BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2...

17
1 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi berkembang sangat cepat, terutama di bidang teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan tersebut memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber di dunia. Supaya suatu negara bisa mengikuti tuntutan dari perkembangan jaman, maka negara tersebut perlu memiliki sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi, informasi dan komunikasi. Matematika merupakan pengetahuan dasar untuk menunjang penguasaan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Dengan belajar matematika, manusia akan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Matematika di sekolah memiliki peranan sebagai salah satu unsur instrumental yang memiliki objek abstrak dan konsisten dalam proses belajar mengajar untuk membentuk setiap individu menjadi anggota masyarakat yang berguna dan menjadi aset yang berharga dalam melaksanakan pembangunan bangsa dan negara, kini dan masa yang akan datang. Proses belajar mengajar merupakan proses sosialisasi, siswa diperkenalkan dengan potensi yang dimilikinya, dengan ilmu pengetahuan, dan lingkungannya agar mereka mampu membentuk dirinya untuk memainkan peran dan mampu ambil bagian dalam proses pembangunan masyarakat sesuai dengan posisi dan kedudukannya. Proses pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya merupakan proses interaksi antara peserta didik yang belajar dengan guru yang mengajar dan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

1 M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perkembangan ilmu

pengatahuan dan teknologi berkembang sangat cepat, terutama di bidang

teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan tersebut

memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,

cepat dan mudah dari berbagai sumber di dunia. Supaya suatu negara bisa

mengikuti tuntutan dari perkembangan jaman, maka negara tersebut perlu

memiliki sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi, informasi dan

komunikasi.

Matematika merupakan pengetahuan dasar untuk menunjang penguasaan

teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Dengan belajar matematika, manusia

akan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi,

kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan

kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif.

Matematika di sekolah memiliki peranan sebagai salah satu unsur

instrumental yang memiliki objek abstrak dan konsisten dalam proses belajar

mengajar untuk membentuk setiap individu menjadi anggota masyarakat yang

berguna dan menjadi aset yang berharga dalam melaksanakan pembangunan

bangsa dan negara, kini dan masa yang akan datang. Proses belajar mengajar

merupakan proses sosialisasi, siswa diperkenalkan dengan potensi yang

dimilikinya, dengan ilmu pengetahuan, dan lingkungannya agar mereka mampu

membentuk dirinya untuk memainkan peran dan mampu ambil bagian dalam

proses pembangunan masyarakat sesuai dengan posisi dan kedudukannya.

Proses pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya merupakan

proses interaksi antara peserta didik yang belajar dengan guru yang mengajar dan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

2

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berlangsung dalam suatu ikatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Tujuan dari mempelajari matematika itu sendiri, Depdiknas (2006)

menyatakan bahwa mata pelajaran matematika di SD, SMP, SMA, dan SMK

bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,

akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri

dalam pemecahan masalah.

Demikian pula National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)

(2000) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika yaitu:

1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication).

2) Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning).

3) Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem

solving).

4) Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections).

5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes

toward mathematics)

Selanjutnya menurut Sumarmo (2005) menyatakan bahwa kelima

kemampuan-kemampuan itu disebut dengan daya matematik (mathematical

power) atau keterampilan bermatematika (doing math). Salah satu keterampilan

(doing math) yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika adalah

belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving). Kemampuan

pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki

matematika yang digolongkan dalam berpikir tingkat tinggi. Hal itu di perkuat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

3

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan pendapat Yamin (2012: 171) higher order cognition adalah komponen-

komponen yang terletak pada urutan akhir yang lebih tinggi dari keseluruhan

proses kognitif manusia misalnya berpikir, pembuatan konsep, penalaran, bahasa,

pembuatan keputusan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.

Proses untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tersebut

dapat dilakukan melalui latihan membuat keputusan dan kesimpulan dari suatu

permasalahan-permasalahan berdasarkan pemikiran secara logis, rasional, kritis,

cermat, jujur, efisien dan efektif. Sehingga dari proses itu, siswa diharapkan dapat

menggunakan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan

dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada kegiatan

bernalar, keterampilan dalam penerapan matematika, dan pembentukan sikap

percaya diri siswa. Menurut pendapat Didi (2005: 2) bahwa untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah seseorang, latihan berpikir

secara matematis tidaklah cukup, melainkan perlu dibarengi pengembangan rasa

percaya diri melalui proses pemecahan masalah sehingga memiliki kesiapan

memadai menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan nyata.

