pergaulan sehat di masa remaja, masa pubertas dan masa transisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.poltekkesjogja.ac.id/4026/3/3. Chapter 1.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.poltekkesjogja.ac.id/4026/3/3. Chapter 1.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju
masa dewasa yang memiliki tugas perkembangan terkait dengan hubungan yang
matang dengan teman sebaya, pencapaian aspirasi karir, keterlibatan dalam
kehidupan masyarakat, serta persiapan untuk membangun sebuah pernikahan
dan keluarga. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10
hingga 19 tahun dan belum menikah. Remaja merupakan salah satu sasaran
program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
mengingat jumlah penduduk usia remaja di Indonesia sekitar 27,6%, yang
berarti setiap empat orang terdapat satu remaja.1
Periode remaja merupakan periode penting di dalam pertumbuhan
manusia mengingat banyaknya proses, baik fisik maupun psikis. Proses
pertumbuhan ini dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya yakni
pernikahan dini (early marriage). Pernikahan dini mengacu kepada sebuah
pernikahan yang berada di bawah batas usia dewasa atau pernikahan yang
melibatkan satu atau dua pihak yang masih anak-anak.2 Ditinjau dari segi
kesehatan, pernikahan dini dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatomi sel-sel serviks
belum matur, meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, risiko komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas.3,4
Berdasarkan data United Nations Fund for Population Activities
(UNFPA) tahun 2012, sebanyak satu dari tiga anak perempuan di negara
2
berkembang menikah sebelum usia 18 tahun dan satu dari sembilan anak
perempuan menikah sebelum usia 15 tahun. Sebagian besar menikah karena
kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan tinggal di pedesaan. Pada tahun 2011
hingga tahun 2020 diperkirakan sebanyak 14,2 juta anak perempuan di bawah
usia 18 tahun menikah setiap tahun atau sekitar 39.000 anak perempuan
menikah setiap hari. Pada tahun 2021 hingga tahun 2030, jika kecenderungan
ini terus berlanjut maka akan meningkat menjadi 15,1 juta setiap tahun.
Pernikahan anak perempuan di bawah usia 15 tahun telah mengalami
penurunan, tetapi terdapat 50 juta anak perempuan yang masih berisiko
menikah sebelum usia 15 tahun dalam satu dekade ini.. Berdasarkan data United
Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA) tahun 2010,
persentase pernikahan dini di Indonesia masuk peringkat ke-37 dan merupakan
tertinggi ke-2 di ASEAN setelah Kamboja.5,6
Masalah perkawinan anak juga mendapat perhatian khusus dalam target
kelima SDGs (Sustainable Development Goals) ke-5 yang bertujuan “mencapai
kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak
perempuan” dengan salah satu targetnya adalah menghapus segala bentuk
praktik yang berbahaya seperti perkawinan anak dan perkawinan paksa serta
sunat perempuan”. Fenomena peningkatan perkawinan anak dalam angka yang
disajikan BPS tahun 2017, justru menunjukan bukti nyata bahwa Pemerintah
Indonesia berpotensi gagal mencapai tujuan SDGs target kelima. 7,8
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
3
Perkawinan Pasal 1 yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria
dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Dalam hal ini
batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas
minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas.
Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas)
tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih
rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat
terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak
termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap
pendidikan setinggi mungkin.9
Gambar 1 Presentase Perempuan Pernah Kawin Usia 20-24 Tahun yang menikah
sebelum usia 18 tahun di Indonesia, 2008-2017 (BPS, 2017)
Tahun 2008, persentase perempuan yang pernah kawin usia 20 – 24 tahun
yang menikah sebelum usia 18 tahun di Indonesia menempati angka 27,4%.
Angka ini terus menurun hingga tahun 2010 hingga sempat berjumlah 24,5 %.
