BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.1.1 Borneo: Pulau Terbesar Ketiga di Dunia dan Eksistensi Kehidupan Alam
Rimba di Dalamnya
Borneo merupakan pulau yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa
dengan cakupan seluas 745.000 km2 dengan populasi mencapai 18 juta penduduk
di dalamnya menempatkan Borneo sebagai salah satu pulau terbesar di dunia yang
kini berada di peringkat ketiga dunia1. Pulau Borneo terbagi atas tiga wilayah
administratif negara yang meliputi 73% wilayah Negara Indonesia, 26% wilayah
Negara Malaysia, dan 1% wilayah Negara Brunei Darussalam. Negara Indonesia
memiliki 5 provinsi yang berada di wilayah pulau Borneo meliputi Provinsi
Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan,
Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara. Negara Malaysia
memiliki dua negara bagian di wilayah pulau Borneo meliputi Negara Bagian Sabah
1Peringkat pertama ditempati oleh pulau Greenland (Denmark) dan peingkat kedua ditempati oleh pulau Papua (“10 Pulau
Terbesar di Dunia”, Ilmu Pengetahuan Umum, diakses dari http://ilmupengetahuanumum.com/10-pulau-terbesar-di-dunia-
menurut-luas-wilayah/, pada tanggal 24 Nopember 2015 pukul 20.56 WIB)
Gambar 1.1 Pulau Borneo secara keseluruhan
(Sumber: http://www.expedition-borneo.co.uk/wp-content/uploads/2015/05/Borneo.jpg
diakses 25 Nopember 2015 pukul 12.45 WIB)
2
dan Negara Bagian Sarawak. Negara Brunei Darussalam memiliki empat distrik di
dalam pulau Borneo meliputi Distrik Belait, Distrik Brunei dan Muara, Distrik
Temburong, dan Distrik Tutong.
Borneo dikenal populer sebagai kawasan hijau dengan tutupan wilayah
berupa hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis di Borneo merupakan salah satu
hutan hujan tropis terbesar di dunia yang memegang peran penting bagi kehidupan
dunia sebagai paru-paru bumi. Popularitasnya sebagai wilayah hutan yang luas
membuat sebagian masyarakat ada yang beranggapan bahwa Borneo sebagai
kawasan rimba yang liar, belum terjamah, dan penuh misteri. Namun, dibalik
semua spekulasi tersebut, Borneo menyimpan sejuta eksotisme kehidupan alam
rimba yang sesungguhnya. Sebuah teater kehidupan yang menyuguhkan
pertunjukan antara keunikan satwa, warisan budaya, kekayaan alam, serta
bentangan geografis dalam satu panggung utama.
Bentangan alam di pulau Borneo tidak hanya sebatas berupa hutan hujan
tropis namun terdapat juga dataran-dataran tinggi serta sungai-sungai panjang yang
membelah pulau ini, sehingga ada sebuah julukan untuk pulau Borneo sebagai
“Pulau Seribu Sungai” karena banyaknya sungai yang mengalir di dalamnya.
Borneo juga terkenal sebagai pusat keanekaragaman hayati terpenting di dunia.
Tempat hidup bagi flora dan fauna endemik pulau tropis yang meliputi 13 spesies
primata, 350 lebih spesies burung, 150 reptil dan amfibi dan 15.000 spesies
Gambar 1.2 Pembagian administrasi wilayah di pulau Borneo
(Sumber:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9d/Borneo2_map_english_na
mes.svg/2000px-Borneo2_map_english_names.svg.png diakses 25 Nopember 2015 pukul
12.56 WIB)
3
tanaman2. Pulau ini juga merupakan satu-satunya tempat di bumi di mana gajah,
orang utan, dan badak dapat hidup berdampingan dalam statusnya sebagai hewan
terancam punah3. Satwa lainnya yang juga masuk pada kategori yang sama yang
hidup di pulau ini seperti burung enggang, pesut, macam tutul, beruang madu, dan
owa semuanya hidup berdampingan dalam satu hutan.
