BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu.
Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi
maupun spasial. Transformasi yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti jumlah penduduk, adanya infrastruktur, kemajuan teknologi, dan
lain-lain. Semakin maju suatu kota, maka semakin banyak penduduk yang ingin
tinggal di sana. Hal ini akan berdampak pada semakin terbatasnya ruang di kota
karena semakin banyaknya ruang yang digunakan untuk menampung penduduk
dan segala kegiatannya yang terus bertambah, terlebih apabila pembangunan kota
tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan.
Saat ini pembangunan berkelanjutan menjadi perhatian dan usaha yang
ingin dicapai banyak kota di dunia begitu juga kota-kota di Indonesia. Konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang
paling ideal bagi perencanaan kota dan wilayah saat ini. Pembangunan
berkelanjutan berprinsip pada pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini
tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang (WCED dalam Yunus,
2008). Salah satu bentuk pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan
penerapan strategi compact city .
Compact city merupakan strategi bagi perkembangan kota yang memiliki
prinsip menekankan pada kepadatan penduduk yang tinggi sesuai dengan ukuran
ideal sebuah kota, semua kegiatan yang terkonsentrasi, transportasi publik yang
terintensifikasi, perwujudan dari kesejahteraan sosial-ekonomi warga kota, yang
tujuan akhirnya adalah peningkatan taraf dan kualitas hidup kota (Jenks, dkk,
2000). Jenks, dkk (2000) juga menyatakan bahwa di kota-kota yang lebih
kompak, jarak perjalanan menjadi berkurang, sehingga emisi bahan bakar
berkurang, lahan pedesaan terhindar dari pembangunan, serta peningkatan fasilitas
lokal dan daerah setempat menjadi lebih otonom. Walaupun efek dari banyak
manfaat yang diklaim adalah bentuk dari compact city tertentu, akan tetapi untuk
2
saat ini, urban compaction adalah arah kebijakan yang sedang banyak diminati
(Jenks, dkk dalam Permatasari, dkk, 2013).
Compact city dinilai sebagai bentuk perkotaan yang paling berkelanjutan,
karena dapat mendorong mobilitas yang berkelanjutan dan paling sesuai dengan
prinsip anti-sprawl untuk menanggapi kecenderungan perkembangan kawasan
perkotaan yang saat ini mengarah pada ketidakberlanjutan (Permatasari, dkk,
2013). Perkembangan kota saat ini cenderung ekspansif dan menyebar keluar atau
ke arah peri urban. Menurut Giyarsih (2001), daerah pinggiran kota atau peri
urban adalah daerah pinggiran kota yang berada dalam proses transisi dari daerah
perdesaan menjadi perkotaan dan sebagai daerah transisi. Daerah ini berada dalam
tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat dan berdampak pada
perubahan fisikal. Tingginya pemanfaatan ruang kota akan mengakibatkan
pencampuran kegiatan dan interaksi yang semakin kuat antara perkotaan dan
pedesaan yang pada akhirnya mengkibatkan batas antara kota dan desa menjadi
tidak jelas (Kurniadi, 2007).
Transformasi spasial di wilayah peri urban secara morfologis akan
mengubah bentuk pemanfaatan lahan, karena transformasi secara spasial juga
memiliki pengertian berubahnya bentuk penggunaan lahan (Hardati, 2011). Pada
umumnya fungsi pertanian dan fungsi ekologi masih menjadi fungsi yang utama
di wilayah peri urban, dengan demikian keberadaan lahan pertanian produktif
maupun lahan yang mendukung fungsi ekologi tersebut akan terancam dengan
adanya penjalaran sifat fisik kekotaan. Di wilayah peri urban lah tempat terjadinya
konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk sektor kedesaan atau
melepaskan lahan pertanian untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sektor
kekotaan. Kedua hal tersebut adalah bentuk konflik pemanfaatan lahan yang
mencolok dan seolah-olah menjadi ajang pertempuran (battle front) antara sektor
kedesaan dan sektor kekotaan, dan pada kondisi empirisnya sektor kedesaan lah
yang banyak kalah dalam konflik pemanfaatan lahan ini (Yunus, 2008).
Dewasa ini banyak ditemukan kecenderungan kota-kota di Indonesia
berkembang ke arah luar karena struktur kota yang tidak kompak, hal itu pula
yang terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan kota yang memiliki
3
daya tarik yang cukup besar mengingat bahwa kota ini dikenal sebagai Kota
Pendidikan, Kota Budaya, Kota Wisata, dan lain-lain. Berkembangnya Kota
Yogyakarta membuat wilayah peri urbannya atau kecamatan-kecamatan di
sekitarnya ikut terpengaruh.
Fenomena transformasi spasial di wilayah peri urban ditunjukkan dengan
pertambahan luas permukiman yang dilakukan oleh pengembang dalam jumlah
banyak (real estate). Di Amerika, sebanyak 62,4% dari total 93 juta unit rumah
berada di daerah peri urban. Hal inipun terjadi di area perkotaan besar khususnya
di belahan Asia Timur, pembangunan perumahan skala besar juga mendominasi
wilayah peri urbannya. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, terutama di
kawasan metropolitan seperti Jabodetabek dan Bandung. Saat ini wilayah peri
urban Jabodetabek, khususnya di Kabupaten Tangerang menjadi tempat
berkembangnya perumahan skala besar dengan total ± 60 developer yang
memiliki aset pembangunan perumahan real estate. Di wilayah peri urban Kota
Bandung seperti Kecamatan Parongpong, Lembang, Cimenyan, Cilengkrang,
Cileunyi, Bojongsoang, Dayeuhkolot, Margahayu dan Margaasih juga menjadi
tempat berkembangnya perumahan skala besar. Terdapat 51 pembangunan
perumahan formal baru dengan 93 izin lokasi dan luas konversi sebesar 2.382,13
Ha (Septanaya, dkk, 2012).
Seiring berjalannya waktu, sektor kedesaan di Wilayah Peri Urban Kota
Yogyakarta juga mulai bergeser. Adanya peluberan perkembangan kota ke arah
luar tersebut memicu terjadinya transformasi spasial di Wilayah Peri Urban Kota
Yogyakarta karena sifat fisik kekotaan yang semakin menyebar kemudian
beraglomerasi, dan saat ini dikenal dengan Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
Berdasarkan Perda Provinsi DI Yogyakarta No. 2 Tahun 2010, wilayah Kawasan
Perkotaan Yogyakarta meliputi seluruh bagian Kota Yogyakarta dan sebagian
wilayah Kabupaten Bantul, yaitu Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan
serta sebagian wilayah Kabupaten Sleman, yaitu Kecamatan Depok, Ngemplak,
Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping. Adanya pusat-pusat kegiatan baru ini akan
menarik banyak orang untuk datang dan pada akhirnya semakin meningkatkan
kebutuhan akan ruang, dan untuk mencukupi kebutuhan ruang tersebut maka akan
4
semakin banyak pula lahan di wilayah peri urban yang harus dialihfungsikan
untuk mendukung sektor kekotaan.
Perkembangan kota yang menyebar dapat diantisipasi dengan optimalisasi
urban compactness. Dengan mengoptimalkan urban compactness, maka dapat
mencegah pembangunan di wilayah peri urban karena salah satu prinsip dari
compact city adalah dengan pembangunan pada ruang-ruang sisa di kota sehingga
pertumbuhan kota yang melebar dapat diminimalisir. Oleh karena itu, urban
compactness dapat diperhitungkan dan menjadi tolak ukur terhadap keseimbangan
kota dan wilayah peri urbannya.
Penelitian ini akan membahas bagaimana kecenderungan urban
compactness Kota Yogyakarta dan akan dilakukan pengamatan bagaimana
pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial yang terjadi
di wilayah peri urbannya yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta dengan
menggunakan data time series tahun 2003 dan tahun 2013. Penelitian ini
menggunakan data time series karena transformasi adalah suatu bentuk
perubahan, sehingga untuk mengamatinya perlu menggunakan data dalam jangka
waktu tertentu. Pada penelitian ini akan terlihat bagaimana pola kompaksi Kota
Yogyakarta dan kecenderungan transformasi spasial di wilayah peri urbannya.