Namun setelah tahun 2010 hingga 2012, angka perkawinan anak perlahan
4
kembali naik 0,5 % di tahun 2012 menjadi 25%. Namun pasca tahun 2012
hingga 2015 terjadi penurunan persentase sejumlah 2,2% pada 2015 hingga
angka persentase tersebut mencapai titik terendah selama kurun waktu 7 tahun
terakhir, yakni 22,8 %. Selang 2 tahun kemudian, angka perempuan yang
menikah sebelum usia 18 tahun ini melonjak tajam hingga peningkatan
persentase sebanyak 2,9% di dua tahun terakhir.8
Data-data ini memperlihatkan betapa seriusnya masalah perkawinan
anak karena praktik perkawinan anak di usia yang masih sangat muda (10 – 15
tahun) bahkan melebihi angka 10 persen, yang berarti anak perempuan usia
sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama sudah dikawinkan. Angka
perkawinan di usia 16 – 18 tahun lebih mengkhawatirkan lagi karena meskipun
usia 16 – 18 tahun tergolong usia yang sudah lebih besar dari angka 10 – 15
tahun, usia tersebut masih tergolong usia anak. Ada implikasi yang sangat serius
dari terlaksananya pernikahan sebelum usia 18 tahun. Berdasarkan data
tersebut, terungkap bahwa anak perempuan Indonesia 7,5 kali lebih rentan
untuk menjadi korban perkawinan anak dibandingkan anak laki-laki. 7
Penelitian yang dilakukan oleh Muazzam Nasrullah dan tim untuk BMC
Public Health pada tahun 2014 yang berjudul “Knowledge and Attitude towards
Child Marriage Practive among Women Married as Children – a Qualitative
Study in Urban Slums of Lahore, Pakistan”. Nasrullah memfokuskan
penelitiannya pada pengetahuan dan sikap perempuan yang telah menikah
terhadap kehidupan perkawinan yang telah mereka jalankan sekurang-
kurangnya lima tahun dan telah memiliki sedikitnya satu orang anak. Hasil
5
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian tidak
menyadari dampak langsung perkawinan anak terhadap kesehatan walaupun
mereka mengakui bahwa mereka mengalami masalah-masalah kesehatan lebih
banyak daripada perempuan yang menikah di luar usia anak.10
Rendahnya lama bersekolah sangat erat kaitannya dengan masalah
perkawinan anak, karena kebanyakan perempuan yang kawin di usia sangat
muda dan memiliki anak tidak akan melanjutkan ke sekolah, artinya akses
pendidikanya terputus. Partisipasi perempuan bersekolah di tingkat SD
cenderung lebih tinggi dari laki-laki, namun pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi (tingkat SLTP, SLTA dan perguruan tinggi), tingkat partisipasi
perempuan merosot dan lebih rendah dari laki-laki. Ini mengindikasikan bahwa
banyak perempuan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi dari
tingkat SD, dan kemungkinan besar dipengaruhi oleh kondisi perkawinan di
usia muda yang dihadapinya.8
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti tahun 2017 tentang hubungan
status ekonomi, pengetahuan, dan perilaku seksual pra nikah dengan pernikahan
dini di Kecamatan Selo Boyolali menyebutkan bahwa, ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan pernikahan dini Responden yang
menikah dini lebih banyak yang memiliki pengetahuan rendah dibandingkan
dengan responden yang tidak menikah dini. Terdapat 44 orang (57,9%) dengan
pengetahuan rendah yang menikah dini, dan 32 orang (42,1%) yang memiliki
pengetahuan tinggi yang menikah dini. Sedangkan responden yang tidak
6
menikah dini sebanyak 54 orang (71,1%) yang memiliki pengetahuan tinggi dan
22 orang (28,9%) yang memiliki pengetahuan rendah.11
Pengetahuan merupakan salah satu faktor intern dan faktor domain
perilaku yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia dan dapat
diterima dengan mudah melalui indera. Menurut para sosiolog menjelaskan
bahwa yang terkait indera, yang paling banyak menyalurkan informasi berupa
pengetahuan adalah mata kurang lebih 75% sampai 87%. Sedangkan 13%
sampai 25 % lainnya disalurkan melalui indra lain dan dapat disimpulkan bahwa
alat-alat visual lebih mudah dalam penyampaian dan penerimaan informasi atau
bahan pendidikan. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses pendidikan
kesehatan melalui alat bantu kesehatan.12
Pengetahuan sendiri merupakan domain yang sangat penting dalam
terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku terhadap
seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya terbentuknya
suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Karnasih Tjiptaningrum di Jakarta mengenai hubungan pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja dan pencegahan perilaku hubungan seksual pranikah dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional didapatkan hubungan antara
pengetahuan kesehatan reproduksi dengan pencegahan perilaku hubungan
seksual pranikah (RP=1,3 ; ρ=0,03).13
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwinanda, dkk tahun
2015 yang berjudul “Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dan Pengetahuan
7
Responden Dengan Pernikahan Usia Dini”, bahwa didapatkan ada hubungan
antara pengetahuan responden yang rendah mengenai pernikahan usia dini
dengan kejadian pernikahan usia dini (p-value : 0,000). Diketahui responden
