BAB I PENDAHULUAN -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia hidup di bumi yang merupakan dunia 3D. Para peneliti dan insinyur kebumian telah lama mencoba membuat tampilan grafis tentang aspek spasial 3D dari dunia nyata dalam bentuk sketsa dan gambar atau peta (Pilouk, 2008). Peta merupakan gambaran permukaan bumi tiga dimensi pada bidang datar dua dimensi dengan skala dan sistem proyeksi tertentu serta memberikan infomasi spasial dan non-spasial. Namun, peta memiliki kekurangan salah satunya adalah tidak mampu merepresentasikan bentuk suatu objek secara detail khususnya pada daerah perkotaan. Peta dua dimensi daerah perkotaan tidak mampu memberikan informasi keruangan berupa data tinggi suatu objek (Pilouk, 2008). Oleh karena itu, informasi visualisasi tiga dimensi daerah perkotaan menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang suatu kota. Visualisasi tiga dimensi daerah perkotaan dapat dilakukan dengan pembuatan model 3D kawasan kota. Model 3D kawasan kota dapat diartikan sebagai representasi digital dari permukaan dan objek yang ada di wilayah kota secara geospasial. Model 3D kawasan kota dapat digunakan sebagai data untuk pengambilan keputusan terkait pembangunan kota misalnya dalam hal pekerjaan rekonstruksi, pemeliharaan dan rehabilitasi bangunan bersejarah. Metode pembuatan 3D city model yang umum digunakan yaitu pembuatan 3D city model menggunakan metode extrude (menarik data 2D kearah vertikal) menggunakan data citra dan foto udara sehingga menghasilkan model 3D. Namun, model 3D hasil metode extrude memiliki tingkat kedetilan dan ketelitian yang rendah karena model yang dihasilkan hanya berupa model 3D primitif dalam bentuk kubus/balok. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu kajian untuk membuat suatu model 3D kawasan kota dengan tingkat kedetilan dan ketelitian yang tinggi. Pembuatan model kota 3D dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil pengukuran Terrestrial Laser Scanner (TLS) yang dikombinasikan dengan data point clouds foto udara hasil pengukuran Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Point clouds

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Manusia hidup di bumi yang merupakan dunia 3D. Para peneliti dan insinyur

kebumian telah lama mencoba membuat tampilan grafis tentang aspek spasial 3D dari

dunia nyata dalam bentuk sketsa dan gambar atau peta (Pilouk, 2008). Peta merupakan

gambaran permukaan bumi tiga dimensi pada bidang datar dua dimensi dengan skala

dan sistem proyeksi tertentu serta memberikan infomasi spasial dan non-spasial.

Namun, peta memiliki kekurangan salah satunya adalah tidak mampu

merepresentasikan bentuk suatu objek secara detail khususnya pada daerah perkotaan.

Peta dua dimensi daerah perkotaan tidak mampu memberikan informasi keruangan

berupa data tinggi suatu objek (Pilouk, 2008). Oleh karena itu, informasi visualisasi

tiga dimensi daerah perkotaan menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan informasi

tentang suatu kota.

Visualisasi tiga dimensi daerah perkotaan dapat dilakukan dengan pembuatan

model 3D kawasan kota. Model 3D kawasan kota dapat diartikan sebagai representasi

digital dari permukaan dan objek yang ada di wilayah kota secara geospasial. Model

3D kawasan kota dapat digunakan sebagai data untuk pengambilan keputusan terkait

pembangunan kota misalnya dalam hal pekerjaan rekonstruksi, pemeliharaan dan

rehabilitasi bangunan bersejarah.

Metode pembuatan 3D city model yang umum digunakan yaitu pembuatan 3D

city model menggunakan metode extrude (menarik data 2D kearah vertikal)

menggunakan data citra dan foto udara sehingga menghasilkan model 3D. Namun,

model 3D hasil metode extrude memiliki tingkat kedetilan dan ketelitian yang rendah

karena model yang dihasilkan hanya berupa model 3D primitif dalam bentuk

kubus/balok. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu kajian untuk membuat suatu

model 3D kawasan kota dengan tingkat kedetilan dan ketelitian yang tinggi.

Pembuatan model kota 3D dapat dilakukan dengan menggunakan data hasil

pengukuran Terrestrial Laser Scanner (TLS) yang dikombinasikan dengan data point

clouds foto udara hasil pengukuran Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Point clouds

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

2

pada TLS memiliki informasi koordinat dalam sistem 3D dan informasi mengenai

warna objek (Vidyan dkk., 2013). Data point clouds foto udara UAV digunakan untuk

menambah data point clouds pada objek yang tidak terakuisisi instrumen TLS

misalnya atap bangunan. Gabungan data point clouds hasil penyiaman instrumen TLS

dan foto udara UAV mampu menghasilkan 3D city model dengan tingkat kedetilan

LOD3 dan tingkat akurasi yang tinggi.

Pemodelan 3D kawasan kota dapat dilakukan pada semua wilayah, salah satunya

adalah kawasan pariwisata Tomok. Tomok merupakan kawasan pariwisata di Pulau

Samosir yang terletak di pesisir timur laut Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera

Utara. Tomok merupakan salah satu pintu masuk ke Pulau Samosir yang paling ramai

dilalui oleh wisatawan. Pemilihan Tomok sebagai objek fokus kajian karena Tomok

merupakan situs kebudayaan Batak yang terkenal di kalangan wisatawan. Terdapat

banyak situs peninggalan zaman purba seperti rumah adat khas Suku Batak dan makam

raja Batak di Tomok. 3D city model objek wisata Tomok dapat digunakan sebagai data

tambahan bagi wisatawan untuk mencari informasi mengenai Tomok. Model 3D objek

wisata Tomok juga dapat digunakan sebagai data untuk keperluan rekonstruksi dan

rehabilitasi objek wisata yang terdapat di dalamnya.

I.2. Rumusan Masalah

Sebagian besar pembuatan 3D city model saat ini tidak menggunakan data

ukuran di lapangan. Ketelitian geometri model bangunan dalam pembuatan 3D city

model tanpa menggunakan data ukuran yang diambil dilapangan memiliki tingkat

ketelitian yang rendah. Pembuatan 3D city model menggunakan data akuisisi

instrumen Terrestrial Laser Scanner dan point clouds foto udara Unmanned Aerial

Vehicle dapat menghasilkan model 3D dengan ketelitian yang tinggi.

I.3. Cakupan Kegiatan

Pada kegiatan ini, cakupan kegiatan yang dilakukan meliputi :

1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

Provinsi Sumatera Utara.

2. Wilayah yang digunakan dalam pembuatan 3D city model memiliki luas 6

hektar yang di dalamnya terdapat bangunan pasar, tempat ibadah, rumah adat

khas Suku Batak, dan bangunan warga sipil.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

3

3. Data yang digunakan pada kegiatan aplikatif ini adalah data point clouds hasil

penyiaman instrumen Terrestrial Laser Scanner (TLS) Topcon seri GLS-

2000M dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) tipe fix wing, LYNX swift radio.

4. Hasil dari kegiatan aplikatif ini adalah visualisasi kawasan objek wisata Tomok

dalam bentuk model 3D kawasan Kota yang memiliki tingkat kedetilan Level

of detail 3 (LOD3).

I.4. Tujuan

Tujuan kegiatan aplikatif ini adalah menghasilkan dan menyajikan model 3D

kawasan objek wisata Tomok, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara dalam

format digital menggunakan data point clouds hasil penyiaman instrumen Terrestrial

Laser Scanner dan data foto udara menggunakan wahana Unmanned Aerial Vehicle

dengan tingkat kedetilan LOD3.

I.5. Manfaat Kegiatan

Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah 3D sebagai referensi pembangunan 3D

city model menggunakan data Terrestrial Laser Scanner dan data foto udara

Unmanned Aerial Vehicle bagi dinas pekerjaan umum sehingga tersedia data akurat

yang dapat digunakan sebagai data rekonstruksi, rehabilitasi dan pemeliharaan

bangunan.

I.6. Landasan Teori

I.6.1. Model 3D

3D modelling adalah proses merepresentasikan suatu objek pada dunia nyata

ke dalam bentuk digital (Biljecki, 2017). Proses 3D modelling menghasilkan produk

berupa model 3D. Model 3D secara keseluruhan merupakan inovasi dari teknologi

komputer grafik. Model 3D yang baik adalah model 3D yang mampu

merepresentasikan bentuk suatu objek menyerupai objek sebenarnya secara detil dan

memiliki ukuran yang akurat. Model 3D dibagi menjadi 3 kategori, antara lain:

a. Solid

Model solid 3D merupakan bentuk visualisasi 3D dengan

menggabungkan bentuk objek primitif seperti kubus, bola, silinder. Pembuatan

model solid dalam bentuk yang lain dapat dilakukan melalui operasi gabungan

(union), irisan (intersect), dan selisih (different) (Al Adefan, 2016). Model

solid dapat digunakan untuk menghitung volume, massa, ukuran objek, dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

4

momen inersia objek. Pembentukan model 3D suatu objek dengan

menggunakan model solid memerlukan operasi yang rumit.

b. Surface model

Surface model adalah tipe model 3D yang tidak memiliki ketebalan.

Perbedaan antara Surface model dan solid model adalah solid model mampu

memberikan informasi tentang massa, sedangkan surface model tidak bisa.

Surface model mampu mewakili bentuk dari permukaan objek. Pada beberapa

kasus, pemodelan objek yang memiliki bentuk yang rumit dapat lebih mudah

dilakukan dengan menggunakan surface model dibandingkan menggunakan

solid model.

c. Mesh

Mesh merupakan sebuah model jaring segitiga yang dibentuk dari

kumpulan titik. Kualitas bentuk model 3D yang dibentuk oleh mesh

dipengaruhi oleh kerapatan dan banyaknya data titik yang tersedia. Model

mesh dibentuk dengan cara menghubungkan titik-titik yang saling berdekatan

sehingga membentuk suatu jaring segitiga. Mesh mampu merepresentasikan

bentuk permukaan 3D secara baik. Mesh memiliki kemampuan untuk

mengatur kehalusan ataupun kondisi sebenarnya dari objek yang dimodelkan.

Kualitas mesh merepresentasikan objek dengan baik tergantung pada kerapatan

titik yang menyusunnya.

I.6.2. 3D City Model

3D city model atau model 3D kawasan perkotaan merupakan suatu model 3D

yang merepresentasikan suatu kawasan perkotaan dalam bentuk matematis. 3D city

model menampilkan fitur-fitur buatan manusia dan alam meliputi model permukaan

tanah, model bangunan, model vegetasi, serta model jalan dan sistem transportasi.

