BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2...
-
Upload
nguyenhanh -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.upi.edu/2518/4/T_MTK_1101250_Chapter1.pdf2...
1 M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perkembangan ilmu
pengatahuan dan teknologi berkembang sangat cepat, terutama di bidang
teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan tersebut
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,
cepat dan mudah dari berbagai sumber di dunia. Supaya suatu negara bisa
mengikuti tuntutan dari perkembangan jaman, maka negara tersebut perlu
memiliki sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi, informasi dan
komunikasi.
Matematika merupakan pengetahuan dasar untuk menunjang penguasaan
teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Dengan belajar matematika, manusia
akan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi,
kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan
kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif.
Matematika di sekolah memiliki peranan sebagai salah satu unsur
instrumental yang memiliki objek abstrak dan konsisten dalam proses belajar
mengajar untuk membentuk setiap individu menjadi anggota masyarakat yang
berguna dan menjadi aset yang berharga dalam melaksanakan pembangunan
bangsa dan negara, kini dan masa yang akan datang. Proses belajar mengajar
merupakan proses sosialisasi, siswa diperkenalkan dengan potensi yang
dimilikinya, dengan ilmu pengetahuan, dan lingkungannya agar mereka mampu
membentuk dirinya untuk memainkan peran dan mampu ambil bagian dalam
proses pembangunan masyarakat sesuai dengan posisi dan kedudukannya.
Proses pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya merupakan
proses interaksi antara peserta didik yang belajar dengan guru yang mengajar dan
2
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berlangsung dalam suatu ikatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Tujuan dari mempelajari matematika itu sendiri, Depdiknas (2006)
menyatakan bahwa mata pelajaran matematika di SD, SMP, SMA, dan SMK
bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Demikian pula National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)
(2000) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika yaitu:
1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication).
2) Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning).
3) Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving).
4) Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections).
5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes
toward mathematics)
Selanjutnya menurut Sumarmo (2005) menyatakan bahwa kelima
kemampuan-kemampuan itu disebut dengan daya matematik (mathematical
power) atau keterampilan bermatematika (doing math). Salah satu keterampilan
(doing math) yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika adalah
belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving). Kemampuan
pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki
matematika yang digolongkan dalam berpikir tingkat tinggi. Hal itu di perkuat
3
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan pendapat Yamin (2012: 171) higher order cognition adalah komponen-
komponen yang terletak pada urutan akhir yang lebih tinggi dari keseluruhan
proses kognitif manusia misalnya berpikir, pembuatan konsep, penalaran, bahasa,
pembuatan keputusan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Proses untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tersebut
dapat dilakukan melalui latihan membuat keputusan dan kesimpulan dari suatu
permasalahan-permasalahan berdasarkan pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efisien dan efektif. Sehingga dari proses itu, siswa diharapkan dapat
menggunakan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan
dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada kegiatan
bernalar, keterampilan dalam penerapan matematika, dan pembentukan sikap
percaya diri siswa. Menurut pendapat Didi (2005: 2) bahwa untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah seseorang, latihan berpikir
secara matematis tidaklah cukup, melainkan perlu dibarengi pengembangan rasa
percaya diri melalui proses pemecahan masalah sehingga memiliki kesiapan
memadai menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan nyata.
Adapun proses pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein (Slavin,
2006: 262) “develoved and evaluated a five-step strategy called IDEAL, (Identity
problems and opportunities, Define goals and represent the problems, Explore
posible strategies, Anticipate outcomes and act, Look back and learn)”. Tidak
jauh berbeda dengan pendapat di atas, Sumarmo (2005: 6) menyatakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai tujuan, dapat dirinci dengan
indikator sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.
2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah
sehari-hari dan menyelesaikannya.
3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah
matematika dan atau di luar matematika.
4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau
jawaban.
5) Menerapkan matematika secara bermakna.
