BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan populasi terbesar dalam demografi penduduk dunia. Sebanyak 88% dari jumlah keseluruhan remaja hidup di negara berkembang. Sekitar 49% remaja putri hidup di enam negara, yaitu: China, India, Indonesia, Nigeria, Pakistan dan Amerika Serikat (WHO, 2011; UNFPA, 2013). Di Indonesia, pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun mencapai 27,6% dari keseluruhan jumlah penduduk (BKKBN, 2012). Di beberapa negara, permasalahan remaja masih belum menjadi prioritas. Kematian remaja pada tahun 2012 mencapai sekitar 1,3 juta, sebagian besar penyebab kematian tersebut dapat dicegah atau diobati. Sekitar 70.000 remaja di negara berkembang meninggal setiap tahun dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Kehamilan dan persalinan merupakan penyebab kematian terkemuka untuk remaja perempuan di negara-negara berkembang. Kehamilan remaja lebih cenderung terjadi pada remaja perempuan dari rumah tangga berpendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah dan tinggal di daerah pedesaan (UNFPA, 2013; WHO, 2014). Kehamilan pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan yang berkelanjutan. Kehamilan pada remaja meningkatkan biaya kesehatan, karena adanya risiko tinggi pada seseorang yang melahirkan di bawah usia 20 tahun. Risiko tersebut antara lain: bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah Menengah Pertama (SMP) Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa Kebidanan FITRIANI MEDIASTUTI Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan populasi terbesar dalam demografi penduduk dunia.

Sebanyak 88% dari jumlah keseluruhan remaja hidup di negara berkembang.

Sekitar 49% remaja putri hidup di enam negara, yaitu: China, India, Indonesia,

Nigeria, Pakistan dan Amerika Serikat (WHO, 2011; UNFPA, 2013). Di

Indonesia, pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun mencapai 27,6%

dari keseluruhan jumlah penduduk (BKKBN, 2012).

Di beberapa negara, permasalahan remaja masih belum menjadi

prioritas. Kematian remaja pada tahun 2012 mencapai sekitar 1,3 juta,

sebagian besar penyebab kematian tersebut dapat dicegah atau diobati. Sekitar

70.000 remaja di negara berkembang meninggal setiap tahun dengan

penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Kehamilan dan

persalinan merupakan penyebab kematian terkemuka untuk remaja perempuan

di negara-negara berkembang. Kehamilan remaja lebih cenderung terjadi pada

remaja perempuan dari rumah tangga berpendapatan rendah, tingkat

pendidikan rendah dan tinggal di daerah pedesaan (UNFPA, 2013; WHO,

2014).

Kehamilan pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan yang

berkelanjutan. Kehamilan pada remaja meningkatkan biaya kesehatan, karena

adanya risiko tinggi pada seseorang yang melahirkan di bawah usia 20 tahun.

Risiko tersebut antara lain: bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

prematur, kematian bayi dan ibu. Masalah remaja tidak berhenti setelah

remaja melahirkan (Trejos-castillo, et al., 2012). Ketika orangtua adalah

seorang remaja, pekerjaan lebih keras lagi dan dihadapkan pada rintangan

yang berat di jalan menuju kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri dan

anak-anaknya. Selain itu, orangtua remaja memberikan beban keuangan pada

masyarakat secara keseluruhan. Ekonomi satu negara dipengaruhi oleh remaja

yang hamil, sebab ibu remaja terhalang untuk masuk bursa kerja (Holcombe,

et al., 2009).

Kehamilan pada remaja memiliki dampak yang sangat besar, baik pada

remaja perempuan tersebut, pasangan yang menghamilinya, maupun anak

yang dikandungnya serta keluarga mereka. Seorang perempuan yang

melahirkan anak di usia remaja memiliki peluang yang lebih besar untuk

memiliki anak lagi dalam rentang kurang dari dua tahun (Hoffman &

Maynard, 1997). Kehamilan remaja juga meningkatkan pernikahan pada

remaja. Pernikahan remaja dua kali lebih mungkin untuk berakhir dengan

perceraian, akibatnya seorang ibu yang masih remaja menghabiskan lebih

banyak waktu sebagai orangtua tunggal. Pencapaian pendidikan pada ibu yang

masih remaja tidak dapat tercapai secara maksimal dan akan mempengaruhi

cara mendidik anak dan pekerjaan yang selanjutnya berdampak pada

pendapatan. Orangtua remaja memiliki aspirasi karier yang lebih rendah,

prestige pekerjaan yang lebih rendah dan cenderung kurang puas dengan

pekerjaan dan kemajuan kariernya. Orangtua yang masih berusia remaja lebih

cenderung hidup miskin dan ditandai dengan perumahan kumuh, kejahatan

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

tinggi, sekolah-sekolah miskin serta pelayanan kesehatan yang terbatas

(Berglas, et al., 2003).

