BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Putusan hakim adalah produk utama pengadilan. Putusan hakim di
setiap tingkat pengadilan dapat mencerminkan kualitas, integritas,
kecepatan, aksesibilitas, dan konsistensi penalaran hakim. 1
Suatu hal yang sudah menjadi salah satu doktrin yang berlaku di
dunia peradilan adalah bahwa putusan hakim dianggap tidak berbeda
dengan putusan Tuhan (Judicium dei).2 Hal ini disebabkan oleh realita,
bahwa putusan hakim pada skala tertentu, juga mengandung penyiksaan,
merampas kebebasan seseorang, dan bahkan merampas jiwa. Padahal,
hakikatnya tindakan tersebut adalah wilayah kompetensi Tuhan. Doktrin ini
telah diakomodasi dalam tradisi dunia peradilan kita, yaitu dengan adanya
kalimat: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang
dicantumkan pada setiap kepala putusan hakim. Mengingat kedudukan
hakim yang mulia itulah mengapa tidak ada aturan baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang memberikan peluang untuk mengadili hakim ketika
menjalankan fungsi peradilan. Oleh karena itu hendaknya putusan yang
dikeluarkan oleh seorang hakim haruslah benar-benar berkualitas, dengan
dasar pertimbangan hukum yang jelas dan tepat serta sesuai dengan fakta.
1 Cekli Setya Pratiwi. 2013. Kegagalan Mewujudkan Keadilan Prosedural dan Substansial
Dalam Putusan Hakim Tinggi Perkara Tindak Pidana Psikotropika Nomor: 25/PID/B/2010/PT
Sby. Malang. Jurnal Humanity. Vol. 9 No. 1. Dalam ejournal.umm.ac.id. Hlm. 1672
Ahmad Z. Anam, Hakim [Masih] Wakil Tuhan, www.badilag.net, diakses tanggal 02
Oktober 2016.
2
Namun demikian, peradilan di Indonesia masih jauh dari predikat
baik. Peradilan di Indonesia saat ini dapat dinilai belum mampu untuk
menjalankan fungsinya secara maksimal terutama dalam hal penegakan
hukum. Dimana penegakan hukum dan keadilan bisa didapatkan dengan
putusan seorang hakim yang berkualitas. Hal ini pun berdampak pada
semakin hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum itu
sendiri.
Seorang hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya saat ini tidak
bertanggung jawab terhadap siapapun, hanya kepada Tuhan. Ketua
Pengadilan atau pengadilan diatasnya pun tidak diperkenankan
mempengaruhi hakim dalam mengambil putusan. Merupakan sebuah
kebiasaan, sikap saling menerima jelek atau bagusnya kualitas sebuah
putusan yang dijatuhkan. Apabila tidak menerima atau merasa putusan
tersebut tidak adil, maka dapat menggunakan upaya hukum yang tersedia.
Hakim yang terbukti menerima suap, korupsi dan penyalahgunaan lain
menjadi persoalan tersendiri, bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab
secara pribadi atas perbuatannya.
Suatu kasus yang mencerminkan hal tersebut di Indonesia, antara
lain kasus Sengkon (bin Yakin) dan Karta (bin Salam). Di dunia hukum
kasus ini dianggap sebuah kesesatan peradilan. Mereka diputus bersalah
melakukan pembunuhan yang kemudian dihukum masing-masing 12 dan 7
tahun penjara. Namun, ternyata kemudian terbukti Gunel dkk dan Elly dkk
yang telah melakukan pembunuhan atas Suleiman dan istri seperti yang
3
dituduhkan atas Sengkon-Karta. Akhirnya melalui PK (herziening),
Sengkon dan Karta diputus tidak terbukti bersalah. Putusan Pengadilan
Tinggi dibatalkan MA pada 31 Januari 1981.3
Namun, Sengkon-Karta sempat meringkuk 6 tahun dalam tahanan
dan penjara, padahal mereka tidak bersalah. Mereka mengajukan gugatan
ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
penguasa yang dikenal dengan onrechtmatige overheidsdaad. Akhirnya, PN
Jakarta Pusat pada 14 Juli 1982 menolak gugatan Sengkon-Karta.
Alasannya antara lain, ”Menimbang bahwa para penggugat tidak berhasil
membuktikan dalil gugatannya yang pokok, demikian karena berdasarkan
pertimbangan diatas ternyata pasal 1365 KUH-Perdata tidak dapat
diterapkan terhadap kesalahan hakim dalam menjalankan tugas
peradilannya. Maka gugatan para penggugat haruslah ditolak, sedangkan
tinjauan terhadap dalil para penggugat dan dalil sangkalan para tergugat
tidak diperlukan lagi.”4 Putusan Sengkon-Karta tersebut menunjukkan
secara jelas bahwa sebuah putusan oleh hakim yang salah dan kurang hati-
hati dapat membawa kerugian yang nyata.
Pada perkara lain, tahun 2014 Mahkamah Agung (MA)
menjatuhkan pidana penjara kepada dr.Bambang Suprapto, SpB.M.Surg
dengan pasal 76 dan pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran. Dengan
tuduhan tidak memiliki izin praktik di RS DKT Madiun dan melakukan
operasi kepada pasien bernama Johanes pada 25 Oktober 2007, dr.Bambang
3 Miftakhul Huda, Judicial Liability, www.miftakhulhuda.com, diakses tanggal 02 Oktober
2016. 4 Ibid.
4
dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Dimana pasal
yang digunakan tersebut ancaman pidananya telah dihapus oleh Mahkamah
Konstitusi.5
Dari dua contoh perkara diatas, dapat mencerminkan bahwa
kualitas putusan hakim saat ini kurang tepat apabila dikatakan sebagai
putusan yang selalu benar bahkan menyebabkan kerugian pada pihak lain.
Menilik Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugan tersebut.” Maka hendaknya
hakim dapat dimintai pertanggungjawaban atas sebuah putusan yang
dikeluarkannya karena pasal tersebut tidak memberi pengecualian pada
pihak tertentu. Namun, dengan adanya SEMA Nomor 09 Tahun 1976
Tentang Gugatan Terhadap Pengadilan Dan Hakim, ada kesan hak imunitas
bagi para hakim terhadap putusan yang dibuatnya, upaya untuk menjerat
hakim yang “bermain-main” dengan putusannya pun menjadi sulit. Kondisi
senyatanya, saat ini hakim-hakim nakal yang melakukan abuse of power6
menjadi tak bisa dipidana maupun dituntut secara perdata karena adanya
SEMA tersebut.
Di beberapa negara untuk menanggulangi perilaku hakim seperti
diatas dan juga sebagai bentuk pencegahan, diterapkan sebuah konsep
5detikNews, Penjarakan Dokter dengan Pasal yang Dihapus MK, MA Langgar HAM,
www.Analisadaily.com, diakses tanggal 02 Oktober 2016. 6Abuse Of Power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang
pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri ataupun untuk orang lain.
5
pertanggungjawaban hakim atau yang lebih dikenal dengan judicial liability.
Konsep judicial liability sendiri merupakan konsep yang memungkinkan
penuntutan terhadap hakim yang melakukan kesalahan dalam putusannya.