4
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Polya mengemukakan pendapatnya (Herman, 2000: 7) bahwa secara
umum terdapat empat fase pembentukan kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
proses pemahaman masalah (understanding the problem). Perencanaan solusi
masalah (making a plan), penyelesaian masalah (solving the problem), dan
memeriksa kembali hasil penyelesaian masalah ( looking back). Jadi dalam proses
penyelesaian pemecahan masalah siswa diharapkan mampu menerapkan aturan-
aturan matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan digunakan untuk
memecahkan masalah dengan memperhatikan langkah-langkah yang telah
ditentukan.
Namun kenyataannya tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa di
Indonesia masih rendah. Ini terbukti dengan hasil survei TIMSS pada tahun 1999
(1999: 32) Indonesia menempati urutan ke-34 dari 38 negara yang mengikuti
survei dengan nilai rata-rata 403, dibawah nilai rata-rata internasional yaitu 487.
Selanjutnya hasil survei TIMSS pada tahun 2003 (2003: 44) Indonesia menempati
urutan ke-34 dari 45 negara yang mengikuti survei dengan nilai rata-rata 411,
dibawah rata-rata intenasional yaitu 467. Kemudian pada tahun 2007 hasil survei
TIMSS (2007: 53) menyatakan bahwa rataan prestasi matematika dikelas delapan
relatif konstan dari seluruh penilaian di Italia, Yordania, Indonesia, Bahrain,
Botswana, negara bagian Minnesota dan provinsi British Columbia. Indonesia
pada tahun 2007 mendapatkan nilai rata-rata 397 dan nilai tersebut masih berada
dibawah rata-rata nilai internasional yaitu 500.
Hasil terbaru dari survei TIMSS (2011: 50) bahwa sejumlah peserta kelas
delapan memiliki nilai persentase signifikan dengan performanya sangat rendah,
termasuk Indonesia diantaranya. Ini menunjukan bahwa kualitas pembelajaran
matematika di Indonesia belum menunjukkan perkembangan peningkatan yang
signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa bahkan cenderung
turun. Hasil dari TIMSS tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika
siswa di Indonesia kelas delapan berada di peringkat 38 dari 45 negara. Dari hasil
5
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
survei tersebut, nilai rata-rata matematika adalah 386 atau turun 11 angka dari
hasil tahun 2007 dan nilai yang didapat berada dibawah nilai rata-rata
internasiaonal TIMSS.
Tidak jauh berbeda dengan TIMSS, hasil survey Programme for
International Student Assesment (PISA) yang bertujuan menilai penguasaan
pengetahuan dan ketarampilan matematika siswa. Menunjukan bahwa pada tahun
2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rerata skor 360,
pada tahun 2006 rerata skor siswa naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 59
negara, sedangkan pada tahun 2009 peringkat Indonesia menjadi 61 dari 65
negara, dengan rerata skor 371, sementara skor rerata Internasional adalah 496,
Balitbang (2011).
Dari kedua hasil survey tersebut dan studi yang telah dilakukan oleh
Wardani dan Rumiati (2011: 1) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya
antara lain siswa di Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam
menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan
PISA. Karakteristik soal-soal tersebut, menuntut siswa untuk menggunakan
penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya yaitu soal-soal
tes yang berbentuk pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan laporan
Kemendiknas (Sindi, 2012: 7) siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal
yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan
berkomuniksi. Faktor lainnya adalah proses pembelajaran matematika pada
sekolah-sekolah di indonesia belum sepenuhnya menekankan pada soal-soal
pemecahan masalah.
Selama ini proses pembelajaran yang terjadi lebih pada penerapan metode
ceramah yang bersifat mekanistik dengan guru menjadi pusat pembelajaran di
kelas. Sebagaimana menurut pendapat Herman (Mulyana 2008: 4) menyatakan
bahwa sampai saat ini pada umumnya guru-guru matematika telah berkosentrasi
pada latihan penyelesaian soal-soal yang bersifat prosedural dan mekanistis.