Data dari UNFPA (2013) tentang persentase perempuan yang

melahirkan di bawah usia 18 tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase perempuan usia antara 20-24 yang melahirkan pertama kali sebelum usia 18 tahun dan sebelum usia 15 tahun (dihitung berdasarkan data dari 81 negara, dan mewakili lebih dari 83% dari populasi pada daerah tersebut, menggunakan data yang dikumpulkan dari tahun 1995-2011 (UNFPA, 2013)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh UNFPA (2013), dari

79 negara yang disurvei, masyarakat yang berasal dari daerah urban memiliki

jumlah terbesar kejadian kehamilan pada usia remaja. Pendidikan juga

memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian kehamilan pada remaja. Hal

ini terlihat pada Gambar 2 yang menyebutkan semakin tinggi pendidikan

semakin berkurang kejadian kehamilan pada remaja. Hal ini juga terlihat pada

0.2112446

3

4810

1822

2528

19

0 5 10 15 20 25 30 35

EasternEurope&CentralAsia

EastAsia&Pacific

ArabStates

Latin&theCaribean

SouthAsia

East&SouthernAfrica

West&CentralAfrica

DevelopingCountries

Reportingfirstbirthbeforeage15Reportingfirstbirthbeforeage18

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

karakteristik kemampuan ekonomi masyarakat. Masyarakat miskin memiliki

kejadian kehamilan pada remaja yang lebih tinggi dibandingkan dengan

masyarakat yang memiliki status ekonomi yang baik.

Gambar 2. Tingkat kelahiran remaja berdasarkan karakteristik latar belakang (Data dari 79 Negara) (UNFPA, 2013)

Di Indonesia, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) (2012), angka fertilitas total untuk periode tiga tahun

terakhir adalah 2,6 anak per wanita, angka ini tidak berubah sejak SDKI 2002-

2003. Angka fertilitas di daerah perkotaan sedikit lebih rendah dibandingkan

dengan di daerah pedesaan, yaitu masing-masing 2,4 dan 2,8 anak. Data SDKI

(2012) juga menyebutkan, persentase wanita dan pria usia 15-24 tahun (belum

kawin) di Yogyakarta, yang berpikir bahwa perempuan bisa menjadi hamil

setelah melakukan hubungan pertama kali ada 74,3% dan 53,8%. Data Badan

Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) (2014) menyebutkan

angka kejadian dispensasi nikah (menikah di bawah umur 16 tahun untuk

remaja putri) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk cukup tinggi.

4277

95109118

56119

15456

10385

0 50 100 150RichestFourthMiddleSecondPoorest

SecondaryorhigherPrimary

NoEducationUrbanRural

DevelopingCountries

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

Gambar 3. Dispensasi nikah di Daerah Istimewa Yogyakarta (sumber: Pengadilan Agama, DIY, 2013) (BPPM DIY, 2014)

Berdasarkan Gambar 3, dispensasi nikah yang paling banyak pada tahun

2013 adalah di Kabupaten Bantul, yaitu sebanyak 178 orang. Menurut

Pengadilan Agama, hampir semua pengajuan dispensasi menikah memiliki

alasan karena telah terjadi kehamilan (BPPM DIY, 2014). Data kehamilan

remaja yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2013

menunjukkan angka tertinggi di Kecamatan Kasihan, yaitu jumlah

primigravida < 20 tahun sebanyak 174 orang dan yang kedua di Kecamatan

Imogiri dengan jumlah primigravida < 20 tahun sebanyak 96 orang.

Kesehatan reproduksi dan seksual remaja merupakan area yang

membutuhkan penelitian dan kebijakan berbasis bukti. Selama hampir dua

dekade, program aksi International Conference on Population and

Development (ICPD) difokuskan secara khusus pada masalah yang

mempengaruhi remaja. Hal ini termasuk kehamilan remaja, penularan HIV

dan ketidaksetaraan gender dalam bidang kesehatan dan hak-hak reproduksi,

serta dampak dari masalah ini terhadap kemiskinan dan pembangunan pada

54

178 161126

44

PAWates PABantul PAWonosari

PASleman PAYogyakarta

2011 2012 2013

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

umumnya. Hal tersebut terutama menyoroti kaum muda dalam proses

pembangunan secara umum yang berhubungan antara kesehatan,

kependudukan dan pembangunan dalam upaya pencapaian Millenium

Development Goals (MDGs) (WHO, 2011; Hindin et al., 2012).

Beberapa kebijakan terkait dengan upaya preventif dalam

penanggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja, terutama di sekolah,

telah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan penelusuran peneliti, berikut adalah

program yang telah dilaksanakan:

1. Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR)

Program PKPR merupakan program dari Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. Pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR)

merupakan salah satu strategi dalam mengupayakan kesehatan remaja

secara optimal melalui penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang

berkualitas di puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Program ini juga

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja

dalam pencegahan masalah kesehatan, serta melibatkan remaja dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan remaja (Kemenkes RI, 2011).

Program ini telah dilaksanakan oleh semua puskesmas yang ada di bawah

pengawasan Dinas Kesehatan DIY. Berdasarkan studi pendahuluan di

Dinas Kesehatan DIY bidang kesehatan keluarga, program ini belum

maksimal. Salah satu kendala yang dihadapi adalah beberapa puskesmas

yang hanya buka pada waktu pagi hingga siang hari, sementara pada

waktu tersebut remaja sedang bersekolah.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

2. Program generasi berencana (GenRe)

Program generasi berencana atau yang dikenal dengan istilah

program GenRe merupakan program dari Badan Kependudukan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN). Program ini dikembangkan dalam rangka

penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa yang diarahkan

untuk mencapai “tegar remaja/mahasiswa” agar menjadi “tegar keluarga”

demi terwujudnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Pusat informasi

dan konseling remaja/mahasiswa (PIK R/M) merupakan suatu wadah

program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi

remaja/mahasiswa yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja/mahasiswa

guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang perencanaan

kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa serta kegiatan penunjang

lainnya (BKKBN, 2012). Di Yogyakarta, PIK R/M sudah dilaksanakan di

hampir semua sekolah, namun berdasarkan hasil studi pendahuluan di

BKKBN dan beberapa sekolah, ada beberapa sekolah yang tidak aktif.

Hal ini, salah satunya, dikarenakan kurangnya sumber daya manusia di

sekolah yang mampu memberikan pengetahuan terkait dengan kesehatan

reproduksi.

Program berbasis sekolah memiliki potensi untuk mencapai

mayoritas remaja di negara-negara maju dan sejumlah besar remaja di

negara-negara dengan tingkat partisipasi sekolah tinggi (Kirby, 2007).

Negara-negara Eropa lebih memilih pendidikan seks berbasis sekolah,

karena sekolah adalah satu-satunya institusi dalam masyarakat yang secara

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

teratur dihadiri oleh hampir 95% dari semua remaja (Kirby, 2001).

Efek positif dari pendidikan seks yang memadai di sekolah dibahas sejak

lebih dari 40 tahun yang lalu. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa

program pendidikan seks dapat meningkatkan pengetahuan reproduksi

manusia (Conell dan Dawson dalam Kirchengast, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti di beberapa

sekolah di Kabupaten Bantul, hasil diskusi dengan guru, diketahui bahwa

sekolah sudah terbuka dengan program-program kesehatan reproduksi remaja,

namun permasalahannya terletak pada team teaching yang memberikan

informasi mengenai kesehatan reproduksi di sekolah yang belum bisa

terpenuhi. Guru menyampaikan bahwa pengaruh terbesar berasal dari teman

sebaya, sehingga diperlukan pemberian pengetahuan dan keterampilan ke

siswa agar siswa tersebut dapat menjadi peer educator bagi temannya. Data

SDKI (2012) juga menyebutkan bahwa persentase diskusi yang dilakukan

remaja terkait dengan kesehatan reproduksi yang paling banyak dilakukan

adalah dengan teman sebaya (Gambar 4).

Gambar 4. Persentase wanita dan pria belum kawin umur 15-24 tahun yang

0102030405060708090

Wanita belum kawin 15-24 tahun

Pria belum kawin 15-24 tahun

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

mendiskusikan kesehatan reproduksi dengan orang lain, Yogyakarta 2012 (SDKI, 2012)

Berdasarkan studi pendahuluan melalui survei di masyarakat pada

remaja yang telah mengalami kehamilan, kehamilan yang tidak direncanakan

sudah terjadi sejak usia remaja di bawah 16 tahun, artinya ketika remaja

berada di sekolah menengah pertama (SMP). Hal ini dikarenakan rasa

penasaran dan ingin mencoba-coba serta informasi yang kurang. Survei yang

dilakukan terhadap 79 remaja menyatakan sikap positif terhadap upaya

pencegahan kehamilan pada remaja (Gambar 5).

Gambar 5. Persepsi remaja di Bantul terhadap kehamilan pada usia remaja

0

10

20

30

40

50

60

70

Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju

Tidak melakukan hubungan seks akan membantu mencegah kehamilan yang tidakdiinginkan

Pengetahuan yang memadai tentang kesehatan seksual dan reproduksi akan membantumencegah kehamilan yang tidak diinginkan

Menanamkan agama dan nilai moral yang menjadi anak-anak akan membantu mencegahkehamilan yang tidak diinginkan

Kehamilan yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan membentuk klinik di sekolah

Pengenalan dan pengajaran pendidikan seks di sekolah akan membantu mencegahkehamilan yang tidak diinginkan

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

(Data studi pendahuluan penulis tahun 2014)

Berdasarkan data survei tersebut, terlihat bahwa mayoritas remaja sangat

setuju dengan adanya pendidikan seks yang memadai yang dilakukan di

sekolah, sebagai upaya mencegah kehamilan pada remaja. Adanya kendala di

sekolah terkait dengan upaya tersebut dapat diatasi dengan keterlibatan

mahasiswa kebidanan dalam penyampaian informasi kesehatan reproduksi

bagi remaja di sekolah. Selama ini, bidan lebih difokuskan untuk menolong

persalinan saja, padahal sebenarnya peran bidan dalam upaya pencegahan

kehamilan yang berisiko tinggi sangat diperlukan untuk menekan angka

kematian ibu maupun angka kematian bayi.

International Confederation of Midwives (2005) menyatakan bahwa

bidan memiliki tugas penting dalam penyuluhan dan edukasi kesehatan, tidak

hanya untuk perempuan, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Tugas tersebut

meliputi pendidikan antenatal, persiapan untuk menjadi orangtua, kesehatan

perempuan, kesehatan seksual atau reproduksi serta perawatan anak. Seorang

bidan yang baik juga harus memiliki beberapa karakter: pengetahuan teoritis,

kompetensi profesional, kepribadian yang baik, kemampuan komunikasi dan

nilai moral/ etika. Oleh karena itu, dalam upaya pencapaian tersebut,

pendidikan pada mahasiswa kebidanan diperlukan sistem pembelajaran yang

memberikan bekal agar mampu berpikir secara kritis, mampu memecahkan

masalah, dan mampu melakukan pengambilan keputusan pada kondisi nyata

di lapangan (ICM, 2005; Borrelli & Studies, 2014).

Keterlibatan mahasiswa kebidanan dalam memberikan edukasi

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

kesehatan di sekolah, juga akan memberikan kontribusi dalam pembelajaran

mahasiswa itu sendiri, yaitu experiential learning. Penelitian Dornan and

Bundy (2004) menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis pengalaman akan

membuat mahasiswa lebih percaya diri untuk mendekati pasien, memotivasi

mereka, memperdalam pengetahuan teoritis, mengajarkan keterampilan

intelektual, memperkuat belajar ilmu perilaku dan sosial serta mengajarkan

mereka tentang peran tenaga kesehatan. Hal ini sebagian proses sosialisasi

profesional yang harus dimulai lebih awal untuk menghindari transisi tiba-

tiba. "Pengalaman" dapat didefinisikan sebagai "kontak manusia otentik dalam

konteks sosial atau klinis yang meningkatkan pembelajaran kesehatan,

penyakit dan peran kesehatan profesional."