yang memiliki pengetahuan rendah mengenai pernikahan usia dini memiliki
risiko untuk melakukan pernikahan dini sebesar 4,286 kali dari pada responden
yang memiliki pengetahuan tinggi mengenai pernikahan usia dini (95% CI:
2,082-8,825).14
Salah satu komponen pendidikan kesehatan dalam five level of
prevention dari Level and Clark adalah tindakan preventif yang dapat dilakukan
melalui promosi kesehatan menggunakan media pendidikan (alat bantu) yang
berfungsi sebagai alat peraga dalam menyampaikan informasi atau pesan-pesan
agar pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas. Faktor media yang
berpengaruh dalam media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi media
cetak (poster, leaflet, flyer, atau brosur, modul, majalah, dll), media elektronik
(televisi, radio, film, video, dll), dan media luar angkasa (papan reklame,
banner, televisi, layer lebar). 12,15
Alat peraga akan sangat membantu didalam promosi kesehatan agar
pesan-pesan kesehatan dapat tersampaikan dengan jelas, dan sasaran dapat
menerima pesan tersebut dengan jelas dan tepat pula. Buku juga merupakan
salah satu contoh media cetak yang digunakan dalam pendidikan. Salah satu
jenis buku yang digunakan sebagai media dalam melakukan pendidikan adalah
e-book. 15
8
E-book adalah dalah suatu buku yang bentuknya digital atau elektronik
dimana biasanya berisi informasi atau panduan/ tutorial. Buku elektronik ini
hanya bisa dibuka dan dibaca melalui perangkat elektronik seperti komputer,
tablet, dan smartphone.Tak berbeda jauh dengan buku cetak pada umumnya, e-
book (electronic book) atau buku elektronik juga berisi tulisan-tulisan dan
gambar dengan berbagai tema, misalnya seperti e-book teknologi, e-book ilmu
pengetahuan, e-book motivasi, e-book tutorial, dan masih banyak tema lainnya.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rosida, dkk (2016) bahwa,
Hasil penelitian ternyata penggunaan bahan ajar e-book interaktif cukup efektif
dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa. Dalam pembelajaran
pada kelas eksperimen yang menggunakan e-book interaktif lebih tinggi (71,5)
dibandingkan dengan kelas kontrol (56,5). Hal ini menunjukkan bahwa daya
tarik penggunaan e-book interaktif dapat meningkatkan aktivitas siswa untuk
terlibat aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2016, dilihat dari
angka absolut Jawa Barat memiliki jumlah tertinggi remaja perempuan pernah
kawin dibawah umur 18 tahun dengan jumlah 220.501 dengan prevalensi
12,3% dari seluruh provinsi di Indonesia dengan peringkat ke-17 di Indonesia.
Kota Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat dimana jumlah remaja hampir
60 persen dari jumlah penduduk yang ada di Kota Bandung. Sehingga,
penyuluhan untuk mengedukasi dan menginformasikan tentang kesehatan
reproduksi remaja bagi semua remaja yang akan berumah tangga harus gencar
dilakukan.
9
Pernikahan dini masih menjadi permasalahan di Pulau Jawa. Meskipun
Pulau Jawa sebagai pusat pembangunan, ekonomi, dan industri di Indonesia.
Dibawah ini adalah tabel presentase angka pernikahan dini tahun 2017 di Pulau
Jawa.16
Tabel 1. Presentase Angka Pernikahan dini Tahun 2017
Provinsi di Pulau Jawa Angka Pernikahan Dini
DKI Jakarta 12,76%
Jawa Timur 27,09%
Jawa Barat 27,02%
Jawa Tengah 19,92%
Banten 20,71%
DIY Yogyakarta 11,07%
Sumber : Diolah dari Badan Pusat Statistik 2017 dan Buku Saku Pemantauan Statuz
Gizi Tahun 2017 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Berdasarkan tabel diatas meskipun pernikahan tertinggi di Jawa Timur
tetapi, angka stunting tertinggi ada di Jawa Barat sendiri yakni 13,4%. Ibu Kota
Jawa Barat sendiri yakni Kota Bandung menyumbang angka pernikahan dini
di tahun 2017 yang mencapai 27,13% dan justru mengalami peningkatan di
tahun 2018 yang mencapai 40,18%. Diagram dari angka pernikahan dini Kota
Bandung dapat dilihat pada gambar berikut.16
Gambar 2 Persentase Pernikahan dini di Kota Bandung 2017-2018 menurut
data Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Bandung
Angka pernikahan dini yang semakin meningkat merupakan salah satu
isu strategis yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
2017 2018
10
Nasional (RPJN) 2015-2019. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional yakni perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja
mengenai kesehatan reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga. Dengan
demikian penurunan presentase pernikahan di Kota Bandung dapat dicegah
melalui peran pemerintah dalam melakukan berbagai program dan kegiatan yang
disebar ke instantsi berkaitan tugas, pokok, dan fungsi.16
Sekolah merupakan tempat belajar sebagian terbesar remaja, merupakan
tempat ideal untuk melakukan pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan
reproduksi remaja. Temasuk didalam materi pelajaran misalnya IMS secara
garis besar, pergaulan antar remaja dan perilaku seksual yang sehat, umur yang
dianggap cukup untuk hubungan seks, dan kehamilan yang tidak dikehendaki,.