Adapun proses pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein (Slavin,

2006: 262) “develoved and evaluated a five-step strategy called IDEAL, (Identity

problems and opportunities, Define goals and represent the problems, Explore

posible strategies, Anticipate outcomes and act, Look back and learn)”. Tidak

jauh berbeda dengan pendapat di atas, Sumarmo (2005: 6) menyatakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai tujuan, dapat dirinci dengan

indikator sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.

2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah

sehari-hari dan menyelesaikannya.

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah

matematika dan atau di luar matematika.

4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai

permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau

jawaban.

5) Menerapkan matematika secara bermakna.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

4

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Polya mengemukakan pendapatnya (Herman, 2000: 7) bahwa secara

umum terdapat empat fase pembentukan kemampuan pemecahan masalah, yaitu:

proses pemahaman masalah (understanding the problem). Perencanaan solusi

masalah (making a plan), penyelesaian masalah (solving the problem), dan

memeriksa kembali hasil penyelesaian masalah ( looking back). Jadi dalam proses

penyelesaian pemecahan masalah siswa diharapkan mampu menerapkan aturan-

aturan matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan digunakan untuk

memecahkan masalah dengan memperhatikan langkah-langkah yang telah

ditentukan.

Namun kenyataannya tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa di

Indonesia masih rendah. Ini terbukti dengan hasil survei TIMSS pada tahun 1999

(1999: 32) Indonesia menempati urutan ke-34 dari 38 negara yang mengikuti

survei dengan nilai rata-rata 403, dibawah nilai rata-rata internasional yaitu 487.

Selanjutnya hasil survei TIMSS pada tahun 2003 (2003: 44) Indonesia menempati

urutan ke-34 dari 45 negara yang mengikuti survei dengan nilai rata-rata 411,

dibawah rata-rata intenasional yaitu 467. Kemudian pada tahun 2007 hasil survei

TIMSS (2007: 53) menyatakan bahwa rataan prestasi matematika dikelas delapan

relatif konstan dari seluruh penilaian di Italia, Yordania, Indonesia, Bahrain,

Botswana, negara bagian Minnesota dan provinsi British Columbia. Indonesia

pada tahun 2007 mendapatkan nilai rata-rata 397 dan nilai tersebut masih berada

dibawah rata-rata nilai internasional yaitu 500.

Hasil terbaru dari survei TIMSS (2011: 50) bahwa sejumlah peserta kelas

delapan memiliki nilai persentase signifikan dengan performanya sangat rendah,

termasuk Indonesia diantaranya. Ini menunjukan bahwa kualitas pembelajaran

matematika di Indonesia belum menunjukkan perkembangan peningkatan yang

signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa bahkan cenderung

turun. Hasil dari TIMSS tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika

siswa di Indonesia kelas delapan berada di peringkat 38 dari 45 negara. Dari hasil

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

5

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

survei tersebut, nilai rata-rata matematika adalah 386 atau turun 11 angka dari

hasil tahun 2007 dan nilai yang didapat berada dibawah nilai rata-rata

internasiaonal TIMSS.

Tidak jauh berbeda dengan TIMSS, hasil survey Programme for

International Student Assesment (PISA) yang bertujuan menilai penguasaan

pengetahuan dan ketarampilan matematika siswa. Menunjukan bahwa pada tahun

2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rerata skor 360,

pada tahun 2006 rerata skor siswa naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 59

negara, sedangkan pada tahun 2009 peringkat Indonesia menjadi 61 dari 65

negara, dengan rerata skor 371, sementara skor rerata Internasional adalah 496,

Balitbang (2011).

Dari kedua hasil survey tersebut dan studi yang telah dilakukan oleh

Wardani dan Rumiati (2011: 1) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya

antara lain siswa di Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam

menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan

PISA. Karakteristik soal-soal tersebut, menuntut siswa untuk menggunakan

penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya yaitu soal-soal

tes yang berbentuk pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan laporan

Kemendiknas (Sindi, 2012: 7) siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal

yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan

berkomuniksi. Faktor lainnya adalah proses pembelajaran matematika pada

sekolah-sekolah di indonesia belum sepenuhnya menekankan pada soal-soal

pemecahan masalah.

