BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduknya memanfaatkan sektor agraris sebagai sumber penghidupan. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menunjukkan, jumlah petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sektor agraris menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia karena jumlah penduduk yang bekerja di sektor agraris cukup banyak dan ditambah dengan dukungan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Kontribusi sektor agraris dapat terlihat dari perannya sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia bahan pangan dan penyedia bahan baku industri. Sektor agraris juga berperan sebagai sumber pendapatan rumah tangga pedesaan (BPS, 2004:3). Peranan sektor agraris perlahan digeser dengan munculnya sektor industri. Peranan agraris mulai tergeser seiring bertambahnya jumlah penduduk serta sempitnya lahan pertanian. BPS mencatat kontribusi pertanian pada Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 14,32 persen pada triwulan II tahun 2016, meskipun jumlah penduduk yang bekerja di sektor agraris masih tinggi. Sektor agraris menempati posisi kedua setelah sektor industri yang berkontribusi sebesar 20,48 persen pada PDB. Besarnya kontribusi sektor industri pada PDB sejalan dengan besarnya jumlah industri di Indonesia (BPS, 2016:7).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris karena sebagian

penduduknya memanfaatkan sektor agraris sebagai sumber penghidupan. Data

yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menunjukkan, jumlah

petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sektor agraris

menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia karena jumlah penduduk yang

bekerja di sektor agraris cukup banyak dan ditambah dengan dukungan Sumber

Daya Alam (SDA) yang melimpah. Kontribusi sektor agraris dapat terlihat dari

perannya sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia bahan

pangan dan penyedia bahan baku industri. Sektor agraris juga berperan sebagai

sumber pendapatan rumah tangga pedesaan (BPS, 2004:3).

Peranan sektor agraris perlahan digeser dengan munculnya sektor

industri. Peranan agraris mulai tergeser seiring bertambahnya jumlah penduduk

serta sempitnya lahan pertanian. BPS mencatat kontribusi pertanian pada

Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 14,32 persen pada triwulan II

tahun 2016, meskipun jumlah penduduk yang bekerja di sektor agraris masih

tinggi. Sektor agraris menempati posisi kedua setelah sektor industri yang

berkontribusi sebesar 20,48 persen pada PDB. Besarnya kontribusi sektor

industri pada PDB sejalan dengan besarnya jumlah industri di Indonesia (BPS,

2016:7).

2

Industri garmen merupakan salah satu industri yang berkembang dan

menjamur di Indonesia. Industri garmen adalah industri yang memproduksi

pakaian jadi dan perlengkapan pakaian. Industri garmen merupakan industri

padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Kementrian Perindustrian

(Kemenperin) mencatat, industri garmen menyerap buruh sebesar 520.000

orang. Kemenperin menambahkan, selain menjadi penyedia lapangan kerja,

industri garmen berperan sebagai penyumbang devisa ekspor tertinggi dengan

nilai ekspor mencapai US$ 7,18 miliar atau 56,65% dari total ekspor industri

Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) (Kemenperin, 2012).

Industri garmen menjadi andalan dalam perekonomian Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat. Industri ini telah memberikan kontribusi yang cukup

besar dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi yakni rata-rata sebesar 16,84

persen tiap tahunnya. Industri garmen tersebut tersebar di beberapa kecamatan

yaitu kecamatan Cicurug, Cibadak, Parungkuda, Cisaat, Nagrak, Cidahu, dan

Cikembar. Konsentrasi industri paling banyak terdapat di Kecamatan Cicurug

yaitu sebanyak 16 unit perusahaan dan mampu menyerap sebanyak 9.271 orang

(Mia, 2011:5).

PT Yongjin Javasuka Garment II adalah salah satu industri garmen yang

berada di Desa Benda, Kecamatan Cicurug. Perusahaan ini menjadi penyerap

buruh terbanyak dengan jumlah buruh sekitar 4.600 orang. Sebagian besar

buruh di perusahaan tersebut ialah perempuan. Berdasarkan data Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi tahun 2016,

jumlah tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi didominasi perempuan. Jumlah

3

tenaga kerja perempuan mencapai 7.073 orang dari total 13.533 tenaga kerja di

Kabupaten Sukabumi (Lesmana, 2016).

