan input berasal
dari tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan jika nilai indek rendah (<10%)
mengindikasikan sumber dari laut dengan input terestrial yan terbatas. Rasio
oleanana umumnya meningkat seiring dengan peningkatan kematangan dan
mencapai maksimal pada oil-generation window, sehingga korelasi
membutuhkan sampel dengan kematangan yang sama.
c. Indek Gamaserana
Gamaserana berasosiasi dengan lingkungan yang mempunyai salinitas
tinggi, termasuk danau (lacustrine) dan laut (marine). Indek gamaserana
adalah rasio gamaserana/17α,21β(H)-hopane x 100. Indek gamaserana yang
tinggi mengindikasikan lingkungan dengan salinitas tinggi, sedangkan indek
gamaserana yang rendah menunjukkan kebalikannya.
d. Trisiklik Terpana
Dibandingkan sterana dan terpana, trisiklik terpana (C19-C29)
memberikan kelebihan untuk korelasi yang dipengaruhi kematangan dan
biodegradasi karena lebih resisten. Minyak dan batuan induk terbagi dalam
dua kelompok, yaitu dengan puncak maksimum trisiklik terpana C23 dan
puncak maksimum tetrasiklik terpana C24. Rasio trisiklik/17α(H)-hopana pada
dasarnya sebagai indikator perbandingan sumber dari lipid alga (trisiklik)
dengan hopana yang berasal dari prokariotik primitif.
![Page 52: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/52.jpg)
52
e. Indek C30-Sterana (24-n-propilkolestana)
Moldowan et al (1985) dalam analisisnya menyebutkan bahwa 24-n-
propilkolestana hanya terdapat pada minyak yang berasal dari batuan induk
laut, sehingga tidak terdapat pada batuan induk non laut. Indek C30 sterana
adalah rasio C30/(C27-C30) sterana. Minyak bumi yang berasal dari batuan
induk laut berkisar antara 0-0,88, sedangkan minyak non laut tidak
mengandung C30 sterana.
f. Diasterana/Reguler Sterana
Rasio yang rendah ditambah keberadaan pregnana, squalana, C24
tetrasiklik terpana, dan aryl isoprenoid yang melimpah menunjukkan
lingkungan dengan salinitas tinggi. Rasio disterana/sterana yang tinggi
cenderung karena tingkat biodegradasi atau pematangan termal yang tinggi,
dibandingkan faktor batuan induknya. Dibawah biodegradasi yang berat,
sterana secara selektif hancur dibandingkan diasterana.
g. Sidik Jari Biomarker
Kromatografi massa telah banyak digunakan untuk korelasi minyak dan
batuan induk sejak 1977 oleh Seifert. Korelasi dilakukan dengan mencocokan
pola fragmentogram minyak bumi dengan batuan induk yang diperkirakan.
h. Diagram Segitiga Sterana
Distribusi homolog sterol C27, C28, dan C29 pada diagram segitiga
sebagai indikator sumber dikemukakan pertama kali oleh Huang dan
Meinshein (1979).
![Page 53: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/53.jpg)
53
Gambar 2.20. Diagram segitiga regular sterana (Hunt, 1996)
i. Rasio Isoprenoid/n-parafin
Isoprenoid/n-parafin yang digunakan adalah Pr/nC17 vs Ph/nC18. Nilai
kedua rasio akan menurun seiring dengan meningkatnya kematangan termal,
karena peningkatan n-parafin. Namun, nilai kedua rasio akan meningkat
seiring dengan peningkatan biodegradasi karena bakteri cenderung menyerang
n-parafin (Peters et al, 2005). Selain itu juga dapat menggunakan rasio Pr/nC17
vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998)
Gambar 2.21. A. Grafik Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al, 2005) dan B. Grafik Pr/nC17 vs Pr/Ph
(Hwang et al., 1998)
![Page 54: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/54.jpg)
54
II.9. Hipotesis Penelitian
a. Formasi batuan yang berperan sebagai batuan induk pada Lapangan Sukowati
adalah Formasi Pematang.
b. Minyak bumi yang dihasilkan pada Lapangan Sukowati berasal dari batuan
induk lingkungan transisi, tersusun atas material organik berasal dari darat
dan laut, serta belum mengalami proses biodegradasi.
c. Batuan induk pada Formasi Pematang berkorelasi dengan minyak bumi yang
dihasilkan pada sumur pemboran di Lapangan Sukowati.
d. Variasi data geokimia pada daerah penelitian dikontrol oleh kondisi geologi
regional.
![Page 55: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/55.jpg)
55
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Ketersediaan Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan sebagai objek penelitian adalah
data geokimia yang dimiliki oleh PT. Energi Mega Persada Tbk. Data geokimia
yang tersedia merupakan data lama (tahun 1983-1985), yang terdapat pada enam
sumur, yaitu sumur SS-1, SS-2, SS-3, SS-4, SS-5, dan SS-6. Data geokimia yang
digunakan terdiri dari data geokimia sampel batuan induk dan minyak bumi.
III.1.1. Data Geokimia Batuan Induk
Data ini berasal dari analisis laboratorium terhadap sampel batuan hasil
pengeboran yang berupa core (batu inti) dan side wall core. Data geokimia batuan
induk meliputi kandungan karbon (TOC), hasil pirolisis (S1, S2, S3, dan Tmax),
reflektansi vitrinit, dan data kromatografi yaitu Gas Chromatography (GC) dan
Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS). Tidak semua data tersebut
terdapat lengkap di keenam sumur, artinya setiap sumur memiliki kelengkapan
data geokimia yang berbeda-beda.
III.1.2. Data Geokimia Minyak Bumi
Data diperoleh dari analisis laboratorium terhadap sampel minyak bumi
hasil pengeboran pada suatu formasi tertentu. Data geokimia minyak meliputi
sifat fisik (API, kandungan sulfur, wax, asphaltene), data biomarker dari Gas
Chromatography (GC) dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).
Untuk sampel minyak bumi hanya tersedia pada sumur SS-1 dan SS-5.
![Page 56: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/56.jpg)
56
Gambar 3.1. Peta persebaran lokasi sumur
III.2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap kedua sampel, yaitu : batuan induk dan
minyak bumi. Sampel batuan induk dilakukan evaluasi meliputi kuantitas,
kualitas, dan kematangan termal material organik. Analisis pada sampel minyak
bumi dilakukan karakteristik minyak bumi berdasarkan data gravitas API dan
komposisi molekul minyak mentah. Sampel batuan induk dan minyak bumi juga
dilakukan analisis biomarker yang akhirnya dijadikan parameter korelasi antara
batuan induk dan minyak bumi.
![Page 57: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/57.jpg)
57
III.2.1. Karakteristik Sampel Batuan Induk
Kemampuan batuan induk menghasilkan minyak bumi dapat diketahui dari
evaluasi potensi batuan induk, yaitu meliputi analisis kuantitas, kualitas, dan
kematangan termal material organik. Evaluasi dilakukan pada semua formasi
batuan, meliputi Formasi Pematang, Sihapas, dan Telisa. Hasil analisis tersebut
dapat ditentukan formasi mana yang berperan sebagai batuan induk. Selain itu
juga diperlukan analisis biomarker untuk mengetahui sumber material organik dan
lingkungan pengendapan material organik.
III.2.1.1. Kuantitas Material Organik
Kuantitas material organik ditentukan menggunakan klasifikasi kandungan
TOC merujuk pada klasifikasi dari Peters dan Cassa (1994).
III.2.1.2. Kualitas Material Organik
Kualitas Material Organik atau banyaknya hidrokarbon yang terbentuk dapat
diketahui berdasarkan tipe kerogen batuan induk tersebut. Untuk mengetahui tipe
kerogen dilakukan beberapa ploting pada suatu diagram sesuai dengan data yang
tersedia pada setiap sumur, dimana dari ketiga diagram atau grafik tersebut
mengandung satu parameter yang sama yaitu hidrogen. Ketiga grafik tersebut
antara lain yaitu:
a. Diagram Pseudo Van Krevelen, menggunakan ploting data Hydrogen Index
dan Oxygen Index (Espitalie et al., 1977 dalam Waples, 1981).
b. Ploting menggunakan data Tmax dan Hydrogen Index (Hunt, 1996).
c. Menggunakan klasifikasi kandungan HI (McCarthy, et al., 2011)
![Page 58: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/58.jpg)
58
III.2.1.3. Kematangan Material Organik
Tingkat kematangan material organik dapat diketahui menggunakan
beberapa parameter untuk membandingkan hasilnya, karena setiap parameter
mempunyai kekurangan masing-masing. Parameter yang digunakan yaitu
reflektansi vitrinit (% Ro), production index (PI) dan Tmax. Ketiga parameter
tersebut kemudian di tentukan tingkat kematangannya berdasarkan klasifikasi
Peters & Cassa (1994).
III.2.1.4. Sumber Material Organik dan Lingkungan Pengendapan
Analisis biomarker dapat digunakan untuk menentukan sumber atau jenis
material organik dan lingkungan pengendapan. Analisis tersebut adalah :
a. Ploting Pr/nC17 vs Ph/Ph (Hwang et al., 1998) untuk mengetahui sumber
material organik dan lingkungan pengendapan.
b. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005) untuk mengetahui sumber
material organik.
III.2.2. Karakterisasi Sampel Minyak Bumi
III.2.2.1. Analisis Komposisi Whole Oil
Analisis komposisi whole oil dilakukan untuk mengetahui kualitas dari
minyak bumi, salah satunya berupa nilai densitas atau berat jenis minyak bumi
berdasarkan klasifikasi API (Hunt, 1996). Kandungan fraksi jenuh (saturates),
aromatik, dan aspaltik yang berguna untuk mengetahui tingkat biodegradasi pada
sampel minyak bumi (Lampiran 2). Selain itu, kandungan sulfur dapat digunakan
untuk menentukan jenis batuan induk yang menghasilkan minyak bumi (BP, 1991
dalam Satyana dan Purwaningsih, 2003).
![Page 59: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/59.jpg)
59
III.2.2.2. Analisis Kromatografi Gas
Analisis kromatografi gas menggunakan data, yaitu normal parafin dan
isoprenoid, serta pola kromatogram hasil GC. Analisis kromatografi gas pada
minyak bumi digunakan untuk mengetahui jenis batuan induk, sumber material
organik penghasil minyak bumi dan lingkungan terbentuknya minyak bumi.
Parameter yang digunakan untuk analisis tersebut antara lain:
a. Rasio Pr/Ph (Powell and Mc Kirdy, 1973 dalam Peters et al., 2005) untuk
mengetahui jenis batuan induk penghasil minyak bumi.
b. Rasio Pr/nC17 (Lijmbach, 1975 dalam Peters et al., 2005) untuk mengetahui
jenis batuan induk penghasil minyak bumi.
c. Ploting Pr/nC17 vs Ph/Ph (Hwang et al., 1998) untuk mengetahui sumber
material organik dan lingkungan pengendapan.
d. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005) untuk mengetahui sumber
material organik.
e. Menggunakan perbandingan pola kromatogram sampel minyak bumi dengan
pola kromatogram fraksi hidrokarbon jenuh C10+ (Robinson, 1987) untuk
menentukan tipe batuan induk yang menghasilkan minyak bumi.
III.2.2.3. Analisis Kromatografi Gas – Spektometri Massa
Analisis kromatografi gas spektrometri massa menggunakan dua data utama,
yaitu terpana dan sterana. Analisis kromatografi gas - spektometri massa pada
minyak bumi digunakan untuk mengetahui kematangan minyak bumi, sumber
material organik penghasil minyak bumi dan kondisi lingkungan terbentuknya
minyak bumi. Parameter yang digunakan untuk analisis tersebut antara lain:
![Page 60: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/60.jpg)
60
a. Rasio Tm/Ts untuk mengetahui kematangan minyak bumi, dimana menurut
Peters dan Moldowan (1993) dan untuk mengetahui sumber dan lingkungan
pengendapannya (Waples dan Machihara, 1991).
b. Rasio moretana/hopana oleh Grantham (1986) dalam Waples dan Machihara
(1991) yang digunakan sebagai indikator kematangan.
c. Presentase C27, C28, dan C29 sterana (Hunt, 1996) untuk mengetahui asal
sumber material organik.
III.2.3. Korelasi Batuan Induk – Minyak Bumi
Korelasi geokimia antara batuan induk dengan minyak didasarkan atas
kesamaan komposisinya, yaitu dengan perbandingan ataupun ploting suatu
parameter geokimia yang disebut sebagai biomarker yang didapat dari normal
parafin dan isoprenoid (GC) atau sterana dan terpana (GC-MS) baik pada batuan
induk dan minyak bumi. Parameter yang digunakan antara lain:
a. Ploting Pr/nC17 vs Ph/Ph (Hwang et al., 1998).
b. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005).
III.2.4. Korelasi Geokimia dan Kondisi Geologi
Korelasi geokimia dan kondisi geologi dimaksudkan untuk mencari
hubungan keadaan geologi dengan hasil analisis geokimia yang dihasilkan secara
vertikal maupun lateral. Analisis secara vertikal dilakukan dengan menggunakan
data stratigrafi regional, tektonik dan lingkungan pengendapan yang di dapat dari
studi peneliti terdahulu, kemudian dilakukan interpretasi terkait dengan hasil
penelitian. Analisis secara lateral menggunakan peta top basement dan posisi
![Page 61: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/61.jpg)
61
sumur di daerah penelitian untuk mengetahui perkiraan pola penyebaran oil
window berdasarkan nilai reflektansi vitrinit dan arah migrasi.
III.3. Tahapan Penelitian
Untuk mencapai tujuan dari penelitian, diperlukan beberapa tahapan-tahapan
sebagai berikut :
III.3.1. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan dilakukan diawali dengan latar belakang permasalahan,
sehingga dari hal tersebut dapat ditentukan tema dan judul penelitian serta maksud
dan tujuan penelitian. Setelah itu, melakukan studi literatur yang berhubungan
dengan penelitian, yaitu: Pertama, mengenai kondisi geologi regional daerah
penelitian, baik kondisi struktur geologi, tektonik, dan stratigrafinya. Kedua,
melakukan studi mengenai penelitian terdahulu yang telah dilakukan di daerah
penelitian dari buku internal milik PT. Energi Mega Persada terkait lokasi
penelitian, sejarah lapangan, petroleum system, serta membaca studi pustaka
mengenai teori-teori dasar yang berkaitan dengan topik penelitian melalui
textbook yang berguna untuk memperluas pengetahuan dasar.
III.3.2. Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data adalah mempelajari data-data yang ada, kemudian
memilih dan menyalin data yang dibutuhkan untuk penelitian agar dapat
dilakukan analisis untuk mencapai tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan
adalah :
![Page 62: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/62.jpg)
62
a. Data geokimia batuan induk dan data geokimia minyak bumi
Data geokimia batuan induk dan minyak bumi, dimana kedua jenis data
tersebut tersedia dalam bentuk data digital (pdf), kemudian untuk
memperjelas dan membantu pelaksanaan penelitian dan pembuatan laporan,
data dibuat dalam bentuk tabel terlebih dahulu menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel.
b. Peta dasar lapangan
Peta dasar lapangan terdiri dari peta persebaran lokasi sumur pemboran
yang berguna untuk menunjukkan persebaran sumur secara spasial dan peta
top basement daerah penelitian.
III.3.3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Tahap pengolahan dan analisis data dilakukan analisis dan pengolahan data
di ruang kerja kantor PT Energi Mega Persada, Tbk. serta diskusi dengan
pembimbing baik mentor yang disediakan perusahaan atau dosen pembimbing.
a. Pengolahan dan Analisis Data Geokimia Batuan Induk
Pengolahan data geokimia batuan induk menjadi langkah awal, yaitu
dengan menggunakan Microsoft Excel untuk membuat grafik-grafik, seperti:
kedalaman vs TOC, kedalaman vs Ro, kedalaman vs Tmax, kedalaman vs HI,
dan kedalaman vs OI pada masing-masing sumur. Kemudian, grafik-grafik
yang dihasilkan tersebut disatukan untuk membuat log geokimia yang
digunakan untuk analisis dan interpretasi meliputi nilai TOC, kematangan,
produk hidrokarbon utama dan perkiraan kedalaman oil window.