Selama ini proses pembelajaran yang terjadi lebih pada penerapan metode

ceramah yang bersifat mekanistik dengan guru menjadi pusat pembelajaran di

kelas. Sebagaimana menurut pendapat Herman (Mulyana 2008: 4) menyatakan

bahwa sampai saat ini pada umumnya guru-guru matematika telah berkosentrasi

pada latihan penyelesaian soal-soal yang bersifat prosedural dan mekanistis.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

6

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Begitu juga sama dengan pendapat Turmudi (2009: 8) yaitu guru adalah center,

artinya guru merupakan penggerak utama proses belajar mengajar.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa hanya mengerjakan latihan

soal-soal rutin dengan menggunakan rumus dan algoritma yang sudah diberikan,

hal ini menyebabkan siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang

tidak rutin. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Turmudi (2009: 7) siswa

mengatakan “kan, contohnya belum diberikan oleh guru”. Proses pembelajaran di

kelas sepeti itu kurang mengakomodasi pengembangan kemampuan pemecahan

masalah siswa tetapi hanya mengakomodasi pengembangan kemampuan berfikir

tingkat rendah siswa.

Terdapat tiga aspek kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut pendapat Mulyana

(2006: 2) kecakapan matematika mengacu pada taksonomi Bloom meliputi ranah

kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga di akhir proses pembelajaran

matematika, diharapkan adanya perubahan-perubahan ketiga aspek tersebut.

Wahyudin (Mulyana, 2006: 2) memaparkan bahwa :

Perubahan-perubahan dalam area “berpikir” (kognitif) akan

menghasilkan pemerolehan pengetahuan dan pengembangan skill-

skill dan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk

menggunakan pengetahuan, misalnya kemampuan untuk

memecahkan permasalahan dalam matematika. Perubahan-

perubahan dalam area „merasakan‟ (afektif) akan dikenali dari,

misalnya, minat, atau apresiasi pada pelajaran matematika di akhir

mata pelajaran yang pada awalnya belum tumbuh. Perubahan-

perubahan dalam area „bertindak‟ (psikomotor) timbul dari

perkembangan dari skil-skill manual dan skill-skill motor,

misalnya pengembangan skill dalam penggunaan instrumen-

instrumen atau pembuatan bangun-bangun geometris.

Selain aspek kognitif yaitu kemampuan pemecahan masalah, maka perlu

juga peningkatan aspek afektif yaitu aspek psikologis yang berhubungan dengan

attitude siswa sebagai penunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran lebih

spesifik lagi dalam hal mengerjakan tugas-tugas berupa soal pemecahan masalah

yang membutuhkan ketekunan dan keuletan dalam menyelesaikannya. Hal ini

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

7

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sesuai dengan tujuan pembelajran matemtika dalam KTSP, yaitu siswa memiliki

sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet

dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Jadi dikatakan berhasil suatu proses

pembelajaran di kelas jika terjadi perubahan perilaku positif siswa dalam

kehidupannya.

Self-efficacy merupakan aspek psikologis yang memberikan pengaruh

signifikan terhadap keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugas dan

pertanyaan-pertanyaan pemecahan masalah dengan baik. Secara umum self-

efficacy memiliki pengertian menurut Ormrod (2008: 20) adalah penilaian

seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu

atau mencapai tujuan tertentu. Lebih sederhana menurut Somakim (2010: 49) self-

efficacy sinonim dengan “Kepercayaan Diri” atau “Keyakinan Diri”. Kemudian

pendapat Bandura (2006: 307) Self-efficacy is concerned with people’s beliefs in

their capabilities to produce given attainment.