Perempuan yang masuk ke dalam dunia industri merupakan fenomena

yang menarik, pertama, apabila perempuan yang terjun ke dunia industri ini

telah berkeluarga, apakah terjadi pergeseran peran gender dalam keluarganya

tersebut? Masyarakat Indonesia pada umumnya melakukan pembagian peran

dalam keluarga sesuai dengan konsep gender yang ada dalam masyarakat itu

sendiri. Pembagian peran gender diawali dengan adanya pembedaan individu

secara seksual. Pembedaan individu secara seksual tersebut menimbulkan

pembagian kerja secara seksual, hal ini memperlihatkan pembedaan yang

sangat tajam antara peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Laki-laki

berperan sebagai suami, bapak, pencari nafkah, pelindung keluarga, orang yang

mengurus segala hal yang bertalian dengan kegiatan di luar rumah, sedangkan

perempuan berperan sebagai istri, ibu, pengelola rumah tangga dan orang yang

mengatur urusan di dalam rumah (Rahardjo, 1986:xii).

Perempuan yang masuk ke dalam dunia industri yang merupakan sektor

publik menjadikan perempuan memiliki peran baru yang tak hanya terbatas

pada kegiatan di dalam rumah. Perempuan memiliki peran baru yang didapat

dari tempatnya bekerja. Apakah dengan masuknya perempuan ke dunia industri

dengan peran barunya tersebut, akan menggoyahkan konsep gender yang ada di

masyarakat? Apakah pola hubungan sosial keluarga terutama dengan suami

akan berubah? Penelitian ini diarahkan pada analisis gender untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Analisis gender membantu mengungkapkan

4

pembagian kerja serta mengungkapkan tingkat kekuasaan, akses, serta kontrol

dalam keluarga antara laki-laki dan perempuan, selanjutnya akan terlihat

bagaimana pola relasi gender yang di dalam keluarga tersebut.

Kedua, masuknya perempuan ke dalam angkatan kerja menjadikan

perempuan memiliki modal atau kapital. Modal atau kapital ini memberikan

kemungkinan baru bagi perempuan terutama dalam persoalan kapitalisme dan

patriarki. Partai Sosialis Demokratik (2015:30) mengatakan bahwa

meningkatnya jumlah perempuan di pasar tenaga kerja akan menciptakan

kontradiksi mendalam bagi kelas kapitalis. Kelas kapitalis harus

memperkerjakan lebih banyak perempuan agar memperoleh keuntungaan,

tetapi mempekerjakan perempuan berarti memotong kemampuan perempuan

untuk mengerjakan kerja domestik tak dibayar paling dasar yaitu membesarkan

anak

Perempuan selalu terjebak pada pekerjaan di dalam rumah atau sektor

domestik dan dominasi laki-laki sangat kental terutama pada proses

pengambilan keputusan dalam keluarga. Dominasi laki-laki dalam keluarga

salah satunya dikarenakan oleh penguasaan modal atau kapital. Perempuan

yang masuk ke dalam dunia industri membuat perempuan memiliki modal dan

kapital sendiri yang sebelumnya hanya dimiliki oleh laki-laki. Apakah dengan

kepemilikan modal atau kapital oleh perempuan berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan dalam keluarga? Apakah terjadi perubahan kekuatan

perempuan dalam posisi tawar-menawar dalam keluarga? Feminisme Marxis

menjadi pisau analisis yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.

5

Feminisme Marxis mengkaji persoalan kondisi material perempuan dan

hubungannya dengan struktur kekuasaan. Feminisme Marxis juga mencoba

memahami sumber penindasan perempuan dan hubungannya dengan

ketidakmilikkan akses dalam penguasaan modal atau kapital.

Penelitian ini mencoba mengamati serta mengkaji fenomena yang

terjadi pada buruh perempuan serta berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang muncul terkait fenomena tersebut. Penelitian ini akan berfokus

pada buruh perempuan yang bekerja pada industri yang menyerap banyak buruh

di Sukabumi yaitu PT Yongjin Javasuka Garment II. Penelitian ini sangat

kontekstual dan relevan dengan kondisi saat ini, di tengah-tengah menjamurnya

industri di Indonesia, tingginya mobilitas perempuan ke sektor publik, dan

munculnya perempuan-perempuan karier.

a. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimana relasi gender yang terjadi atara perempuan sebagai

istri yang menjadi buruh di PT Yongjin Javasuka Garment II dan

laki-laki sebagai suami dalam keluarga?

2. Apa tinjauan Feminisme Marxis dalam melihat relasi gender

yang terjadi dalam rumah tangga buruh perempuan PT Yongjin

Javasuka Garment II?

6

b. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang

mengkaji tentang feminisme, relasi gender, dan buruh perempuan, baik

berupa skripsi, tesis, maupun disertasi serta artikel ataupun penelitian

lainnya. Penulis tidak menemukan tulisan atau penelitian yang secara

khusus membahas buruh perempuan dengan menggunakan perpsektif

Feminisme Marxis. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh

beberapa penulis atau peneliti lain, adalah:

1. Skripsi tahun 2009 dengan judul “Relasi Gender Dalam

Wilayah Domestik dalam Perspektif Feminisme Liberal:

Studi Kasus Mantan Buruh Wanita Di Desa Randusongo,

Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur” Oleh

Rona Utami, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada.

Skripsi ini membahas kajian Feminisme Liberal dalam

melihat relasi gender dalam wilayah domestik pada mantan

buruh wanita di sebuah desa di Kabupaten Ngawi, Jawa

Timur.

2. Skripsi tahun 2010 dengan judul “Pola Relasi Gender dalam

Keluarga Buruh Perempuan (Studi Kasus Buruh Perempuan

Pabrik Sritex di Desa Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo,

Kabupaten Sukoharjo)” oleh Prasetyowati, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Skripsi ini membahas mengenai pola relasi gender yang

7

terjadi dalam keluarga buruh Pabrik Sritex serta membahas

tentang beban kerja ganda yang dialami buruh Pabrik Sritex.

3. Skripsi tahun 2010 dengan judul “Relasi Gender pada

Keluarga Perempuan Pedagang di Pasar Klewer Kota

Surakarta” oleh Indah Astuti, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sebelas Maret. Skripsi ini membahas

relasi gender yang terjadi dalam keluarga perempuan yang

menjadi pedagang di Pasar Klewer Kota Surakarta dengan

menggunakan analisis interaktif dan menggunakan teori

Fungsional Struktural Talcott Parson.

4. Skripsi tahun 2012 dengan judul “Peran Publik vs Peran

Domestik Perempuan dari Perspektif Feminisme: Analisis

Pada Payangan Tupperware She Can” ditulis oleh Gita

Puspitasari, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya.

Skripsi ini mengkaji bagaimana representasi feminisme yang

ada pada tayangan Tupperware She Can yang berkaitan erat

dengan peran publik dan peran domestik perempuan.

5. Jurnal tahun 2015 dengan judul “Praktik Penindasan Pada

Rumah Tangga Buruh Tani Berdasarkan Perspektif Feminis

Marxis” oleh Sheyla Anastasia Soebiyantoro, dan Sugeng

Harianto, program studi Sosiologi, Universitas Negeri

Surabaya. Jurnal ini membahas tinjauan Feminisme Marxis

dalam melihat bentuk-bentuk penindasan yang dialami

8

perempuan di sektor domestik serta cara laki-laki

mempertahankan penindasan dalam rumah tangga buruh tani.

c. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat diharapkan dapat diperoleh dari kajian tentang

relasi gender yang terjadi terhadap buruh perempuan PT Yongjin

Javasuka Garment II yang ditinjau dari perspektif Feminisme Marxis.

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, tulisan ini diharapkan dapat

dijadikan bahan referensi dan kajian mengenai Feminisme Marxis

terutama dalam tinjauannya pada relasi gender terhadap buruh

perempuan. Kajian mengenai perempuan dapat dintinjau dari

disiplin ilmu lain sehingga selanjutnya dapat melengkapi penelitian

ini

2. Bagi perkembangan filsafat, tulisan ini diharapkan dapat

menyatupadukan semua pengetahuan filsafat yang telah didapat,

selain itu tulisan ini diharapkan memberi kontribusi positif yang

sifatnya filosofis mengenai fenomena yang ada di sekitar

masyarakat terutama berkaitan dengan perempuan.

