BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinbanten.ac.id/397/3/bab1-5 revisi.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena persaingan didalam dunia bisnis berkembang
begitu pesat. Hal tersebut memacu banyak produsen dari berbagai
sektor baik industri atau pun jasa untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas produknya guna memenangkan
persaingan dalam merebut minat konsumen. Daya beli di Indonesia
untuk berbagai macam produk bisa dibilang cukup tinggi karena
masyarakat Indonesia cenderung konsumtif terkait pula dengan
berbagai macam produk fashion atau termasuk produk yang terkait
dengan mode. Fenomena tersebut muncul dari tingginya daya beli
masyarakat Indonesia dan berubahnya gaya hidup.
Kehidupan masyarakat modern saat ini turut mempengaruhi
pola perilaku masyarakat dalam pembelian. Kehidupan modern
seringkali di identikkan dengan gaya hidup yang selalu mengikuti
trend atau perkembangan jaman. Dalam kondisi seperti ini,
keputusan memilih merek turut berperan dalam gaya hidup modern,
sehingga keinginan untuk membeli produk yang bermerek turut
mewarnai pola konsumsi seseorang.
Dalam realitasnya, perusahaan produk fashion harus
mengerti betul bagaimana ciri dari konsumen yang dituju dan faktor
apa saja yang menjadi penentu bagi para konsumen untuk memilih
produk fashion tertentu. Berbagai variasi merek, kemasan, harga
serta kualitas produk semakin bermunculan. Beragam merek dan
variasi tersebut membuat konsumen dihadapkan pada kondisi
2
dimana mereka harus mengambil keputusan dalam memilih produk
yang harus mereka beli. Hal inilah yang membuat konsumen harus
mengidentifikasi dan memahami merek dari produk tersebut
sebelum melakukan pembelian. Namun konsumen sekarang
semakin pintar untuk memilih produk yang menawarkan nilai
tambah bagi mereka dan kesetiaan konsumen pada suatu produk
semakin kecil. Hal ini terjadi karena saat ini persaingan perusahaan
untuk memperebutkan konsumen tidak lagi terbatas pada atribut
fungsional produk saja misalnya seperti kegunaan produk
melainkan sudah dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan
citra khusus bagi penggunanya.
Merek diartikan sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau
desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau
kelompok penjual dan mendifernsiasikan mereka dari para
pesaing.1
Salah satunya beragam merek untuk penggunaan fashion
dari berbagai jenis membuat perusahaan juga semakin dihadapkan
pada persaingan antar merek. Salah satu merek untuk penggunaan
fashion yang telah dikenal adalah Sophie Martin. Sebagai salah satu
produk fashion, Sophie Martin berusaha memahami bahwa wanita
mengaharapkan memiliki fashion yang bagus. Hal ini terbukti
dengan adanya produk yang ditujukan kepada konsumen sesuai
dengan usia dan kebutuhan fashion, dari sini Sophie Martin ingin
1 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran (Jakarta:
Erlangga, 2009), Cetakan ke Tigabelas, 258.
3
membuat persepsi konsumen menjadi lebih baik dengan adanya
segmen pasar yang dambil oleh Sophie Martin.
Suatu merek bukanlah sekedar nama yang menempel pada
produk bagi konsumen maupun produsen. Bahkan dengan majunya
informasi saat ini, konsumen pertama kali akan mengingat merek
suatu produk, bukan produsennya. Ditinjau dari sisi konsumen,
merek mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen
harus mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek
setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga
membantu menyakinkan konsumen bahwa mereka akan
mendapatkan kualitas yang konsisten ketika mereka membeli
produk tersebut.
Merek (brand) menjadi elemen yang penting bagi
perusahaan. merek bukan hanya sebuah nama, logo, atau simbol,
tapi memiliki peranan yang jauh lebih besar dari pada itu. Produk
tanpa merek akan menjadi komoditas, tetapi sebaliknya, produk
yang diberikan merek akan memiliki nilai lebih tinggi dimata
pelanggan. Merek penting bagi perusahaan untuk menunjukan nilai
produk yang ditawarkan ke pasar, namun merek tidak akan berarti
jika tidak memiliki ekuitas (equity) yang kuat bagi pasar.2
Keputusan pembelian diartikan sebagai suatu proses
pemilihan alternatif pilihan yang dihadapi oleh seseorang dalam
konteks jenis pilihan konsumsi, mulai dari pemakaian produk baru
sampai ke pemakaian produk lama dan sudah dikenal luas,
2 The Official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, (Jakarta:
Esensi Erlangga Group, 2010), 60-61.
4
seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk
yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat beli.
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku
konsumen. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, serta menghabiskan
produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului
tindakan ini. Pengambilan keputusan oleh konsumen dalam
membeli suatu produk tentu berbeda-beda. Pada dasarnya
konsumen memiliki perilaku pembelian yang cukup rumit karena
adanya berbagai perbedaan dari produk dengan jenis yang sama,
tapi merek dan spesifikasi produk umumnya berbeda.
Keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk
selalu berubah-ubah. Ketika konsumen melakukan pengambilan
keputusan untuk memilih atau membeli suatu produk dengan merek
tertentu pasti terpengaruh oleh berbagai pertimbangan. Hal ini pasti
mengakibatkan perubahan pangsa pasar satu produk tertentu,
terlebih lagi sekarang banyaknya produk sejenis dengan merek
yang berbeda beredar di pasar
Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari
produk, dan ia dapat menambah nilai produk, sehingga pemberian
merek suatu produk menjadi isu penting dalam strategi produk.3
Dengan demikian merek dari suatu produk dapat memberikan nilai
tambah bagi pelanggannya yang dinyatakan sebagai brand yang
memiliki brand equity yang tinggi.
3 Husein Umar, Bussiness an Introduction (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003), 132.
5
Merek yang dimiliki perusahaan akan menjadi kuat apabila
memiliki brand equity yang juga kuat. Brand equity yang kuat akan
memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada
perusahaan. Brand equity yang kuat akan menimbulkan rasa
nyaman, meningkatkan keyakinan dalam penggunaan, dan akhirnya
tercipta kepuasan bagi pelanggan. Dengan demikian brand dari
suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggannya
yang dinyatakan sebagai brand yang yang memiliki brand equity.
Brand equity yang kuat akan lebih mudah dalam mendongkrak
produk atau unit bisnis lain dari perusahaan.
Dengan adanya tingkat kepuasan yang tinggi dari
konsumen, maka konsumen tersebut akan membeli produk untuk
yang kedua kalinya serta mempunyai minat yang lebih untuk selalu
mengkonsumsinya atau memakainya
Jika sebuah merek (brand) sudah dikenal dan kemudian
dalam benak konsumen ada asosiasi tertentu terhadap sebuah
merek, sehingga merek tersebut dapat dibedakan dengan merek-
merek yang lain, kemudian di benak konsumen merek tersebut di
persepsikan memiliki kualitas yang tinggi dan berhasil membuat
konsumen tersebut puas serta loyal maka merek tersebut dapat
dikatakan memiliki brand equity yang tinggi.
Perkembangan cara pandang dan persepsi konsumen
indonesia tentang mode dan cara berpakaian mendukung
perkembangan pasar produk pakaian, tas dan aksesoris menjadi
cukup pesat, Salah satunya adalah produk Sophie Martin. Di pasar,
beragam brand atau merek pakaian, tas dan aksesoris lainnya bisa
menjadi pilihan wanita. Dengan banyaknya merek yang ada di
6
pasar membuat pasar persaingan produk pakaian dan aksesoris
lainnya menjadi semakin ketat. Hal inilah yang membuat konsumen
harus mengidentifikasi dan memahami merek dari produk tersebut
sebelum melakukan pembelian.
Dengan persaingan yang semakin ketat di bidang fashion
menuntut para pengusaha untuk selalu mengembangkan dan
meningkatkan kreatifitas dalam merebut pangsa pasar. Banyaknya
merek-merek yang bermunculan, membuat persaingan di dunia
fashion semakin ketat. Salah satu usaha yang dilakukan para
pengusaha untuk menarik konsumen produk pakaian, tas dan
aksesoris lainnya yaitu dengan pengenalan merek (brand).
Salah satu merek yang banyak di gemari masyarakat saat ini
adalah merek Sophie Martin. Persaingan yang dihadapi Sub
Business Sophie Martin di Ciceri Serang semakin kompetitif dan
ketat dengan adanya produk pakaian, tas dan aksesoris merek lain
yang bermunculan dengan model, harga, dan kualitas yang sama.
Salah satu cara yang dapat dilakukan Sub Business Sophie
Martin di Ciceri Serang untuk dapat menarik konsumen adalah
dengan menghadapi persaingan tersebut dengan membangun merek
sehingga akan menciptakan Brand Equity dan meningkatkan
kekuatan merek karena akan menjadi pembeda yang jelas sehingga
akan mengurangi keputusan konsumen berpindah ke merek lain.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis
menetapkan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Brand Equity
terhadap Keputusan Pembelian” (Studi pada Sub Business
Center Sophie Martin di Ciceri Serang)”.
7
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-
masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap
keputusan pembelian produk Sophie Martin di Sub Business
Center Sophie Martin Ciceri Serang?
2. Seberapa besar pengaruh Brand Equity terhadap keputusan
pembelian produk Sophie Martin di Sub Business Center
Sophie Martin Ciceri Serang?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan untuk lebih memfokuskan
kajian yang akan dilaksanakan sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai dalam waktu yang singkat dan terkontrol dengan baik.
1. Brand equity pengaruhnya terhadap keputusan pembelian
produk Sophie Martin
2. Objek penelitian hanya dilakukan pada konsumen yang
pernah terlibat dalam pembelian produk Sophie Martin di
Sub Business Center Sophie Martin di Ciceri Serang.
D. Tujuan Penelitian
Setelah merumuskan masalah, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh brand equity terhadap
keputusan pembelian produk Sophie Martin
8
2. Untuk mengetahui seberapa besarnya pengaruh Brand
Equity terhadap keputusan pembelian produk Sophie
Martin
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Sub Business Center Sophie Martin
Dapat dijadikan catatan untuk memperbaiki apabila ada
kelemahan dan kekurangan serta dapat mempertahankan dan
meningkatkan kinerjanya.
2. Bagi Penulis
Diharapkan hasil penelitian ini, penulis secara umum dapat
menambah wawasan dan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah.
3. Bagi Institut
Diharapkan hasil penelitian ini dapat melengkapi kepustakaan
yang dibutuhkan dalam penyediaan bahan studi yang
dibutuhkan.
F. Kerangka Pemikiran
Hubungan antara brand equity dan keputusan pembelian
sangat erat kaitannya, hal inidapat digambarkan dalam kerangka
pemikiran di bawah ini:
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Variabel X
Brand Equity
Variabel Y
Keputusan Pembelian
9
Brand equity bagi perusahaan dapat memberikan manfaat
yang sangat dibutuhkan diantaranya sebagai asset perusahaan yang
paling berharga. Konsumen memandang merek sebagai bagian
penting dari produk dan dapat menambah nilai produk, sehingga
pemberian merek suatu produk menjadi isu penting dalam strategi
produk. Dngan demikian merek dari suatu produk dapat
memberikan nilai tambah bagi pelanggannya yang dinyatakan
sebagai merek yang memiliki brand equity.
1. Brand Equity
Menurut American Marketing Asociation, merek (brand)
adalah nama, istilah, tanda, syimbol, rancangan, atau kombinasi
dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk
membedakannya dari produk pesaing.4
Dengan demikian, brand sangat penting baik bagi konsumen
maupun produsen. Bagi konsumen brand equity bermanfaat untuk
mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan
jaminan akan kualitas, sebailknya bagi produsen brand dapat
membantu upaya untuk membangun loyalitas dan hubungan
berkelanjutan dengan konsumen.
Brand equity merupakan asset yang dapat memberikan nilai
tersendiri dimata pelanggannya. Asset yang dikandungnya dapat
membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan
menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek
tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian atas dasar
4 Etta Mamang Sangaji, Perilaku Konsumen, (Yogyakarta: Andi, 2013), 323
10
pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi
dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya,
perceived quality dan brand association dapat mempertinggi
kepuasan konsumen dalam menggunakan produk.5.
Salah satu defenisi brand equity yang paling banyak dikutip
adalah definisi David A. Aaker. yang menyatakan bahwa brand
equity adalah serangkaian asset dan kewajiban (liabilities) merek
terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk
atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan peusahaan tersebut.
Aaker, menjabarkan asset merek yang berkontribusi pada
penciptaan brand equity kedalam empat dimensi: kesadaran merek
(brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi
merek (brand association), loyalitas merek (brand loyalty).6
Dalam model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut
pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan
utamanya adalah perilaku konsumen.7
Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi dan
loyalitas pelanggan adalah kunci sukses, terlebih pada kondisi
sekarang, pemasaran merupakan pertempuran persepsi konsumen
dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Beberapa produk
dengan kualitas, model, karakteristik tambahan (features), serta
5 Darmadi Durianto, dkk., Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas
dan Perilaku Merek, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 1. 6 Fandy Tjiptono, Brand Management & Strategy, (Yogyakarta: Andi, 2005),
39-40. 7 Fandy Tjiptono, Manajemen & Strategi Merek, (Yogyakarta: Andi, 2011),
97.
11
kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda
dipasar karena perbedaan persepsi dalam benak konsumen.
Pembentukan persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek.
Pada tatanan ini suatu produk dengan ekuitas merek (brand equity)
yang kuat akan membentuk landasan merek (brand platform) yang
kuat dan mampu mengembangkan keberadaan merek dalam
persaingan apapun dalam waktu yang lama.8
Suatu merek yang dilancarkan oleh produsen merupakan
suatu janji produsen yang sifatnya spesifik, dan benefit yang
ditawarkan kepada konsumen. Merek yang baik dan terkenal
menjamin adanya tingkatan mutu atau kualitas. Kotler menyatakan
ada 6 arti dari merek yaitu:9
1. Attributes, ada sesuatu atribut yang melekat pada suatu merek.
Misalnya barang mahal, mutu bagus, tahan lama, tidak luntur
dsb.
2. Benefit, kata attribute diartikan sebagai functional dan
emotional benefit.
3. Value barang mahal memiliki nilai tinggi bagi pengguna, karena
dapat menaikkan gengsi/prestige, kenyamanan dan keselamatan.
4. Culture, ini masalah budaya, yang terkesan, terkenal, efisien,
selalu membeli barang berkualitas tinggi.
5. Personality, memperlihatkan atau memberi kesan kepribadian
tertentu.
8 Darmadi Durianto, dkk., Brand Equity Ten “Strategi Memimpin Pasar”
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 3. 9 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, 157.
12
6. User, memberi kesan bahwa mayoritas pemakai produk tersebut
adalah orang dari kelas sosial tertentu.
Dengan adanya identitas khusus, maka akan mempermudah
konsumen untuk memilih produk tersebut pada saat konsumen
mempunyai minat untuk melakukan keputusan pembelian.
Konsumen memilih produk tidak hanya karena kebutuhan saja,
melainkan harus mempertimbangkan faktor merek (brand) juga.
Oleh karena itu brand yang dibuat perusahaan harus mudah diingat,
mudah di ucapkan serta menimbulkan image positif pada produk
yang di jual. Brand juga bisa menimbulkan persepsi konsumen
akan memperoleh kualitas barang yang sama apabila membeli
produk yang serupa.
2. Keputusan Pembelian
Daya beli masyarakat atau konsumen terhadap suatu produk
timbul setelah konsumen melakukan evaluasi terhadap produk.
Keputusan pembelian dari konsumen sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor-faktor penting. Faktor-faktor penting ini
penting untuk diketahui bagi pemasar agar dapat menentukan
strategi yang akan diterapkan.
Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen,
dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor, yaitu:10
a. Kebudayaan (Culture)
Kebudayaan sangat dipengaruhi terhadap nila-nilai dan
pola perilaku seseorang anggota kebudayaan tertentu.
10
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung:
Alfabeta, 2014), 97.
13
b. Kelas Sosial (Social Class)
Merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai
tingkat tertentu, yang memiliki nilai dan sikap yang berbeda
dari kelompok tingkatan lain.
c. Keluarga (Family)
Keluarga adalah lingkungan terdekat dengan individu
dan sangat mempengaruhi nilai-nilai serta perilaku seseorang
dalam mengkonsumsi barang tertentu.
Setiap hari konsumen mengambil berbagai keputusan
membeli. Perusahaan besar pada umumnya melakukan riset dengan
cermat tentang keputusan konsumen membeli produk untuk
mengetahui sesuatu yang dibeli oleh konsumen, tempat, alasan, dan
cara mereka membeli serta tingkat harga yang mereka bayar.
Tahapan untuk mencapai keputusan pembelian dilakukan
oleh konsumen melalui beberapa tahapan yang meliputi mengenali
kebutuhan, mencari informasi, evaluasi alternatif, keputusan
membeli dan perilaku setelah pembelian.
Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun peringkat merek
dan membentuk tujuan pembelian. Biasanya, keputusan pembelian
konsumen akan menetapkan untuk membeli merek yang paling
diminati, tetapi ada dua faktor yang dapat muncul diantara tujuan
pembelian dan keputusan untuk membeli.11
11
Mahmud Machfoedz, Pengantar Pemasaran Modern (Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 2005), 43.
14
3. Merek dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan marketing syariah, brand adalah nama
baik yang menjadi identitas seseorang atau perusahaan. Misalnya
Nabi Muhammad saw, memiliki reputasi sebagai seseorang yang
terpercaya sehingga dijuluki Al-Amin. Jelas bahwa Nabi
Muhammad telah menciptakan personal branding yang kuat
sebagai pengusaha yang professional dan jujur.12
Diantara nilai
transaksi yang terpenting dalam bisnis adalah kejujuran, oleh
Karena itu, sifat terpenting bagi pebisnis yang diridhoi Allah SWT
adalah kejujuran. Sesui dengan firman Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu
sedang kamu mengetahui” (QS Al-Anfal: 27). 13
Membangun brand yang kuat adalah sangat penting, tetapi
dengan jalan yang tidak bertentangan dengan ketentuan prinsip-
prinsip syariah. Salah satu hal yang penting yang membedakan
produk Islam dengan produk lainnya adalah karakter merek yang
mempunyai value indikator bagi konsumen. Brand yang baik
adalah brand yang mempunyai karakter yang kuat dan bagi
perusahaan atau produk yang menerapkan syariah marketing, suatu
12
Thorik Gunara dan Utus Hardion Sudibyo, Marketing Muhammad
“Strategi Andal Dan Jiitu Produk Bisnis Nabi Muhammad SAW” (Bandung: Madani
Prima, 2007), 82. 13
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bogor: Lembaga
Percetakan Al-Qur’an, 2010), 243.
15
merek juga harus mencerminkan karakter-karakter yang tidak
bertentangan dengan perinsip-perinsip syariah atau nilai-nilai
spiritual. Personal branding dibangun dengan tiga unsur, yaitu
Positioning, Differentiation, Brand.14
Personal yang baik tentu akan
melahirkan kepercayaan sehingga akan melahirkan keteladanan.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari
lima bab, yaitu:
BAB ke Satu, Pendahuluan dalam bab ini menjelaskan
tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Pembatasan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,, Kerangka
Pemikiran, dan Sistematika Pembahasan.
BAB ke Dua, Kajian Teoritis dalam bab ini diuraikan
tentang landasan teori yang teori yang digunakan sebagai dasar
pembahasan selanjutnya yaitu, brand equity, elemen-elemen brand
equity, Keputusan Pembelian, dan Hipotesis.
BAB ke Tiga, Metode Penelitian bab ini menjelaskan
tentang tempat dan waktu penelitian, sumber data, populasi dan
sampel, metode pengumpulan data, teknik anlisis data, dan
operasional variable penelitian.
14
Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW (Bandung: Madani
Prima, 2008), 14-15.
16
BAB ke Empat, Hasil Penelitian dalam bab ini menerangkan
tentang gambaran umum obyek penelitian dan pembahasan hasil
penelitian.
BAB ke Lima, Kesimpulan dan Saran bab ini menerangkan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Brand Equity
1. Pengertian Merek (Brand)
Menurut UU Merek No. 15 tahun 2001, merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.15
Sebuah merek memiliki bebrapa elemen atau identutas,
baik yang bersifat tangible maupun intangible. Secara garis
besar elemen-elemen tersebut biasa dijabarkan menjadi nama
merek (brand names), URL (Uniform Resource Locators),
logo, simbol, karakter, juru bicara (Spokespeople), slogan,
jingles, kemasan, dan Signage. Nama merek biasa didasarkan
pada sejumlah aspek diantaranya adalah:16
a. Nama orang, misalnya pendiri, pemilik, manajer, mitra
bisnis, atau orang lain yang diasosiasikan dengan produk.
b. Nama tempat, (geographic brand names), baik tempat asal
ditemukannya, dikembangkannya maupun tempat dijualnya
produk atau jasa bersangkutan.
c. Nama ilmiah yang diciptakan (invented scientific names)
biasanya dari bahasa yunani atau latin.
d. Nama “status” (status names)
15
Fandy Tjiptono, Manajemen & Strategi Merek, 3. 16
Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 4.
17
18
e. Good association names (semuanya berasosiasi positif
dengan kemurnian, kehalusan, dan kesehatan)
f. Artificial names, yang biasa jadi tidak mengandung makna
khusus.
g. Descriptive names, yaitu nama merek yang menggambarkan
manfaat atau aspek kunci produk,
h. Alpha-numeric brand names, yaitu nama merek yang
mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit ataupun
tertulis.
Merek mempunyai daya tarik yang sangat kuat karena
membantu kita untuk membuat keputusan membeli menjadi
lebih cepat dan lebih yakin. Ketika sebuah merek berdiri, merek
tersebut memiliki potensi tak terbatas untuk membuat
bangunan ekuitas. Semakin orang mengenalnya, atribut positif
dan negatifpun terus berdatangan. semakin banyak jumlah
orang, maka akan semakin banyak pula jumlah opini yang ada.
Merek tersebut membutuhkan lima tahun untuk
konsisten dalam kualitas dan perhatian terhadap pelayanan
pelanggan, dan semasa itu merek tetap tumbuh, setelah itu
produk tersebut akan diingat.17
2. Pengertian Brand Equity
Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset
dan liabilitas yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol,
yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
17
Patricia F, Nicolino, The Complete Ideal’s Guide : Brand Management
(Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 78.
19
oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun
pelanggan.
Salah satu defenisi brand equity yang paling banyak
dikutip adalah definisi David A. Aaker. yang menyatakan
bahwa brand equity adalah serangkaian asset dan kewajiban
(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau
pelanggan peusahaan tersebut.18
Sementara itu model keller lebih berfokus pada
perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model
ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE = Customer-Based
Brand Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan
sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan,
dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut
sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu.
Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki
customer-based brand equity positif apabila pelanggan bereaksi
secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk
tersebut di pasarkan manakala mereknya diidentifikasi,
dibandingkan bila nama mereknya tidak teridentifikasi
(misalnya, jika nama fiktif atau versi produk tanpa merek
digunakan). Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek
18
Fandy Tjiptono, Brand Management & Strategy, 39.
20
adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awereness dan
brand image. Dengan demikian brand equity baru terbentuk jika
pelanggan mempunyai tingkat awarenes dan familiaritas tinggi
terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat,
positif dan unik dalam memorinya. Keller mengajukan proses
empat langkah dalam membangun merek, yaitu: Menyusun
identitas merek yang tepat, menciptakan makna merek yang
sesuai, menstimulasi respon merek yang diharapkan, menjalin
relasi merek yang tepat dengan pelanggan.19
Teori diatas dapat diambil kesimpulan model Aaker dan
Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu bahwa brand equity
mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk
sebagai hasil investasi pemasaran sebelum pada merek
bersangkutan.
Brand equity merupakan kumpulan dari adanya persepsi
merek pada benak konsumen. Mulai dari adanya brand
awareness-kesadaran merek, brand acceptability- penerimaan
merek, brand preference- ada pembeda-bedaan merek = brand
priority, akhirnya timbul brand loyalty- tidak mau berganti
merek lain.20
Brand equity dapat dikelompokan dalam 5 kategori, yaitu:21
19
Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 41. 20
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasran Jasa, 158. 21
Darmadi Durianto, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan
Perilaku Konsumen, 4.
21
1. Brand awareness (kesadaran merek) menunjukan
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian
dari kategori produk tertentu.
2. Brand association (asosiasi merek) mencerminkan
pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut
produk, geografis, harga pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3. Perceived quality (persepsi kualitas) mencerminkan persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.
4. Brand loyalty (loyalitas merek) menciptakan tingkat
keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
Brand equity merupakan aset yang dapat memberikan
nilai tersendiri dimata pelanggannya. Aset yang dikandungnya
dapat membantu nilai membantu pelanggan dalam menafsirkan,
memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan
produk dan merek tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi
rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam
menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka
karakteristiknya). Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa
22
perceived quality dan asosiasi merek bisa meningkatkan
kepuasan konsumen dalam menggunakan produk.22
Sebuah produk dijaga nilai/ekuitas mereknya dengan
berbagai upaya pemasaran dilakukan, mulai dari menjaga dan
terus meningkatkan kualitas produk, melakukan promosi
periklanan, hingga memberikan layanan terbaik produk bagi
konsumennya yang tujuannya agar merek tersebut tetap diingat,
dibeli, dan tetap menjadi pilihan konsumen ditengah gempuran
produk sejenis yang berharap mendapat tempat di pikiran
(mind), hati (heart) dan dompet (pocket) konsumen. Nama
produk yang dikelola perusahaan haruslah dijaga oleh pemilik
merek/nama, agar nama ini memiliki nilai : reputasi dengan
demikian, ketika berdekatan dengan merek/nama tersebut,
konsumen yakin dan nyaman untuk membnagun hubungan
berkelanjutan (sustainable relationship). Sustainable
relationship yang tebina pada sebuah merek produk dengan
konsumennya adalah lewat pembelian berulang (repeated
purchase), merekomendasikan (recommendation) produk
kepada orang lain, serta menjalin ikatan yang kuat
(engagement) melalui program-program keanggotan
(membership program) yang dibina oleh perusahaan.23
22
Darmadi Durianto, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan
Perilaku Konsumen, 6. 23
Antoni Ludfi Arifin dan Sari Rahma Yulianthi, Building Personal Brand
Equity (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015)
23
Perjalanan panjang merek membangun identitas,
pemosisian, proposisi nilai, komunikasi serta berbagai strategi
yang merefleksikan keyakinan merek adalah terciptanya ekuitas
yang tinggi. Kondisi ini tentu saja menjadi idaman setiap merek
karena merek-merek tersebut berarti memiliki kedekatan
dengan pasar dari pelanggan. Ekuitas yang tinggi juga akan
berimplikasi langsung terhadap nilai finansial merek.24
3. Elemen-elemen Ekuitas Merek (Brand Equity)
Terdapat dua model brand equity mapan dalam aliran
psikologi kognitif, yaitu model Aaker dan model Keller. Dalam
model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang
manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya
adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang
berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat
dimensi, yaitu: Brand awerenees, perceived quality, brand
associations, dan brand loyalty.25
Gambar 2.1 Elemen Brand Equity Versi David Aaker
24
Andi M. Sadat, Brand Belief “Strategi Membangun Merek Berbasis
Keyakinan” (Jakarta: Salemba Empat, 2009), 159. 25
Fandy Tjiptono, Brand management & Strategy, 40.
Brand Equity
Brand
Awareness
Brand
Loyalty
Brand
Associations
Perceived
Quality
24
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek menurut Aaker adalah kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa suatu merek
merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Kesadaran
(awareness) menggambarkan keberadaan merekdidalam pikiran
konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa
kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand
equity. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau
kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya.26
Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir
dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Perceived quality menurut david A.Aaker adalah
persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan
maksud yang diharapkannya.27
Jika persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan
jelek, sebesar apapun usaha perusahaan untuk menciptakan
loyalitas terhadap produk cenderung tidak akan berhasil.
Perceived quality memberikan banyak value, antara lain:28
26
Darmadi Durianto, Brand Equity Ten, 6. 27
Darmadi Durianto, Brand Equity Ten, 15. 28
The official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, 74.
25
1. Memberikan alasan bagi pelanggan untuk menggunakan
barang atau jasa, semakin baik persepsi pelanggan maka
semakin tinggi potensi pelanggan untuk menggunakan
produk
2. Membedakan produk barang atau jasa dngan pesaing.
3. Memberikan celah untuk menetapkan harga premium atau
produk barang atau jasa. Semakin baik persepsi pelanggan,
maka perusahaan dapat menetapkan harga tinggi.
4. Meniptakan ketertarikan atas seluruh distribusi untuk
menyalurkan produk barang atau jasa, karena produk
dipersepsikan dengan baik sehingga akan lebih mudah
mendistribusikan kebanyak pasar, termasuk untuk
melakukan brand extensions.
c. Asosiasi merek (Brand Associations)
Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang
merek dalam ingatan. David Aaker dalam bukunya Managing
Brand Equity mendefinisikan brand associations sebagai segala
sesuatu yang terhubung dimemori pelanggan terhadap suatu
merek.29
Keterkaitan asosiasi dengan merek akan lebih kuat jika
dilandaskan pada banyak penglaman. Berbagai asosiasi yang
diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk brand
image didalam benak konsumen.assosiasi-asosiasi merek juga
menciptakan nilai, berbagai asosiasi membantu memproses dan
29
The official MIM Academy Coursebook, Brand Operation, 66.
26
menyusun informasi, membedakan merek tersebut,
membangkitakn alasan untuk membeli, menciptakan sikap atau
perasaan positif, dan memberikan dasar untuk perluasan merek.
Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan
konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada
merek tersebut. Dalam praktiknya, didapati banyak sekali
kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand associations yang
dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi
perusahaan maupun dari sisi pengguna.
d. Loyalitas merek (brand loyalty)
Brand loyalty menurut david Aaker adalah sebuah
ukuran ketertarikan pelanggan terhadap suatu merek. Ukuran ini
mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih kemerek produk yang lain, terutama
jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan baik
menyangkut harga maupun atribut lain. Seorang pelanggan
yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah
memindahkan pembeliannya kemerek lain, apapun yang terjadi
dengan merek tersebut. Apabila loyalitas pelanggan terhadap
suatu merek meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan
tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing
dapat dikurangi.
Loyalitas merek (brand loyalty) adalah komitmen kuat
dalam berlangganan atau membeli kembali suatu merek secara
27
konsisten dimasa mendatang.30
Hanya loyalitas yang membuat
pelanggan membeli merek tertentu dan tidak mau berpindah ke
merek yang lain, meskipun kondisi tersebut sulit direalisasikan
ditengah kenyataan banyaknya pesan-pesan iklan yang
membombadir setiap saat. Namun jika loyalitas dapat diraih,
tentu saja akan meningkatkan ekuitas merek (brand equity)
yang sangat penting dalam jangka panjang.
Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu
indikator inti brand equity yang jelas terkait dengan peluang
penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan
dimasa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan
melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan
pada banyak alernatif merek produk pesaing yang menawarkan
karakteristik prosuk yang lebih unggul dipandang dari sudut
atributnya. Jika banyak pelanggan dari suatu merek masuk
dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity
yang kuat. Sebaliknya pelanggan yang tidak loyal kepada suatu
merek pada saat mereka melakukan pembelian akan merek
tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena ketrtarikan
mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada
karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya
ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh produk
30
Andi M. Sadat, Brand Belief “Strategi Membangun Merek Berbasis
Keyakinan”, 170.
28
alternatif. Apabila pelanggan dari suatu merek termasuk dalam
kategori ini, berarti kemungkinan ekuitas merek (brand equity)
tersebut adalah lemah.
B. Keputusan Pembelian
Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen,
dipengaruhi oleh banyak hal. Demikian pola konsumen-konsumen,
terbentuk karena pengaruh lingkungan. Pada umumnya, setiap hari
konsumen dihadapkan pada proses pengambilan keputusan untuk
membeli produk atau jasa. Namun, keputusan yang diambil kadang-
kadang tanpa mereka sadari. Maka dari itu saat konsumen berada
pada proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukkan
pemecahan masalah baik yang ditimbulkan dari kebutuhan yang
dirasakan maupun dari keinginannya untuk memenuhi kebutuhan
itu dengan mengkonsumsi produk ataupun jasa yang sesuai.
Pengambilan keputusan adalah suatu proses penilaian dan
pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-
kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang
dianggap paling menguntungkan. Proses penilaian itu biasanya
diawali dengan mengindentifikasi masalah utama yang
mempengaruhi tujuan, menyusun, menganalisis, dan memilih
berbagai alternatif tersebut dan mengambil keputusan yang
dianggap paling baik. Langkah terakhir dari proses itu merupakan
29
sistem evaluasi untuk menentukan efektifitas dari keputusan yang
telah diambil.31
1. Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian
adalah32
a. Faktor-faktor kebudayaan
1) Kebudayaan, merupakan faktor penentu yang paling
dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
2) Subbudaya, setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-
subbudaya yang lebih kecil yang memberikan
idenifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para
anggotanya.
3) Kelas sosial adalah kelompok yang relative homogen
dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang
tersusun secara hierarki dan yang keanggotannya
mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.
b. Faktor-faktor sosial
1) Kelompok referensi, terdiri dari seluruh kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung maupun tidak
langsungterhadap sikap atau perilaku seseorang.
31
Mahmud Machfoedz, Pengantar Pemasaran Modern, 44. 32
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen (Jakarta: Kencana, 2010), 10.
30
2) Keluarga, dapat dibedakan menjadi dua keluarga dalam
kehidupan pembeli yaitu, keluarga orientasi (orang tua)
dan keluarga prokreasi (istri dan anak)
Anggota keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku
pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian
konsumen yang paling pening dalam masyarakat dan
telah diteliti secara mendalam. Pemasar tertarik dalam
peran dan pengaruh suami, istri, dan anak-anak pada
pembelian berbagai produk dan jasa.33
3) Peran dan status, seseorang umumnya berpartisipasi
dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub,
organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok
dapat diidentifikasikan dalam peran dan status.
c. Faktor pribadi
1) Umur dan tahap dalam siklus hidup, konsumsi seseorang
juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga.
Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan
atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani
hidupnya.
2) Pekerjaan, para pemasar berusaha mengidentifikasi
kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat diatas
rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.
33
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen (Bandung:
Alfabeta, 2010), 91.
31
3) Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi seseorang terdiri
dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan
hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap
terhadap mengeluarkan lawan menabung.
4) Gaya hidup, gaya hidup seseorang adalah pola hidu
didunia yang di ekspresikan oleh kegiatan, minat, dan
pendapat sesorang.
5) Kepribadian dan konsep diri, merupakan karakteristik
psikologis yang berbeda dari setiap orang yang
memandang responnya terhadap lingkungan yang
relative konsisten.
d. Faktor psikologis
1) Motivasi, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan
psikologis tertentu seperti, rasa lapar, haus, resah tidak
nyaman.
2) Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan
informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang
berarti dari dunia ini.
3) Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku
seseorang yang timbul dari pengalaman.
4) Kepercayaan dan sikap, kepercayaan adalah suatu
gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap
sesuatu.
32
2. Proses yang mempengaruhi keputusan pembelian
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-
ciri kepribadiannya termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi.
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan
keputusan dalam melakukan pembelian.
Proses psikologis dasar memainkan peranan penting
dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat
keputusan pembelian mereka. Perusahaan yang cerdas berusaha
untuk memahami proses keputusan pembelian pelanggan secara
penuh, semua pengalaman mereka dalam pembelajaran,
memilih, menggunakan dan bahkan menyingkirkan produk.
Periset pemasaran telah mengembangkan “model tingkat”
proses keputusan pembelian konsumen melalui lima tahap
yaitu.34
a. Tahap pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari
suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan
internal atau eksternal. Dengan rangsangan internal, salah
satu dari kebutuhan normal seseorang (rasa haus, lapar) naik
ketingkat maksimum dan menjadi dorongan atau kebutuhan
bisa timbul akibat rangsangan eksternal.
34
Philip Kotler, Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, 184-190.
33
b. Pencarian informasi
Ternyata konsumen mencari informasi yang terbatas.
Survey memperlihatkan bahwa untuk barang tahan lama,
setengah hari dari semua konsumen hanya terlihat satu toko
dan hanya 30% yang melihat lebih dari satu merek
peralatan. Kita dapat membedakan antara dua tingkat
keterlibatan dengan pencarian, keadaan pencarian yang
lebih rendah disebut perhatian tajam, pada tingkat ini
seseorang hanya menjadi lebih resetif terhadap informasi
tentang sebuah produk pada tingkat berikutnya, sesorang
dapat memasuki pencarian informasi aktif mencari bahan
bacaan, menelpon teman, melakukan kegiatan online, dan
mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.
Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi
menjadi empat kelompok:35
1. Pribadi. keluarga, teman, tetangga, rekan
2. Komersial. Iklan, situs web, wiraniaga, penyalur,
kemasn, tampilan.
3. Publik. Media massa, organisasi pemeringkat konsumen.
4. Eksperimental. Penanganan, pemeriksaan, penggunaan
produk.
35
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen, 16.
34
c. Evaluasi alternative
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita
memahami proses evaluasi: pertama, konsumen berusaha
memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua, konsumen mencari
manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen
melihat masing-masing produk sebagai kelompok atribut
dengan berbagai kemampuan untuk mengahantarkan
manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.
d. Keputusan membeli
Pada tahap evaluasi konsumen membentuk prefensi
terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan.
Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk
merek yang paling disukai. Walau demikian, dua faktor
dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan
membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain,
sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif
piihan seseorang akan tergantung pada dua hal :
1) Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap
alternatif pilihan konsumen dan
2) Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain
tersebut.
Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain
tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut
35
dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinn
konsumen akan menyesuaikan tujuan pembeliannya.
Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen
membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor
seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang
diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat
konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak
terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.36
e. Perilaku pasca pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami
konflik dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu
atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek lain
dan waspada terhadap informasi yang mendukung
keputusannya.
3. Motif-motif pembelian (buying motives)
Para pembeli memiliki motif-motif pembelian yang
mendorong mereka untuk melakukan pembelian. Mengenai
motif pembelian ada tiga macam, yaitu:37
a. Primary buying motive yaitu motif untuk membeli yang
sebenarnya.
36
Nugroho, Perilaku Konsumen (Bandung: Kencana, 2003), 18. 37
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, 97.
36
b. Selective buying motive yaitu pemilihan terhadap barang
berdasarkan ratio
c. Patronage buying motive, ini adalah selective buying motive
yang ditunjukan kepada tempat atau toko tertentu.
Pemilihan ini biasa timbul karena layanan memuaskan,
empatnya dekat, cukup persediaan barang, ada halaman
parker, orang-orang besar suka berbelanja kesitu dan
sebagainya.
C. Merek (brand) dalam Perspektif Islam
Rasulullah telah memberi contoh melalui cara Beliau
berdagang untuk membangun sebuah citra atau Brand Equity yang
positif, yakni dengan penampilan. Dengan cara tidak membohongi
pelanggan, baik yang menyangkut besaran (kuantitas) maupun
kualitas. Seperti yang dijelaskan dalam surat Asy-Syu’araa ayat
181-183:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk
orangorang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan
yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-
37
haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan”. 38
Ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ketika kita sedang
berdagang kita tidak boleh merugikan orang lain (konsumen). Oleh
karena itu sebagai seorang pedagang kita harus selalu memberikan
yang terbaik kepada konsumen dengan jujur menjual dalam hal ini
adalah produk dengan merek Sophie Paris agar tetap memiliki
Brand Equity yang positif dimata para konsumen sehingga
kepercayaan diri konsumen semakin meningkat apabila
menggunakan produk tersebut.
Pemuasan konsumen hanya dengan kesepakatan bersama,
dengan suatu usulan dan penerimaan, maka penjualan akan
sempurna. Hal ini dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’
ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.39
38
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 526. 39
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 108.
38
Jadi ketika suatu produk memiliki Brand Equity yang tinggi
maka produk tersebut dapat menarik perhatian orang lain yang
sesuai dengan syari’at Islam maka akan menimbulkan suatu kesan
yang baik terhadap orang lain. Dan jika seseorang melakukan suatu
perkara yang menyalahi suatu aturan dan dia tidak mau untuk
memperbaikinya maka akan menimbulkan suatu kesan yang kurang
baik pula terhadap orang lain.
D. Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Kebenaran itu harus akan dibuktikan
melalui data yang dikumpulkan. Hipotesa ini akan di uji oleh
penulis sendiri sehingga akan dapat suatu kesimpulan apakah suatu
hipotesa tersebut dapat diterima atau ditolak. Dugaan penulis
terhadap penelitian ini adalah adanya pengaruh Brand Equity (X)
terhadap keputusan pembelian (Y). Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh antara variabel X terahadap variabel Y, penulis
menggunakan analisis regresi sederhana. Jika didasarkan pada
rumusan masalah tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Ho: tidak terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap
keputusan pembelian
Ha: terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap keputusan
pembelian
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sub. BC (Business
Center) Sophie Martin Ciceri Serang. Sub. BC tersebut
beralamat di Jalan. A. Yani No. 106 Ciceri Serang-Banten
alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena sudah dikenal
oleh masyarakat umum dan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh brand equity terhadap keputusan pembelian produk
Sophie Martin, penulis memilih penelitian di Sub Business
Center Sophie Martin di Ciceri Serang karena untuk
mempermudah penelitian dan bisa langsung meneliti kepada
konsumen secara akurat.
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dari hasil wawancara dengan pihak pemilik Sub BC.
Sophie Martin Ciceri didapatkan bahwa jumlah pelanggan
atau member yang membeli produk Sophie Martin mencapai
100 orang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi.
39
40
Salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus
slovin, sebagai berikut:40
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi (100)
e = perkiraan tingkat kesalahan 10% (0,1)
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsumen Sophie Martin yang ada di Sub Buseness Sophie
Martin di Ciceri Serang, dalam penelitian ini populasi yang
digunakan sebanyak 100 orang. Berdasarkan rumus slovin
diperoleh sebagai berikut:
100
n = = 50
1 + 100 (0,1)²
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka penulis
memutuskan untuk mengambil sampel 50 orang responden
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan
mengumpulkan data dari dua sumber data, yaitu:
40
Syofian Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian “Dilengakapi
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17” (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
149.
41
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan
sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat obyek penelitian dilakukan. seperti hasil
wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan oleh peneliti.Yang dalam hal ini
respondennya adalah konsumen Sophie Martin.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang
sudah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya
dalam bentuk tabel. Data ini diperoleh dari berbagai
instansi terkait, khususnya Sub Business Center Sophie
Martin, serta dari perpustakaan, dan dari beberapa buku-
buku yang langsung terkait dengan masalah yang akan
diteliti pada skripsi ini.
3. Metode Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran
a. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Kuesioner (Angket)
Angket atau kuesioner adalah instrumen
pengumpul data yang digunakan dalam teknik
komunikasi tak langsung, artinya responden secara
tidak langsung menjawab daftar pertanyaan tertulis
yang dikirim melalui media tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan cara
menyiapkan daftar pertanyaan yang berupa angket.
42
Angket adalah jawaban tertulis dari informasi atas
daftar kuesioner dari peneliti.
2. Metode Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh
keterangan/data untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab, sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan panduan
wawancara.
3. Metode observasi
Observasi atau pengamatan langsung adalah
kegiatan pengumpulan data dengan melakukan
penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan
objek penelitian yang mendukung kegiatan
penelitian, sehingga didapat gambaran secara jelas
tentang kondisi objek penelitian tersebut.
b. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan prosedur
pemberian angka pada suau objek agar dapat
menyatakan karakteristik dari objek tersebut.
Skala pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu skala likert yaitu skala yang dapat
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi
sesorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu.
Skala likert memiliki dua bentuk pernyataan. Bentuk
43
jawaban skala likert terdiri dari sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.41
Cara pengumpulannya yaitu dengan memberikan
responden sebuah pertanyaan/pernyataan dan kemudian
diminta untuk memberikan jawaban, kemudian dari
jawaban itu diberikan skor dalam table berikut.
Tabel 3.1
Skor Skala Likert
No Kategori Skor
1.
2.
3.
4
5
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
C. Teknik Analisis Data
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan
tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan sesuatu instrmen.
Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai
validitas yang tinggi, sebaliknya instrument yang kurang
valid berarti memiliki validitas rendah.42
41
Syofian Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian “Dilengkapi
Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17”, 138. 42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 133.
44
Uji validitas sering digunakan untuk mengukur
ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala, apakah
item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam
mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas yang
digunakan adalah uji validitas item .
Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item
yang akan digunakan biasanya dilakukan uji signifikansi
koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05 artinya suatu
item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor
total.
Pengujian menggunakan uji 2 sisi dengan taraf
siginikansni 0,05 kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
a. Jika r hitung > r tabel (uji 2 sisi dengan signifikan 0,05)
maka instrument atau item-item pertanyaan berkorelasi
signifikan terhadap skor total. (dinyatakan valid)
b. Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0,05) maka
instrument atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi linear sederhana adalah hubungan
secara linear antara satu variabel independen (X) dengan
variabel dependen (Y). analisis ini bertujuan untuk
mempredisikan nilai dari variabel dependen apabila nilai
variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan
dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
45
independen dengan variabel dependen apakah positif atau
negatif.43
Persamaan umum regresi linier sederhana adalah:
Dimana:
Y = variabel terikat (Keputusan Pembelian)
X = Variabel bebas (Brand Equity)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
3. Uji Signifikan (Uji t)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen (X) berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen (Y). signifikan artinya berarti atau
pengaruh yang terjadi dapat berlaku untuk populasi (dapat
digenerlisasikan).44
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis
Ho: tidak terdapat pengaruh antara Brand Equity
terhadap keputusan pembelian
Ha: terdapat pengaruh antara Brand Equity terhadap
keputusan pembelian
43
Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS, (Yogyakarta:
PT. mediakom, 2010), 55. 44
Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS, 59.
Ŷ = a +bX
46
2. Menentukan tingkat signifikannsi
Tingkat signifikansi menggunakan 0,05. Signifikansi
0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam
penelitian.
3. Menentukan t hitung
4. Menentukan t tabel
Tabel distribusi t dicari pada α = 5% : 2= 2,5%
(uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) = n-k-1
Keterangan:
df : derajat kebebasan
n : jumlah sampel
k : jumlah variabel independen
Dengan pengujian dua sisi (signifikansi=0,025) hasil
untuk t tabel dapat dilihat pada lampiran distribusi t
tabel atau dapat dicari melalui Ms. Excel dengan cara
pada cell kosong ketik =tinv(probability,deg_freedom)
lalu tekan enter
5. Kriteria pengujian
Kriteria pengujian t statistik dapat juga dilakukan
dengan membandingkan antara t hitung dan t tabel,
dengan pedoman sebagai berikut:
a. Ho diterima dan Ha ditolak jika t hitung kurang dari
t tabel. Artinya variabel independen tersebut tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
b. Ho ditolak dan Ha diterima jika t hitung lebih besar
dari t tabel. Artinya variabel independen tersebut
47
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen.
4. Uji Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui
apakah kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang
signifikan. Untuk mengetahui hubungan seberapa kuat
hubungan koefisien korelasi antara variabel independen dan
variabel dependen maka dapat digunakan pedoman
interprestasi koefisien korelasi.
Tabel 3.2
Interval Pedoman Koefisien korelasi
Interval Korelasi Hubungan Koefisien
Korelasi
0,00-0,199
0, 20-0,399
0,40-0,599
0,60-0,799
0,80-1,000
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
5. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinan R² Berfungsi untuk menguji variabel
ataupun mengukur seberapa jauh kemampuan model
variabel independen dalam menerangkan variabel dependen.
6. Uji Asumsi Klasik meliputi
A. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui
apakah data yang diperoleh dari hasil penelitian
48
berdistribusi normal atau tidak. Hasil ini dilakukan
untuk memudahkan perhitungan dan analisis data yang
diperoleh dari lapangan.45
B. Hetereoskedastisitas.
Sebagaimana dalam asumsi klasik, rumus regresi
diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu
(error) atau e, diasumsikan memiliki varian yang
konstan (rentangan e kurang lebih sama). Jika ternyata
varian dari e tidak konstan misalnya membesar atau
mengecil pada nilai X yang lebih tinggi, maka kondisi
tersebut dikatakan tidak homoskedastisitas atau
mengalami heteroskedastisitas.
D. Operasional Variabel Penelitian
variabel operasional diperlukan untuk mennetukan jenis-
jenis indicator serta skala dari variabel-variabel yang terkait
dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan
menggunakan alat bantu statistic dapat dilakukan secara benar.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipeljari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
45
Supardi dan Darwyan Syah , Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta:
Diadit Media, 2009), 82.
49
1. Variabel Independent
Variabel ini sering disebut sebagai variabel besar,
yaitu merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan variabel dependent (terikat).
Variabel independennya adalah Brand Equity.
2. Variabel Dependent
Variabel ini sering disebut sebagai variabel terikat,
yaitu merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi akibat perubahan karena adanya variabel bebas,
dimana variabel terikatnya adalah keputusan pembelian.
Table 3.3
Defenisi Operasional Variabel
NO. Variabel Dimensi Indikator
1. Brand Equity Brand awareness 1. Kemampuan pelanggan mengenali logo
merek.
2. Kemampuan pelanggan mengingat model
varian.
3. Kemampuan pelanggan mengenal dan
mengingat nama merek
Perceived quality 1. Kesan pelanggan terhadap kualitas merek
2. Kesan manfaat merek terhadap konsumen
Brand associations 1. Design yang bagus
2. Kesukaan Keluarga
Brand loyalty 1. Keinginan untuk berpindah merek
2. Kepuasan pelanggan
3. Pelanggan setia
50
3. Keputusan
Pembelian
Pengenalan
Masalah
1. Tingkat pengenalan masalah
2. Tingkat kebutuhan
Pencarian
Informasi
1. Tingkat pencarian informasi
2. Tingkat tersedianya media informasi
Evaluasi Alternatif
1. Tingkat evaluasi alternatif
2. Tingkat pemilihan produ
Keputusan
Pembelian
1. Tingkat keputusan pembelian
2. Tingkat keyakinan terhadap produk
Perilaku Pasca
Pembelian
1. Tingkat kepuasan akan produk
2. Tingkat perilaku pasca pembelian
51
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum LokasiPenelitian
1. Profil Sub Business Center Sophie Martin Ciceri
Nama : Sub Business Center Sophie Martin
Alamat : Jl. A. Yani No. 106 Ciceri Serang-Banten
Telepon: 087773224228
2. Sejarah Singkat PT. Sophie Paris
Tak banyak yang tahu, gurita bisnis Sophie Paris diawali
dari sebuah industri rumahan dengan tiga orang tukang jahit
yang berkerja di loteng rumah dan menghasilkan tas-tas cantik
yang mencuri banyak perhatian. Karena penjualan yang makin
pesat, Mr Bruno Hasson merekrut karyawan, menyewa gedung
dan menerapkan sistem Direct Selling yang memanfaatkan
tenaga penjual yang diberi insentif untuk menjualkan produk
Sophie Martin. Selanjutnya Sophie Martin kemudian dipasarkan
melalui system MLM dengan merekrut member dan Business
Center sebagai mitra atau perpanjangan tangan untuk
memasarkan produk-produk Sophie hingga ke pelosok
nusantara.
Dibalik setiap kesulitan pasti ada kesempatan. krisis
moneter berkepanjangan di tahun 1998 ternyata mendatangkan
peluang, orang mulai beralih dari tas branded yang harganya
melonjak tajam ke tas Sophie Martin yang lebih terjangkau.
Selain itu, krisis membuat banyak orang di PHK dan membuat
mereka mencari alternative untuk menambah penghasilan.
51
52
Sophie Martin menjadi sebuah solusi untuk menambah
penghasilan melalui Sistem MLM yang mudah dipahami dan
mudah dijalankan. Sejak itu, Sophie Martin pun menjadi
perusahaan MLM nomor 1 di Indonesia yang berhasil
meningkatkan taraf hidup , merubahnya menjadi lebih baik dan
mewujudkan mimpi jutaan orang 46
3. Visi dan Misi Sophie Martin
Visi : Sophie Delivers Happiness
Misi :
1. Keluarga Sophie (Semangat, Antusiasme & Kegembiraan)
2. Memusatkan Perhatian Pada Kepuasan Pelanggan
3. F.A.S.T (Fokus, Akurat, Sederhana, Tepat Waktu)
4. Kerja Sama Tim Adalah Yang Utama
5. Berpikir Terbuka & Semangat Untuk Belajar
46
Sophie Paris Indonesia,http://www.sophieparis.com/id/index.php/our-
vision/ , (di unduh pada 31 September 2016).
53
4. Struktur Organisasi
Berikut adalah struktur organisasi Sub BC Sophie Martin
Gambar.4.1
Struktur Organisasi Sub BC Sophie Martin
5. Produk-produk Sophie Martin
Produk-produk yang ditawarkan perusahaan Sophie
Martin diantaranya: Tas, Dompet, Pakaian, Pakaian Dalam,
Aksesoris, Kacamata, Ikat Pinggang , Jam Tangan,
Sepatu/Sandal, Kesehatan, kosmetik.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen Sophie
Martin, jumlah responden yang dianalisis dalam penelitian ini
berjumlah 50 responden dari seluruh populasi sebanyak 100
konsumen Sophie Martin Sub Business Center Ciceri.
Penyajian data mengenai identitas responden disini yaitu
untuk memberikan gambaran tentang keadaan dari responden.
Adapun gambaran tentang responden yang menjadi sampel dalam
penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan
Pemilik
Sri Marlina
operasional
Pelayanan
Nita
pelayanan
Halimah
54
pendidikan. Berikut ini akan dibahas mengenai kondisi dari masing-
masing kalifikasi demografis responden tersebut.
1. Responden menurut Jenis Kelamin
Table 4.1
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 5 10%
Perempuan 45 90%
JUMLAH 50 100%
Berdasarkan tabel 4.1, maka dapat dilihat komposisi jumlah
responden berdasarkan jenis kelamin dari 50 responden yaitu,
responden terbanyak adalah perempuan sebesar 45 orang atau 90%
orang sedangkan responden laki-laki sebesar 5 orang atau 10%.
2. Responden menurut Umur
Table 4.2
Menurut Umur Frekuensi Persentase
17-25 30 60%
26-35 17 34%
≥ 35 3 6%
Jumlah 50 100%
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50
orang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini maka
didominasi oleh responden yang berumur 17-25 tahun yakni
sebesar 30 orang atau 60%, hal ini dapat disimpulkan bahwa
55
sebagian besar pelanggan atau konsumen yang membeli produk
Sophie Martin adalah pelanggan yang berumur antara 17-25.
3. Responden menurut pendidikan
Pendidikan seringkali mempengaruhi perilaku seseorang
dalam mengambil keputusannya. Selain itu latar belakang
pendidikan pada umumnya mencerminkan suatu bentuk
perilaku pembelian tertentu terhadap suatu produk.
Tabel 4.3
Menurut pendidikan Frekuensi Persentase
SMA 36 72%
D2-D3 3 6%
S1 11 22%
Jumlah 50 100%
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa pendidikan
sebagian responden adalah SMA yaitu sebanyak 36 orang atau
72%, dan diikuti oleh responden yang berpendidikan D2-D3
sebanyak 3 orang atau 6% dan S1 sebanyak 11 orang atau 22%.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pelanggan atau konsumen yang membeli produk Sophie Martin
adalah pelanggan yang berpendidikan SMA.
56
4. Rekapitulasi Data Kuesioner
Pengaruh keputusan pembelian konsumen Sophie
Martin akan dilihat dari variabel Brand Equity berikut adalah
hasil (output) kuesioner yang dibagikan kepada 50 responden
konsumen Sophie Martin.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Data Skor Variabel Brand Equity
Variabel X
No. Res No. Pertanyaan
Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 4 2 3 2 4 4 3 4 3 31
2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 41
3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 42
4 3 3 4 4 3 3 2 2 4 3 31
5 1 1 2 2 3 2 3 2 3 4 23
6 4 2 3 3 2 2 4 3 4 5 32
7 2 4 4 5 5 4 4 4 4 5 41
8 3 2 3 3 3 2 3 4 2 4 29
9 4 4 3 3 2 4 3 3 3 2 31
10 5 4 4 3 5 3 4 4 4 5 41
11 3 3 4 3 4 3 5 5 3 4 37
12 5 4 5 3 3 4 5 3 4 5 41
13 5 4 4 3 5 4 5 3 2 4 39
14 3 4 4 2 3 3 4 2 3 3 31
15 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 47
57
16 3 4 5 3 4 4 5 4 5 5 42
17 2 3 1 3 2 3 4 3 3 4 28
18 5 4 3 4 3 4 4 4 5 4 40
19 3 3 4 4 3 2 4 4 3 2 32
20 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 26
21 4 4 3 2 2 3 4 3 4 2 31
22 4 3 2 2 4 3 4 4 3 4 33
23 2 2 3 4 4 3 4 4 3 2 31
24 5 5 3 4 5 5 5 4 5 5 46
25 5 4 3 4 4 3 2 3 2 3 33
26 5 5 3 5 4 5 4 5 5 4 45
27 3 4 3 5 4 5 4 5 5 4 42
28 3 4 3 3 4 2 4 4 3 4 34
29 5 4 5 4 3 4 4 5 5 5 44
30 4 5 1 4 2 3 5 4 5 3 36
31 4 5 5 4 4 4 5 3 4 4 42
32 5 5 4 5 4 4 5 4 3 4 43
33 4 5 3 4 3 4 5 5 4 5 42
34 5 4 3 2 3 4 4 4 3 4 36
35 5 5 5 4 4 3 4 4 3 4 41
36 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 37
37 3 3 2 3 3 2 4 3 3 4 30
38 4 5 3 3 4 4 5 5 4 4 41
39 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 38
40 4 5 5 4 3 4 4 4 4 3 40
41 4 5 4 3 4 5 4 3 4 2 38
58
Sumber: Data hasil pengolahan angket tahun 2016
Tabel 4.5
Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Data Skor Variabel Keputusan Pembelian
No.
Res
No. Pertanyaan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 34
2 4 4 4 3 4 3 3 3 4 5 37
3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 41
4 3 3 3 4 3 2 2 2 2 4 28
5 2 3 3 2 3 2 3 2 4 5 29
6 3 2 3 2 3 3 3 2 5 3 29
7 3 4 3 4 5 4 4 4 3 3 37
8 3 3 3 2 2 3 3 3 5 4 31
9 3 2 2 3 3 3 4 4 3 4 31
10 4 4 4 5 5 4 4 5 4 5 44
42 4 5 4 3 2 5 4 3 5 4 39
43 4 4 4 4 4 3 5 4 3 4 39
44 5 2 4 3 3 3 3 4 4 4 35
45 4 5 3 4 4 3 1 5 4 5 38
46 1 1 3 4 4 5 5 4 5 4 36
47 1 5 3 4 3 3 5 5 4 5 38
48 3 4 5 4 4 3 5 5 4 5 42
49 2 2 1 2 5 5 5 5 5 4 36
50 4 4 3 3 5 4 4 4 3 3 37
59
11 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 37
12 3 2 1 5 3 3 5 3 5 4 34
13 2 2 4 5 3 2 4 3 2 4 31
14 2 3 3 4 3 2 3 2 5 4 31
15 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 42
16 3 3 3 5 3 3 4 4 4 5 37
17 4 3 3 5 4 4 5 4 3 4 39
18 4 3 4 4 4 4 4 5 4 4 40
19 3 2 4 5 3 1 4 4 5 4 35
20 2 2 3 5 2 2 3 2 3 3 27
21 3 2 2 4 3 2 3 2 5 2 28
22 4 2 3 4 3 3 2 4 4 3 32
23 3 2 3 4 3 4 3 3 4 3 32
24 5 4 4 5 5 4 4 5 5 4 45
25 5 4 4 3 5 3 4 4 4 4 40
26 4 4 5 5 4 3 4 4 5 4 42
27 4 4 3 5 4 3 2 3 3 3 34
28 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 37
29 4 4 3 5 4 3 3 4 4 5 39
30 4 5 5 5 4 3 4 5 4 4 43
31 4 4 4 5 3 3 3 3 4 3 36
32 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 42
33 5 5 4 5 4 3 4 3 4 5 42
34 3 2 3 4 1 3 2 2 4 4 28
35 4 3 3 4 2 3 3 3 5 4 34
36 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 34
60
37 2 2 1 4 2 3 2 2 3 2 23
38 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 47
39 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5 45
40 4 5 4 5 3 3 3 4 3 2 36
41 5 4 3 4 4 4 3 4 4 5 40
42 3 3 5 3 5 4 5 4 3 3 38
43 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 38
44 3 4 4 4 4 2 4 3 3 4 35
45 2 2 5 5 5 5 3 5 4 5 41
46 1 4 4 4 2 4 4 4 2 2 31
47 5 1 2 5 3 2 5 3 4 4 34
48 5 4 4 5 5 4 4 5 5 3 44
49 2 1 2 5 5 4 4 4 5 4 36
50 3 3 3 4 3 3 3 2 2 2 28
Tabel 4.6
Rekapitulasi Hasil Kuesioner
(Variabel X dan Y)
No Brand Equity Keputusan Pembelian
1 31 34
2 41 37
3 42 41
4 31 28
5 23 29
6 32 29
7 41 37
61
8 29 31
9 31 31
10 41 44
11 37 37
12 41 34
13 39 31
14 31 31
15 47 42
16 42 37
17 28 39
18 40 40
19 32 35
20 26 27
21 31 28
22 33 32
23 31 32
24 46 45
25 33 40
26 45 42
27 42 34
28 34 37
29 44 39
30 36 43
31 42 36
32 43 42
33 42 42
62
34 36 28
35 41 34
36 37 34
37 30 23
38 41 47
39 38 45
40 40 36
41 38 40
42 39 38
43 39 38
44 35 35
45 38 41
46 36 31
47 38 34
48 42 44
49 36 36
50 37 28
Sumber: Data hasil pengolahan angket
5. Uji Validitas
Uji validitas ini penting dilakukan untuk mengetahui
atau menunjukan tingkat kevalidan suatu instrumen. Sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa ketentuan pengujian
validitas adalah apabila r hitung > r tabel, maka indikator
dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka
indikator dinyatakan tidak valid.
63
Uji validitas dihitung dengan membandingkan nilai r
hitung (correlated item-total correlation) dengan nilai r tabel,
jika r hitung > dari r tabel (pada taraf signifikansi 5%) maka
Pernyataan tersebut dinyatakan valid. Adapun hasil uji validitas
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
1. Variabel Brand Equity
Hasil uji validitas variabel X (brand equity) menggunakan
program SPSS 22 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Variabel X
No.
Pertanyaan
r hitung r tabel Keterangan
1 0,517 0,279 Valid
2 0,685 0,279 Valid
3 0,518 0,279 Valid
4 0,589 0,279 Valid
5 0,527 0,279 Valid
6 0,614 0,279 Valid
7 0,506 0,279 Valid
8 0,648 0,279 Valid
9 0,536 0,279 Valid
10 0,525 0,279 Valid
Berdasarkan hasil pengolahan data 4.6, maka dapat
diketahui bahwa hasil uji r hitung pada setiap item pertanyaan
lebih besar dari pada r tabel pada taraf signifikasi 5% dengan uji
2 sisi (2-tailed) dan jumlah responden 50 maka diperoleh r tabel
64
sebesar 0,279 (lihat pada lampiran r tabel). Dengan demikian,
semua item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner brand
equity adalah valid.
2. Variabel Keputusan Pembelian
Hasil uji validitas variabel Y (keputusan pembelian)
menggunakan program SPSS 22 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Variabel Y
No.
Pertanyaan
r hitung r tabel Keterangan
1 0,683 0,279 Valid
2 0,648 0,279 Valid
3 0,620 0,279 Valid
4 0,308 0,279 Valid
5 0,797 0,279 Valid
6 0,600 0,279 Valid
7 0,568 0,279 Valid
8 0,831 0,279 Valid
9 0,339 0,279 Valid
10 0,538 0,279 Valid
Berdasarkan hasil pengolahan data 4.6, maka dapat
diketahui bahwa hasil uji r hitung pada setiap item pertanyaan
lebih besar dari pada r tabel pada taraf signifikasi 5% dengan uji
2 sisi (2-tailed) dan jumlah responden 50 maka diperoleh r tabel
sebesar 0,279. Dengan demikian, semua item pertanyaan yang
digunakan dalam keputusan pembelian adalah valid.
65
6. Analisis Regresi Linier Sederhana
Dalam menganalisa ada tidaknya pengaruh brand equity
terhadap keputusan pembelian, penulis menggunakan analisis
SPSS versi 22 pada penelitian ini.
a. Koefisien Regresi Linear Sederhana
Untuk melihat korelasi antara variabel dengan
persamaan regresi linear sederhana tersebut, maka dengan
menggunakan SPSS versi 22 dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
Tabel 4.9
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 11.046 4.190 2.636 .011
Brand
Equity .674 .112 .655 6.009 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh persamaan
regresi sederhana yaitu
Dengan persamaan regresi tersebut dapat
disimpulkan bahwa:
1. Konstanta sebesar 11,046 artinya jika brand equity (X)
nilainya adalah nol, maka keputusan pembelian (Y)
adalah 11,046.
Y= 11,046 + 0,674 X.
66
2. Koefisien regresi variabel brand equity (X) 0,674
artinya jika variabel mengalami kenaikan 1 poin maka
tingkat keputusan pembelian bertambah sebesar 0,674.
b. Analisis koefisien korelasi
Tabel 4.10
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .655a .429 .417 4.251
a. Predictors: (Constant), Brand Equity
b. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
SPSS diperoleh koefisien korelasi r adalah 0,655
menyatakan bahwa hubungan variabel independen (brand
equity) terhadap variabel dependen (keputusan pembelian)
sebesar 65,5% yang artinya brand equity mempunyai
hubungan yang kuat terhadap keputusan pembelian.
c. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan variasi variabel dalam
menerangkan variabel dependen. Hasil pengolahan SPSS
22,0 for windows adalah sebagai berikut:
67
Tabel 4.11
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .655a .429 .417 4.251
a. Predictors: (Constant), Brand Equity
b. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Berdasarkan tabel diatas didapat nilai R squere
sebesar 0,429 artinya 42,9 persen yang artinya variabel
brand equity (X) mempengaruhi variabel keputusan
pembelian (Y) sebesar 42,9 % dan sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain diluar penelitian ini.
d. Uji Hipotesis (uji t)
Untuk memastikan apakah hasil yang diperoleh
melalui perhitungan koefesien korelasi sederhana signifikan
atau tidak, maka harus dilakukan pengujian hipotesis untuk
membuktikan atau menggunakan hasil yang telah diperoleh
tersebut dengan membandingkan hasil membandingkan t
hitung dan t tabel sebagai berikut:
68
Tabel 4.12
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 11.046 4.190 2.636 .011
Brand
Equity .674 .112 .655 6.009 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Berdasarkan tabel diatas diperoleh t hitung sebesar
6,009 yang akan dibandingkan dengan t tabel. Dengan
menggunakan tingkat signifikan α = 5% dan derajat
kebebasan (df) = n – k –1 maka diperoleh df = 50 – 1 – 1 =
48 maka diketahui nilai t tabel sebesar 2,011 (lihat pada
lampiran t tabel).
Karena t hitung 6,009 ≥ 2,011 dan nilai probabilitas
variabel dengan tingkat signifikan 0,000 ≤ 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti
koefisien regresi pada brand equity adalah signifikan.
Dari hasil tersebut menunjukan bahwa t hitung lebih
besar dari t tabel yaitu sebesar (6,009 ≥ 2,011) hal ini berarti
Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa adanya pengaruh
yang signifikan antara brand equity terhadap keputusan
pembelian.
69
7. Uji asumsi klasik
Suatu model regresi yang baik harus memenuhi tidak
adanya asumsi klasik dalam modelnya. Dalam menganalisis ada
tidaknya pengaruh antara variabel brand equity terhadap
keputusan pembelian penulis menggunakan alat analisis SPSS
22,0 pada penelitian ini.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah
populasi data berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara
untuk menguji kenormalan data adalah melihat histogram.
Gambar 4.1
70
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa
grafik histogram memberikan pola berdistribusi normal
berbentuk lonceng, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
Selain itu untuk menguji kenormalitasan dapat juga
dengan melihat plot probabilitas normal, dengan plot ini
masing-masing nilai pengamatan dipasang dengan nilai
harapan pada distribusi normal.
Gambar 4.2
Berdasarkan grafik diatas Normal P-P Plot
menunjukan pola grafik yang normal, terlihat dari titik-titik
distribusi data yang terletak disekitar garis lurus diagonal
dan penyebarannya mengikuti garis diagonal atau normal
71
probability plot, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui terjadi tidaknya
heteroskedastisitas dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan grafik scatterplot. Berdasarkan hasil
pengolahan data SPSS 22, hasil scatterplot dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 4.3
Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS diatas
dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada dalam gambar
(scatterplot) model regresi yang digunakan dalam penelitian
tidak menunjukkan adanya pola teratur, melainkan titik
72
tersebut menyebar secara acak diatas dan dibawah. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model regresi.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Brand Equity terhadap keputusan pembelian di
Sub Business Center Sophie Martin di Ciceri kab. Serang, maka
dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan hasil analisis, Hasil t hitung sebesar 6,009 dengan
tingkat signifikan 0,000 ≤ 0,05 hal ini menunjukan bahwa brand
equity (X) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian
(Y) dengan demikian hipotesis brand equity berpengaruh
terhadap keputusan pembelian dan kosntanta 11,046 artinya jika
brand equity (X) nilainya adalah nol maka keputusan pembelian
(Y) adalah 11,046. Koefisien regresi variabel brand equity (X)
0,674 artinya jika variabel mengalami kenaikan sebesar 1 poin
maka keputusan pembelian bertambah.
2. Angka koefisien determinasi (R²) sebesar 0,429 menunjukan
bahwa brand equity mempunyai pengaruh sebesar 42,9%
terhadap keputusan pembelian adapun sisasnya sebesar 57,1%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak
termasuk dalam penelitian ini.
73
74
B. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan penulis dari penelitian
yang telah dilakukan sebagai berikut:
1. Bagi pemilik Sub Business Center Sophie Martin Ciceri
hendaknya berusaha untuk senantiasa meningkatkan brand
equity perusahaan melalui elemen-elemen brand equity.
2. Bagi pemilik Sub Business Center Sophie Martin diharapkan
untuk lebih inisentif mengenalkan produk-produk yang
ditawarkan dan meningkatkan pelayanan agar konsumen tetap
setia membeli produk Sophie Martin di toko tersebut dan tidak
berpindah ke toko-toko lain.