Kemampuan menilai dirinya secara akurat merupakan hal yang

sangat penting dalam mengerjakan tugas dan pertanyaan-pertanyaan yang di

ajukan oleh guru, dengan kepercayaan diri atau keyakinan dirinya dapat

memudahkan siswa dalam menyelesaikan tugas tersebut, bahkan lebih dari itu

mampu meningkatkan prestasinya. Sesuai dengan hal tersebut Bandura (Isnaini,

2011: 6) penilaian kemampuan diri yang akurat merupakan hal yang sangat

penting, karena perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy dapat

mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal,

dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan yang menantang. Self-efficacy

dapat mempengaruhi prestasi matematika hal tersebut diperkuat oleh pendapat

Bandura, Barbaranelli, Caprara, & Pastorelli, 1996; Fast et al.; Pajares, 2005

(Lusbi: 1) Self-efficacy, a person’s belief of their capabilities, has been shown to

influence students’ mathematical achievement.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

8

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kaitannya dengan pemecahan masalah self-efficacy memiliki fungsi

sebagai alat untuk menilai keberhasilan siswa dalam menyelesaiakan soal-soal

pemecahan masalah. Betz & Hacket (Pajares & Miller, 1994: 194) matematika

self-efficacy baru-baru ini lebih menilai setiap individu dalam penghakiman atas

kemampuan mereka untuk memecahkan masalah matematika tertentu dan

melakukan tugas-tugas matematika. Kemudian menurut pendapat Liu & Koirala

(2009: 1) siswa yang mempunyai sikap percaya diri, bahwa matematika adalah

penting untuk kehidupan mereka dan membantu meraka dalam memecahkan

masalah matematika dengan menyenangkan, meskipun mereka percaya bahwa

matematika adalah penting bagi mereka, tetapi mereka tidak percaya diri bahwa

mereka dapat memecahkan masalah matematika, itu berarti siswa tersebut

memiliki self-efficacy rendah.

Dengan siswa memiliki self-efficacy yang tinggi dan pemecahan masalah

merupakan hal yang sulit untuk dikerjakan maka peranan self-efficacy bisa

membuat siswa untuk lebih tekun dan memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat

mengerjakannya, Bandura et al. (1996) (Lusbi, 2009: 1) contend that self-efficacy

can affect many parts of one’s life such as “level of motivation and perseverance

in the face of difficulties and setbacks, resilience to adversity, quality of analytical

thinking” (p. 1206).

Sehingga self-efficacy merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan prestasi matematika seseorang khususnya dalam melaksanakan tugas-

tugas yang berbentuk soal-soal pemecahan masalah dan terlihat bahwa antara

kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy memiliki hubungan yang positif

yang saling mendukung. Jika seorang siswa memiliki kemampuan pemecahan

masalah matematis yang baik maka seorang siswa tersebut pun memiliki self-

efficacy yang baik pula. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Betz dan

Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self-

efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan

berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

9

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi

akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang

memiliki self-efficacy rendah.

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan model pembelajaran yang inovatif

agar dapat meningkatkan kemampauan pemecahan masalah dan self-efficacy

siswa. Yaitu pembelajaran matematika di kelas yang mendukung aktivitas semua

siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy

bahkan mungkin lebih dari itu yaitu menciptakan kebiasaan (habit) berpikir

matematis. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy, yaitu

pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan

kontekstual.

Rotating Trio Exchange (RTE) adalah strategi Active Learning yang

dikembangkan oleh Silberman (2009: 85) model pembelajaran kooperatif

Rotating Trio Exchange ini merupakan cara terperinci bagi siswa untuk

mendiskusikan permasalahan dengan sebagian (dan biasanya memang tidak

semua) teman kelas mereka dengan seksama sejak awal pembelajaran. Model ini

berpusat pada siswa sehingga menuntun mereka menemukan dan memahami

konsep yang sulit, sehingga di perlukan partisipasi aktif semua siswa agar bisa

berjalan secara efektif.

Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

menuntut siswa untuk berinteraksi, berekspresi, mengeluarkan pendapat sendiri,

menemukan ilmu, dan mengungkapkannya kepada teman. Cara ini menurut

Silberman dalam bukunya Active Learning sangat sesuai dengan siswa zaman

sekarang yang cenderung lebih sering bosan dengan hal-hal yang monoton.

Pelaksanaan proses pembelajaran yaitu dengan membagi siswa dengan

jumlah siswa yang beranggotakan 3 orang siswa (trio) perkelompoknya dan

ditentukan oleh guru dengan ketentuan 1 orang siswa tetap tidak melakukan

rotasi, dimana siswa tersebut merupakan siswa dengan kemampuan awal

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

10

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematis tinggi dan 2 siswa lainnya merupakan siswa dengan kemampuan awal

matematis yang lebih rendah. Rotasi dilakukan sebanyak dua kali karena hanya

diberikan tiga kali permasalahan, proses rotasi yang dilakukan adalah dengan

memberikan indeks kepada setiap anggota dalam trio dengan indeks 1, 2 dan 3.

Indeks 3 berpindah searah dengan jarum jam, kemudian indeks 2 berpindah

berlawanan dengan arah jarum jam, sehinga nanti akan terbentuk trio yang baru

dengan anggota yang berbeda dari kelompok pertama. Kemudian di rotasi terakhir

siswa diberikan permasalahan berupa soal-soal yang harus di jawab dengan cepat

dan benar oleh tiap kelompok.

Galton berpendapat (Ruseffendi, 1991) bahwa dari sekolompok siswa

yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara

distribusi normal. Pembentukan kelompok pada kelas eksperimen berdasarkan

kemampuan awal matematis (KAM) karena dimaksudkan siswa dengan

kemampuan awal matematis tinggi dapat membimbing dan memberikan arahan

kepada siswa yang lainnya. Adapun pengertian dari kemampuan awal matematis

siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum ia mengikuti

pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal (entry behavior) ini

menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan

disampaikan oleh guru.

Proses rotasi yang dilakukan oleh siswa memerlukan rasa tanggung jawab,

tekun dan ulet dalam berdiskusi dengan teman kelompok yang berbeda untuk

mendapatkan keberhasilan bersama, akhirnya hal inilah yang diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy-nya.

Karena dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

menekankan pada kesuksesan kelompok, siswa belajar bersama dan memiliki

tanggung jawab bersama terhadap kemajuan kelompoknya. Sesuai dengan

pendapat Johnson et. al (Trianto, 2009: 60) terdapat lima unsur penting dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu : (1). Saling ketergantungan yang bersifat positif

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

11

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

antara siswa. (2). Interaksi siswa yang semakin meningkat. (3). Tanggung jawab

individual. (4). Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. (5). Proses

kelompok.

Supaya model pembelajaran dapat berjalan dengan baik, efektif dan

efisien bagi tercapainya tujuan pembelajaran, maka dibutuhkan suatu pendekatan

pembelajaran yang dapat melengkapi dan mendukung kearah tersebut. Salah

satu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan dukungan terhadap model

pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) adalah pendekatan

kontekstual. Pendapat Trianto (2009: 104) kebanyakan murid di sekolah tidak

dapat membuat hubungan antara apa yang dipelajari dan bagaimana pengetahuan

tersebut akan di aplikasikan. Filosofi dari pendekatan kontekstual adalah

konstrukitivis, dalam proses pembelajaran, siswa memiliki peranan penting dalam

mengembangkan pengetahuannya melalui apa yang dipelajarinya sehingga

menjadi pengalaman, pemaknaan pengalaman masing-masing siswa sangat erat

kaitannya dengan kehidupan nyata.

Tujuan dari pendekatan kontekstual adalah membantu siswa membuat

hubungan yang bermakna dari proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

Pendapat Yamin (2012: 76) pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu

peserta didik memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan

menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari. Pendekatan kontekstual berjalan apabila siswa menerapkan dan

memahami apa yang sedang di ajarkan berdasarkan masalah-masalah dunia nyata

dengan konteks dimana masalah-masalah tersebut di gunakan. Konteks

memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar siswa.

Pendekatan kontekstual memberikan pengalaman nyata bagi setiap siswa

yang melibatkan hands-on dan minds-on. Sehingga siswa harus mengetahui

makna belajar dan menyadarinya sebagai awal dari pengetahuan, pengetahuan dan

keterampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan sebagai bekal dalam

kehidupannya. Jadi, maksud dari pembelajaran matematika dengan pendekatan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

12

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kontekstual adalah pembelajaran matematika yang menggabungkan isi kandungan

materi dengan pengalaman dan keadaan sehari-hari siswa sebagai individu atau

masyarakat.

Selanjutnya penggabungan antara pembelajaran kooperatif tipe Rotating

Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual didasari karena keduanya

memiliki relevansi untuk saling melengkapi dan mendukung. Relevansi tersebut

didasarkan dari teori pembelajaran yang membentuknya, yaitu model

pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-

konstruktivis dan salah satu landasan teoritik pendekatan kontekstual pun adalah

teori konstruktivis. Pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif, dengan demikian

antara model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dan

pendekatan kontekstual dapat membantu para siswa mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri baik secara individu maupun secara sosial.

