BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah Kabupaten Badung Bali melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan
Perdagangan (Diskopperindag) Kabupaten Badung berupaya membangkitkan kerajinan patung
kayu di kawasan yang menjadi sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung, yaitu Desa
Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang (JAS). Produk kerajinan sentra patung kayu
Kabupaten Badung ini memiliki ragam ukir yang tidak ditemukan di desa lain di Bali, bahkan di
seluruh dunia. Beberapa patung yang sudah terdaftar sebagai kerajinan khas dari daerah ini adalah
Patung Guwung, Patung Mencar, dan Patung Mancing. Beberapa ragam patung ini bahkan masih
populer di artshop di daerah Ubud bahkan Kuta, meskipun produksi dari sentra patung kayu ini
cenderung menurun bahkan hampir tidak produksi lagi karena para pengerajin sudah meninggalkan
mata pencaharian di sektor kerajinan patung kayu ini sebagai mata pencaharian utama.
Banyak hal menjadi penyebab lumpuhnya kerajinan patung kayu khas JAS ini. Bom Bali
yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005 merupakan salah satu penyebab yang memberikan dampak
buruk luar biasa bagi sektor kerajinan di Bali. Berangsur-angsur pasar seni yang menjadi tumpuan
barang-barang kerajinan mulai lumpuh. Selanjutnya pada masa pemulihan sektor pariwisata di
Bali, banyak berkembang barang-barang pabrikasi menggantikan kerajinan handmade. Pemasaran
untuk kerajinan patung kayu pun menjadi sulit. Sehingga, perlahan mulai ditinggalkannya mata
pencaharian sebagai seniman patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang ini
karena mata pencaharian lain, seperti bertani atau menjadi buruh bangunan lebih menjanjikan.
Berikut adalah gambaran kondisi pasar seni terdekat, yaitu Pasar Seni Ubud yang didominasi oleh
produk-produk pabrikasi, seperti gantungan kunci, hiasan ruangan, patung-patung pabrikasi, dan
lain sebagainya.
2
Kerajinan di pasar seni di Bali kini didominasi oleh produk-produk pabrikasi. Produk
serupa juga menjadi tren pada pasar seni kota lain, seperti di Malioboro Yogyakarta dan Chinatown
Singapore. Berbeda dengan kerajinan patung kayu JAS merupakan kerajinan ukir handmade khas
Bali, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi, maka hanya seniman terlatih yang mampu
membuatnya. Kerajinan ini hingga kini bahkan tidak dapat digantikan oleh mesin sepenuhnya.
Menjadi sebuah potensi karena kerajinan tersebut unik dan khas Bali, namun hal tersebut juga
menjadi salah satu penyebab kerajinan ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi di pasaran.
Menghadapi krisis akibat tragedi Bom Bali tersebut, beberapa pasar seni mengalami kemunduran
dan berdampak pada penurunan penjualan kerajinan patung kayu. Berikut adalah gambar patung
kurungan, salah satu produk unggulan dari sentra kerajinan patung kayu di Desa Jagapati, Desa
Angantaka, dan Desa Sedang.
Gambar 1. 1 Kondisi Pasar Seni Ubud, didominasi oleh produk pabrikasi.
Sumber gambar: https://goo.gl/t45sBv
3
Dengan menurunnya permintaan pasar, perlahan eksistensi sentra kerajinan patung kayu
milik Kabupaten Badung ini mulai menurun. Pemerintah daerah pun melakukan berbagai
kebijakan bertujuan mengajak kembali para pengrajin untuk melestarikan kerajinan tersebut,
namun yang terjadi hanya euforia sesaat. Kebijakan pemerintah daerah dinilai belum efektif dalam
membangkitkan sentra kerajinan ini. Pengrajin pada dasarnya membutuhkan fasilitas kerja serta
pasar yang berkelanjutan. Rencana jangka panjang juga perlu untuk menumbuhkan minat pada
generasi muda sebagai penerus dari kerajinan ini.
1.1.1. Pengerajin Butuh Fasilitas Kerja
Beberapa tokoh seniman memercayai adanya faktor lain yang menjadi penyebab
lumpuhnya sentra kerajinan patung kayu JAS ini. Salah satu faktornya adalah kurangnya
adaptasi dari seniman dalam menghadapi krisis akibat tragedi Bom Bali. Terbukti bahwa
beberapa seniman yang bertahan untuk dibidang kerajinan kayu hingga kini melakukan
berbagai penyesuaian terhadap permintaan pasar, seperti mengkombinasikan motif
kerajinan dengan produk-produk fungsional yang diperlukan “pasar”. Beberapa bahkan
Gambar 1. 2 Patung Kurungan, salah satu produk kerajinan JAS
Sumber gambar: https://goo.gl/rFFhKf
4
beralih ke industri meuble/furniture dan menerapkan kemampuan ukir mereka disana. Oleh
karena itu, selain kreativitas diperlukan pula sebuah adaptasi terhadap permintaan pasar.
Setelah bertahun-tahun dampak krisis yang menyebabkan lumpuhnya sektor
kerajinan patung kayu ini, terjadi banyak perubahan yang membuat kondisi pengerajin
tidak kondusif lagi. Banyak ruang-ruang yang telah berubah, terlebih pada keanggotaan.
Pengerajin yang cenderung membentuk kelompok untuk mempermudah permodalan serta
pembagian kerja, saat ini menjadi kurang maksimal. Pengerjaan sebuah patung kayu pada
dasarnya melalui beberapa tahapan, seperti pengolahan bahan baku, rot (pembuatan raut
dasar), pembuatan detail, penghalusan, dan finishing. Semua tahapan tersebut umumnya
dilakukan oleh orang yang berbeda untuk mendapatan hasil yang maksimal, dikarenakan
kelengkapan peralatan dan spesialisasi masing-masing seniman berbeda. Dengan berbagai
keterbatasan tersebut, menyebabkan proses membangkitkan kembali kerajinan patung kayu
ini menjadi terhambat.
Hal terpenting dalam upaya membangkitkan kerajinan ini adalah meningkatkan
daya kreativitas dan inovasi dari para seniman. Para seniman membutuhkan ruang yang
mampu membuat mereka kreatif dan produktif. Para seniman membutuhkan literatur dan
Gambar 1. 3 Karya salah satu pengrajin, sebuah produk adaptasi ragam ukir JAS yang diminati pasar
Sumber: Dokumentasi I Nyoman Sutapa
5
sarana edukasi mengenai adaptasi produk terhadap permintaan pasar saat ini. Edukasi
tersebut bukan bertujuan untuk membuat para seniman meninggalkan ragam seni terdahulu,
namun membuat para seniman mampu maksimal dalam mengembangkan desain mereka
agar lebih diminati pasar. Dan ruang yang dibutuhkan para seniman bukan untuk
memindahkan ruang kerja dari industri rumah tangga menjadi industri terpusat, tetapi
menyediakan wadah mereka untuk berkembang. Sebuah usaha untuk menstimulasi
perkembangan kerajinan agar dapat beradaptasi dengan permintaan pasar.
1.1.2. Pengerajin Butuh Pasar yang Berkelanjutan
Masalah kedua yang dihadapi pengerajin adalah kurangnya pemasaran produk.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah Kabupaten Badung gencar mencari solusi
melalui berbagai pembinaan dan kebijakan pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang
telah dilaksanakan pemerintah Kabupaten Badung pada tahun 2013, bekerja sama dengan
Dekranasda Kabupaten Badung dan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan
Perdagangan Kabupaten Badung melakukan MoU kepada hotel-hotel yang berada di
kawasan Kabupaten Badung untuk membeli produk kerajinan lokal sebagai persyaratan
mengurus perijinan. Melalui kebijakan tersebut mampu mengajak kembali seniman-
seniman patung yang telah diberi bantuan peralatan dan berbagai pembinaan untuk kembali
berkarya. Namun euforia tersebut tidak bertahan lama meskipun program tersebut masih
berjalan sampai sekarang, karena kebijakan tersebut dinilai tidak mampu menciptakan
peluang pasar yang berkelanjutan.
Kesepatakan Pemerintah Kabupaten Badung dengan pemilik hotel tersebut mampu
mengajak 150 pengrajin untuk kembali berkarya, namun permintaan produk rata-rata hanya
mencapai 10 patung tiap bulannya bagi seluruh pengerajin. Tidak sebanding dengan
kemampuan pengerajin dalam memproduksi barang seni yang bisa mencapai 1 produk tiap
tiga hari per-orangnya, atau 1.500 produk setiap bulannya. Oleh karena itu, peluang pasar
bagi kerajinan patung kayu ini masih belum maksimal untuk dapat membangkitkan kembali
sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini. Pola penjualan juga dinilai kurang
maksimal. Para pembeli yang notabene merupakan pemilik hotel tidak digiring menuju
desa untuk membeli produk kerajinan, melainkan produk kerajinan patung kayu yang
6
diantar ke Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, sehingga kebijakan tersebut belum
memberikan dampak maksimal bagi perkembangan industri kerajinan rumah tangga ini.
Peluang pasar yang paling strategis dalam mengembangkan sentra kerajinan patung
kayu adalah wisatawan. Terlebih wisatawan yang mengunjungi Pulau Bali tiap tahun
semakin meningkat. Pada periode Januari – Oktober 2016 terjadi peningkatan jumlah
wisatawan sebesar 21,18%, yaitu mencapai angka 4.071.907 kunjungan wisatawan, dimana
pada periode yang sama pada tahun 2015 sebesar 3.360.260 kunjungan. Potensi besar
wisatawan tersebut juga terpetakan dalam 10 besar kunjungan objek wisata di Bali, dimana
letaknya tidak jauh dari sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini.
Peningkatan wisatawan menuju Pulau Bali merupakan sebuah potensi, ditambah
dengan lokasi Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang berada di sekitar jalur
wisata favorit di Bali. Desa yang menjadi Sentra Kerajinan Patung Kayu Kabupaten
Badung ini terletak di jalur yang menghubungkan pariwisata Bali Selatan dengan pariwisata
Bali Utara melalui desa wisata Ubud. Oleh karena itu, desa ini berpotensi untuk menarik
Gambar 1. 4 Potensi wisata pada sentra kerajinan patung kayu JAS.
Sumber: Analisis penulis berdasarkan informasi dari http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik3, diakses pada
25 Desember 2016, pukul 20.00
7
minat wisatawan. Wisatawan yang berkunjung tentu memiliki peran penting bagi
bangkitnya sentra kerajinan ini, yaitu dengan mengapresiasi karya para pengerajin
memberikan peluang pasar yang sustainable.
1.1.3. Minimnya Minat Generasi Penerus
Dampak ditinggalkannya ragam kesenian patung kayu ini, mengkhawatirkan
pemerintah daerah Kabupaten Badung. Mengingat nihilnya angka generasi penerus,
dikhawatirkan ragam kerajinan ini akan punah. Selain itu, kerajinan seni patung kayu secara
umum di Provinsi Bali juga semakin menurun. Oleh karena itu, diperlukan sebuah media
untuk menginisiasi generasi muda agar dapat turut serta dalam upaya pelestarian kerajinan
seni tersebut.
Rendahnya minat generasi muda dalam sektor kerajinan patung kayu disebabkan
oleh mata pencaharian tersebut kurang menjanjikan secara finansial. Oleh karena itu, perlu
mengintegrasikan wadah pelestarian kerajinan dengan atraksi wisata menjadikan kerajinan
ini memiliki pasar yang kuat. Wadah ini selain menarik minat wisatawan, diharapkan
mampu menjadi sarana edukasi bagi generasi muda setempat. Dan dengan kuatnya sentra
kerajinan ini dan menjadi mata pencaharian yang menjanjikan lagi, maka generasi muda
pun tertarik.
1.1.4. Pentingnya Lokalitas dalam Perancangan
Kerajinan patung kayu yang berkembang di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan
Desa Sedang merupakan industri rumah tangga yang mempertahankan kearifan lokal.
Kearifan lokal tersebut terwujud dalam sistem kerja masyarakat yang sangat erat dengan
budaya ngayah atau gotong royong. Oleh karena itu, perancangan harus membaur
menjadikan desain sesuai dengan kebutuhan pengerajin, dan juga mampu menjadi solusi
atas masalah yang terjadi.
Dikatakan bahwa desain yg baik adalah desain yang mampu menjadi solusi atas
masalah. Namun, tidak hanya menyelesaikan masalah, perancangan harus juga selaras
dengan lingkungan agar tidak menimbulkan masalah yang baru. Perancangan Patung Kayu
Handicraft Centre selain menjadi solusi dengan mengintegrasikan wadah kerja pengerajin
8
dan fasilitas wisata, juga menjadi fasilitas yang memperkuat citra/image kawasan. Oleh
karena itu, desain haruslah merespon lingkungan sekitar dengan harmonis.
1.2. Permasalahan
Rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah strategi dalam menyediakan wadah bagi seniman untuk
membangkitkan kerajinan Patung Kayu JAS?
b. Bagaimanakah strategi menciptakan pasar yang berkelanjutan bagi Sentra
Kerajinan Patung Kayu JAS?
c. Bagaimana strategi Patung Kayu Handicraft Centre untuk dapat menarik minat
generasi muda sekitar agar turut serta melestarikan kerajinan Patung Kayu JAS?
d. Bagaimanakah solusi perancangan agar memiliki kearifan lokal dan selaras dengan
lingkungan?
1.3. Tujuan & sasaran
Tujuan dalam penulisan ini adalah memberikan pandangan baru mengenai solusi
desain dalam mendukung upaya Pemerintah Kabupaten Badung untuk membangkitkan
sentra kerajinan patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang. Desain
mengupayakan respon yang efektif dan tepat sasaran dengan memerhatikan kondisi
seniman, potensi lokasi, dan faktor-faktor yang mampu membangkitkan kembali sentra
kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini.
Sasaran dari perancangan terbagi menjadi 3 kelompok utama. Sasaran pertama
adalah menggerakkan sektor kerajinan patung kayu dengan memanfaatkan seniman lama.
Sasaran kedua adalah memacu tumbuhnya generasi penerus dari kaum muda sekitar dengan
menyediakan fasilitas yang atraktif dan edukatif bagi generasi muda setempat serta melalui
pemberdayaan profesi seniman sehingga menjadi profesi yang menjanjikan di masa depan.
Sasaran ketiga adalam wisatawan, dengan menciptakan sebuah daya tarik wisata yang khas
memberikan pengalaman baru bagi wisatawan tentang kerajinan khas Bali, dan tentunya
berimbas pada pasar kerajinan yang diminati wisatawan.
9
1.4. Metode Perancangan
1.4.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre, dilakukan pengumpulan data
dan analisis data terlebih dahulu terhadap kondisi eksisting dan teori yang ideal bagi
tercapainya tujuan membangkitkan sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini.
Metode tersebut dilakukan dengan berbagai macam, antara lain:
a. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literatur yang
didapat, baik melalui buku, internet, surat kabar, artikel ilmiah, dan masih banyak
lagi.
b. Metode Observasi Lapangan
Metode observasi lapangan dilakukan dengan cara mengunjungi langsung untuk
mengetahui kondisi lapangan, dan mengobservasi aspek-aspek yang berkaitan
dengan perancangan.
c. Metode Wawancara
Metode wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak terkait dalam perancangan,
seperti para pengrajin, tokoh desa terkait, dan pihak Diskopperindag selaku
pengawas perkembangan sentra kerajinan.
d. Metode Analisis Data
Metode analisis data berupaya mengolah data secara terpadu.
1.4.2. Metode Penyelesaian Masalah
Metode penyelesaian masalah merupakan metode yang bertujuan memberi respon berupa
solusi terhadap permasalahan perancangan yang didapat dalam metode pengumpulan data.