3. Bagi masyarakat dan bangsa, tulisan ini diharapkan dapat

memberikan pemahaman baru kepada masyarakat tentang

perempuan sehingga dapat membantu meningkatkan harkat dan

martabat perempuan dalam masyarakat.

9

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tujuan sebagai

berikut.

1. Mendeskripsikan relasi gender yang terjadi antara perempuan sebagai

istri yang menjadi buruh PT Yongjin Javasuka Garment II dan laki-laki

sebagai suami dalam keluarga.

2. Menggali pemikiran Feminisme Marxis dan menggunakannya untuk

mengkaji relasi gender yang terjadi dalam rumah tangga buruh

perempuan PT Yongjin Javasuka Garment II.

C. Tinjauan Pustaka

Gender adalah seperangkat peran, seperti halnya kostum dan topeng di

teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau

maskulin (Mosse, 1996:3). Astuti dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan

bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung tempat, waktu,

zaman, suku bangsa dan rasa, status sosial, pemahaman agama, ideologi, politik,

hukum serta ekonomi, oleh karena itu gender bukanlah kodrat Tuhan,

melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif

(Astuti, 2009:118). Hal ini senada dengan Mosse (1996:4) yang mengatakan

bahwa gender bukanlah definisi permanen tentang cara “alami” bagi perempuan

dan laki-laki dalam berperilaku.

10

Gdigunakan untuk menjelaskan hal-hal yang lebih dari sekadar

penyifatan seperti laki-laki itu maskulin dan perempuan itu feminin. Gender

dapat berhubungan dengan aspirasi, kepentingan, hak-kewajiban, peran,

kekuasaan bahkan morallitas dan rasionalitas. Gender dianalisis untuk melihat

perbedaan peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan serta melihat

relasi yang terjadi antara keduanya (Hidayat, 2004:27)

Murniati (2004:71) mengatakan bahwa relasi tersebut akan

memperlihatkan status perempuan dan laki-laki, yang tidak hanya menanyakan

“siapa dan bekerja sebagai apa?” tetapi juga “siapa yang mengambil keputusan?”

atau “siapa yang mengontrol kehidupan?”. Bagaimana peran adat, tradisi,

hukum, politik, budaya dan agama dalam memengaruhi hubungan perempuan

dan laki-laki. Analisis tersebut akan membongkar identitas pribadi perempuan

dan laki-laki yang sudah dikontruksikan dalam pandangan stereoti.

Prasetyowati mengatakan hal yang sama. Menurutnya, konsep gender

digunakan untuk melihat pola-pola hubungan yang terjadi antara laki-laki dan

perempuan setelah perempuan dalam suatu keluarga ikut bekerja. Pola relasi

gender yang terbentuk dalam keluarga buruh bersifat tidak seimbang atau

asimetris (Prasetyowati, 2010:99). Hal ini yang disebut oleh Utami sebagai

relasi gender yang konvensional. Relasi gender yang konvensional terlihat pada

keterikatan mereka pada nilai dan norma yang menjunjung tinggi bahwa

perempuan hanyalah sebagai pelengkap laki-laki sehingga walaupun

berpenghasilan besar peran dan posisi suami dan istri tidak mengalami

perubahan (Utami, 2005:88).

11

Perempuan menunjukkan sikap konformitas yang merupakan bentuk

dari konsesus. Sikap sukarela yang ditujukan perempuan menjadi tanda bahwa

perempuan menyetujui kondisi dimana perempuan ternyata ditindas. Muncul

motif yang juga menunjukan persetujuan perempuan atas penindasan yaitu

ketika perempuan memilih bekerja di luar rumah untuk meringankan beban

keluarga (Soebiyantoro dan Harianto, 2015:3). Hal tersebut semakin menguat

ketika peran gender perempuan yang terkonstruksi di masyarakat adalah

sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga (Sumbullah, 2008:8)