6
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Begitu juga sama dengan pendapat Turmudi (2009: 8) yaitu guru adalah center,
artinya guru merupakan penggerak utama proses belajar mengajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa hanya mengerjakan latihan
soal-soal rutin dengan menggunakan rumus dan algoritma yang sudah diberikan,
hal ini menyebabkan siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang
tidak rutin. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Turmudi (2009: 7) siswa
mengatakan “kan, contohnya belum diberikan oleh guru”. Proses pembelajaran di
kelas sepeti itu kurang mengakomodasi pengembangan kemampuan pemecahan
masalah siswa tetapi hanya mengakomodasi pengembangan kemampuan berfikir
tingkat rendah siswa.
Terdapat tiga aspek kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut pendapat Mulyana
(2006: 2) kecakapan matematika mengacu pada taksonomi Bloom meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga di akhir proses pembelajaran
matematika, diharapkan adanya perubahan-perubahan ketiga aspek tersebut.
Wahyudin (Mulyana, 2006: 2) memaparkan bahwa :
Perubahan-perubahan dalam area “berpikir” (kognitif) akan
menghasilkan pemerolehan pengetahuan dan pengembangan skill-
skill dan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk
menggunakan pengetahuan, misalnya kemampuan untuk
memecahkan permasalahan dalam matematika. Perubahan-
perubahan dalam area „merasakan‟ (afektif) akan dikenali dari,
misalnya, minat, atau apresiasi pada pelajaran matematika di akhir
mata pelajaran yang pada awalnya belum tumbuh. Perubahan-
perubahan dalam area „bertindak‟ (psikomotor) timbul dari
perkembangan dari skil-skill manual dan skill-skill motor,
misalnya pengembangan skill dalam penggunaan instrumen-
instrumen atau pembuatan bangun-bangun geometris.
Selain aspek kognitif yaitu kemampuan pemecahan masalah, maka perlu
juga peningkatan aspek afektif yaitu aspek psikologis yang berhubungan dengan
attitude siswa sebagai penunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran lebih
spesifik lagi dalam hal mengerjakan tugas-tugas berupa soal pemecahan masalah
yang membutuhkan ketekunan dan keuletan dalam menyelesaikannya. Hal ini
7
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sesuai dengan tujuan pembelajran matemtika dalam KTSP, yaitu siswa memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Jadi dikatakan berhasil suatu proses
pembelajaran di kelas jika terjadi perubahan perilaku positif siswa dalam
kehidupannya.
Self-efficacy merupakan aspek psikologis yang memberikan pengaruh
signifikan terhadap keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugas dan
pertanyaan-pertanyaan pemecahan masalah dengan baik. Secara umum self-
efficacy memiliki pengertian menurut Ormrod (2008: 20) adalah penilaian
seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu
atau mencapai tujuan tertentu. Lebih sederhana menurut Somakim (2010: 49) self-
efficacy sinonim dengan “Kepercayaan Diri” atau “Keyakinan Diri”. Kemudian
pendapat Bandura (2006: 307) Self-efficacy is concerned with people’s beliefs in
their capabilities to produce given attainment.
Kemampuan menilai dirinya secara akurat merupakan hal yang
sangat penting dalam mengerjakan tugas dan pertanyaan-pertanyaan yang di
ajukan oleh guru, dengan kepercayaan diri atau keyakinan dirinya dapat
memudahkan siswa dalam menyelesaikan tugas tersebut, bahkan lebih dari itu
mampu meningkatkan prestasinya. Sesuai dengan hal tersebut Bandura (Isnaini,
2011: 6) penilaian kemampuan diri yang akurat merupakan hal yang sangat
penting, karena perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy dapat
mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal,
dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan yang menantang. Self-efficacy
dapat mempengaruhi prestasi matematika hal tersebut diperkuat oleh pendapat
Bandura, Barbaranelli, Caprara, & Pastorelli, 1996; Fast et al.; Pajares, 2005
(Lusbi: 1) Self-efficacy, a person’s belief of their capabilities, has been shown to
influence students’ mathematical achievement.