1.5. Keaslian Penulisan
Dalam perancangan solusi kebangkitan sentra kerajinan patung kayu Kabupaten
Badung, diperlukan beberapa kajian terhadap tipologi perancangan sejenis. Berikut adalah
beberapa karya tulis ilmiah dengan tipologi sejenis dan menjadi referensi dalam
perancangan Patung Kayu Handicraft Centre ini, adalah sebagai berikut:
10
a. Tugas Akhir Agus Purwanto (94/96553/TK/19206) dengan judul: “Pusat
Informasi dan Promosi Industri Kayu di Klaten”
b. Tugas Akhir Lini Ocvenety (10/297724/TK/36321) dengan judul: “Museum Seni
Ukir Kayu di Jepara” 2014
Karya tulis ilmiah tersebut diatas merupakan tipologi untuk mengenalkan suatu
objek kepada masyarakat luas. Keunikan dari desain tersebut adalah diolah agar
menciptakan interaksi positif dari pengunjung terhadap objek desain. Namun perancangan
Patung Kayu Handicraft Centre memiliki beberapa tujuan yang berbeda, yaitu interaksi
yang terjadi tidak hanya satu arah. Hal tersebut dikarenakan untuk menggaet generasi
penerus, maka selain mengenalkan patung kayu, desain juga diharapkan menarik minat
masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan eksistensi sentra
kerajinan kayu Kabupaten Badung ini. Beberapa referensi tugas akhir juga memaparkan
tentang interaksi aktif dari penguna terhadap objek desain, adalah sebagai berikut:
a. Tugas Akhir Arsyi Arvin Afify (11/319722/TK/38839) dengan judul: “Integrasi
Workshop dan Showroom Industri Furniture Kayu di Yogyakarta” 2015
b. Tugas Akhir Arbi Surya Satria Ridwan (11/319713/TK/38831) dengan judul:
“Sanggar Kreativitas untuk Penyandang Disabilitas di Yogyakarta” 2015
c. Tugas Akhir Santi Widyandani (11/313059/TK/37774) dengan judul: “Sanggar
Seni Musik Keroncong di Surakarta dengan Pendekatan Konsep Penerapan
Karakter Musik Keroncong” 2015.
Berbeda dari ketiga desain tersebut di atas, Patung Kayu Handicraft Centre
memiliki misi berkelanjutan. Untuk menjaga eksistensi sentra kerajinan kayu Kabupaten
Badung ini maka diperlukan solusi yang membangkitkan seniman secara berkelanjutan.
Sehingga menumbuhkan interaksi saja tidak cukup, diperlukan juga meningkatkan
ketertarikan dan kepedulian pengunjung melalui desain. Sehingga dengan demikian, misi
untuk kelestarian sentra kerajinan kayu Kabupaten Badung ini.
11
1.6. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. 5 Skema Kerangka Pemikiran dalam Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre
12
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan adalah sistematika pola 5 bab, dengan penjabaran
masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Penjelasan mengenai latar belakang dan permasalahan yang diangkat dalam perancangan
Patung Kayu Handicraft Centre ini. Selain itu dibahas pula mengenai tujuan dan sasaran
perancangan, metoda, keaslian penulisan, serta kerangka penulisan.
Bab II: Kajian Teori
Membahas berbagai macam teori terkait perancangan Patung Kayu Handicraft Centre dari
berbagai jenis literatur. Teori-teori yang dibahas antara lain adalah teori mengenai Ekonomi Kreatif
dan Sentra Kerajinan, Teori mengenai Kerajinan Patung Kayu (produk), teori mengenai arsitektur
lokal (arsitektur Bali) serta preseden-preseden terkait.
Bab III: Kajian Lapangan
Membahas mengenai tinjauan makro, meso, dan mikro. Tinjauan makro merupakan analisis
terhadap site skala kabupaten (Kabupaten Badung) berdasarkan kondisi lingkungan dan rencana
pengembangan dari pemerintah Kabupaten Badung. Tinjauan meso membahas mengenai potensi
lingkungan (alam, kondisi sosial, dan budaya) setempat dalam skala kecamatan (Kecamatan
Abiansemal). Tinjauan mikro membahas site dalam skala desa.
Bab IV: Analisis
Merupakan kumpulan analisis perancangan, yang membahas mengenai tapak, aktivitas dan
ruang, zonasi, pola sirkulasi, tata tapak, orientasi bangunan, bentuk dan masa bangunan, sistem
bangunan, standar ruang, dan analisis struktur bangunan.
Bab V: Konsep Perancangan
Membahas mengenai konsep perancangan, yang terbagi dalam konsep perancangan tapak
dan konsep perancangan bangunan.