(Vosselman & Dijkman, 2001). Fitur yang ditampilkan pada 3D city model adalah

bentuk permukaan terrain dan model bangunan. Model terrain menggambarkan

kondisi permukaan tanah tanpa objek lain yang terletak di atasnya. Model bangunan

atau fitur buatan manusia di modelkan menggunakan bentuk model primitif

menggunakan fitur vertex dan model permukaan objek. 3D city model juga berfungsi

pada bidang perencanaan wilayah kota, industri telekomunikasi dan data penunjang

pariwisata (Vosselman & Dijkman, 2001).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

5

Metode pemodelan kota dikategorikan menjadi 3 macam yaitu otomatis, semi-

otomatis, dan manual. Pedekatan otomatis digunakan untuk mengekstrak objek 3D

seperti gedung, dan jalan-jalan dari foto udara atau satelit secara otomatis

menggunakan teknologi proses dari foto dan pola pada objek buatan. Pendekatan semi-

otomatis adalah untuk membuat objek 3D secara satu persatu dengan dukungan

teknologi pengolahan data fotogrametri. Pendekatan manual adalah untuk

menciptakan seluruh geometri dari sebuah objek secara satu per satu. (Kobayashi,

2006). Ilustrasi 3D city model dapat dilihat pada gambar I.1.

Gambar I. 1. 3D city model of Yokohama City (Singh, 2013)

Metode pemodelan kota juga dibagi menjadi dua macam berdasarkan data yang

digunakan yaitu berdasarkan metode fotogrametri dan metode penyiaman laser (Singh,

2013). Metode fotogrametri merupakan metode pemodelan dengan menggunakan data

foto udara, foto satelit, atau menggunakan teknik fotogrametri jarak dekat. Sedangkan

metode penyiaman laser merupakan metode pemodelan menggunakan data hasil

penyiaman laser menggunakan teknik akuisisi lidar maupun teknik pengukuran

menggunakan Terrestrial Laser Scanner. (Singh, 2013)

I.6.3. Klasifikasi 3D city model

3D city model dikategorikan berdasarkan dua hal yaitu skala dan kualitas. Skala

3D city model dibagi menjadi tiga kategori yaitu Street Level, Block Level, dan city

level. Skala Street Level digunakan untuk memvisualisasikan jalan beserta bangunan

sesuai dengan pandangan mata manusia. Skala Block Level digunakan untuk

memvisualisasikan komplek jalanan pada kota termasuk bangunan melalui pandangan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

6

dari atas. Sedangkan skala City Model digunakan untuk memvisualisasikan suatu kota

dengan pandangan dari udara dan memiliki daerah yang luas untuk dimodelkan

(Kobayashi, 2006).

Kualitas 3D city model dibagi menjadi tiga kategori yaitu kualitas rendah,

sedang dan kualitas tinggi. Kualitas rendah dirancang untuk membuat model secara

interaktif dalam tampilan pada browser internet. Bangunan dan objek lain yang

dimodelkan pada kualitas rendah tidak dimodelkan dengan tekstur. Model kualitas

menengah dirancang untuk membuat model yang ditampilkan secara real time pada

tampilan komputer. Model kualitas menengah memiliki bentuk lebih rinci

dibandingkan dengan model kota kualitas rendah dengan tambahan tekstur pada

bangunan dan objek yang dimodelkan. Sedangkan model kualitas tinggi dirancang

untuk penampilan secara statis dan memiliki model yang menyerupai dengan kondisi

aslinya baik dalam bentuknya maupun teksturnya (Kobayashi, 2006). Model 3D suatu

kota secara lebih rinci terbagi menjadi sembilan kategori. Pembagian kategori tersebut

merupakan gabungan dari kategori model berdasarkan skala dan kualitas.

Klasifikasi 3D city model yang paling umum digunakan yaitu berdasarkan

tingkat kedetilan model bangunan atau level of detail (LOD). Terdapat 5 tingkatan

kedetilan bangunan yang menjelaskan contoh peningkatan geometri dan kedetilan

pada model bangunan (Biljecki, 2017). Pembagian klasifikasi 3D city model

berdasarkan tingkat kedetilan model bangunan dapat di lihat pada gambar I.2.

Gambar I. 2. Level of Detail model bangunan (Biljecki, 2017)

Pembagian klasifikasi 3D city model berdasarkan tingkat kedetilan model

bangunan dibagi menjadi 5 tingkatan yaitu LOD0 sampai dengan LOD4. Gambar I. 2

menampilkan perbedaan bentuk geometri model bangunan pada setiap tingkatan

berbeda. Model bangunan LOD0 merupakan model bangunan dua dimensi (2D) yang

merepresentasikan lokasi dari model bangunan. Model LOD0 bukan merupakan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

7

model bangunan 3D. Model bangunan LOD0 ditingkatkan dengan cara menarik model

kearah vertikal sehingga menghasilkan model 3D bangunan yang memiliki volume.

Hasil penarikan kearah vertikal model bangunan LOD0 menghasilkan model 3D

bangunan pada level LOD1. Model 3D bangunan LOD1 memiliki bentuk model

dengan geometri primitif berupa kubus atau balok tanpa atap. Peningkatan level LOD1

ke level LOD2 dilakukan dengan menambahkan bagian atap pada model 3D.

LOD3 merupakan model 3D bangunan dengan penambahan detil penyusun

bangunan seperti pintu, jendela, dan detil lain. Model 3D bangunan LOD3 sudah pada

kedudukan dapat menyerupai bangunan asli yang dimodelkan karena penambahan

fitur detil bangunan. Tingkat LOD yang paling tinggi adalah LOD4. LOD4 merupakan

peningkatan model 3D bangunan LOD3 dengan penambahan fitur interior yang

terdapat di dalam bangunan.

I.6.4. Terrestrial Laser Scanner (TLS)

Terrestrial laser scanner (TLS) merupakan suatu instrumen akuisisi data

spasial yang memanfaatkan pancaran gelombang laser untuk menghasilkan titik-titik

dalam jumlah yang banyak dalam bentuk 3 dimensi. Teknologi TLS termasuk metode

baru dalam pekerjaan survei. TLS memiliki kemampuan pengambilan data yang

mudah dan cepat pada suatu objek yang memiliki bentuk geometri yang kompleks

seperti bangunan, mesin, jaringan pipa dan lain-lain (Staiger, 2003). Kelebihan TLS

dibandingkan dengan alat akuisisi data konvensional seperti total station adalah

kemampuan untuk mengambil data berupa point clouds (awan titik) yang sangat rapat,

akurat, cepat dan cara pengambilan data yang relatif mudah (Gordon dkk, 2001). Point

clouds yang dihasilkan dari proses penyiaman TLS tidak hanya berisi informasi

koordinat 3D, tetapi juga memiliki informasi mengenai warna dari objek dan nilai

pantulan benda (Vidyan et al., 2013)

Laser Scanner secara umum dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe statis dan tipe

dinamis. Tipe laser scanner statis merupakan laser scanner yang digunakan untuk

mengukur fitur topografi dan objek disekitarnya dengan posisi alat tetap pada satu

tempat. Contoh tipe laser scanner statik adalah Terrestrial laser scanner. Keunggulan

dari tipe ini adalah data yang dihasilkan memiliki tingkat presisi yang tinggi dan

kerapatan titik yang baik (Van Genchten, 2008).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

8

Laser Scanner dinamis adalah laser scanner yang diletakkan pada suatu

platform bergerak seperti mobil dan pesawat ketika akuisisi data. Laser scanner tipe

dinamis membutuhkan tambahan alat penentu posisi seperti Global Positioning System

(GPS) dan Inertial Navigation System (INS). Contoh laser scanner dinamis adalah

instrumen laser scanner yang ditempatkan pada wahana bergerak (mobil, pesawat)

(Van Genchten, 2008).

Kegiatan survei menggunakan TLS secara umum dapat dibagi menjadi tiga

tahap utama yaitu akuisisi data, pengolahan data, dan visualisasi data (Staiger, 2003).

Pengukuran TLS menggunakan metode pengukuran tacherometric yaitu kombinasi

antara pengukuran jarak dan pengukuran sudut secara bersama-sama dari titik

berdirinya alat ke permukaan objek (Staiger, 2003).

TLS memanfaatkan gelombang laser (Light Amplification by Stimulated

Emmision of Radiation) untuk akuisisi data. Pengukuran jarak yang digunakan pada

alat TLS menggunakan prinsip kerja pulse based. Prinsip kerja pulse based adalah

prinsip pengukuran jarak dengan menghitung selisih waktu tempuh gelombang dari

sumber ke permukaan objek dan kembali ke sumber seperti yang dapat dilihat pada

gambar I.3. Jarak ke permukaan objek dapat dihitung dengan menggunakan rumus

(Van Genchten, 2008):

D = 1

2 x c x ∆t ................................................................................. (1.1)

Keterangan : D = jarak dari alat ke objek

c = cepat rambat gelombang

∆t = selisih waktu

Gambar I. 3. Ilustrasi pengukuran jarak pada TLS (Van Genchten, 2008)

D

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

9

Gelombang laser yang dipantulkan oleh permukaan objek dan diterima

kembali oleh TLS berupa titik yang memiliki sistem koordinat lokal 3D. penentuan

koordinat pada point clouds hasil penyiaman TLS dihitung menggunakan sudut

horizontal (ϕ) dan vertikal (θ) yang dihasilkan pada saat proses penyiaman. Titik

berdiri scanner dianggap sebagai titik pusat (origin) pada penentuan koordinat 3D.

Ilustrasi pengukuran koordinat dapat di lihat pada gambar I.4.

Gambar I. 4. ilustrasi pengukuran koordinat pada TLS (Reshetyuk, 2009)

Hasil hitungan jarak (D), sudut horizontal (ᵠ) dan vertikal (θ) digunakan untuk

menghitung koordinat 3D pada setiap titik hasil penyiaman TLS. Koordinat 3D dari

masing-masing titik tersebut diperoleh dengan persamaan sebagai berikut (Soeta’at,

2005):

X = D x cos θ x cos ᵠ..............................................................................(1.2)

Y = D x cos θ x sin ᵠ..............................................................................(1.3)

Z = D x sin θ...........................................................................................(1.4)

Keterangan:

D = jarak dari scanner ke permukaan objek

ϕ = sudut horizontal

θ = sudut vertikal

x,y, dan z = koordinat titik permukaan objek

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

10

Terrestrial laser scanner yang digunakan untuk pengambilan data dalam

kegiatan aplikatif ini adalah terrestrial laser scanner Topcon dengan seri GLS-2000M.

TLS Topcon GLS-2000M merupakan laser scanner statik golongan medium range

dengan maksimum range penyiaman laser sejauh 350 m (GLS-2000 Series Brochure,

2015).

I.6.5. Foto udara menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

UAV (unmanned aerial vehichle) merupakan sebuah platform terbang tanpa

pilot dan dikendalikan menggunakan remote control dari permukaan tanah

(Eisenbeiss, 2009). UAV pada awal perkembangannya digunakan untuk keperluan

militer antara lain pengawasan, pengintaian, dan pemetaan kawasan musuh

(Remondino ,dkk, 2012). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, UAV

dapat di aplikasikan pada berbagai bidang seperti pengawasan wilayah, observasi

lingkungan, pengawasan maritim, dan kegiatan pertambangan (Eisenbeiss, 2004).