![Page 63: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/63.jpg)
63
b. Pengolahan dan Analisis Data Geokimia Minyak Bumi
Pengolahan data geokimia minyak bumi antara lain : pertama,
memasukkan (ploting) data pada grafik biodegradasi untuk analisis tingkat
biodegradasi; kedua, menggunakan nilai ataupun perbandingan data
biomarker yang ada untuk analisis tingkat kematangan, jenis material asal,
dan karakteristik tipe lingkungan pengendapan.
c. Korelasi Batuan Induk – Minyak Bumi
Analisis untuk melakukan korelasi batuan induk – minyak bumi adalah
melakukan ploting ataupun membandingkan data biomarker tertentu yang
sama-sama terdapat pada sampel batuan induk dan minyak bumi.
d. Korelasi Geokimia – Kondisi Geologi
Analisis untuk korelasi geokimia dan kondisi geologi dilakukan dengan
menggunakan data stratigrafi regional, proses tektonik dan lingkungan
pengendapan yang di dapat dari studi peneliti terdahulu yang dibandingkan
dengan hasil penelitian. Selain itu menggunakan peta top basement yang di
overlay dengan posisi sumur di daerah penelitian untuk mengetahui distribusi
letak daerah dalaman, perkiraan pola penyebaran oil window berdasarkan
nilai reflektansi vitrinit, dan arah migrasi.
III.3.4. Tahap Penyusunan Laporan
Pada tahap ini dilakukan penulisan laporan sebagai bagian akhir dari alur
kegiatan penelitian. Pada laporan ini akan berisi mengenai sintesis dari semua
analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan.
![Page 64: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/64.jpg)
64
Gambar 3.2. Bagan alir penelitian
![Page 65: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/65.jpg)
65
BAB IV
ANALISIS DATA
IV.1. Sumur SS-1
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-1 meliputi kandungan TOC,
pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), rasio atom H/C dan O/C, serta reflektansi vitrinit
(%Ro) yang dilakukan pada interval kedalaman 3284 – 7076 kaki dan terbagi
atas Formasi Telisa (3284-5151 kaki) yang tersusun atas serpih, batulanau, serta
batugamping lanauan dan Formasi Pematang (6415-7076 kaki) tersusun atas
serpih dan batulempung. Interval kedalaman 2974-3284 kaki diperkirakan
ekuivalen dengan Formasi Petani dan tidak masuk dalam pembahasan (Lampiran
1 A).
IV.1.1. Hasil Analisis Nilai TOC
Hasil analisis TOC (Total Organic Carbon) yang dilakukan pada sumur SS-
1 (Lampiran 1 A) berkisar antara 0,23 – 1,56 wt-% dengan rerata 0,91 wt-% pada
Formasi Telisa dan 0,13 – 0,52 wt-% dengan rerata 0,25 wt-% pada Formasi
Pematang. Sampel yang mempunyai kandungan TOC < 0,5 wt-% tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, nilai TOC antara 0,5 – 1,0 wt-% berpotensi cukup
baik menghasilkan hidrokarbon, sedangkan sampel yang memiliki kandungan
TOC antara 1,0 – 2,0 wt-% berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon (Peters and
Cassa, 1994). Pada sumur SS-1 terdapat enam sampel yang tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, yaitu sampel pada kedalaman 4458, 4714, 5035, 6415,
6934, dan 7076 kaki. Terdapat empat sampel yang memiliki kandungan TOC
antara 0,5 – 1,0 wt-% yang berpotensi cukup baik menghasilkan hidrokarbon,
![Page 66: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/66.jpg)
66
sedangkan pada Formasi Telisa terdapat lima sampel dengan kandungan TOC
berkisar antara 1,0 – 2,0 wt-% yang berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon.
IV.1.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Analisis REP digunakan untuk mengetahui kualitas dan tingkat kematangan
material organik menggunakan parameter Tmax. Sampel dikatakan belum matang
jika mempunyai nilai Tmax < 435 oC, matang jika mempunyai nilai Tmax 435-
470 oC, dan sangat matang jika mempunyai nilai Tmax > 470 oC (Peters and
Cassa, 1994). Berdasarkan hasil analisis pada sumur SS-1 (Lampiran 1 A)
didapatkan nilai Tmax memiliki kisaran antara 422 – 432 oC pada Formasi Telisa
yang menunjukkan sampel belum matang. Pada Formasi Pematang hanya terdapat
satu sampel, yaitu pada kedalaman 6548 kaki dengan nilai Tmax 440 0C yang
menunjukkan sampel mature. Nilai PI (Production Index) juga digunakan untuk
menentukan kematangan batuan induk. Sampel dikatakan matang jika mempunyai
nilai PI 0,1-0,4 (Peters and Cassa, 1994). Nilai PI pada Formasi Telisa berkisar
antara 0,005 – 0,038 yang menunjukkan hidrokarbon belum terekspulsi, karena
nilai PI < 0.1 (Gambar 4.1.).
Nilai PY (Potential Yield) pada Formasi Telisa dari hasil analisis
menunjukkan kisaran antara 0,58 - 4,07 mg HC/g TOC. Nilai HI (Hydrogen
Index) dan OI (Oxygen Index) digunakan untuk menentukan kualitas batuan induk
(tipe kerogen). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan nilai HI pada Formasi
Telisa antara 52 - 357 mg HC/g TOC dengan rerata 176.2 mg HC/g TOC,
sementara pada Formasi Pematang hanya terdapat satu sampel dengan nilai HI 17
![Page 67: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/67.jpg)
67
mg HC/g TOC (Gambar 4.1.). Nilai OI kedua formasi tidak dapat dihitung, karena
tidak mempunyai nilai parameter S3.
IV.1.3. Hasil Analisis Nilai Reflektansi Vitrinit (%Ro)
Nilai reflektansi vitrinit dapat digunakan untuk evaluasi tingkat kematangan
material organik di dalam batuan induk. Menurut Peters dan Cassa (1994), batuan
dianggap belum matang jika memiliki nilai Ro < 0,6%, dianggap matang jika
memiliki nilai Ro 0,6 – 1,35%, dan dianggap sangat matang jika memiliki nilai Ro
> 1,35%. Berdasarkan pengukuran reflektansi vitrinit (Lampiran 1 A) pada
Formasi Telisa didapatkan nilai Ro antara 0,27-0,37%, sedangkan pada Formasi
Pematang memiliki nilai Ro 0.42%. Berdasarkan hasil analisis pada sumur SS-1
sampel pada Formasi Telisa dan Pematang belum matang. Nilai Ro pada
umumnya akan meningkat seiring bertambahnya kedalaman, sehingga kita dapat
memprediksi pada kedalaman berapa akan terjadi oil window dengan cara menarik
garis linier terhadap nilai data Ro (Gambar 4.1.). Pada sumur SS-1 diperkirakan
terjadi top oil window pada kedalaman 7550 kaki. Berdasarkan overlay peta top
basement dan posisi sumur SS-1 (Lampiran 5) dapat menunjukkan bahwa sumur
SS-1 memiliki kedalaman basement hingga 9000 kaki, sehingga top oil window
tersebut dapat diperkirakan masih terjadi pada Formasi Pematang.
![Page 68: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/68.jpg)
68
Gambar 4.1. Log geokimia Sumur SS-1 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.1.4. Hasil Analisis n-Parafin dan Isoprenoid Batu Inti
Hasil analisis n-parafin dan isoprenoid batu inti sumur SS-1 hanya terdapat
pada Formasi Telisa yaitu pada kedalaman 630-720 dan 1263 kaki. Data n-parafin
terdiri dari nC15-nC34. Data n-parafin (Tabel 4.1.) dapat digunakan untuk
menentukan nilai CPI (Carbon Preference Index) dengan menggunakan rumus
dari Bray & Evans (1961). Nilai CPI digunakan untuk mengetahui kematangan
batuan induk, batuan induk tergolong matang jika mempunyai nilai CPI
mendekati 1 (Killops dan Killops, 2005). Nilai CPI pada Formasi Telisa dari
sampel sumur SS-1 berkisar antara 1,21 – 1,39 yang menunjukkan belum matang.
Data isoprenoid (Tabel 4.2.) yang penting adalah pristana (Pr) dan fitana
(Ph). Rasio isoprenoid/n-alkana dapat digunakan untuk mengetahui sumber
![Page 69: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/69.jpg)
69
material organik dan lingkungan pengendapan, antara lain rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph
(Hwang et al., 1998) dan Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Ploting rasio
Pr/nC17 vs Pr/Ph (Lampiran 3.A) menunjukkan material organik Formasi Telisa
sumur SS-1 berasal dari tumbuhan tinggi dan mixed. Lingkungan pengendapan
Formasi Telisa sumur SS-1 highly anoxic – anoxic to suboxic lacustrine or
marine. Berdasarkan ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Lampiran 4.A) menunjukkan
material organik berasal dari mixed tumbuhan tingkat tinggi dan alga.
Tabel 4.1. Data n-parafin batu inti pada sumur SS-1
n-Parafin Kedalaman (kaki)
3678 3809 4009 4383 4458 4814 5046 5151
nC15 9 7 8.4 9.8 4.3 5.2 6.2 6.4
nC16 7.4 6.8 8 8.1 5.7 6.2 6.3 5.8
nC17 8.1 9.9 10.1 9.4 10.4 8.9 8.1 7.1
nC18 8.1 10.8 10.6 10.5 12.6 9 7.8 6.4
nC19 9.4 11.7 6.5 11.1 10.4 8.7 7 6.3
nC20 4.5 5.1 4.6 7.5 9.1 6.4 5.2 4.1
nC21 3.9 4.7 3.3 5.9 6.8 6 4.4 3.7
nC22 3.3 2.7 3.8 5 6.2 6.4 5.5 3.4
nC23 3.5 3 3.9 4.4 5.8 5.4 4.9 3.5
nC24 3.3 2.5 2.6 3.6 4.6 4.8 3.8 3.3
nC25 8.7 5.8 3.4 4.9 6.5 5.3 3.8 4.5
nC26 1.5 1.6 3.5 2.6 3.4 4.2 3.4 3.3
nC27 2.3 1.9 5.2 3.3 2.8 4.7 4.2 5
nC28 3.3 4.1 1.6 1.5 1.9 1.8 3.4 4.1
nC29 3.4 4.2 4.9 1.9 2.8 3.3 4.7 5.6
nC30 1.8 2.2 10.2 4.6 3.2 5 4 4.6
nC31 7.3 7.6 4.4 2.2 1.5 3 6.7 7.4
nC32 2.2 1.9 1.8 1.8 0.8 2.8 3.7 5.2
nC33 8.2 5.7 2.4 1.2 0.8 1.8 4.1 7.3
nC34 0.8 0.8 0.8 0.7 0.4 1.1 2.8 3
CPI 2.79 2.21 1.08 1.07 1.26 1.02 1.32 1.47
![Page 70: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/70.jpg)
70
Tabel 4.2. Data isoprenoid batu inti pada sumur SS-1
Isoprenoid Kedalaman (kaki)
3678 3809 4009 4383 4458 4814 5046 5151
Ip13 1.4 0.2 1.3 2.5 0.9 0.4 1.1 2.2
Ip14 2.5 0.6 1.7 3.1 0.7 0.7 1.6 2.4
Ip15 4.6 3.1 5 6.4 2.3 3.4 4.8 5.5
Ip16 13.8 10.4 8.4 10.2 5.2 6 6.9 8.5
Ip18 10.6 8.5 10 10.1 13.6 13.6 12.5 12.6
Pristane 39.3 39.7 45.3 47.9 49.2 51.6 55.5 55.1
Phytane 27.8 37.5 28.3 19.8 28.1 24.3 17.6 13.7
Pris/Phy 1.41 1.06 1.6 2.43 1.75 2.13 3.15 4.03
Pris/nC17 4.58 4.01 4.48 5.09 4.7 5.8 6.85 7.76
Phy/nC18 3.43 3.47 2.67 1.89 2.23 2.7 2.3 2.14
IV. 1.5. Hasil Analisis Minyak Bumi
Hasil analisis minyak bumi pada sumur SS-1 terdiri dari tiga sampel yang
terdapat pada Formasi Sihapas. Data hasil analisis (Tabel 4.3.) berupa API gravity
yang mempunyai nilai antara 42,20 – 42,70 yang menunjukkan termasuk light oil.
Data fraksi hidrokarbon dapat berguna untuk mengetahui tingkat biodegradasi
pada sampel minyak bumi. Hasil ploting kandungan fraksi hidrokarbon saturates,
aromatics, dan asphaltics (Lampiran 2) menunjukkan sampel minyak bumi belum
mengalami proses biodegradasi, sehingga dapat digunakan untuk korelasi dengan
batuan induk.
Tabel 4.3. Sifat fisik minyak bumi pada sumur SS-1
![Page 71: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/71.jpg)
71
IV.1.5.1. Hasil Analisis Biomarker Minyak Bumi
Analisis biomarker menggunakan dua parameter data, yaitu n parafin dan
isoprenoid yang didapat dari analisis GC serta terpana dan sterana yang didapat
dari analisis GC-MS. Hasil analisis GC pada sumur SS-1 (Tabel 4.4.) terdiri dari
data n-parafin nC15-nC34 dan data isoprenoid, seperti pristana (Pr) dan fitana (Ph).
Jenis batuan induk yang menghasilkan minyak bumi dapat diketahui dari nilai
rasio Pr/Ph, dimana minyak yang berasal dari batuan induk non marine
mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 5 – 11, sedangkan minyak yang berasal dari
batuan induk marine mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 1-3 (Powell and Mc Kirdy,
1973 dalam Peters et al., 2005). Nilai rasio Pr/Ph berkisar antara 9,17 – 10,76
yang menunjukkan jenis batuan induk penghasil minyak bumi adalah batuan
induk non marine.
Selain itu juga dapat diketahui dari rasio Pr/nC17, dimana minyak yang
berasal dari batuan induk non marine mempunyai nilai rasio Pr/nC17 > 1,0,
sedangkan minyak yang berasal dari batuan induk yang terendapkan di laut
memiliki nilai rasio Pr/nC17 < 0,5 (Lijmbach, 1975 dalam Peters et al., 2005).
Nilai rasio Pr/nC17 berkisar antara 5,82 – 7,24 yang berarti bahwa berasal dari
batuan induk non marine.
![Page 72: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/72.jpg)
72
Tabel 4.4. Data hasil analisis GC minyak bumi pada sumur SS-1
n-
parafin
Kedalaman (kaki) Isoprenoid
Kedalaman (kaki)
5238-77 5246-48 5266-81 5238-77 5246-48 5266-81
nC15 8.3 7.1 8.2 Ip13 7.5 6.8 8
nC16 7.6 6.7 7.6 Ip14 12 12.2 13
nC17 6.9 6.2 7.3 Ip15 7.8 7.8 7.7
nC18 7.3 6.3 6.9 Ip16 13.7 14.4 14.8
nC19 7.7 6.8 7.7 Ip18 8.4 9.2 9.4
nC20 6.8 6 6.8 Pristane 46.3 44.9 42.5
nC21 6.7 6.1 6.9 Phytane 4.3 4.7 4.6
nC22 6.5 6 6.6 Pris/Phy 10.76 9.6 9.24
nC23 6.3 5.8 6.4 Pris/nC17 6.71 7.24 5.82
nC24 6.2 5.8 6.4 Phy/nC18 0.58 0.74 0.67
nC25 5.8 5.9 6
nC26 5.1 5.4 5.2
nC27 4.8 5.6 4.8
nC28 3.7 4.8 3.6
nC29 3.5 4.9 3.2
nC30 2.3 3.5 2.1
nC31 2.1 3.3 2
nC32 1.1 1.7 1
nC33 0.9 1.5 0.8
nC34 0.4 0.6 0.5
CPI 1.14 1.16 1.16
Analisis GC-MS berdasarkan data terpana (Tabel 4.5.) rasio Tm/Ts berkisar
antara 1,84 – 2,13 menunjukkan tingkat kematangan early mature, karena
menurut Peters dan Moldowan (1993) rasio 1,0-2,0 mempunyai tingkat
kematangan early mature. Rasio moretana/hopana juga dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kematangan, dimana dikatakan matang jika memiliki rasio
0,1-0,3 (Grantham, 1986 dalam Waples dan Machihara, 1991). Rasio C30
moretana/C30 hopana bernilai 0,11 menunjukkan tingkat kematangan awal (early
![Page 73: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/73.jpg)
73
mature). Indek gamaserana yang tinggi menunjukkan kondisi lingkungan yang
mempunyai salinitas tinggi (Hunt, 1996). Indek gamaserana berkisar antara 2,56 –
3,33 menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan yang relatif tidak saline.
Sumber material organik dapat diketahui dari data sterana, dimana sebagian
besar tumbuhan tingkat tinggi mempunyai sterana C29 yang dominan, sebaliknya
sterana C27 cenderung dominan pada alga (Hunt, 1996). Berdasarkan data sterana
(Tabel 4.6.) nilai sterana C29 lebih tinggi dibandingkan C27 dan C28, membuktikan
adanya input material tumbuhan tingkat tinggi yang dominan. Waples dan
Machihara (1991) menggunakan rasio epimer 20S/20R untuk mengetahui tingkat
kematangan, dimana minyak bumi semakin matang akan meningkatkan proporsi
20S dan mengurangi proporsi 20R. Berdasarkan data rasio 20S/20R 5α C29
berkisar antara 0,64 – 0,74, menunjukkan sampel matang awal.
Tabel 4.5. Data terpana minyak bumi pada sumur SS-1
* hop = hopana; mor = moretana; OL= oleanana; GM= gamaserana
Tabel 4.6. Data sterana minyak bumi pada sumur SS-1
* ster = sterana
![Page 74: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/74.jpg)
74
IV.2. Sumur SS-2
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-2 hanya pada Formasi Telisa,
yaitu meliputi kandungan TOC, pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi
vitrinit (% Ro) yang diterdapat pada interval kedalaman 2260 – 3769 kaki.
Formasi Telisa tersusun atas batulanau, batulempung, dan napal (Lampiran 1 B).
IV.2.1. Analisis Nilai TOC
Analisis TOC digunakan untuk mengetahui kuantitas batuan induk, dimana
sampel yang mempunyai kandungan TOC < 0,5 wt-% tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, 0,5 – 1,0 wt-% berpotensi cukup baik menghasilkan
hidrokarbon, sedangkan 1,0 – 2,0 wt-% berpotensi baik menghasilkan
hidrokarbon (Peters and Cassa, 1994). Terdapat enam sampel Formasi Telisa pada
sumur SS-2 (Lampiran 1 B) mempunyai kandungan TOC berkisar antara 0,66 –
1,21 wt-% dengan rerata 0,93 wt-%, dimana empat sampel yang memiliki
kandungan TOC antara 0,5 – 1,0 wt-% yang berpotensi cukup baik menghasilkan
hidrokarbon, sedangkan dua sampel yang memiliki kandungan TOC antara 1,0 –
2,0 wt-% yang terdapat pada berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon.
IV.2.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Berdasarkan hasil analisis pada sumur SS-2 (Lampiran 1 B) didapatkan
nilai Tmax pada Formasi Telisa memiliki kisaran antara 427 – 433 oC yang
menunjukkan sampel belum matang. Sampel dikategorikan belum matang jika
mempunyai nilai Tmax < 435 oC (Peters and Cassa, 1994). Nilai PI juga
digunakan untuk menentukan kematangan batuan induk, dimana sampel dikatakan
![Page 75: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/75.jpg)
75
matang jika mempunyai nilai PI 0,1-0,4 (Peters and Cassa, 1994). Nilai PI
Formasi Telisa berkisar antara 0,057 – 0,085 yang menunjukkan hidrokarbon
belum terekspulsi dari batuan, karena nilai PI < 0,1 (Gambar 4.2.).
Nilai PY pada Formasi Telisa dari hasil analisis menunjukkan kisaran
antara 0,58 - 4,07 mg HC/g TOC. Nilai HI dan OI digunakan untuk menentukan
kualitas batuan induk (tipe kerogen). Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai
HI antara 45 - 268 mg HC/g TOC dengan rerata 156,8 mg HC/g TOC, sedangkan
nilai OI tidak dapat dihitung karena tidak terdapat nilai parameter S3.
IV.2.3. Hasil Analisis Nilai Reflektansi Vitrinit (%Ro)
Berdasarkan pengukuran reflektansi vitrinit (Lampiran 1 B) pada Formasi
Telisa didapatkan nilai Ro antara 0,38-0,4% dan dianggap belum matang. Sampel
yang memiliki nilai Ro < 0,6% dianggap belum matang (Peter dan Cassa, 1994).
Nilai Ro pada umumnya akan meningkat seiring bertambahnya kedalaman,
sehingga kita dapat memprediksi pada kedalaman berapa akan terjadi oil window
(Gambar 4.2.). Pada sumur SS-2 diperkirakan terjadi top oil window pada
kedalaman 7200 kaki. Berdasarkan overlay peta top basement dan posisi sumur
SS-2 (Lampiran 5) dapat menunjukkan bahwa sumur SS-2 memiliki kedalaman
basement antara 5000-7000 kaki, sehingga top oil window tersebut dapat
diperkirakan terjadi pada basement dan itu menunjukkan bahwa Formasi
Pematang pada sumur SS-2 belum matang.
![Page 76: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/76.jpg)
76
Gambar 4.2. Log geokimia sumur SS-2 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.2.4. Hasil Analisis n-Parafin dan Isoprenoid Batu Inti
Data n-parafin terdiri dari nC15-nC34 dan berguna untuk menghitung nilai
CPI yang berfungsi mengetahui kematangan batuan induk, batuan induk tergolong
matang jika mempunyai nilai CPI mendekati 1 (Killops dan Killops, 2005). Nilai
CPI pada sampel 1,08 yang menunjukkan sampel matang. Data isoprenoid yang
penting adalah pristana (Pr) dan fitana (Ph). Rasio isoprenoid/n-alkana dapat
digunakan untuk mengetahui asal material organik dan lingkungan pengendapan,
yaitu rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998) dan Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et
al., 2005). Hasil ploting rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Lampiran 3.B) menunjukkan
material organik Formasi Telisa sumur SS-2 dari tumbuhan tinggi, sedangkan
lingkungan pengendapan Formasi Telisa sumur SS-2 anoxic to suboxic lacustrine
or marine. Berdasarkan ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Lampiran 4.B) menunjukkan
material organik berasal dari mixed tumbuhan tingkat tinggi dan alga.
![Page 77: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/77.jpg)
77
Tabel 4.7. Data hasil analisis GC batu inti pada sumur SS-2
n-Parafin Kedalaman (kaki)
Isoprenoid Kedalaman (kaki)
3708-3768 3708-3768
nC15 3.8 Ip 13 0.2
nC16 5.2 Ip 14 0.2
nC17 6.2 Ip 15 2.1
nC18 6.5 Ip 16 5.4
nC19 6.4 Ip 18 17.1
nC20 5.5 Pristane 49.3
nC21 4.4 Phytane 25.7
nC22 4.5 Pris/Phy 1.92
nC23 4.6 Pris/nC17 7.95
nC24 3.9 Phy/nC18 3.95
nC25 4.3
nC26 3.7
nC27 5.8
nC28 5.1
nC29 6.6
nC30 7
nC31 5.7
nC32 4.4
nC33 3.3
nC34 3.1
CPI 1,08
IV.3. Sumur SS-3
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-3 meliputi kandungan TOC,
pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (%Ro) yang dilakukan pada
interval kedalaman 190 – 7173 kaki dan terbagi atas tiga formasi batuan, yaitu
Formasi Telisa (190-730 kaki) yang tersusun atas serpih dan batulanau. Formasi
Sihapas (820-4580 kaki) tersusun atas batupasir, serpih, batulanau, dan
batulumpur. Formasi Pematang (4670-7173 kaki) yang tersusun atas serpih,
batupasir, dan batulumpur (Lampiran 1 C).
![Page 78: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/78.jpg)
78
IV.3.1. Hasil Analisis Nilai TOC
Hasil analisis TOC yang dilakukan pada sumur SS-3 (Lampiran 1 C),
berkisar antara 0,31 – 1,08 dengan rerata 0,67 wt-% pada Formasi Telisa, antara
0,06 – 0,96 dengan rerata 0,22 wt-% pada Formasi Sihapas, dan antara 0,09 – 2,59
dengan rerata 0,62 wt-% pada Formasi Pematang. Sampel yang mempunyai
kandungan TOC < 0,5 wt-% tidak berpotensi menghasilkan hidrokarbon, 0,5 – 1,0
wt-% berpotensi cukup baik menghasilkan hidrokarbon, sedangkan 1,0 – 2,0 wt-
% berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon (Peters and Cassa, 1994). Sampel
pada Formasi Sihapas dominan mempunyai kandungan TOC < 0,5 wt-% yang
berarti tidak berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Sampel Formasi Telisa
dominan memiliki kandungan TOC antara 0,5 – 1,0 wt-% yang berpotensi cukup
baik menghasilkan hidrokarbon. Nilai TOC sampel Formasi Pematang sangat
bervariasi dari berpotensi tidak menghasilkan hidrokarbon hingga sangat baik
menghasilkan hidrokarbon.
IV.3.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Hasil analisis REP pada sumur SS-3 (Lampiran 1 C) didapatkan nilai Tmax
memiliki kisaran antara 411 – 423 oC pada Formasi Telisa dan Formasi Sihapas
memiliki nilai Tmax berkisar antara 414 – 4200C yang menunjukkan sampel
belum matang, sedangkan Formasi Pematang memiliki nilai Tmax berkisar antara
433 – 4450C yang menunjukkan sampel telah mature. Menurut Peters and Cassa
(1994) sampel dikatakan belum matang jika mempunyai nilai Tmax < 435 oC,
matang jika mempunyai nilai Tmax 435-470 oC, dan sangat matang jika
mempunyai nilai Tmax > 470 oC.
![Page 79: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/79.jpg)
79
Nilai PI dapat digunakan untuk menentukan kematangan batuan induk.
Sampel dikategorikan matang jika mempunyai nilai PI 0,1-0,4 (Peters and Cassa,
1994). Nilai PI Formasi Sihapas berkisar antara 0,02 – 0,05 menunjukkan
hidrokarbon belum terekspulsi, sedangan Formasi Pematang memiliki nilai PI
berkisar antara 0,06 – 0,36 menunjukkan hidrokarbon sudah terekspulsi (Gambar
4.3.). Nilai PY Formasi Sihapas hanya terdapat pada empat sampel, yaitu berkisar
antara 0,25 – 1,73 mg HC/g TOC, sedangkan nilai PY Formasi Pematang berkisar
antara 0,44 – 5,17 mg HC/g TOC. Berdasarkan hasil analisis, Formasi Telisa
memiliki nilai HI antara 207 - 415 dengan rerata 279,3 mg HC/g TOC dan OI
antara 52,8 – 211,9 dengan rerata 100,3 mg CO2/g TOC. Formasi Sihapas
memiliki nilai HI antara 16 - 254 dengan rerata 239,5 mg HC/g TOC dan OI
antara 34,4 – 131,8 dengan rerata 57 mg CO2/g TOC. Formasi Pematang memiliki
nilai HI antara 54 – 186 dengan rerata 145.7 mg HC/g TOC dan OI antara 31,1 –
128,8 dengan rerata 59,7 mg CO2/g TOC. Nilai HI dan OI digunakan untuk
menentukan tipe kerogen batuan induk.
IV.3.3. Hasil Analisis Nilai Reflektansi Vitrinit (%Ro)
Hasil analisis reflektansi vitrinit (Lampiran 1 C) pada Formasi Telisa hanya
terdapat satu sampel dengan nilai Ro 0,35 % dan Formasi Sihapas juga hanya
terdapat satu sampel dengan nilai Ro 0,36 %, keduanya dianggap belum matang.
Formasi Pematang memiliki nilai Ro berkisar antara 0,57 – 0,79 yang
menunjukkan sudah matang (mature). Menurut Peter dan Cassa (1994), batuan
dikategorikan belum matang jika memiliki nilai Ro < 0,6%, dikategorikan matang
jika memiliki nilai Ro 0,6 – 1,35%, dan dikategorikan sangat matang jika
![Page 80: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/80.jpg)
80
memiliki nilai Ro > 1,35%. Nilai Ro pada umumnya akan meningkat seiring
bertambahnya kedalaman, sehingga kita dapat memprediksi pada kedalaman
berapa akan terjadi oil window (Gambar 4.3.). Pada sumur SS-3 kedalaman terjadi
top oil window pada kedalaman 5000 kaki yaitu pada Formasi Pematang, sehingga
menunjukkan bahwa Formasi Pematang telah matang.
Gambar 4.3. Log geokimia sumur SS-3 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.3.4. Hasil Analisis n-Parafin dan Isoprenoid Batu Inti
Analisis biomarker pada sumur SS-3 hanya menggunakan data n-parafin
dan isoprenoid yang terdapat pada tiga formasi, yaitu Formasi Telisa, Sihapas, dan
Pematang. Data n-parafin (Tabel 4.8.) terdiri dari nC15-nC34 berguna untuk
menentukan nilai CPI. Batuan induk tergolong matang jika mempunyai nilai CPI
mendekati 1 (Killops dan Killops, 2005). Nilai CPI pada sampel semakin kecil
![Page 81: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/81.jpg)
81
seiring bertambahnya kedalaman yaitu dari 1,59 – 1,05 yang menunjukkan sampel
semakin matang. Data isoprenoid (Tabel 4.9.) terdiri dari pristana (Pr) dan fitana
(Ph). Rasio isoprenoid/n-alkana digunakan untuk mengetahui asal material
organik dan lingkungan pengendapan, yaitu rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al.,
1998) dan Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting rasio Pr/nC17 vs
Pr/Ph (Lampiran 3.C) menunjukkan bahwa material organik Formasi Telisa,
Sihapas, dan Pematang sumur SS-3 berasal dari tumbuhan tinggi. Lingkungan
pengendapan Formasi Telisa dan Sihapas anoxic to suboxic lacustrine or marine,
sedangkan Formasi Pematang pada sumur SS-3 oxic terrestrial. Berdasarkan
ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Lampiran 4.C) menunjukkan material organik berasal
dari Formasi Telisa dan Sihapas mixed tumbuhan tingkat tinggi dan alga,
sedangkan Formasi Pematang dari tumbuhan tingkat tinggi.
Tabel 4.8. Data n-parafin batu inti pada sumur SS-3
nParafin
Kedalaman (kaki)
Telisa Sihapas Pematang
640 2060 2600 3836 4470 5030 5480 5660 5930 6206
nC15 6 8.5 5.1 3.3 3.5 4.8 8 2.4
nC16 5.2 9.1 4.9 3.3 3.6 4.8 8.8 2.9
nC17 5.7 9.5 5 3.5 3.8 4.7 8.8 4.3
nC18 5.3 7.9 5.7 0.7 1.6 3.5 3.8 4.6 7.8 7
nC19 4.7 7.5 6 1 3 4.4 4.4 4.9 5.8 6.5
nC20 3 5.9 4.4 1.4 3.6 3.8 4.2 4.4 5.3 6
nC21 2.6 5.2 3.9 1.8 4.4 4 4.4 4.4 4.8 5.6
nC22 2.3 4.6 3.5 2.1 4.9 4.4 4.7 4.5 4.4 5.1
nC23 2.2 4.1 3.2 2.6 5.4 4.7 5.1 4.6 4.1 5
nC24 2 3.3 2.2 3.6 6.7 4.9 5.4 4.6 3.7 5.4
nC25 1.9 2.8 2 4.9 7.6 5.5 5.7 4.9 3.6 5.4
nC26 1.3 2.2 1.9 6.2 8.2 5.2 5.8 5 3.7 5.2
nC27 1.7 1.9 2.2 8.6 9.2 6 6 5.1 3.6 4.8
![Page 82: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/82.jpg)
82
Tabel 4.8 (Lanjutan)
640 2060 2600 3836 4470 5030 5480 5660 5930 6206
nC28 1.7 1.5 2 9.6 8.9 6 5.7 4.9 3.2 4.6
nC29 2.3 1.4 2.5 12.3 9.6 6.1 5.9 5.1 3.1 4.5
nC30 1.8 1 1.9 10.9 7 4.4 4.2 3.6 2.3 3.5
nC31 2.9 1.2 2.8 12.4 6.7 4.4 4.1 3.6 2.2 2.8
nC32 1.2 8.1 3.1 2.5 2.3 2 1.2 1.9
nC33 2.1 7.6 2.3 2.6 2.3 1.9 1.1 1.4
nC34 3.9 0.6 0.9 0.7 0.7 0.3 0.7
CPI 1.59 1.23 1.41 1.19 1.16 1.18 1.15 1.15 1.12 1.05
Tabel 4.9. Data isoprenoid batu inti pada sumur SS-3
Isoprenoid
Kedalaman (kaki)
Telisa Sihapas Pematang
640 2060 2600 3836 4470 5030 5480 5660 5930 6206
Ip 13 1.5 1.2 3.5 5 7.1 6.1
Ip 14 2.5 1.5 2.4 4.6 7.9 11.6 12.9 12.7 1.6
Ip 15 4.5 3.4 4.6 2.3 5.9 6.2 6.8 5.2 2.9
Ip 16 10.2 12.4 10 6.6 13.9 14.7 14.7 14.3 7.8
Ip 18 8.1 12.8 8.7 7.6 4.3 11.9 10.4 8.9 12.2 13.7
Pristane 49.9 51.6 50.6 59.6 75.2 50.5 47 44.7 42.9 64.5
Phytane 23.3 18.3 22.5 19.3 20.5 6.4 5.1 4.9 6.6 9.5
Pris/Phy 2.14 2.81 2.25 3.09 3.67 7.94 9.21 9.03 6.57 6.89
Pris/nC17 8.7 5.4 10.2 14.4 12.4 9.5 4.8 15
Phy/nC18 4.4 2.3 3.95 27.6 12.8 1.8 3.6 1.06 0.8 1.4
IV.4. Sumur SS-4
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-4 meliputi kandungan TOC,
pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (%Ro) yang dilakukan pada
interval kedalaman 180 – 7000 kaki dan terbagi atas tiga formasi batuan, yaitu
Formasi Telisa (180-4140 kaki) yang tersusun atas batulanau dan serpih. Formasi
Sihapas (4140-6120 kaki) tersusun atas batupasir dan serpih. Formasi Pematang
![Page 83: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/83.jpg)
83
(6120-7000 kaki) yang tersusun atas serpih, batupasir, dan batubara (Lampiran 1
D).
IV.4.1. Hasil Analisis Nilai TOC
Analisis TOC digunakan untuk mengetahui kuantitas batuan induk, dimana
sampel yang mempunyai kandungan TOC < 0,5 wt-% tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, 0,5 – 1,0 wt-% berpotensi cukup baik menghasilkan
hidrokarbon, 1,0 – 2,0 wt-% berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon,
sedangkan 2,0 – 4,0 wt-% berpotensi sangat baik menghasilkan hidrokarbon
(Peters and Cassa, 1994). Nilai TOC pada sumur SS-4 (Lampiran 1 D), berkisar
antara 0,42 – 1,40 dengan rerata 0,93 wt-% pada Formasi Telisa, antara 0,14 –
1,21 dengan rerata 0,42 wt-% pada Formasi Sihapas, dan antara 0,49 –8,58
dengan rerata 0,62 wt-% pada Formasi Pematang. Sampel pada Formasi Sihapas
dominan mempunyai kandungan TOC dominan < 0,5 wt-% yang berarti tidak
berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Sampel Formasi Telisa secara umum
berpotensi cukup baik - baik menghasilkan hidrokarbon. Sampel Formasi
Pematang memiliki nilai TOC bervariasi yang menunjukkan berpotensi cukup
baik – sangat baik menghasilkan hidrokarbon hingga sangat baik menghasilkan
hidrokarbon. Terdapat tiga sampel yang memiliki kandungan TOC sangat tinggi,
yaitu pada kedalaman 5966, 6679, dan 6780 kaki yang menunjukkan sampel
memiliki litologi batubara.
![Page 84: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/84.jpg)
84
IV.4.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Analisis REP dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan,
dimana sampel dikategorikan belum matang jika mempunyai nilai Tmax < 435 oC,
matang jika mempunyai nilai Tmax 435-470 oC, dan sangat matang jika
mempunyai nilai Tmax > 470 oC (Peters and Cassa, 1994). Hasil analisis pada
sumur SS-4 (Lampiran 1 D) didapatkan nilai Tmax berkisar antara 415 – 433 oC
pada Formasi Telisa dan Formasi Sihapas memiliki nilai Tmax berkisar antara
430 – 4320C yang menunjukkan sampel belum matang. Formasi Pematang
memiliki nilai Tmax berkisar antara 432 – 4420C yang menunjukkan sampel
mature.
Menurut Peters dan Cassa (1994) sampel dikategorikan matang jika
mempunyai nilai PI 0,1-0,4. Nilai PI Formasi Telisa berkisar antara 0,002 – 0,068
dan Formasi Sihapas mempunyai nilai PI 0,073 yang menunjukkan hidrokarbon
belum terekspulsi. Formasi Pematang memiliki nilai PI berkisar antara 0,046 –
0,309 menunjukkan terdapat hidrokarbon yang sudah terekspulsi (Gambar 4.4.).
Nilai PY pada Formasi Telisa berkisar antara 1,14 – 5,12 mg HC/g TOC,
sedangkan nilai PY pada Formasi Pematang berkisar antara 0,55 – 5,21 mg HC/g
TOC. Berdasarkan hasil analisis, pada Formasi Telisa memiliki nilai HI antara
52,5 – 495 dengan rerata 377,2 mg HC/g TOC dan OI antara 22,5 – 148,2 dengan
rerata 47.3 mg CO2/g TOC. Pada Formasi Sihapas memiliki nilai HI antara 220 -
252 dengan rerata 227 mg HC/g TOC dan OI antara 1,2 – 65,3 dengan rerata 57
mg CO2/g TOC. Formasi Pematang memiliki nilai HI antara 66 - 255 dengan
![Page 85: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/85.jpg)
85
rerata 201 mg HC/g TOC dan OI antara 9.8 – 56.5 dengan rerata 26.7 mg CO2/g
TOC.
IV.4.3. Hasil Analisis Nilai Reflektansi Vitrinit (%Ro)
Nilai reflektansi vitrinit (Lampiran 1 D) pada Formasi Telisa nilai Ro
berkisar antara 0,27 – 0,34 %, Formasi Sihapas hanya terdapat satu sampel
dengan nilai Ro 0,34 %, sedangkan Formasi Pematang memiliki nilai Ro berkisar
antara 0,47 – 0,49 %. Ketiga formasi dianggap belum matang (immature).
Menurut Peters dan Cassa (1994), batuan dianggap belum matang jika memiliki
nilai Ro < 0,6%, matang jika memiliki nilai Ro 0,6 – 1,35%, dan sangat matang
jika memiliki nilai Ro > 1,35%. Nilai Ro pada umumnya akan meningkat seiring
bertambahnya kedalaman, sehingga kita dapat memprediksi pada kedalaman
berapa akan terjadi oil window (Gambar 4.4.). Pada sumur SS-4 diperkirakan
terjadi top oil window pada kedalaman 7200 kaki. Berdasarkan overlay peta top
basement dan posisi sumur SS-4 (Lampiran 5) menunjukkan bahwa sumur SS-4
memiliki lokasi diluar peta persebaran top basement, sehingga tidak dapat
diperkirakan top oil window tersebut terjadi pada basement atau Formasi
Pematang.
![Page 86: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/86.jpg)
86
Gambar 4.4. Log geokimia sumur SS-4 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.4.4. Hasil Analisis n-Parafin dan Isoprenoid Batu Inti
Analisis biomarker pada sumur SS-4 hanya menggunakan data n-parafin
dan isoprenoid yang terdapat pada tiga formasi, yaitu Formasi Telisa, Sihapas, dan
Pematang. Data n-parafin (Tabel 4.10.) terdiri dari nC15-nC34 berguna untuk
menentukan CPI. Nilai CPI digunakan untuk mengetahui kematangan batuan
induk, batuan induk tergolong matang jika mempunyai nilai CPI mendekati 1
(Killops dan Killops, 2005). Nilai CPI pada ketiga formasi berkisar antara 1,31 –
2,29 yang menunjukkan sampel belum matang. Data isoprenoid terdiri dari
pristana (Pr) dan fitana (Ph). Rasio isoprenoid/n-alkana (Tabel 4.11.) dapat
digunakan untuk mengetahui sumber material organik dan lingkungan
pengendapan, antara lain rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998) dan Pr/nC17
![Page 87: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/87.jpg)
87
vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Lampiran
3.D) menunjukkan bahwa material organik Formasi Telisa sumur SS-4 berasal
dari tumbuhan tinggi dan mixed, sedangkan lingkungan pengendapannya highly
anoxic. Hasil ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 pada Formasi Telisa (Lampiran 4.D)
menunjukkan material organik berasal dari mixed tumbuhan tingkat tinggi dan
alga.
Tabel 4.10. Data n-parafin batu inti pada sumur SS-4
n-
parafin
Kedalaman (kaki)
Telisa Sihapas Pematang
450 900 1260 1620 2070 2250 2970 3510 3670 5400 6210 6300
nC15 1.3 1.5 1.7 1.3 1.8 2.3 3.3 3 4.1 2.2 1.4 1.9
nC16 1.7 2 2 1.6 1.6 2.2 2.8 3 3.9 1.9 1.3 1.4
nC17 1.9 1.9 1.4 1.3 1.6
Prystane 11 12.3 23.1 17.3 24.4 26.6 28.1 27.9 28.1 33.7 31.3 41.2
nC18 2.1 2.7 2.2 2 2.3 3 3.3 3.6 3.6 2.6 1.6 1.6
Phytane 8 9.9 21.7 15.4 20.3 20.8 18.2 14.1 10.5 14 3.8 4.1
nC19 1.5 1.4 1.3 1.1 1 1.8 2.2 3.2 3.6 1.7 1.8 1.7
nC20 1.6 1.7 1.4 1.2 1.2 1.9 2.2 3.2 3.4 2.2 2.1 2.1
nC21 2.3 3.6 4.3 3.9 5.1 4.4 2.4 3.7 4.3 3.8 2.4 2.2
nC22 1.6 0.7 1.7 1.3 1.8 2.2 2.6 3.4 3 2.1 2.5 2.3
nC23 2.2 2.1 1.1 1.8 1.3 1.6 1.7 2.1 2.6 1.8 2.7 2.4
nC24 1.6 1.6 1 2.2 1.8 2 2.4 2.8 3.9 2.7 3.5 3.2
nC25 2.3 2.2 1.2 1.2 1.3 1.3 1.6 2.5 2.8 1.8 3.7 3.2
nC26 1.2 2.4 1.4 1.3 1.5 1.4 1.6 2.7 2.3 2.1 4 3.3
nC27 2.1 1.9 1.5 3.3 6.8 5.1 3.7 3.8 3 1.4 4.8 3.9
nC28 7.6 5.4 4.5 4.5 4.4 4.7 3.9 4.6 3.7 4.7 5 4
nC29 8.3 8 4 4.3 3.4 3.2 3.6 3.8 4.3 5 7.6 6.3
nC30 7 7 3.9 5.9 3.6 3 3.2 3.5 2.8 3.6 5.1 3.9
nC31 13.6 17.5 11.8 16.7 9.7 8.2 8.3 5.3 4.4 7 6.4 4.8
nC32 3.6 2.8 1.8 2.2 0.8 0.7 0.8 1 1.7 1.3 3.3 2.4
nC33 16.6 10.7 6.4 9.5 3.8 3.1 3.6 2.2 3 3.9 4.3 3.2
nC34 0.9 0.7 0.6 0.7 0.5 0.5 0.5 0.6 1 0.5 1.4 0.9
CPI 2.08 2.15 2.01 2.29 2.19 1.9 1.91 1.31 1.37 1.45 1.35 1.37
![Page 88: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/88.jpg)
88
Tabel 4.11. Data isoprenoid batu inti pada sumur SS-4
Iso-
prenoid
Kedalaman (kaki)
Telisa Sihapas Pematang
450 900 1260 1620 2070 2250 2970 3510 3670 5400 6210 6300
Ip13 0.2 0.6 0.1 1.5 1.2 2.2 1.8
Ip14 1 0.8 0.9 1.6 0.8 2 1.7 1.1 1 4.7 3.9
Ip15 2.4 1.3 2.5 2.2 3.3 2.6 4.4 3.9 4.2 2.7 4.8 4.5
Ip16 10.2 9.6 6 7.7 7.1 6.5 7.8 7.8 8.2 7.1 10.6 9.9
Ip18 8.2 7.7 4.6 5.6 4.4 4.8 5.8 8.1 10.8 6.2 10.5 9.4
Pristane 46.1 44.6 44.2 44.3 45.2 47.8 47.7 51.3 55.1 58.5 60 64.1
Phytane 33.1 35.8 41.7 39.3 37.8 37.4 30.8 26 20.6 24.5 7.2 6.4
Pris/Phy 1.39 1.24 1.06 1.12 1.2 1.28 1.55 1.98 2.68 2.39 8.37 10.02
Pris/nC17 5.78 6.47 16.5 13.3 15.2
Phy/nC18 3.8 3.66 9.8 7.7 8.82 6.93 5.51 3.91 2.91 5.38 2.37 2.56
IV.5. Sumur SS-5
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-5 meliputi kandungan TOC,
pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (%Ro) yang dilakukan pada
interval kedalaman 940 – 6920 kaki dan terbagi atas Formasi Telisa (3010-5225
kaki), Formasi Sihapas (5280-6750 kaki) dan Formasi Pematang (6768-6920
kaki). Interval kedalaman 940-3010 kaki diperkirakan ekuivalen dengan Formasi
Petani dan tidak masuk dalam pembahasan (Lampiran 1 E).
IV.5.1. Hasil Analisis Nilai TOC
Hasil analisis TOC yang dilakukan pada sumur SS-5 (Lampiran 1 E), pada
Formasi Telisa berkisar antara 0,05 – 1,53 dengan rerata 0,87 wt-%, pada Formasi
Sihapas antara 0,02 – 1,09 dengan rerata 0,21 wt-%, dan pada Formasi Pematang
antara 0,01 – 1,57 dengan rerata 0,52 wt-%. Menurut Peters and Cassa (1994)
sampel yang mempunyai kandungan TOC < 0,5 wt-% tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, nilai TOC antara 0,5 – 1,0 wt-% berpotensi cukup
![Page 89: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/89.jpg)
89
baik menghasilkan hidrokarbon, sedangkan sampel yang memiliki kandungan
TOC antara 1,0 – 2,0 wt-% berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon. Seluruh
sampel pada Formasi Sihapas tidak berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Sampel
pada Formasi Telisa dominan berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon,
sedangkan nilai TOC sampel Formasi Pematang hanya ada satu sampel yang
berpotensi baik menghasilkan hidrokarbon, tidak berpotensi menghasilkan
hidrokarbon. Terdapat satu sampel yang memiliki kandungan TOC sangat tinggi,
yaitu pada kedalaman 6728 kaki karena memiliki litologi batubara.