Berdasarkan uraian di atas penulis menemukan masalah yang cukup

menarik untuk diteliti. Adapun rumusan judul penelitiannya adalah sebagai

berikut: Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-

Efficacy melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange

(RTE) dengan Pendekatan Kontekstual.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating

Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada

siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

13

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual

bila ditinjau dari kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi,

sedang, rendah)?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual

dan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional

bila ditinjau dari kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi,

sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat perbedaan self-efficacy matematis siswa antara siswa yang

dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating

Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional?

5. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis

dan self-efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran

kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan

kontekstual?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini mengkaji:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang dalam

pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio

Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan siswa

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

14

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating

Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual bila ditinjau dari

kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah).

3. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating

Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional bila ditinjau dari

kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Perbedaan self-efficacy matematis siswa antara siswa yang dalam

pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio

Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan

pembelajaran konvensional.

5. Korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy

matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran pembelajaran kooperatif

tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi siswa, pembelajaran matematik kooperatif tipe Rotating Trio Exchange

(RTE) dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi model

pembelajaran matematika untuk diaplikasikan, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan

kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika.

4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

pembelajaran matematika kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

15

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis dan self-efficacy siswa.

E. DEFENISI OPERASIONAL

Untuk menghindari perbedaan penafsiran istilah yang digunakan pada

rumusan masalah penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional sebagai

berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kecakapan atau potensi

yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal cerita,

menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam

kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan

atau menguji konjektur.

Indikator yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan

mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan

kecukupan unsur.

b. Menyusun rencana pemecahan masalah, yaitu kemampuan menemukan

hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui,

mengaitkan hal-hal yang mirip secara analogi dengan masalah.

c. Melaksanakan rencana, meliputi kemampuan melaksanakan strategi

sesuai dengan yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya,

melakukan pemeriksaan pada setiap langkah yang dikerjakan.

d. Memeriksa kembali, meliputi kemampuan memeriksa hasil pada

masalah asal, menginterpretasikan solusi pada masalah asal, menentukan

cara lain untuk menyelesaikan masalah jika ada, menentukan masalah

lain yang berkaitan atau masalah lain yang lebih umum dimana strategi

yang digunakan dapat bekerja.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

16

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Self-Efficacy yang dimaksud adalah keyakinan diri siswa akan

kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan tugas tertentu, yaitu

menyelesaikan pemecahan masalah dan menyelesaikan tugas yang saling

berkaitan. Adapun karakteristik dari self-efficacy pada penelitian ini adalah

(1). Percaya pada kemampuan sendiri. (2). Bertindak mandiri dalam

mengambil keputusan. (3). Memiliki konsep diri yang positif. (4). Berani

mengungkapkan pendapat.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trsio Exchange (RTE)

merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa

berpartsifasi aktif dalam proses pembelajarannya sehingga mampu

mengkonstruksi dan memperoleh prestasi yang maksimal. Pembelajaran ini

dilakukan dengan cara membagi kelompok yang beranggotakan 3 orang siswa

(trio) dan terbentuk dari siswa yang berkamampuan heterogen dan melakukan

perputaran (rotasi) sebanyak 2 kali dengan cara member indeks 1, 2 dan 3

kepada setiap anggota kelompok, untuk rotasi pertama siswa dengan indeks 1

berputar searah dengan jarum jam, kemudian siswa dengan indeks 3 berputar

berlawanan dengan arah jarum jam . Setiap putaran, guru memberikan materi

untuk di diskusikan dengan teman kelompok berbeda sehingga diharapkan

siswa dapat memahami pelajaran dengan mudah karena setiap siswa

berdiskusi dengan bantuan teman yang memiliki kemampuan matematika

yang lebih baik.

4. Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang materi

pembelajarannya dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga siswa lebih

bisa memahaminya dengan bermakna, hal ini yang bisa menjadikan siswa

lebih mudah memahami hal yang termasuk abstrak bagi anak sehingga tidak

asing lagi atau hal-hal yang dapat dibayangkan oleh alam pikiran siswa

dalam materi pelajaran sesuai dengan pengalamannya.

5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran biasa yang hanya

menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam proses

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2 M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy

17

M.Gilar Jatisunda, 2013

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajarannya.