BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini perkembangan dunia pemasaran telah berkembang pesat, terutama
dalam bidang marketing communication. Pemasar tidak lagi hanya dapat
mengandalkan satu tool saja sebagai alat komunikasi pemasarannya, melainkan
dengan mengombinasikan beberapa tools. Hal ini yang menyebabkan belakangan
ini para pemasar beramai-ramai menggunakan berbagai media dan saluran
(channel) sebagai alat pemasaran, bahkan pemasar tak lagi menggunakan ‘alat’
konvensional sebagai strategi pemasarannya (Kotler, 2014:5). Menemukan ‘alat’
yang baru, berinovasi dalam dunia pemasaran merupakan kunci untuk mencapai
goal atau tujuan dari kegiatan pemasaran itu sendiri.
Menurut Kotler, terdapat 5 alat pemasaran, yaitu Pemasaran Langsung
(Direct Marketing), Promosi Penjualan (Sales Promotion), Hubungan Masyarakat
(Public Relation), Penjualan Personal (Personal Selling), dan Periklanan
(Advertising). Periklanan adalah salah satu dari 5 tools yang digunakan oleh
pemasar untuk mempersuasif langsung target konsumennya maupun publik. Secara
sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang
ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media, bahkan ditujukan untuk membujuk
orang agar melakukan tindakan pembelian. Iklan dan promosi merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Dewasa
ini, iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi yang sangat penting, tidak
hanya bagi produsen barang atau jasa, namun bagi konsumen juga.
Iklan merupakan salah satu dari sekian banyak media pemasaran yang paling
marak digunakan. Iklan sendiri terdiri dari banyak jenis. Setiap jenis iklan memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Bergantung pada apa tujuan iklan tersebut,
2
penempatannya, dan target audiensnya. Tren iklan yang sedang marak menjadi
pusat perhatian adalah iklan luar ruang (out home media). Iklan jenis ini mencakup
ruang lingkup yang cukup luas, sangat cair dan fleksibel dalam pengisian kontennya,
dan keterpaan-nya terhadap publik cukup besar. Iklan luar ruang memiliki banyak
tipe dan jenis menyesuaikan dengan kebutuhan pemasar, seperti baliho, billboard,
spanduk, umbul-umbul, dan lainnya. Biasanya dimensi iklan luar ruang ini adalah
cetak, karena khalayak sasarannya adalah pengendara di jalan raya, maka iklan luar
ruang dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian dengan visual dan copy yang
mencolok.
Banyak pertimbangan dalam membuat iklan, begitu juga dalam memilih
media untuk beriklan. Kejelian dalam pemilihan media merupakan trik tersendiri
bagi pemasar. Apalagi dihadapkan dengan zaman serba moderen dan berteknologi
canggih seperti sekarang, media-media iklan pun harus berinovasi menyaingi
zaman. Tak terkecuali media iklan luar ruang, isu-isu iklan luar ruang yang
menyebabkan permasalan sampah visual pun menjadi topik hangat bagi masyarakat
Yogyakarta. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kontrol terhadap
penempatan media luar ruang ini semakin menurun. Kota Yogyakarta dihadapkan
pada permasalahan sampah visual. Banyak agensi-agensi pemasaran periklanan
yang membuat billboard, baliho, spanduk, dan segala jenis iklan cetak ruang luar
lainnya secara sembarangan, tanpa mempertimbangkan nilai estetika jalan. Belum
lagi keindahan kota tercemari dengan banyaknya atribut-atribut iklan yang
menumpuk pada persimpangan jalan, bundaran di pusat kota, dan titik-titik lokasi
lainnya. Hal ini memang berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi di
Yogyakarta, semakin banyak usaha-usaha lokal di Yogyakarta yang ingin
mengiklankan produknya, alhasil semakin ruwet tampilan kota ini.
Iklan luar ruang masih sering diidentikkan dengan papan reklame seperti
billboard, spanduk, ataupun baliho. Namun tidak hanya itu saja, menyesuaikan
dengan pesatnya perkembangan dunia pemasaran kreatif, mulai banyak
bermunculan jenis iklan luar ruang yang baru dan lebih kreatif, seperti misalnya
iklan pada gagang pintu kendaraan umum, atau pada pintu lift di mall. Iklan-iklan
3
kreatif seperti ini selain menarik dari segi visual, juga mendapatkan exposure yang
besar dari khalayak sasarannya. Sejalan dengan perkembangan zaman dan
perkembangan dunia komunikasi, maka para praktisi periklanan tidak bisa berdiam
diri dengan hanya mempertahankan hal-hal lama dan konvensional. Inovasi-inovasi
baru perlu dikembangkan agar dapat mengakomodasi berbagai kecenderungan yang
berlangsung. Untuk itu bentuk-bentuk media baru atau alternatif-alternatif baru
terus dicari dan dikembangkan oleh para perencana media di berbagai biro iklan,
sehingga lahir inovasi-inovasi baru dalam pemasangan dan pemilihan media iklan.
Jika dahulu kebanyakan iklan dipasang pada media cetak, televisi, radio,
spanduk, billboard, maka kali ini mulai ditemukan iklan berbentuk LED di
pinggiran jalan. Salah satu inovasi terbaru dari dunia periklanan ini mulai
diaplikasikan di beberapa kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan tidak ketinggalan juga Yogyakarta. Media iklan berbentuk LED ini
di Indonesia disebut dengan videotron. Videotron selain merupakan inovasi baru di
dunia perencanaan media iklan, juga diyakini dapat menjadi salah satu alternatif dari
media iklan luar ruang, hal ini dikarenakan videotron dapat menampung beberapa
jenis iklan sekaligus dalam satu spot media iklan. Konten iklan berbentuk
audiovisual dan ukuran fisik yang besar dan mencolok, menjadikan videotron
banyak menarik perhatian publik.
Namun apakah hanya karena audiovisual dan ukurannya saja yang membuat
videotron dapat dijadikan alternatif media iklan luar ruang yang lebih baik
dibanding yang lainnya? Tentu saja tidak. Masih banyak faktor lain yang harus
diukur dan dipertimbangakan untuk menyatakan bahwa videotron merupakan
alternatif sekaligus solusi terhadap iklan luar ruang yang sudah semakin carut-marut
di pinggiran jalan.
Goal dari semua kegiatan pemasaran adalah pesan yang disampaikan
melalui iklan dapat diterima dan dicerna dengan baik oleh khalayak sasarannya.
Oleh karena itu pemasar harus membuat iklan seefektif mungkin agar pesan sampai
dengan tepat kepada khalayak sasaran. Menetapkan suatu iklan dikatakan efektif
atau tidak adalah berdasarkan penilaian dari khalayak sasarannya. Penilaian akan
4
efektifitas memiliki banyak faktor dan indikatornya, apalagi pada media iklan luar
ruang videotron yang notabene merupakan alternatif baru dalam dunia periklanan.
Salah satunya adalah pertimbangan lokasi. Lokasi penempatan videotron dipilih
tidak semata-mata hanya karena traffic dan kepadatan jalan saja, namun banyak
faktor pendukung lainnya, seperti jangkauan, frekuensi dan lainnya.
Pemilihan lokasi penempatan sangat berpengaruh terhadap keterpaan iklan
itu sendiri. Mengapa demikian? Setiap lokasi memiliki publik yang berbeda, dari
segi demografis maupun psikografis. Bukan hanya itu, pemilihan lokasi juga harus
menyesuaikan dengan pemilihan produk dan jenis iklan. Tapi tidak semudah itu
perkara efektivitas, terutama pada media baru seperti videotron. Kendala besar yang
dihadapi para pemasar adalah dengan bentuk iklan audiovisual, khalayak sasaran
hanya menyimak sedikit iklan karena sedang dalam mobilitas tinggi dan berkendara,
sehingga pesan tidak tersampaikan seluruhnya. Menjadi tantangan baru bagi
pemasar ketika khalayak sasaran hanya menyimak setengah dari pesan iklan.
Dengan konteks media luar ruang yang mobilitas sangat tinggi, khalayak sasaran
yang diibaratkan adalah pengendara kendaraan di jalanan, belum tentu akan kembali
ke tempat yang sama untuk menyimak kembali iklan yang sama.
Tantangan ini yang telah dirasakan oleh beberapa agensi penyedia jasa sewa
videotron di Yogyakarta. Ada 5 agensi penyedia jasa sewa videotron di Yogyakarta,
diantaranya Java Videotron, Karka, Iklanvideotron.com, MD Advertising, dan
Media Promosi Indonesia (MPI). Diantara kelima agensi tersebut yang paling
banyak memiliki videotron adalah Java Videotron, yang mempunyai 8 titik.
Sedangkan agensi lainnya hanya memiliki masing-masing satu videotron.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti, penempatan videotron masih didasarkan
pada asusmsi titik keramaian dan traffic saja. Padahal jika dikaji lebih dalam, masih
banyak indikator ketertarikan khalayak terhadap iklan videotron, seperti arus
kendaraan, level jalan, dan lainnya. Penelitian ini akan membandingkan beberapa
asumsi yang menjadi dasar keputusan penempatan videotron oleh penyedia jasa
videotron, yakni Java Videotron, dengan tanggapan dan respon masyarakat
Yogyakarta terhadap asumsi tersebut. Apakah asumsi Java Videotron mengenai titik
5
keramaian dan traffic sesuai dengan respons masyarakat tentang hal tersebut? Pada
lokus inilah peneliti ingin menggali lebih dalam perihal penempatan videotron,
khususnya di kota Yogyakarta.
Untuk mempermudah penelitian, peneliti mengambil salah satu sampel
videotron yang dimiliki oleh Java Videotron, yaitu videotron yang terletak di
perempatan Galeria Mall. Pada perempatan Galeria Mall sebenarnya terdapat 2
videotron yang berbeda kepemilikannya. Videotron yang berada pada timur laut
perempatan merupakan videotron yang dikelola oleh java Videotron sebagai agensi
jasa penyedia dan persewaan videotron, sedangkan videotron pada sisi atas Galeria
Mall merupakan videotron milik Galeria Mall dan dikelola oleh mereka sendiri.
Namun hanya videotron milik Java Videotron saja yang diulas dalam pembahasan
ini karena videotron milik Galeria Mall hanya terbatas pada iklan produk tertentu
saja, dan juga sulit untuk memperoleh data sekunder karena sulit meminta
keterangan pihak Galeria Mall.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tanggapan/respons masyarakat Yogyakarta terhadap videotron
sebagai sebuah media iklan? Terutama videotron yang dipasang di Perempatan
Galeria Mall?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana respons audiens mengenai videotron pada
perempatan Galeria Mall
2. Untuk mengetahui apa saja indikator atensi (perhatian) masyarakat terhadap
videotron
3. Untuk mengetahui apakah asumsi yang dimiliki oleh Java Videotron sesuai
dengan respons masyarakat
4. Untuk mengetahui sejauh mana videotron mampu memberikan exposure
(keterpaan) iklan terhadap audiens.
6
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Akademis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
ilmu komunikasi khususnya konsentrasi studi periklanan, yang meneliti
tentang media iklan luar ruang baru, yaitu videotron.
2. Manfaat Praktis:
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pengiklan yang
akan memanfaatkan media luar ruang sebagai strategi dalam berpromosi
menawarkan produknya, sehingga pengiklan bisa lebih mengetahui apa saja
faktor yang mempengaruhi efektivitas penempatan iklan mereka. Juga sebagai
bahan masukan dan pertimbangan bagi penyedia dan pemilik jasa videotron
tentang faktor apa saja yang mempengaruhi tanggapan masyarakat mengenai
videotron.
1.5 KERANGKA PEMIKIRAN
1.5.1 Media Baru
Media baru (new media) merupakan simplifikasi terhadap bentuk media
di luar 5 media massa besar konvensional, seperti televisi, radio, majalah,
koran, dan film. Diperkenalkan mulai tahun 1990-an, istilah media baru (new
media) pada awalnya mengandung arti negletik (penolakan), media baru
bukanlah media massa. Sifat media baru adalah cair (fluids), kolektivitas
individual, dan menjadi sarana untuk membagi peran kontrol dan kebebasan
(Chun, 2006:1, dalam Anshori, 2010)
Martin Lister dan Jon Dovey (2009:13) menjelaskan definisi media baru
melingkupi:
7
a. New textial experience. Jenis-jenis baru genre dan format teks,
hiburan, pola, dan kenikmatan dalam mengonsumsi media.
b. New way of representating the world. Media yang tak mudah
didefinisikan, tetapi mampu memberi pengalaman dan kemungkinan
yang representatif.
c. New relationship between subjects (user and consumer) and media
technologies. Perubahan dalam menggunakan dan meresapi citra dan
media komunikasi dalam kehidupan sehari-hari yang terinvestasikan
dalam teknologi media.
d. New experience of the relationship between embodiment, identity,
and community. Pergeseran dalam pengalaman pribadi dan sosial
mengenai waktu, ruang, dan tempat (baik lokal maupun global)
mempengaruhi pengalaman kita di dunia.
e. New conceptions of the biological body’s relationship to
techonogical media. Tantangan untuk memahami konsep real dan
virtual. Manusia dan artificial nature, dan sebagainya.
f. New patterns of communication and production. Penyusunan ulang
dan integrasi dalam budaya media, ekonomi, industri, akses,
kepemilikan, dan regulasi secara lebih luas.
Menurut Jenkins (2002:2), membagi konvergensi dalam empat jenis,
yaitu konvergensi teknologi, konvergensi ekonomi, konvergensi sosial
(organik), serta konvergensi budaya dan global.
a. Konvergensi teknologi merupakan proses penggabungan secara
digial berbagai bentuk isi media. Jika teks, image (citra), dan
suara telah diubah menjadi bentuk byte, maka dapat
mengompilasi menjadi satu dan mengirimkannya ke berbagai
platform.
b. Konvergensi ekonomi berhubungan dengan integrasi industri
hiburan. Konvergensi ekonomi merupakan bentuk baru
konglomerasi media, dimana satu perusahaan dapat bergerak
8
dibadang film, televisi, buku, news online provider, dan lain
sebagainya.
c. Konvergensi sosial adalah perilaku dan strategi dari konsumen
atau khalayak yang dapat menjalankan aktivitas atau
menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus.
d. Konvergensi budaya merupakan persilangan dari berbagai
teknologi media, industri, dan konsumen. Konvergensi media
telah mendorong partisipasi dan perkembangan budaya popular,
menghubungkan antara konsumen dengan industri media serta
memunculkan berbagai bentuk informasi berbiaya rendah.
Konvergensi budaya juga mendorong terjadinya penggunaan
multimedia dalam produksi kreatif dan jurnalistik.
Media baru (new media) merujuk pada perkembangan teknologi digital,
tetapi media baru sendiri tidak serta merta berarti media digital. Video, teks,
gambar, grafik yang diubah menjadi data-data digital berbentuk byte, hanya
merujuk pada sisi teknologi multimedia, salah satu dari tiga unsur dalam
media baru, selain ciri interaktif, dan intertekstual. Berbicara mengenai media
baru, maka tak dapat dipisahkan dengan keberadaan internet. Internet
merupakan jaringan antarkomputer, “put simply internet is an almost global
network connecting millions of computers. Using a number of egreed format
(knows as protocol), users are able to transfer data (or file), from one
computer to the next” (Thurlow, 2009:28)
Namun secara cultural, Thurlow dkk (2009) menjelaskan internet
sebagai transformasi kultural dan sosial yang dibawa oleh komputer dan
internet. Lebih dari itu, aspek ini berfokus pada interaksi sosial seperti
bagaimana identitas, hubungan komunitas, dipengaruhi atau berubah karena
internet.
Pada dasarnya, media, baik media baru atau media konvensional telah
berperan dalam perubahasan sosial masyarakat, bahkan hingga perubahan
budaya. Perbedaan signifikan dari media lama dan baru terletak pada
9
kesempatan pengguna untuk berinteraksi. Interaktivitas adalah kemampuan
dari sistem komunikasi baru untuk menjawab pengguna lain, hampir seperti
partisipasi individu dalam suatu percakapan (Rogers, 1986:34). Media massa
baik surat kabar, radio, televisi, dan radion relatif memiliki tingkat
interaktivitas yang berbeda dibandingkan dengan media baru.
Pavlik (1996:2) menjelaskan bahwa akibat dari digitalisasi teknologi
yang merupakan bentukan dari media baru sangat nyata dalam merubah
berbagai bentuk komunikasi manusia. Pavlik menjelaskan secara teknis media
baru memiliki fungsi dalam teknis, distribusi, display, dan penyimpanan. Hal
yang menarik adalah dalam media baru proses ini berlangsung cepat dan terus
berputar, sebab media baru memberi kemungkinan interkasi untuk
berlangsung terus menerus.
1.5.2 Media Iklan Luar Ruang
Iklan luar ruang mulai menjadi incaran para pelaku periklanan, baik
pengiklan itu sendiri ataupun agensi periklanan. Iklan luar ruang memiliki
medium yang fleksibel juga jangkauannya yang spesifik menjadikan media
luar ruang ini menjanjikan bagi pengiklan. Menurut Tjiptono dalam bukunya
Strategi Bisnis Pemasaran: “Media luar ruangan adalah media yang berukuran
besar dipasang ditempat-tempat terbuka seperti dipinggir jalan, dipusat
keramaian atau tempat-tempat khusus lainnya, seperti di dalam bus kota,
gedung, pagar tembok dan sebagainya” (Tjiptono, 2008: 243).
Jangkauannya yang luas dan lokal sangat menjanjikan bagi beberapa
produk tertentu, seperti untuk publikasi brand activation, produk kecantikan,
dan sebagainya. Pada dasarnya, apapun bentuk iklan media luar, baik cetak
maupun elektronik, adalah sama. Keduanya memiliki jangkauan yang sama,
frekuensi yang sama. Perbedaannya terletak pada cara menikmati iklan
tersebut, iklan cetak membutuhkan audiens yang lebih aktif untuk membaca
semua informasi yang diiklankan, sedangkan iklan elektronik membutuhkan
10
waktu untuk mencerna. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing yang menjadikan kedua media iklan ini sama kuatnya untuk
menjadi pertimbangan para pengiklan.
Menurut peraturan perundang-undangan mengenai reklame, iklan luar
ruang dan reklame diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Reklame papan/billboard adalah reklame yang berbentuk bidang,
dengan bahan terbuat dari kayu, logam, kaca, plastik dan bahan lain
yang sejenis sesuai dengan perkembangan jaman, yang
pemasangannya berdiri sendiri, menempel pada bangunan dengan
konstruksi tetap dan reklame tersebut bersifat permanen.
2. Reklame megatron/videotron adalah reklame yang berbentuk
bidang dengan komponen elektronik berbentuk LED pixel yang
pemasangannya berdiri sendiri, menempel bangunan atau diatas
bangunan dengan konstruksi tetap atau permanen.
3. Reklame baliho adalah reklame yang berbentuk bidang dengan
bahan terbuat dari kayu, logam, plastik dan bahan lain yang sejenis
sesuai perkembangan jaman, yang pemasangannya berdiri sendiri
dengan konstruksi sementara dan bersifat semi permanen.
4. Reklame kain adalah reklame yang berbentuk spanduk, umbul-
umbul, banner, dengan bahan kain, plastik, dan yang sejenis yang
pemasangannya berdiri sendiri, menempel bangunan, atau diatas
bangunan dengan konstruksi sementara dan bersifat semi
permanen.
5. Reklame melekat (stiker) adalah reklame yang berbentuk bidang
dengan bahan kertas, plastik, logam yang pemasangannya dengan
cara ditempelkan dan bersifat semi permanen.
Adapun aspek estetika dapat dilihat berdasarkan ukuran iklan luar
ruang, jarak antara iklan luar ruang, lokasi penempatan iklan luar ruang serta
tingkat kepadatan iklan luar ruang. Aspek-aspek tersebut jika dilaksanakan
11
dengan baik maka dapat memberikan dampak indah, menarik, dan
mempesonakan di dalam penempatan iklan luar ruang.
2. Ukuran Luar: Ruang Ukuran iklan luar ruang yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah besarnya iklan luar ruang yang diukur dari
panjang dan tinggi suatu iklan luar ruang.
3. Jarak antara iklan luar ruang: Jarak antara iklan luar ruang ini dilihat
dari jarak penempatan antara iklan yang satu dengan lainnya
4. Lokasi penempatan iklan luar ruang: Iklan luar ruang harus
memperhatikan dengan kondisi sekitar, iklan luar ruang yang baik
harus memperhatikan kenyamanan pengguna jalan maupun
keseimbangan lingkungan yang itu semua dapat memberikan
keindahan bagi kota.
5. Tingkat kepadatan iklan luar ruang: Tingkat kepadatan iklan luar
ruang ini berhubungan dengan banyaknya iklan luar ruang pada
suatu titik tertentu.
Perkembangan teknologi memaksa manusia untuk bergerak semakin
dinamis. Tak ketinggalan juga dengan dunia periklanan. Tak hanya konten
iklan yang semakin kreatif, namun media beriklan juga semakin meng-
upgrade menyesuaikan dengan zaman. Salah satu media iklan baru yang
mulai muncul di Indonesia adalah videotron, atau biasa disebut juga dengan
megatron. Videotron merupakan salah satu bentuk revolusi dari display
running text sederhana, pada awalnya display running text hanya mampu
menampilkan tulisan berjalan dengan jumlah dan bentuk karakter yang sangat
terbatas, berkembangnya teknologi dengan sangat pesat membawa dampak
besar bagi penciptaan barang – barang elektronik yang ikut mendukung gaya
modernisasi dunia.
Sebelum ditemukannya videotron, ada beberapa display yang terbuat
dari susunan LED (Ligth Emiting Dioda) yang berkembang menjadi sebuah
12
display running text (hanya menampilkan tulisan berjalan), selanjutnya
berkembang lagi dengan munculnya display susunan LED tersebut yang dapat
menampilkan logo atau gambar. Dengan seiring berjalannya perkembangan
tersebut, munculah berbagai display dengan warna yang sangat bervariasi, tapi
perlu diketahui awal mula munculnya videotron adalah adanya display yang
terbuat dari LED yang bisa menampilkan banyak warna, display tersebut
adalah display yang sengaja disusun dari beberapa warna LED, akan tetapi
tidak dapat diubah-ubah layaknya running text. Hanya saja sususan LED
dengan beragam warna telah ditempatkan atau disusun sesuai dengan warna
logo atau gambar yang ingin di buat. Bisa dikatakan display ini adalah display
permanen dan statis karena konten yang terdapat didalamnya tidak dapat
diubah – ubah. Dari sinilah muncul ide – ide untuk dapat menciptakan display
dengan ukuran besar dan mampu menampilkan gambar bergerak atau yang
sekarang dikenal dengan sebutan videotron.
Munculnya videotron menjadi alternatif media beriklan baru bagi para
pemasar. Dengan berformat video, videotron menampilkan iklan yang lebih
dinamis dan lebih menarik, sekaligus menjadi nilai tambah tersendiri dimata
khalayak publik. Videotron didaulat menjadi solusi atas maraknya isu-isu
sampah visual yang disebabkan oleh iklan luar ruang seperti billboard, baliho,
spanduk, poster yang dipasang dan ditempel tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan nilai estetika dan keindahan tata letak kota. Dengan
format video, dalam 1 unit videotron mampu menampung belasan bahkan
puluhan iklan dalam 1 hari, walaupun secara bergantian dan dengan durasi
yang terbatas. Namun setidaknya dapat menjadi solusi atas isu sampah visual
yang marak diteriakkan di berbagai kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta.
Videotron merupakan sebagai media iklan luar ruang baru memiliki
beberapa kelemahan dan kelebihan yang berbeda dengan jenis media iklan
ruang lainnya. Hal ini juga menyebabkan penerimaan pesan dari media
videotron juga akan berbeda. Tantangan terbesar videotron adalah videotron
berformat video (gambar gerak) dengan audiens yang juga bergerak atau
13
mobile. Berbeda dengan media luar ruang lainnya, seperti billboard atau
baliho yang berformat cetak / print (diam), walaupun dengan audiens
bergerak. Juga berbeda dengan televisi yang berformat video (gerak), namun
audiens-nya diam. Oleh karena itu pengiklan dituntut untuk lebih jeli
menemukan titik temu dari iklan yang bergerak dengan khalayak target yang
juga bergerak.
Menurut beberapa khalayak, selama ini videotron hanya dinilai sebagai
‘sebuah TV’ dengan ukuran mencolok yang berada di pinggir jalan yang
bahkan hampir sebagian besar mereka tidak tahu apa sebutan untuk ‘TV besar’
tersebut dan apa fungsinya. Penilaian awal mengenai videotron berasal dari
segi fisik luar yang bisa dilihat oleh khalayak publik. Namun penilaian fisik
ini dianggap cukup untuk awal perkenalan videotron bagi masyarakat awam.
Iklan ruang luar juga harus memperhatikan nilai-nilai estetika kota, yakni
keindahan tata letak dan visual, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan,
dan tidak menyangkut nilai SARA.
1.5.3 Efek Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat
menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Donald K. Robert mengungkapkan, “efek hanyalah perubahan perilaku
manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya adalah
pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media
massa. Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa
seseorang baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu, Stamm
menyatakan “efek komunikasi massa terdiri atas primary effect dan secondary
effect.
Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga
pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan
dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan
14
melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang
berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau atau dengan istilah lain
dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi,
masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa.
Menurut Kotler (2000), respon dalam dunia komunikasi sangat
beragam. Respon dapat berbentuk feedback langsung satu arah, feedback dua
arah, respon atas isi media, respon atas dampak media, dan respon atas pesan
media. Berikut beberapa model respon yang diklasifikasikan menurut efek
media:
15
Tabel 1.1 Model Respon dalam Komunikasi Massa
Stages
Models
AIDA Model Communication
Model
Hierarchy of
Effect Model
Innovation
Adoption
Model
Cognitive
stage
Attention
Exposure
Reception
Cognitive
response
Awareness
Knowledge
Awareness
Affective
stage
Interest
Desire
Attitude
Intention
Liking
Preference
Conviction
Interest
Evaluation
Behaviour
stage Action Behaviour Purchase
Trial
Adoption
Source: Kotler, 2000
Dalam penelitian ini akan menggunakan respon Communication Model.
Terdapat tiga tahap utama yaitu kognitif, afektif, dan konatif (behavioral).
Pada tiap stages memiliki enam jenis variabel respon, yaitu exposure,
reception, cognitive response, attitude, intention, dan behavior.
16
1.5.4 Konsep Respon
Respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika
perangsang sudah tidak ada. jika proses pengamatan sudah berhenti, dan
hanya tinggal kesan-kesan saja, peristiwa ini disebut tanggapan. Definisi
tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1990:88).
Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui
persepsi, sikap, dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap
seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang
untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu ransangan tertentu. Respon
juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum
pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau
tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
Tanggapan adalah hasil yang ingin dicapai dari sebuah proses
komunikasi. Dalam proses penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan, umpan balik akan terjadi dalam bentuk tanggapan sebagai akibat
dari stimulus yang ditransmisikan. Hal ini, akan mempermudah proses
pemahaman jika tanggapan yang muncul memiliki kesamaan kerangka
berfikir yaitu kesamaan pengalaman dan pengetahuan yaitu pengetahuan
antara komunikator dan komunikan. Menurut Effendy (1998:14), jika umpan
balik secara verbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan
kata-kata, baik secara singkat maupun secara panjang lebar. Sedangkan
umpan balik secara nonverbal adalah tanggapan yang dinyatakan bukan
dengan kata-kata melainkan dengan bahasa tubuh.
Menurut Hunt (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah unit untuk
memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani
representasi fenomenal dari keadaan diluar individu, lingkungan internal ini
dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi
17
diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang disebut Hunt sebagai
suatu respon.
Namun, sebuah persepsi tak akan muncul, jika alat indera manusia tidak
diberi rangsangan terlebih dahulu. Seringkali manusia diberikan rangsangan
yang sama namun tanggapannya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan tak ada
satu pun manusia di dunia yang persis sama dengan manusia lain, baik itu dari
segi kemampuan alat indera, ataupun dari pengalaman sosial yang didapat dari
lingkungan. Tanggapan sangat erat hubungannya dengan rangsangan
sehingga apabila rangsangan timbul maka mungkin sekali diikuti oleh
tanggapan. Perilaku yang muncul setelah stimulus ditransmisikan ke
komunikan adalah sebuah bentuk tanggapan, dengan begitu tanggapan adalah
hasil yang berupa pemikiran dan perilaku yang timbul karena rangsangan.
Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan
perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra-pemahaman yang mendetail, ide-ide,
rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui, yaitu
:
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang
atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan
lingkungan atau situasi lain. Ada dua jenis variabel yang dapat mempengaruhi
respon, yaitu :
1. Variabel struktural, yaitu faktor-faktor yang berasal semata-mata
dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan
pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang
18
menentukan persepsi. Menurut teori Gestalt bila kita ingin
memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor
yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan.
2. Variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat pada diri
responden, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa
lalu, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor personal
(Cruthefield, dalam sarwono, 1991).
Tertarik tidaknya individu untuk memperhatikan stimulus dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu, faktor internal (kebiasaan, minat, emosi dan keadaan
biologis) dan faktor eksternal (intensitas, gerakan, dan pengulangan stimulus).
Dalam menanggapi stimulus, terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam memberikan tanggapan, diantaranya adalah
perhatian. Sebuah tanggapan tidak akan terjadi begitu saja, bila tidak adanya
perhatian. Dalam memberikan perhatian setiap individu selaku komunikan
cenderung memberikan perhatian kepada salah satu stimuli atau rangkaian
stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya
melemah. Dalam memberikan persepsi, terdapat faktor-faktor eksternal dan
internal yang mempengaruhi perhatian (Rakhmat 2007:52).
Komunikasi dianggap berhasil jika respon yang terukur menunjukkan
yang dikehendaki komunikator. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Steven M. Caffe respon dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Respon yang bersifat kognitif. Bersangkutan dengan masalah
mengerti atau tidak mengarti; paham atau tidak paham. Kognitif,
yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan, keterampilan
dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul
apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi
oleh khalayak.
2. Respon yang bersifat afektif. Bersangkutan dengan masalah suka
atau tidak suka. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan
19
emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini
timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap
sesuatu.
3. Respon yang bersifat perilaku (behavior). Bersangkutan dengan
masalah melaksanakan atau tidak melaksanakan. Behavioral, yaitu
respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi
tindakan atau perbuatan.
Respon memiliki 3 golongan yang berurutan, dimulai dari respon kognitif,
afektif, dan behavior. Respon kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang
sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorag atau sesuatu.
Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar, membayangkan dan berbahasa. Kepercayaan/ pengetahuan
seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan
pada akhirnya mempengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu.
Merubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat merubah
perilaku mereka.
Gejala pengenalan (kognisi) dimulai ketika individu melakukan
pegindraan dan pengamatan. Mulai saat itu individu menerima secara
langsung stimuli atau rangsang dari luar. Individu mengenal lingkungan
sekitarnya baik berupa obyek maupun sesuatu yang bersifat abstrak, yakni
dengan menggunakan alat inderanya. Individu dapat menyadari keadaan
sekitar dengan pengindraan dan pengamatan (sensation and perception).
Setelah terjadi proses pengindraan dan pengamatan selanjutnya akan
terjadi proses tanggapan. Tanggapan diartikan sebagai gambaran ingatan dari
hasil pengamatan, dalam mana obyek yang telah diamati tidak lagi berada
dalam ruang dan waktu pengamatan. Tanggapan berada di alam bawah sadar
manusia. Setelah individu mengalami proses tanggapan, selanjutnya
tanggapan tersebut akan dimunculkan. Pemunculan dari tanggapan-tanggapan
dari keadaan dibawah sadar (tidak disadari) ke dalam keadaan disadari disebut
20
dengan reproduksi. Reproduksi dapat juga terjadi oleh karena adanya
perangsang atau pengaruh dari luar. Dari proses reproduki maka proses
berlanjut pada ingatan (memory). Ingatan atau memory ialah kekuatan jiwa
untuk menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan.
Respon afektif ialah respon yang timbul pada aspek perasaan atau
tanggapan ataupun reaksi seseorang terhadap stimulus yang diterima dari
pesan komunikasi yang ada pada aspek emosional dan bersifat subyektif.
Perasaan seseorang berkembang sejak mengalami sesuatu. Karena itu mudah
dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan
corak dalam perkembangan perasaan. Dalam kehidupan modern banyak
bermacam-macam alat yang dipergunakan untuk memperkaya rangsang
emosi, seperti: televisi, radio, film, gambar, majalah, serta media internet.
Perasaan dan emosi pada umumnya disifatkan sebagai keadaan (state)
yang ada pada individu atau organisme pada suatu waktu. Menurut Caplin
(1972) yang dimaksud dengan perasaan adalah keadaan individu sebagai
akibat dari persepsi sebagai akibat stimulus baik eksternal maupun internal.
Ada tiga sifat perasaan:
1. Pada umumnya perasaan berkaitan dengan persepsi, dan merupakan
reaksi terhadap stimulus yang mengalaminya. Tetapi perasaan yang
timbul pada masing-masing individu ternyata dapat berbeda satu
dengan yang lain. Dengan demikian, sekalipun stimulusnya sama
namun perasaan yang ditimbulkan oleh stimulus tersebut dapat
berbeda-beda.
2. Perasaan bersifat subyektif, lebih subyektif apabila dibandingkan
dengan peristiwa-peristiwa psikis yang lain. Meskipun stimulusnya
sama namun perasaan yang dialami individu yang ditimbulkan oleh
stimulus tersebut dapat berbeda satu dengan yang lain.
3. Perasaan dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak
senang sekalipun tingkatanya dapat berbeda-beda. Namun demikian
21
perasaan senang dan tidak senang bukanlah satu-satunya dimensi dari
perasaan.
Sedangkan respon behavior lebih kepada perilaku yang muncul
dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respon
dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru
terhadap rangsang yang dikondisikan. Rangsang atau stimulus adalah istiah
yang digunakan oleh psikologi untuk menjelaskan suatu hal yang merangsang
terjadinya suatu respon tertentu. Rangsang merupakan informasi yang dapat
diindra oleh panca indra. Rangsang ialah suatu hal yang datang dari
lingkungan yang dapat menyebabkan respon tertentu pada tingkah laku.
Respon yang bersifat perilaku (behavior) bersangkutan dengan masalah
melaksanakan atau tidak melaksanakan. Pada respon yang bersifat perilaku
dilatar belakangi oleh aspek konasi yang meliputi komponen: adanya motif,
adanya suatu usaha, adanya saat-saat memilih, adanya suatu keputusan,
adanya perbuatan berdasarkan kemauan.
1.6 KERANGKA KONSEP
Penelitian ini berjudul Respon Masyarakat Yogyakarta terhadap
Videotron (Survei Deskriptif mengenai Tanggapan/Respons Masyarakat
Yogyakarta terhadap Videotron dengan Sampel Videotron pada Perempatan
Galeria Mall). Maka penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tanggapan,
pandangan, dan respon masyarakat Yogyakarta, terutama yang sering
melewati perempatan Galeria Mall mengenai videotron. Videotron
merupakan media iklan ruang baru yang belum banyak diketahui, bahkan
masih banyak masyarakat Yogyakarta yang belum mengetahui apa itu
videotron. Maka dari itu penelitian ini akan mencari tahu sejauh mana
masyarakat Yogyakarta mengetahui tentang videotron dengan mengambil
sampel contoh videotron pada perempatan Galeria Mall.
22
Sedikitnya terdapat dua konsep yang akan digunakan sebagai
pendukung sekaligus batasan dalam penelitian ini, yaitu konsep mengenai
respon dan videotron. Konsep yang pertama adalah konsep mengenai respon
dimana peneliti akan menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Steven
M. Caffe mengenai tiga jenis respon, yaitu kognitif, afektif, dan behavioral.
Respon kognitif lebih menekankan kepada pengetahuan responden secara
garis besar, kemudian respon afektif lebih kepada tanggapan perasaan
(emosional) secara subjektif, dan respon behavioral mengacu pada perilaku
atau perubahan berilaku. Namun pada penelitian ini tidak akan mengamati
perubahan sikap responden karena dibutuhkan metode penelitian laiinya yang
lebih mendalam. Sehingga pada penelitian ini konsep respon yang akan dikaji
adalah respon kognitif dan respon afektif.
Selanjutnya konsep kedua adalah tentang videotron, dimana videotron
ini merupakan objek yang akan diberikan tanggapan oleh para responden.
Dalam menilai videotron, ada beberapa aspek interesting point yang secara
tersirat akan dimasukkan ke dalam pertanyaan sekaligus menjadi hasil dari
respon afektif. Selain itu dalam penelitian ini juga mengamati bagaimana
efektivitas videotron itu sendiri terhadap lokasi dan jalan yang berada
disekitarnya. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini disajikan dalam
bagan berikut ini:
23
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Dalam bagan kerangka konsep diatas dapat dilihat bahwa videotron
merupakan objek penelitian yang nantinya akan dikaji melalui teori respon
yang dikemukakan oleh Steven M. Caffe, yaitu respon kognitif, afektif, dan
behavioral. Lokus penelitian ini berada pada ranah penerimaan pesan, dalam
hal ini responden adalah masyarakat Yogyakarta terutama yang melewati
perempatan Galeria Mall, baik pernah memperhatikan videotron yang ada
disana maupun tidak. Selanjutnya seluruh konsep ini akan dituangkan di
dalam operasionalisasi konsep di sub-bab berikutnya.
1.7 DEFINISI OPERASIONAL
Secara sederhana definisi operasional dipahami sebagai petunjuk atau
cara untuk mengukur suatu variabel. Bentuk uraian dari definisi operasional
biasanya mencakup pemahaman tentang variabel, cara mengukur, dan makna
pengukurannya (Prajarto, 2010:86). Dalam penelitian ini ada beberapa
variabel dan dimensinya yang didefinisikan dibawah ini:
1. Tanggapan
VIDEOTR
ON
Efektivitas videotron terhadap
lingkungan sekitarnya
Respon Afektif
Respon Kognitif
24
Yang dimaksud tanggapan adalah diartikan suatu tingkah laku
atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail,
penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan
pada suatu fenomena tertentu. Tanggapan atau respon memiliki 3
bentuk, yaitu kognitif, afektif, behavior.
a. Kognitif
Respon kognitif mengukur sejauh mana pengetahuan
responden mengenai videotron. Seperti darimana responden
mengetahui mengenai videotron, lalu mengetahui fungsi dan
kegunaan videotron, serta dapat mengingat dimana saja letak
videotron di Yogyakarta.
1) Kode 0 : jika responden tidak mengetahui dan tidak sadar
dengan keberadaan videotron
2) Kode 1 : jika responden mengetahui tentang videotron
namun tidak mengetahui fungsi dan kegunaan videotron
3) Kode 2 : jika responden mengetahui tentang videotron
namun tidak tahu dimana saja letak videotron
4) Kode 3 : jika responden mengetahui tentang videotron
dan tahu kegunaan dan fungsi videotron, serta
mengetahui titik penempatan videotron.
b. Afektif
Respon afektif mengukur perspektif responden terhadap
videotron secara subjektif dan emosional. Responden cenderung
akan menilai videotron dari suka tidaknya atau senang tidak
senang terhadap media baru ini.
1) Kode 0 : jika responden tidak menyukai atau tidak
menyenangi videotron tanpa alasan
2) Kode 1 : jika responden tidak menyukai atau tidak
menyenai videotron dengan alasan tertentu
25
3) Kode 2 : jika responden menyukai atau menyenangi
videotron
2. Videotron
Yang dimaksud videotron adalah media iklan luar ruang
berformat LED (Ligth Emiting Dioda) yang diletakkan di pinggir jalan
atau pusat keramaian. Videotron biasa dipakai untuk menayangkan
iklan komersil, iklan layanan masyarakat, pemerintah, ataupun
informasi-informasi kegiatan yang akan berlangsung. Terdapat
beberapa dimensi untuk mengukur videotron, diantaranya:
a. Tempat
Dimensi tempat ini akan mengukur apakah lokasi
penempatan di perempatan Galeria Mall sudah tepat, dinilai
dengan jumlah arus kendaraan, traffic, dan estetika tata letak dan
ruang.
1) Kode 0 : jika responden menganggap lokasi ini tidak
cocok untuk menempatkan videotron
2) Kode 1 : jika responden menganggap lokasi ini cocok
untuk menempatkan videotron, namun secara estetika
membuat jalan semakin berantakan atau ruwet
3) Kode 2 : jika responden menganggap lokasi ini sudah pas
dan cocok dari segala aspek untuk menempatkan
videotron
b. Visual of view
Visual of view mengukur mengenai segala hal mengenai
cara responden melihat ke arah videotron, seperti titik atau sudut
pandang dan halangan pada videotron di tempat tersebut.
26
1) Kode 0 : jika responden menemukan halangan dan sulit
melihat ke arah videotron
2) Kode 1 : jika responden menemukan halangan, namun
masih tetap dapat melihat ke arah videotron
3) Kode 2 : jika responden tidak menemukan halangan dan
dapat melihat videotron dengan leluasa
c. Interesting Point
Interesting point adalah hal apa saja yang membuat
responden tertarik untuk melihat ke arah videotron, seperti
gambar gerak yang memang alam bawah sadar manusia akan
merespon ketika ada suatu gambar gerak, dan beberapa daya
tarik lainnya.
1) Kode 0 : jika responden tertarik dengan videotron karena
gambar geraknya
2) Kode 1 : jika responden tertarik dengan videotron karena
warnanya
3) Kode 2 : jika responden tertarik dengan videotron karena
bentuknya
4) Kode 3 : jika responden tertarik pada videotron karena
gambar gerak, warna, dan bentuknya
27
Tabel 1.2 Operasionalisasi Konsep
Variabel Dimensi Sub-Dimensi Indikator
Videotron
Tempat
Lokasi Penempatan
Videotron
diletakkan/dipasang
ditempat yang tepat
Videotron terpasang
pada level atau
klasifikasi jalan yang
tepat
Estetika
Videotron yang
dipasang tidak
menggangu estetika,
keindahan tata letak
kota
Visual of
View
Titik / Sudut Pandang
Dari posisi dan keadaan
bagaimana responden
melihat videotron
Halangan
Apakah terdapat
halangan atau hal yang
membuat responden
tidak dapat terlihat
videotron
Interesting
Point
Menemukan daya tarik
videotron secara fisik,
seperti tentang gambar
gerak, warna, dan
lainnya
Kognitif Pengetahuan
Responden
Pengetahuan responden
mengenai videotron
28
Respons /
Tanggapan
Masyarakat
Ingatan (memory)
Responden dapat
mengingat mengenai
elemen-elemen
videotron ataupun iklan
yang pernah tayang
pada videotron
Afektif Persepsi
Responden
memberikan penilaian
yang bersifat subjektif
dan emosional
mengenai videotron
1.8 METODOLOGI PENELITIAN
1.8.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon dan
tanggapan masyarakat Yogyakarta terhadap videotron sebagai media iklan luar
ruang baru. Demi mencapai tersebut dibutuhkan berbagai data dari objek
penelitian, oleh karena itu metode penelitian yang peneliti anggap cocok untuk
digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang berupaya menguantifikasi
data dan biasanya menerapkan statistik tertentu (Malhotra, 2006: 161).
Penelitian kuantitatif tidak mementingkan kedalaman data, namun yang
terpenting adalah merekam data sebanyak-banyaknya dari sebuah populasi.
Tujuan penelitian kuantitatif mengarah pada hasil generalisasi, menjelaskan
fenomena secara terukur, serta berbagai pembuktian (Masyhuri dan Zainuddin,
2008:13).
29
Metode survey cocok untuk penelitian ini karena metode survei mampu
mengumpulkan dan memperoleh data secara langsung dari lapangan (Ruslan,
2003:22). Metode survei sendiri merupakan sebuah upaya pengumpulan
informasi dari sebagian populasi yang dianggap dapat mewakili populasi
tertentu. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi untuk kemudian menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data
yang pokok.
Metode penelitian survei menghasilakan informasi kuantitatif tentang
opini publik, karakter/sikap, maupun fenomena sosial. Metode ini digunakan
sebagai teknik untuk menggambarkan karakteristik atas dasar variabel-variabel
tertentu dari berbagai kasus. Dengan survei peneliti hendak menggambarkan
karakteristik tertentu dari suatu populasi, apakah mengenai sikap, tingkah laku,
atau aspek sosial lainnya. Tujuan dari metode ini adalah untuk menggambarkan
karakteristik dari sejumlah populasi.
1.8.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kota Yogyakarta. Berdasarkan data
yang ditemukan, sampai bulan Maret 2016 ini, ada sekitar 9 titik videotron yang
tersebar di seluruh Yogyakarta, yakni 2 buah videotron pada Perempatan Tugu
Yogyakarta, 2 buah videotron Perempatan Galeria Mall, Jalan Abu Bakar Ali
Malioboro, Jalan Abu Bakar Ali Kotabaru, Jalan Jendral Sudirman, Titik Nol
Kilometer, Pasar Beringharjo Malioboro, dan Jalan Suroto. Namun pada
penelitian ini akan fokus pada videotron yang di tempatkan di Perempatan
Galeria, sehingga jika data yang dibutuhkan belum mencukupi makan akan
disebar kuesioner fisik pada lingkungan sekitar Perempatan Galeria.
1.8.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan individu atau segala sesuatu yang menjadi
objek penelitian yang akan dianalisis dan sifatnya masih sangat luas. Dalam
setiap penelitian, populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah
30
yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah
masyarakat Yogyakarta yang masuk dalam hitungan traffic pada perempatan
Galeria Mall berjumlah 100.650 jiwa. Responden yang dijadikan sampel
penelitian adalah para pengguna jalan dan masyarakat disekitar titik
penempatan videotron tersebut.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus Slovin
(Bungin,2010: 115) adalah sebagai berikut:
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁 (𝑒)2
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)
(pada penelitian ini nilai e atau toleransi kesalahan adalah 5%, yang berarti nilai
e menjadi 0,05)
Berdasarkan perhitungan diatas jumlah sampel yang dibutuhkan pada
penelitian ini adalah 400 orang responden sebagai sampel ini akan dibagi ke 2
titik videotron, sehingga pada masing-masing titik videotron akan mengambil
sebanyak 200 responden. Di setiap titik lokasi ini akan dibagi juga menjadi
responden pengendara kendaraan bermotor dan responden pejalan kaki.
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁 (𝑒)2
𝑛 = 100650
1 + 100650 (0,05)2
= 400
31
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data akan digolongkan menjadi 2, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh langsung dari objek
yang diteliti, yaitu 400 responden. Untuk mengumpulkan data primer, akan
melakukan teknik survei purposive sampling. Teknik ini dipilih karena
peneliti membuat beberapa kriteria untuk calon respondennya sehingga data
yang diperoleh lebih akurat. Instrumen penelitian yang akan digunakan, yaitu
kuisioner. Kuisioner akan berisi tentang beberapa pertanyaan terstruktur
secara umum yang akan membahas tentang frekuensi dan keterpaan
(exposure) videotron secara kuantitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari lembaga atau institusi tertentu, pada penelitian ini lembaga yang akan
dirujuk adalah agensi penyedia jasa videotron di kota Yogyakarta, yaitu Java
Videotron. Data sekunder ini ditujukan untuk melengkapi BAB 3 dan mencari
informasi terkait videotron di Yogyakarta.
1.8.5 Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang
digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang
dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2004:137). Dengan
demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat
untuk mengukur apa yang hendak di ukur.
Pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan, karena jika
instrument yang digunakan sudah tidak valid dan reliable maka dipastikan hasil
penelitiannya pun tidak akan valid dan reliable. Sugiyono (2007: 137)
menjelaskan perbedaan antara penelitian yang valid dan reliable dengan
instrument yang valid dan reliable adalah penelitian yang valid artinya bila
terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya
32
terjadi pada objek yang diteliti. Sedangkan penelitian yang reliable bila terdapat
kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini akan dibantu software
SPSS 23, dimana pada software ini menyediakan fitur untuk menguji intrumen
pengumpulan data, dalam penelitian ini berarti kuesioner, agar terbukti validitas
dan reliabilitasnya. Peneliti akan menguji kuesioner yang telah dibuat kepada
30 orang responden secara acak (random sampling), lalu memasukkan data
pada SPSS untuk di uji validitas dan reliabiltasnya. Jika kedua hal ini telah
terpenuhi, maka kuesioner layak edar sebagai instrumen pengumpulan data.
Hasil dari uji validitas dan reliabilitas ini nantinya akan dibahas lebih rinci pada
Bab IV, yaitu Bab Pembahasan.
1.8.6 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini hanya terdapat 1 variabel, oleh karena itu peneliti
akan menggunakan statistik deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih, tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan antara satu variabel dan variabel lainnya.
Poin dari analisis deskriptif ini adalah untuk mencari teori, bukan untuk
menguji teori (Rakhmat, 1991:23).
Fungsi analisis deskriptif antara lain mengklasifikasikan suatu data
variabel berdasarkan kelompoknya masing-masing dari semula belum teratur
dan mudah diinterpretasikan maksudnya oleh orang yang membutuhkan
informasi tentang keadaan variabel tersebut. Selain itu statistik deskriptif juga
berfungsi menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga data yang
dihasilkan dari penelitian dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang
membutuhkan. Selain itu analisis deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan
informasi aktual secara rinci yang menggambarkan fenomena yang ada;
mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang
berlaku; membuat perbandingan atau evaluasi; dan menentukan apa yang
dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari
33
pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan yang tepat pada
waktu mendatang. Dari beberapa fungsi dan tujuannya, dapat disimpulkan
bahwa analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan
mendeskripsikan dan menggambarkan data yang telah terkumpul, membuat
hipotesis, dan menarik kesimpulan.