Pada penelitian ini akan diamati apakah pada suatu kota yang compact,
maka transformasi spasial di wilayah peri urbannya cenderung lebih rendah
karena mendapatkan manfaat dari konsep compact city yang diantaranya
perlindungan terhadap wilayah peri urban dan strategi perkembangan anti-sprawl.
Sebaliknya, apakah pada kota yang kurang compact, transformasi spasial di
wilayah peri urbannya cenderung lebih tinggi dan acak karena penyebaran sifat
fisik ruang kekotaan menuju wilayah peri urban yang semakin tinggi pula.
Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh
urban compactness terhadap transformasi spasial di wilayah peri urban. Dengan
demikian konsep compact city dapat dijadikan sebagai alternatif strategi
perkembangan perkotaan yang berkelanjutan bagi kota-kota besar di Indonesia.
5
Gambar 1.1. Diagram Latar Belakang
Sumber: Penulis (2015)
1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Dengan menghitung urban compactness Kota Yogyakarta, maka dapat
diketahui seberapa tinggi tingkat kekompakan dari Kota Yogyakarta dan
bagaimana pengaruh urban compactness tersebut terhadap transformasi spasial
yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
muncullah pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana kecenderungan urban compactness Kota Yogyakarta?
2. Bagaimana kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di Wilayah
Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di
Perkembangan Kota Yogyakarta
Perkembangan Spasial Secara
Horizontal
Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta
Transformasi Spasial Wilayah
Peri Urban Kota Yogyakarta : 1. Pemanfaatan Lahan
2. Pertambahan luas lahan
terbangun
3. Pertambahan jaringan
jalan
4. Ketersediaan fasilitas
sosial ekonomi
Kurang Memperhatikan Aspek
Keberlanjutan
Salah Satu Bentuk
Pembangunan Berkelanjutan:
Compact city
Urban Compactness
mengarah ke
menyebabkan
mempengaruhi/ dapat menekan
Pertambahan Penduduk
Pertambahan Kebutuhan Ruang
karena
memicu
memicu
memicu
6
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan
Perkotaan Yogyakarta?
3. Bagaimana pengaruh urban compactness terhadap transformasi spasial di
Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengukur bagaimana kecenderungan urban compactness Kota
Yogyakarta pada tahun 2003 dan 2013 dilihat dari indikator compact city.
2. Menggambarkan kecenderungan transformasi spasial yang terjadi di
Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta khususnya kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan
Perkotaan Yogyakarta pada tahun 2003 - 2013.
3. Membuktikan adanya pengaruh urban compactness terhadap transformasi
spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu Perencanaan
Wilayah dan Kota sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dan tinjauan
pustaka bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian mengenai urban
compactness khususnya pengaruh urban compactness terhadap
transformasi spasial di wilayah peri urban.
2. Manfaat Praksis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyusun kebijakan
terkait perencanaan pengembangan Perkotaan Yogyakarta dengan
menggunakan pendekatan dan konsep compact city, sehingga nantinya
dapat terwujud Perkotaan Yogyakarta yang berkelanjutan melihat
keberhasilan dari kota-kota di negara-negara maju yang telah sukses
menerapkam konsep compact city ini.
7
1.5 Batasan Penelitian
Batasan penelitian dibutuhkan agar penelitian lebih fokus dan tidak
meluas. Adapun lokasi dan fokus pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kota Yogyakarta dan Wilayah Peri Urban
Kota Yogyakarta yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul yang termasuk dalam bagian Kawasan Perkotaan
Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, yang
meliputi kecamatan: Kasihan, Sewon, Banguntapan, Depok, Ngemplak,
Ngaglik, Mlati, Godean dan Gamping.
Gambar 1.2. Peta Wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Sumber: Penulis, 2015
2. Waktu Penelitian
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada tahun
2003 - 2013.
8
3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah membuktikan adanya pengaruh urban
compactness Kota Yogyakarta terhadap transformasi spasial yang terjadi
di wilayah peri urbannya.
1.6 Keaslian Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan berjudul “Pengaruh Urban Compactness
Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah Peri Urban Kota Yogyakarta”.
Penelitian ini berfokus pada membuktikan adanya pengaruh urban compactness
terhadap transformasi spasial yang terjadi di wilayah peri urbannya. Berdasarkan
studi literatur penulis, penelitian-penelitian lain yang membahas kekompakan kota
juga pernah dilakukan di Kota Yogyakarta (dengan fokus yang berbeda),
Surabaya, Semarang, dan Bandung. Adapun penjelasan dari penelitian-penelitian
terkait yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh Urban compactness Terhadap Pola Pergerakan Penduduk Kota
Yogyakarta (Lanthika Atianta – Skripsi Universitas Gadjah Mada 2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Atianta (2014) memiliki fokus untuk
mengetahui pengaruh urban compactness terhadap pola pergerakan (jarak
tempuh pergerakan keluar kecamatan, dan penggunaan moda transportasi)
penduduk Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus dari penelitian ini berada di
Kecamatan Danurejan dan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif.
2. Pengaruh Urban Compaction Terhadap Pola Pergerakan Berkelanjutan di
Kota Surabaya (Dhea Permatasari, Agus Dwi Wicaksono, Fauzul Rizal
Sutikno – Jurnal Universitas Brawijaya 2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk (2013) memiliki
fokus untuk mengetahui tingkat keberlanjutan struktur ruang kota
berdasarkan konsep compact city serta pengaruhnya terhadap pola
pergerakan berkelanjutan di Kota Surabaya. Sedangkan lokus dari
penelitian ini adalah Kota Surabaya itu sendiri. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif.
9
3. Identifikasi Urban Compactness di Wilayah Metropolitan Semarang
(Aristiyono Devri Nuryanto – Skripsi ITB Tahun 2008)
Penelitian yang dilakukan Nuryanto (2008) memiliki fokus untuk
mengidentifikasi pola spasial urban compactness di Wilayah Metropolitan
Semarang berdasarkan indikator compact city dan melakukan analisis
keterkaitan urban compactness dengan transportasi di Wilayah
Metropolitan Semarang. Sedangkan lokus dari penilitian ini adalah
Wilayah Metropolitan Semarang. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deduktif – kuantitatif.
4. Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung (Ivan
Kurniadi – Skripsi Institut Teknologi Bandung 2007)
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi (2007) memiliki fokus
untuk mengidentifikasi pola spasial urban compaction di Wilayah
Metropolitan Bandung dan menganalisis struktur dan pola ruang Wilayah
Metropolitan Bandung dengan menggunakan indikator compact city.
Sedangkan lokus dari penelitian ini adalah Wilayah Metropolitan
Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deduktif – kuantitatif.
5. Bentuk dan Pengembangan Kawasan Perkotaan Berkelanjutan: Kajian
Potensi Kompaksi di Kawasan Perkotaan Bandung (Iwan Kustiwan –
Disertasi Universitas Indonesia 2006)
Penelitian yang dilakukan oleh Kustiwan (2006) memiliki fokus
untuk mengidentifikasi keterkaitan antara bentuk perkotaan dan
keberlanjutan perkotaan sebagai dasar dalam menentukan arahan struktur
dan pola ruang di Kawasan Perkotaan Bandung agar terwujud struktur dan
pola ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan. Sedangkan lokus dari
penelitian ini adalah Kawasan Perkotaan Bandung. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deduktif - kuantitatif.
6. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Densifikasi Permukiman di Daerah
Pinggir Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta (Sri
Rum Giyarsih – Jurnal Universitas Gadjah Mada 2001)
10
Penelitian yang dilakukan oleh Giyarsih (2001) memiliki fokus
untuk membuktikan bahwa gejala urban sprawl memicu terjadinya
densifikasi permukiman di Pinggiran Kota Yogyakarta. Sedangkan lokus
dari penelitian ini adalah Kota Yogyakarta dan Daerah Pinggirannya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
deduktif – kuantitatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah
dilakukan dan memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya baik dalam segi lokus maupun fokus. Dengan melihat
adanya perbedaan tersebut, maka penelitian ini relevan untuk dilakukan.