8
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kaitannya dengan pemecahan masalah self-efficacy memiliki fungsi
sebagai alat untuk menilai keberhasilan siswa dalam menyelesaiakan soal-soal
pemecahan masalah. Betz & Hacket (Pajares & Miller, 1994: 194) matematika
self-efficacy baru-baru ini lebih menilai setiap individu dalam penghakiman atas
kemampuan mereka untuk memecahkan masalah matematika tertentu dan
melakukan tugas-tugas matematika. Kemudian menurut pendapat Liu & Koirala
(2009: 1) siswa yang mempunyai sikap percaya diri, bahwa matematika adalah
penting untuk kehidupan mereka dan membantu meraka dalam memecahkan
masalah matematika dengan menyenangkan, meskipun mereka percaya bahwa
matematika adalah penting bagi mereka, tetapi mereka tidak percaya diri bahwa
mereka dapat memecahkan masalah matematika, itu berarti siswa tersebut
memiliki self-efficacy rendah.
Dengan siswa memiliki self-efficacy yang tinggi dan pemecahan masalah
merupakan hal yang sulit untuk dikerjakan maka peranan self-efficacy bisa
membuat siswa untuk lebih tekun dan memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat
mengerjakannya, Bandura et al. (1996) (Lusbi, 2009: 1) contend that self-efficacy
can affect many parts of one’s life such as “level of motivation and perseverance
in the face of difficulties and setbacks, resilience to adversity, quality of analytical
thinking” (p. 1206).
Sehingga self-efficacy merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan prestasi matematika seseorang khususnya dalam melaksanakan tugas-
tugas yang berbentuk soal-soal pemecahan masalah dan terlihat bahwa antara
kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy memiliki hubungan yang positif
yang saling mendukung. Jika seorang siswa memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematis yang baik maka seorang siswa tersebut pun memiliki self-
efficacy yang baik pula. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Betz dan
Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self-
efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan
berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya,
9
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi
akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang
memiliki self-efficacy rendah.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan model pembelajaran yang inovatif
agar dapat meningkatkan kemampauan pemecahan masalah dan self-efficacy
siswa. Yaitu pembelajaran matematika di kelas yang mendukung aktivitas semua
siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy
bahkan mungkin lebih dari itu yaitu menciptakan kebiasaan (habit) berpikir
matematis. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy, yaitu
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan
kontekstual.
Rotating Trio Exchange (RTE) adalah strategi Active Learning yang
dikembangkan oleh Silberman (2009: 85) model pembelajaran kooperatif
Rotating Trio Exchange ini merupakan cara terperinci bagi siswa untuk
mendiskusikan permasalahan dengan sebagian (dan biasanya memang tidak
semua) teman kelas mereka dengan seksama sejak awal pembelajaran. Model ini
berpusat pada siswa sehingga menuntun mereka menemukan dan memahami
konsep yang sulit, sehingga di perlukan partisipasi aktif semua siswa agar bisa
berjalan secara efektif.
Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
menuntut siswa untuk berinteraksi, berekspresi, mengeluarkan pendapat sendiri,
menemukan ilmu, dan mengungkapkannya kepada teman. Cara ini menurut
Silberman dalam bukunya Active Learning sangat sesuai dengan siswa zaman
sekarang yang cenderung lebih sering bosan dengan hal-hal yang monoton.
Pelaksanaan proses pembelajaran yaitu dengan membagi siswa dengan
jumlah siswa yang beranggotakan 3 orang siswa (trio) perkelompoknya dan
ditentukan oleh guru dengan ketentuan 1 orang siswa tetap tidak melakukan
rotasi, dimana siswa tersebut merupakan siswa dengan kemampuan awal
10
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
matematis tinggi dan 2 siswa lainnya merupakan siswa dengan kemampuan awal
matematis yang lebih rendah. Rotasi dilakukan sebanyak dua kali karena hanya
diberikan tiga kali permasalahan, proses rotasi yang dilakukan adalah dengan
memberikan indeks kepada setiap anggota dalam trio dengan indeks 1, 2 dan 3.