Perempuan dalam wilayah domestik harus menuruti semua keinginan

dari laki-laki dan tidak boleh protes atas apa yang telah dikatakan oleh laki-laki,

sehingga perempuan patuh kepada laki-laki. Laki-laki dalam berbagai bidang

pekerjaa selalu menempati urutan yang pertama dan perempuan selalu

menempati urutan yang kedua setelah laki-laki. Anggapan ini tidak banyak

berubah meskipun perempuan sekarang ini telah banyak mengungguli laki-laki

dalam bidang pekerjaan. Tak jarang dijumpai banyak perempuan sekarang yang

bekerja lebih sukses dan mapan daripada laki-laki. Keberhasilan perempuan ini

tidak merubah kegiatannya di ranah domestik. Perempuan tetap bertanggung

jawab untuk mengurusi ranah domestik, sehingga perempuan punya peran

ganda dalam kehidupannya (Prasetyowati, 2010:14).

Peran ganda dalam kehidupan perempuan salah satunya dilanggengkan

oleh kata “kodrat”. Menurut Soebiyantoro dan Harianto (2015:5), kata “kodrat”

digunakan agar perempuan secara sukerela melakukan pekerjaan domestik.

Perempuan diharuskan untuk mengerjakan pekerjaan domestik atas nama

12

“kodrat”. Penggunaan kata “kodrat” tersebut selalu diulang-ulang dan

diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, pada akhirnya

perempuan percaya bahwa pekerjaan domestik adalah pekerjaan yang

diperentukkan untuknya

Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjadi pijakan

awal penulis untuk mengembangkan penelitian bertemakan buruh perempuan.

Beberapa bahan kepustakaan di atas tidak secara spesifik membahas tentang

peran seta posisi perempuan dalam wilayah domestik yang dilihat melalui

kacamata Feminisme Marxis, sehingga kajian relasi gender di wilayah domestik

berdasarkan perspektif Feminisme Marxis ini cukup relevan untuk dilakukan.

D. Landasan Teori

Feminisme adalah upaya penyadaran akan penindasan yang dialami

perempuan dalam masyarakat, agama, tempat kerja, maupun keluarga.

Feminisme adalah siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki, yang

menentang diskriminasi atas jenis kelamin, ketidakadilan gender, dan

penindasan. Feminisme masa kini meliputi perjuangan menentang subordinasi

perempuan oleh laki-laki di lingkungan rumah tangga. Feminisme melawan

pemerasan, perlakuan tidak adil, dan pelecehan status di tempat kerja,

masyarakat, lembaga agama, dan menentang beban ganda yang didera

perempuan dalam ranah produksi dan reproduksi (Siregar, 1999:6)

Pemikiran tentang Feminisme Marxis muncul dilatarbelakangi

keprihatinan para pencetusnya, Marx dan Engels, yang melihat bahwa kaum

13

perempuan kedudukannya identik dengan kaum proletar pada masyarakat

kapitalis Barat. Kondisi perempuan menurut Engels pada proses industrialisasi

lebih buruk sebab industrialisasi memisahkan antara rumah dan publik. Sektor

publik selalu memberikan nilai materi (uang), sedangkan pekerjaan rumah

tangga tidak. Suami dengan sendirinya mempunyai posisi yang lebih kuat dan

istri serta anak-anaknya menjadi pihak yang lemah karena ketergantungan

ekonomi mereka pada kepala keluarga (Nugroho, 2008: 69).

Marx dan Engels dalam buku The German Ideology mendiskusikan

tentang ketidaksetaraan dalam keluarga dan berpendapat bahwa keluarga adalah

awal adanya kelas-kelas dalam masyarakat.