Beberapa negara yang menerapkan konsep tersebut antara lain Jerman,
Slovakia Belgia dan Italia. Terdapat sebuah pandangan yang berkembang
oleh Mahkamah Agung (MA) Belgia yang menyatakan menyatakan negara
bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang ditimbulkan
oleh kekeliruan peradilan dalam perkara perdata, ketika hakim bertindak,
atau dapat secara meyakinkan diasumsikan untuk bertindak, di dalam batas-
batas kewenangannya. Dari pertimbangan MA Belgia bahwa negara
merupakan subyek hukum seperti halnya pihak swasta. Tidak satu pun
hukum di negara tersebut mengecualikan pengadilan dari kewajiban untuk
bertindak secara hati-hati, atau dari kewajiban membayar ganti rugi jika
kehati-hatian tersebut dilanggar. Hal tersebut sama halnya dengan kondisi di
Indonesia. Mengenai anggapan pelanggaran independensi pengadilan, MA
Belgia berpendapat hal tersebut terlalu berlebihan. Sedangkan anggapan
pelanggaran atas pemisahan kekuasaan, menurut MA Belgia, lembaga
peradilan sendirilah yang menentukan ada tidaknya tanggungjawab hukum
dalam kasus ini (dan bukan kekuasaan negara yang lain), juga bahwa disini
tanggungjawab hukum tidak dilekatkan pada kekuasaan negara tertentu,
melainkan pada negara sebagai kesatuan entitas hukum.7
7 Miftakhul Huda, Op.Cit.
6
Selanjutnya menurut hemat penulis tanggung jawab hukum atas
tindakan yudisial tersebut sangat relevan di Indonesia karena selain
meningkatkan manfaat untuk memperkuat akuntabilitas peradilan, juga
pihak yang dirugikan patut bila menghendaki hakim yang berperilaku buruk
perlu diberikan sanksi sebagaimana sesuai alasan lahirnya Komisi Yudisial.
Sehingga pengawasan terhadap hakim dapat dilakukan dari segi perilaku
oleh Komisi Yudisial dan dari segi ilmu pengetahuan oleh masyarakat.
Selain itu, ketika konsep Judicial Liability diterapkan dalam pelaksanaan
penegakan hukum di Indonesia, maka dalam mencapai tujuan hukum yaitu
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dapat terwujud sehingga turut
membentuk proses peradilan di Indonesia yang lebih baik. Keberhasilan
penerapan judicial liability ini salah satunya terdapat di negara Italia,
dimana negara tersebut tengah mampu mengefektifkan judicial liability
dalam peradilannya. Italia juga memiliki sitem hukum yang sama dengan
Indonesia yakni Eropa kontinental. Sehingga penulis merasa judicial
liability yang telah diterapkan di Italia tepat untuk diadopsi konsepnya di
Indonesia.
Dari isu serta polemik yang mengiringi konsep Judicial Liability
sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum seorang hakim atas putusan
yang dikeluarkannya, penulis tertarik dan memilih penelitian hukum yang
penulis beri judul : URGENSI KONSEP JUDICIAL LIABILITY
DALAM PERADILAN DI INDONESIA (Studi Penerapan Judicial
Liability di Italia).
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian dari latar belakang di atas, ada beberapa
permasalahan yang hendak dikaji dalam penulisan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep judicial liability dalam sistem peradilan di Italia?
2. Apakah konsep judicial liability di Italia sesuai dan urgent untuk
diterapkan dalam peradilan di Indonesia?
3. Bagaimana strategi yang tepat supaya konsep judicial liability dapat
diadopsi dalam sistem peradilan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggali lagi mengenai pemahaman dan
urgensi konsep Judicial Liability apabila diterapkan secara tegas di
Indonesia, maka penelitian ini ditujukan :
a. Untuk memahami penerapan judicial liability dalam peradilan di
Italia.
b. Untuk melakukan analisa terhadap kesesuaian dan urgensi judicial
liability di Italia untuk diterapkan dalam peradilan di Indonesia.
c. Untuk menemukan strategi tertentu supaya judicial liability dapat
diterapkan di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggali lagi mengenai pemahaman dan
urgensi konsep Judicial Liability apabila diterapkan secara tegas di
8
Indonesia, maka manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Bagi mahasiswa memberikan tambahan pengetahuan tentang konsep
Judicial Liability dapat menghasilkan putusan hakim yang berkualitas
serta urgensi dan kesesuaian konsep tersebut yang diadopsi dari Italia
untuk diterapkan dalam peradilan di Indonesia.
