BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf ·...

74
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan didalam dunia bisnis berkembang begitu pesat. Hal tersebut memacu banyak produsen dari berbagai sektor baik industri atau pun jasa untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas produknya guna memenangkan persaingan dalam merebut minat konsumen. Daya beli di Indonesia untuk berbagai macam produk bisa dibilang cukup tinggi karena masyarakat Indonesia cenderung konsumtif terkait pula dengan berbagai macam produk fashion atau termasuk produk yang terkait dengan mode. Fenomena tersebut muncul dari tingginya daya beli masyarakat Indonesia dan berubahnya gaya hidup. Kehidupan masyarakat modern saat ini turut mempengaruhi pola perilaku masyarakat dalam pembelian. Kehidupan modern seringkali di identikkan dengan gaya hidup yang selalu mengikuti trend atau perkembangan jaman. Dalam kondisi seperti ini, keputusan memilih merek turut berperan dalam gaya hidup modern, sehingga keinginan untuk membeli produk yang bermerek turut mewarnai pola konsumsi seseorang. Dalam realitasnya, perusahaan produk fashion harus mengerti betul bagaimana ciri dari konsumen yang dituju dan faktor apa saja yang menjadi penentu bagi para konsumen untuk memilih produk fashion tertentu. Berbagai variasi merek, kemasan, harga serta kualitas produk semakin bermunculan. Beragam merek dan variasi tersebut membuat konsumen dihadapkan pada kondisi

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena persaingan didalam dunia bisnis berkembang

begitu pesat. Hal tersebut memacu banyak produsen dari berbagai

sektor baik industri atau pun jasa untuk meningkatkan dan

mengembangkan kualitas produknya guna memenangkan

persaingan dalam merebut minat konsumen. Daya beli di Indonesia

untuk berbagai macam produk bisa dibilang cukup tinggi karena

masyarakat Indonesia cenderung konsumtif terkait pula dengan

berbagai macam produk fashion atau termasuk produk yang terkait

dengan mode. Fenomena tersebut muncul dari tingginya daya beli

masyarakat Indonesia dan berubahnya gaya hidup.

Kehidupan masyarakat modern saat ini turut mempengaruhi

pola perilaku masyarakat dalam pembelian. Kehidupan modern

seringkali di identikkan dengan gaya hidup yang selalu mengikuti

trend atau perkembangan jaman. Dalam kondisi seperti ini,

keputusan memilih merek turut berperan dalam gaya hidup modern,

sehingga keinginan untuk membeli produk yang bermerek turut

mewarnai pola konsumsi seseorang.

Dalam realitasnya, perusahaan produk fashion harus

mengerti betul bagaimana ciri dari konsumen yang dituju dan faktor

apa saja yang menjadi penentu bagi para konsumen untuk memilih

produk fashion tertentu. Berbagai variasi merek, kemasan, harga

serta kualitas produk semakin bermunculan. Beragam merek dan

variasi tersebut membuat konsumen dihadapkan pada kondisi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

2

dimana mereka harus mengambil keputusan dalam memilih produk

yang harus mereka beli. Hal inilah yang membuat konsumen harus

mengidentifikasi dan memahami merek dari produk tersebut

sebelum melakukan pembelian. Namun konsumen sekarang

semakin pintar untuk memilih produk yang menawarkan nilai

tambah bagi mereka dan kesetiaan konsumen pada suatu produk

semakin kecil. Hal ini terjadi karena saat ini persaingan perusahaan

untuk memperebutkan konsumen tidak lagi terbatas pada atribut

fungsional produk saja misalnya seperti kegunaan produk

melainkan sudah dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan

citra khusus bagi penggunanya.

Merek diartikan sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau

desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk

mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau

kelompok penjual dan mendifernsiasikan mereka dari para

pesaing.1

Salah satunya beragam merek untuk penggunaan fashion

dari berbagai jenis membuat perusahaan juga semakin dihadapkan

pada persaingan antar merek. Salah satu merek untuk penggunaan

fashion yang telah dikenal adalah Sophie Martin. Sebagai salah satu

produk fashion, Sophie Martin berusaha memahami bahwa wanita

mengaharapkan memiliki fashion yang bagus. Hal ini terbukti

dengan adanya produk yang ditujukan kepada konsumen sesuai

dengan usia dan kebutuhan fashion, dari sini Sophie Martin ingin

1 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran (Jakarta:

Erlangga, 2009), Cetakan ke Tigabelas, 258.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

3

membuat persepsi konsumen menjadi lebih baik dengan adanya

segmen pasar yang dambil oleh Sophie Martin.

Suatu merek bukanlah sekedar nama yang menempel pada

produk bagi konsumen maupun produsen. Bahkan dengan majunya

informasi saat ini, konsumen pertama kali akan mengingat merek

suatu produk, bukan produsennya. Ditinjau dari sisi konsumen,

merek mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen

harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek

setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga

membantu menyakinkan konsumen bahwa mereka akan

mendapatkan kualitas yang konsisten ketika mereka membeli

produk tersebut.

Merek (brand) menjadi elemen yang penting bagi

perusahaan. merek bukan hanya sebuah nama, logo, atau simbol,

tapi memiliki peranan yang jauh lebih besar dari pada itu. Produk

tanpa merek akan menjadi komoditas, tetapi sebaliknya, produk

yang diberikan merek akan memiliki nilai lebih tinggi dimata

pelanggan. Merek penting bagi perusahaan untuk menunjukan nilai

produk yang ditawarkan ke pasar, namun merek tidak akan berarti

jika tidak memiliki ekuitas (equity) yang kuat bagi pasar.2

Keputusan pembelian diartikan sebagai suatu proses

pemilihan alternatif pilihan yang dihadapi oleh seseorang dalam

konteks jenis pilihan konsumsi, mulai dari pemakaian produk baru

sampai ke pemakaian produk lama dan sudah dikenal luas,

2 The Official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, (Jakarta:

Esensi Erlangga Group, 2010), 60-61.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

4

seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk

yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat beli.

Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku

konsumen. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung

terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, serta menghabiskan

produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului

tindakan ini. Pengambilan keputusan oleh konsumen dalam

membeli suatu produk tentu berbeda-beda. Pada dasarnya

konsumen memiliki perilaku pembelian yang cukup rumit karena

adanya berbagai perbedaan dari produk dengan jenis yang sama,

tapi merek dan spesifikasi produk umumnya berbeda.

Keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk

selalu berubah-ubah. Ketika konsumen melakukan pengambilan

keputusan untuk memilih atau membeli suatu produk dengan merek

tertentu pasti terpengaruh oleh berbagai pertimbangan. Hal ini pasti

mengakibatkan perubahan pangsa pasar satu produk tertentu,

terlebih lagi sekarang banyaknya produk sejenis dengan merek

yang berbeda beredar di pasar

Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari

produk, dan ia dapat menambah nilai produk, sehingga pemberian

merek suatu produk menjadi isu penting dalam strategi produk.3

Dengan demikian merek dari suatu produk dapat memberikan nilai

tambah bagi pelanggannya yang dinyatakan sebagai brand yang

memiliki brand equity yang tinggi.

3 Husein Umar, Bussiness an Introduction (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2003), 132.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

5

Merek yang dimiliki perusahaan akan menjadi kuat apabila

memiliki brand equity yang juga kuat. Brand equity yang kuat akan

memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada

perusahaan. Brand equity yang kuat akan menimbulkan rasa

nyaman, meningkatkan keyakinan dalam penggunaan, dan akhirnya

tercipta kepuasan bagi pelanggan. Dengan demikian brand dari

suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggannya

yang dinyatakan sebagai brand yang yang memiliki brand equity.

Brand equity yang kuat akan lebih mudah dalam mendongkrak

produk atau unit bisnis lain dari perusahaan.

Dengan adanya tingkat kepuasan yang tinggi dari

konsumen, maka konsumen tersebut akan membeli produk untuk

yang kedua kalinya serta mempunyai minat yang lebih untuk selalu

mengkonsumsinya atau memakainya

Jika sebuah merek (brand) sudah dikenal dan kemudian

dalam benak konsumen ada asosiasi tertentu terhadap sebuah

merek, sehingga merek tersebut dapat dibedakan dengan merek-

merek yang lain, kemudian di benak konsumen merek tersebut di

persepsikan memiliki kualitas yang tinggi dan berhasil membuat

konsumen tersebut puas serta loyal maka merek tersebut dapat

dikatakan memiliki brand equity yang tinggi.

Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen

indonesia tentang mode dan cara berpakaian mendukung

perkembangan pasar produk pakaian, tas dan aksesoris menjadi

cukup pesat, Salah satunya adalah produk Sophie Martin. Di pasar,

beragam brand atau merek pakaian, tas dan aksesoris lainnya bisa

menjadi pilihan wanita. Dengan banyaknya merek yang ada di

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

6

pasar membuat pasar persaingan produk pakaian dan aksesoris

lainnya menjadi semakin ketat. Hal inilah yang membuat konsumen

harus mengidentifikasi dan memahami merek dari produk tersebut

sebelum melakukan pembelian.

Dengan persaingan yang semakin ketat di bidang fashion

menuntut para pengusaha untuk selalu mengembangkan dan

meningkatkan kreatifitas dalam merebut pangsa pasar. Banyaknya

merek-merek yang bermunculan, membuat persaingan di dunia

fashion semakin ketat. Salah satu usaha yang dilakukan para

pengusaha untuk menarik konsumen produk pakaian, tas dan

aksesoris lainnya yaitu dengan pengenalan merek (brand).

Salah satu merek yang banyak di gemari masyarakat saat ini

adalah merek Sophie Martin. Persaingan yang dihadapi Sub

Business Sophie Martin di Ciceri Serang semakin kompetitif dan

ketat dengan adanya produk pakaian, tas dan aksesoris merek lain

yang bermunculan dengan model, harga, dan kualitas yang sama.

Salah satu cara yang dapat dilakukan Sub Business Sophie

Martin di Ciceri Serang untuk dapat menarik konsumen adalah

dengan menghadapi persaingan tersebut dengan membangun merek

sehingga akan menciptakan Brand Equity dan meningkatkan

kekuatan merek karena akan menjadi pembeda yang jelas sehingga

akan mengurangi keputusan konsumen berpindah ke merek lain.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis

menetapkan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Brand Equity

terhadap Keputusan Pembelian” (Studi pada Sub Business

Center Sophie Martin di Ciceri Serang)”.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

7

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-

masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap

keputusan pembelian produk Sophie Martin di Sub Business

Center Sophie Martin Ciceri Serang?

2. Seberapa besar pengaruh Brand Equity terhadap keputusan

pembelian produk Sophie Martin di Sub Business Center

Sophie Martin Ciceri Serang?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan untuk lebih memfokuskan

kajian yang akan dilaksanakan sehingga tujuan penelitian dapat

tercapai dalam waktu yang singkat dan terkontrol dengan baik.

1. Brand equity pengaruhnya terhadap keputusan pembelian

produk Sophie Martin

2. Objek penelitian hanya dilakukan pada konsumen yang

pernah terlibat dalam pembelian produk Sophie Martin di

Sub Business Center Sophie Martin di Ciceri Serang.

D. Tujuan Penelitian

Setelah merumuskan masalah, maka tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh brand equity terhadap

keputusan pembelian produk Sophie Martin

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

8

2. Untuk mengetahui seberapa besarnya pengaruh Brand

Equity terhadap keputusan pembelian produk Sophie

Martin

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Sub Business Center Sophie Martin

Dapat dijadikan catatan untuk memperbaiki apabila ada

kelemahan dan kekurangan serta dapat mempertahankan dan

meningkatkan kinerjanya.

2. Bagi Penulis

Diharapkan hasil penelitian ini, penulis secara umum dapat

menambah wawasan dan dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah.

3. Bagi Institut

Diharapkan hasil penelitian ini dapat melengkapi kepustakaan

yang dibutuhkan dalam penyediaan bahan studi yang

dibutuhkan.

F. Kerangka Pemikiran

Hubungan antara brand equity dan keputusan pembelian

sangat erat kaitannya, hal inidapat digambarkan dalam kerangka

pemikiran di bawah ini:

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran

Variabel X

Brand Equity

Variabel Y

Keputusan Pembelian

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

9

Brand equity bagi perusahaan dapat memberikan manfaat

yang sangat dibutuhkan diantaranya sebagai asset perusahaan yang

paling berharga. Konsumen memandang merek sebagai bagian

penting dari produk dan dapat menambah nilai produk, sehingga

pemberian merek suatu produk menjadi isu penting dalam strategi

produk. Dngan demikian merek dari suatu produk dapat

memberikan nilai tambah bagi pelanggannya yang dinyatakan

sebagai merek yang memiliki brand equity.

1. Brand Equity

Menurut American Marketing Asociation, merek (brand)

adalah nama, istilah, tanda, syimbol, rancangan, atau kombinasi

dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi

barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk

membedakannya dari produk pesaing.4

Dengan demikian, brand sangat penting baik bagi konsumen

maupun produsen. Bagi konsumen brand equity bermanfaat untuk

mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan

jaminan akan kualitas, sebailknya bagi produsen brand dapat

membantu upaya untuk membangun loyalitas dan hubungan

berkelanjutan dengan konsumen.

Brand equity merupakan asset yang dapat memberikan nilai

tersendiri dimata pelanggannya. Asset yang dikandungnya dapat

membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan

menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek

tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian atas dasar

4 Etta Mamang Sangaji, Perilaku Konsumen, (Yogyakarta: Andi, 2013), 323

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

10

pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi

dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya,

perceived quality dan brand association dapat mempertinggi

kepuasan konsumen dalam menggunakan produk.5.

Salah satu defenisi brand equity yang paling banyak dikutip

adalah definisi David A. Aaker. yang menyatakan bahwa brand

equity adalah serangkaian asset dan kewajiban (liabilities) merek

terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang

menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk

atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan peusahaan tersebut.

Aaker, menjabarkan asset merek yang berkontribusi pada

penciptaan brand equity kedalam empat dimensi: kesadaran merek

(brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi

merek (brand association), loyalitas merek (brand loyalty).6

Dalam model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut

pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan

utamanya adalah perilaku konsumen.7

Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi dan

loyalitas pelanggan adalah kunci sukses, terlebih pada kondisi

sekarang, pemasaran merupakan pertempuran persepsi konsumen

dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Beberapa produk

dengan kualitas, model, karakteristik tambahan (features), serta

5 Darmadi Durianto, dkk., Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas

dan Perilaku Merek, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 1. 6 Fandy Tjiptono, Brand Management & Strategy, (Yogyakarta: Andi, 2005),

39-40. 7 Fandy Tjiptono, Manajemen & Strategi Merek, (Yogyakarta: Andi, 2011),

97.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

11

kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda

dipasar karena perbedaan persepsi dalam benak konsumen.

Pembentukan persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek.

Pada tatanan ini suatu produk dengan ekuitas merek (brand equity)

yang kuat akan membentuk landasan merek (brand platform) yang

kuat dan mampu mengembangkan keberadaan merek dalam

persaingan apapun dalam waktu yang lama.8

Suatu merek yang dilancarkan oleh produsen merupakan

suatu janji produsen yang sifatnya spesifik, dan benefit yang

ditawarkan kepada konsumen. Merek yang baik dan terkenal

menjamin adanya tingkatan mutu atau kualitas. Kotler menyatakan

ada 6 arti dari merek yaitu:9

1. Attributes, ada sesuatu atribut yang melekat pada suatu merek.

Misalnya barang mahal, mutu bagus, tahan lama, tidak luntur

dsb.

2. Benefit, kata attribute diartikan sebagai functional dan

emotional benefit.

3. Value barang mahal memiliki nilai tinggi bagi pengguna, karena

dapat menaikkan gengsi/prestige, kenyamanan dan keselamatan.

4. Culture, ini masalah budaya, yang terkesan, terkenal, efisien,

selalu membeli barang berkualitas tinggi.

5. Personality, memperlihatkan atau memberi kesan kepribadian

tertentu.

8 Darmadi Durianto, dkk., Brand Equity Ten “Strategi Memimpin Pasar”

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 3. 9 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, 157.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

12

6. User, memberi kesan bahwa mayoritas pemakai produk tersebut

adalah orang dari kelas sosial tertentu.

Dengan adanya identitas khusus, maka akan mempermudah

konsumen untuk memilih produk tersebut pada saat konsumen

mempunyai minat untuk melakukan keputusan pembelian.

Konsumen memilih produk tidak hanya karena kebutuhan saja,

melainkan harus mempertimbangkan faktor merek (brand) juga.

Oleh karena itu brand yang dibuat perusahaan harus mudah diingat,

mudah di ucapkan serta menimbulkan image positif pada produk

yang di jual. Brand juga bisa menimbulkan persepsi konsumen

akan memperoleh kualitas barang yang sama apabila membeli

produk yang serupa.

2. Keputusan Pembelian

Daya beli masyarakat atau konsumen terhadap suatu produk

timbul setelah konsumen melakukan evaluasi terhadap produk.

Keputusan pembelian dari konsumen sangat dipengaruhi

oleh beberapa faktor-faktor penting. Faktor-faktor penting ini

penting untuk diketahui bagi pemasar agar dapat menentukan

strategi yang akan diterapkan.

Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen,

dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor, yaitu:10

a. Kebudayaan (Culture)

Kebudayaan sangat dipengaruhi terhadap nila-nilai dan

pola perilaku seseorang anggota kebudayaan tertentu.

10

Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung:

Alfabeta, 2014), 97.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

13

b. Kelas Sosial (Social Class)

Merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

tingkat tertentu, yang memiliki nilai dan sikap yang berbeda

dari kelompok tingkatan lain.

c. Keluarga (Family)

Keluarga adalah lingkungan terdekat dengan individu

dan sangat mempengaruhi nilai-nilai serta perilaku seseorang

dalam mengkonsumsi barang tertentu.

Setiap hari konsumen mengambil berbagai keputusan

membeli. Perusahaan besar pada umumnya melakukan riset dengan

cermat tentang keputusan konsumen membeli produk untuk

mengetahui sesuatu yang dibeli oleh konsumen, tempat, alasan, dan

cara mereka membeli serta tingkat harga yang mereka bayar.

Tahapan untuk mencapai keputusan pembelian dilakukan

oleh konsumen melalui beberapa tahapan yang meliputi mengenali

kebutuhan, mencari informasi, evaluasi alternatif, keputusan

membeli dan perilaku setelah pembelian.

Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun peringkat merek

dan membentuk tujuan pembelian. Biasanya, keputusan pembelian

konsumen akan menetapkan untuk membeli merek yang paling

diminati, tetapi ada dua faktor yang dapat muncul diantara tujuan

pembelian dan keputusan untuk membeli.11

11

Mahmud Machfoedz, Pengantar Pemasaran Modern (Yogyakarta: UPP

AMP YKPN, 2005), 43.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

14

3. Merek dalam Perspektif Islam

Dalam pandangan marketing syariah, brand adalah nama

baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan. Misalnya

Nabi Muhammad saw, memiliki reputasi sebagai seseorang yang

terpercaya sehingga dijuluki Al-Amin. Jelas bahwa Nabi

Muhammad telah menciptakan personal branding yang kuat

sebagai pengusaha yang professional dan jujur.12

Diantara nilai

transaksi yang terpenting dalam bisnis adalah kejujuran, oleh

Karena itu, sifat terpenting bagi pebisnis yang diridhoi Allah SWT

adalah kejujuran. Sesui dengan firman Allah SWT.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah

kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu

sedang kamu mengetahui” (QS Al-Anfal: 27). 13

Membangun brand yang kuat adalah sangat penting, tetapi

dengan jalan yang tidak bertentangan dengan ketentuan prinsip-

prinsip syariah. Salah satu hal yang penting yang membedakan

produk Islam dengan produk lainnya adalah karakter merek yang

mempunyai value indikator bagi konsumen. Brand yang baik

adalah brand yang mempunyai karakter yang kuat dan bagi

perusahaan atau produk yang menerapkan syariah marketing, suatu

12

Thorik Gunara dan Utus Hardion Sudibyo, Marketing Muhammad

“Strategi Andal Dan Jiitu Produk Bisnis Nabi Muhammad SAW” (Bandung: Madani

Prima, 2007), 82. 13

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bogor: Lembaga

Percetakan Al-Qur’an, 2010), 243.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

15

merek juga harus mencerminkan karakter-karakter yang tidak

bertentangan dengan perinsip-perinsip syariah atau nilai-nilai

spiritual. Personal branding dibangun dengan tiga unsur, yaitu

Positioning, Differentiation, Brand.14

Personal yang baik tentu akan

melahirkan kepercayaan sehingga akan melahirkan keteladanan.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari

lima bab, yaitu:

BAB ke Satu, Pendahuluan dalam bab ini menjelaskan

tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Pembatasan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,, Kerangka

Pemikiran, dan Sistematika Pembahasan.

BAB ke Dua, Kajian Teoritis dalam bab ini diuraikan

tentang landasan teori yang teori yang digunakan sebagai dasar

pembahasan selanjutnya yaitu, brand equity, elemen-elemen brand

equity, Keputusan Pembelian, dan Hipotesis.

BAB ke Tiga, Metode Penelitian bab ini menjelaskan

tentang tempat dan waktu penelitian, sumber data, populasi dan

sampel, metode pengumpulan data, teknik anlisis data, dan

operasional variable penelitian.

14

Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW (Bandung: Madani

Prima, 2008), 14-15.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

16

BAB ke Empat, Hasil Penelitian dalam bab ini menerangkan

tentang gambaran umum obyek penelitian dan pembahasan hasil

penelitian.

BAB ke Lima, Kesimpulan dan Saran bab ini menerangkan

kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Brand Equity

1. Pengertian Merek (Brand)

Menurut UU Merek No. 15 tahun 2001, merek adalah

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-

angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut

yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa.15

Sebuah merek memiliki bebrapa elemen atau identutas,

baik yang bersifat tangible maupun intangible. Secara garis

besar elemen-elemen tersebut biasa dijabarkan menjadi nama

merek (brand names), URL (Uniform Resource Locators),

logo, simbol, karakter, juru bicara (Spokespeople), slogan,

jingles, kemasan, dan Signage. Nama merek biasa didasarkan

pada sejumlah aspek diantaranya adalah:16

a. Nama orang, misalnya pendiri, pemilik, manajer, mitra

bisnis, atau orang lain yang diasosiasikan dengan produk.

b. Nama tempat, (geographic brand names), baik tempat asal

ditemukannya, dikembangkannya maupun tempat dijualnya

produk atau jasa bersangkutan.

c. Nama ilmiah yang diciptakan (invented scientific names)

biasanya dari bahasa yunani atau latin.

d. Nama “status” (status names)

15

Fandy Tjiptono, Manajemen & Strategi Merek, 3. 16

Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 4.

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

18

e. Good association names (semuanya berasosiasi positif

dengan kemurnian, kehalusan, dan kesehatan)

f. Artificial names, yang biasa jadi tidak mengandung makna

khusus.

g. Descriptive names, yaitu nama merek yang menggambarkan

manfaat atau aspek kunci produk,

h. Alpha-numeric brand names, yaitu nama merek yang

mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit ataupun

tertulis.

Merek mempunyai daya tarik yang sangat kuat karena

membantu kita untuk membuat keputusan membeli menjadi

lebih cepat dan lebih yakin. Ketika sebuah merek berdiri, merek

tersebut memiliki potensi tak terbatas untuk membuat

bangunan ekuitas. Semakin orang mengenalnya, atribut positif

dan negatifpun terus berdatangan. semakin banyak jumlah

orang, maka akan semakin banyak pula jumlah opini yang ada.

Merek tersebut membutuhkan lima tahun untuk

konsisten dalam kualitas dan perhatian terhadap pelayanan

pelanggan, dan semasa itu merek tetap tumbuh, setelah itu

produk tersebut akan diingat.17

2. Pengertian Brand Equity

Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset

dan liabilitas yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol,

yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan

17

Patricia F, Nicolino, The Complete Ideal’s Guide : Brand Management

(Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 78.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

19

oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun

pelanggan.

Salah satu defenisi brand equity yang paling banyak

dikutip adalah definisi David A. Aaker. yang menyatakan

bahwa brand equity adalah serangkaian asset dan kewajiban

(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan

simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang

diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau

pelanggan peusahaan tersebut.18

Sementara itu model keller lebih berfokus pada

perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model

ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE = Customer-Based

Brand Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan

sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan,

dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut

sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu.

Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki

customer-based brand equity positif apabila pelanggan bereaksi

secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk

tersebut di pasarkan manakala mereknya diidentifikasi,

dibandingkan bila nama mereknya tidak teridentifikasi

(misalnya, jika nama fiktif atau versi produk tanpa merek

digunakan). Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek

18

Fandy Tjiptono, Brand Management & Strategy, 39.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

20

adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awereness dan

brand image. Dengan demikian brand equity baru terbentuk jika

pelanggan mempunyai tingkat awarenes dan familiaritas tinggi

terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat,

positif dan unik dalam memorinya. Keller mengajukan proses

empat langkah dalam membangun merek, yaitu: Menyusun

identitas merek yang tepat, menciptakan makna merek yang

sesuai, menstimulasi respon merek yang diharapkan, menjalin

relasi merek yang tepat dengan pelanggan.19

Teori diatas dapat diambil kesimpulan model Aaker dan

Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu bahwa brand equity

mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk

sebagai hasil investasi pemasaran sebelum pada merek

bersangkutan.

Brand equity merupakan kumpulan dari adanya persepsi

merek pada benak konsumen. Mulai dari adanya brand

awareness-kesadaran merek, brand acceptability- penerimaan

merek, brand preference- ada pembeda-bedaan merek = brand

priority, akhirnya timbul brand loyalty- tidak mau berganti

merek lain.20

Brand equity dapat dikelompokan dalam 5 kategori, yaitu:21

19

Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 41. 20

Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasran Jasa, 158. 21

Darmadi Durianto, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan

Perilaku Konsumen, 4.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

21

1. Brand awareness (kesadaran merek) menunjukan

kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau

mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian

dari kategori produk tertentu.

2. Brand association (asosiasi merek) mencerminkan

pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam

kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut

produk, geografis, harga pesaing, selebritis, dan lain-lain.

3. Perceived quality (persepsi kualitas) mencerminkan persepsi

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu

produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang

diharapkan.

4. Brand loyalty (loyalitas merek) menciptakan tingkat

keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.

Brand equity merupakan aset yang dapat memberikan

nilai tersendiri dimata pelanggannya. Aset yang dikandungnya

dapat membantu nilai membantu pelanggan dalam menafsirkan,

memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan

produk dan merek tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi

rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan

pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam

menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka

karakteristiknya). Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

22

perceived quality dan asosiasi merek bisa meningkatkan

kepuasan konsumen dalam menggunakan produk.22

Sebuah produk dijaga nilai/ekuitas mereknya dengan

berbagai upaya pemasaran dilakukan, mulai dari menjaga dan

terus meningkatkan kualitas produk, melakukan promosi

periklanan, hingga memberikan layanan terbaik produk bagi

konsumennya yang tujuannya agar merek tersebut tetap diingat,

dibeli, dan tetap menjadi pilihan konsumen ditengah gempuran

produk sejenis yang berharap mendapat tempat di pikiran

(mind), hati (heart) dan dompet (pocket) konsumen. Nama

produk yang dikelola perusahaan haruslah dijaga oleh pemilik

merek/nama, agar nama ini memiliki nilai : reputasi dengan

demikian, ketika berdekatan dengan merek/nama tersebut,

konsumen yakin dan nyaman untuk membnagun hubungan

berkelanjutan (sustainable relationship). Sustainable

relationship yang tebina pada sebuah merek produk dengan

konsumennya adalah lewat pembelian berulang (repeated

purchase), merekomendasikan (recommendation) produk

kepada orang lain, serta menjalin ikatan yang kuat

(engagement) melalui program-program keanggotan

(membership program) yang dibina oleh perusahaan.23

22

Darmadi Durianto, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan

Perilaku Konsumen, 6. 23

Antoni Ludfi Arifin dan Sari Rahma Yulianthi, Building Personal Brand

Equity (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015)

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

23

Perjalanan panjang merek membangun identitas,

pemosisian, proposisi nilai, komunikasi serta berbagai strategi

yang merefleksikan keyakinan merek adalah terciptanya ekuitas

yang tinggi. Kondisi ini tentu saja menjadi idaman setiap merek

karena merek-merek tersebut berarti memiliki kedekatan

dengan pasar dari pelanggan. Ekuitas yang tinggi juga akan

berimplikasi langsung terhadap nilai finansial merek.24

3. Elemen-elemen Ekuitas Merek (Brand Equity)

Terdapat dua model brand equity mapan dalam aliran

psikologi kognitif, yaitu model Aaker dan model Keller. Dalam

model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang

manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya

adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang

berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat

dimensi, yaitu: Brand awerenees, perceived quality, brand

associations, dan brand loyalty.25

Gambar 2.1 Elemen Brand Equity Versi David Aaker

24

Andi M. Sadat, Brand Belief “Strategi Membangun Merek Berbasis

Keyakinan” (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 159. 25

Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 40.

Brand Equity

Brand

Awareness

Brand

Loyalty

Brand

Associations

Perceived

Quality

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

24

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek menurut Aaker adalah kemampuan

konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa suatu merek

merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Kesadaran

(awareness) menggambarkan keberadaan merekdidalam pikiran

konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa

kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand

equity. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau

kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya.26

Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir

dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.

b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Perceived quality menurut david A.Aaker adalah

persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau

keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan

maksud yang diharapkannya.27

Jika persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan

jelek, sebesar apapun usaha perusahaan untuk menciptakan

loyalitas terhadap produk cenderung tidak akan berhasil.

Perceived quality memberikan banyak value, antara lain:28

26

Darmadi Durianto, Brand Equity Ten, 6. 27

Darmadi Durianto, Brand Equity Ten, 15. 28

The official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, 74.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

25

1. Memberikan alasan bagi pelanggan untuk menggunakan

barang atau jasa, semakin baik persepsi pelanggan maka

semakin tinggi potensi pelanggan untuk menggunakan

produk

2. Membedakan produk barang atau jasa dngan pesaing.

3. Memberikan celah untuk menetapkan harga premium atau

produk barang atau jasa. Semakin baik persepsi pelanggan,

maka perusahaan dapat menetapkan harga tinggi.

4. Meniptakan ketertarikan atas seluruh distribusi untuk

menyalurkan produk barang atau jasa, karena produk

dipersepsikan dengan baik sehingga akan lebih mudah

mendistribusikan kebanyak pasar, termasuk untuk

melakukan brand extensions.

c. Asosiasi merek (Brand Associations)

Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang

merek dalam ingatan. David Aaker dalam bukunya Managing

Brand Equity mendefinisikan brand associations sebagai segala

sesuatu yang terhubung dimemori pelanggan terhadap suatu

merek.29

Keterkaitan asosiasi dengan merek akan lebih kuat jika

dilandaskan pada banyak penglaman. Berbagai asosiasi yang

diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk brand

image didalam benak konsumen.assosiasi-asosiasi merek juga

menciptakan nilai, berbagai asosiasi membantu memproses dan

29

The official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, 66.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

26

menyusun informasi, membedakan merek tersebut,

membangkitakn alasan untuk membeli, menciptakan sikap atau

perasaan positif, dan memberikan dasar untuk perluasan merek.

Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan

konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada

merek tersebut. Dalam praktiknya, didapati banyak sekali

kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand associations yang

dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi

perusahaan maupun dari sisi pengguna.

d. Loyalitas merek (brand loyalty)

Brand loyalty menurut david Aaker adalah sebuah

ukuran ketertarikan pelanggan terhadap suatu merek. Ukuran ini

mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya

seorang pelanggan beralih kemerek produk yang lain, terutama

jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan baik

menyangkut harga maupun atribut lain. Seorang pelanggan

yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah

memindahkan pembeliannya kemerek lain, apapun yang terjadi

dengan merek tersebut. Apabila loyalitas pelanggan terhadap

suatu merek meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan

tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing

dapat dikurangi.

Loyalitas merek (brand loyalty) adalah komitmen kuat

dalam berlangganan atau membeli kembali suatu merek secara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

27

konsisten dimasa mendatang.30

Hanya loyalitas yang membuat

pelanggan membeli merek tertentu dan tidak mau berpindah ke

merek yang lain, meskipun kondisi tersebut sulit direalisasikan

ditengah kenyataan banyaknya pesan-pesan iklan yang

membombadir setiap saat. Namun jika loyalitas dapat diraih,

tentu saja akan meningkatkan ekuitas merek (brand equity)

yang sangat penting dalam jangka panjang.

Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu

indikator inti brand equity yang jelas terkait dengan peluang

penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan

dimasa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan

melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan

pada banyak alernatif merek produk pesaing yang menawarkan

karakteristik prosuk yang lebih unggul dipandang dari sudut

atributnya. Jika banyak pelanggan dari suatu merek masuk

dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity

yang kuat. Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal kepada suatu

merek pada saat mereka melakukan pembelian akan merek

tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena ketrtarikan

mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada

karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya

ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh produk

30

Andi M. Sadat, Brand Belief “Strategi Membangun Merek Berbasis

Keyakinan”, 170.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

28

alternatif. Apabila pelanggan dari suatu merek termasuk dalam

kategori ini, berarti kemungkinan ekuitas merek (brand equity)

tersebut adalah lemah.

B. Keputusan Pembelian

Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen,

dipengaruhi oleh banyak hal. Demikian pola konsumen-konsumen,

terbentuk karena pengaruh lingkungan. Pada umumnya, setiap hari

konsumen dihadapkan pada proses pengambilan keputusan untuk

membeli produk atau jasa. Namun, keputusan yang diambil kadang-

kadang tanpa mereka sadari. Maka dari itu saat konsumen berada

pada proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukkan

pemecahan masalah baik yang ditimbulkan dari kebutuhan yang

dirasakan maupun dari keinginannya untuk memenuhi kebutuhan

itu dengan mengkonsumsi produk ataupun jasa yang sesuai.

Pengambilan keputusan adalah suatu proses penilaian dan

pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-

kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang

dianggap paling menguntungkan. Proses penilaian itu biasanya

diawali dengan mengindentifikasi masalah utama yang

mempengaruhi tujuan, menyusun, menganalisis, dan memilih

berbagai alternatif tersebut dan mengambil keputusan yang

dianggap paling baik. Langkah terakhir dari proses itu merupakan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

29

sistem evaluasi untuk menentukan efektifitas dari keputusan yang

telah diambil.31

1. Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian

adalah32

a. Faktor-faktor kebudayaan

1) Kebudayaan, merupakan faktor penentu yang paling

dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.

2) Subbudaya, setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-

subbudaya yang lebih kecil yang memberikan

idenifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para

anggotanya.

3) Kelas sosial adalah kelompok yang relative homogen

dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang

tersusun secara hierarki dan yang keanggotannya

mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

b. Faktor-faktor sosial

1) Kelompok referensi, terdiri dari seluruh kelompok yang

mempunyai pengaruh langsung maupun tidak

langsungterhadap sikap atau perilaku seseorang.

31

Mahmud Machfoedz, Pengantar Pemasaran Modern, 44. 32

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen (Jakarta: Kencana, 2010), 10.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

30

2) Keluarga, dapat dibedakan menjadi dua keluarga dalam

kehidupan pembeli yaitu, keluarga orientasi (orang tua)

dan keluarga prokreasi (istri dan anak)

Anggota keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku

pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian

konsumen yang paling pening dalam masyarakat dan

telah diteliti secara mendalam. Pemasar tertarik dalam

peran dan pengaruh suami, istri, dan anak-anak pada

pembelian berbagai produk dan jasa.33

3) Peran dan status, seseorang umumnya berpartisipasi

dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub,

organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok

dapat diidentifikasikan dalam peran dan status.

c. Faktor pribadi

1) Umur dan tahap dalam siklus hidup, konsumsi seseorang

juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga.

Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan

atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani

hidupnya.

2) Pekerjaan, para pemasar berusaha mengidentifikasi

kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat diatas

rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

33

Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen (Bandung:

Alfabeta, 2010), 91.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

31

3) Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi seseorang terdiri

dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan

hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap

terhadap mengeluarkan lawan menabung.

4) Gaya hidup, gaya hidup seseorang adalah pola hidu

didunia yang di ekspresikan oleh kegiatan, minat, dan

pendapat sesorang.

5) Kepribadian dan konsep diri, merupakan karakteristik

psikologis yang berbeda dari setiap orang yang

memandang responnya terhadap lingkungan yang

relative konsisten.

d. Faktor psikologis

1) Motivasi, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan

psikologis tertentu seperti, rasa lapar, haus, resah tidak

nyaman.

2) Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang

memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan

informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang

berarti dari dunia ini.

3) Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku

seseorang yang timbul dari pengalaman.

4) Kepercayaan dan sikap, kepercayaan adalah suatu

gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap

sesuatu.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

32

2. Proses yang mempengaruhi keputusan pembelian

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-

ciri kepribadiannya termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi.

Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan

keputusan dalam melakukan pembelian.

Proses psikologis dasar memainkan peranan penting

dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat

keputusan pembelian mereka. Perusahaan yang cerdas berusaha

untuk memahami proses keputusan pembelian pelanggan secara

penuh, semua pengalaman mereka dalam pembelajaran,

memilih, menggunakan dan bahkan menyingkirkan produk.

Periset pemasaran telah mengembangkan “model tingkat”

proses keputusan pembelian konsumen melalui lima tahap

yaitu.34

a. Tahap pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari

suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan

internal atau eksternal. Dengan rangsangan internal, salah

satu dari kebutuhan normal seseorang (rasa haus, lapar) naik

ketingkat maksimum dan menjadi dorongan atau kebutuhan

bisa timbul akibat rangsangan eksternal.

34

Philip Kotler, Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, 184-190.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

33

b. Pencarian informasi

Ternyata konsumen mencari informasi yang terbatas.

Survey memperlihatkan bahwa untuk barang tahan lama,

setengah hari dari semua konsumen hanya terlihat satu toko

dan hanya 30% yang melihat lebih dari satu merek

peralatan. Kita dapat membedakan antara dua tingkat

keterlibatan dengan pencarian, keadaan pencarian yang

lebih rendah disebut perhatian tajam, pada tingkat ini

seseorang hanya menjadi lebih resetif terhadap informasi

tentang sebuah produk pada tingkat berikutnya, sesorang

dapat memasuki pencarian informasi aktif mencari bahan

bacaan, menelpon teman, melakukan kegiatan online, dan

mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.

Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi

menjadi empat kelompok:35

1. Pribadi. keluarga, teman, tetangga, rekan

2. Komersial. Iklan, situs web, wiraniaga, penyalur,

kemasn, tampilan.

3. Publik. Media massa, organisasi pemeringkat konsumen.

4. Eksperimental. Penanganan, pemeriksaan, penggunaan

produk.

35

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen, 16.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

34

c. Evaluasi alternative

Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita

memahami proses evaluasi: pertama, konsumen berusaha

memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua, konsumen mencari

manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen

melihat masing-masing produk sebagai kelompok atribut

dengan berbagai kemampuan untuk mengahantarkan

manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.

d. Keputusan membeli

Pada tahap evaluasi konsumen membentuk prefensi

terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan.

Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk

merek yang paling disukai. Walau demikian, dua faktor

dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan

membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain,

sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif

piihan seseorang akan tergantung pada dua hal :

1) Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap

alternatif pilihan konsumen dan

2) Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain

tersebut.

Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain

tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

35

dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinn

konsumen akan menyesuaikan tujuan pembeliannya.

Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh

faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen

membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor

seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang

diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat

konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak

terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.36

e. Perilaku pasca pembelian

Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami

konflik dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu

atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek lain

dan waspada terhadap informasi yang mendukung

keputusannya.

3. Motif-motif pembelian (buying motives)

Para pembeli memiliki motif-motif pembelian yang

mendorong mereka untuk melakukan pembelian. Mengenai

motif pembelian ada tiga macam, yaitu:37

a. Primary buying motive yaitu motif untuk membeli yang

sebenarnya.

36

Nugroho, Perilaku Konsumen (Bandung: Kencana, 2003), 18. 37

Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, 97.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

36

b. Selective buying motive yaitu pemilihan terhadap barang

berdasarkan ratio

c. Patronage buying motive, ini adalah selective buying motive

yang ditunjukan kepada tempat atau toko tertentu.

Pemilihan ini biasa timbul karena layanan memuaskan,

empatnya dekat, cukup persediaan barang, ada halaman

parker, orang-orang besar suka berbelanja kesitu dan

sebagainya.

C. Merek (brand) dalam Perspektif Islam

Rasulullah telah memberi contoh melalui cara Beliau

berdagang untuk membangun sebuah citra atau Brand Equity yang

positif, yakni dengan penampilan. Dengan cara tidak membohongi

pelanggan, baik yang menyangkut besaran (kuantitas) maupun

kualitas. Seperti yang dijelaskan dalam surat Asy-Syu’araa ayat

181-183:

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk

orangorang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan

yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

37

haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan

membuat kerusakan”. 38

Ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ketika kita sedang

berdagang kita tidak boleh merugikan orang lain (konsumen). Oleh

karena itu sebagai seorang pedagang kita harus selalu memberikan

yang terbaik kepada konsumen dengan jujur menjual dalam hal ini

adalah produk dengan merek Sophie Paris agar tetap memiliki

Brand Equity yang positif dimata para konsumen sehingga

kepercayaan diri konsumen semakin meningkat apabila

menggunakan produk tersebut.

Pemuasan konsumen hanya dengan kesepakatan bersama,

dengan suatu usulan dan penerimaan, maka penjualan akan

sempurna. Hal ini dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’

ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu”.39

38

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 526. 39

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 108.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

38

Jadi ketika suatu produk memiliki Brand Equity yang tinggi

maka produk tersebut dapat menarik perhatian orang lain yang

sesuai dengan syari’at Islam maka akan menimbulkan suatu kesan

yang baik terhadap orang lain. Dan jika seseorang melakukan suatu

perkara yang menyalahi suatu aturan dan dia tidak mau untuk

memperbaikinya maka akan menimbulkan suatu kesan yang kurang

baik pula terhadap orang lain.

D. Hipotesis

Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian. Kebenaran itu harus akan dibuktikan

melalui data yang dikumpulkan. Hipotesa ini akan di uji oleh

penulis sendiri sehingga akan dapat suatu kesimpulan apakah suatu

hipotesa tersebut dapat diterima atau ditolak. Dugaan penulis

terhadap penelitian ini adalah adanya pengaruh Brand Equity (X)

terhadap keputusan pembelian (Y). Untuk mengetahui bagaimana

pengaruh antara variabel X terahadap variabel Y, penulis

menggunakan analisis regresi sederhana. Jika didasarkan pada

rumusan masalah tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini

sebagai berikut:

Ho: tidak terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap

keputusan pembelian

Ha: terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap keputusan

pembelian

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sub. BC (Business

Center) Sophie Martin Ciceri Serang. Sub. BC tersebut

beralamat di Jalan. A. Yani No. 106 Ciceri Serang-Banten

alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena sudah dikenal

oleh masyarakat umum dan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh brand equity terhadap keputusan pembelian produk

Sophie Martin, penulis memilih penelitian di Sub Business

Center Sophie Martin di Ciceri Serang karena untuk

mempermudah penelitian dan bisa langsung meneliti kepada

konsumen secara akurat.

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

dari atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dari hasil wawancara dengan pihak pemilik Sub BC.

Sophie Martin Ciceri didapatkan bahwa jumlah pelanggan

atau member yang membeli produk Sophie Martin mencapai

100 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi.

39

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

40

Salah satu metode yang digunakan untuk

menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus

slovin, sebagai berikut:40

Keterangan:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi (100)

e = perkiraan tingkat kesalahan 10% (0,1)

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

konsumen Sophie Martin yang ada di Sub Buseness Sophie

Martin di Ciceri Serang, dalam penelitian ini populasi yang

digunakan sebanyak 100 orang. Berdasarkan rumus slovin

diperoleh sebagai berikut:

100

n = = 50

1 + 100 (0,1)²

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka penulis

memutuskan untuk mengambil sampel 50 orang responden

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan

mengumpulkan data dari dua sumber data, yaitu:

40

Syofian Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian “Dilengakapi

Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17” (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),

149.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

41

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan

sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau

tempat obyek penelitian dilakukan. seperti hasil

wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa

dilakukan oleh peneliti.Yang dalam hal ini

respondennya adalah konsumen Sophie Martin.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang

sudah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya

dalam bentuk tabel. Data ini diperoleh dari berbagai

instansi terkait, khususnya Sub Business Center Sophie

Martin, serta dari perpustakaan, dan dari beberapa buku-

buku yang langsung terkait dengan masalah yang akan

diteliti pada skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran

a. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Kuesioner (Angket)

Angket atau kuesioner adalah instrumen

pengumpul data yang digunakan dalam teknik

komunikasi tak langsung, artinya responden secara

tidak langsung menjawab daftar pertanyaan tertulis

yang dikirim melalui media tertentu.

Penelitian ini dilakukan dengan cara

menyiapkan daftar pertanyaan yang berupa angket.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

42

Angket adalah jawaban tertulis dari informasi atas

daftar kuesioner dari peneliti.

2. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan/data untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab, sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan responden dengan

menggunakan alat yang dinamakan panduan

wawancara.

3. Metode observasi

Observasi atau pengamatan langsung adalah

kegiatan pengumpulan data dengan melakukan

penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan

objek penelitian yang mendukung kegiatan

penelitian, sehingga didapat gambaran secara jelas

tentang kondisi objek penelitian tersebut.

b. Skala Pengukuran

Skala pengukuran merupakan prosedur

pemberian angka pada suau objek agar dapat

menyatakan karakteristik dari objek tersebut.

Skala pengukuran yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu skala likert yaitu skala yang dapat

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi

sesorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu.

Skala likert memiliki dua bentuk pernyataan. Bentuk

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

43

jawaban skala likert terdiri dari sangat setuju, setuju,

ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.41

Cara pengumpulannya yaitu dengan memberikan

responden sebuah pertanyaan/pernyataan dan kemudian

diminta untuk memberikan jawaban, kemudian dari

jawaban itu diberikan skor dalam table berikut.

Tabel 3.1

Skor Skala Likert

No Kategori Skor

1.

2.

3.

4

5

Sangat setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak setuju

Sangat tidak setuju

5

4

3

2

1

C. Teknik Analisis Data

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan

tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan sesuatu instrmen.

Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai

validitas yang tinggi, sebaliknya instrument yang kurang

valid berarti memiliki validitas rendah.42

41

Syofian Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian “Dilengkapi

Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17”, 138. 42

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 133.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

44

Uji validitas sering digunakan untuk mengukur

ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala, apakah

item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam

mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas yang

digunakan adalah uji validitas item .

Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item

yang akan digunakan biasanya dilakukan uji signifikansi

koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05 artinya suatu

item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor

total.

Pengujian menggunakan uji 2 sisi dengan taraf

siginikansni 0,05 kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

a. Jika r hitung > r tabel (uji 2 sisi dengan signifikan 0,05)

maka instrument atau item-item pertanyaan berkorelasi

signifikan terhadap skor total. (dinyatakan valid)

b. Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0,05) maka

instrument atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi

signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

2. Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linear sederhana adalah hubungan

secara linear antara satu variabel independen (X) dengan

variabel dependen (Y). analisis ini bertujuan untuk

mempredisikan nilai dari variabel dependen apabila nilai

variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan

dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

45

independen dengan variabel dependen apakah positif atau

negatif.43

Persamaan umum regresi linier sederhana adalah:

Dimana:

Y = variabel terikat (Keputusan Pembelian)

X = Variabel bebas (Brand Equity)

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

3. Uji Signifikan (Uji t)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel

independen (X) berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen (Y). signifikan artinya berarti atau

pengaruh yang terjadi dapat berlaku untuk populasi (dapat

digenerlisasikan).44

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

1. Menentukan hipotesis

Ho: tidak terdapat pengaruh antara Brand Equity

terhadap keputusan pembelian

Ha: terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap

keputusan pembelian

43

Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS, (Yogyakarta:

PT. mediakom, 2010), 55. 44

Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS, 59.

Ŷ = a +bX

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

46

2. Menentukan tingkat signifikannsi

Tingkat signifikansi menggunakan 0,05. Signifikansi

0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam

penelitian.

3. Menentukan t hitung

4. Menentukan t tabel

Tabel distribusi t dicari pada α = 5% : 2= 2,5%

(uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) = n-k-1

Keterangan:

df : derajat kebebasan

n : jumlah sampel

k : jumlah variabel independen

Dengan pengujian dua sisi (signifikansi=0,025) hasil

untuk t tabel dapat dilihat pada lampiran distribusi t

tabel atau dapat dicari melalui Ms. Excel dengan cara

pada cell kosong ketik =tinv(probability,deg_freedom)

lalu tekan enter

5. Kriteria pengujian

Kriteria pengujian t statistik dapat juga dilakukan

dengan membandingkan antara t hitung dan t tabel,

dengan pedoman sebagai berikut:

a. Ho diterima dan Ha ditolak jika t hitung kurang dari

t tabel. Artinya variabel independen tersebut tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen.

b. Ho ditolak dan Ha diterima jika t hitung lebih besar

dari t tabel. Artinya variabel independen tersebut

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

47

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen.

4. Uji Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui

apakah kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang

signifikan. Untuk mengetahui hubungan seberapa kuat

hubungan koefisien korelasi antara variabel independen dan

variabel dependen maka dapat digunakan pedoman

interprestasi koefisien korelasi.

Tabel 3.2

Interval Pedoman Koefisien korelasi

Interval Korelasi Hubungan Koefisien

Korelasi

0,00-0,199

0, 20-0,399

0,40-0,599

0,60-0,799

0,80-1,000

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

5. Uji Koefisien Determinasi (R²)

Koefisien determinan R² Berfungsi untuk menguji variabel

ataupun mengukur seberapa jauh kemampuan model

variabel independen dalam menerangkan variabel dependen.

6. Uji Asumsi Klasik meliputi

A. Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui

apakah data yang diperoleh dari hasil penelitian

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

48

berdistribusi normal atau tidak. Hasil ini dilakukan

untuk memudahkan perhitungan dan analisis data yang

diperoleh dari lapangan.45

B. Hetereoskedastisitas.

Sebagaimana dalam asumsi klasik, rumus regresi

diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu

(error) atau e, diasumsikan memiliki varian yang

konstan (rentangan e kurang lebih sama). Jika ternyata

varian dari e tidak konstan misalnya membesar atau

mengecil pada nilai X yang lebih tinggi, maka kondisi

tersebut dikatakan tidak homoskedastisitas atau

mengalami heteroskedastisitas.

D. Operasional Variabel Penelitian

variabel operasional diperlukan untuk mennetukan jenis-

jenis indicator serta skala dari variabel-variabel yang terkait

dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan

menggunakan alat bantu statistic dapat dilakukan secara benar.

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipeljari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti

dikelompokkan menjadi dua yaitu:

45

Supardi dan Darwyan Syah , Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta:

Diadit Media, 2009), 82.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

49

1. Variabel Independent

Variabel ini sering disebut sebagai variabel besar,

yaitu merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan variabel dependent (terikat).

Variabel independennya adalah Brand Equity.

2. Variabel Dependent

Variabel ini sering disebut sebagai variabel terikat,

yaitu merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi akibat perubahan karena adanya variabel bebas,

dimana variabel terikatnya adalah keputusan pembelian.

Table 3.3

Defenisi Operasional Variabel

NO. Variabel Dimensi Indikator

1. Brand Equity Brand awareness 1. Kemampuan pelanggan mengenali logo

merek.

2. Kemampuan pelanggan mengingat model

varian.

3. Kemampuan pelanggan mengenal dan

mengingat nama merek

Perceived quality 1. Kesan pelanggan terhadap kualitas merek

2. Kesan manfaat merek terhadap konsumen

Brand associations 1. Design yang bagus

2. Kesukaan Keluarga

Brand loyalty 1. Keinginan untuk berpindah merek

2. Kepuasan pelanggan

3. Pelanggan setia

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

50

3. Keputusan

Pembelian

Pengenalan

Masalah

1. Tingkat pengenalan masalah

2. Tingkat kebutuhan

Pencarian

Informasi

1. Tingkat pencarian informasi

2. Tingkat tersedianya media informasi

Evaluasi Alternatif

1. Tingkat evaluasi alternatif

2. Tingkat pemilihan produ

Keputusan

Pembelian

1. Tingkat keputusan pembelian

2. Tingkat keyakinan terhadap produk

Perilaku Pasca

Pembelian

1. Tingkat kepuasan akan produk

2. Tingkat perilaku pasca pembelian

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

51

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum LokasiPenelitian

1. Profil Sub Business Center Sophie Martin Ciceri

Nama : Sub Business Center Sophie Martin

Alamat : Jl. A. Yani No. 106 Ciceri Serang-Banten

Telepon: 087773224228

2. Sejarah Singkat PT. Sophie Paris

Tak banyak yang tahu, gurita bisnis Sophie Paris diawali

dari sebuah industri rumahan dengan tiga orang tukang jahit

yang berkerja di loteng rumah dan menghasilkan tas-tas cantik

yang mencuri banyak perhatian. Karena penjualan yang makin

pesat, Mr Bruno Hasson merekrut karyawan, menyewa gedung

dan menerapkan sistem Direct Selling yang memanfaatkan

tenaga penjual yang diberi insentif untuk menjualkan produk

Sophie Martin. Selanjutnya Sophie Martin kemudian dipasarkan

melalui system MLM dengan merekrut member dan Business

Center sebagai mitra atau perpanjangan tangan untuk

memasarkan produk-produk Sophie hingga ke pelosok

nusantara.

Dibalik setiap kesulitan pasti ada kesempatan. krisis

moneter berkepanjangan di tahun 1998 ternyata mendatangkan

peluang, orang mulai beralih dari tas branded yang harganya

melonjak tajam ke tas Sophie Martin yang lebih terjangkau.

Selain itu, krisis membuat banyak orang di PHK dan membuat

mereka mencari alternative untuk menambah penghasilan.

51

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

52

Sophie Martin menjadi sebuah solusi untuk menambah

penghasilan melalui Sistem MLM yang mudah dipahami dan

mudah dijalankan. Sejak itu, Sophie Martin pun menjadi

perusahaan MLM nomor 1 di Indonesia yang berhasil

meningkatkan taraf hidup , merubahnya menjadi lebih baik dan

mewujudkan mimpi jutaan orang 46

3. Visi dan Misi Sophie Martin

Visi : Sophie Delivers Happiness

Misi :

1. Keluarga Sophie (Semangat, Antusiasme & Kegembiraan)

2. Memusatkan Perhatian Pada Kepuasan Pelanggan

3. F.A.S.T (Fokus, Akurat, Sederhana, Tepat Waktu)

4. Kerja Sama Tim Adalah Yang Utama

5. Berpikir Terbuka & Semangat Untuk Belajar

46

Sophie Paris Indonesia,http://www.sophieparis.com/id/index.php/our-

vision/ , (di unduh pada 31 September 2016).

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

53

4. Struktur Organisasi

Berikut adalah struktur organisasi Sub BC Sophie Martin

Gambar.4.1

Struktur Organisasi Sub BC Sophie Martin

5. Produk-produk Sophie Martin

Produk-produk yang ditawarkan perusahaan Sophie

Martin diantaranya: Tas, Dompet, Pakaian, Pakaian Dalam,

Aksesoris, Kacamata, Ikat Pinggang , Jam Tangan,

Sepatu/Sandal, Kesehatan, kosmetik.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah konsumen Sophie

Martin, jumlah responden yang dianalisis dalam penelitian ini

berjumlah 50 responden dari seluruh populasi sebanyak 100

konsumen Sophie Martin Sub Business Center Ciceri.

Penyajian data mengenai identitas responden disini yaitu

untuk memberikan gambaran tentang keadaan dari responden.

Adapun gambaran tentang responden yang menjadi sampel dalam

penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan

Pemilik

Sri Marlina

operasional

Pelayanan

Nita

pelayanan

Halimah

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

54

pendidikan. Berikut ini akan dibahas mengenai kondisi dari masing-

masing kalifikasi demografis responden tersebut.

1. Responden menurut Jenis Kelamin

Table 4.1

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 5 10%

Perempuan 45 90%

JUMLAH 50 100%

Berdasarkan tabel 4.1, maka dapat dilihat komposisi jumlah

responden berdasarkan jenis kelamin dari 50 responden yaitu,

responden terbanyak adalah perempuan sebesar 45 orang atau 90%

orang sedangkan responden laki-laki sebesar 5 orang atau 10%.

2. Responden menurut Umur

Table 4.2

Menurut Umur Frekuensi Persentase

17-25 30 60%

26-35 17 34%

≥ 35 3 6%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50

orang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini maka

didominasi oleh responden yang berumur 17-25 tahun yakni

sebesar 30 orang atau 60%, hal ini dapat disimpulkan bahwa

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

55

sebagian besar pelanggan atau konsumen yang membeli produk

Sophie Martin adalah pelanggan yang berumur antara 17-25.

3. Responden menurut pendidikan

Pendidikan seringkali mempengaruhi perilaku seseorang

dalam mengambil keputusannya. Selain itu latar belakang

pendidikan pada umumnya mencerminkan suatu bentuk

perilaku pembelian tertentu terhadap suatu produk.

Tabel 4.3

Menurut pendidikan Frekuensi Persentase

SMA 36 72%

D2-D3 3 6%

S1 11 22%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa pendidikan

sebagian responden adalah SMA yaitu sebanyak 36 orang atau

72%, dan diikuti oleh responden yang berpendidikan D2-D3

sebanyak 3 orang atau 6% dan S1 sebanyak 11 orang atau 22%.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pelanggan atau konsumen yang membeli produk Sophie Martin

adalah pelanggan yang berpendidikan SMA.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

56

4. Rekapitulasi Data Kuesioner

Pengaruh keputusan pembelian konsumen Sophie

Martin akan dilihat dari variabel Brand Equity berikut adalah

hasil (output) kuesioner yang dibagikan kepada 50 responden

konsumen Sophie Martin.

Tabel 4.4

Rekapitulasi Hasil Kuesioner

Data Skor Variabel Brand Equity

Variabel X

No. Res No. Pertanyaan

Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 4 2 3 2 4 4 3 4 3 31

2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 41

3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 42

4 3 3 4 4 3 3 2 2 4 3 31

5 1 1 2 2 3 2 3 2 3 4 23

6 4 2 3 3 2 2 4 3 4 5 32

7 2 4 4 5 5 4 4 4 4 5 41

8 3 2 3 3 3 2 3 4 2 4 29

9 4 4 3 3 2 4 3 3 3 2 31

10 5 4 4 3 5 3 4 4 4 5 41

11 3 3 4 3 4 3 5 5 3 4 37

12 5 4 5 3 3 4 5 3 4 5 41

13 5 4 4 3 5 4 5 3 2 4 39

14 3 4 4 2 3 3 4 2 3 3 31

15 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 47

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

57

16 3 4 5 3 4 4 5 4 5 5 42

17 2 3 1 3 2 3 4 3 3 4 28

18 5 4 3 4 3 4 4 4 5 4 40

19 3 3 4 4 3 2 4 4 3 2 32

20 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 26

21 4 4 3 2 2 3 4 3 4 2 31

22 4 3 2 2 4 3 4 4 3 4 33

23 2 2 3 4 4 3 4 4 3 2 31

24 5 5 3 4 5 5 5 4 5 5 46

25 5 4 3 4 4 3 2 3 2 3 33

26 5 5 3 5 4 5 4 5 5 4 45

27 3 4 3 5 4 5 4 5 5 4 42

28 3 4 3 3 4 2 4 4 3 4 34

29 5 4 5 4 3 4 4 5 5 5 44

30 4 5 1 4 2 3 5 4 5 3 36

31 4 5 5 4 4 4 5 3 4 4 42

32 5 5 4 5 4 4 5 4 3 4 43

33 4 5 3 4 3 4 5 5 4 5 42

34 5 4 3 2 3 4 4 4 3 4 36

35 5 5 5 4 4 3 4 4 3 4 41

36 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 37

37 3 3 2 3 3 2 4 3 3 4 30

38 4 5 3 3 4 4 5 5 4 4 41

39 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 38

40 4 5 5 4 3 4 4 4 4 3 40

41 4 5 4 3 4 5 4 3 4 2 38

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

58

Sumber: Data hasil pengolahan angket tahun 2016

Tabel 4.5

Rekapitulasi Hasil Kuesioner

Data Skor Variabel Keputusan Pembelian

No.

Res

No. Pertanyaan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 34

2 4 4 4 3 4 3 3 3 4 5 37

3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 41

4 3 3 3 4 3 2 2 2 2 4 28

5 2 3 3 2 3 2 3 2 4 5 29

6 3 2 3 2 3 3 3 2 5 3 29

7 3 4 3 4 5 4 4 4 3 3 37

8 3 3 3 2 2 3 3 3 5 4 31

9 3 2 2 3 3 3 4 4 3 4 31

10 4 4 4 5 5 4 4 5 4 5 44

42 4 5 4 3 2 5 4 3 5 4 39

43 4 4 4 4 4 3 5 4 3 4 39

44 5 2 4 3 3 3 3 4 4 4 35

45 4 5 3 4 4 3 1 5 4 5 38

46 1 1 3 4 4 5 5 4 5 4 36

47 1 5 3 4 3 3 5 5 4 5 38

48 3 4 5 4 4 3 5 5 4 5 42

49 2 2 1 2 5 5 5 5 5 4 36

50 4 4 3 3 5 4 4 4 3 3 37

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

59

11 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 37

12 3 2 1 5 3 3 5 3 5 4 34

13 2 2 4 5 3 2 4 3 2 4 31

14 2 3 3 4 3 2 3 2 5 4 31

15 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 42

16 3 3 3 5 3 3 4 4 4 5 37

17 4 3 3 5 4 4 5 4 3 4 39

18 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 40

19 3 2 4 5 3 1 4 4 5 4 35

20 2 2 3 5 2 2 3 2 3 3 27

21 3 2 2 4 3 2 3 2 5 2 28

22 4 2 3 4 3 3 2 4 4 3 32

23 3 2 3 4 3 4 3 3 4 3 32

24 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 45

25 5 4 4 3 5 3 4 4 4 4 40

26 4 4 5 5 4 3 4 4 5 4 42

27 4 4 3 5 4 3 2 3 3 3 34

28 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 37

29 4 4 3 5 4 3 3 4 4 5 39

30 4 5 5 5 4 3 4 5 4 4 43

31 4 4 4 5 3 3 3 3 4 3 36

32 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 42

33 5 5 4 5 4 3 4 3 4 5 42

34 3 2 3 4 1 3 2 2 4 4 28

35 4 3 3 4 2 3 3 3 5 4 34

36 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 34

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

60

37 2 2 1 4 2 3 2 2 3 2 23

38 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 47

39 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5 45

40 4 5 4 5 3 3 3 4 3 2 36

41 5 4 3 4 4 4 3 4 4 5 40

42 3 3 5 3 5 4 5 4 3 3 38

43 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 38

44 3 4 4 4 4 2 4 3 3 4 35

45 2 2 5 5 5 5 3 5 4 5 41

46 1 4 4 4 2 4 4 4 2 2 31

47 5 1 2 5 3 2 5 3 4 4 34

48 5 4 4 5 5 4 4 5 5 3 44

49 2 1 2 5 5 4 4 4 5 4 36

50 3 3 3 4 3 3 3 2 2 2 28

Tabel 4.6

Rekapitulasi Hasil Kuesioner

(Variabel X dan Y)

No Brand Equity Keputusan Pembelian

1 31 34

2 41 37

3 42 41

4 31 28

5 23 29

6 32 29

7 41 37

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

61

8 29 31

9 31 31

10 41 44

11 37 37

12 41 34

13 39 31

14 31 31

15 47 42

16 42 37

17 28 39

18 40 40

19 32 35

20 26 27

21 31 28

22 33 32

23 31 32

24 46 45

25 33 40

26 45 42

27 42 34

28 34 37

29 44 39

30 36 43

31 42 36

32 43 42

33 42 42

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

62

34 36 28

35 41 34

36 37 34

37 30 23

38 41 47

39 38 45

40 40 36

41 38 40

42 39 38

43 39 38

44 35 35

45 38 41

46 36 31

47 38 34

48 42 44

49 36 36

50 37 28

Sumber: Data hasil pengolahan angket

5. Uji Validitas

Uji validitas ini penting dilakukan untuk mengetahui

atau menunjukan tingkat kevalidan suatu instrumen. Sudah

dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa ketentuan pengujian

validitas adalah apabila r hitung > r tabel, maka indikator

dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka

indikator dinyatakan tidak valid.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

63

Uji validitas dihitung dengan membandingkan nilai r

hitung (correlated item-total correlation) dengan nilai r tabel,

jika r hitung > dari r tabel (pada taraf signifikansi 5%) maka

Pernyataan tersebut dinyatakan valid. Adapun hasil uji validitas

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

1. Variabel Brand Equity

Hasil uji validitas variabel X (brand equity) menggunakan

program SPSS 22 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Validitas Variabel X

No.

Pertanyaan

r hitung r tabel Keterangan

1 0,517 0,279 Valid

2 0,685 0,279 Valid

3 0,518 0,279 Valid

4 0,589 0,279 Valid

5 0,527 0,279 Valid

6 0,614 0,279 Valid

7 0,506 0,279 Valid

8 0,648 0,279 Valid

9 0,536 0,279 Valid

10 0,525 0,279 Valid

Berdasarkan hasil pengolahan data 4.6, maka dapat

diketahui bahwa hasil uji r hitung pada setiap item pertanyaan

lebih besar dari pada r tabel pada taraf signifikasi 5% dengan uji

2 sisi (2-tailed) dan jumlah responden 50 maka diperoleh r tabel

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

64

sebesar 0,279 (lihat pada lampiran r tabel). Dengan demikian,

semua item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner brand

equity adalah valid.

2. Variabel Keputusan Pembelian

Hasil uji validitas variabel Y (keputusan pembelian)

menggunakan program SPSS 22 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Hasil Uji Validitas Variabel Y

No.

Pertanyaan

r hitung r tabel Keterangan

1 0,683 0,279 Valid

2 0,648 0,279 Valid

3 0,620 0,279 Valid

4 0,308 0,279 Valid

5 0,797 0,279 Valid

6 0,600 0,279 Valid

7 0,568 0,279 Valid

8 0,831 0,279 Valid

9 0,339 0,279 Valid

10 0,538 0,279 Valid

Berdasarkan hasil pengolahan data 4.6, maka dapat

diketahui bahwa hasil uji r hitung pada setiap item pertanyaan

lebih besar dari pada r tabel pada taraf signifikasi 5% dengan uji

2 sisi (2-tailed) dan jumlah responden 50 maka diperoleh r tabel

sebesar 0,279. Dengan demikian, semua item pertanyaan yang

digunakan dalam keputusan pembelian adalah valid.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

65

6. Analisis Regresi Linier Sederhana

Dalam menganalisa ada tidaknya pengaruh brand equity

terhadap keputusan pembelian, penulis menggunakan analisis

SPSS versi 22 pada penelitian ini.

a. Koefisien Regresi Linear Sederhana

Untuk melihat korelasi antara variabel dengan

persamaan regresi linear sederhana tersebut, maka dengan

menggunakan SPSS versi 22 dapat dilihat dari tabel berikut

ini:

Tabel 4.9

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 11.046 4.190 2.636 .011

Brand

Equity .674 .112 .655 6.009 .000 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian

Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh persamaan

regresi sederhana yaitu

Dengan persamaan regresi tersebut dapat

disimpulkan bahwa:

1. Konstanta sebesar 11,046 artinya jika brand equity (X)

nilainya adalah nol, maka keputusan pembelian (Y)

adalah 11,046.

Y= 11,046 + 0,674 X.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

66

2. Koefisien regresi variabel brand equity (X) 0,674

artinya jika variabel mengalami kenaikan 1 poin maka

tingkat keputusan pembelian bertambah sebesar 0,674.

b. Analisis koefisien korelasi

Tabel 4.10

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .655a .429 .417 4.251

a. Predictors: (Constant), Brand Equity

b. Dependent Variable: Keputusan Pembelian

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan

SPSS diperoleh koefisien korelasi r adalah 0,655

menyatakan bahwa hubungan variabel independen (brand

equity) terhadap variabel dependen (keputusan pembelian)

sebesar 65,5% yang artinya brand equity mempunyai

hubungan yang kuat terhadap keputusan pembelian.

c. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan variasi variabel dalam

menerangkan variabel dependen. Hasil pengolahan SPSS

22,0 for windows adalah sebagai berikut:

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

67

Tabel 4.11

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .655a .429 .417 4.251

a. Predictors: (Constant), Brand Equity

b. Dependent Variable: Keputusan Pembelian

Berdasarkan tabel diatas didapat nilai R squere

sebesar 0,429 artinya 42,9 persen yang artinya variabel

brand equity (X) mempengaruhi variabel keputusan

pembelian (Y) sebesar 42,9 % dan sisanya dipengaruhi oleh

variabel lain diluar penelitian ini.

d. Uji Hipotesis (uji t)

Untuk memastikan apakah hasil yang diperoleh

melalui perhitungan koefesien korelasi sederhana signifikan

atau tidak, maka harus dilakukan pengujian hipotesis untuk

membuktikan atau menggunakan hasil yang telah diperoleh

tersebut dengan membandingkan hasil membandingkan t

hitung dan t tabel sebagai berikut:

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

68

Tabel 4.12

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 11.046 4.190 2.636 .011

Brand

Equity .674 .112 .655 6.009 .000 1.000 1.000

a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian

Berdasarkan tabel diatas diperoleh t hitung sebesar

6,009 yang akan dibandingkan dengan t tabel. Dengan

menggunakan tingkat signifikan α = 5% dan derajat

kebebasan (df) = n – k –1 maka diperoleh df = 50 – 1 – 1 =

48 maka diketahui nilai t tabel sebesar 2,011 (lihat pada

lampiran t tabel).

Karena t hitung 6,009 ≥ 2,011 dan nilai probabilitas

variabel dengan tingkat signifikan 0,000 ≤ 0,05. Maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti

koefisien regresi pada brand equity adalah signifikan.

Dari hasil tersebut menunjukan bahwa t hitung lebih

besar dari t tabel yaitu sebesar (6,009 ≥ 2,011) hal ini berarti

Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa adanya pengaruh

yang signifikan antara brand equity terhadap keputusan

pembelian.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

69

7. Uji asumsi klasik

Suatu model regresi yang baik harus memenuhi tidak

adanya asumsi klasik dalam modelnya. Dalam menganalisis ada

tidaknya pengaruh antara variabel brand equity terhadap

keputusan pembelian penulis menggunakan alat analisis SPSS

22,0 pada penelitian ini.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah

populasi data berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara

untuk menguji kenormalan data adalah melihat histogram.

Gambar 4.1

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

70

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa

grafik histogram memberikan pola berdistribusi normal

berbentuk lonceng, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas.

Selain itu untuk menguji kenormalitasan dapat juga

dengan melihat plot probabilitas normal, dengan plot ini

masing-masing nilai pengamatan dipasang dengan nilai

harapan pada distribusi normal.

Gambar 4.2

Berdasarkan grafik diatas Normal P-P Plot

menunjukan pola grafik yang normal, terlihat dari titik-titik

distribusi data yang terletak disekitar garis lurus diagonal

dan penyebarannya mengikuti garis diagonal atau normal

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

71

probability plot, maka dapat disimpulkan bahwa model

regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mengetahui terjadi tidaknya

heteroskedastisitas dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan grafik scatterplot. Berdasarkan hasil

pengolahan data SPSS 22, hasil scatterplot dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 4.3

Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS diatas

dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada dalam gambar

(scatterplot) model regresi yang digunakan dalam penelitian

tidak menunjukkan adanya pola teratur, melainkan titik

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

72

tersebut menyebar secara acak diatas dan dibawah. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas

pada model regresi.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Brand Equity terhadap keputusan pembelian di

Sub Business Center Sophie Martin di Ciceri kab. Serang, maka

dapat disimpulkan:

1. Berdasarkan hasil analisis, Hasil t hitung sebesar 6,009 dengan

tingkat signifikan 0,000 ≤ 0,05 hal ini menunjukan bahwa brand

equity (X) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

(Y) dengan demikian hipotesis brand equity berpengaruh

terhadap keputusan pembelian dan kosntanta 11,046 artinya jika

brand equity (X) nilainya adalah nol maka keputusan pembelian

(Y) adalah 11,046. Koefisien regresi variabel brand equity (X)

0,674 artinya jika variabel mengalami kenaikan sebesar 1 poin

maka keputusan pembelian bertambah.

2. Angka koefisien determinasi (R²) sebesar 0,429 menunjukan

bahwa brand equity mempunyai pengaruh sebesar 42,9%

terhadap keputusan pembelian adapun sisasnya sebesar 57,1%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak

termasuk dalam penelitian ini.

73

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf · 2017. 4. 18. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena persaingan

74

B. Saran

Adapun saran yang dapat diajukan penulis dari penelitian

yang telah dilakukan sebagai berikut:

1. Bagi pemilik Sub Business Center Sophie Martin Ciceri

hendaknya berusaha untuk senantiasa meningkatkan brand

equity perusahaan melalui elemen-elemen brand equity.

2. Bagi pemilik Sub Business Center Sophie Martin diharapkan

untuk lebih inisentif mengenalkan produk-produk yang

ditawarkan dan meningkatkan pelayanan agar konsumen tetap

setia membeli produk Sophie Martin di toko tersebut dan tidak

berpindah ke toko-toko lain.