1.1.2 Dayak: The People of Heart of Borneo
Terbentang di antara pegunungan, sungai-sungai, serta hutan-hutan tropis
belantara, terdapat sebuah komunitas masyarakat pribumi yang telah menghuni
pulau ini sejak lama dengan adat istiadat dan kebudayaan yang beragam
berdasarkan kondisi geografis yang ditempati. Masyarakat pribumi ini dikenal
sebagai suku Dayak. Pada dahulunya mereka hidup dalam satu kesatuan, namun
seiring perkembangan zaman dan modernisasi di Borneo mengakibatkan mereka
terpecah-terpecah dan menyebar di seluruh pelosok pulau. Mereka merupakan
salah satu aktor penggerak kehidupan di Jantung Borneo atau Heart of Borneo4.
Jayl Langub, seorang tokoh masyarakat adat di Heart of Borneo dan Board of
trustee WWF-Malaysia memberikan gambaran mengenai Suku Dayak yang
mendiami Heart of Borneo sebagai berikut:
2WWF Global, “Borneo: Pulau Terbesar Ketiga di Dunia”, Masyarakat di Heart of Borneo, 2013, hlm. 4. 3Bersama dengan pulau Sumatera menjadikannya sebagai tempat pelestarian orang utan, gajak dan badak (WWF Global,
“Borneo: Pulau Terbesar Ketiga di Dunia”, Masyarakat di Heart of Borneo, 2013, hlm. 4.) 4Istilah Heart of Borneo sebenarnya merupakan istilah mengenai inisiatif tiga negara di Borneo, yaitu Indonesia, Malaysia,
dan Brunei Darussalam untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi Borneo yang didasarkan pada prinsip konservasi
dan pembangunan berkelanjutan.
Gambar 1.3 Salah satu bentang alam Borneo berupa sungai
(Sumber: Heart of Borneo di Indonesia ©WWF-Indonesia – Didik Surjanto, hal.2-3)
4
“Di dalam kawasan Heart of Borneo, sebuah istilah baru untuk daerah yang melintasi
batas-batas administrasi tiga negara, Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia, tinggal
berbagai kelompok etnis. Banyak dari mereka yang memiliki masa lalu di dalamnya, pindah
dan hidup di sepanjang sisi sungai, hutan dan pegunungan. Mereka telah memanfaatkan sumber
daya alam secara berkelanjutan sesuai tradisi dan kearifan mereka. Mereka percaya bahwa
mereka adalah penjaga tanah dan hutan untuk anak-anak dan cucu-cucu mereka. Identitas,
seni dan hasil karya, serta penghidupan dan sistem kepercayaan mereka berasal dari alam yang
merupakan bagian hidup mereka. Mereka menggunakan seluruh pengetahuan mereka untuk
bertani dan mengelola sumber daya alam dengan membuka sepetak lahan, menanam padi,
sayuran dan tanaman lain kemudian kembali bertani di lahan yang sama setelah bertahun-
tahun meninggalkan lahan tersebut kosong tidak ditanami. Hutan dengan cepat memperbarui
kembali lahan-lahan tersebut dengan spesies tanaman sekunder yang membutuhkan sinar
matahari dan bertahun-tahun kemudian digarap kembali untuk bertani5.”
Ini merupakan sebuah bukti yang menyoroti kehidupan masyarakat adat
suku Dayak yang menjalin hubungan erat dengan hutan Borneo. Segala bentuk
penghidupan dan sistem kepercayaan yang berkembang selaras dengan hutan sejak
dahulu kala6. Sebuah suara yang memberikan wawasan kepada masyarakat luas
mengenai kearifan lokal, pengetahuan tradisional, dan rasa cinta terhadap tanah
mereka yang telah mereka jaga dan berlanjut dari generasi ke generasi.
5WWF Global, “Kata Pengantar”, Masyarakat di Heart of Borneo, 2013, hlm. 1. 6Ibid., ”Kata Sambutan”, ibid., hlm. 2.
Gambar 1.4 Ibu suku Dayak menggendong bayi
(Sumber:
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/about_borneo_forests
/people/ diakses pada 28 Nopember 2015 pukul 13.04 WIB)
5
Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2010 mencatat bahwa jumlah
penduduk suku Dayak di Indonesia mencapai 3.009.4947 jiwa yang tersebar dalam
268 sub suku Dayak di seluruh Indonesia. Hal ini menjadikan Suku Dayak berada
pada peringkat 17 di Indonesia sebagai suku dengan jumlah populasi terbanyak
serta peringkat kedua suku terbanyak di pulau Kalimantan setelah suku Banjar
dengan presentase 1,27%. Di wilayah negara Malaysia, suku Dayak memiliki jumlah
populasi mencapai 3.350.000 jiwa yang tersebar dari wilayah Sabah hingga Sarawak.
Untuk wilayah Brunei Darussalam, jumlah populasi suku Dayak hanya mencapai
50.898 jiwa saja8. Sehingga, pada tahun 2010 total populasi penduduk suku Dayak
di seluruh Borneo mencapai 6,9 juta jiwa dan menjadi populasi terbesar yang
berada di pulau Borneo.
1.1.3 Terombang-ambingnya Suku Dayak Pada Masa Kini
Pada dasarnya masyarakat suku Dayak merupakan masyarakat yang
menjunjung tinggi adat istiadat mereka yang sudah ditanamkan sejak zaman nenek
moyang mereka. Simbiosis dengan alam merupakan suatu hal yang menciptakan
kebudayaan mereka dan menjadi nilai-nilai lokal masyarakat tersebut. Nilai-nilai
lokal ini merupakan sebuah pandangan hidup dan pandangan tentang dunia bagi
suku Dayak yang kemudian akan terus dijaga dan akan tetap berlanjut hingga
generasi-generasi berikutnya.
Zaman telah berkembang dengan pesat. Pertukaran informasi dengan
mudah dan cepatnya merambat keseluruh elemen masyarakat. Hal ini
menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan
kehidupan masyarakat suku Dayak. Sebuah masa-masa krusial yang harus dirasakan
oleh masyarakat adat ini. Sebagai contoh banyak para pendatang yang berangsur-
angsur mulai “menjamah” pulau Borneo serta menetap dan berbaur dengan
masyarakat lokal di sana dengan membawa kebudayaan dari tempat asal mereka.
Dampak dari ini memunculkan dua sisi masyarakat Dayak. Pertama adalah
masyarakat Dayak yang masih tetap memegang teguh kebudayaan mereka dan
menjaganya agar tidak berbaur dengan kebudayaan pendatang memutuskan untuk
7Badan Pusat Statistik Nasional, Kewarganegraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil
Sensus Penduduk 2010, 2011, hlm. 28. 8Negara Brunei Darussalam sangat ketat dengan doktrin keislamannya yang berpengaruh besar terhadap kebebasan
mengaktualisasikan kebudayaannya sebagai jati dirinya (Anonim, “Sekilas Gambaran Dayak Kini”, diunggah tanggal 04
Desember 2013 pukul 12.14 WIB, diakses dari http://kebudayaan–dayak.org/berita-sekilas-gambaran-dayak-
kini.html#ixzz3slk55CHd, pada tanggal 27 Nopember 2015 pukul 14.56 WIB)
6
menyusup lebih ke dalam rimba hutan. Kedua masyarakat Dayak yang menerima
kebudayaan ini dan berbaur dengan para pendatang tersebut. Hal ini menjadi satu
contoh bahwa dengan perkembangan zaman yang semakin modern telah
mengubah suatu komunitas yang awalnya satu kesatuan menjadi terpencar-
terpencar.
Sebuah isu global yang saat ini telah melanda masyarakat dunia dan tidak
bisa dihindarkan keberadaannya. Globalisasi menjadi tren utama isu dunia saat ini
dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Globalisasi telah
menciptakan modernisasi dalam berbagai aspek. Tidak ketinggalan peristiwa ini
telah menjamah hingga ke dalam rimbunnya pulau Borneo. Cukup drastis jika
melihat globalisasi dan modernisasi telah mengikis eksistensi kebudayaan suku
Dayak hingga memudarkan rasa bangga akan budaya sendiri. Sebuah jurnal
menyatakan bahwa hampir sebagian generasi muda Dayak mengalami penurunan
pengetahuan adat yang disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang merambahi
media massa. Tak jarang banyak tidak mengetahui adat istiadatnya bahkan jati
dirinya sendiri9.
Dalam konteks ini memunculkan persoalan mengenai bagaimana
memelihara kekuatan integratif kebudayaan Dayak dalam rangka modernisasi
melalui berbagai kegiatan pembangunan yang mau tidak mau menimbulkan konfilk
atau keterkejutan budaya (culture shock) pada masyarakat Dayak10. Demikian adanya
kekhawatiran mendasar yang menganggap modernisasi pada akhirnya akan
memudarkan eksistensi suku Dayak dari pribumi Borneo. Kekhawatiran ini
berlanjut dengan lambat laun akan memudarkan generasi muda akan budaya dan
asal usul mereka, siapa mereka dan jati diri mereka.
1.1.4 Provinsi Kalimantan Timur Sebagai Pusat Kebudayaan Borneo (Center of
Excellence)
9Anonim, “Sekilas Gambaran Dayak Kini”, diunggah 04 Desember 2013 pukul 12.14 WIB, diakses dari http://kebudayaan-
dayak.org/berita-sekilas-gambaran-dayak-kini.html#ixzz3slk55CHd pada tanggal 27 Nopember 2015 pukul 15.37 WIB 10Roedy Haryo Widjono AMZ, “Komunitas Dayak di Borneo Terombang-ambing Diterjang Gelombang Peradaban”,
Kompasiana, diunggah 26 Pebruari 2013 pukul 09.40 WIB, diperbarui 24 Juni 2015 pukul 17.40 WIB, diakses dari
http://www.kompasiana.com/nomaden/komunitas-dayak-terombang-ambing-diterjang-gelombang-
peradaban_552e52976ea834c9468b459e, pada tanggal 21 Nopember 2015 pukul 14.26 WIB
7
Indonesia terbentang dari Sabang hingga Merauke, dari provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam hingga provinsi Papua yang diikuti 32 provinsi lainnya, tersebar
di seluruh kepulauan luas Indonesia, menciptakan keberagaman budaya yang
beragam. Berangkat dari kebhinnekaan bangsa Indonesia sebagai latar belakang
bangsa yang kaya akan berbagai jenis kekayaan budaya daerah yang beragam, adat,
tradisi, kesenian, serta kearifan lokal dari masing-masing daerah. Sebagai
masyarakat Indonesia yang berbudaya, budaya lokal di seluruh Indonesia ini patut
dilestarikan dan dipelihara dengan baik sebagai suatu modal dalam pembangunan
dan pengembangan kebudayaan nasional.
Beranjak dari kepedulian terhadap pelestarian kebudayaan nusantara,
Badan Perpustakaan Nasional mencetuskan sebuah program yang bernama Center
of Excellence atau pusat keunggulan dalam layanan informasi kebudayaan. Indonesia
memiliki 34 provinsi yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, namun tidak
semua provinsi mampu menjadi pusat pelayanan informasi adat dan budaya karena
ini berkaitan dengan komitmen kepala daerah serta fasilitas penunjang yang ada.
Akhirnya Perpusnas menetapkan enam provinsi yang dianggap siap menerima
“jabatan” sebagai Center of Excellence. Provinsi tersebut meliputi provinsi Riau untuk
kebudayaan Melayu, provinsi Jawa Tengah untuk kebudayaan Jawa, provinsi
Kalimantan Timur untuk kebudayaan Borneo, Provinsi Bali untuk kebudayaan
Bali, NTB, dan NTT, provinsi Sulawesi Selatan untuk kebudayaan Sulawesi, dan
provinsi Papua Barat untuk kebudayaan Papua dan Maluku. Penetapan enam
provinsi ini berdasarkan kesiapan sarana dan prasarana pendukung, kesiapan
bangunan, perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang sudah ada.
Gambar 1.5 Peta provinsi yang ditunjuk sebagai Center of Excellence oleh Perpusnas
(Sumber:
http://kelembagaan.perpusnas.go.id/Digital_Docs/images/activities/pictorialnews/normal/
LOGO2.JPG diakses pada 29 Nopember 2015 pukul 13.00 WIB)
8
Provinsi Kalimantan Timur dipilih sebagai Center of Excellence untuk
kebudayaan Borneo pada tahun 2011 dengan memenuhi syarat-syarat yang telah
disebutkan sebelumnya dan provinsi Kalimantan Timur juga telah
mengembangkan sistem digital dalam kepustakaannya sejak Mei 2010. Dengan ini
provinsi Kalimantan Timur bertanggung jawab dalam mengumpulkan koleksi
warisan daerah di empat provinsi Kalimantan lainnya11. Semua koleksi warisan
budaya Borneo nanti (naskah kuno, cerita rakyat, kuliner, adat istiadat, kesenian
lokal, dll) akan didigitalisasi agar dapat diakses oleh berbagai pihak luas hingga
seluruh dunia. Upaya ini dilakukan sebagai terobosan dalam melestarikan
kebudayaan sendiri agar tidak hilang oleh zaman dan dapat digunakan oleh generasi
selanjutnya. Pemilihan Kalimantan Timur dirasa sangat sesuai dikarenakan
memiliki khasanah budaya yang beragam dan kaya.
1.1.5 Potensi Fasilitas Kultural Sebagai Sarana Pemersatu Antar Bangsa
Budaya merupakan identitas bangsa dan cerminan setiap bangsa. Setiap
bangsa memiliki budaya yang menggambarkan ciri khas dari bangsa tersebut.
Budaya juga merupakan alat pemersatu bangsa di antara globalisasi yang
memunculkan multikulturalisme dalam masyarakat.
11Inisiatif pembentukan Center of Excellence di Provinsi Kalimantan Timur ini dilakukan atas isu bahwa pemerintah Malaysia
juga mengembangkan proyek yang sama. Untuk itu, sebelum terlambat maka provinsi Kalimantan Timur diminta untuk
mengumpulkan semua koleksi budaya di empat provinsi Kalimantan lainnya (Julkifli Marbun, “Ambisi Kaltim Menjadi
‘Center of Excellent’, Republika, diunggah 24 Nopember 2013 pukul 05.55 WIB, diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/11/24/mwqnno-ambisi-kaltim-menjadi-centre-of-excellent, pada
tanggal 27 Nopember 2015 pukul 15.39 WIB)
Gambar 1.6 Perbedaan menjadi bentuk persatuan pada masyarakat di Borneo
(Sumber: Masyarakat di Heart of Borneo ©Hermanto/Photovoices Intl - WWF/HoB, hal.
66)
9
Keberagaman kebudayaan di Borneo telah memberi warna tersendiri bagi
pulau ini. Salah satu yang menjadi perhatian saat ini adalah kebudayaan Dayak di
tengah dunia ini. Perkembangan zaman telah mengubah kebudayaan Dayak
menjadi terpencar-pencar satu sama lain yang notabene berlatar belakang sama
dalam satu rumpun. Belum lagi kebudayaan ini telah memasuki tiga wilayah
adminstrasi negara dengan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku di
dalamnya.
Potensi pengembangan pembangunan fasilitas kultural seperti yang di
canangkan provinsi Kal-Tim diharapkan mampu memberikan pembelajaran
mengenai kebudayaan Dayak seluruh Borneo kepada khalayak umum dan
memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian kebudayaan pribumi ini.
Melintasi tiga negara menjadi hal awal dalam mengembangkan kebudayaan ini
menjadi sarana pemersatu antar bangsa melalui lintas budaya Borneo. Keberadaan
fasilitas kultural di Samarinda diharapkan mampu mewadahi berbagai kegiatan
kreatif dan acara seni yang berhubungan dengan budaya Dayak. Keberagaman serta
berada pada tiga negara dengan ideologi berbeda menjadi acuan dalam
menciptakan fasilitas kultural sebagai sarana pemersatu bangsa karena budaya
adalah alat pemersatu bangsa.
1.2 PERMASALAHAN
1.2.1 Permasalahan Non-Arsitektural
Permasalahan non-arsitektural yang dimaksud di sini adalah:
1. Bagaimana peran cultural center dalam memberikan sarana pendidikan non-
formal yang mampu menarik perhatian para wisatawan dan tujuan wisata
unggulan berbasis budaya Dayak di kota Samarinda?
2. Bagaimana peran dan fungsi cultural center dalam membentuk kepedulian
masyarakat terhadap eksistensi kebudayaan Dayak yang mulai terkikis oleh era
globalisasi?
3. Bagaimana cultural center dapat berperan sebagai center of excellence sebagai bentuk
sarana promosi dan informasi kebudayaan Dayak di kota Samarinda?
4. Bagaimana cultural center dapat merangkum dan mengintegrasikan keseluruhan
budaya Dayak yang melintasi batas-batas administrasi tiga negara di Borneo
sebagai bentuk persatuan antar bangsa?
10
1.2.2 Permasalahan Arsitektural
Permasalahan arsitektural yang dimaksud di sini adalah
1. Bagaimana mendesain cultural center yang mampu mewadahi heterogenesis
kebudayaan Dayak Borneo yang beragam?
2. Bagaimana memunculkan ekspresi yang ingin ditampilkan cultural center sebagai
ikon budaya kota Samarinda?
3. Bagaimana perwujudan ruang interaktif sebagai bentuk keinteraksian antara
masyarakat dengan pelaku budaya?
4. Bagaimana perwujudan ruang interaktif serta mengintegrasikannya dengan
ruang dalam dan ruang luar pada cultural center?
5. Bagaimana skenario yang ingin diciptakan di cultural center dalam membentuk
kepedulian masyarakat akan pelestarian budaya daerah?
6. Bagaimana program dan karakteristik ruang pada cultural center?
7. Bagaimana penataan layout dan koleksi pada cultural center?
1.3 TUJUAN DAN SASARAN
1.3.1 Tujuan
Menciptakan cultural center yang dapat memberikan pengetahuan,
pembelajaran dan pengenalan kebudayaan suku Dayak di seluruh Borneo kepada
berbagai kalangan secara mudah dan menarik dalam upaya pelestarian kebudayaan
suku Dayak sebagai identitas warisan budaya Borneo di tengah globalisasi dan
modernisasi di lingkungan masyarakat global.
1.3.2 Sasaran
Dayak Borneo Cultural center diharapkan mampu menarik perhatian
masyarakat luas dari berbagai generasi untuk belajar dan berinteraksi langsung
dengan kebudayaan Dayak melalui wahana yang edukatif, rekreatif, dan interaktif
di kota Samarinda.
1.4 LINGKUP PEMBAHASAN
Hasil dari penulisan mengenai perancangan cultural center ini akan mengutamakan
aspek-aspek fungsi cultural center sebagai pusat kebudayaan Dayak dengan berbagai kegiatan
kebudayaan di dalamnya serta penyelesaian konsep eksplorasi gagasan penulis akan prinsip-
prinsip arsitektur dengan pendekatan ruang interaktif. Pendekatan ini akan menciptakan
11
sebuah pengalaman ruang yang mampu berinteraksi antar beberapa komponen dalam
cultural center.
1.5 METODE PEMBAHASAN
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
1. Data Literatur
Data literatur pada penulisan perancangan cultural center ini diperoleh dari
berbagai media baik media cetak seperti buku, jurnal, majalah, maupun media
elektronik seperti internet, televisi, radio, atau film/video dokumenter terkait
pembahasan mengenai Dayak Borneo Cultural Center beserta pendekatan yang
diterapkan yaitu ruang interaktif. Hasil studi literatur ini akan digunakan sebagai
acuan dalam menganalisis data lapangan dan penyusunan konsep.
2. Data Lapangan
Data lapangan diperoleh dari melakukan survei langsung di lapangan.
Meninjau langsung kondisi dan keadaan tapak di lapangan untuk mengambil
data-data faktual sebagai bahan dalam penyusunan konsep.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan kemudian akan di analisis berdasarkan
studi literatur yang dilakukan untuk mengambil kesimpulan yang akan dijadikan
sebagai pedoman penyusunan konsep desain.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk dapat memberikan informasi secara jelas, sistematis, dan mudah dipahami,
maka pada penulisan Pra Tugas Akhir ini ditulis dengan sistematika urutan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I akan diuraikan penjelasan mengenai latar belakang penulisan secara
umum dan khusus sesuai dengan isu yang berkembang, rumusan permasalahan, tujuan dan
sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika penulisan, serta kerangka
pemikiran awal penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II akan diuraikan penjelasan secara menyeluruh dan umum mengenai
teori-teori terkait budaya dan kebudayaan, pembahasan cultural center (fungsi hingga standar
ruang), kebudayaan suku Dayak, pengertian ruang publik, studi kasus terkait tipologi
12
bangunan ini, dan preseden yang akan dijadikan sebagai acuan dalam mendesain bangunan
ini.
BAB III TINJAUAN LOKASI DAN ANALISIS TAPAK
Pada bab III akan dijelaskan mengenai data-data di lapangan terkait dengan lokasi,
tapak, serta pemilihan tapak yang sesuai serta analisis site dalam kaitan fungsi dan konteks
di lapangan
BAB IV KONSEP PENDEKATAN DAN PERANCANGAN
Pada bab IV akan memaparkan mengenai konsep-konsep pendekatan ruang
interaktif sebagai dialog re-interaksi manusia dengan budaya serta penerapannya dalam
desain secara arsitektur dan ide-ide desain berdasarkan rumusan permasalahan yang ada.
1.7 KEASLIAN KARYA
Dalam penulisan penyusunan Pra Tugas Akhir yang berjudul Dayak Borneo Cultural
Center Sebagai Ruang Publik Interaktif di Kota Samarinda, penulis menggunakan beberapa
referensi Pra Tugas Akhir terdahulu sebagai acuan dalam penulisan Pra Tugas Akhir ini.
Karya-karya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pra Tugas Akhir: Museum Kebudayaan Dayak di Kalimantan Barat oleh Manuel Nyangko
(08/273224/ET/06055) Tahun 2009.
2. Pra Tugas Akhir: Fasilitas Pertunjukan Seni Situasi dan Berbagi Budaya, Eksperimentasi Ruang
Menuju Revolusi Kultural di Balikpapan oleh Stephanus Theodorus Suhendra
(06/192998/TK/31379) Tahun 2011.
3. Pra Tugas Akhir: Jogjakarta Internasional Cultural Center dengan Pendekatan Konsep
Superimposisi oleh Siswanto (99/129931/TK/24449) Tahun 2004.
Dalam beberapa refernsi tersebut terdapat kata kunci Museum Kebudayaan Dayak
dan Jogjakarta International Cultural Center namun tidak ada yang membahas lebih rinci
kebudayaan Suku Dayak seluruh Pulau Borneo ke dalam tipologi fungsi berupa cultural
center.
1.8 KERANGKA BERPIKIR
13
Gambar 1.7 Kerangka pemikiran penulis
(Sumber: Analisis penulis, 2016)