Hal ini juga berhubungan dengan budaya dan adat ketimuran tentang seksualitas
ini menyangkut norma perkawinan dan norma agama. 3
Peranan sekolah dalam perkembangan sosial anak lebih sulit dilakukan
secara terinci seperti yang dapat dilakukan pada keluarga-keluarga justru
karena kesulitan dalam menentukan apakah pengaruh itu hanya disebabkan
keadaan keadaan di sekolah atau pengaruh tersebut turut ditentukan pula oleh
berbagai macam keadaan di keluarga anak yang bersangkutan . Hasil penelitian
ini memperlihatkan bahwa lingkungan sekolah berpengaruh terhadap
pengetahuan. Nilai uji terhadap koefisien parameter antara variabel lingkungan
sekolah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel
pengetahuan dengan nilai T-Statistik 2,665> 1,96 pada α = 0,05 atau CI 95%
11
dengan besaran 0,187. Dapat diartikan bahwa lingkungan sekolah memberikan
pengaruh yang baik terhadap pengetahuan.13
SMPN 25 Bandung merupakan salah satu Sekolah Menengah Pertama
yang ada di Bandung yang berada di kecamatan Astana Anyar. Berdasarkan
data kependudukan Kelurahan Karang Anyar tahun 2012, prevalensi usia
produktif di wilayah Astana Anyar 78,8% dari jumlah penduduk. Hal ini pun
menunjukkan bahwa pasangan usia subur menjadi mayoritas, sehingga wilayah
tersebut dapat dijadikan tempat penelitian yang sesuai.
Di era teknologi yang berkembang dengan pesat ini, peminat yang
sebelumnya gemar membaca buku fisik kini beralih menjadi gemar membaca
ebook dengan segala kelebihannya seperti lebih praktis atau simpel. Fenomena
beralihnya teknologi dari yang konvensional menjadi leih modern seperti
peminatan buku fisik yang beralih kepada ebook ini tidak dapat dihindari. Hal
ini terjadi sebagai akibat dari kemajuan teknologi serta era yang terus
berkembang. Di mana saat ini masyarakat menginginkan proses pemenuhan
kebutuhan dan keinginan hidup dengan cara yang lebih mudah dan tidak
merepotkan. Kemudahan-kemudahan ini hadir dibawa oleh ebook yang sejak
kemunculannya telah memiliki keunggulannya sendiri dan mempengaruhi
peminat buku fisik untuk beralih kepada buku digital.17
Penelitian yang dilakukan Ghofur dan Rachma tahun 2019,
menyebutkan bahwa usia masyarakat yang membaca untuk remaja awal
sebanyak 19.38%, untuk remaja akhir sebanyak 26.47%, sedangkan untuk
kategori dewasa (diatas 25 tahun) sebanyak 18.86%. Masyarakat juga gemar
12
membaca melalui internet tentang berita, media sosial (facebook, instagram, dll)
hiburan seperti lagu-lagu, film dan hiburan lainnya, Pendidikan seperti E-
journal, E-book dan e-artikel dan yang lain adalah layanan publik seperti iklan,
toko online dan lainnya. Perangkat yang digunakan Responden dalam
mengakses Internet kebanyakan melalui handphone atau smartphone, yakni
sebanyak 91.13%.18
Maka dari itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh e-book tentang pernikahan dini terhadap peningkatan
pengetahuan siswi di SMPN 25 Bandung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Bandung bahwa, angka
pernikahan dini di Kota Bandung mengalami peningkatan dari tahun 2017-2018.
Kota Bandung menyumbang angka pernikahan dini di tahun 2017 yang
mencapai 27,13% dan mengalami peningkatan di tahun 2018 yang mencapai
40,18%. Salah satu faktor penyebab pernikahan dini adalah pengetahuan.
Pengetahuan sendiri merupakan domain yang sangat penting dalam
terbentuknya suatu tindakan. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang dengan bantuan alat peraga atau media lainnya.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai
pengaruh e-book terhadap peningkatan pengetahuan tentang pernikahan dini.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah yang melandasi penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh e-book
13
terhadap peningkatan pengetahuan tentang pernikahan dini pada siswi di SMPN
25 Bandung?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh e-book NGOPI terhadap peningkatan
pengetahuan tentang pernikahan dini pada siswi di SMPN 25 Bandung.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik siswi SMPN 25 Bandung meliputi
umur, sosial ekonomi dan informasi.
b. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata pengetahuan siswi sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dan
c. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata pengetahuan siswi sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan pada kelompok kontrol.
d. Untuk mengetahui selisih peningkatan pengetahuan pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah kesehatan reproduksi.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat
dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
pendidikan kesehatan dan pernikahan dini.
14
2. Manfaat Praktis
a. Bagi BKKBN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai
pernikahan dini sehingga dapat dilakukan antisipasi dan pencegahan.
b. Bagi siswi SMPN 25 Bandung
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
pada siswi SMPN 25 Bandung mengenai pernikahan dini.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan media
pendidikan kesehatan dan masalah remaja.
F. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lia Artika Sari yang berjudul “Efektivitas
Media Booklet Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Remaja Putri Tentang
Dampak Kehamilan Remaja” Penelitian ini merupakan penelitian quasi
eksperimen dengan rancangan two group pre-test post-test design. Sampel
pada penelitian ini berjumlah 56 orang. Teknik pengambilan sampel dengan
cara proporsional stratified random sampling. Analisa data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisa univariat untuk mengetahui pengaruh
sebelum dan sesudah diberikan booklet dan leaflet dengan menggunakan
Uji T dependen, dan analisa bivariat untuk mengetahui efektivitas media
booklet dan leaflet menggunakan Uji T independen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa booklet dan leaflet memiliki pengaruh dalam
15
meningkatkan pengetahuan remaja tentang dampak kehamilan remaja
dengan nilai p-value 0,001. Perbedaan penelitian adalah teknik pegumpulan
sampel dengan purposive sample. Variabel independen yaitu e-book dan
slide. Tempat penelitian, waktu penelitian berbeda.19
2. Penelitian yang dilakukan Nurul Aeni dan Diyah Sri Yuhandini yang
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Dan
Metode Demonstrasi Terhadap Pengetahuan SADARI” Penelitian ini
menggunakan desain penelitian pretest-posttest. Sampel sebagai subyek
penelitian dikumpulkan melalui teknik purposive sampling untuk 60 siswa
perempuan yang dibagi menjadi dua kelompok, demonstrasi dan kelompok
video dengan 30 siswa di masing-masing kelompok. Informasi tersebut
dieksplorasi menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan Paired T-
test dan independent T-test. Nilai rata-rata pengetahuan sebelum dan
sesudah kelompok pertama diberi intervensi video masing-masing adalah
65,17 dan 76,50 sedangkan kelompok kedua masing-masing adalah 61,50
dan 67,50. Media dalam bentuk video dan metode demonstrasi terbukti
meningkatkan pengetahuan remaja tentang BSE sebelum dan sesudah
intervensi dengan tidak ada perbedaan signifikan pada peningkatan
pengetahuan antara kedua kelompok. Perbedaan penelitian adalah desain
penelitian dengan quasi eksperimen, variabel independen yaitu e-book dan
slide. Tempat, dan waktu penelitian berbeda. 20
3. Penelitian yang dilakukan Yulina Dwi Hastuty yang berjudul “Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Pernikahan Dini Di Desa
16
Sunggal Kanan Kabupaten Deliserdang”. Penelitian bersifat studi korelasi
dengan pendekatan Cross Sectional dan jenis data primer. Populasi
sebanyak 136 responden dan sampel sebanyak 37 responden dengan
menggunakan metode accidental Sampling. Data dianalisis secara univariat
dan bivariat menggunakan uji korelasi Sphearman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pernikahan dini memiliki hubungan cukup kuat
dengan pendidikan dimana rho sebesar –0,369. Ditemukan hubungan cukup
kuat dengan tingkat ekonomi keluarga dimana rho sebesar –0,476.
Hubungan kuat dengan dukungan keluarga dimana rho sebesar –0,596 dan
hubungan yang kuat juga ditemukan dengan sumber informasi dimana rho
sebesar 0,691, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
faktor pendidikan, tingkat ekonomi keluarga, dukungan keluarga, sumber
informasi dengan terjadinya pernikahan dini. Perbedaan penelitian adalah
desain penelitian adalah quasi eksperimen. Variabel independen e-book dan
slide dan variabel dependen adalah peningkatan pengetatahuan. Analisis
peneliitian dengan Paired T-test dan independent T-test. Tempat dan waktu
penelitian berbeda.21