UAV dapat diartikan sebagai peralatan pengukuran fotogrametri. Fotogrametri

merupakan seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi terpercaya tentang

objek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi

gambaran fotografik dan pola radiasi energi elektromagnetik yang terekam (Wolf,

1993). Teknik pengukuran fotogrametri menggunakan UAV merupakan aplikasi dari

fotogrametri jarak dekat. Istilah fotogrametri jarak dekat pada umumnya digunakan

untuk foto terrestrial yang mempunyai jarak objek sampai dengan 300 meter (Wolf,

1993)

UAV yang digunakan dalam bidang pemetaan dipasang komponen tambahan

berupa kamera untuk pengambilan foto objek di permukaan bumi. Hasil dari foto yang

di potret menggunakan UAV disebut dengan foto udara. Foto udara dibedakan atas

foto vertikal dan foto condong. Foto vertikal merupakan foto udara dengan sumbu

kamera tegak lurus dan bidang foto sejajar dengan bidang datum (Wolf, 1993). Foto

udara condong dibuat dengan sumbu kamera yang sengaja dibuat membentuk sudut

terhadap sumbu vertikal. Ilustrasi orientasi jenis foto udara digambarkan pada gambar

I.5.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

11

Gambar I. 5. Ilustrasi orientasi jenis foto udara (Wolf, 1993).

UAV memiliki komponen navigasi utama yaitu GPS (Global Positioning

System), INS (inertial navigation system), dan IMU (inertial Meassuring System). GPS

dan INS digunakan untuk penentuan koordinat pesawat, kompas digunakan untuk

penunjuk arah laju pesawat dan IMU digunakan sebagai sensor penstabil pesawat

(Fajar, 2014).

Pelaksanaan pengukuran fotogrametri menggunakan UAV diperlukan

perencanaan sebelum melakukan pengukuran. Perencanaan penerbangan terdiri dari

dua hal yaitu peta jalur terbang yang menggambarkan daerah yang harus dipotret dan

spesifikasi pemotretan udara (Wolf, 1993). Spesifikasi terdiri atas jenis kamera dan

film, skala foto, tinggi terbang, pertampalan, dan toleransi kesendengan serta

persebaran titik control tanah (Ground Control Point).

Hasil dari pemotretan foto udara menggunakan UAV adalah foto permukaan

tanah yang saling bertampalan. Pertampalan antar foto tersebut digunakan untuk

membuat mosaik foto yang memiliki informasi koordinat 3D. Mosaik foto merupakan

gabungan dari foto-foto yang bertampalan sehingga dapat menggambarkan kondisi

suatu medan. Pada era digital, pengolahan foto udara dilakukan menggunakan

software pengolahan foto. Pengolahan menggunakan perangkat lunak dapat merubah

foto digital menjadi point clouds berbentuk titik-titik dengan koodinat 3D.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

12

I.6.6. Point clouds

Point clouds atau awan titik merupakan kumpulan titik yang pada setiap

titiknya memiliki informasi koordinat 3D (x,y dan z) dan nilai intensitas dari pantulan

sinyal laser (Staiger, 2003). Kumpulan titik tersebut saling berdekatan dengan jarak

tertentu sesuai dengan interval jarak yang diatur ketika proses akuisisi data. Kumpulan

titik tersebut dapat mempresentasikan bentuk suatu objek secara identik. Sistem

koordinat point clouds yang dihasilkan oleh penyiaman laser scanner merupakan

sistem koordinat lokal. Diperlukan suatu proses untuk mentransformasi nilai koordinat

lokal pada titik tersebut menjadi nilai koordinat yang sebenarnya. Proses transformasi

sistem koordinat lokal point clouds ke sistem koordinat yang dikehendaki dinamakan

geo-referencing.

Point clouds mampu merepresentasikan bentuk geometri suatu objek nyata

dalam bentuk kumpulan titik. Penggunaan data point clouds yang diperoleh dari

penyiaman laser scanner dapat dibentuk suatu model 3D yang memungkinkan untuk

mempermudah dalam hal visualisasi data (Alkan and Karsidag, 2012). Data point

clouds dapat digunakan untuk melakukan pengecekan atau monitoring konstruksi

suatu bangunan, jalan, atau jembatan seperti yang dapat di lihat pada gambar I.6.

Gambar I. 6. point clouds digunakan untuk pengecekan konstruksi jembatan

Penggaron, Semarang.

I.6.7. Digital Surface Model (DSM)

Digital Surface Model (DSM) merupakan bentuk digital permukaan bumi yang

mencakup segala macam objek yang terdapat diatas permukaan bumi, seperti

bangunan, tumbuhan, objek yang terbentuk secara alami maupun buatan (Vallet dkk.,

2011). Pengolahan DSM dilakukan dengan cara interpolasi antar titik-titik yang saling

berdekatan sehingga membentuk sebuah jaringan Triangulated Irregular Network

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

13

(TIN). Ketepatan TIN dalam merepresetasikan suatu objek dipengaruhi oleh jumlah

kumpulan titik dan jarak antar titik yang saling berdekatan. Adapun gambaran dari

DSM dapat dilihat pada gambar I.7.

Gambar I. 7. Ilustrasi Digital Surface Model (diadopsi dari

http://gisgeography.com/dem-dsm-dtm-differences/)

Pembuatan DSM dilakukan pada proses pembentukan mozaik foto yang dapat

dilakukan secara otomatis menggunakan foto udara. Foto udara tersebut kemudian

dikonversi menjadi kumpulan titik-titik 3 dimensi yang disebut sebagai point clouds

foto udara. Proses konversi foto udara menjadi kumpulan titik memerlukan

serangkaian foto yang saling bertampalan satu sama lain. Daerah pertampalan foto

tersebut kemudian dapat diproses menjadi point clouds 3D yang dapat di proses untuk

menghasilkan DSM.

I.6.8. Digital Terrain Model (DTM)

Digital Terrain Model (DTM) atau model terrain digital merupakan bentuk

penyajian bentuk permukaan terrain secara digital (Vallet dkk., 2011). DTM

merepresentasikan bentuk permukaan bumi tanpa fitur objek yang terdapat diatasnya.

DTM terbentuk dari kumpulan titik-titik permukaan yang terdapat dipermukaan tanah

dan memiliki nilai koordinat 3 dimensi. Proses pemodelan DTM sama dengan proses

pemodelan DSM yaitu menggunakan metode interpolasi TIN. Model terrain digital

memiliki beberapa kegunaan antara lain :

a. Pembentukan garis kontur yang menggambarkan ketinggian terrain.

b. Sebagai data utama perencanaan pekerjaan konstruksi.

c. Studi stabilitas tanah.

d. Studi hidrologi.

e. Dan lain-lain

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

14

Contoh gambar digital terrain model digambarkan pada gambar I.8

Gambar I. 8. Ilustrasi Digital Terrain Model (diadopsi dari

http://gisgeography.com/dem-dsm-dtm-differences/)

Perbedaan mendasar antara DTM dan DSM terletak pada fitur yang terdapat

pada model. DTM hanya memodelkan elevasi terrain permukaan bumi yang tidak

melibatkan objek yang terdapat diatasnya, sedangkan pada DSM semua objek yang

terdapat pada permukaan bumi dimodelkan (Eisenbeiss, 2004). Perbedaan antara

Digital Terrain Model dengan Digital Surface Model digambarkan pada gambar I.9.

Gambar I. 9. Ilustrasi perbedaan DSM dan DTM (diadopsi dari http://www.uav-

indonesia.com/single-post/2014/01/18/Pembuatan-DEM-dari-UAV-Fotogrametri)

I.6.9. Registrasi Point Clouds

Registrasi point cloud merupakan proses penggabungan data dari dua atau

lebih data point cloud yang saling terpisah ke dalam satu sistem koordinat. Pada

pengukuran menggunakan instrumen Terrestrial Laser Scanner (TLS), point cloud

terbagi ke dalam scan world yang terpisah. Data point cloud pada setiap scan world

memiliki sistem koordinat lokal sehingga apabila setiap scan world ditampilkan, point

cloud akan saling terpisah.

Proses registrasi dilakukan pada point cloud hasil penyiaman objek besar yang

tidak memungkinkan dapat di akuisisi dalam sekali berdiri alat. Syarat utama untuk

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

15

melakukan proses registrasi adalah terdapat point cloud yang saling bertampalan pada

scan world yang bersebelahan (Reshetyuk, 2009). Terdapat 4 metode yang digunakan

dalam proses registrasi point cloud, antara lain :

1. Metode target to target

Metode target to target merupakan metode registrasi dengan menggunakan

objek yang dapat diidentifikasi oleh point cloud TLS sebagai target. Metode ini

menggunakan pendekatan transformasi koordinat 3 dimensi dengan 6 parameter.

Proses transformasi 3 dimensi dengan 6 parameter dapat dilihat dalam persamaan

transformasi koordinat 3D pada persamaan I.5 dan I.6 (Wolf,1993).

X xo tx

Y = s R yo + ty

Z zo tz …………..………...(I.5)

R merupakan matriks rotasi yang terdiri dari 3 baris dan 3 kolom

m11 m12 m13

m21 m22 m23

m31 m32 m33 .………………………...(I.6)

Keterangan :

m11 = cos φ cos κ ω, φ, κ = parameter rotasi

m21 = -cos φ sin κ tx = translasi sumbu x

m31 = sin φ ty = translasi sumbu y

m12 = cos ω sin κ + sin ω sin φ cos κ tz = translasi sumbu z

m22 = cos ω cos κ - sin ω sin φ sin κ Xo, Yo, Zo = koordinat asal

m32 = - sin ω cos φ X, Y, Z = koordinat hasil

m13 = sin ω sin κ – cos ω sin φ cos κ

m23 = sin ω cos κ + cos ω sin φ sin κ

m33 = cos ω cos φ

Proses pada persamaan I.5 dan I.6 memerlukan minimal tiga buah target

yang teridentifikasi serta memiliki informasi koordinat x, y, dan z (3 dimensi).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

16

Ketiga target tersebut harus teridentifikasi pada dua buah scan world yang

bersebelahan atau memiliki bagian yang saling bertampalan agar proses registrasi

dapat dilakukan (Reshetyuk, 2009). Persentase minimal daerah pertampalan yang

diperlukan untuk melakukan proses registrasi tidak diperlukan karena proses

registrasi berdasarkan target yang teridentifikasi. Gambaran mengenai metode

registrasi point clouds target to target diilustrasikan pada gambar 1.10.

Gambar I. 10. Ilustrasi metode registrasi target to target

(Reshetyuk, 2009)

Secara umum terdapat dua macam target yang sering digunakan pada

pengukuran menggunakan TLS yaitu flat target dan 3D Shapes target. Flat target

merupakan target berupa bidang datar. Bidang datar yang digunakan dalam

akuisisi data berupa checkerboard.

3D shapes target merupakan target yang berbentuk 3 dimensi. Target

berupa sebuah bola atau spherical dengan ukuran tertentu. Pada saat penyiaman,

bola tersebut akan tersusun oleh point cloud yang membentuk bola sehingga dapat

teridentifikasi sebagai target. Penggunaan target 3D shapes target lebih

menguntungkan daripada menggunakan flat target. Hal tersebut dikarenakan

proses identifikasi target 3D lebih mudah.

2. Metode Cloud to cloud

Metode registrasi cloud to cloud sangat dipengaruhi oleh liputan point

cloud yang saling bertampalan. Semakin luas daerah pada point clouds yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

17

bertampalan maka hasil registrasi akan semakin akurat. Umumnya, syarat daerah

liputan yang saling bertampalan adalah sekitar 30% bagian point cloud pada satu

scan world bertampalan dengan scan world lainnya. Syarat tersebut bukanlah

syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk melakukan registrasi. Persentase daerah

bertampalan dapat berubah oleh dua alasan yaitu karakteristik objek penyiaman

dan kerapatan titik hasil penyiaman. Daerah yang dipenuhi oleh objek yang

homogen dan tidak permanen, persentase daerah pertampalan harus lebih besar

dari 30%. Daerah tidak permanen antara lain semak-semak, rumput, pepohonan,

ataupun objek yang bergerak.

Pengaturan kerapatan titik penyiaman merupakan hal yang harus

diperhatikan. Hasil registrasi akan lebih baik apabila kerapatan titik pada point

cloud tergolong rapat. Kerapatan titik akan membantu proses registrasi dalam hal

menambah jumlah titik ikat. Ilustrasi registrasi metode cloud to cloud digambarkan

pada gambar I.11.

Gambar I. 11. Ilustrasi registrasi metode cloud to cloud (Reshetyuk, 2009)

Gambar I.14 merupakan ilustrasi registrasi menggunakan metode cloud to

cloud pada bangunan yang diperoleh dari dua scan world. Daerah bertampalan

digambarkan dengan warna hijau dan biru. Kedua daerah bertampalan tersebut

teregistrasi menampilkan kenampakan objek gedung.

Metode registrasi cloud to cloud memiliki keunggulan dibandingkan

dengan metode target to target dalam hal efektifitas waktu akuisisi data. Proses

akuisisi data tidak perlu memperhatikan posisi target yang diletakkan dengan

penuh perhitungan (Al Adevan, 2016). Kelemahan metode cloud to cloud terletak

pada waktu pengolahan data. Metode registrasi clouds to clouds memerlukan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

18

waktu yang lebih lama dibandingkan metode target to target. Waktu yang

dibutuhkan lebih lama karena pada saat proses registrasi diperlukan proses iterasi

yang dilakukan beberapa kali. Ilustrasi proses registrasi menggunakan metode

cloud to cloud dengan beberapa iterasi digambarkan pada gambar I.12.

Gambar I. 12. Ilustrasi proses registrasi metode cloud to cloud dengan iterasi

(Reshetyuk, 2009)

Gambar I.12 menjelaskan proses iterasi yang terjadi pada saat melakukan

registrasi metode cloud to cloud dalam empat tahap. Tahap pertama merupakan

titik-titik pada dua buah scan world yang saling terpisah. Tahap dua dilakukan

proses registrasi iterasi pertama yang menghasilkan kedua bagian titik tersebut

sudah saling mendekati. Tahap tiga dilakukan iterasi kembali untuk

menyempurnakan hasil registrasi. Point clouds sudah saling bertampalan pada

tahap empat walaupun pertampalan belum sempurna. Diperlukan iterasi yang

dilakukan lagi agar hasil registrasi menjadi sempurna.

3. Metode Traverse/polygon

Metode traverse/poligon merupakan proses registrasi point clouds pada

saat akuisisi data. Pada saat akuisisi data, alat didirikan pada suatu titik kontrol

tanah yang sudah diketahui koordinatnya dan memerlukan backsight untuk

menyamakan orientasinya. Metode poligon menghasilkan point cloud yang sudah

teregistrasi satu sama lain dan memiliki nilai koordinat tanah.

Syarat utama dalam menggunakan metode registrasi traverse adalah

terdapat kerangka kontrol pemetaan. Prinsip dasar metode traverse sama dengan

prinsip pengukuran detil pada pengukuran menggunakan total station dimana

memerlukan kerangka kontrol pemetaan sebagai tempat berdiri alat dan sebagai

backsight. Adapun ilustrasi registrasi metode traverse terdapat pada gambar I.13.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

19

Gambar I. 13. Ilustrasi registrasi metode traverse.

4. Metode kombinasi

Metode kombinasi merupakan metode registrasi menggunakan beberapa

metode. Pada umumnya metode kombinasi dilakukan dengan mengkombinasikan

proses registrasi point clouds metode target to target dengan metode cloud to

cloud. Hal ini dilakukan apabila pada saat melakukan proses registrasi metode

target to target terdapat target yang tidak terdeteksi oleh perangkat lunak karena

sebab tertentu. Metode cloud to cloud digunakan untuk menyempurnakan proses

registrasi tersebut.

Metode kombinasi juga dilakukan pada metode traverse dengan keadaan

tertentu. Keadaan yang paling umum terjadi adalah jika pada saat penyiaman laser

scanner tidak terdapat kerangka kontrol pemetaan, tetapi hanya terdapat sepasang

titik bench mark. Scan world hasil penyiaman dengan acuan titik bench mark

kemudian di registrasi dengan scan world lain dengan metode target to target atau

cloud to cloud.

Metode registrasi target to target dan metode registrasi cloud to cloud pada

dasarnya menggunakan prinsip Iteractive Closest Point (ICP). Iteractive Closest Point

merupakan prinsip menghitung korespodensi antara dua buah scan world serta

menghitung besaran transformasi untuk meminimalisasi jarak antar titik yang saling

terkorespodensi (Segal, 2009)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

20

I.6.10. Total Station (TS)

Total station merupakan sebuah alat atau instrumen optis yang digunakan

dalam pengukuran sudut dan jarak. Total station adalah teodholite yang terintegrasi

dengan alat ukur jarak elektronik atau electronic distance meter (EDM) dimana EDM

merupakan bagian terpenting dari sebuah total station (Basuki, 2011). Total station

dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu titik pengukuran dengan cara

menghasilkan nilai koordinat titik tersebut. Cara kerja total station untuk

menghasilkan nilai koordinat adalah dengan cara mengukur jarak dan sudut suatu titik

atau target dengan acuan titik berdiri alat. Konsep perhitungan koordinat

menggunakan alat total station sama dengan konsep pengukuran alat terrestrial laser

scanner. Rumus penentuan nilai koordinat suatu titik yang diamati menggunakan total

station menggunanakan rumus I. 2, I. 3, dan I. 4 yang sudah dijabarkan sebelumnya.

Pengukuran jarak pada total station menggunakan konsep pengukuran jarak

elektronik. Konsep dasar pengukuran jarak elektronik terdapat 4 macam (Basuki,

2011) , yaitu :

a) Metode pulsa

b) Metode beda fase

c) Metode dopler

d) Metode interferometri

Metode yang pengukuran jarak yang digunakan pada alat total station adalah metode

beda fase. Metode beda fase merupakan metode pengukuran jarak dengan

menggunakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh alat yang didirikan

pada posisi tertentu menuju suatu objek atau reflektor. Jarak diperoleh dari perhitungan

waktu perambatan sinyal elektomagnetik menuju reflector dan pantulan sinyal tersebut

sampai diterima kembali oleh alat. Waktu tersebut kemudian dikalikan oleh cepat

rambat gelombang yang dipancarkan oleh alat. Secara umum, konsep pengukuran

jarak pada alat total station dapat dihitung menggunakan rumus I.1.

Pengukuran jarak dan sudut menggunakan instrumen Total Station memiliki

dua syarat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut yaitu syarat statis dan syarat dinamis.

Syarat statis adalah syarat penggunaan instrumen Total Station yang perlu dilakukan

satu kali sebelum melakukan pekerjaan. Pengecekan ini dilakukan untuk mengetahui

kondisi instrumen yang akan digunakan. Syarat statis instrumen Total Station terdiri

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

21

atas pengecekan kesalahan kolimasi dan kesalahan indeks vertikal. Kesalahan

kolimasi adalah kesalahan bacaan arah horizontal pada instrumen Total Station yang

disebabkan oleh garis bidik yang tidak tegak lurus dengan sumbu II.

Perhitungan kesalahan kolimasi dilakukan menggunakan rumus I.7 dengan

menghitung selisih bacaan arah horizontal saat keadaan teropong biasa dan saat

keadaan teropong luar biasa (Basuki, 2011).

𝛽 =(𝐿𝐵−𝐵)−180

2……………………………………………………………I. 7

Keterangan :

β = Kesalahan sudut kolimasi

LB = Bacaan arah horizontal saat keadaan teropong luar biasa

B = Bacaan arah horizontal saat keadaan teropong biasa

Kesalahan indeks vertikal yaitu kesalahan bacaan arah secara vertikal

instrumen Total Station pada saat kondisi teropong biasa dan luar biasa apabila di

jumlahkan hasilnya tidak 360 derajad. Kesalahan indeks vertikal terjadi karena kondisi

garis bidik teropong tidak mendatar. Perhitungan kesalahan indeks vertikal dilakukan

menggunakan rumus I.8 (Basuki, 2011).

𝛼 =360−(𝐵+𝐿𝐵)

2………………………………………………………… I. 8

Syarat dinamis merupakan syarat penggunaan instrumen Total Station yang

dilakukan setiap mendirikan instrumen sebelum digunakan. Syarat dinamis

penggunaan instrumen Total Station terdiri atas centering dan pengaturan sumbu I

vertikal.

I.6.11. Uji Statistik

Uji statistik merupakan uji yang dilakukan terhadap sampel data ukuran

dengan data lain yang dianggap benar untuk memperoleh nilai ketelitian hasil ukuran.

Terdapat banyak metode perhitungan uji statistik. Beberapa diantaranya adalah uji

nilai root mean square error (RMSE) dan menggunakan nilai simpangan baku dari

data sampel.

Uji nilai RMSE dilakukan dengan menghitung selisih hasil hitungan jarak yang

dianggap benar dan jarak produk pengolahan data. RMSE merupakan nilai akar dari

rata-rata selisih hitungan data antara data yang dianggap benar dengan data hasil

pengolahan. Hasil perhitungan RMSE merupakan tingkat ketelitian data. Semakin

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/153854/potongan/S1-2018...1. Lokasi kegiatan aplikatif ini bertempat di Kota Tomok, Kabupaten Samosir,

22

besar nilai RMSE maka semakin rendah tingkat akurasinya. Perhitungan nilai RMSE

dapat menggunakan persamaan I.9.

RMSE = √∑(D)2

n ……………………………………………………………(I. 9)

Dengan:

𝐷 = |𝑅 − 𝑅1|..........................................................................................(I.10)

Keterangan:

RMSE : Root Mean Square Error

D : Selisih nilai ukuran

R : Nilai yang dianggap benar

R1 : nilai hasil ukuran

n : banyak ukuran yang digunakan

Standar deviasi merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan persebaran

atau variasi kelompok data sampel. Standar deviasi dilakukan untuk mengetahui

seberapa dekat data individu terhadap nilai rata-rata data sampel (Widjayanti, 2011).

Perhitungan simpangan baku dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

𝑆∆𝑙 = √∑ ( ∆𝑙𝑖 − ∆𝑙𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 ) 2

𝑛−1 ............................................................... (I.11)

Dengan ∆𝑙 rata-rata adalah rata-rata selisih nilai jarak dua metode pengukuran yang

dihitung menggunakan rumus:

∆𝑙 rata-rata = ∑ ∆𝑙

𝑛 ..................................................................................... (I.12)

Keterangan:

∆𝑙𝑖 : beda jarak dua metode pengukuran

∆𝑙𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 : rata-rata beda jarak dua metode pengukuran

𝑆∆𝑙 : simpangan baku beda jarak

𝑛 : jumlah data