“With the division of labour, in which all these contradictions are

implicit, and which in its turn is based on the natural division of

labour in the family and the separation of society into individual

families opposed to one another, is given simultaneously the

distribution, and indeed the unequal distribution,both quantitative

and qualitative, of labour and its products, hence property: the

nucleus, the first form, of which lies in the family, where wife and

children are the slaves of the husband. This latent slavery in the

family, though still very crude, is the first property, but even at this

early stage it corresponds perfectly to the definition of modern

economists who call it the power of disposing of the labour-power

of others.” (Marx dan Engels,1998: 51)

Marx dan Engels mencoba menjelaskan bagaimana besarnya peran

keluarga terhadap perkembangan kelas di masyarakat. Marx dan Engels

menggunakan kata “natural” untuk menjelaskan bagaimana kemunculan

keluarga adalah sesuatu yang spontan dan tidak direncanakan. Keluarga adalah

tempat pertama untuk melihat bagaimana proses pembagian kerja. Pembagian

kerja memisahkan individu dengan masyarakat. Pemisahan antara individu

14

dengan masyarakat ini menimbulkan masalah, salah satunya adalah distribusi

yang tidak merata. Pembagian kerja membawa pada penindasan perempuan

dan anak-anak dalam keluarga. Perempuan dan anak-anak menjadi budak dari

laki-laki dalam keluarga karena laki-laki adalah orang yang memiliki properti

atau kekayaan.

Engels dalam The Origin of the Family, Private Property, and the State

menjelaskan bahwa, “.....the emancipation of women and their equality with

men are impossimple and must remain so as long as women are excluded from

socially productive work and restricted to housework, which is private. The

emancipation of women becomes possible only when women are enabled to

take part in production on a large social scale..” (Engels, 2004:151). Engels

mengatakan bahwa perempuan tidak akan pernah bisa lepas dari penindasan

jika perempuan masih terkungkung dalam pekerjaan-pekerjaan sektor

domestik. Perempuan dapat terbebas dari penindasan jika perempuan mampu

mengambil bagian dalam kegiatan produksi di sektor publik.

Menurut Hidayat (2004: 230), keterikatan perempuan dengan peran

reproduksi membuka pintu bagi subordinasi atas perempuan. Laki-laki dalam

posisi yang lain mengembangkan akses pada kekuasaan praksis dan hak

miliknya. Menurut Engels, relasi subordinasi ini sejalan dengan pembagian

kerja berdasarkan seks yang terjadi secara alamiah. Pembagian kerja antar-seks

dalam masyarakat kapitalis menjadi semakin tegas karena perempuan terikat

pada peran rumah tangga sementara laki-laki terlibat dalam kerja upahan.

Perempuan di dalam keluarga adalah proletar terhadap suaminya.

15

Feminisme Marxis dicirikan oleh pendekatannya atas ketertindasan

perempuan melalui analisis kelas yang diperkenalkan Marx lewat materialisme

dialektis. Feminisme Marxis beranggapan bahwa penindasan perempuan

adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Inilah yang

membedakan Feminisme Marxis dari Feminisme Liberal yang menempatkan

analisisnya pada level individu. Feminisme Marxis melihat penindasan

perempuan sebagai persoalan struktural sehingga analisis atas kondisi

perempuan selalu diletakkan sebagai kritik atas kapitalisme pada level struktur

masyarakat (Hidayat, 2004:99).

Menurut Tong (2008:152), Engels percaya bahwa kendali laki-laki atas

perempuan berakar dari fakta bahwa laki-laki, dan bukan perempuan, yang

mengendalikan kepemilikan. Opresi terhadap perempuan akan berakhir hanya

dengan penghancuran kepemilikan pribadi. Tong menambahkan bahwa

menurut Engels, jika perempuan akan diemansipasikan dari laki-laki,

perempuan pertama-tama harus menjadi mandiri dan tidak bergantung kepada

laki-laki, bahkan syarat pertama bagi emansipasi perempuan adalah masuknya

kembali seluruh perempuan ke dalam industri publik.