Menurut Kessenich (1997) dalam Finnoto et al., (2013), pengetahuan

tenaga medis yang hanya mengandalkan buku, tidak cukup untuk

mengembangkan pemikiran kritis dan pengambilan keputusan dari para

mahasiswa. Hal ini penting untuk pendidikan kesehatan dalam rangka

meningkatkan belajar mandiri dan metode berbasis pengambilan keputusan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Theory of Planned

Behavior (TPB). Teori ini digunakan dalam rangka menjelaskan perilaku dari

upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Teori ini akan

memberikan perhatian utama terhadap faktor-faktor kognitif yang

mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan perilaku. Niat dipilih sebagai

penentu yang paling penting dari perilaku karena tindakan yang berkaitan

dengan kesehatan dan biasanya diadopsi secara sadar atau terencana. Teori ini

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

berpendapat bahwa perilaku disengaja ditentukan oleh tiga anteseden (pemicu

perilaku), yaitu: sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan perceived

behavior control (PBC) (Glanz, et al., 2008).

Niat untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh dua kekuatan, yaitu:

1) sikap terhadap kinerja perilaku (misalnya, terlibat dalam perilaku yang

dianggap baik atau buruk), dan 2) keyakinan individu dalam norma-norma

subjektif yang menentukan harapan masyarakat mengenai perilaku (misalnya,

individu percaya dengan keluarga dan teman-teman serta berpikir yang harus

dilakukan). Selanjutnya, sikap dan norma subjektif masing-masing terdiri dari

dua komponen. Sikap terhadap perilaku tertentu merupakan fungsi dari

keyakinan individu mengenai konsekuensi yang mungkin untuk mengambil

tindakan. Norma subjektif ditentukan oleh keyakinan individu tentang yang

menonjol dari orang lain (misalnya, keluarga dan teman-teman), dilihat dari

motivasi individu untuk menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain

(Brindis et al., 2005). Perceived behavior control memiliki afinitas dengan

kontruks self-efficacy dalam teori sosial kognitif, tetapi tidak identik (Terry &

O'Leary, 1995). PBC dapat mempengaruhi baik niat untuk melakukan

perilaku dan perilaku yang sebenarnya (Ajzen & Madden, 1986).

Sementara, niat perilaku merupakan penyebab perilaku, tidak cukup

biasanya dalam dirinya sendiri untuk memprediksi perilaku. Latar belakang,

kepribadian, variabel sosial dan psikologis mempengaruhi sikap dan norma

subjektif. Sikap dan persepsi subjektif dari norma memiliki efek pada niat.

Selanjutnya, niat mempengaruhi perilaku (Brindis et al., 2005). Dalam

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

penelitian ini juga dilakukan intervensi dengan mengimplementasikan sebuah

program, sehingga teori perilaku yang digunakan tidak hanya TPB tetapi juga

logic model. Dalam logic model dijelaskan tahap-tahap dalam

mengimplementasikan sebuah program mulai dari input, activities, outcomes

dan goal dari program yang akan dicapai (Kemm and Close, 1995).

Beberapa program intervensi promosi kesehatan terkait dengan

pencegahan kehamilan pada remaja telah dilakukan di sekolah. Sommart and

Sota (2013) meneliti efektivitas program pendidikan kesehatan seksual

berbasis sekolah pada remaja SMP. Program tersebut dilakukan dengan

menggunakan proses pembelajaran partisipatif. Topik yang diberikan, adalah:

1) perkembangan remaja; 2) perilaku seksual berisiko dan pencegahannya,

termasuk keterampilan bernegosiasi; 3) penyakit menular seksual (PMS) dan

pencegahan; 4) kehamilan dan pencegahan remaja; dan 5) metode kontrasepsi

(seperti kondom, pil KB). Gaya kegiatan yang digunakan adalah: bermain

peran, demonstrasi, studi kasus dan diskusi kelompok. Waktu 50 menit

dialokasikan untuk setiap topik ruang kelas, dan program selesai dalam tujuh

minggu. Semua sesi dilakukan oleh peneliti dan empat fasilitator yang

semuanya personil kesehatan dan mereka disambut oleh para siswa. Sebelum

intervensi dimulai, fasilitator menghabiskan dua hari untuk berlatih, baik isi

program maupun cara untuk melaksanakan teknik partisipatif, untuk

memastikan bahwa pelaksanaan selesai secara efektif. Tidak ada program

pendidikan kesehatan seksual menggunakan proses pembelajaran partisipatif

yang diberikan kepada kelompok kontrol. Siswa hanya menerima kurikulum

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

reguler sekolah. Skor rata-rata pengetahuan kesehatan seksual pada kelompok

intervensi dan kontrol sebelum intervensi dilakukan, pada tingkat sedang.

Setelah intervensi, ditemukan bahwa nilai rata-rata kelompok intervensi pada

posttest lebih tinggi daripada pretest dengan signifikansi secara statistik (mean

diff. = 1,58; P = 0,0013; 95% CI = 0,6 sampai dengan 2,56). Skor rata-rata

antara kedua kelompok menunjukkan bahwa kelompok intervensi memiliki

nilai rata-rata pengetahuan yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol

dengan perbedaan yang signifikan secara statistik (mean diff. = 0,94; P =

0,0160; 95% CI = 0,08 sampai dengan 1,80). Nilai rata-rata sikap kelompok

intervensi pada posttest lebih tinggi dari pada pretest, dengan signifikansi

secara statistik (mean diff. = 4,42; P = 0,0001; 95% CI = 2,31 sampai dengan

6,54). Skor rata-rata sikap pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada

kelompok kontrol dengan perbedaan yang signifikan (perbedaan rata-rata:

6,52; P < 0,0001; 95% CI = 3,66 sampai dengan 9,37). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi, kelompok intervensi

memiliki perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan dan sikap, sementara

kelompok kontrol tidak signifikan.

Penelitian Cha (2005) menyebutkan bahwa TPB telah menunjukkan

penerapan untuk memprediksi niat seks pranikah dan penggunaan kondom

sebagai cara untuk mengurangi perilaku seksual berisiko dalam budaya Korea.

Sebanyak 49% siswa laki-laki dan sekitar 12% siswa perempuan telah

melakukan hubungan seks pranikah. Namun, hanya 26,7% siswa yang aktif

secara seksual selalu menggunakan kondom. Melihat model seks pranikah,

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

perilaku pranikah adalah prediktor kuat niat seks pranikah untuk kedua jenis

kelamin. Bagi laki-laki, komponen sikap TPB, kontrol perilaku yang

dirasakan, norma subjektif menjelaskan niat seks pranikah. Namun, kontrol

perilaku yang dirasakan tidak memprediksi niat seks pranikah untuk wanita.

Melihat model penggunaan kondom, khasiat kondom adalah prediktor kuat

dari niat penggunaan kondom, dan semua komponen TPB secara signifikan

memprediksi niat penggunaan kondom. Khasiat kondom yang lebih tinggi

memprediksi niat yang lebih tinggi. Temuan penelitian memberikan informasi

untuk mengembangkan program pendidikan seks yang lebih baik bagi remaja

akhir dan dewasa muda di Korea.

Chin et al. (2012) melakukan systematic review mengenai keefektifan

dua strategi intervensi perilaku berbasis kelompok untuk remaja;

1) pengurangan risiko secara komprehensif, dan 2) pendidikan abtinance pada

kehamilan, HIV dan IMS. Efektivitas intervensi ini ditentukan oleh penurunan

perilaku seksual berisiko, kehamilan, HIV, IMS dan peningkatan dalam

perlindungan dari perilaku seksual berisiko. Meta-analisis dilakukan untuk

setiap strategi pada tujuh hasil utama aktivitas seksual yang diidentifikasi oleh

tim koordinasi, yaitu; frekuensi aktivitas seksual; jumlah pasangan seks;

frekuensi aktivitas seksual yang tidak terlindungi; penggunaan proteksi

(kondom dan/atau kontrasepsi hormonal); kehamilan; dan IMS. Hasil meta-

analisis untuk pengurangan risiko secara komprehensif ini menunjukkan efek

yang menguntungkan bagi semua hasil yang ditinjau, sedangkan untuk

pengurangan risiko secara abstinence, hasil meta-analisis menunjukkan sedikit

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

penelitian, dengan penelitian yang tidak konsisten di semua penelitian yang

bervariasi menurut rancangan studi dan waktu tindak lanjut. Berdasarkan

pengkajian yang dilakukan oleh Chin et al. (2012), pengurangan risiko secara

komprehensif berbasis kelompok ditemukan sebagai strategi yang efektif

untuk mengurangi kehamilan remaja, HIV, dan IMS. Tidak ada kesimpulan

yang bisa ditarik mengenai efektivitas pendidikan pantangan berbasis

kelompok.

B. Rumusan Masalah

Beberapa model promosi kesehatan dalam upaya pencegahan kehamilan

remaja telah banyak dilakukan. Di Indonesia, model promosi kesehatan yang

sudah ada untuk mengatasi masalah kehamilan pada remaja di antaranya

melalui program PKPR dan program GenRe dalam PIK R/M. Namun, masih

ada beberapa kendala, di antaranya, belum semua remaja dapat tersentuh

program tersebut, mayoritas layanan PKPR yang masih fokus pada jam

sekolah, team teaching kesehatan reproduksi di sekolah yang menurut pihak

sekolah masih kurang kuat. Sementara, mahasiswa kebidanan memiliki

potensi yang diharapkan bisa menjadi agent of change perilaku remaja, agar

tidak mengalami kehamilan yang berisiko dikarenakan hamil di saat usia

remaja. Hal ini juga dapat memberikan pengalaman mahasiswa berbasis

praktik di lapangan yang dapat menjadi bekal ketika menjadi bidan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah ini adalah: Bagaimana

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

model promosi kesehatan dalam upaya pencegahan kehamilan pada remaja

SMP melalui penerapan experiential learning oleh mahasiswa kebidanan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengembangkan,

mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu model promosi kesehatan

dalam upaya pencegahan kehamilan pada remaja SMP melalui penerapan

experiential learning oleh mahasiswa kebidanan.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi model promosi kesehatan yang dibutuhkan oleh

siswa, orangtua dan guru dalam upaya pencegahan kehamilan remaja.

b. Mengembangkan model promosi kesehatan yang tepat guna bagi siswa

SMP dalam upaya pencegahan kehamilan remaja.

c. Mengetahui hasil penerapan model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja pada siswa melalui penerapan

experiential learning oleh mahasiswa kebidanan.

d. Melakukan evaluasi model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja, terhadap pengetahuan siswa dalam

mencegah kehamilan remaja.

e. Melakukan evaluasi model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja, terhadap sikap siswa dalam mencegah

kehamilan remaja.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

f. Melakukan evaluasi model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja, terhadap norma subjektif siswa dalam

mencegah kehamilan remaja.

g. Melakukan evaluasi model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja, terhadap efikasi diri siswa dalam

mencegah kehamilan remaja.

h. Melakukan evaluasi model promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan kehamilan remaja, terhadap intensi siswa dalam mencegah

kehamilan remaja.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan masukan tentang pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya model promosi kesehatan reproduksi bagi remaja sebagai

upaya preventif kehamilan remaja.

2. Model promosi kesehatan ini dapat menjadi panduan remaja dalam

melakukan pendidikan sebaya/konselor sebaya dengan teman sebayanya

sebagai upaya preventif kehamilan remaja.

3. Hasil penelitian dapat menjadi salah satu masukan instansi terkait untuk

perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan reproduksi remaja,

terutama dalam upaya preventif kehamilan remaja pada remaja SMP.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi remaja untuk lebih giat

melakukan upaya preventif terhadap kehamilan pada remaja.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

5. Penelitian ini dapat menjadikan wahana untuk mendapatkan pengalaman

nyata pada mahasiswa kebidanan.

E. Keaslian Penelitian

Dalam mendapatkan data keaslian penelitian dilakukan pencarian

artikel melalui beberapa ‘search engine’ yaitu: Science Direct, PubMed,

Emerald, ProQuest, SAGE publication, dan Google Scholar. Juga dilakukan

dengan menggunakan website universitas dan jurnal yang berkaitan dengan

pencegahan kehamilan remaja berbasis sekolah, seperti: perpustakaan UGM,

BKKBN, perpustakaan Akademi Kebidanan Yogyakarta, Journal of

Adolescent Health dan lainnya. Berdasarkan penelusuran literatur tersebut,

muncul beberapa penelitian yang sejenis dengan penelitian yang dilakukan,

yaitu tentang upaya pencegahan kehamilan remaja berbasis sekolah, di

antaranya terlihat pada Tabel 1. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan,

adalah penelitian yang dilakukan menganalisis kebutuhan siswa dan siswi

untuk membuat model promosi, dengan melibatkan tim profesional untuk

merancang program, melibatkan mahasiswa kebidanan sebagai agent of

change pencegahan kehamilan pada remaja serta mengaplikasikan teori TPB

dan logic model.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

Tabel 1. Keaslian penelitian No Nama dan lokasi Penulis Kegiatan Hasil Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan

Persamaan dengan penelitian yang

dilakukan 1 School-based sexual

health education program pada remaja SMP di Khon Kaen, Thailand. Tujuan program untuk melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko.

Sommart and Sota (2013)

Penelitian ini melibatkan 33 siswa kelompok intervensi dan 33 siswa sebagai kontrol. Program terdiri dari lima topik, yaitu: 1) perkembangan remaja; 2) perilaku dan pencegahan perilaku seksual yang tidak pantas, termasuk keterampilan komunikasi; 3) penyakit menular seksual (PMS) dan pencegahan; 4) kehamilan remaja dan pencegahan; dan 5) metode kontrasepsi (seperti kondom, pil KB) dan dampak seks pranikah. Program ini dilakukan dengan menggunakan proses pembelajaran partisipatif. Model kegiatan yang digunakan adalah: bermain peran, demonstrasi, studi kasus dan diskusi kelompok. Dialokasikan waktu 50 menit untuk setiap topik dan program selesai dalam tujuh minggu. Semua sesi dilakukan oleh peneliti dan empat fasilitator yang semua personil kesehatan.

Intervensi menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan terkait dengan perilaku seksual berisiko yang signifikan pada kelompok yang diintervensi, sedangkan kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada tahapan pengembangan model promosi kesehatan, variabel yang diukur dalam penelitian yang dilakukan, dan tidak adanya penekanan materi kontrasepsi sebagai bagian dari materi intervensi.

Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan dua sekolah menengah pertama sebagai kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2 The Family Life Abstinence Program (FLAP). FLAP dilaksanakan di Bronx, New York. Tujuan program untuk menurunkan perilaku seksual berisiko melalui intervensi berbasis sekolah.

Yamada et al.

(2010)

Penelitian ini dilakukan pada 700 siswa sebagai kelompok intervensi dan 500 siswa sebagai kontrol. Penelitian ini mengaplikasikan precede and proceed untuk promosi pencegahan kehamilan pada siswa tingkat enam dan tujuh diukur dengan quasi experiment evaluasi group treatment –control. Pada program ini pendidikan seks dilaksanakan selama dua tahun yang terdiri dari 45 minggu pertemuan dengan durasi 45-60 menit dari tahun 2008-2010.

Intervensi menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol. Intervensi kesehatan berbasis sekolah menunjukkan efektivitas.

Penelitian yang dilakukan mengaplikasikan theory planned behavior dan menggunakan penelitian kualitatif terlebih dahulu untuk menentukan model promosi.

Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan unit analisis sekolah sebagai tempat penelitian, penggunaan metode quasi experiment.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

No Nama dan lokasi Penulis Kegiatan Hasil Perbedaan dengan penelitian yang

dilakukan

Persamaan dengan penelitian yang

dilakukan 3 Peer educator and peer

counsellor’s oleh BKKBN. Penelitian dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 2003

Hull et al.

(2004)

Dalam penelitian ini mendidik 80 pendidik sebaya melalui kelompok kecil di 10 kabupaten. Penelitian melibatkan kurang lebih 1300 remaja dan 40 konsultan sebaya dalam 20 tim.

Penelitian ini cukup berhasil, namun belum mampu mencukupi kebutuhan semua remaja di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan menggunakan mahasiswa kebidanan sebagai fasilitator dalam pemberian intervensi.

Persamaan dengan penelitian ini adalah adanya tindakan perlakuan pada subjek penelitian.

4 Teen Prevention Education Program (Teen PEP) dilaksanakan di North Carolina. Program ini dilakukan karena tingginya tingkat kehamilan dan penularan penyakit infeksi seksual termasuk HIV dan AIDS.

Layzer et al. (2014)

Kegiatan program ini meliputi observasi, wawancara mendalam dengan pemangku kebijakan. FGD dengan remaja dan survei terhadap peserta. Program ini melibatkan empat sekolah 62 pendidik sebaya dan 60 siswa kelas sembilan dan survei singkat pada remaja (N = 678).

Teen PEP sangat membantu siswa dalam tiga hal yaitu kognitif dan perilaku, konsep diri serta perubahan informasi atau pengetahuan (mengetahui cara mengontrol kelahiran dan tempat harus periksa terkait dengan IMS dan tes HIV. Replikasi program teen PEP membutuhkan adaptasi.

Penelitian yang dilakukan melibatkan guru, orangtua siswa dan siswa dalam pengambilan data kualitatif secara FGD untuk pengembangan model promosi kesehatan di sekolah.

Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan model school health promotion dengan setting yang berbeda.

Model Promosi Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Kehamilan pada Remaja Sekolah MenengahPertama (SMP)Melalui Penerapan Experiential Learning oleh Mahasiswa KebidananFITRIANI MEDIASTUTIUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/