11
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Terkait
No Nama (Tahun) Jenis Penelitian Judul Fokus Lokus Metode
Penelitian
1. Lanthika Atianta
(2014)
Skripsi UGM
Pengaruh Urban
Compactness Terhadap Pola
Pergerakan Penduduk Kota
Yogyakarta
Mengetahui pengaruh urban
compactness terhadap pola
pergerakan (jarak tempuh
pergerakan keluar kecamatan, dan
penggunaan moda transportasi)
penduduk Kota Yogyakarta
Kecamatan
Danurejan dan
Umbulharjo,
Kota
Yogyakarta
Deduktif -
Kuantitatif
2. Dhea Permatasari,
Agus Dwi
Wicaksono, Fauzul
Rizal Sutikno
(2013)
Jurnal
Universitas
Brawijaya
Pengaruh Urban Compaction
Terhadap Pola Pergerakan
Berkelanjutan di Kota
Surabaya
Mengetahui tingkat keberlanjutan
struktur ruang kota berdasarkan
konsep compact city serta
pengaruhnya terhadap pola
pergerakan berkelanjutan di Kota
Surabaya
Kota Surabaya Deduktif –
Kuantitatif –
2. Aristiyono Devri
Nuryanto (2008)
Skripsi ITB
Identifikasi Urban
Compactness di Wilayah
Metropolitan Semarang
Mengidentifikasi pola spasial
Urban Compactness di Wilayah
Metropolitan Semarang
Wilayah
Metropolitan
Semarang
Deduktif -
Kuantitatif
4. Ivan Kurniadi
(2007)
Skripsi ITB Pola Spasial Urban
Compaction di Wilayah
Metropolitan Bandung
Mengidentifikasi pola
spasial urban compaction di
Wilayah Metropolitan Bandung
Wilayah
Metropolitan
Bandung
Deduktif –
Kuantitatif
5. Iwan Kustiwan
(2006)
Disertasi
Universitas
Indonesia
Bentuk dan Pengembangan
Kawasan Perkotaan
Berkelanjutan – Kajian
Potensi Kompaksi di
Kawasan Perkotaan Bandung
Mengidentikasi keterkaitan antara
bentuk perkotaan dan keberlanjutan
perkotaan sebagai dasar dalam
menentukan arahan struktur dan
pola ruang di Kawasan Perkotaan
Kawasan
Perkotaan
Bandung
Deduktif -
Kuantitatif
bersambung..
. bersambung...
g...
12
...lanjutan
Bandung
6. Sri Rum Giyarsih
(2001)
Jurnal UGM Gejala Urban Sprawl
Sebagai Pemicu Densifikasi
Permukiman di Daerah
Pinggir Kota (Urban Fringe
Area) Kasus Pinggiran Kota
Yogyakarta
Membuktikan bahwa gejala urban
sprawl memicu terjadinya
densifikasi permukiman di
Pinggiran Kota Yogyakarta
Kota
Yogyakarta dan
daerah pinggiran
kota
Deduktif –
Kuantitatif
Sumber: Penulis (2015)
13
1.7 Sistematika Penulisan
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menyampaikan latar belakang dari penelitian
“Pengaruh Urban Compactness Terhadap Transformasi Spasial di Wilayah
Peri Urban Kota Yogyakarta”, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
batasan penelitian (fokus, lokus, dan waktu), manfaat penelitian (teoritik
dan praksis), dan penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan
sebelumnya.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menyampaikan teori-teori yang digunakan
sebagai landasan dalam penelitian ini beserta kerangka teorinya. Tinjauan
pustaka yang dibahas meliputi teori mengenai: kota, compact city, urban
compactness, transformasi spasial, wilayah peri urban, serta interaksi kota
dan wilayah peri urban.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menyampaikan metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode deduktif – kuantitatif, variabel penelitian yang
akan digunakan untuk analisis, desain penelitian untuk menjawab
pertanyaan penelitian, dan tahapan-tahapan pelaksanaan pada penelitian
ini.
4. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
Pada bab ini penulis menyampaikan deskripsi wilayah penelitian
yaitu meliputi Kota Yogyakarta dan Kawasan Perkotaan Yogyakarta untuk
menggambarkan wilayah penelitian baik secara administrasi, fisik,
kependudukan, ekonomi, maupun sosial-budaya.
5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menyampaikan hasil dari penelitian dan
melakukan pembahasan hasil penelitian tersebut sebagai jawaban dari
setiap pertanyaan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
14
6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dari hasil dan
pembahasan penelitian serta saran bagi pemerintah maupun bagi akademik
terkait hasil dari penelitian ini.