16

E. Metode Penelitian

1. Bahan penelitian

Pustaka primer yang mendukung tulisan ini diperoleh dari semua

data dan informasi yang akan didapatkan setelah observasi dan

wawancara terbuka selama penelitian di PT Yongjin Javasuka Garment

II. Selain data dan informasi hasil observasi serta wawancara, penelitian

ini menggunakan data tentang PT Yongjin Javasuka Garment yang

diperoleh melalui buku “Profil PT Yongjin Javasuka Garment II” serta

memperoleh data dan informasi tentang Feminisme Marxis dari buku

utama Feminisme Marxis seperti The German Ideology karya Karl Marx

dan Friedrich Engels, The Origin of the Family, Private Property, and

the State karya Friedrich Engels, Marx on Gennder and the Famliy

karya Heather A. Brown dan Feminist Thought karya Rosemarie

Putnam Tong. Pustaka lainnya adalah esai karya Barbara Winslow

berjudul Women’s Alienation and Revolutionary Politics Women’s

Alienation and Revolutionary Politics yang merupakan tanggapan atas

tulisan Anne Foreman berjudul Feminity as Alienation: Women and the

Family in Marxism and Psychoanalysis.

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari buku, artikel, jurnal, maupun tesis yang membahas relasi gender

buruh perempuan dan Feminisme Marxis. Data sekunder tersebut di

antaranya adalah buku karya Harmona Daulay yang berjudul

“Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran”, buku “Sangkan

17

Paran Gender” dengan editor Irwan Abdullah, serta penelitian

Prasetyowati dengan judul “Pola Relasi Gender dalam Keluarga Buruh

Perempuan (Studi Kasus Buruh Perempuan Pabrik Sritex di Desa

Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo”) dan

penelitian Rona Utami dengan judul “Relasi Gender Dalam Wilayah

Domestik dalam Perspektif Feminisme Liberal: Studi Kasus Mantan

Buruh Wanita Di Desa Randusongo, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur”.

2. Jalan penelitian

Penelitian ini menempuh beberapa langkah sederhana, yaitu:

a. Menentukan kategori data yang akan dikumpulkan

b. Melakukan observasi lapangan

c. Membuat kisi-kisi pertanyaan untuk wawancara

d. Melakukan wawancara terbuka dengan responden yang telah

ditentukan

e. Mengumpulkan data

f. Mengklasifikasi data

g. Menganalisis data primer dan data sekunder

h. Melakukan refleksi filosofis terhadap data yang telah ada untuk

mencari filsafat tersembunyi

i. Melakukan evaluasi kritis terhadap data yang telah ada

Kaelan (2005:197) mengatakan bahwa observasi saja tidak

memadai dalam melakukan penelitian. Mengamati kegiatan dan

18

kelakuan orang saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau

dirasakan orang lain. Hal tersebut mengakibatkan observasi harus

dilengkapi dengan wawancara, karena dengan melakukan wawancara

kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden.

Pelaksanaan wawancara di lapangan dengan mengajukan daftar

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Daftar pertanyaan

tersebutpPada pelaksanaannya bisa berkembang sesuai dengan keadaan

yang terjadi. Wawancara yang dilaksanakan ialah wawancara yang

terbuka dan mendalam. Responden dipilih berdasarkan teknik

pengambilan sampel Purpossive Sampling. Purpossive Sampling

adalah pengambilan sampel bertujuan dengan dasar pertimbangan

bahwa orang tersebut kaya akan informasi. Fungsi sampel lebih

ditekankan untuk menggali serta menemukan sejauh mungkin informasi

yang penting.

Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian

(Singarimbun dan Effendi, 1985:122). Tujuan penelitian ini ialah

mendeskripsikan relasi gender yang terjadi antara perempuan sebagai

istri yang menjadi buruh PT Yongjin Javasuka Garment II dan laki-laki

sebagai suami dalam keluarga serta menggali pemikiran Feminisme

Marxis dan menggunakannya untuk mengkaji relasi gender yang terjadi

dalam rumah tangga buruh perempuan PT Yongjin Javasuka Garment

19

II, maka responden dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan

tujuan tersebut.

Kriteria dalam memilih responden adalah sebagai berikut.

a. Subjek yang dijadikan responden merupakan buruh perempuan

yang bekerja di PT Yongjin Javasuka Garment II. Hal ini

didasarkan pada kesesuaian dengan objek penelitian yang

membahas buruh perempuan PT Yongjin Javasuka Garment II.

b. Buruh perempuan yang dipilih sebagai responden ialah buruh

yang sudah berkeluarga. Buruh perempuan yang sudah

berkeluarga benar-benar tahu dan mengenal bagaimana kehidupan

pernikahan sehingga responden dapat memberikan informasi yang

detail dan menyeluruh kepada peneliti.

c. Buruh perempuan yang dipilih menjadi responden disamping

harus sudah berkeluarga, juga harus tinggal bersama keluarganya,

hal ini untuk mempermudah didapatkannya gambaran mengenai

relasi gender antara laki-laki dan perempuan yang terjadi dalam

rumah tangga buruh perempuan.

d. Buruh perempuan bertempat tinggal di Kampung Pajagan RT

03/RW 11 atau RT 04/RW 11

3. Analisis hasil

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti

mencoba mencari data dan informasi deskriptif. Data dan informasi

yang dicari akan lebih mudah didapat dengan pendekatan kualitatif

20

sebab menurut Maleong (1988: 6), pendekatan kualitatif menyajikan

secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden.

Pendekatan kualitatif juga lebih peka dan lebih menyesuaikan diri

dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola

nilai yang dihadapi. Hasil penelitian dianalisis secara filosofis dengan

metode deskriptif-filosofis. Gejala sosial dikaji serta digali dengan

melihat data lapangan dan dipertajam dengan analisis Feminisme

Marxis.

Data dianalisis dengan menggunakan beberapa unsur metodis

yang merupakan, antara lain:

1. Interpretasi

Interpretasi dilakukan dengan mencermati data yang telah ada yang

berkaitan dengan pola relasi gender di wilayah domestik dan

menanggapi secara kritis data tersebut dengan menggunakan

analisis teori Feminisme Marxis.

2. Koherensi intenal

Konsep-konsep kunci dalam pemikiran Feminisme Marxis dilihat

untuk memperoleh keselarasannya secara konsisten dan logis

sehingga akan diperoleh penjelasan yang lebih terang dan relevan

dengan kondisi saat ini.

3. Holistika

Memahami konsep Feminisme Marxis dalam pola relasi gender,

khususnya terhadap buruh perempuan dalam secara menyeluruh.

21

4. Deskripsi

Memberikan uraian serta gambaran yang menyeluruh mengenai

hasil yang telah diinterpretasikan mengenai pola relasi gender di

wilayah domestik dan tanggapan kritis dengan analisis teori

Feminisme Marxis.

F. Hasil yang dicapai

Penelitian tentang pola relasi gender buruh perempuan di PT Yongjin

Javasuka Garment II mencapai hasil sebagai berikut:

1. Pemahaman yang mendalam tentang pola relasi gender khusunya

terhadap buruh perempuan di wilayah domestik

2. Paparan dan analisis yang jelas, utuh, dan menyeluruh tentang konsep

Feminisme Marxis pada relasi gender khususnya terhadap buruh

perempuan yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian yang berjudul “Relasi Gender di Wilayah

Domestik Dalam Perspekti Feminisme Marxis (Studi Kasus Buruh Perempuan

PT Yongjin Javasuka Garment II di Sukabumi, Jawa Barat)” terdiri dari enam

bab yang masing-masing memiliki uraian singkat sebagai berikut.

Bab I berisi pendahuluan yang mencakup butir-butir sub-bab proposal

skirpsi yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian

dan hasil yang dicapai.

22

Bab II berisi pembahasan objek formal yaitu Feminisme Marxis.

Feminisme secara umum dan beberapa varian feminisme dibahas terlebih

dahulu sebelum masuk ke pembahasan spesifik mengenai Feminisme Marxis.

Bab III berisi pembahasan mengenai PT Yongjin Javasuka Garment II,

termasuk membahas Kampung Pajagan sebagai tempat dilaksanakannya

penelitian

Bab IV berisi pembahasan objek material yaitu relasi gender, terutama

relasi gender yang terjadi dalam rumah tangga antara istri dan suami. Bab ini

juga membahas dan menganalisis relasi gender buruh perempuan PT Yongjin

Javasuka Garment II di wilayah domestik, kemudian bab ini membahas tinjauan

Feminisme Marxis terhadap relasi gender buruh perempuan PT Yongjin

Javasuka Garment II di wilayah domestik.

Bab V berisi kesimpulan penelitian dan saran bagi masyarakat serta

kalangan akademisi