b. Bagi penegak hukum, hasil penelitian ini diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan memberikan wacana baru terkait konsep
Judicial Liability dapat menghasilkan putusan hakim yang berkualitas
serta dapat menggugah kesadaran penegak hukum khususnya hakim
untuk meningkatkan integritasnya dalam menangani suatu perkara.
c. Bagi penulis, penelitian ini selain dapat memberikan wawasan penulis
terkait Judicial Liability dapat menghasilkan putusan hakim yang
berkualitas serta urgensi konsep tersebut untuk diterapkan dalam
peradilan di Indonesia, ini juga sebagai syarat bagi penulis untuk
memperolah gelar sarjana hukum di Fakultas hukum Universitas
Muhammadiyah Malang.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan
mengenai konsep Judicial Liability dapat menghasilkan putusan hakim yang
berkualitas serta urgensi dan kesesuaian konsep tersebut yang diadopsi dari
Italia untuk diterapkan dalam peradilan di Indonesia, sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Serta
9
menjadi sumbangsih pemikiran bagi kalangan praktisi maupun pelaku
kekuasaan dalam menjalankan peradilan di Indonesia. Khususnya hakim
yang menjadi fokus dalam tulisan ini, supaya menjadi pertimbangan
obyektif dan wacana perbaikan kualitas putusan hakim.
F. Metode Penulisan
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan konseptual
(Conceptual Approach) dan pendekatan perbandingan (Comparative
Approach).
a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan ini beranjak dari pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari
hal-hal tersebut peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum
relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi
peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi.8
b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Alasan dipergunakannya pendekatan perbandingan dalam
penulisan hukum ini ialah untuk memahami penerapan
pertanggungjawaban hakim (judicial liability) dalam sistem hukum
8 Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta. Penerbit Kencana.. Hlm. 132
10
Eropa kontinental yang dikenal di Italia. Demikian pula terkait
dengan kemungkinan penerapan pertanggungjawaban hakim
(judicial liability) dalam sistem hukum Indonesia yang polanya
mengarah ke Eropa kontinental dengan sistem civil law yang mirip
dengan sistem hukum di Italia. Pada intinya penggunaan
pendekatan perbandingan dalam penelitian ini untuk
membandingkan tradisi sistem hukum di Italia yang telah mengenal
konsep pertanggungjawaban hakim (judicial liability) yang
nantinya dapat digunakan sebagai sumber dalam penelitian konsep
pertanggungjawaban hakim (judicial liability) dalam sistem Hukum
Indonesia.
Menurut Johnny Ibrahim, pendekatan perbandingan
merupakan suatu cara dalam penelitian hukum normatif untuk
membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institution) dari
sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang
lebih sama dari sistem hukum) yang lain.9 Perbandingan tersebut
dapat diketemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua
sistem hukum itu. Persamaan menunjukkan inti lembaga hukum
yang diselidiki, perbedaan disebabkan adanya perbedaan iklim,
suasana dan sejarah masing-masing bangsa yang bersangkutan
dengan sistem hukum yang berbeda.10
9 Johny Ibrahim, Op.Cit. Hlm. 313.
10 Johny Ibrahim, Loc.Cit.
11
Pendekatan perbandingan menggunakan komparasi mikro
dengan membandingkan isi aturan hukum negara lain yang spesifik
dengan aturan hukum yang diteliti dapat juga diterapkan dalam
rangka mengisi kekosongan dalam hukum positip. Penelitian itu
hanya dilakukan terhadap unsur-unsur yang dapat dibandingkan
(tertium comparationis) dengan bahan hukum yang menjadi fokus
penelitian.11
Perbandingan makro merujuk pada studi mengenai dua
atau lebih sistem hukum secara keseluruhan. Perbandingan mikro
biasanya merujuk pada studi mengenai topik-topik atau aspek-
aspek dari dua atau lebih dari sistem hukum.12
Dengan demikian,
penelitian ini akan melakukan perbandingan hukum dengan
kesesuaian penerapan judicial liability dalam sistem hukum Italia
yang sama dengan Indonesia yakni Eropa kontinental.
2. Jenis Bahan Hukum
Dalam proses penyunan penelitian ini penulis menggunakan 3
(tiga) jenis bahan hukum yaitu :
a. Bahan Hukum Primer, menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad
adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu.13
Bahan-bahan
11
Johny Ibrahim, Op.Cit. Hlm. 315 12
Peter de Cruz. 2010. Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist
Law, Cet. I. Penerbit Nusa Media. Bandung. Hlm. 325. 13
Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar. Hlm 157
12
hukum primer ini terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-
pustusan hakim. Bahan hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen, Konstitusi
Italia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman dan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 09 Tahun 1976 Tentang
Gugatan Terhadap Pengadilan Dan Hakim.
b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh
dari buku/tekstual, artikel ilmiah internet, jurnal-jurnal, pendapat para
sarjana, kasus-kasus hukum, serta Simposium yang dilakukan pakar
terkait dengan pembahasan14
yakni tentang asas ius curia novit,
independensi hakim, judicial liability, teori pertanggungjawaban dan
hak warga negara.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedia
hukum dan lain-lain.
G. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah studi
dokumen, studi kepustakaan (library research) dan studi internet, yang
dimaksud adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang
14
Johny Ibrahim. 2012. Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet. Keenam. Penerbit Bayu
Media Publishing. Malang. Hal.392
13
berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta
dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif.15
Penulisannya sendiri akan
didasarkan pada data-data yang dijadikan obyek penelitian, seperti buku-
buku pustaka, artikel ilmiah internet, majalah, surat kabar dan buletin
tentang segala permasalahan yang relevan dengan penelitian hukum ini.
H. Analisa Bahan Hukum
Tahap analisa bahan hukum yaitu menguraikan bahan hukum
dalam bentuk kalimat yang baik dan benar, sedangkan analisa yang
digunakan dalam penelitian ini dengan cara menganalisa permasalahan
dengan konsep dan bahan hukum terkait. Sehingga akan muncul solusi dari
permasalahan hukum yang ada.
I. Rencana Sistematika Penulisan
Penyusunan penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang
tersusun secara sistematis. Dimulai dari Bab I sampai dengan Bab IV yang
diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan latar belakang, yakni memuat landasan
yang melatar belakangi suatu masalah yang hendak dikaji lebih mendalam.
Rumusan masalah yang diturunkan dari latar belakang memuat suatu
masalah yang akan diangkat dan dibahas. Adapun selanjutnya tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kegunaan, metode dan sistematika penelitian
untuk mempermudah penyusunan penulisan hukum ini.
15
Ibid. Hlm. 392
14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang pemaparan kajian-kajian teoritik yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis. Dimana teori-teori
tersebut akan dijadikan landasan analisis hukum penulisan di bab
selanjutnya yakni Bab III pembahasan, dalam hal ini penulis memilih
kerangka teori mengenai: (1) Tinjauan Umum tentang Judicial Liability; (2)
Tinjauan Umum tentang Peradilan di Indonesia; (3) Tinjauan Umum tentang
Sistem Hukum di Italia; (4) Asas Ius Curia Novit; (5) Teori
Pertanggungjawaban; (6) Tinjauan tentang Sistem Pengawasan Hakim di
Indonesia; (7) Tinjauan tentang Kelemahan Pertanggungjawaban Hakim di
Indonesia;
BAB III : PEMBAHASAN
Bab III ini akan memaparkan apa yang menjadi pokok bahasan
sebagai obyek kajian dalan penulisan, fokus permasalahan yang dikaji
dalam bab ini mengenai urgensi konsep Judicial Liability dalam peradilan di
Indonesia. Problematika tersebut akan diuraikan dengan sistematika
penulisan serta penggunaan bahan hukum yang telah disebutkan diatas,
sehingga dapat ditemukan jawaban dari permasalahan tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab IV merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini. Bab
ini berisikan kesimpulan dari pembahasan Bab III, dan saran atau
rekomendasi penulis terhadap permasalahan yang diteliti.