IV.5.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Analisis REP digunakan untuk mengetahui kualitas dan tingkat kematangan
material organik menggunakan parameter Tmax. Sampel dikatakan belum matang
jika mempunyai nilai Tmax < 435 oC, matang jika mempunyai nilai Tmax 435-
470 oC, dan sangat matang jika mempunyai nilai Tmax > 470 oC (Peters and
Cassa, 1994). Hasil analisis ada sumur SS-5 (Lampiran 1 E) didapatkan nilai
Tmax berkisar antara 424 – 437 oC pada Formasi Telisa, berkisar antara 428 –
5450C pada Formasi Sihapas, sedangkan Formasi Pematang memiliki nilai Tmax
berkisar antara 402 – 4820C. Data Tmax pada sumur SS-5 ini kemungkinan tidak
akurat dan dapat diabaikan, karena hasil analisis REP lainnya, seperti S1 dan S3
tidak tercatat. Akibat tidak lengkapnya data S1 dan S3, parameter lain seperti PY,
PI, dan OI tidak bisa ditentukan. Berdasarkan hasil analisis pada Formasi Telisa
memiliki nilai HI antara 52 – 377 dengan rerata 250 mg HC/g TOC, Formasi
Sihapas memiliki nilai HI antara 76 - 400 dengan rerata 151,9 mg HC/g TOC,
![Page 90: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/90.jpg)
90
sedangkan Formasi Pematang memiliki nilai HI antara 19 - 527 dengan rerata
156,6 mg HC/g TOC.
Pada sumur SS-5 keterdapatan data sangat terbatas sehingga banyak
parameter yang kosong. Termasuk juga dengan data vitrinit reflektansi (%Ro) dan
data biomarker, sehingga analisis terhadap nilai Ro dan biomarker pada sumur
SS-5 tidak dapat dilakukan.
Gambar 4.5. Log geokimia sumur SS-5 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.5.3. Hasil Analisis Minyak Bumi
Hasil analisis minyak bumi pada sumur SS-5 terdiri dari satu sampel yang
terdapat pada Formasi Sihapas. Data hasil analisis (Tabel 4.12.) berupa API
gravity yang mempunyai nilai 36,20 yang menunjukkan termasuk light oil,
![Page 91: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/91.jpg)
91
sedangkan data fraksi hidrokarbon dapat berguna untuk mengetahui tingkat
biodegradasi pada sampel minyak bumi. Hasil ploting kandungan fraksi
hidrokarbon saturates, aromatics, dan asphaltics (Lampiran 2) menunjukkan
sampel minyak bumi belum mengalami proses biodegradasi. Kandungan sulfur
yang rendah, yaitu 0,28 wt-% menunjukkan minyak bumi berasal dari terrestrial
sourced.
Tabel 4.12. Sifat fisik minyak bumi pada sumur SS-5
IV.5.4. Hasil Analisis Biomarker Minyak Bumi
Analisis biomarker minyak bumi hanya menggunakan data hasil analisis
GC yang hanya terdiri dari satu sampel, sedangkan data hasil analisis GC-MS
tidak dijumpai. Hasil analisis GC pada sumur SS-5 (Tabel 4.13.) terdiri dari data
n-parafin nC15-nC34 dan data isoprenoid, seperti pristana (Pr) dan fitana (Ph).
Jenis batuan induk yang menghasilkan minyak bumi dapat diketahui dari nilai
rasio Pr/Ph, dimana minyak yang berasal dari batuan induk non marine
mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 5 – 11, sedangkan minyak yang berasal dari
batuan induk marine mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 1-3 (Powell and Mc Kirdy,
1973 dalam Peters et al., 2005). Nilai rasio Pr/Ph adalah 12,6 yang berarti bahwa
jenis batuan induk penghasil minyak bumi adalah batuan induk non marine.
Selain itu juga dapat diketahui dari rasio Pr/nC17, dimana minyak yang
berasal dari batuan induk non marine mempunyai nilai rasio Pr/nC17 > 1,0,
![Page 92: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/92.jpg)
92
sedangkan minyak yang berasal dari batuan induk yang terendapkan di laut
memiliki nilai rasio Pr/nC17 < 0,5 (Lijmbach, 1975 dalam Peters et al., 2005).
Mempunyai nilai rasio Pr/nC17 adalah 11,81 yang berarti bahwa minyak bumi
berasal dari batuan induk non marine.
Tabel 4.13. Data hasil analisis GC minyak bumi pada sumur SS-5
n-alkana DST – 1B Isoprenoid DST - 1B
nC15 1.9 Ip13 3.8
nC16 1.8 Ip14 7.1
nC17 1.6 Ip15 5.2
Prystane 18.9 Ip16 10.5
nC18 1.9 Ip18 8.2
Phytane 1.5 Pristane 60.5
nC19 2.2 Phytane 4.7
nC20 2.4 Pris/Phy 12.6
nC21 2.7 Pris/nC17 11.81
nC22 3.2 Phy/nC18 0.78
nC23 3.8
nC24 4.6
nC25 5.5
nC26 6
nC27 7.5
nC28 6.6
nC29 8.2
nC30 5.2
nC31 6
nC32 3.3
nC33 4
nC34 1.2
CPI 1.3
![Page 93: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/93.jpg)
93
IV.6. Sumur SS-6
Data geokimia yang terdapat pada sumur SS-6 meliputi kandungan TOC,
pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (%Ro) yang dilakukan pada
103 – 4527 kaki, yaitu meliputi Formasi Telisa (103-1350 kaki) yang tersusun
atas batulempung dan serpih, Formasi Sihapas (1350-3510 kaki) yang tersusun
atas batupasir dan batulempung, Formasi Pematang (3510-4410 kaki) yang
tersusun atas serpih, batupasir, dan batulempung (Lampiran 1 F).
IV.6.1. Hasil Analisis Nilai TOC
Analisis TOC digunakan untuk mengetahui kuantitas batuan induk, dimana
sampel yang mempunyai kandungan TOC < 0.5 wt-% tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon, 0,5 – 1,0 wt-% berpotensi cukup baik menghasilkan
hidrokarbon, sedangkan 1,0 – 2,0 wt-% berpotensi baik menghasilkan
hidrokarbon (Peters and Cassa, 1994). Nilai TOC pada sumur SS-6 (Lampiran 1
F), berkisar antara 0,67 – 1,3 dengan rerata 0,94 wt-% pada Formasi Telisa, antara
0,13 – 0,45 dengan rerata 0,23 wt-% pada Formasi Sihapas, dan antara 0,06 – 0,58
dengan rerata 0,16 wt-% pada Formasi Pematang. Semua sampel pada Formasi
Sihapas tidak berpotensi menghasilkan hidrokarbon. Pada sampel Formasi Telisa
berpotensi cukup baik - baik untuk menghasilkan hidrokarbon. Pada Formasi
Pematang memiliki empat sampel yang menunjukkan berpotensi baik
menghasilkan hidrokarbon.
![Page 94: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/94.jpg)
94
IV.6.2. Hasil Analisis REP (Rock Eval Pyrolysis)
Berdasarkan hasil analisis ini pada sumur SS-6 (Lampiran 1 F) didapatkan
nilai Tmax dominan memiliki kisaran antara 417 – 425 oC pada Formasi Telisa
yang menunjukkan sampel belum matang, sedangkan pada Formasi Sihapas dan
Pematang tidak terdapat data nilai Tmax. Sampel dikategorikan belum matang
jika mempunyai nilai Tmax < 435 oC (Peters and Cassa, 1994). Menurut Peters
dan Cassa (1994) sampel dikategorikan matang jika mempunyai nilai PI 0,1-0,4.
Nilai PI Formasi Telisa berkisar antara 0,005 – 0,016 yang menunjukkan
hidrokarbon belum terekspulsi (Gambar 4.6.). Nilai PY Formasi Telisa berkisar
antara 1,28 – 4,73 mg HC/g TOC. Berdasarkan hasil analisis, Formasi Telisa
memiliki nilai HI antara 131,1 – 361,5 dengan rerata 260,8 mg HC/g TOC dan OI
antara 25,4 – 103,8 dengan rerata 41,3 mg CO2/g TOC, sedangkan pada Formasi
Sihapas dan Pematang tidak memiliki nilai PI, PY, maupun HI dan OI. Hal
tersebut karena sampel pada Formasi Sihapas dan Pematang seluruhnya memiliki
nilai TOC < 0,5 wt-% dan dianggap tidak berpotensi sebagai batuan induk,
sehingga analisis pirolisis tidak dilakukan pada Formasi Sihapas dan Pematang.
IV.6.3. Hasil Analisis Nilai Reflektansi Vitrinit (%Ro)
Nilai reflektansi vitrinit dapat digunakan untuk evaluasi tingkat kematangan
material organik di dalam batuan induk. Menurut Peters dan Cassa (1994), batuan
dianggap belum matang jika memiliki nilai Ro < 0,6%, matang jika memiliki nilai
Ro 0,6 – 1,35%, dan sangat matang jika memiliki nilai Ro > 1,35%. Hasil analisis
Ro pada sumur SS-6 (Lampiran 1 F) Formasi Telisa memiliki nilai Ro berkisar
antara 0,28 – 0,3 % dan Formasi Sihapas hanya terdapat satu sampel dengan nilai
![Page 95: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/95.jpg)
95
Ro 0,48 %. Kedua formasi dikategorikan belum matang. Formasi Pematang tidak
memiliki data nilai Ro. Nilai Ro pada umumnya akan meningkat seiring
bertambahnya kedalaman, sehingga dapat memprediksi pada kedalaman berapa
akan terjadi oil window. Pada sumur SS-6 diperkirakan terjadi top oil window
pada kedalaman 4600 kaki yaitu ada basement (Gambar 4.6.). Hal tersebut
menunjukkan bahwa Formasi Pematang pada sumur SS-6 masih belum matang.
Gambar 4.6. Log geokimia sumur SS-6 berdasarkan data geokimia batu inti PT. Energi Mega
Persada
IV.6.4. Hasil Analisis n-Parafin dan Isoprenoid Batu Inti
Analisis biomarker pada sumur SS-6 hanya menggunakan data n-parafin
dan isoprenoid (Tabel 4.14.) yang terdapat pada Formasi Telisa. Data n-alkana
digunakan untuk menentukan CPI yang berfungsi untuk mengetahui tingkat
kematangan batuan induk, dimana batuan induk tergolong matang jika
mempunyai nilai CPI mendekati 1 (Killops dan Killops, 2005). Nilai CPI pada
ketiga formasi berkisar antara 1,21 – 1,39 menunjukkan sampel belum matang.
![Page 96: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/96.jpg)
96
Data isoprenoid terdiri dari pristana (Pr) dan fitana (Ph). Rasio isoprenoid/n-
alkana digunakan untuk mengetahui sumber material organik dan lingkungan
pengendapan, yaitu rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998) dan Pr/nC17 vs
Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Ploting rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Lampiran 3.E)
menunjukkan material organik Formasi Telisa sumur SS-6 berasal dari tumbuhan
tinggi dan mixed, sedangkan lingkungan pengendapannya highly anoxic.
Berdasarkan ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Lampiran 4.E) material organik berasal
dari mixed.
Tabel 4.14. Data hasil analisis GC batu inti pada sumur SS-6
n-Parafin Kedalaman (kaki)
Isoprenoid Kedalaman (kaki)
630-720 1263 630-720 1263
nC15 4.4 4.4 Ip13 1.3 1.3
nC16 3.7 4.1 Ip14 1.9 2.6
nC17 4.7 5.3 Ip15 4.1 4.5
nC18 5.8 7.3 Ip16 7.7 7.2
nC19 4 4.8 Ip18 6.8 8.9
nC20 3.3 2.9 Pristane 42.4 48.9
nC21 2.6 2.8 Phytane 35.8 26.6
nC22 2.6 2.3 Pris/Phy 1.18 1.83
nC23 1.9 1.8 Pris/nC17 9.02 9.22
nC24 2 2.1 Phy/nC18 6.17 3.64
nC25 2.2 2.8
nC26 1.4 1.6
nC27 1.5 1.8
nC28 1.8 1.2
nC29 2 2.1
nC30 2.3 2
nC31 2.1 2
nC32 0.9 0.9
nC33 1.3 0.8
nC34 0.4 0.4
CPI 1.21 1.39
![Page 97: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/97.jpg)
97
![Page 98: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/98.jpg)
97
BAB V
PEMBAHASAN
V.1. Karakteristik Batuan Induk
V.1.1. Formasi Telisa
Analisis batuan induk pada Formasi Telisa meliputi kumpulan data analisis
geokimia, seperti: kandungan TOC, pirolisis (Rock Eval Pyrolysis), dan
reflektansi vitrinit (% Ro) yang terdapat pada enam sumur. Data biomarker berupa
n-alkana dan isoprenoid terdapat di lima sumur, yaitu sumur SS-1, SS-2, SS-3,
SS-4 dan SS-6.
V.1.1.1. Kuantitas Material Organik
Kuntitas atau jumlah kandungan material organik diperlukan untuk
mengetahui potensi batuan untuk menjadi batuan induk. Kuantitas material
organik dapat diketahui melalui analisis kandungan TOC (Total Organic Carbon).
Kandungan TOC pada Formasi Telisa antara 0,52-1,56 wt-% dengan rerata 0,87
wt-% dan menurut klasifikasi Peters dan Cassa (1994) menunjukkan bahwa
sampel cukup berpotensi-berpotensi baik sebagai batuan induk. Terdapat beberapa
sampel yang menunjukkan nilai TOC <0,5 wt-%. Formasi Telisa tersusun atas
litologi yang bervariasi, antara lain: serpih, batulanau, napal, dan batulempung,
sehingga menyebabkan perbedaan kandungan TOC. Untuk memvisualisasikan
kuantitas material organik dalam bentuk grafik, kita dapat melakukan ploting PY
vs TOC. Nilai PY (S1 + S2) menunjukkan jumlah total hidrokarbon yang mungkin
dihasilkan pada batuan induk jika telah matang (McCarthy, et al., 2011). Nilai PY
Formasi Telisa berkisar antara 0,59 – 5,12 mg HC/g Rock dengan rerata 2,40 mg
![Page 99: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/99.jpg)
98
HC/g Rock. Jumlah hidrokarbon yang mungkin dihasilkan Formasi Telisa
(Gambar 5.1) sebagian besar cukup (fair).
Gambar 5.1. Ploting PY vs TOC pada Formasi Telisa
V.1.1.2. Kualitas Material Organik
Kualitas material organik dapat diketahui dari beberapa parameter yaitu:
pertama, ploting nilai HI (Hydrogen Index) vs OI (Oxygen Index) yang diplot
pada diagram Pseudo Van Kravelen (Espitalie et al., 1977 dalam Waples, 1981)
sehingga diketahui tipe kerogennya. Hasil pengeplotan nilai HI vs OI dari data
pada sumur SS-3, SS-4, dan SS-6 menunjukkan bahwa Formasi Telisa merupakan
tipe kerogen II-III (Gambar 5.2.). Kerogen tipe II memiliki kecenderungan
mampu menghasilkan minyak+gas, sementara kerogen tipe III mampu
menghasilkan gas (gas prone). Sumber material yang mampu menghasilkan tipe
II biasanya berupa campuran alga dan material humik. Sementara material yang
menyusun kerogen tipe III merupakan material berasal dari tumbuhan vaskular
![Page 100: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/100.jpg)
99
dan mengandung sisa tanaman yang mengandung lignin (Killops and Killops,
2005).
Gambar 5.2. Ploting HI vs OI pada diagram Pseudo Van Krevelen menunjukkan Formasi Telisa
mempunyai tipe kerogen II dan III
Kedua, menurut Waples (1985) dalam Subroto (1993) juga
mengklasifikasikan tipe produk hidrokarbon yang dihasilkan dari kerogen
berdasarkan nilai HI. Semakin banyak kandungan hidrogen, akan terbentuk tipe
hidrokarbon dengan rantai panjang yang membentuk minyak, sebaliknya jika
kandungan hidrogen sedikit akan cenderung membentuk hidrokarbon rantai
pendek atau gas. Nilai HI <150 mg HC/g TOC akan menghasilkan gas, sementara
antara 150 - 300 mg HC/g TOC menghasilkan minyak dan gas, dan HI > 300 mg
HC/g TOC menghasilkan minyak. Berdasarkan hasil analisis geokimia pada
Formasi Telisa didapatkan nilai HI berkisar antara 16 - 495 mg HC/g TOC dengan
rerata 250,1 mg HC/g TOC, sehingga Formasi Telisa dapat menghasilkan minyak
dan gas.
![Page 101: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/101.jpg)
100
Ketiga, penentuan jenis hidrokarbon menggunakan ploting data geokimia
Tmax vs HI (Hunt, 1996). Hasil pengeplotan nilai Tmax vs HI pada sumur SS-1
hingga SS-6 (Gambar 5.3.) menunjukkan bahwa Formasi Telisa mempunyai tipe
kerogen II dan III. Kerogen tipe II dapat menghasilkan minyak dan gas,
sedangkan kerogen tipe III cenderung menghasilkan gas (gas prone).
Gambar 5.3. Ploting HI vs Tmax menunjukkan Formasi Telisa mempunyai tipe kerogen II dan III
V.1.1.3. Kematangan Material Organik
Penentuan tingkat kematangan termal material organik dapat diketahui
dengan menggunakan data geokimia PI (S1/(S1+S2)) yang dihasilkan dari analisis
REP. Interpretasi kematangan termal menggunakan parameter geokimia PI
menunjukkan bahwa Formasi Telisa masih belum matang dengan nilai PI antara
0,005 – 0,085, dimana menurut Peters dan Cassa (1994) batuan dikatakan telah
![Page 102: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/102.jpg)
101
mengasilkan hidrokarbon jika mempunyai PI antara 0,1 – 0,4. Pengeplotan nilai
Tmax vs PI (Gambar 5.4.) menunjukkan bahwa Formasi Telisa belum dapat
menghasilkan hidrokarbon, dimana pada grafik menunjukkan zona immature.
Gambar 5.4. Ploting Tmax vs PI Formasi Telisa menunjukkan pada zona immature
Tingkat kematangan termal berdasarkan nilai reflektansi vitrinit (%Ro)
yang didapatkan dari analisis petrografi. Nilai reflektansi vitrinit pada Formasi
Telisa berkisar antara 0,27 – 0,40% yang menunjukkan bahwa belum matang
(immature), dimana menurut Peters dan Cassa (1994) batuan yang mempunyai Ro
< 0.6 % dikategorikan belum matang.
Tingkat kematangan termal dapat diketahui juga berdasarkan nilai data
Tmax yang diperoleh dari analisis REP. Hasil analisis menunjukkan Formasi
Telisa belum matang (immature), dengan nilai dominan berkisar antara 411 -
433oC. Menurut Peters dan Cassa (1994) sampel yang memiliki nilai Tmax <
![Page 103: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/103.jpg)
102
435oC dikatakan belum matang, sedangkan oil window terjadi pada Tmax 435-
470 oC. Terdapat beberapa sampel yang mempunyai anomali nilai Tmax yang
mencapai 435oC pada sumur SS-4 dan SS-5 yang menunjukkan tingkat
kematangan early mature, sedangkan berdasarkan nilai PI dan reflektansi vitrinit
menunjukkan tingkat kematangan immature. Peningkatan nilai Tmax pada sampel
ini kemungkinan dipengaruhi oleh tipe material organik yang sudah mengalami
rombakan, dimana akan menghasilkan nilai Tmax yang lebih tinggi mencapai
100C (Peters, 1986).
Penentuan tingkat kematangan termal material organik menggunakan hasil
analisis REP memang memiliki kekurangan karena analisisnya yang cepat dan
hanya menggunakan sampel yang kecil (100 mg) untuk mewakili sampel batu inti
(Peters, 1986). Penentuan tingkat kematangan termal material organik dengan
parameter reflektansi vitrinit mempunyai hasil lebih akurat dan dapat dipercaya
karena mempunyai range yang lebar (Hunt, 1996). Secara umum dapat dikatakan
bahwa Formasi Telisa memiliki tingkat kematangan immature.
V.1.1.4. Sumber Material Organik dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan sumber material organik dan lingkugan pengendapan dapat
diketahui dari ploting Pr/Ph vs Pr/nC17 (Hwang et al., 1998). Hasil ploting
(Gambar 5.5.) menunjukkan bahwa sumber material organik dari Formasi Telisa
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi dan mixed. Lingkungan pengendapan
Formasi Telisa bersifat highly anoxic – anoxic to suboxic lacustrine or marine .
![Page 104: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/104.jpg)
103
Gambar 5.5. Ploting Pr/nC17 vs Pr/Ph pada Formasi Telisa
Penentuan sumber material organik dapat juga diketahui dari ploting
Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting pada data semua sumur,
kecuali sumur SS-5 (Gambar 5.6.) menunjukkan bahwa sumber material organik
dari Formasi Telisa berasal dari campuran (mixed) darat-laut. Sumber material
organik darat seperti tumbuhan tingkat tinggi, spora, dan polen. Sumber material
organik laut dapat berupa alga dan plangton.
Gambar 5.6. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 pada Formasi Telisa
![Page 105: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/105.jpg)
104
V.1.2. Formasi Sihapas
Analisis batuan induk pada Formasi Sihapas menggunakan data kandungan
TOC, REP (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (% Ro) yang terdapat
dari empat sumur, yaitu SS-3, SS-4, SS-5 dan SS-6. Data biomarker berupa n-
alkana dan isoprenoid pada Formasi Sihapas hanya terdapat pada sumur SS-3 dan
SS-4.
V.1.2.1. Kuantitas Material Organik
Kuntitas material organik dapat diketahui melalui analisis berdasarkan
kandungan TOC pada sampel batuan. Nilai TOC pada Formasi Sihapas berkisar
antara 0,02-1,21 wt-% dengan rerata 0,27 wt-% dan menurut klasifikasi oleh
Peters dan Cassa (1994) secara keseluruhan menunjukkan bahwa sampel tidak
berpotensi sebagai batuan induk. Beberapa sampel yang memiliki nilai TOC > 0,5
wt-%, karena Formasi Sihapas tersusun atas lapisan batupasir dan serpih, dimana
sampel yang mempunyai nilai TOC > 0,5 wt-% terdapat pada litologi serpih. Pada
sumur SS-4 dan SS-5 terdapat sampel yang memiliki TOC 32,96 dan 48,27 wt-%
karena berlitologi batubara. Nilai PY (S1 + S2) menunjukkan jumlah total
hidrokarbon yang mungkin dihasilkan pada batuan induk jika telah matang
(McCarthy, et al., 2011). Nilai PY Formasi Sihapas berkisar antara 1.51 – 1.73
mg HC/g Rock dengan rerata 1.61 mg HC/g Rock. Nilai PY vs TOC dapat diplot
pada sebuah grafik. Hasil ploting (Gambar 5.7.) menunjukkan jumlah hidrokarbon
yang mungkin dihasilkan rendah (poor).
![Page 106: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/106.jpg)
105
Gambar 5.7. Ploting PY vs TOC pada Formasi Sihapas
V.1.2.2. Kualitas Material Organik
Kualitas atau tipe material organik dapat diketahui dari beberapa cara, yaitu:
pertama, berdasarkan nilai HI. Semakin banyak kandungan hidrogen, akan
terbentuk tipe hidrokarbon dengan rantai panjang yang membentuk minyak,
sebaliknya jika kandungan hidrogen sedikit akan cenderung membentuk
hidrokarbon rantai pendek atau gas. Nilai HI < 150 mg HC/g TOC akan
menghasilkan gas, sementara antara 150 - 300 mg HC/g TOC menghasilkan
minyak dan gas, dan HI > 300 mg HC/g TOC menghasilkan minyak (Waples,
1985 dalam Subroto, 1993). Berdasarkan analisis geokimia pada Formasi Sihapas
didapatkan nilai HI sebagian besar antara 76 - 254 mg HC/g TOC dengan rerata
206 mg HC/g TOC, namun nilai HI Formasi Sihapas ini didapat pada litologi
serpih sehingga hasilnya tidak akurat, karena Formasi Sihapas dominan tersusun
atas batupasir.
![Page 107: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/107.jpg)
106
Kedua, menggunakan ploting nilai HI (Hydrogen Index) vs OI (Oxygen
Index) yang diplot dari data pada sumur SS-3 dan SS-4 pada diagram Pseudo Van
Kravelen (Espitalie et al., 1977 dalam Waples, 1981) menunjukkan bahwa
Formasi Sihapas mempunyai tipe kerogen II (Gambar 5.8.), namun nilai HI dan
OI Formasi Sihapas ini didapat pada litologi batulanau dan serpih sehingga
hasilnya tidak akurat, karena Formasi Sihapas dominan tersusun atas batupasir.
Gambar 5.8. Ploting HI vs OI pada diagram Pseudo Van Krevelen menunjukkan Formasi Sihapas
mempunyai tipe kerogen II
Ketiga, penentuan jenis hidrokarbon juga dapat dilakukan dengan
menggunakan ploting data geokimia Tmax vs HI (Hunt, 1996). Hasil ploting pada
sumur SS-3 dan SS-4 (Gambar 5.9.) menunjukkan bahwa Formasi Sihapas
dominan mempunyai tipe kerogen II dan sedikit tipe III. Nilai HI dan Tmax
Formasi Sihapas ini juga didapat pada litologi batulanau dan serpih sehingga
hasilnya tidak akurat, karena Formasi Sihapas dominan tersusun atas batupasir.
![Page 108: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/108.jpg)
107
Gambar 5.9. Ploting HI vs Tmax menunjukkan Formasi Sihapas mempunyai tipe kerogen II
dan III
V.1.2.3. Kematangan Material Organik
Penentuan tingkat kematangan termal material organik dapat diketahui
dengan menggunakan parameter hasil analisis REP, yaitu PI (S1/(S1+S2)). Batuan
dikatakan matang jika mempunyai PI antara 0,1 – 0,4 (Peters dan Cassa, 1994).
Hasil analisis kematangan termal menggunakan nilai PI menunjukkan bahwa
Formasi Sihapas masih belum matang (belum dapat menghasilkan hidrokarbon),
dimana nilai PI berkisar antara 0,0073 – 0,05. Pengeplotan nilai Tmax vs PI
(Gambar 5.10.) dari data pada sumur SS-3 juga menunjukkan bahwa Formasi
Sihapas belum dapat menghasilkan hidrokarbon, karena terletak ada zona
immature.
![Page 109: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/109.jpg)
108
Gambar 5.10. Ploting Tmax vs PI Formasi Sihapas menunjukkan pada zona immature
Tingkat kematangan termal dapat diketahui berdasarkan analisis petrografi
berupa reflektansi vitrinit. Menurut Peters dan Cassa (1994) batuan yang
mempunyai Ro < 0,6 % dikategorikan belum matang. Hasil analisis data di sumur
SS-3, SS-4, dan SS-6 pada Formasi Sihapas mempunyai nilai antara 0,34% –
0,48% yang berarti immature.
Tingkat kematangan termal berdasarkan nilai data Tmax pada sumur SS- 3
dan SS-4 menunjukkan Formasi Sihapas masih immature. Sampel dikatakan
belum matang jika memiliki Tmax < 435oC, sedangkan oil window terjadi pada
Tmax 435-470 oC (Peters & Cassa, 1994). Nilai Tmax pada Formasi Sihapas
dominan berkisar antara 414 – 432 oC yang termasuk dalam kategori belum
matang. Terdapat anomali nilai Tmax pada sumur SS-5 sebagian besar > 435oC
dan bahkan mencapai 497oC (post mature), sementara berdasarkan nilai PI dan
![Page 110: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/110.jpg)
109
reflektansi vitrinit pada sumur lain menunjukkan tingkat kematangan immature.
Peningkatan nilai Tmax pada sampel ini kemungkinan dipengaruhi oleh tipe
material organik yang sudah mengalami rombakan akan menghasilkan nilai Tmax
yang tinggi mencapai 10 0C (Peters, 1986). Penentuan tingkat kematangan termal
material organik dengan parameter reflektansi vitrinit mempunyai hasil yang lebih
akurat dan dapat dipercaya karena mempunyai range yang lebar (Hunt, 1996).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Formasi Sihapas memiliki tingkat
kematangan immature.
V.1.2.4. Sumber Material Organik dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan sumber material organik dan lingkungan pengendapan dapat
diketahui dari ploting Pr/Ph vs Pr/nC17 (Hwang et al., 1998). Hasil ploting
(Gambar 5.11.) pada sumur SS-3 menunjukkan bahwa sumber material organik
dari Formasi Sihapas berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Lingkungan
pengendapan Formasi Telisa bersifat anoxic to suboxic lacustrine or marine .
Gambar 5.11. Ploting Pr/nC17 vs Pr/Ph pada Formasi Sihapas
![Page 111: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/111.jpg)
110
Penentuan sumber material organik dapat juga diketahui dari ploting
Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting pada data pada sumur SS-3
(Gambar 5.12.) menunjukkan bahwa sumber material organik dari Formasi
Sihapas berasal campuran (mixed) darat-laut. Sumber material organik darat
seperti tumbuhan tingkat tinggi, spora, dan polen. Sumber material organik laut
dapat berupa alga dan plangton.
Gambar 5.12. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 pada Formasi Sihapas
V.1.3. Formasi Pematang
Analisis batuan induk pada Formasi Pematang terdiri dari data kandungan
TOC, REP (Rock Eval Pyrolysis), dan reflektansi vitrinit (% Ro) yang terdapat
dari ima sumur, yaitu sumur SS-1, SS-3, SS-4, SS-5, dan SS-6. Data biomarker
berupa n-alkana dan isoprenoid sangat terbatas dan hanya terdapat pada sumur
SS-3 dan SS-4.
![Page 112: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/112.jpg)
111
V.1.3.1. Kuantitas Material Organik
Kuantitas material organik dapat diketahui melalui analisis kandungan TOC
(Total Organic Carbon). Kandungan TOC pada Formasi Pematang berkisar antara
0,05-2,8 wt-% dengan rerata 0,61 wt-% dan menurut klasifikasi Peters dan Cassa
(1994) secara keseluruhan menunjukkan bahwa sampel cukup berpotensi sebagai
batuan induk. Meskipun banyak terdapat sampel yang menunjukkan nilai TOC
<0,5 wt-%. Formasi Pematang tersusun atas litologi yang bervariasi, antara lain:
serpih, batulempung, batulumpur, batupasir, dan batubara, dimana nilai TOC <0,5
wt-% terdapat pada litologi batupasir. Nilai PY (S1 + S2) menunjukkan jumlah
total hidrokarbon yang mungkin dihasilkan pada batuan induk jika telah matang
(Mc Carthy, et al., 2011). Nilai PY Formasi Pematang berkisar antara 0,44 – 7,4
mg HC/g Rock dengan rerata 2,89 mg HC/g Rock. Hasil ploting (Gambar 5.13.)
menunjukkan jumlah hidrokarbon yang mungkin dihasilkan Formasi Pematang
sebagian besar cukup (fair).
Gambar 5.13. Ploting PY vs TOC pada Formasi Pematang
![Page 113: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/113.jpg)
112
V.1.3.2. Kualitas Material Organik
Kualitas material organik menunjukkan banyaknya hidrokarbon yang
dihasikan, nilainya dapat diketahui dari beberapa parameter yaitu: pertama,
ploting nilai HIvs OI yang diplot pada diagram Pseudo Van Kravelen (Espitalie et
al., 1977 dalam Waples, 1981) sehingga diketahui tipe kerogennya. Hasil ploting
HI vs OI dari data pada sumur SS-3 dan SS-4 menunjukkan bahwa Formasi
Pematang merupakan tipe kerogen II-III, (Gambar 5.14.). Kerogen tipe II
memiliki kecenderungan mampu menghasilkan minyak+gas, sementara kerogen
tipe III mampu menghasilkan gas (gas prone). Sumber material yang mampu
menghasilkan tipe II biasanya berupa campuran alga dan material humik,
sementara material yang menyusun kerogen tipe III merupakan material berasal
dari tumbuhan vaskular dan mengandung sisa tanaman yang mengandung lignin
(Killops and Killops, 2005).
Gambar 5.14. Ploting HI vs OI pada diagram Pseudo Van Krevelen menunjukkan Formasi
Pematang mempunyai tipe kerogen II dan III
![Page 114: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/114.jpg)
113
Kedua, penentuan tipe produk hidrokarbon menggunakan ploting data
geokimia Tmax vs HI (Hunt, 1996). Hasil ploting data pada sumur SS-1, SS-3,
SS-4, dan SS-5 (Gambar 5.3.) menunjukkan bahwa Formasi Pematang
mempunyai tipe kerogen II dan III. Kerogen tipe II dapat menghasilkan minyak
dan gas, sedangkan kerogen tipe III cenderung menghasilkan gas (gas prone).
Gambar 5.15. Ploting HI vs Tmax menunjukkan Formasi Pematang mempunyai tipe kerogen
II dan III
Ketiga, tipe produk hidrokarbon berdasarkan nilai HI, semakin banyak
kandungan hidrogen akan terbentuk tipe hidrokarbon dengan rantai panjang yang
membentuk minyak, sebaliknya jika kandungan hidrogen sedikit akan cenderung
membentuk hidrokarbon rantai pendek atau gas. Nilai HI < 150 mg HC/g TOC
menghasilkan gas, sementara antara 150 - 300 mg HC/g TOC menghasilkan
minyak dan gas, dan HI > 300 mg HC/g TOC menghasilkan minyak (Waples,
![Page 115: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/115.jpg)
114
1985 dalam Subroto, 1993). Berdasarkan hasil analisis Formasi Pematang
didapatkan nilai HI yang bervariasi antara 17 - 527 mg HC/g TOC dengan rerata
167 mg HC/g TOC, sehingga Formasi Pematang dapat menghasilkan minyak dan
gas.
V.1.3.3. Kematangan Material Organik
Tingkat kematangan termal berdasarkan nilai data reflektansi vitrinit yang
dihasilkan dari analisis petrografi organik. Hasil reflektansi vitrinit pada sumur
SS-1, SS-3, dan SS-4 pada Formasi Pematang memiliki nilai berkisar antara 0,42
– 0,79%. menunjukkan ada yang telah mature (Ro > 0,6%), dimana menurut
Peters dan Cassa (1994) batuan yang mempunyai Ro < 0,6 % dikategorikan belum
matang, sedangkan Ro antara 0,6 – 1,35 % dikategorikan matang.
Penentuan tingkat kematangan termal material organik dapat diketahui
dengan menggunakan nilai PI (S1/(S1+S2)). Sampel batuan dikatakan matang jika
mempunyai PI antara 0,1 – 0,4 (Peters dan Cassa, 1994 dalam Peters,. et al.,
2005). Hasil kematangan termal menggunakan parameter geokimia PI
menunjukkan bahwa Formasi Pematang sudah ada yang telah menghasilkan
hidrokarbon, dimana nilai PI antara 0,076 – 0,3. Pengeplotan nilai Tmax vs PI
(Gambar 5.16.) dari data pada sumur SS-3 dan SS-4 juga menunjukkan bahwa
Formasi Pematang telah ada yang menghasilkan hidrokarbon (mature) dimana
telah memasuki zona oil generative window.
![Page 116: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/116.jpg)
115
Gambar 5.16. Ploting Tmax vs PI Formasi Pematang menunjukkan pada zona mature
Tingkat kematangan termal berdasarkan nilai data Tmax, dimana menurut
Peters dan Cassa (1994) sampel yang memiliki nilai Tmax < 435oC dikatakan
belum matang, sedangkan oil window terjadi pada Tmax 435-470 oC. Data Tmax
sumur SS-1, SS-3, SS-4 dan SS-5 pada Formasi Pematang menunjukkan nilai
berkisar antara 428 – 445 oC yang berarti ada yang telah matang (mature). Pada
sumur SS-5, nilai Tmax dapat mencapai 480oC (post mature), anomali nilai Tmax
pada sampel ini kemungkinan dipengaruhi oleh tipe material organik yang sudah
mengalami rombakan (Peters, 1986). Penentuan tingkat kematangan termal
material organik dengan parameter reflektansi vitrinit mempunyai hasil yang lebih
dapat dipercaya karena mempunyai range yang lebar (Hunt, 1996). Secara umum
![Page 117: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/117.jpg)
116
dapat dikatakan bahwa Formasi Pematang memiliki tingkat kematangan yang
telah memasuki mature.
V.1.3.4. Sumber Material Organik dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan sumber material organik dan lingkungan pengendapan dapat
diketahui dari ploting Pr/Ph vs Pr/nC17 (Hwang et al., 1998). Hasil ploting data
pada sumur SS-3 (Gambar 5.17.) menunjukkan bahwa sumber material organik
dari Formasi Pematang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Sedangkan
lingkungan pengendapan Formasi Pematang bersifat oxic terrestrial.
Gambar 5.17. Ploting Pr/nC17 vs Pr/Ph pada Formasi Pematang
Penentuan sumber material organik dapat juga diketahui dari ploting
Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting pada data sumur SS-3
(Gambar 5.18.) menunjukkan bahwa sumber material organik dari Formasi
Pematang berasal dari darat, seperti tumbuhan tingkat tinggi, spora, dan polen.
![Page 118: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/118.jpg)
117
Gambar 5.18. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 pada Formasi Pematang
V.1.4. Penentuan Batuan Induk di Lapangan Sukowati
Berdasarkan hasil analisis karakteristik batuan induk pada ketiga formasi
batuan, yaitu Formasi Telisa, Sihapas, dan Pematang dapat ditentukan bahwa
Formasi yang berperan sebagai batuan induk di Lapangan Sukowati adalah
Formasi Pematang. Formasi Pematang memiliki kandungan TOC berkisar fair-
very good yang berarti cukup berpotensi – berpotensi baik sebagai batuan induk,
mempunyai tipe kerogen II dan III, dan telah memiliki kematangan termal mature.
Formasi Telisa yang mempunyai kandungan TOC berkisar fair – good,
yang berarti cukup berpotensi – berpotensi sebagai batuan induk, mempunyai tipe
kerogen II dan III, namun tingkat kematangan termal masih immature (belum
matang) sehingga belum dapat menjadi batuan induk. Formasi Telisa dapat
menjadi batuan induk jika telah mengalami proses pematangan termal atau disebut
sebagai batuan induk potensial (potential source rock) dan dalam sistem minyak
![Page 119: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/119.jpg)
118
dan gas bumi (petroleum system) Formasi Telisa dapat berperan sebagai batuan
tudung (seal).
Formasi Sihapas yang dominan mempunyai kandungan TOC poor yang
berarti tidak berpotensi menjadi batuan induk didukung dengan tingkat
kematangan termal yang masih belum matang, maka Formasi Sihapas tidak dapat
menjadi batuan induk dan berperan sebagai reservoar pada Lapangan Sukowati.
V.2. Karakterisasi Minyak Bumi
Analisis karakteristik minyak bumi dilakukan hanya pada dua sumur, yaitu
sumur SS-1 dan SS-5. Analisis yang dilakukan diantaranya mengenai sifat fisik,
kromatografi gas, dan kromatografi gas – spektometri massa. Data analisis
minyak bumi yang digunakan antara lain: data densitas minyak bumi, fraksi
hidrokarbon, data n-alkana dan isoprenoid, serta data terpana dan sterana.
V.2.1. Komposisi Whole Oil
Sumur SS-1 terdapat tiga sampel dan sumur SS-5 satu sampel minyak bumi
yang berada pada Formasi Sihapas (Tabel 5.1.). Sampel mempunyai nilai API
gravity berkisar antara 36,2 – 42,70 yang termasuk pada jenis light oil.
Berdasarkan kandungan fraksi saturates, aromatics, dan asphaltics menunjukkan
minyak bumi pada Lapangan Sukowati yang belum mendapatkan proses
biodegradasi (Lampiran 2). Kandungan sulfur yang rendah, yaitu 0,28 wt-%
menunjukkan minyak bumi berasal dari terrestrial sourced (Lampiran 6). Nilai
perbandingan saturates/aromatics adalah sebesar 2,46 – 8,25.
![Page 120: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/120.jpg)
119
Tabel 5.1. Sifat fisik minyak bumi pada Lapangan Sukowati
V.2.2. Kromatografi Gas (GC)
Dari analisis kromatogram gas, dapat diketahui jenis batuan induk, sumber
material organik penghasil minyak bumi dan lingkungan terbentuknya minyak
bumi. Jenis batuan induk yang menghasilkan minyak bumi dapat diketahui dari
nilai rasio Pr/Ph, dimana minyak yang berasal dari batuan induk non marine
mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 5 – 11, sedangkan minyak yang berasal dari
batuan induk marine mempunyai rasio Pr/Ph berkisar 1-3 (Powell and Mc Kirdy,
1973 dalam Peters et al., 2005). Nilai rasio Pr/Ph pada keempat sampel berkisar
antara 9,24 – 12,6 yang berarti jenis batuan induk penghasil minyak bumi adalah
batuan induk non marine. Selain itu juga dapat diketahui dari rasio Pr/nC17,
dimana minyak yang berasal dari batuan induk non marine mempunyai nilai rasio
Pr/nC17 > 1,0, sedangkan minyak yang berasal dari batuan induk yang
terendapkan di laut memiliki nilai rasio Pr/nC17 < 0,5 (Lijmbach, 1975 dalam
Peters et al., 2005). Nilai rasio Pr/nC17 pada keempat sampel minyak berkisar
antara 5,82 – 11,81 yang berarti berasal dari batuan induk non marine.
Tabel 5.2. Data hasil analisis GC minyak bumi
Sumur Kedalaman (kaki) CPI Pr/Ph Pr/nC17 Ph/nC18
SS-1
5238-5277 1.14 10.76 6.71 0.58
5246-5248 1.16 9.6 7.24 0.74
5266-5268 1.16 9.24 5.82 0.67
SS-5 DST-1B 1.3 12.6 11.81 0.78
![Page 121: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/121.jpg)
120
Analisis sumber material penghasil minyak bumi dapat dilihat dari
konfigurasi kromatogram fraksi hidrokarbon jenuh C10+ pada sumur SS-1.
Menurut Hunt (1996) atom karbon ganjil C27, C29, dan C31 terbentuk dari lilin
tumbuhan darat, sedangkan hidrokarbon C15, C17, dan C19 terbentuk dari plankton.
Pada kromatogram (Gambar 5.19.) terlihat adanya predominasi atom karbon
bernomor ganjil terhadap karbon bernomor genap terutama dari nC25-nC37 yang
berarti menunjukkan adanya input dari tumbuhan darat yang signifikan. Selain itu,
kromatogram whole oil C10+ dari minyak bumi Lapangan Sukowati menunjukkan
pola yang sama dengan tipe kromatogram fluvio-deltaik dari Robinson (1987),
dimana mempunyai nilai Pr/Ph > 6,51 dan Pr/nC17 > 1,79, sehingga dapat
disimpulkan minyak bumi Lapangan Sukowati menunjukkan berasal dari batuan
induk karakteristik fluvio-deltaik (Lampiran 7).
Gambar 5.19. Kromatogram gas fraksi hidrokarbon jenuh C10+ pada kedalaman 5238-5277 kaki
pada sumur SS-1
![Page 122: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/122.jpg)
121
Jenis material organik batuan induk yang menghasilkan minyak bumi dan
lingkungan terbentuknya minyak bumi dapat di ketahui juga dari ploting data
Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998). Hasil ploting data minyak bumi di
Lapangan Sukowati (Gambar 5.20.) menunjukkan bahwa sumber material organik
dari batuan induk penghasil minyak bumi berasal dari tumbuhan tingkat tinggi,
sedangkan kondisi lingkungan pengendapan batuan induk penghasil minyak bumi
bersifat oxic terrestrial.
Gambar 5.20. Ploting Pr/nC17 vs Pr/Ph dari sampel minyak bumi
Selain itu jenis material organik batuan induk yang menghasilkan minyak
bumi dapat diketahui dari ploting rasio Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005).
Hasil ploting pada minyak bumi pada Lapangan Sukowati (Gambar 5.21.)
menunjukkan bahwa jenis material organik penghasil dari batuan induk penghasil
minyak bumi berasal dari darat.
![Page 123: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/123.jpg)
122
Gambar 5.21. Ploting Pr/nC17 vs Ph/nC18 dari sampel minyak bumi
V.2.3. Kromatografi Gas – Spektometri Massa (GC-MS)
Analisis data GC-MS hanya terdapat pada sumur SS-1. Dari analisis GC-
MS dapat diketahui tingkat kematangan minyak bumi, asal material organik
penghasil minyak bumi dan kondisi lingkungan pengendapan terbentuknya
minyak bumi. Berdasarkan data terpana menunjukkan rasio Tm/Ts berkisar antara
1,84 – 2,13. Menurut Peters dan Moldowan (1993) rasio 1,0-2,0 mempunyai
tingkat kematangan early mature. Selain itu dapat digunakan rasio
moretana/hopana, dimana untuk minyak bumi dengan sumber berumur tersier
memiliki rasio 0,1-0,3 (Grantham, 1986 dalam Waples dan Machihara, 1991).
Rasio C30 moretana/C30 hopana (Gambar 5.22.) adalah 0,11 menunjukkan tingkat
kematangan awal (early mature). Waples dan Machihara (1991) menggunakan
rasio epimer 20S/20R untuk mengetahui tingkat kematangan. 20R dianggap
sebagai sterana hasil proses biologis, sedangkan 20S hasil proses geologis.
Minyak bumi semakin matang akan meningkatkan proporsi 20S dan mengurangi
![Page 124: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/124.jpg)
123
proporsi 20R. Berdasarkan data rasio 20S/20R 5α C29 berkisar antara 0,64 – 0,74,
menunjukkan tingkat kematangan awal-puncak (early – peak mature).
Sumber material organik dapat diketahui dari perbandingan data sterana
antara C27, C28, dan C29. Sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi mempunyai
sterana C29 yang dominan, sebaliknya sterana C27 cenderung dominan pada alga
(Hunt, 1996). Predominasi sterana C29 lebih tinggi dibandingkan C27 dan C28
(Tabel 5.3.), membuktikan adanya input material tumbuhan tingkat tinggi yang
dominan. Oleanana berasal dari angiosperma dan tumbuhan tingkat tinggi,
kehadirannya mencirikan sumber berasal dari darat (Hunt, 1996). Kehadiran
oleanana (OL) yang menunjukkan adanya input material organik yang berasal dari
tumbuhan tingkat tinggi (Gambar 5.22.).
Kondisi lingkungan pengendapan dapat dilihat dari data terpana, yaitu indek
gamaserana. Nilai indek gamaserana yang semakin tinggi menunjukkan kondisi
lingkungan yang mempunyai salinitas tinggi (Hunt, 1996). Indek gamaserana
pada sampel minyak bumi Lapangan Sukowati berkisar antara 2,56 – 3,33
(Gambar 5.22.) menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan yang relatif tidak
saline.
Tabel 5.3. Rangkuman data biomarker minyak bumi sumur SS-1
![Page 125: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/125.jpg)
124
Gambar 5.22. Fragmetogram Terpana pada kedalaman 5238-5277 kaki sumur SS-1
Gambar 5.23. Fragmetogram sterana pada kedalaman 5238-5277 kaki sumur SS-1
![Page 126: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/126.jpg)
125
V.3. Korelasi Batuan Induk – Minyak Bumi
Pada tahap sebelumya telah dilakukan analisis mengenai karakteristik
batuan induk dan minyak bumi, khususnya berdasarkan data biomarker, yaitu
menggunakan parameter n-alkana dan isoprenoid. Parameter n-alkana dan
isoprenoid dapat digunakan karena berdasarkan analisis yang dilakukan
sebelumnya sampel minyak bumi menunjukkan belum mengalami proses
biodegradasi. Proses biodegradasi dapat mengakibatkan peningkatan rasio
isoprenoid vs n-alkana, karena bakteri aerobik umumnya akan menyerang n-
alkana terlebih dahulu sebelum menyerang isoprenoid (Peters, 2005).
Korelasi menggunakan rasio Pr/nC17 vs Pr/Ph (Hwang et al., 1998). Hasil
ploting (Gambar. 5.24) menunjukkan bahwa batuan induk Formasi Pematang
terbentuk dari material organik yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi dan
terbentuk pada lingkungan dengan kondisi oxic terrestrial. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa minyak bumi pada Lapangan Sukowati
berkorelasi dengan batuan induk Formasi Pematang.
Gambar 5.24. Korelasi batuan induk - minyak bumi menggunakan Pr/nC17 vs Ph/nC18
![Page 127: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/127.jpg)
126
Selain itu korelasi batuan induk dan minyak bumi juga dapat menggunakan
ploting rasio Pr/nC17 vs Ph/nC18 (Peters et al., 2005). Hasil ploting (Gambar. 5.25)
menunjukkan sampel batuan induk Formasi Pematang terbentuk dari material
organik berasal dari darat atau tumbuhan tingkat tinggi dan pada sampel minyak
bumi juga menunjukkan terbentuk dari batuan induk yang tersusun atas material
organik berasal dari darat. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
minyak bumi pada Lapangan Sukowati berkorelasi dengan batuan induk Formasi
Pematang.
Gambar 5.25. Korelasi batuan induk - minyak bumi menggunakan parameter Pr/nC17 vs Ph/nC18
V.4. Korelasi Geokimia dan Kondisi Geologi
Lokasi penelitian termasuk ke dalam graben Mandian pada Cekungan
Sumatera Tengah, berdasarkan studi didapatkan bahwa Formasi Pematang
terbentuk selama Eosen Akhir - Oligosen merupakan batuan induk utama pada
area ini (PT. Energi Mega Persada, 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan mengenai kuantitas, kualitas, dan kematangan juga menunjukkan
![Page 128: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/128.jpg)
127
bahwa Formasi Pematang yang berperan sebagai batuan induk dan telah
menghasilkan hidrokarbon, sedangkan Formasi Telisa masih belum matang
sehingga dikategorikan sebagai batuan induk potensial.
Berdasarkan studi regional, awal perkembangan graben berarah utara-
selatan, merupakan respon terhadap tegasan tensional di belakang busur.
Pengendapan Formasi Pematang diperkirakan terjadi disekitar 46 juta tahun yang
lalu. Pada Eosen Tengah – Akhir kecepatan penurunan graben awal diperkirakan
berjalan lambat. Sedimentasi sungai dan danau dangkal merupakan penciri
lingkungan pengendapan Formasi Pematang awal, dengan litologi batulempung
abu-abu pucat kehijauan dan batupasir (PT. Energi Mega Persada, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian, Lingkungan pengendapan Formasi Pematang
berdasar data geokimia bersifat oxic terrestrial. Lingkungan oksik mempunyai
kandungan oksigen dalam air antara 8,0-2,0 mL O2 / L H2O yang menunjukkan
kedalaman yang dangkal (Tyson dan Pearson, 1991 dalam Peters dan Cassa,
1994). Selain itu, berdasarkan data geokimia minyak bumi yang telah terbukti
berkorelasi dengan Formasi Pematang menunjukkan bahwa lingkungan
pengendapan batuan induk berasal dari rawa (non marine). Lingkungan oksidasi
mengakibatkan rasio Pr/Ph Formasi Pematang tinggi (6,57-9,21), karena terjadi
transformasi fitol menjadi asam fitanoat dilanjutkan dekarbonisasi menjadi
pristana. Di sisi lain tingkat oksidasi yang relatif tinggi dapat merusak material
organik, namun diperkirakan terjadi proses sedimentasi yang cepat pada Formasi
Pematang sehingga material organik cepat terkubur dan tidak mengalami proses
oksidasi. Sumber material organik yang dominan pada lingkungan oksik atau
![Page 129: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/129.jpg)
128
rawa ini berdasarkan data geokimia berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, sehingga
membentuk tipe kerogen II (berasal dari lapisan lilin tumbuhan, spora dan polen)
dan III (berasal dari selulosa dan kayu).
Berdasarkan hasil analisis reflektansi vitrinit, Formasi Pematang memiliki
nilai Ro berkisar antara 0,42 – 0,79% yang menunjukkan ada yang telah mature
(Ro > 0,6%). Selain itu, Formasi Pematang mempunyai nilai PI antara 0,076 – 0,3
yang menunjukkan telah menghasilkan hidrokarbon. Secara regional Formasi
Pematang telah terbentuk sejak Eosen, hal tersebut yang mengakibatkan
mempunyai kematangan termal yang cukup untuk menghasilkan minyak bumi,
karena telah terkubur dalam. Selain itu, Cekungan Sumatera Tengah juga
memiliki heat flow yang tinggi, yaitu dengan rata-rata sebesar 6,80C/100 m atau
3,3 HFU (Whibley, 1992), sehingga gradien geotermal yang terbentuk tinggi.
Pada Eosen Akhir – Miosen Tengah terjadi peningkatan kecepatan
penurunan graben yang melebihi kecepatan sedimentasi dan menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan semakin dalam. Pada tahap ini beberapa sub
cekungan di Sumatera tengah berkembang fasies danau anoxic. Formasi Telisa
terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Tengah, tersusun atas serpih gampingan,
batupasir glaukonitan, perselingan batulempung lanauan dan batupasir gampingan
dengan sisipan batugamping serta serpih gampingan. Berdasarkan fosil
foraminifera yang menunjukkan bahwa formasi ini diendapkan pada lingkungan
sub-litoral luar hingga batial atas (PT. Energi Mega Persada, 2007). Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan Formasi Telisa
berdasarkan data geokimia bersifat highly anoxic – anoxic to suboxic lacustrine or
![Page 130: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/130.jpg)
129
marine. Lingkungan anoksik tidak mempunyai kandungan oksigen, sedangkan
suboksik mempunyai kandungan oksigen antara 0,2-0,0 mL O2 / L H2O (Tyson
dan Pearson, 1991 dalam Peters dan Cassa, 1994). Hal tersebut berbeda dengan
Formasi Pematang, karena mempunyai lingkungan pengendapan yang lebih dalam
yang mengakibatkan kandungan oksigen pada Formasi Telisa berkurang. Sumber
material organik campuran dari alga yang berasal dari laut dan tumbuhan tingkat
tinggi yang berasal dari darat, sehingga membentuk dominan tipe kerogen II dan
dalam jumlah yang lebih kecil kerogen tipe III.
Berdasarkan hasil analisis reflektansi vitrinit, Formasi Telisa memiliki nilai
Ro berkisar antara 0,27 – 0,40 % yang menunjukkan immature (Ro < 0,6%).
Selain itu, Formasi Telisa mempunyai nilai PI antara 0,005 – 0,085 yang
menunjukkan belum menghasilkan hidrokarbon. Secara regional Formasi Telisa
yang baru terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Tengah mengakibatkan
mempunyai kematangan termal yang belum cukup untuk menghasilkan minyak
bumi, karena diperkirakan belum terkubur cukup dalam. Selain itu, Pada Miosen
Tengah terjadi pengangkatan, perlipatan, pensesaran, dan aktivitas magmatis yang
diikuti oleh erosi. Periode pembentukan struktur Miosen Tengah dianggap penting
dari sudut ekonomi dan diyakini bahwa tahap utama pembentukan perangkap (PT.
Energi Mega Persada, 2007).
Formasi Sihapas terbentuk pada Miosen Awal, tersusun atas batupasir
kongomeratan, batupasir, perselingan batupasir dan serpih, sisipan batugamping
tipis (PT. Energi Mega Persada, 2007). Berdasarkan pengamatan data batuinti,
Formasi Sihapas terbentuk pada lingkungan tide dominated estuary pada bagian
![Page 131: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/131.jpg)
130
tidal sand bar, tidal sand flat, tidal mud flat dan tidal channel (Gambar 5.26)
dengan ciri secara umum berlitologi batupasir berbutir kasar hingga halus dan
struktur sedimen laminasi silang siur, burrowing dan flaser (Napitupulu, 2014).
Lingkungan pengendapan ini tidak mendukung preservasi material organik,
karena salah satu syarat terjadinya preservasi adalah lingkungan pengendapan
dengan energi rendah (kecepatan arus air rendah dan pengaruh gelombang yang
terbatas). Berdasarkan hasil penelitian, Formasi Sihapas memiliki kandungan
TOC dominan < 0,5 wt-%, sehingga Formasi Sihapas tidak berpotensi
menghasilkan hidrokarbon atau tidak dapat berperan sebagai batuan induk.
Formasi Sihapas tersusun atas batupasir yang secara regional berperan sebagai
reservoar, dimana sampel minyak bumi pada daerah penelitian diambil pada
Formasi Sihapas.
Gambar 5.26. Lingkungan estuary terbentuknya Formasi Sihapas (Napitupulu, 2014)
![Page 132: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/132.jpg)
131
Berdasarkan peta top basement (Gambar 5.27) yang di buat berdasarkan
Lampiran 5, menunjukkan adanya perbedaan tingkat kedalaman yang bervariasi
pada sumur pemboran di Lapangan Sukowati. Kedalaman merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi gradien geotermal, dimana kedalaman merupakan
faktor yang menunjukkan pembebanan dari batuan yang berada di atasnya,
sehingga semakin dalam batuan akan mempunyai temperatur dan tekanan yang
semakin tinggi. Hal tersebut dalam studi batuan induk akan memengaruhi tingkat
kematangan batuan induk.
Formasi Pematang secara stratigrafi berada menumpang diatas basement
secara tidak selaras. Akibat keterbatasan data, maka persebaran lateral dari
Formasi Pematang dapat diperkirakan mengikuti pola kedalaman dari peta top
basement, yang dimana mempunyai distribusi kedalaman yang bervariasi. Daerah
dalaman terletak pada bagian selatan lokasi penelitian yaitu pada sumur SS-1 dan
SS-5, semakin ke utara timur, dan barat lokasi penelitian semakin berkurang
kedalamannya. Berdasarkan peta basement vs posisi sumur, dimana sebelumnya
telah diperkirakan kedalaman terjadinya top oil window (Ro=0,6%) pada masing
masing sumur. Berdasarkan data perkiraan top oil window pada basement dengan
menggunakan nilai reflektansi vitrinit = 0,6% tersebut, maka dapat diperkirakan
pola persebaran batas top oil window pada daerah penelitian (Gambar 5.27).
Batas perkiraan pola top oil window yang memotong garis kontur pada
beberapa bagian (Gambar 5.27), yaitu di sebelah barat dan utara pada Lapangan
Sukowati, dimana seharusnya pola batas perkiraan top oil window tersebut
mengikuti garis kontur peta basement. Hal tersebut dapat terjadi akibat proses
![Page 133: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/133.jpg)
132
tektonik yang mengontrol daerah penelitian. Berdasarkan nilai perubahan
reflektansi vitrinit pada masing-masing sumur terhadap tingkat kedalaman
menunjukkan pola yang teratur (linier) dan dapat dikatakan daerah penelitian
tidak terpengaruh oleh aktivitas tektonik yang signifikan selama proses
pembentukan Formasi Pematang hingga Telisa, yaitu pada fase tektonik synrift
hingga sagging (Eosen – Miosen Tengah).
Berdasarkan fakta diatas, dapat disimpulkan aktivitas tektonik setelah
pembentukan Formasi Telisa merupakan fase tektonik yang mengontrol Lapangan
Sukowati, fase tektonik tersebut adalah fase kompresi yang terjadi akibat proses
subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dan membentuk
Pegunungan Bukit Barisan di sebelah Barat Cekungan Sumatera Tengah pada
Miosen Tengah (Whibley, 1992), termasuk daerah penelitian. Gaya kompresi
tersebut mengangkat seluruh formasi batuan yang telah terbentuk sebelumnya,
yaitu Formasi Pematang, Sihapas, dan Telisa. Pengangkatan tersebut
mengakibatkan perkiraan kedalaman top oil window pada sumur SS-3, SS-4, dan
SS-6 menjadi lebih dangkal dari seharusnya. Sebaliknya pada sumur SS-1 dan SS-
5 akibat hukum isostasi mengalami proses pendalaman, akibatnya perkiraan
kedalaman top oil window menjadi lebih dalam. Faktor tersebut yang
menyebabkan batas perkiraan pola top oil window memotong garis kontur.
Formasi Sihapas secara regional berperan sebagai reservoar, dimana secara
stratigrafi terletak diatas Formasi Pematang yang berperan sebagai batuan induk.
Berdasarkan perkirakan pola persebaran batas top oil window dapat diperkirakan
arah migrasi minyak bumi yang dihasilkan dari batuan induk yang telah matang
![Page 134: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/134.jpg)
133
tersebut, dimana migrasi terjadi dari daerah dalaman ke daerah yang lebih dangkal
yaitu ke Formasi Sihapas yang dibuktikan dengan adanya data sampel minyak
bumi pada sumur SS-1 dan SS-5. Pada sumur yang lain, yaitu sumur SS-2, SS-3,
SS-4, dan SS-6 hanya menunjukkan oil show. Hal tersebut membuktikan bahwa
adanya migrasi ke arah sumur tersebut, namun belum signifikan untuk
membentuk akumulasi minyak bumi atau tidak adanya jebakan (trap) yang
mengakibatkan minyak bumi terus bermigrasi dan tidak terakumulasi.
Formasi Telisa secara lateral mempunyai kedalaman yang bervariasi, daerah
paling dalam terletak pada sumur SS-1 dan SS-5 yang mencapai kedalaman 5225
kaki. Berdasarkan data geokimia seperti reflektansi vitrinit, Tmax, dan PI Formasi
Telisa dikategorikan belum matang, namun berdasarkan analisis burial history
pada sumur SS-1 yang dilakukan oleh PT. Energi Mega Persada menunjukkan
bahwa Formasi Telisa telah matang. Perbedaan hasil analisis tersebut menjadi
sebuah pertanyaan, namun berdasarkan hasil korelasi minyak bumi dan batuan
induk membuktikan bahwa sampel minyak bumi yang terdapat pada Lapangan
Sukowati berasal dari Formasi Pematang, bukan dari Formasi Telisa. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Formasi Telisa belum cukup matang menghasilkan minyak
bumi atau jika sudah matang sesuai dengan hasil burial history maka
kemungkinan minyak bumi yang dihasilkan belum cukup signifikan untuk
mengisi reservoar dibandingkan minyak bumi yang dihasilkan oleh Formasi
Pematang.
Berdasarkan analisis dan interpretasi dengan kondisi geologi yang telah
dilakukan pada penelitian ini, dapat digunakan sebagai acuan dalam
![Page 135: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84098/potongan/S1-2015... · - Mazied, et al (2008) dalam penelitiannya pada Blok Kampar Barat yang terletak](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062306/5b7a7b497f8b9ade618c0f33/html5/thumbnails/135.jpg)
134
pengembangan selanjutnya dari Lapangan Sukowati. Hasil analisis menunjukkan
bahwa sumur pemboran yang terletak jauh dari daerah cekungan belum cukup
untuk membentuk akumulasi minyak bumi, sehingga jika akan dilakukan
pemboran untuk mendapatkan minyak bumi sebaiknya dilakukan di daerah
cekungan, yaitu di sekitar sumur SS-1 dan SS-5 (oil well) yang dimana telah
terbukti menghasilkan minyak bumi. Hal tersebut karena pada daerah cekungan
merupakan area kitchen yang diperkirakan menghasikan minyak bumi lebih
banyak dibandingkan area kitchen pada daerah yang lebih dangkal, sehingga jarak
migrasi minyak bumi yang dihasilkan menuju reservoar tidak terlampau jauh.
Gambar 5.27. Peta basement (PT. Energi Mega Persada, 2007) vs persebaran sumur dan perkiraan
pola penyebaran nilai Ro = 0,6% yang menunjukkan batas top oil window pada
Lapangan Sukowati