Indeks 3 berpindah searah dengan jarum jam, kemudian indeks 2 berpindah
berlawanan dengan arah jarum jam, sehinga nanti akan terbentuk trio yang baru
dengan anggota yang berbeda dari kelompok pertama. Kemudian di rotasi terakhir
siswa diberikan permasalahan berupa soal-soal yang harus di jawab dengan cepat
dan benar oleh tiap kelompok.
Galton berpendapat (Ruseffendi, 1991) bahwa dari sekolompok siswa
yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara
distribusi normal. Pembentukan kelompok pada kelas eksperimen berdasarkan
kemampuan awal matematis (KAM) karena dimaksudkan siswa dengan
kemampuan awal matematis tinggi dapat membimbing dan memberikan arahan
kepada siswa yang lainnya. Adapun pengertian dari kemampuan awal matematis
siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum ia mengikuti
pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal (entry behavior) ini
menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru.
Proses rotasi yang dilakukan oleh siswa memerlukan rasa tanggung jawab,
tekun dan ulet dalam berdiskusi dengan teman kelompok yang berbeda untuk
mendapatkan keberhasilan bersama, akhirnya hal inilah yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy-nya.
Karena dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
menekankan pada kesuksesan kelompok, siswa belajar bersama dan memiliki
tanggung jawab bersama terhadap kemajuan kelompoknya. Sesuai dengan
pendapat Johnson et. al (Trianto, 2009: 60) terdapat lima unsur penting dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu : (1). Saling ketergantungan yang bersifat positif
11
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
antara siswa. (2). Interaksi siswa yang semakin meningkat. (3). Tanggung jawab
individual. (4). Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. (5). Proses
kelompok.
Supaya model pembelajaran dapat berjalan dengan baik, efektif dan
efisien bagi tercapainya tujuan pembelajaran, maka dibutuhkan suatu pendekatan
pembelajaran yang dapat melengkapi dan mendukung kearah tersebut. Salah
satu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan dukungan terhadap model
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) adalah pendekatan
kontekstual. Pendapat Trianto (2009: 104) kebanyakan murid di sekolah tidak
dapat membuat hubungan antara apa yang dipelajari dan bagaimana pengetahuan
tersebut akan di aplikasikan. Filosofi dari pendekatan kontekstual adalah
konstrukitivis, dalam proses pembelajaran, siswa memiliki peranan penting dalam
mengembangkan pengetahuannya melalui apa yang dipelajarinya sehingga
menjadi pengalaman, pemaknaan pengalaman masing-masing siswa sangat erat
kaitannya dengan kehidupan nyata.
Tujuan dari pendekatan kontekstual adalah membantu siswa membuat
hubungan yang bermakna dari proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Pendapat Yamin (2012: 76) pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu
peserta didik memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan
menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pendekatan kontekstual berjalan apabila siswa menerapkan dan
memahami apa yang sedang di ajarkan berdasarkan masalah-masalah dunia nyata
dengan konteks dimana masalah-masalah tersebut di gunakan. Konteks
memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar siswa.
Pendekatan kontekstual memberikan pengalaman nyata bagi setiap siswa
yang melibatkan hands-on dan minds-on. Sehingga siswa harus mengetahui
makna belajar dan menyadarinya sebagai awal dari pengetahuan, pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan sebagai bekal dalam
kehidupannya. Jadi, maksud dari pembelajaran matematika dengan pendekatan
12
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kontekstual adalah pembelajaran matematika yang menggabungkan isi kandungan
materi dengan pengalaman dan keadaan sehari-hari siswa sebagai individu atau
masyarakat.
Selanjutnya penggabungan antara pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual didasari karena keduanya
memiliki relevansi untuk saling melengkapi dan mendukung. Relevansi tersebut
didasarkan dari teori pembelajaran yang membentuknya, yaitu model
pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-
konstruktivis dan salah satu landasan teoritik pendekatan kontekstual pun adalah
teori konstruktivis. Pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif, dengan demikian
antara model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dan
pendekatan kontekstual dapat membantu para siswa mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri baik secara individu maupun secara sosial.
Berdasarkan uraian di atas penulis menemukan masalah yang cukup
menarik untuk diteliti. Adapun rumusan judul penelitiannya adalah sebagai
berikut: Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-
Efficacy melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange
(RTE) dengan Pendekatan Kontekstual.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada
siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?
13
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual
bila ditinjau dari kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi,
sedang, rendah)?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual
dan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional
bila ditinjau dari kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi,
sedang, rendah)?
4. Apakah terdapat perbedaan self-efficacy matematis siswa antara siswa yang
dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional?
5. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis
dan self-efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran
kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan
kontekstual?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini mengkaji:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio
Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan siswa
14
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual bila ditinjau dari
kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah).
3. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional bila ditinjau dari
kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah).
4. Perbedaan self-efficacy matematis siswa antara siswa yang dalam
pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio
Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
5. Korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy
matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran pembelajaran kooperatif
tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dengan pendekatan kontekstual.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi siswa, pembelajaran matematik kooperatif tipe Rotating Trio Exchange
(RTE) dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi model
pembelajaran matematika untuk diaplikasikan, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan
kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
pembelajaran matematika kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)
15
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan self-efficacy siswa.
E. DEFENISI OPERASIONAL
Untuk menghindari perbedaan penafsiran istilah yang digunakan pada
rumusan masalah penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional sebagai
berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kecakapan atau potensi
yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal cerita,
menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan
atau menguji konjektur.
Indikator yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan
mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan
kecukupan unsur.
b. Menyusun rencana pemecahan masalah, yaitu kemampuan menemukan
hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui,
mengaitkan hal-hal yang mirip secara analogi dengan masalah.
c. Melaksanakan rencana, meliputi kemampuan melaksanakan strategi
sesuai dengan yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya,
melakukan pemeriksaan pada setiap langkah yang dikerjakan.
d. Memeriksa kembali, meliputi kemampuan memeriksa hasil pada
masalah asal, menginterpretasikan solusi pada masalah asal, menentukan
cara lain untuk menyelesaikan masalah jika ada, menentukan masalah
lain yang berkaitan atau masalah lain yang lebih umum dimana strategi
yang digunakan dapat bekerja.
16
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Self-Efficacy yang dimaksud adalah keyakinan diri siswa akan
kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan tugas tertentu, yaitu
menyelesaikan pemecahan masalah dan menyelesaikan tugas yang saling
berkaitan. Adapun karakteristik dari self-efficacy pada penelitian ini adalah
(1). Percaya pada kemampuan sendiri. (2). Bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan. (3). Memiliki konsep diri yang positif. (4). Berani
mengungkapkan pendapat.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trsio Exchange (RTE)
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa
berpartsifasi aktif dalam proses pembelajarannya sehingga mampu
mengkonstruksi dan memperoleh prestasi yang maksimal. Pembelajaran ini
dilakukan dengan cara membagi kelompok yang beranggotakan 3 orang siswa
(trio) dan terbentuk dari siswa yang berkamampuan heterogen dan melakukan
perputaran (rotasi) sebanyak 2 kali dengan cara member indeks 1, 2 dan 3
kepada setiap anggota kelompok, untuk rotasi pertama siswa dengan indeks 1
berputar searah dengan jarum jam, kemudian siswa dengan indeks 3 berputar
berlawanan dengan arah jarum jam . Setiap putaran, guru memberikan materi
untuk di diskusikan dengan teman kelompok berbeda sehingga diharapkan
siswa dapat memahami pelajaran dengan mudah karena setiap siswa
berdiskusi dengan bantuan teman yang memiliki kemampuan matematika
yang lebih baik.
4. Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang materi
pembelajarannya dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga siswa lebih
bisa memahaminya dengan bermakna, hal ini yang bisa menjadikan siswa
lebih mudah memahami hal yang termasuk abstrak bagi anak sehingga tidak
asing lagi atau hal-hal yang dapat dibayangkan oleh alam pikiran siswa
dalam materi pelajaran sesuai dengan pengalamannya.
5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran biasa yang hanya
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam proses
17
M.Gilar Jatisunda, 2013
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajarannya.