BAB I PENDAHULUAN -...

15
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan serius yang di hadapi bangsa Indonesia. Bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia hampir tiap tahun terjadi pada saat musim kemarau. Kebakaran terjadi bukan hanya pada lahan yang kering, tetapi juga terjadi pada lahan yang basah (lahan gambut). Dalam kasus tersebut kebakaran lahan gambut jauh lebih sulit untuk penanggulanganya dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di lahan yang kering (tanah yang mengandung mineral). Penyebabnya adalah persebaran titik api terjadi tidak hanya pada vegetasi di atas lahan gambut saja tetapi juga terjadi di dalam lapisan tanah gambut yang sulit untuk diketahui persebaran titik apinya (Adinugroho. dkk, 2004). Lahan gambut tersebar luas di seluruh pulau Indonesia khususnya pulau Sumatera Provinsi Riau. Dalam hal ini Provinsi Riau sering terjadi kebakaran lahan gambut pada saat musim kemarau. Akibat sering terjadinya kebakaran lahan gambut di daerah Sumatera khususnya Provinsi Riau menjadi berita utama di mana-mana. Dalam hal ini Pemerintah daerah maupun pusat belum sepenuhnya mampu mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada lahan gambut. Minggu 2 Maret 2014 Pekanbaru (ANTARA News), Komandan Satgas Tanggap Darurat Asap Riau, Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto menyatakan bahwa hasil pantauan udara oleh TNI Angkatan Udara kebakaran lahan gambut terluas di daerah Kabupaten Bengkalis yang memiliki seluas 5.000 hektar. Permasalahan bencana alam ini pemerintah atau penyelenggara perlu melakukan penanggulangan bencana sesegera mungkin dengan didasarkan langkah- langkah yang sitematis, terencana, dan efektif untuk mengurangi dampak kerugian yang timbul dari bencana kebakaran lahan gambut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan kebakaran lahan gambut di antaranya : 1. Bahaya yaitu kawasan mana saja yang memiliki potensi bahaya yang ditimbulkan dari bencana terjadi.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan serius yang di

hadapi bangsa Indonesia. Bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia hampir

tiap tahun terjadi pada saat musim kemarau. Kebakaran terjadi bukan hanya pada

lahan yang kering, tetapi juga terjadi pada lahan yang basah (lahan gambut). Dalam

kasus tersebut kebakaran lahan gambut jauh lebih sulit untuk penanggulanganya

dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di lahan yang kering (tanah yang

mengandung mineral). Penyebabnya adalah persebaran titik api terjadi tidak hanya

pada vegetasi di atas lahan gambut saja tetapi juga terjadi di dalam lapisan tanah

gambut yang sulit untuk diketahui persebaran titik apinya (Adinugroho. dkk, 2004).

Lahan gambut tersebar luas di seluruh pulau Indonesia khususnya pulau

Sumatera Provinsi Riau. Dalam hal ini Provinsi Riau sering terjadi kebakaran lahan

gambut pada saat musim kemarau. Akibat sering terjadinya kebakaran lahan gambut

di daerah Sumatera khususnya Provinsi Riau menjadi berita utama di mana-mana.

Dalam hal ini Pemerintah daerah maupun pusat belum sepenuhnya mampu

mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada lahan

gambut. Minggu 2 Maret 2014 Pekanbaru (ANTARA News), Komandan Satgas

Tanggap Darurat Asap Riau, Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto menyatakan bahwa

hasil pantauan udara oleh TNI Angkatan Udara kebakaran lahan gambut terluas di

daerah Kabupaten Bengkalis yang memiliki seluas 5.000 hektar.

Permasalahan bencana alam ini pemerintah atau penyelenggara perlu

melakukan penanggulangan bencana sesegera mungkin dengan didasarkan langkah-

langkah yang sitematis, terencana, dan efektif untuk mengurangi dampak kerugian

yang timbul dari bencana kebakaran lahan gambut. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam penanggulangan kebakaran lahan gambut di antaranya :

1. Bahaya yaitu kawasan mana saja yang memiliki potensi bahaya yang

ditimbulkan dari bencana terjadi.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

2

2. Kerentanan yaitu daerah mana saja yang memiliki kerentanan akibat yang

ditimbulkan dari bencana terjadi.

3. Kapasitas yaitu dareah mana saja yang memiliki kapasitas untuk

menanggulangi bencana yang terjadi.

Pembuatan peta kebakaran lahan gambut bertujuan untuk melakukan

pembuatan peta risiko kebakaran lahan gambut khususnya daerah Kabupaten

Bengkalis Provinsi Riau. Diharapkan hasil kegiatan aplikatif ini dapat membantu

Pemerintah dalam mengambil keputusan langkah menanggulangi kebakaran lahan

gambut secara sistematis, terencana dan efektif.

I. 2. Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan dalam proyek ini dibatasi pada hal-hal berikut :

1. Lokasi proyek adalah daerah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.

2. Proyek ini hanya berfokus pada daerah lahan gambut.

3. Data kebakaran berdasarkan citra MODIS tahun 2000 – 2014.

4. Pada penyusunan peta kapasitas nilai kapasitas dianggap konstan.

5. Proyek ini hanya sebatas tahap identifikasi awal pada penanggulangan dan

mitigiasi bencana.

I.3. Tujuan

Tujuan dari proyek ini adalah pembuatan peta risiko kebakaran lahan gambut

di daerah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau pada tahun 2000 sampai 2014.

I.4. Manfaat

Dengan adanya kegiatan aplikatif ini, peta risiko setelah dibuat dapat

memberikan manfaat antara lain :

1. Sebagai pertimbangan pemerintah dalam perencanaan dan penanggulangan

risiko bencana kebakaran lahan gambut.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

3

2. Sebagai alat analisis risiko bencana berbasis spasial meliputi analisis

bahaya, analisis kerentanan, dan analisis kapasitas.

3. Diharapkan dapat digunakan untuk membantu instansi terkait dalam

mitigasi bencana.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Gambut

I.5.1.1 Pengertian. Menurut PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Ekosistem Gambut, gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari

sisa-sisa tumbuhan dan mempunyai kandungan bahan organik yang telah

terdekomposisi. Ekosistem gambut yaitu tatanan unsur gambut yang memiliki

karakteristik unik dan bersifat rapuh. Letak ekosistem gambut diampit oleh dua

sungai, di antara sungai dan laut. Gambut terbentuk secara bertahap sehingga

menunjukkan berlapis-lapis seiring dengan kejadian lingkungan alamnya. Lambat

laun dalam ribuan tahun kemudian terbentuk lapisan kubah gambut. Kubah gambut

adalah ekosistem gambut yang cembung dan memiliki elevasi lebih tinggi dari

daerah sekitarnya yang berfungsi sebagai pengatur penyeimbang air.

I.5.1.2. Klasifikasi Tanah Gambut. Klasifikasi tanah gambut di dasarkan pada

ketebalan lapisan bahan organiknya. Gambut dibagi dalam empat kategori yaitu

gambut dangkal, tengahan, dalam, dan sangat dalam (Noor, 2010).

1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan

bahan organik antara 50-100 cm.

2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan

bahan organik antara 100-200 cm.

3. Gambut dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan

bahan organik antara 200-300 cm.

4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan

lapisan bahan organik antara >300 cm.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

4

I.5.1.3. Tipe Kebakaran Lahan Gambut. Kebakaran lahan gambut tergolong

dalam kebakaran bawah (ground fire). Pada tipe ini, api menyebar tidak menentu,

dikarenakan api di bawah permukaan tanpa dipengaruhi oleh angin. Api membakar

bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala sehingga hanya asap saja

yang tampak di atas permukaan. Kebakaran bawah ini tidak terjadi dengan

sendirinya, biasanya api berasal dari permukaan, kemudian menjalar ke bawah

membakar bahan organik melalui pori-pori gambut. Gambar I.1 menggambarkan

ilustrasi tipe kebakaran bawah (Adinugroho. dkk, 2004).

Gambar I.1 Ilustrasi tipe kebakaran bawah (Adinugroho. dkk, 2004)

Dalam perkembangannya, api menjalar secara vertikal dan horizontal

berbentuk seperti cerobong asap. Mengingat tipe kebakaran yang terjadi di dalam

tanah dan hanya asapnya saja yang muncul di permukaan, maka kegiatan

pemadaman akan mengalami banyak kesulitan. Pemadaman secara tuntas terhadap

api di dalam lahan gambut hanya akan berhasil, jika pada lapisan gambut yang

terbakar tergenangi oleh air. Gambaran kebakaran lahan gambut dapat dilihat pada

Gambar I.2.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

5

Gambar I.2 Kebakaran lahan gambut (sumber http://firerescue-indonesia.org/images/lahangambut.jpg)

I.5.2. Pengertian Bencana

Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu

kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Penyebab terjadinya

bencana digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

1. Bencana yang disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, kebakaran hutan

dan lahan, tsunami, letusan gunung api, angin ribut dan kekeringan.

2. Bencana yang disebabkan oleh non alam seperti wabah penyakit, kegagalan

teknologi dan kebakaran pemukiman.

3. Bencana yang disebabkan karena kondisi sosial seperti perperangan dan aksi

teror.

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada

suatu kawasan dan kurun waktu tertentu. Rawan bencana adalah kondisi atau

karakteristik suatu kawasan dalam jangka waktu tertentu untuk mengurangi dan

mencegah kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya. Kajian risiko

bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh

terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat bahaya,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

6

kerentanan dan kapasitas daerah (BNPB, 2012). Dalam kegiatan kajian risiko

bencana ada beberapa komponen penilaian risiko bencana, yaitu risiko (risk), bahaya

(hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity).

I.5.2.1 Bahaya atau Hazard. Bahaya adalah suatu fenomena atau peristiwa

yang dapat menimbulkan bencana pada daerah tertentu. Dalam penilain tingkatan

bahaya ada beberapa komponen indeks bahaya yang di hitung. Hasil dari nilai indeks

bahaya tersebut berupa peta bahaya. Peta bahaya adalah gambaran atau representasi

suatu wilayah yang memiliki suatu bahaya tertentu. Dalam penyusunan peta bahaya,

komponen-komponen utama ini dipetakan dengan menggunakan perangkat GIS.

Pemetaan baru dapat dilaksanakan setelah seluruh data indikator pada tiap komponen

diperoleh dari sumber data yang telah ditentukan. Data yang diperoleh kemudian

dibagi dalam 3 kelas bahaya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

I.5.2.2. Kerentanan. Kerentanan adalah suatu kondisi individu atau kelompok

yang mengarah atau menyebabkan ketidakmapuan dalam mengantisipasi bahaya

bencana. Peta kerentanan adalah gambaran atau representasi suatu wilayah yang

menyatakan kondisi wilayah tersebut memiliki suatu kerentanan tertentu yang dapat

mengakibatkan risiko bencana. Peta kerantanan diperoleh dari dua indeks yaitu

indeks kerugian dan indeks penduduk terpapar.

Penentuan Indeks Penduduk Terpapar dihitung dari komponen sosial budaya di

kawasan yang diperkirakan terlanda bencana. Komponen ini diperoleh dari indikator

kepadatan penduduk dan indikator kelompok rentan pada suatu daerah bila terkena

bencana. Indikator kerentanan sosial yang digunakan adalah kepadatan penduduk.

Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata-rata bobot kepadatan penduduk

Komponen dan indikator untuk menghitung Indeks Penduduk Terpapar dapat dilihat

pada Tabel I.1 berikut ini.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

7

Tabel I.1. Komponen dan indikator indeks penduduk terpapar (Sumber : Perka

BNPB no 2 Tahun 2012)

BENCANA KOMPONEN/INDIKATOR KELAS INDEKS BOBOT

TOTAL

SUMBER

DATA RENDAH SEDANG TINGGI

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

Sosial Budaya ( 30 % )

Kepadatan Penduduk < 500

jiwa/km2

500 -

1000

jiwa/km2

> 1000

jiwa/km2 60%

Podes, Susenas,

dan

Penggunaan

lahan

Kelompok Rentan < 20 % 20 - 40 % > 40 % 40% Podes,

Susenas,

dan PPLS

Penentuan indeks kerugian dihitung dari komponen ekonomi, fisik dan

lingkungan. Komponen-komponen ini dihitung berdasarkan indikator-indikator pada

jenis bahaya bencana. Indeks kerugian ekonomi dapat dilihat pada Tabel I.2.

Tabel I.2. Komponen dan indikator indeks kerugian ekonomi (Sumber : Perka BNPB no 2 tahun 2012)

BENCANA

KOMPONEN

/

INDIKATOR

KELAS INDEKS BOBOT

TOTAL BAHAN

RUJUKAN RENDAH SEDANG TINGGI

Kebakaran

Hutan dan

Lahan

Ekonomi dalam Rupiah (20%)

luas lahan

produktif

< Rp 50

juta

Rp 50 -

200 juta

> Rp

200 juta 60%

Penggunaan

lahan

Kabupaten

kontibusi

PDRB

persektor

< Rp 100

juta

Rp 100 -

300 juta

> Rp

300 juta 40%

Laporan

kabupaten

sektor dalam

angka

Fisik dalam rupiah (10%)

Rumah

< Rp 400

juta

Rp 400 -

800 juta

> Rp

800 juta 40%

Potensi Desa fasilitas umum

< Rp 500

juta

Rp 500 -

1 M

> Rp 1

M 30%

fasilitas kritis

< Rp 500

juta

Rp 500 -

1 M

> Rp 1

M 30%

Pada pelaksanaanya peta kerentanan mengalami perubahan pada penentuan

indeks kerugian dan indeks penduduk terpapar. Indeks kerugian yang mengalami

perubahan yaitu indikator luas lahan produktif dengan indikator pendapatan

persektor, untuk indikator PDRB diganti dengan subsector pendapatan. Indeks

penduduk terpapar yang digunakan hanya indikator kepadatan penduduk.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

8

I.5.2.3. Kapasitas. Kapasitas (Capacity) adalah potensi sumberdaya yang

dimiliki komunitas masyarakat untuk mengantisipasi atau mengurangi dampak risiko

bencana. Peta Kapasitas adalah gambaran atau representasi kapasitas suatu wilayah

dalam mengurangi risiko bencana. Kapasitas dapat dimodelkan sebagai jumlah total

dari komponen kapasitas yang ada. Indikator penyusun komponen kapasitas adalah

kesiapsiagaan, infrastruktur sosial dan fisik, serta komponen kesehatan.

I.5.2.4. Analisis Risiko Bencana. Peta risiko bencana adalah peta tematik

yang menggambarkan tingkat risiko bencana pada suatu daerah secara spasial dan

non spasial berdasarkan kajian risiko bencana. Aditya (2010) dalam bukunya yang

berjudul Pembuatan peta Risiko Bencana di atas Peta mengatakan bahwa analisis

risiko pada pembuatan peta risko melibatkan tiga komponen yaitu bahaya,

kerentanan, dan kapasitas. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan

menggunakkan metode VCA (Vulnerability Capacity Analysis). Hubungan antara

bahaya dan kerentanan akan menyebabkan suatu risiko yang dinyatakan dalam

formula :

Risiko (Risk) = Bahaya (Hazard) + Kerentanan (Vulnerability)………….(I.1)

Formula diatas menggambarkan risiko bencana merupakan dampak langsung

yang disebabkan oleh jumlah bahaya dan tingkat kerentanan suatu individu atau

kelompok dalam suatu tempat dan waktu tertentu. Formula di atas hanya

menganalisis tingkat bahaya atau kerentanan tanpa memperhitungkan kapasitas

dalam suatu kawasan. Dengan menanmbahkan nilai kapasitas dalam analisis risiko

bencana maka hubungan antara ketiga komponen tersebut dinyatakan dalam formula:

R = H x V/C ………………………………………………………………(I.2)

R : Risiko

H : Bahaya

V : Kerentanan

C : Kapasitas

Formula I.1 dan I.2 diterapkan dalam satu jenis bencana yang terjadi pada

suatu kawasan. Dalam hal ini proses metode penyusunan peta risiko bencana ada

beberapa tahap yang harus dilakukan dalam pembuatanya dan tahap–tahap tersebut

dapat dilihat pada Gambar I.3.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

9

Gambar I.3 Metode penggambaran risiko bencana (BNPB, 2012 )

Pada Gambar terlihat bahwa Peta Risiko Bencana merupakan overlay

(penggabungan) dari peta bahaya, peta kerentanan dan peta kapasitas. Peta-peta

tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang dihitung dari data-data dan metode

perhitungan tersendiri.

I.5.3. Sistem Informasi Geografis

I.5.3.1. Pengertian. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk

memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi,

menganalisa, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di

permukaan bumi. Kelebihan dari kemampuan SIG dibandingkan sistem informasi

lainya terletak pada analisis spasial yang mampu diintegrasikan dengan atribut non

spasial.

I.5.3.2. Komponen SIG. Komponen SIG terdiri atas empat komponen yaitu

(Aronof, 1989):

1. Data masukan (input) : berfungsi mengumpulkan data spasial dan data

atribut serta mengkonversi data aslinya ke dalam format data SIG

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

10

2. Data Keluaran (output) : berfungsi menampilkan dan mempresentasikan

seluruh basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti :

peta.

3. Data management : berfungsi mengelola data spasial dan data atribut dalam

basis data sehingga mudah untuk dipanggil dan diedit.

4. Data analisi dan manipulasi : berfungsi untuk menganalisis informasi-

informasi yang dihasilkan oleh SIG dan melakukan manipulasi data untuk

menghasilkan informasi.

I.5.3.3. Model Data Dalam SIG. SIG Model data adalah organisasi konseptual

dalam suatu basis data. Model data di dalam SIG dapat berfungsi dengan baik jika

didukung oleh data yang memadai. Jenis data di dalam Sistem Informasi Geografis

terdiri dari (Aronoff, 1989) :

1. Data spasial yaitu data grafis yang berkaitan dengan lokalisasi, posisi dan

area pada sistem koordinat. Antar data spasial mempunyai hubungan

geografis meliputi :

a. Geometri, bagaimana masing-masing elemen data dijelaskan pada

hubungan seperti titik, garis, area dan lain-lain beserta sistem

koordinat yang digunakan.

b. Topologi, merupakan hubungan satu elemen peta dengan elemen peta

lainnya.

c. Kartografi, menyangkut penyajian elemen peta pada layar monitor

maupun plotter.

2. Data non-spasial, yaitu data yang memberikan informasi mengenai obyek-

obyek geografis.

3. Hubungan antara data spasial, non spasial dan waktu.

Ada 2 pendekatan mendasar untuk menyajikan komponen spasial dari suatu

informasi geografis yaitu :

a. Model data vektor. Pada model vektor, lokasi di permukaan bumi

direferensikan pada peta menggunakan sistem koordinat kartesi dan biasanya

dicatat pada peta dua dimensi sebagai titik, garis dan luasan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

11

b. Model data raster. Secara sederhana, model data raster terdiri dari sel-sel

beraturan yang berbentuk bujur sangkar, persegi panjang atau bentuk-bentuk

lainnya.

I.5.3.4. SIG Dalam Analisis Pemetaan Risiko. Dalam analisis pemetaan risiko,

SIG terdapat beberapa metode klasifikasi pada perangkat lunaknya yaitu (Slocum,

1999) :

1. Metode Natural breakss adalah membagi kelas sesuai dengan distribusi

datanya. Pada metode ini pengelompokkan data dilakukan dengan cara

memaksimalkan dan meminimalkan variasi data antar kelas.

2. Metode Equal Interval adalah metode yang membagi data ke dalam

kelompok dengan rentang nilai yang sama antar kelasnya.

3. Metode Standar Deviasi adalah metode yang memperhitungkan bagaimana

suatu data didistribusikan penerapan metode ini dengan cara menghitung

nilai rata-rata dari keseluruhan data, kemudian menempatkan batas kelas

atas dan bawah pada nilai rata yang dikalikan dengan devisiasi standar, yang

dihitung dari rata-rata statistik dataset.

4. Metode Quantil adalah dalam penerapanya metode ini data harus

didefinisikan terlebih dahulu untuk mengetahui berapa kelas yang akan

digunakan.

I.5.3.5. Spasial Analisis. Spasial analisis adalah mengidentifikasi lokasi dan

bentuk dari fitur-fitur geografis dan relasi diantaranya. Spasial analisis yang

digunakan pada ArcGis adalah tools raster calculator. Tools raster calculator

dirancang untuk mengeksekusi ekspresi aljabar single-line menggunakan beberapa

alat dan operator menggunakan sederhana, kalkulator seperti alat antarmuka. Ketika

beberapa alat atau operator yang digunakan dalam satu ekspresi, kinerja persamaan

ini umumnya akan lebih cepat kemudian melaksanakan masing-masing operator atau

alat individual.

Peta aljabar adalah aljabar sederhana dan dapat menjalankan semua alat

ekstensi analisis ArcGis spasial, operator, dan fungsi untuk melakukan analisis

geografis. Peta aljabar mengacu pada penggunaan gambar sebagai variabel dalam

operasi aritmatika yang normal. Hal ini juga memungkinkan untuk mengevaluasi

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

12

hubungan antara gambar atau tabel data untuk menghasilkan persamaan regresi.

Dengan cara yang sama operasi aljabar seperti konvensional dapat dikombinasikan

untuk membentuk sistem persamaan yang memiliki model kartografi spasial yang

kompleks.

Analisis spasial peta aljabar biasanya akan memberikan tiga jenis operasi yaitu :

1. kemampuan untuk memodifikasi matematis nilai data atribut konstan (

skalar aritmatika )

2. kemampuan untuk mengubah nilai-nilai matematis data atribut oleh operasi

standar (seperti fungsi trigonometri, log transformasi dan sebagainya )

3. kemampuan untuk menggabungkan matematis (seperti menambah,

menguarangi, mengkali, dan membagi) lapisan data yang berbeda untuk

menghasilkan hasil komposit.

Hasil operasi aljabar dilakukan pada nilai sel tunggal dari dua atau lebih layer

input untuk menghasilkan nilai keluaran (overlay raster). Lalu pertimbangan paling

penting dalam overlay raster adalah pemograman titik, garis, dan area yang terdapat

dalam fitur layer data input yang diinginkan atau secara tepat. Pada Gambar I.4.

Contoh gambar operasi aljabar.

Gambar I.4. Contoh gambar operasi aljabar pada ArcGIS (sumber :

http://www.geography.hunter.cuny.edu)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

13

I.5.4. Risiko Bencana Dalam Peta

I.5.4.1 Peta. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam skala

tertentu dan digambarkan pada bidang datar menggunakan simbol-simbol tertentu

melalui sistem proyeksi peta (Riyadi, 1994). Sebuah peta secara sederhana dapat

didefinisikan sebagai representasi grafis dari dunia nyata. Representasi ini

merupakan abstraksi dari realitas di lapangan. Sebagai contoh, peta topografi yang

merupakan abstrak dunia nyata tiga dimensi pada bidang dua dimensi di atas kertas

akan banyak objek yang tereliminasi.

Peta digunakan untuk menampilkan lingkungan secara fisik maupun budaya.

Peta topografi misalnya dapat menunjukkan berbagai informasi termasuk jalan,

klasifikasi penggunaan lahan, elevasi, sungai dan badan air lainnya, batas-batas

politik, dan identifikasi rumah dan bangunan sejenis lainnya. Sebuah peta dapat

dianggap sebagai sebuah sistem informasi spasial yang memberikan jawaban

terhadap banyak pertanyaan terhadap area yang digambarkan dalam peta.

I.5.4.2. Peta Tematik. Dalam projek ini peta yang dihasilkan berupa peta

tematik. Peta tematik adalah peta yang menggambarkan informasi kualitatif atau

kuantitatif pada unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur tersebut berhubungan dengan detil

topografi yang akan ditampilkan. Informasi disajikan dengan warna dan gambar atau

simbol-simbol yang memiliki tema tertentu atau kumpulan dari tema-tema yang

berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.

Pemetaan dengan cara kualitatif adalah suatu penyajian gambar data kualitatif

ke atas peta, berupa jenis dari unsur-unsur yang ada tersebut (Aziz, 1977). Bentuk

simbol dihubungkan dengan kualitas unsur yang dimilikinya. Jadi simbol ini selalu

dihubungkan dengan kualitas unsur yang diwakilinya.

Pemetaan dengan cara kuantitatif adalah suatu penyajian gambar dari data

kuantitatif ke atas peta berupa simbol yang menyatakan identitas dan menunjukkan

besar atau jumlah atau banyaknya unsur yang diwakilinya (Aziz, 1977). Data yang

disajikan dalam pemetaan tematik cara kuantitatif ini, berupa data-data yang

mempunyai nilai absolut. Nilai absolut dapat diartikan sebagai nilai hasil ukuran atau

perhitungan, sehingga dapat ditampilkan sebagai data matematis di atas peta

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

14

I.5.4.3. Simbolisasi. Simbolisasi merupakan proses pemberian simbol terhadap

fitur-fitur di dalam peta. Salah satu jenis simbol yang paling efektif dari segi visual

adalah simbol piktorial. Simbol piktorial merupakan jenis simbol yang bentuknya

menyerupai fitur yang diwakilinya. Namun, untuk menyimbolkan fitur abstrak yang

pada umumnya terdapat dalam peta tematik dibutuhkan simbol lain yang dapat

mewakili fitur abstrak tersebut (ESRI, 1996). Sebagai contoh, fitur kepadatan

penduduk membutuhkan simbol yang dapat menjelaskan kepadatan penduduk suatu

area ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Simbol yang ideal untuk fitur ini adalah gradasi warna, yaitu area dengan

warna yang lebih gelap menyimbolkan kepadatan penduduk yang lebih tinggi

dibandingkan area dengan warna yang lebih terang. Banyak faktor yang perlu

dipertimbangkan ketika memilih simbol peta, seperti skala peta, fenomena alam yang

akan dipetakan, ketersediaan data, dan metode penyajian dari peta yang akan dibuat.

Langkah pertama dalam pembuatan simbol adalah menentukan fitur geografis

yang akan disimbolkan. Dengan kata lain fenomena alam yang akan dipetakan

berupa titik, garis atau luasan. Sebagai contoh peta bahaya, peta kerentanan dan

kapasitas menggunakan gradasi warna. Gambar I.4 berikut ini menunjukkan contoh

perbedaan tipe data geografis, hotspot sebagai titik, jalan sebagai garis, dan desa

sebagai luasan.

Gambar I.5. (a) Simbol titik; (b) Simbol garis; (c) Simbol luasan (ESRI, 1996)

(c) (b) (a)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85543/potongan/S1-2015... · mengatasi bencana alam ini disebabkan sulitnya usaha pemadaman api pada

15

I.5.4.4. Variabel Tampak. Pada kartografi terdapat bermacam-macam variasi

gambar yang dapat ditangkap oleh mata sebagai headline yang ditampilkan sebagai

informasi. Variasi ini disebut dengan variabel tampak dan digunakan untuk

membentuk simbol. Variasi gambar yang mampu diterima sebagai pembentuk dasar

utama yang ditampilkan sebagai informasi terbagi atas tujuh variaisi (Riyadi, 1994).

Ketujuh variasi yaitu:

1. Posisi (X,Y) merupakan variable tampak yang dipakai untuk informasi peta

2. Bentuk merupkana variable yang digunakan untuk membedakan antara

simbol yang satu dengan simbol yang lain.

3. Orientasi merupkan sebagai arah dari suatu simbol pada peta untuk

membedakan simbol yang satu dengan simbol yang lain.

4. Warna merupakan variabel tampak yang sering digunakan untuk merancang

dan membedakan simbol yang satu dengan simbol yang lainnya terlihat

dengan jelas.

5. Tekstur merupakan variabel tampak yang sebaiknya digunakan pada variasi

dari gambar elemen dengan nilai yang tetap.

6. Value merupakam variable tampak yang menunjukkan besarnya derajat

keabuan (gray scale) dari putih ke hitam.

7. Ukuran merupakan variable tampak size untuk menunjukkan variasi dari

size suatu simbol yang digunakan dalam peta.

Tidak semua variabel dapat diaplikasikan dengan baik pada fenomena alam

yang berbeda. Bentuk dan ukuran dapat digunakan untuk simbol titik namun tidak

cocok untuk simbol luasan. Sebaliknya, tekstur dapat digunakan untuk mewakili

objek dengan simbol luasan, namun tidak cocok untuk objek dengan simbol titik.

Selain tipe data geografis, yang menentukan kesesuaian simbol adalah tipe data

itu sendiri, kualitatif atau kuantitatif. Bentuk (shape), warna dan tekstur (pattern)

cocok untuk diterapkan ke dalam tipe data kualitatif, sedangkan ukuran dan value

lebih sesuai untuk diterapkan pada data kuantitatif. Pembuatan peta tematik bertujuan

untuk memilih simbol yang dapat dengan mudah dibaca oleh pengguna peta.

Sehingga dalam pembuatan simbol harus logis sesuai dengan obyek yang

ditampilkan